Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PSIKOLOGI KESEHATAN

Driving behaviour

Dosen Pengampu : Raudatussalamah, S.Psi., M.A

Oleh:
Helza Fadilla (12060124433)
Lulu Faziya Septi (12060126042)
Melani Putri (12060124433)
Nisa Hubani Nabilla (12060122273)
Syalsabilla Nanda Zulfa (12060124315)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah


Ta’ala. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul,
“Driving behaviour” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang
pelanggaran atau kesalahan apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian
yang bisa kita pelajari salah satunya dari karya film. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga
makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami, Ibu Raudatussalamah,S.Psi.,M.A
dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai
hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan, atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada
makalah ini, kami mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-
luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada
kesempatan
berikutnya.
Pekanbaru, 20 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 4
1.4 Manfaat ............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian driving behaviour........................................................................... 5
2.2 Teori driving behaviour ................................................................................... 5
2.3 Dimensi perilaku mengemudi berisiko ............................................................. 7
2.4 Perilaku mengemudi agresif pada remaja ....................................................... 11
2.5 Perilaku menyalip ........................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ......................................................................................................... 14
3.2 Saran .............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... iii

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh beberapa variabel, antara lain:


a) unsur lingkungan seperti cuaca, kondisi jalan, dan lalu lintas yang padat; b)
faktor kendaraan seperti jenis dan kondisi kendaraan; dan c) faktor pendorong
seperti perilaku mengemudi, kemampuan kognitif, kelelahan, sikap, dan
penggunaan alkohol. Perilaku pengemudi dianggap yang paling signifikan dari
semua elemen ini, terhitung 80-90% dari semua kecelakaan (Kaiser et al,
2016). Komponen pengemudi yang menjadi penyumbang terbanyak (67%),
juga merupakan faktor penyumbang yang signifikan, diikuti oleh faktor
kendaraan (21,21%) dan faktor infrastruktur (9,09%). (KNKT, 2016). Ketika
suatu faktor menempatkan orang lain dalam bahaya atau bertindak dengan
cara yang dapat menyakiti orang lain, itu dikatakan bertindak agresif.
Beberapa aktivitas jalan raya, seperti penggunaan lampu, sirene, atau klakson
oleh beberapa kendaraan, seperti ambulans atau kendaraan darurat lainnya,
tidak dianggap sebagai perilaku bermusuhan (Kaiser et al., 2016). Dalam studi
tentang keselamatan berkendara, mengemudi agresif adalah topik yang
menarik. Di negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki lalu lintas
padat, fenomena ini berkembang pesat. Banyaknya kecelakaan yang terjadi
karena kelalaian, tetapi juga dapat disebabkan oleh banyaknya kendaraan
bermotor yang ada di jalan, yang dapat menyebabkan kemacetan. Perilaku
agresif dapat diperburuk oleh kemacetan.
Data dari beberapa negara menunjukkan bahwa pria berusia antara 18
dan 24 tahun lebih mungkin terlibat dalam kecelakaan. Ditemukan bahwa pria
mengemudi lebih agresif daripada wanita. Pria menjadi lebih tidak sabar ketika
seseorang menunjukkan sikap agresif (Perepjolkina, 2011). dalam Menurut
sebuah penelitian, ada korelasi langsung antara agresivitas pada tingkat tinggi
dan kecelakaan dalam tiga tahun terakhir (Kaiser et al., 2016). Menurut survei
yang dilakukan di Alabama, Amerika, pengemudi laki-laki lebih mungkin
mengemudi dengan risiko daripada pengemudi wanita, dan remaja juga lebih

1
mungkin melakukannya daripada orang dewasa (Rhodes & Pivik, 2011).
Empat faktor yang membuat orang melakukan kekerasan, yaitu faktor
psikologis (kepribadian, pencari adrenalin, permusuhan, daya saing, gender).
Perilaku individu membentuk lingkungan sosial. Rasa gaya masing-
masing individu menampilkan individualitas mereka sendiri. Melalui sikap dan
tindakan dalam aktivitas sehari-hari, kepribadian dikembangkan. Pengalaman
langsung berdampak pada perilaku, tetapi begitu juga konteks sosial individu
(Bucchi, 2012). Kepribadian yang mempengaruhi perilaku berkendara,
khususnya perilaku berkendara agresif, menjadi salah satu penyebab tingginya
angka kecelakaan. Faktor keamanan dalam berkendara dipengaruhi oleh
beberapa elemen, terutama sikap. Kepribadian mengemudi dapat
mempengaruhi perilaku mengemudi dan mengarah pada risiko mengemudi
yang lebih rendah, termasuk pelanggaran lalu lintas dan keterlibatan
kecelakaan. Sikap mengemudi dan risiko kecelakaan lalu lintas dipengaruhi
oleh kepribadian, yang berkorelasi dengan gaya dan atribut mengemudi
(Kurniasih, 2017).
Atribut kepribadian yang sering muncul lintas budaya dan gender untuk
menjelaskan perilaku agresif dikenal sebagai "kepribadian lima besar", yang
juga dikenal sebagai model kepribadian dominan. Berbeda dengan
conscientiousness, yang memiliki hubungan negatif dengan agresi,
extraversion, yang memiliki hubungan positif dengan agresi fisik, keramahan,
yang memiliki hubungan positif dengan agresi, dan neurotisisme, yang
memiliki hubungan positif dengan agresi, keterbukaan terhadap pengalaman
baru memiliki hubungan positif dengan agresi. tidak ada hubungan dengan
perilaku agresif (Barlett & Anderson, 2012). Menurut sebuah penelitian, orang
yang mendapat nilai tinggi pada ekstraversi, daya saing, pencarian sensasi, dan
kemarahan lebih cenderung terlibat dalam perilaku agresif (Fallis, 2013). Tipe
kepribadian extraversion ditemukan memiliki efek yang menguntungkan pada
perilaku mengemudi agresif dalam penyelidikan selanjutnya (Thrrisen, 2013).
Mengemudi di lebih banyak pria daripada wanita, kaum muda, dan
orang-orang dengan ekstraversi tinggi dan skor kesadaran dan keramahan

2
rendah. Wanita yang memiliki skor kesadaran yang baik dan memiliki
neurotisisme yang teliti cenderung memiliki gaya mengemudi. Wanita dengan
skor tinggi pada keramahan, kehati-hatian, dan keterbukaan cenderung
mengemudi lebih hati-hati (Taubman et al, 2012). Munculnya perilaku
berkendara agresif juga dipengaruhi oleh pengendalian diri. Menurut
penelitian terbaru, agresi dan pengendalian diri memiliki hubungan yang
substansial (Brookings, DeRoo, & Grimone, 2008). Pengendalian diri,
menurut Hamama (2012), dapat mengurangi dampak negatif perilaku
kekerasan pada remaja. Ada sedikit keraguan bahwa perbedaan emosional
individu berdampak pada pengendalian diri. Bagaimana orang mengelola dan
mendukung emosi mereka adalah dari mana kontrol diri berasal. Self-control
dapat memberikan kontribusi untuk tindakan yang paling agresif yang
menyertakan kekerasan. Penjelasan lain juga menunjukkan bahwa individu
yang memiliki sifat pengendalian diri yang rendah lebih mungkin untuk
terlibat dalam perilaku kriminal, dan menyimpang dibandingkan dengan
mereka yang memiliki tingkat self-control yang tinggi. Ketika munculnya
perilaku agresif, self-control dapat membantu seseorang merespon sesuai
dengan standar pribadi atau sosial yang dapat menahan munculnya perilaku.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self- control berkaitan dengan
bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya
sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif
terutama untuk membawa mereka sesuai dengan harapan sosial (Brookings et
al., 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Penulis memberikan rumusan masalah agar pembaca lebih memahami
inti permasalahan yang penulis bahas dalam latar belakang. Rumusan masalah
yang diberikan penulis dalam makalah ini memberikan beberapa pertanyaan
yang membahas permasalahan dalam latar belakang. Berikut rumusan masalah
dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari driving behaviour?
2. Bagaimana teori terkait driving behaviour?
3. Bagaimana dimensi perilaku mengemudi berisiko?

3
4. Bagaimana perilaku mengemudi agresif pada remaja?
5. Bagaimana bentuk perilaku berisiko menyalip dalam mengemudi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari permasalahan ini sesuai dengan rumusan masalah yang
telah disampaikan sebelumnya. Tujuan yang penulis sampaikan dalam
makalah ini agar memudahkan untuk emngetahui apa saja yang dapat
dilakukan berdasarkan masalah yang akan dibahas. Berikut tujuan
permasalahan dari makalah ini.
1. Menjelaskan pengertian dari driving behaviour.
2. Menjelaskan teori-teori tokoh yang dipakai dalam driving behaviour.
3. Menjelaskan dimensi perilaku mengemudi berisiko
4. Menjelaskan bagaimana perilaku mengemudi agresif pada remaja
5. Bagaimana bentuk perilaku berisiko menyalip dalam mengemudi
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik bagi
peneliti, pembaca dan peneliti selanjutnya, sehingga peneliti mengharapkan
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi pembaca, dapat mengetahui driving behaviour.
2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu menjadi skripsi yang
berkualitas sehingga mampu meluluskan peneliti dengan nilai yang
memuaskan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan mampu menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya dan bisa dikembangkan menjadi
lebih sempurna.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Driving Behaviour


Dangerous driving behaviour adalah perilaku mengemudikan
kendaraan bermotor yang mengarah pada bahaya. Tiap individu memiliki gaya
tersendiri dalam mengemudikan kendaraan. Tinggi atau rendahnya tingkat
bahaya individu ketika mengemudi dapat didasari oleh perbedaan faktor
kepribadian. Driving behaviour didefinisikan sebagai perilaku dalam
berkendara yang melingkupi kegiatan mengebut, mengemudi dengan kondisi
mabuk, mengemudi ketika lelah, dan tidak menggunakan sabuk pengaman
(Fernandes, 2006). Selain itu, driving behaviour menurut Parker (2012) adalah
perilaku-perilaku yang meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Contoh
perilaku-perilaku ini adalah mengemudi pada saat lelah, mendahului kendaraan
melalui lajur kiri, dan melakukan putaran balik (u-turn) illegal. Definisi dari
Parker sekaligus menjadi definisi utama dalam menjelaskan variabel driving
behaviour dalam penelitian ini. Pendapat lain menyatakan bahwa driving
behaviour adalah perilaku mengemudi yang dicirikan dengan adanya desakan
untuk menonjolkan diri dalam berkendara, mengebut, dan melanggar peraturan
(Machin, 2007). Sedangkan menurut Nancy Rhodes (2010), driving behaviour
adalah meremehkan risiko dalam berkendara, dan menaksir terlalu tinggi pada
kemampuan dalam mengenali bahaya berkendara. Jadi driving behaviour
adalah perilaku-perilaku yang meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan di
jalan dengan seperti mengebut, mengemudi ketika mabuk, mengemudi ketika
lelah, dan tidak menggunakan sabuk pengaman.

2.2 Teori Driving Behaviour


1) Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behaviour)
Teori ini merupakan hasil pengembangan dari Theory of Reasoned
Action (TRA) oleh Icek Ajzen menjadi Theory of Planned Behavior (TPB)
pada tahun 1985 melalui sebuah artikelnya yang berjudul “From intentions

5
to actions: A Theory of Planned behavior” (Ajzen, 1985). TPB ditujukan
untuk memprediksi perilaku individu secara spesifik. Dalam dunia
psikologi, teori perilaku yang direncanakan merupakan suatu teori terkait
hubungan antara keyakinan dan perilaku. Faktor utama dalam teori
perilaku terencana berasal dari niat individu untuk melakukan perilaku
tertentu. Diasumsikan bahwa niat berfungsi untuk menangkap faktor
motivasi yang mempengaruhi perilaku. Maka, semakin kuat niat yang
dimiliki, semakin besar pula kinerja yang dihasilkan (Ajzen, 2005).
Menurut TPB terbentuknya perilaku dipengaruhi oleh sikap
terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective
norm), dan persepsi kendali perilaku (perceived behavioral control )
(Ajzen, 1991). Intensi merupakan besarnya keinginan maupun usaha yang
dimiliki oleh seseorang untuk melakukan perilaku. Semakin besar intensi
maka akan semakin besar kemungkinan untuk melakukan perilaku
tersebut. Sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) merupakan
penilaian positif ataupun negatif mengenai perilaku (Ajzen, 1991).
Seseorang akan mengaitkan sebuah perilaku dengan kejadian atau waktu
tertentu. Misalnya, jika dia meyakini bahwa perilaku tersebut akan
berdampak positif, maka ia pun akan memiliki sikap positif terhadap
perilaku tersebut, demikian sebaliknya. Semakin positif sikap terhadap
perilaku maka akan semakin besar intensi untuk melakukan perilaku
tersebut. Norma subjektif (subjective norm) merupakan anggapan
seseorang mengenai penilaian orang lain terhadap perilaku tersebut (Ajzen,
1991). Jika seseorang menganggap orang lain memberikan penilaian
positif terhadap perilaku tersebut, maka akan semakin besar intensinya
untuk melakukan perilaku tersebut. Persepsi kendali perilaku (perceived
behavioral control) merupakan penilaian seseorang mengenai kemudahan
ataupun kesukaran yang dihadapi untuk melakukan perilaku (Ajzen, 1991).
Semakin mudah sebuah perilaku dipersepsi untuk dilakukan, maka
semakin besar intensi untuk melakukan perilaku tersebut, juga semakin
besar peluang untuk terjadinya perilaku tersebut.

6
2) Perilaku Mengemudi Berisiko (Risky Driving Behaviour)
Teori perilaku mengemudi berisiko yang digunakan adalah teori
dari Scott-Parker (2012) yang mengungkapkan bahwa perilaku mengemudi
berisiko merupakan perilaku-perilaku mengemudi yang meningkatkan
risiko terjadinya kecelakaan dan dapat membahayakan pengemudi,
penumpang mereka, dan pengguna jalan lain, seperti pejalan kaki,
pengendara sepeda, pengemudi serta penumpang di kendaraan lain.
Menurut Ulleberg dan Rundmo (2003) risky driving behavior atau perilaku
berkendara berisiko merupakan perilaku yang dapat berdampak negatif
pada kesehatan diri sendiri maupun orang lain.
World Health Organization (2009) melaporkan bahwa perilaku
berisiko pengemudi merupakan penyebab utama dari kematian khususnya
bagi negara berkembang seperti Indonesia. Perilaku berisiko tersebut
antara lain adalah mengebut, menerobos lampu merah, tidak menggunakan
perlengkapan berkendara yang lengkap, dan mengemudi dalam keadaan
mengantuk. Perilaku berisiko dalam berkendara juga merupakan hal-hal
yang terkait dengan kecepatan, berkendara data mabuk, berkendara saat
sedang tidak sehat, dan berkendara tidak menggunakan sabuk pengaman
(Fernandes, Hatfield, & Soames Job, 2010). Sebuah studi yang dilakukan
oleh Clarke (2005) menemukan bahwa sebanyak 50% kecelakaan
melibatkan pengendara muda yang secara sengaja melakukan perilaku
berisiko seperti mengebut, menyetir dalam keadaan mabuk dan “ugal-
ugalan” atau lalai dalam berkendara.

2.3 Dimensi perilaku mengemudi berisiko


Menurut parker (2012) risk driving behavior adalah perilaku yang
meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Risky driving behaviour
merupakan perilaku yang dilakukan secara sadar dan dapat berakibat pada
terjadinya resiko kecelakaan berkendara. Perilaku yang termasuk dalam risky
driving behaviour antara lain berkendara dengan kecepatan tinggi dan
berkendara dengan kecepatan tinggi dan berkendara dengan tidak
menggunakan alat keselamatan

7
berkendara (Fergusson, Campbell, &Horwoord, 2003). Dalam perilaku
berisiko ini, terdapat berapa dimensi yang mempengaruhinya. Dimensi-
dimensi tersebut adalah:
a) Transient violation (pelanggaran tidak tetap)
Transient violation adalah kecenderungan individu dalam melakukan
perilakuperilaku berisiko secara berulang tetapi belum tentu ada dalam
setiap dalam kegiatan berkendara. Contohnya seperti melakukan u-turn
(putaran balik) secara illegal.
b) Fixed violation (pelanggaran tetap)
Fixed violation adalah kecenderungan individu dalam melakukan
perilaku-perilaku berisiko secara berulang dalam setiap kegiatan
berkendara. Hal ini bisa dikatakan pula sebagai perilaku mengemudi
berisiko yang sudah menjadi kebiasaan dari pengendaranya. Contohnya
adalah tidak mengenakan sabuk pengaman/ helm.
c) Misjudgment (salah perkiraan/ penilaian)
Misjudgment adalah kesalahan-kesalahan secara penghitungan, baik
waktu maupun jarak yang dilakukan pengendara dalam berkendara.
Contoh kesalahan ini adalah kesalahan dalam melakukan rem atau
biasa disebut rem mendadak.
d) Risky exposure (kecenderungan terpapar situasi berisiko)
Risky exposure adalah kecenderungan pengendara untuk memaparkan
diri dalam kegiatan berkendara pada waktu dan situasi berisiko yang
sebenarnya risiko sudah diketahui oleh pengendara. Contohnya adalah
sengaja mengemudi dalam kondisi cuaca buruk (badai/ hujan deras).
e) Driver mood (kondisi emosi pada saat berkendara)
Driver mood adalah kondisi emosi pengendara pada saat mengemudi.
Contohnya adalah mengebut pada saat sedang merasakan emosi negatif
seperti marah dan frustasi.
Dimensi gaya mengemudi yang nekat dan ceroboh, pencemas, pemarah
dan bermusuhan memiliki potensi yang sangat dekat dengan mengemudi
berisiko. Sedangkan gaya mengemudi yang sabar dan hati-hati tidak terlalu

8
berhubungan dan tidak terlalu berperan dengan perilaku mengemudi berisiko
karena dilakukan dengan penuh perencanaan disertai sikap kehati-hatian yang
baik, sehingga dinilai tidak dengan perilaku mengemudi yang berisiko (Miller
& Taubman-Ben-Ari, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Nu’man
(2016) menunjukkan empat hubungan gaya mengemudi dengan mengemudi
berisiko, di mana hubungan yang positif terjadi pada gaya mengemudi nekat
dan ceroboh dengan mengemudi berisiko, gaya mengemudi pencemas
mengemudi berisiko, gaya mengemudi pemarah dan bermusuhan dengan
mengemudi berisiko, serta gaya mengemudi sabar dan hati-hati mengemudi
berisiko. Dimensi ini menjelaskan bahwa pengemudi cenderung melakukan
tindakan agresif seperti mengungkapan kemarahan dan sikap bermusuhan
secara sengaja.
a) Aspek-aspek Perilaku Mengemudi Berisiko
Iversen (2004) menjelaskan ada beberapa aspek-aspek perilaku
mengemudi berisiko, Adapun aspek-aspek yang dimaksud adalah:
a) Pelanggaran aturan lalu lintas dan kebut-kebutan
Pelanggaran aturan lalu lintas dan kebut-kebutan digabungkan
kedalam satu aspek karena berdasarkan analisis yang dilakukan
Iversen (2004) aspek tersebut saling berhubungan kuat dan sangat
sering dilakukan oleh pengemudi.
b) Mengemudi yang sembrono atau nekat
Mengemudi nekat dan mengemudi sembrono dijadikan satu aspek
karena menurut Iversen (2004) perilaku mengemudi tersebut saling
berhubungan dan sering dilakukan karena sama-sama mengarah
pada perilaku mengemudi tertentu yang mengesampingkan
keselamatan individu.
c) Tidak menggunakan pengaman
Pengemudi tidak menggunakan pengaman seperti, tidak
menggunakan helm pada pengendara motor sebagai pengaman
mengemudi dijalan raya.
d) Mengemudi dengan hati-hati dan waspada

9
Pengemudi yang mengemudikan kendaraannya dengan hati-hati
dan waspada dan pengemudi sering menurunkan keepatannya
untuk menghindari sesuatu dijalan raya.
e) Mengemudi dan meminum minuman keras
Mengemudikan kendaraan dengan efek samping dari minuman
keras yang berarti mengemudikan kendaraan dengan keadaan
mabuk dan dapat kehilangan kesadaran.
f) Perhatian dengan anak-anak dijalan
Perhatian dengan anak-anak dijalan, yaitu pengemudi yang
memperhatikan keberadaan anak-anak di sekitar lalu lintas.
g) Mengemudi dibawah kecepatan
Pengemudi yang mengemudi dengan kecepatan yang rendah
dibawah 30 km/jam dijalan raya dan dibawah 50 km/jam di jalan
bebas hambatan.
Sedangkan penelitian yang dijelaskan oleh Parker (2010) aspek-aspek
mengemudi berisiko ialah:
a) Pelanggaran sementara
Perilaku mengemudi yang mungkin dilakukan beberapa kali selama
mengemudi. Misalkan, beberapa kali menggunakan telepon selular
ketika mengemudikan kendaraan.
b) Pelanggaran tetap
Diartikan sebagai perilaku mengemudi yang lebih sering dilakukan
atau bersifat konstan selama berkendara. Misalkan, pengemudi tidak
pernah menggunakan sabuk pengaman selama berkendara.
c) Penilaian yang keliru
Kesalahan-kesalahan yag dilakukan pengemudi selama di jalanan.
Misalkan, tidak menghidupkan lampu sein ketika hendak berbelok
atau berhenti pada daerah dilarang berhenti atau dilarang parkir.
d) Risky exposure

1
Kondisi dan waktu saat mengemudi berpotensi melakukan perilaku
mengemudi berisiko. Misalkan, dalam keadaan terburu-buru namun
keadaan jalan sangat ramai.
e) Suasana hati
Kondisi emosional pengemudi saat berkendara dijalanan yang dapat
menyebabkan munculnya perilaku mengemudi berisiko. Misalkan,
mengemudi dalam keadaan marah, sedih, yang memicu pengendara
tidak fokus disaat mengemudi.
2.4 Perilaku Mengemudi Agresif pada Remaja
Perilaku buruk pada lalu lintas adalah suatu fenomena yang banyak
terjadi salah satunya perilaku mengemudi agresif yang banyak dilakukan oleh
pengemudi sepeda motor remaja yang mana dapat dilihat dari sebagian besar
korban kecelakaan. Remaja merupakan salah satu segmen terbesar
penyumbang kecelakaan lalu lintas. Usia 13-18 tahun adalah usia remaja awal
di mana mereka baru merasakan ketertarikan untuk mencoba mengendarai
motor. Remaja berpikir bahwa mereka cukup dewasa untuk mengendarai
kendaraan di jalan, tetapi dengan pengetahuan tentang berkendara yang
dangkal sering menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Menurut Dariyo (dalam Utari, 2015) masa remaja merupakan masa di
mana emosi sedang meluap-luap sehingga berdampak pada perilaku remaja
yang cenderung melakukan tindakan yang melanggar norma, remaja sering
melakukan aksi ugal-ugalan di jalan tanpa mereka sadari perbuatan mereka
tersebut dapat membahayakan diri orang lain, karena pada fase remaja ini
merupakan masa yang menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan
perannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat
orang dewasa. Perilaku-perilaku tersebut termasuk ke dalam perilaku
mengemudi agresif atau disebut juga dengan aggressive driving. Perilaku
mengemudi agresif ini dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan
resiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksadaran, kekesalan, permusuhan,
dan atau upaya untuk menghemat waktu. Sesuai dengan pendekatan
psikoanalisis oleh Freud yang menyatakan bahwa diri manusia selalu
mempunyai potensi bawah sadar

1
yaitu dorongan untuk merusak diri atau thanatos. Operasionalisasi dorongan
tersebut dikatakan oleh Baron dan Byrne dapat dilakukan melalui perilaku
agresif, dialihkan pada objek yang dijadikan korban atau mungkin
disublimasikan dengan cara-cara yang lebih bisa diterima masyarakat. Di
dalam diri manusia ada naluri kematian yang mndorong manusia senang
menyakiti tidak hanya kepada orang lain tetapi juga kepada diri sendiri.
Aggressive driving dapat dikatakan merupakan perilaku berisiko.
Chaplin (dalam Utari, 2015) mendefinisikan kematangan emosi sebagai
kondisi atau keadaan dalam perkembangan emosional seseorang, masih
banyak terdapat remaja-remaja yang belum matang emosional sehingga
menimbulkan sikap agresif dan berpengaruh di dalam kegiatannya sehari-
hari, termasuk ketika berkendara yang mengakibatkan timbulnya perilaku
ugal-ugalan atau mengikuti balap liar di jalan raya. Kematangan emosi
merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa
nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri dan perasaan. Jadi ketika remaja
sudah matang emosinya akan berperilaku disiplin dalam berlalu lintas. Namun,
jika remaja tersebut belum matang secara emosinya, maka dia akan cenderung
mudah “meledakkan” emosinya di manapun dia berada termasuk jika sedang
berkendara di jalan. Dengan demikian remaja tersebut juga akan kesulitan
berperilaku disiplin sesuai aturan-aturan yang berlaku atau tata cara disiplin
berlalu lintas.
Dalam penelitian menunjukkan adanya hubungan antara aggressive
driving dan kematangan emosi dengan disiplin berlalu lintas pada remaja
pengendara sepeda motor. Pada masa remaja, perubahan fisik, kognisi dan
sosio-emosional sudah memasuki masa kematangan (maturity) dimulai dari
perkembangan fisik yang meliputi peningkatan hormon pubertas dan
perkembangan otak. Displin remaja dalam berlalu lintas itu banyak yang
dipengaruhi oleh faktor kematangan emosi remaja itu sendiri. Hal ini
mengakibatkan remaja-remaja ini banyak yang melampiaskan rasa
emosionalnya dengan cara berperilaku aggressive driving di jalanan dengan
berkendara secara ugal-ugalan atau mengikuti balap liar di jalan raya. Sesuai
dengan pendapat Hurlock (dalam Utari, 2019) yang menyatakan bahwa

1
individu yang matang emosinya memiliki kontrol diri yang baik, mampu
mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang di
hadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam
orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan
yang dihadapi.
2.5 Perilaku Menyalip
Dalam psikologi lalu lintas ada sejumlah teori besar mengulas
mengenai kontribusi atensi, memori, dan tentu saja spatial cognition pada
perilaku mengendarai kendaraan bermotor (Trif, 2015). Spatial cognition
merupakan kemampuan dalam membuat terkaan ketika di jalan raya,
maintaining dan fokus pada beberapa stimulus termasuk jarak dan kecepatan,
melakukan kontrol diri dan berpindah dari satu atensi objek ke yang lain
(Walshe, McIntosh, Romer,
& Winston, 2017). Kognisi spasial di atas apabila sudah otomatis menjadi
ability yang menetap. Salah satu ability yang sangat penting karena mutlak
menentukan keselamatan pengendara dalam mengemudi mobil/ motor adalah
mendahului kendaraan lainnya/menyalip. Apabila fungsi eksekutifnya bagus
dan bekerja secara sempurna otomatis kemampuan spasialnya dalam
melakukan prediksi seperti ketika memutuskan untuk melakukan penyalipan
(overtaking) akan tepat dan begitu juga sebaliknya. Banyak sekali laka fatal
yang terjadi karena gagalnya ketika mendahului kendaraan, dengan kata lain
sang pengemudi salah dalam melakukan taksiran jarak, mengenai
kecepatannya, kecepatan kendaraan yang ingin didahului, laju kendaraan dari
depan dan kontur atau kondisi jalan tempat menyalip. Mempercepat kendaraan
ketika lampu kuning juga lazim dilakukan oleh masyarakat kita, yang di mana
di satu sisi memutuskan berhenti mendadak juga bukan keputusan yang tepat.
Untuk membuat baseline mengenai kecepatan respon dalam membuat
keputusan apakah melakukan penyalipan atau tidak inilah yang memberikan
banyak detail data yang dibutuhkan dalam pengembangan asesmen psikologi.
Kognisi spasial dalam berkendara di jalan raya dari dugaan peneliti bervariasi
tiap karakter. Misalkan karakter individu yang cenderung menyukai sensasi

1
dan risiko akan lebih memiliki frekuensi menyalip dan mengejar lampu hijau
lebih

1
tinggi daripada individu dengan karakter menjauhi risiko. Perilaku berisiko
(risk taking) merupakan satu set perilaku dan belief keyakinan yang muncul
untuk menanggung risiko/loss ketika menghadapi dan memutuskan akan
sesuatu yang tidak pasti (uncertainty) (Groot & Thurik, 2018). Sedangkan
perilaku tidak berisiko adalah kebalikannya (risk averse). Pengendara
kendaraan bermotor akan diberikan pilihan dengan risiko yang bervariasi,
namun semua tetap memiliki tujuan yang sama yaitu selamat sampai ditujuan.
Setiap pilihan ini dapat memberikan keuntungan ataupun kerugian yang tidak
sama (berbelok, menerobos lalin, sampai menyalip). Sesuai dengan teori dasar
dalam psikologi lalu lintas, bahwa secara umum probabilitas intensitas
kecelakaan akan naik apabila pengendara memutuskan untuk mendahului
kendaraan lain dibandingkan ketika menggunakan kecepatan konstan dan tidak
mendahului kendaraan lain. Secara khusus ada faktor internal yang ikut
memengaruhi juga, seperti atensi dan kesadaran (Ariana & Hastjarjo, 2018),
kelelahan (Gastaldi, Rossi & Gecchele, 2014) dan risk taking (Smith, 2016).
Hasil pertama beberapa literatur sudah memaparkan bahwa
karakteristik perilaku risk taking memiliki probabilitas untuk mengalami
kecelakaan di jalan (Ngueutsa & Kouabenan, 2017). Semua stimulus yang
dipresentasikan untuk mendapatkan ukuran dari fungsi eksekutif spasial dalam
kondisi menyalip sebenarnya merupakan gambaran kondisi jalan yang dari
beberapa penilaian terbilang penuh, sesak dan ramai, walaupun ada beberapa
yang lenggang namun berada di tikungan dan ada marka lurus. Dari sini
terlihat bahwa mayoritas subjek tetap mendahului kendaraan lain dan
menganggap situasi dalam stimulus adalah sesuatu yang lumrah.
Hasil kedua menunjukkan dalam setiap pemrosesan informasi,
kecepatan individu untuk mengenali lebih dari 1 objek dalam sekumpulan
objek yang serupa/beragam berkaitan dengan kekuatan atensinya. Di sini ada
kerja sama antara visual working memory dan atensi (selective attention),
yang mengacu pada tujuan target, derajat beda distraktor dan target dan
sejarah bagaimana atensi digunakan (Theeuwes, 2018). Kecepatan mengenali
objek dan meniadakan distraktor sangat penting ketika individu ingin
menyalip

1
kendaraan lain. Memori memiliki peran penting dalam membuang distraksi
dan fokus mencari target, namun dalam beberapa individu distraksi tidak
dibuang begitu saja namun tetap disimpan berada di dalam working memory
dan itu mengganggu fokus selanjutnya dalam mencari target stimulus.
Fenomena ini disebut sebagai low load capacity selektif atensi adalah sebagai
gerbang untuk memasukkan informasi yang sesuai dengan intruksi/aturan.
Menyalip membutuhkan kecepatan reaksi yang cepat, dari hasil diatas
mayoritas subjek dengan tipe fast visual search memiliki high load capacity di
mana sanggup meniadakan distraktor dan tetap fokus pada sasaran yaitu
kendaran di arah berlawanan.
Hasil ketiga menunjukkan bahwa pada interaksi antara karakter dan
tipe visual terbukti bahwa individu dengan kecenderungan risk taking
memiliki visual search yang cepat juga. Gambaran individu tersebut sesuai
dengan teori bahwa individu yang memiliki karakter risk taking cenderung
memasukkan banyak stimulus secara simultan tanpa berpikir panjang, dan itu
harus diimbangi dengan visual search yang berubah-ubah juga untuk
atensinya. Perilaku tersebut mungkin bisa disebut sebagai perilaku gegabah
atau serampangan di jalan raya. Walaupun tidak semua perilaku seperti ini
menimbulkan kecelakaan namun hal yang pasti adalah menaikkan peluang
untuk kecelakaan di jalan raya.

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Dangerous driving behaviour adalah perilaku mengemudikan


kendaraan bermotor yang mengarah pada bahaya. Driving behaviour adalah
perilaku-perilaku yang meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan di jalan
dengan seperti mengebut, mengemudi ketika mabuk, mengemudi ketika lelah,
dan tidak menggunakan sabuk pengaman. Perilaku mengemudi berisiko.
Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa kontrol tingkah laku
juga dipertimbangkan oleh individu selain dari sikap dan norma subjektif.
Kontrol tingkah laku tersebut di persepsikan sebagai kemampuan dalam
melakukan sebuah tindakan. gaya mengemudi dengan mengemudi berisiko, di
mana hubungan yang positif terjadi pada gaya mengemudi nekat dan ceroboh
dengan mengemudi berisiko, gaya mengemudi pencemas mengemudi berisiko,
gaya mengemudi pemarah dan bermusuhan dengan mengemudi berisiko, serta
gaya mengemudi sabar dan hati-hati mengemudi berisiko. Dimensi ini
menjelaskan bahwa pengemudi cenderung melakukan tindakan agresif seperti
mengungkapan kemarahan dan sikap bermusuhan secara sengaja.
3.2 Saran
Berkaitan dengan pembahasan yang telah dibahas dalam makalah ini
yang menjelaskan mengenai “driving behaviour”, penyusun berharap makalah
ini nantinya dapat memperluas lebih mendalam pengetahuan bagi para
pembaca.

1
DAFTAR PUSTAKA
Ariana, P. D., & Hastjarjo, T. D., (2018). Pengaruh perhatian terbagi terhadap
kesadaran situasi. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 17(1), 87-96.
Fuller, R. (2011). Driver control theory from task difficulty homeostasis to risk
allostasis. In Porter, B. E. (Ed). Handbook of traffic psychology. (pp. 13-
18). UK: Academic Press.
Rahman, N. A (2014). Dangerous driving behaviour ditinjau dari Big Five Factors
Personality. Cognicia, 2(2).
Susantyo, B. (2011). Memahami perilaku agresif: sebuah tinjauan konseptual.
Informasi, 16(3).189-202.
Utari. (2015). Hubungan perilaku mengemudi agresif dan kematangan emosi
dengan disiplin berlalu lintas. Psikoborneo, 3(4). 441-449.

Anda mungkin juga menyukai