Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH EKONOMI PUBLIK

“PENENTUAN HARGA BARANG PUBLIK”

Dosen Pengampu : Dr. Khairani Alawiyah Matondang S.Pd,M.Si


Putri Kumala Dewi Lubis, SE., M.Si.Ak.,CA.

Disusun Oleh : Kelompok 4


1. Anisa Fitria Sinaga (7213341005)
2. Destriya Alfiara Nisa (22PMM081)
3. Gita Nurhalizah Pasaribu (7213341009)
4. Sarah Lylia Saragi (7213141015)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
NOVEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesikan makalah yang berjudul “Penentuan harga barang publik” ini dengan
baik dan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan
Pembelajaran. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu, Dr. Khairani Alawiyah
Matondang S.Pd,M.Si dan ibu Putri Kumala Dewi Lubis, SE., M.Si.Ak.,CA. selaku dosen
pengampu mata kuliah Ekonomi Publik yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Penulis berharap makalah yang disusun ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca dan penulis. Terlepas dari semua ini, penulis menyadari
bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini baik dalam segi isi, susunan
kalimat, maupun tata bahasanya. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
penyempurnaan makalah ini.

Medan, November 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3


A. Upaya untuk menutupi defesit pemerintah akibat pengadaan barang publik ..... 3
1. Pajak Untuk Menutupi Difisit ....................................................................... 4
2. Pungutan Untuk Menutupi Difisit................................................................. 5
3. Diskriminasi Harga Untuk Menutup Difisit ................................................. 5
4. Peraturan Pemerintah Untuk Menutup Difisit .............................................. 7
5. Penentuan Kapasitas Produksi dan Harga Peak Load................................... 11
B. Penentuan Harga Barang-barang Publik ............................................................. 16
C. Studi Kasus ......................................................................................................... 18
1. Permasalahan ................................................................................................ 18
2. Analisis Studi Kasus ..................................................................................... 19
3. Solusi............................................................................................................. 19

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 20


A. Kesimpulan ......................................................................................................... 20
B. Saran.................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah baik BUMD
dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujudkan dalam bentuk
Retribusi, pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen
jasa publik. Walau pun masyarakat telah dibebani dengan pajak yang dapat dipaksakan kepada
pemerintah, dan pemerintah memberikan prestasi kepada masyarkat. Tidak semua perestasi
yang diberikan oleh sektor publik kepada masyarakat yang telah dilayani secara gratis
mengingat terdapat barang private yang manfaat barang dan jasa hanya dinikmati secara
individu sperti air bersih, transportaasi public,energy dan listrik, perumahan rakyat fasilitas,
fasilitas rekreasi, pendidikan dan sebagainya. Sehingga dengan jelas bahwa penetapan harga
publik tidak serta-merta bisa dilakukan begitu saja. Pertimbangan yang baik akan mampu
menciptakan hal yang baik pula. Sementara ada banyak sekali pertimbangan yang dapat
diterapkan dalam penetapan harga pada barang publik.
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu: Pajak
dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik. jika pelayanan
publik dibiayai dengan Pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar tanpa memperdulikan
apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau tidak. Hal tersebut karena
Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal
(kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar Pajak. Jika
pelayanan publik dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah
mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan publik tersebut, sedangkan yang tidak
menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pajak untuk menutupi defesit?
2. Jelaskan pungutan untuk menutupi defesit?
3. Jelaskan deskriminasi harga untuk menutup defesit?
4. Jelaskan peraturan pemerintah untuk menutup defesit?
5. Bagaimana penentuan harga barang publik?

1
C. Tujuan
Adapun Tujuan dari Makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menyelesaikan salah satu tugas rutin mata kuliah ekonomi publik.
2. Untuk mengetahui penjelasan pajak untuk menutupi defesit.
3. Untuk mengetahui mengenai penjelasan pungutan untuk menutupi defesit.
4. Untuk mengetahui Deskriminasi harga untuk menutup defesit.
5. Untuk mengetahui peraturan pemerintah dalam menutup defesit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Upaya untuk menutupi defesit pemerintah akibat pengadaan barang publik


Penyediaan barang-barang publik yang dibutuhkan oleh pemerintah menimbulkan
persoalan karena barang-barang tersebut tidak dapat dijual kepada seorang konsumen saja
(prinsip pengecualian atau excusion principle tidak dapat diterapkan) atau karena tidak efisien
(sebab konsumsi barang publik tidak bersaing, nonrival). Kasus ini terlihat pada suatu industri
yang mempunyai struktur biaya menurun (decreasing cost) di mana untuk industri tersebut
sebetulnya mekanisme pasar dapat dipakai untuk menentukan harga, tetapi harga yang terjadi
menjadi sangat tinggi dan jumlah barang yang diproduksi sangat sedikit. Pada jenis industri
dengan struktur biaya menurun, persaingan yang sangat : tajam di antara para pengusaha akan
menyebabkan perusahaan yang tidak bisa berusaha secara efisien akan keluar dari industri,
dan sebagai akibatnya hanya akan ada satu perusahaan saja yang akhirnya tetap dapat
bertahan. Oleh karena itu industri semacam ini disebut juga industri monopoli alamiah (natural
monopoly).
Dalam Diagram 11.1. ditunjukkan bahwa seorang pengusaha yang mempunyai tujuan
keuntungan maksimum akan berproduksi pada MC – MR, yaitu tingkat output OX, dan harga
OH, (AX.).

Diagram 11.11
Industri dengan struktur biaya menurun

3
Bagi seluruh perekonomian, tingkat produksi yang efisien terjadi pada OX2, yaitu pada
AR – MC. Besarnya biaya marginal (MC) menunjukkan biaya penggunaan sumber ekonomi
yang diperlukan untuk menambah satu unit produksi, sedangkan AR menunjukkan harga yang
mau dibayarkan oleh konsumen. Tingkat produksi OX, jauh lebih besar dibandingkan dengan
OX, dan perbedaan harganya pun menjadi sangat besar. Oleh karena itu, untuk barang-barang
publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebaiknya produksi barang-barang tersebut
ditangani langsung oleh pemerintah. Kasus biaya menurun ini terjadi karena satu perusahaan
besar mampu menyediakan suatu barang kepada seluruh masyarakat dengan biaya yang lebih
murah. Penanganan produksi barang tersebut oleh pemerintah menimbulkan dua alternatif
produksi, pada OX, atau OX, Apabila pemerintah menetapkan produksi sebesar OX, maka
harga yang ditetapkan sebesar CX, dan pemerintah tidak mendapat laba atau mengalami
kerugian (penerimaan total – biaya total), tetapi produksi sebesar OX, tetap Bukan merupakan
output yang efisien. Penentuan tingkat produksi yang efisien akan menyebabkan pemerintah
menderita kerugian, karena harga per unit yang dikenakan hanya sebesar OH, (CX,)
sedangkan biaya per anit untuk memproduksi barang sebesar OX, sebesar DX, Jadi
pemerintah menderita defisit sebesar OX, x DE. Untuk menutup defisit tersebut pemerintah
dapat menempuh beberapa cara, yaitu dengan pajak, pungutan, atau dengan melakukan
diskriminasi harga. Kebaikan dan keburukan masing-masing cara untuk menutup defisit akan
dibahas pada bagian berikut ini.

1. Pajak Untuk Menutupi Defesit


Defisit pemerintah dalam memproduksi barang publik sebesar OX, dapat ditutup dengan
pajak, akan tetapi pemungutan pajak akan menimbulkan beberapa masalah. Apabila pajak
yang dikenakan pada masyarakat adalah jenis pajak lump-sum (dikenakan dalam jumlah yang
sama pada setiap orang) maka tidak ada masalah dari segi efisiensi karena pajak ini tidak
mempengaruhi perilaku masyarakai (hanya menimbulkan efek pendapatan tetapi tidak ada
efek substitusi). Akan tetapi pajak lumpsum bertentangan dengan prinsip kemampuan
membayar pajak (ability to pay). Apabila defisit pemerintah ditutup dengan pajak pendapatan
maka dari segi kemampuan membayar pajak pendapatan bersifat adil, tetapi pajak pendapatan
menimbulkan efek pendapatan dan efek substitusi yang menyebabkan perubahan perilaku
konsumen sehingga pajak tersebut dikatakan tidak efisien.

4
2. Pungutan Untuk Menutupi Defesit
Adalah lebih adil apabila defisit perusahaan-perusahaan negara ditutup Dengan pungutan
bagi orang yang menikmati jasa perusahaan perusahaan-perusahaan negara tersebut.
Masalahnya, apabila jumlah pungutan terlalu tinggi karena dimaksudkan untuk menutup biaya
produksi maka output yang diproduksikan akan menjadi terlalu sedikit dan harga menjadi
lebih tinggi daripada harga pada tingkat output yang efisien, yaitu pada MC – AR.
Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan negara yang bersangkutan dapat
mempergunakan kebijaksanaan harga yang kurang menimbulkan inefisiensi dibandingkan
dengansistem harga dimana harga barang per unit sama dengan biaya per unit (TR – TC,
penerimaan total – biaya total). Salah satu cara pengenaan harga suatu barang adalah dengan
sistem dua harga. Pada sistem harga ini setiap konsumen harus membayar pungutan atas
setiap unit barang yang dikonsumsikan. Selain itu mereka juga harus membayar tambahan
pungutan atau pembayaran dalam jumlah yang sama untuk setiap konsumen. Tambahan
pungutan tersebut menimbulkan efek substitusi (substitution effect) antara pilihan menjadi
langganan (konsumen) perusahaan tersebut atau tidak, tetapi tidak menimbulkan efek
substitusi antara tingkat penggunaan ataujumlah penggunaanjasa perusahaan tersebut.
Apabila defisit perusahaan negara tersebut kecil sedangkan konsumennya banyak maka
pungutan tambahan (uang langganan) akan menjadi sedikit sehingga masalah efisiensi dapat
diatasi karenajumlah pungutan tambahan tidak akan menyebabkan konsumen mengurangi
permintaan akan jasa/ barang perusahaan negara yang dimaksud.

3. Diskriminasi Harga Untuk Menutup Defesit


Sistem pungutan di atas berbeda dengan diskriminasi harga. Sistem diskriminasi harga
adalah pengenaan harga yang berbeda antara jumlah barang yang berbeda, Seorang konsumen
diharuskan membayar harga sebesar OH2 untuk unit terakhir barang yang dibeli sedangkan
untuk jumlah barang sebelumnya (lebih kecil dari jumlah terakhir) ia harus membayar –
jumlah yang lebih besar sehingga perusahaan tersebut dapat mengambil surplus konsumen.
Pada Diagram 11.2. ditunjukkan bahwa apabila suatu perusahaan negara bertujuan untuk
mencapai efisiensi maksimum maka perusahaan tersebut akan menetapkan harga OH1 dan
menghasilkan output sebanyak OX1.

5
Pada jumlah barang sebesar X3, konsumen sebenarnya
bersedia membeli dengan harga AX, per unit barang.
Apabila produsen menetapkan harga sebesar biaya rata-
ratanya, maka harga barang ditetapkan sebesar CX3,
sehingga terdapat surplus konsumen sebesar AC. Untuk
seluruh jumlah barang produksi sebesar OX3, surplus
konsumen ditunjukkan dengan area DAI. Apabila perusahaan yang bersangkutan dapat
melakukan diskriminasi harga secara sempurna maka perusahaan tersebut akan mendapat
keuntungan sebesar area DBE dikurangi daerah BFG. Karena untuk setiap konsumen terdapat
perbedaan pendapatan dan selera, kurva permintaan mereka pun berbeda-beda sehingga bagi
setiap konsumen dapat dikenakan harga yang berbeda-beda pula.

Walaupun demikian, diskriminasi harga secara sempurna tidak mungkin dilakukan sebab
tindakan tersebut membutuhkan biaya yang besar, sehingga biasanya yang dilakukan adalah
diskriminasi harga tidak sempurna. Untuk dapat melakukan diskriminasi harga dua syarat
harus dipenuhi, yaitu: konsumen tidak dapat saling berhubungan, dan elastisitas permintaan
berbeda untuk konsumen yang berbeda pula. Bagi suatu perusahaan negara penentuan tingkat
harga untuk barangbarang yang disebut dengan public utilities tidak bisa lepas dari peranan
negara secara keseluruhan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
optimal. Dalam hal ini, maka tindakan pemerintah untuk menggunakan diskriminasi harga
haruslah diupayakan agar excess burden bagi masyarakat sekecil mungkin.

Pada perusahaan-perusahaan yang menghasilkan dua jenis barang atau lebih, usaha untuk
menutup defisit dapat dilakukan dengan cara mengenakan harga yang lebih tinggi bagi barang
yang mempunyai permintaan inelastis. Untuk barang tersebut pengurangan permintaan karena
harga yang tinggi akan lebih sedikit daripada jenis barang yang permintaannya lebih elastis,
dan pengurangan surplus konsumen juga menjadi lebih kecil.

Diagram 11.3. menunjukkan dua jenis barang dengan elastisitas permintaan yang berbeda,
di mana permintaan untuk air minum DM) sifatnya lebih elastis daripada permintaan air untuk
industri batik (DB). Apabila harga air minum untuk kedua konsumen tersebut sama, yaitu
sebesar OC, surplus konsumen batik sebesar ABC, sedangkan surplus konsumen air minum

6
sebesar ACD. Dapat dilihat bahwa semakin elastis permintaan akan suatu barang, semakin
besarsurplus konsumennya. Apabila produsen menaikkan harga air menjadi OE maka surplus
konsumen air industri batik menjadi AEF dan surplus konsumen air minum sebesar AEG,
sehingga produsen dapat mengurangi surplus konsumen air minum sebesar CDGE dan
pengurangan surplus konsumen industri batik sebesar CEFB.

Diagram 11.3
Diskriminasi Harga

Dapat dilihat bahwa pengurangan surplus konsumen air untuk industri batik lebih kecil
daripada pengurangan surplus konsumen air minum sehingga kerugian masyarakat juga
lebih kecil Perusahaan akan menetapkan jumlah produksi air pada MC = MRA + MRB
yaitu sebesar OQ unit per tahun (ditunjukkan pada panel a). Jumlah air yang dijual pada
tiap pasar adalah sebesar OB1 pada industri batik dan OM1 untuk air minum, di mana
OB1+ OM1= OQ.

4. Peraturan Pemerintah Untuk Menutup Defesit


Peraturan pemerintah dapat juga digunakan sebagai suatu sistem pengenaan harga
yang ditetapkan oleh suatu perusahaan negara. Pada umumnya peraturan pemerintah
menetapkan bahwa harga yang dapat dipungut haruslah dapat menutupi seluruh biaya
produksi, termasuk pengembalian modal. Tingkat pengembalian modal yang dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan pemerintah harus sama dengan tingkat pengembalian modal
pada industri-industri swasta lainnya, sehingga terjadi alokasi modal yang efisien antara

7
perusahaan pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta. Dalam hal ini pemerintah
harus menetapkan dengan tegas semua komponen-komponen biaya produksi. Hal ini
disebabkan oleh karena apabila manajer perusahaan-perusahaan negara mengetahui bahwa
setiap kenaikkan biaya akan menyebabkan diperkenankannya upaya untuk menaikkan
harga, maka manajer akan memasukkan komponen biaya yang tidak penting bagi operasi
perusahaan, misalnya saja memasukkan biaya pembangunan kantor yang mewah,
kendaraan dinas yang banyak dan mewah, dan sebagainya sebagai biaya operasi.

a. Teori Second-Best
Seperti telah diketahui, suatu perekonomian akan mencapai efisiensi yang optimal
apabila dalam bidang produksi dan konsumsi terdapat pasar persaingan sempurna.
Dalam bidang produksi, ini berarti bahwa semua industri menetapkan hargasesuai
dengan penetapan harga marginal. Dalam hal ini, perusahaan negara juga haruslah
menetapkan harga berdasarkan biaya marginal sehingga tercapai efisiensi penggunaan
sumber ekonomi. Penetapan harga berdasarkan biaya marginal adalah apa yang disebut
dengan first best theory of pricing. Masalahnya, apabila semua perusahaan swasta
kecuali satu perusahaan menetapkan harga berdasarkan prinsip biaya marginal, maka
perusahaan yang satu tersebut tidak menggunakan sumber ekonomi secara efisien.
Dalam teori dikatakan bahwa yang terbaik adalah apabila semua perusahaan
menetapkan first best theory, akan tetapi apabila ada perusahaan swasta yang tidak
menetapkan first best theory, maka seharusnya pemerintah melalui perusahaan negara
menetapkan harga yang menyimpang dari first best theory agar dapat melakukan koreksi
terhadap penggunaan sumber ekonomi yang tidak efisien.

8
Penyimpangan harga untuk melakukan koreksi terhadap penggunaan sumber
ekoromi yang tidak optimal ini disebut dengan teori second best. Jadi, apabila industri
industri lain tidak efisien maka penetapan harga dengan cara second-best merupakan
cara yang narus dilaksanakan. Teori ini dapat dijelaskan dalam :
Diagram 11.4. menunjukkan kurva permintaan untuk barang X (Dx) dan barang Y
(Dy). Diasumsikan struktur produksi kedua barang tersebut bersifat biaya konstan
(constant costs). Juga diasumsikan bahwa barang X diproduksikan oleh perusahaan
negara dan barang Y oleh perusahaan swasta di mana pada barang swasta terdapat
distorsi karena harga yang ditetapkan tidak berdasarkan harga marginal tetapi pada
harga di bawah biaya marginal (H < MC).

Diagram 11.4
Teori Kedua Terbaik

Apabila industri X mengikuti harga marginal, maka harga yang ditetapkan sebesar
OH1 dan output sebesar OX2. Apabila industri Y menetapkan harga barang di bawah biaya
marginal misalnya pada OP2, maka jumlah produksi Y akan ditetapkan sebesar OY1, Kita
lihat bahwa harga barang Y lebih rendah dari yang seharusnya (=OP1), sehingga jumlah
barang Y yang diminta menjadi terlalu besar dan produksi barang Y juga menjadi terlalu
besar sehingga terdapat penggunaan sumber ekonomi yang terlalu banyak untuk produksi
barang Y (sumber ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan barang Y terlalu besar
dan ini mencerminkan adanya pemborosan). Dengan menetapkan barang X pada harga
sebesar biaya marginal, maka perusahaan negara tidak dapat memperbaiki alokasi
penggunaan sumber ekonomi. Pemerintah dapat meningkatkan kemakmuran (welfare)
seluruh masyarakat melalui kebijakan harga perusahaannegara, yaitu dengan menurunkan
(hanya untuk kasus hubungan barang substitusi) harga barang X yang diproduksi oleh
perusahaan negara menjadi OH2, sehingga terjadi realokasi sumber-sumber ekonomi di
antara kedua industri tersebut.

Misalkan barang X merupakan barang substitusi bagi barang Y. Penurunan harga


barang X akan menyebabkan jumlah barang X yang diminta meningkat menjadi OX1 dan
karena barang Y merupakan substitusi bagi barang X maka kurva permintaan barang Y

9
akan bergeser ke kiri menjadi (Dy1) dan jumlah barang Y yang diminta berkurang menjadi
OY2. Kenaikan produksi barang X sebesar X2X1 menimbulkan tambahan biaya produksi
(yang merupakan biaya penggunaan tambahan faktor produksi) sebesar X1EFX2
sedargkan kenaikan kemakmuran konsumen sebesar X2EGX1. Jadi bertambahnya
produksi barang X menyebabkan penurunan kemakmuran konsumen barang X sebesar
segitiga EFG, yaitu X2EFX1 – X2EGX1.

Pada industri Y, penurunan penggunaan sumber-sumber ekonomi karena


berkurangnyajumiah barang Y yang diminta mengakibatkan adanya penghematan biaya
sebesar Y2Y1 BA. Berkurangnya produksi barang Y juga menyebabkan terjadinya
penurunan kemakmuran konsumen sebesar Y2Y1DC (nilai barang Y yang berkurang
dipandang dari segi konsumen), sehingga secara keseluruhan terjadi penghematan sumber
ekonomi sebesar area ABDC. Karena adanya penghematan penggunaan sumber ekonomi
sebesar ABC D sebagai akibat penurunan permintaan barang Y dalam jumlah yang lebih
besar daripada penurunan kemakmuran sebagai akibat kenaikan jumlah barang X yang
diminta (area EFG), maka secara keseluruhan kemakmuran masyarakat meningkat.

Teori kedua terbaik (second best) menyatakan bahwa apabila dalam suatu
perekonomian terdapat banyak industri yang tidak efisien (yaitu tidak menentukan harga
sesuai dengan biaya marginal) maka pemerintah harus memaksimumkan kemakmuran
masyarakat dengan penetapan harga pada perusahaan-perusahaan negara. apabila pada
suatu industri yang tidak dapat dikontrol oleh pemerintah harga ditetapkan lebih kecil
daripada biaya marginal maka pemerintah harus menetapkan harga pada perusahaan negara
yang menghasilkan barang substitusi sedemikian rupa sehingga harga lebih kecil
daripadabiayamarginal. Akan tetapi dalam menetapkan harga, perusahaan negara yang
bersangkutan harus berhati-hati karena tidak selalu harga yang ditetapkan di bawah biaya
marginal akan memaksimumkan kemakmuran masyarakat. Apabila harga yang ditetapkan
terlalu jauh di bawah biaya marginal, maka kemakmuran masyarakat tidak saja tidak
berubah atau tetap, tetapi bahkan dapat mengalami penurunan, sehingga untuk menetapkan
harga pada perusahaan negara kita harus mengetahui besaran relatif (relative magnitude)
pada kedua industri yang bersangkutan. Jadi dalam suatu perekonomian sederhana kita
dapat menarik tiga kesimpulan, Yaitu:

10
a. Apabila industri-industri lain menetapkan harga di bawah biaya marginal maka untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat perusahaan negara harus menetapkan harga
di bawah biaya marginal apabila sifat barang kedua perusahaan tersebut adalah
substitusi dan harga di atas biayamarginal apabila sifat kedua barang tersebutadalah
komplementer.
b. Apabila industri lain menetapkan harga lebih tinggi daripada biaya marginal, maka
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang maksimum dengan menggunakan
teori Kedua Terbaik ini maka penetapan harga output perusahaan negara adalah di atas
biaya marginal apabila kedua barang tersebut sifatnya substitusi dan harga ditetapkan
di bawah biaya marginal apabila kedua barang mempunyai hubungan komplementer.
c. Perusahaan negara harus menetapkan harga produksinya sebesar biaya marginal
apabila output suatu industri tidak mempunyai hubungan apapunjuga (substitusiatau
komplementer) dengan output perusahaan negara tersebut.

5. Penentuan Kapasitas Produksi dan Harga Peak-Load


Sebelum melakukan suatu investasi untuk menghasilkan suatu jenis barang
tertentu, masalah yang timbul adalah menentukan berapa kapasitas produksi yang ingin
dipasang. Dalam menentukan kapasitas produksi, terdapat perbedaan antara keputusan
yang diambil oleh investor swasta dan keputusan yang diambil oleh suatu perusahaan
negara. Dalam mengambil keputusan investasi, pihak swasta hanya mementingkan
efisiensi, sedangkan pada perusahaan negara haruslah diperhitungkan efisiensi sosial,b
Dalam praktik penentuan kapasitas perusahaan mengalami kesulitan dalam tiga hal yaitu:
a. Kapasitas produksi tidak sepenuhnya variabel akan tetapi kenaikannya seperti tangga
(step like) sebagaimana dapat dilihat pada Diagram 11.5, di mana biaya marginal
jangka pendek datar sampai output X0. Setelah tingkat output X, tercapai, maka
kapasitas produksi hanya dapat ditingkatkan dengan biaya marginal yang lebih tinggi
dan tingkat output X0X1, biaya marginal kembali berbentuk horisontal pada tingkat
yang lebih tinggi dari kapasitas output OX0. Begitu seterusnya untuk tingkat output
yang lebih tinggi dari X1.
b. Kapasitas produksi hanya dapat ditingkatkan dengan kenaikan biaya marginal jangka
pendek atau penurunan biaya marginal.

11
c. Penggunaan kapasitas tidak merata dalam satu periode di mana pada suatu saat
kapasitas naik sedangkan pada saat lainnya kapasitas turun karena permintaan
mengalami penurunan. Ini dapat dilihat pada perusahaan listrik. Pada malam hari
permintaan listrik meningkat besar sekali sehingga kapasitas produksi listrik juga
sangat meningkat. Sebaliknya, di siang hari penggunaan kapasitas listrik rendah sekali
karena permintaan listrik pada siang hari juga sedikit.

Masalah utama pada model yang akan dibahas ini adalah adanya perbedaan antara
input variabel dan input tetap (fixed inputs). Suatu perusahaan berproduksi dengan
menggunakan berbagai-bagaiinput variabel yang jumlahnya tergantung dari tingkat
produksi, sedangkan input tetap tidak berubah. Diagram 11.6. menunjukkan bahwa
tambahan output X dapat dihasilkan dengan biaya input variabel sebesar OB rupiah,
sehingga OB merupakan biaya marginal sampai mencapai kapasitas penuh pada output
OX0. Diagram 11.6 juga menunjukkan adanya tiga tingkat kapasitas penuh, yaitu OX0,
OX1, dan OX2. Kapasitas OX0 dapat diubah dengan biaya konstan sebesar C per unit
kapasitas sehingga kurva B+C merupakan kurva biaya marginal jangka panjang, yaitu
kurva biaya marginal dalam memproduksikan setiap unit output apabila input variabel dan
input tetap dapat ditambahkan terus menerus.

12
Kapasitas optimum sebesar OX1 unit barang terjadi pada LRMC atau kurva biaya
marginal jangka panjang sama dengan kurva permintaan (D). Misalnya mesin yang ada
hanya berkapasitas sebesar OX0 per tahun, maka harga barang yang harus ditetapkan untuk
mengalokasikan barang/output kepada konsumen sebesar FX0 per unit. Keuntungan total
konsumen sebesar OEFX0 dan biaya total perusahaan sebesar O(B+C)GX0 sehingga
terdapat keuntungan sosial sebesar (B+C)EFG. Dari Diagram 11.6. dapat dilihat bahwa
keuntungan sosial dapat diperbesar apabila perusahaan memperbesar kapasitasnya menjadi
OX1 unit output per tahun. Tambahan biaya perunit untuk memperbesar kapasitas produksi
sebesar GX0 sedangkan tambahan keuntungan sebesar FX0. Pada tingkat output yang
optimum keuntungan marginal (marginal benefits) sebesar HX1 sama besarnya dengan
biaya marginal, dan tambahan keuntungan sosial yang diperoleh sebesar FGH. Sebaliknya,
pada tingkat output sebesar OX2 unit pertahun: akan menguntungkan bagi perusahaan
apabila mengurangi kapasitas produksinya karena keuntungan sosial akan dapat
ditingkatkan sebesar HIK. Jadi output sebesar OX1 unit pertahun merupakan output yang
optimum dengan tingkat harga sebesar (B+C) rupiah dan penerimaan total pengusaha sama
dengan biaya total, yaitu sebesar O (B+C)HX1.

Apabila tidak ada kapasitas mesin untuk memproduksi barang sebesar OX1 maka
peningkatan kapasitas hanya mungkin dilakukan dengan menambah kapasitas sebesar
X0X2. Dalam hal ini maka pengusaha harus menetapkan pilihan antara pembelian mesin
dengan kapasitas sebesar OX0 atau kapasitas OX2. Di sini yang menjadi dasar pemilihan
adalah besarnya keuntungan sosial di antara kedua kapasitas tersebut. Kapasitas mesin
sebesar OX0 menimbulkan keuntungan sosial sebesar (B+C)EFG dan kapasitas mesin

13
sebesar OX2 memberikan keuntungan sosial sebesar (B+C)EFH-HIK. Kapasitas mesin
sebesar OX2 akan lebih disukai daripada kapasitas mesin OX0 apabila (B+C)EFA-HIK
lebih besar daripada (B+C)EFG, atau FGH lebih besar dari HIK. Sebaliknya, kapasitas
mesin sebesar OX0 akan lebih disukai daripada kapasitas mesin sebesar OX2 apabila FGH
iebih kecil dari HIK yang harus diukur terlebih dahulu sebelum keputusan untuk
melakukan suatu investasi dilaksanakan.

Dalam situasi seperti ini perusahaan yang bersangkutan tidak mungkin mencapai
titik impas (break even) walaupun perusahaan tersebut bersifat constant costs. Apabila
tingkat kapasitas mesin yang dipilih sebesar OX0 maka perusahaan akan mendapat
keuntungan, sedangkan pemilihan atas kapasitas mesin sebesar OX2 akan meryebabkan
perusahaan menderita kerugian.

a. Peak Load Pricing


Seringkali suatu perusahaan menghadapi kurva permintaan yang berbeda pada
dua waktu yang berbeda, sehingga dalam hal ini perusahaan seharusnya menetapkan
dua harga yang berbeda untuk kedua jenis permintaan tersebut. Misalkan suatu
perusahaan listrik menghadapi permintaan listrik yang berbeda pada siang hari dan
pada malam hari, katakan pada siang hari disebut periode off-peak dan waktu malam
hari disebut periode peak.
Analisis kebijakan harga bagi perusahaan listrik tersebut dapat dijelaskan dengan
Diagram 11.7. Dalam kasus listrik, periode off peak berlangsung selama 12 jam dan
juga periode peak selama 12 jam yang kita definisikan Ws sebagai proporsi waktu
siang dan Wm sebagai proporsi waktu malam, sehingga Ws+Wm =12/24 + 12/24 =
1. Diasumsikan bahwa permintaan akan listrik pada setiap periode tidak tergantung
pada harga listrik pada periode yang lain.

14
Kurva Dm Menunjukkan permintaan akan listrik pada waktu malam hari,
Sedangkan Ds menunjukkan permintaan listrik pada siang hari. Pada malam hari
permintaan listrik menyebabkan penggunaan kapasitas mesin sepenuhnya sehingga
harga yang harus dibayar oleh konsumen yang menggunakan listrik pada malam hari
sebesar FX1 per unit output. Pada siang hari permintaan listrik lebih sedikit daripada
penggunaan waktu malam hari sehingga tidak seluruh kapasitas mesin digunakan
sepenuhnya Pada harga sebesar OB rupiah permintaan akan Jistrik di siang hari
hanya sebesar OX2 unit output untuk setiap periode. Untuk menentukan kapasitas
optimum pada keadaan permintaan yang berbeda dalam waktu sehari kita harus
menyamakan keuntungan marginal dan biaya marginal. Total keuntungan konsumen
dari kapasitas mesin sebesar OX1 unit per hari adalah Wm (OCFX1) + Ws (ODEX2).

Keuntungan marginal (marginal benefits) dari usaha untuk meningkatkan


kapasitas mesin akan dirasakan oleh pemakai listrik pada malam hari sedangkan
pemakai listrik di siang hari tidak merasakan manfaat peningkatan kapasitas mesin
karena mereka tidak menggunakan listrik sampai batas kapasitas penuh. Karena itu
keuntungan marginal sebesar WmFX2 = OH1 Wm. Biaya total penyediaan listrik
sebanyak Wmx1 dan WsxX,2 sebesar HX1 (fixed input) dan biaya variabel input
sebesar WmBX1 + WSsBX2. Tambahan biaya variabel untuk menaikkan kapasitas
mesin hanya bagi penggunaan listrik di malam hari yaitu sebesar MC = Wm (B+H).
Pada tingkat kapasitas optimum: H1 = B + H/Wm

Ada tiga kesimpulan yang dapat diambil dari analisa kebijaksanaan harga
Peak load, yaitu:

a. Harga pada periode off-peak sama dengan biaya marginal jangka pendek, yaitu H2 =
B.
b. Harga pada periode peak lebih tinggi daripada biaya marginal jangka panjang, yaitu:
H1 = B + H/Wm > B + H, karena Wm <1.
c. Pada kapasitas optimum penerimaan total sama dengan biaya total sehingga para
konsumen pada periode peak (malam hari) menanggung seluruh biaya kapasitas,
yaitu sebesar H.

15
Penentuan barang berdasarkan peak load ini banyak dilakukan oleh
perusahaan penerbangan yang memberikan discount bagi penerbangan pada waktu
tertentu yang tidak disukai orang. Misalnya, pada waktu sibuk penumpang
dikenakan biaya dengan harga penuh (full price), sedangkan untuk penerbangan
jam 12.00 malam, penumpang diberikan discountsebesar 50%. Pada umumnya
orang tidak suka bepergian pada jam 12.00 malam, sehingga penerbangan yang
dilakukan pada jam itu akan kurang penumpangnya. Untuk mengisi kekosongan
tempat tersebut maka ditempuh kebijakan harga peak load. Hal yang sama juga
dilakukan oleh perusahaan telepon. Pada jam 8.00-17.00 penggunaan telepon akan
dikenakan biaya penuh,antarajam 17.00-22.00 diberi potongan harga sebesar 40%,
sedangkan penggunaan telepon antara jam 22.00 - 08.00 diberikan potongan harga
sebesar 60%. Dengan kebijakan harga tersebut maka penggunaan telepon pada jam
sibuk akan dibatasi hanya pada penggunaan yang betul-betul penting, sedangkan
penggunaan untuk tujuan yang kurang penting akan ditunda pada jam lainnya.

B. Penentuan Harga Barang-barang Publik


Ada beberapa jenis barang publik yang penetapan harganya dapat dilakukan dengan
mekanisme pasar karena prinsip pengecualian (exclusion principle) dapat dilaksanakan tetapi
tidak praktis untuk dilaksanakan dalam praktek. Misalnya saja pada kasus jalan yang sebetulnya
untuk setiap penggunaannya dapat dikenakan pajak, akan tetapi dengan alasan tidak praktis hal
tersebut tidak dilaksanakan karena adanya pajak jalan dapat menyebabkan arus lalu lintas
berkurang. Apabila arus lalu lintassebelumnya belum mencapai titik optimum sebagai akibat
adanya pajak atas penggunaan jalan akan menyebabkan penggunaan jalan raya akan menjadi
semakin tidak efisien. Penggunaan jalan yang kurang dari optimum, dikatakan tidak bersaing
(non-rival) karena tambahan penggunaan jalan oleh seorang pemakai jalan tidak akan
memperlambat arus lalu lintasatau tidakakan mempengaruhi pemakai jalan lainnya. Dalam
situasi seperti ini akan kurang tepat apabila pemerintah mengenakan pajak atas penggunaan
suatujalan yang tidak atau belum mencapai titik optimum, lebih-lebih lagi apabila pemerintah
tidak harus mengeluarkan biaya apapun juga untuk pemeliharaan jalan tersebut. Seandainya
pemerintah harus mengeluarkan biaya untuk pemeliharaanJalan, maka pemakai jalan haruslah
dikenakan pungutan berdasarkan biaya marginal vang dikeluarkan pemerintah.

16
Dalam hal penggunaan jalan yang belum mencapai tingkat penggunaan Optimum timbul
suatu pertanyaan bagaimana sebaiknya pemerintah mengenakan pungutan: secara langsung
dengan menggunakan pajak jalan (toll) atau secara tidak langsung dengan mengenakan pajak
terhadap barang lain yang berhubungan dengan pemakaian jalan, misalnya bensin. Dari segi
kepraktisan akan lebih mudah bagi pemerintah untuk mengenakan pajak tambahan atas bensin
karena penggunaan bensin berhubungan langsung dcngan penggunaan jalan. Dari segi keadilan
pengenaan pajak tambahan atas bensin bersifat lebih adil karena pungutan tersebut
menunjukkan jenis kendaraan dan frekuensi penggunaan jalan serta panjang jalan yang dilalui,
sedangkan toll tidak membedakan golongan pemakai jalan dan panjang jalan yang dilalui. Bagi
pemakai jalan juga akan lebih enak/mudah karena tidak harus selalu membayar toll setiap kaii
menggunakan jalan.
Lain halnya dengan jalan yang tingkat penggunaannya sudah melampaui titik optimum di
mana tambahan seorang pemakaijalan (pengendara) akan memperlambat arus lalu lintas. Di
sini dikatakan bahwa pemakaian jalan sifatnya bersaingan (rival) sehingga haruslah dikenakan
suatu pajak atas penggunaan jalan sehingga dengan demikian orang yang sangat membutuhkan
jasa jalan tersebut akan bersedia membayar. Dalam hal ini, pemakai jalan akan mengutarakan
preferensi (reveal preference) yang tidak terjadi pada barang publik lainnya seperti pertahanan,
kehakiman, dan sebagainya. Berbeda dengan pungutan pada kasus penggunaan jalan yang
belum mencapai titik optimum, pengenaan pungutan pada kasusjalan yang sudah melebihi
penggunaan optimum tidak hanya didasarkan padajumlah dana yang harus disediakan untuk
memperbaiki jalan (biaya marginalnya), tetapijuga harus dihitung biaya marginal yang diderita
oleh semua pemakai jalan karena waktu untuk melintasi jalan tersebut menjadi bertambah (lebih
lama).
Mungkin terjadi penggunaan suatu jalan yang tidak merata dalam suatu periode tertentu
(misalnya satu hari) dimana pada waktu-waktu tertentu penggunaan jalan melebihi kapasitas
optimum sedangkan pada waktu-waktu lainnya penggunaan jalan berada di bawah kapasitas
optimum. Dalam hal ini penetapan harga berdasarkan peak-load harus dilaksanakan. Apabila
Pemerntah mengenakan Pungutan atas penggunaan jalan pada waktu wakth sibuk (peak) maka
Orang-orang yang tidak terlalu membutuhkan penggunaan jalan pada waktu itu akan
menggunakan jalan pada waktu tidak sibuk (off-peak) untuk menghindarkan diri dari
pembayaran pungutan tersebut sehingga distribusi penggunaanjalan dapat pembayar dengan

17
lebih efisien. Karena berkurangnya arus lalu lintas pada dilakukan sibuk (peak) maka arus lalu
lintas dapat lebih cepat sehingga waktu-waktu ang harus menggunakan jalan pada saat-saat itu
hanyalah orang-orang yang membayar pungutan, yaitu orang yang menghargai waktu sibuk
tinggi sekali. Jadi, disini pungutan pada pemakaian jalan pada period sibuk akan menyebabkan
distribusi arus lalu lintas yang lebih merata sepanjang waktu dan penggunaan jalan dapat lebih
disesuaikan dengan nilai konsumen sebagaimana ditunjukkan dengan kemauan membayar
(willingness to pay).

C. Studi Kasus
1. Permasalahan
Pengadaan Barang Publik: Studi Kasus FLY OVER Pasar Kembang Surabaya

Salah satu pembangunan yang memiliki potensi di Jawa Timurkhususnya adalah


wilayah Surabaya Barat yaitu pembangunan fly over PasarKembang Surabaya. Jalur ini
merupakan daerah yang memiliki potensi pasar yang sangat tinggi. Namun sarana dan
fasilitas jalan yang kurang memadai membuat pasar ini terlihat tidak teratur. Penyusunan
Analisis Dampak Lalu Lintas ini pembangunan fly over Pasar Kembang
dihasilkan beberapa solusi pengaturan lalu lintas angkutan umum dan angkutan barang
pada jaringan jalan disekitar lokasi pembangunan fly over Pasar Kembang sehingga dapat
berfungsi optimal dan meminimalisir permasalahan lalu lintas yang terjadi akibat
pembangunan fly over Pasar Kembang terutama selama proses pembangunan dan
setelah pembangunan fly over Pasar Kembang.

Mungkin masih banyak dari kalangan masyarakat yang tidak menyadari bahwa
salah satu unsur pendukung dalam kegiatan pembangunan sebuah negara adalah kegiatan
pengadaan barang / jasa. Sebagai contoh yang paling sederhana adalah pengadaan kertas.
Bagaimana jadinya sebuah kantor pemerintah
jika mengalami kehabisan stok kertas. Tentunya kegiatan koordinasi terkait pelayanan
publik, penetapan keputusan maupun kebijakanserta aktivitas lainnya yang membutuhkan
kertas sebagai media akan terhambat.

18
2. Analisis Studi Kasus
Salah satu pembangunan yang memiliki potensi di Jawa Timur khususnya adalah
wilayah Surabaya Barat yaitu pembangunan fly over Pasar Kembang Surabaya. Jalur ini
merupakan daerah yang memiliki potensi pasar yang sangat tinggi. Namun sarana dan
fasilitas jalan yang kurang memadai membuat pasar ini terlihat tidak teratur. Oleh sebab
itu, Pemerintah Kota Surabaya mengadakan pengadaaan barang publik yang bertujuan
untuk memberikan fasilitas yang layak terhadap masyarakat sekitar juga demi kemajuan
perekonomian.
Pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pemerintah khususnya wilayah
surabaya yaitu fly over Pasar Kembang merupakan peran pemerintah dalam membangun
infrastruktur dalam sektor pembangunan publik,yang mana dalam hal ini pemerintah
berperan penting memberikan fasilitas terhadap masyarakat Surabaya. Dampak
adanya fly over Pasar Kembang, tidak hanya menguntungkan wilayah surabaya pusat
saja,melainkan keadaan jalan atau konsep jalanan di surabaya lebih terkonsep dan teratur.
Fly Over Pasar Kembang juga memberikan dampak positif untuk para pengguna
kendaraan beroda dua maupun yang beroda empat yang biasanya mengalami kemacetan.
Keberadaan fly over Pasar Kembang memberikan kesuksesan tersendiri bagi pemerintah
Surabaya. Dampak lalu lintas di sekitar fly over pasar kembang menjadi lebih terkonsep
dan teratur Mobilisasi melalui pengiriman darat juga sangat membantu bagi pihak yang
berkepentingan dalam bidang usahanya.

3. Solusi
a. Mengingat semakin berkembangnya perekonomian di Indonesia begitu juga
dengan pembangunan yang ada, seharusnya pembangunan di Surabaya harus lebih
diperbanyak fasilitas ataupunsarana jalan juga harus dikembangkan. Mengingat
Surabaya merupakan kota terbesar ke dua di Indonesia dan juga terkenal dengan kota
bisnis.
b. Mengingat Surabaya merupakan salah satu kota terbesar diIndonesia, masih banyak
sekali pembangunan ataupun fasilitas yang kurang dikembangkan. Dengan
berkembangnya sarana dan fasilitas barang publik, diharapkan akan membantu
percepatan pertumbuhan perekonomian kota Surabaya.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyediaan barang-barang publik yang dibutuhkan oleh pemerintah menimbulkan
persoalan karena barang-barang tersebut tidak dapat dijual kepada seorang konsumen saja
(prinsip pengecualian atau excusion principle tidak dapat diterapkan) atau karena tidak efisien
(sebab konsumsi barang publik tidak bersaing, nonrival). Masalah utama dalam pembebanan
pelayanan publik adalah menentukan beberapa harga yang harus dibebankan. Ada beberapa
jenis barang publik yang penetapan harganya dapat dilakukan dengan mekanisme pasar karena
prinsip pengecualian (exclusion principle) dapat dilaksanakan tetapi tidak praktis untuk
dilaksanakan dalam praktek. Penentuan barang berdasarkan peak load banyak dilakukan oleh
perusahaan penerbangan yang memberikan discount bagi penerbangan pada waktu tertentu
yang tidak disukai orang. Teori kedua terbaik (second best) menyatakan bahwa apabila dalam
suatu perekonomian terdapat banyak industri yang tidak efisien (yaitu tidak menentukan harga
sesuai dengan biaya marginal) maka pemerintah harus memaksimumkan kemakmuran
masyarakat dengan penetapan harga pada perusahaan-perusahaan negara.

B. Saran
Dalam penulisan laporan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan baik dalam susunan
kalimat maupun tata bahasa dalam laporan ini. Hal ini dikarenakan keterbatasaan kemampuan
penulis. Kami menerima kritikan serta saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah yang
lebih baik. Serta sumber yang kami gunakan masih sedikit. Diharapkan dari pembaca bisa
menambahkan wawasannya melalui sumber yang dimiliki.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Guritno mongkoesoebroto. (2014). Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.


Tri Adityas, A hery partono. (2015). PENGADAAN BARANG PUBLIK:STUDI KASUS FLY
OVER PASAR KEMBANG SURABAYA. Ekonomi dan bisnis, 19-26.

21

Anda mungkin juga menyukai