Disusun Oleh
Billy Gilman
Rangga Pratama
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah yang maha esa atas segala rahmat, karunia,
taufik, serta hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “sistem biaya
dan akumulasi biaya” dengan tepat meskipun masih ada kekurangan di dalamnya. Tidak lupa
penulis pula mengucapkan terima kasih atas saran dari pihak yang telah berkontribusi
memberikan materi maupun fikirannya.
Harapan penulis semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan serta pengalaman bagi
para pembaca. Untuk ke depannya bisa memperbaiki bentuk penambahan isi makalah supaya
menjadi lebih baik lagi. Atas keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis percaya
bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar bisa memperbaiki makalah ini dengan
sempurna.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...........................................................................................................1
BAB II Pembahasan
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan..................................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................................16
Daftar Pustaka...................................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para pelaku ekonomi yang memiliki kekuatan unik memastikan bahwa ekonomi negara
berjalan dengan baik. Konsumen biasanya digambarkan sebagai pemilik faktor-faktor
produksi (terutama sumber daya manusia), dan produsen digambarkan sebagai pengguna
faktor-faktor produksi milik konsumen. Namun, pemerintah adalah satu-satunya pelaku
ekonomi yang memiliki karakteristik tertentu. Pemerintah memiliki otoritas untuk memaksa
pelaku usaha lain, baik konsumen maupun produsen, melalui perangkat hukum dan regulasi.
Dengan demikian, konsumen dan produsen harus sepenuhnya mematuhi aturan yang
ditetapkan pemerintah dalam kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan ekonomi.
Pemerintah atau negara berwenang menggunakan mekanisme monopoli untuk mengatur
penyediaan barang publik (public goods) dan barang swasta (private goods) kepada
masyarakat melalui sebuah mekanisme monopoli kepada perusahaan negara tertentu atau
sebaliknya disediakan melalui mekanisme pasar (market mechanism) sesuai dengan kondisi
dan system perekonomian yang dianutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Ekonomi Publik?
2. Apa saja Definisi Ekonomi Publik?
3. Apa saja Fungsi Pemerintahan dalam Ekonomi Publik?
4. Apa saja Peran Pemerintah dalam Ekonomi Publik?
5. Bagai,ama cara menganalisis Ekonomi Birokrasi Pemerintah
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui bagaimana Konsep Ekonomi Publik
2. Mengetahui apa saja Definisi Ekonomi Publik
3. Mengetahui apa saja Fungsi Pemerintahan dalam Ekonomi Publik
4. Mengetahui Peran Pemerintah dalam Ekonomi Publik
5. Memahami bagaimana cara menganalisis Ekonomi Birokrasi Pemerintah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara gambling, ekonomi publik diartikan sebagai ilmu yang mempelajari peran
pemerintah/negara dalam kehidupan perekonomian, namun sejak tahun 1970-an sering disebut
sebagai ilmu keuangan publik.Disebut demikian karena ilmu ini merupakan ilmu yang
mempelajari atau mengkaji tentang pengeluaran dan penerimaan negara. Sebagai suatu ilmu
berarti kajian dan penjelasan berdasarkan metode sintetik dan analisis umum, umum dan khusus
serta metode makroanalitis dan mikroanalitik.
Teori keuangan negara ini menyangkut badan hukum publik, yang mempunyai hak hukum
publik dan mampu ikut serta dalam proses perekonomian untuk memenuhi kebutuhan badan
hukum dan perorangan. Menurut Poole (1956) dalam Ilyas (1989), ilmu keuangan publik
berkaitan erat dengan empat tujuan utama pemerintahan, yaitu menentukan tingkat dan metode
belanja publik, pengumpulan pajak, dan pinjaman publik.
Menurut Newman (1968) dalam Ilyas (1989) ada dua hal pokok yang merupakan konsep
ilmu keuangan negara:
1. Ruang lingkup dan tujuan pemerintahan. Dalam hal ini dibuat batasan antara sektor
publik dan swasta dalam kegiatan ekonomi.Terutama untuk mengetahui bagaimana
berbagai kegiatan pemerintah dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dan
kesempatan kerja, efisiensi alokasi sumber daya, serta pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan daerah.
2. Pembahasannya mengenai pembentukan keuangan negara secara
nonmoneter.Misalnya, penjelasan yang terkesan aneh adalah bahwa kata keuangan
berkaitan dengan masalah moneter. Dalam hal ini, Anda akan dapat menganalisis
pemungutan pajak, pembayaran transfer, dan pengeluaran lain yang ditujukan untuk
membiayai area produksi.
.
2
Berdasarkan definisi tersebut maka ruang lingkup ilmu keuangan negara dapat dibagi
menjadi:
Ilmu ekonomi publik dapat dipahami sebagai salah satu cabang ilmu ekonomi yang
mempelajari permasalahan publik, permasalahan bersama, permasalahan orang banyak,
permasalahan masyarakat, permasalahan pemerintahan atau permasalahan negara. Ekonom
publik yang sangat terkenal di abad ke-20, Richard A.Musgrave (saat ini profesor emeritus di
Departemen Ekonomi, Universitas Harvard, AS), percaya bahwa negara memiliki tiga peran
dalam perekonomian: stabilisasi, alokasi, dan distribusi.
3
pertahanan atau pendidikan), atau secara tidak langsung yaitu melalui pajak dan subsidi
untuk mendorong kegiatan-kegiatan tertentu dan menghambat kegiatan-kegiatan lainnya.
C. Fungsi Pemerintahan
Dalam setiap sistem perekonomian pemerintah selalu memainkan peran sangat penting.
Melalui teori Adam Smith mengemukakan bahwa pemerintah hanya mempunyai tiga
fungsi,yaitu:
Dalam perekonomian modern fungsi dan peranan pemerintah pun mengalami perubahan
sebagai berikut:
1. Peran Alokasi adalah peran pemerintah untuk menghasilkan dan mengusahakan agar
pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara optimal.
2. Peran Distribusi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar distribusi
pendapatan ditengah masyarakat menjadi merataguna dan mensejahterakan
masyarakat.
3. Peran Stabilisasi adalah peran pemerintah untuk meningkatkan kesempatan kerja serta
stabilitas harga barang-barang kebutuhan ekonomi yang mantap dan tingkat
pertumbuhan yang memadai.
4
Sedangkan dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam
perekonomiannya.Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam:
5
1. Peranan alokasi
2. Peranan distribusi, dan
3. Peranan stabilisasi.
Sementara itu, Barton (2000) menyebutkan peran utama pemerintah secara garis besar
adalah:
1. Dalam peran alokasi sumber daya tercakup soal penentuan ukuran absolut dan relatif
pemerintah dalam perekonomian (keseimbangan sektor publik dan sektor swasta) dan
penyediaan barang-barang publik serta pelayanan kesejahteraan sosial bagi
masyarakat.
2. Peran regulator. Hal ini mencakup undang-undang dan tata tertib yang dibutuhkan
masyarakat termasuk undang-undang yang mengatur dunia bisnis yang memadai
untuk memfasilitasi aktivitas bisnis dan hak-hak kepemilikan pribadi.
3. Peran kesejahteraan sosial. Mencakup kebijakan-kebijakan yang mendorong
pemerataan sosial di negara yang bersangkutan seperti perpajakan, jaminan sosial
(transfer payment) dan penyediaan sejumlah barang publik campuran bagai
masyarakat.
4. Peran mengelolan ekonomi makro yang memfasilitasi stabilitas secara umum dan
kemakmuran ekonomi negara melalui kebijakan-kebijakan yang didesain untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil, full employment, inflasi yang rendah,
dan stabilitas neraca pembayaran.
E. Analisis Ekonomi Birokrasi Pemerintah
Perilaku birokrasi pemerintahan bersinergi dengan sistem, struktur, kultur, fungsi dan
proses birokrasi pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kualitas kapabilitas
birokrasi pemerintahan sangat dipengaruhi dan ditentukan persepsi, sikap, perilaku, struktur
6
serta kultur birokrasi pemerintahan. Perilaku birokrasi pemerintahan dalam fungsi dan proses
pemerintahan dipengaruhi faktor individu anggota birokrasi, organisasi pemerintahan dan
lingkungan pemerintahan. Perilaku birokrasi tercermin dalam interaksi individu antar, dalam
kelompok atau organisasi dan dengan lingkungan luar organisasi birokrasinya.
Menurut Eugebe Litwak dalam Tjahya Supriatna (2001) bahwa perilaku birokrasi
pemerintahan dipengaruhi oleh perilaku individu secara mikro dan perilaku organisasi secara
makro dan sebaliknya. Profil dan status perilaku individu birokrasi pemerintahan dibentuk
oleh faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor lingkungan. Adapun faktor-faktor tersebut
adalah:
Pertama, faktor fisiologis berkaitan dengan kesehatan fisik dan mental; Kedua, faktor
psikologis berupa kognisi, sikap, kepribadian, motivasi dan belajar; Tiga faktor lingkungan
meliputi keluarga, kelas sosial dan budaya. Sedangkan menurut James L. Bowditch dan
Antony F. Bruno (1985), perilaku birokrasi dalam organisasi pemerintah ditentukan oleh
status, peran, norma kohesi, konflik dan ambiguitas, komunikasi, manajemen, kepemimpinan
dan kolaborasi dalam efektivitas organisasi.
Dengan kata lain, pada prinsipnya birokrasi tidak menjadi sulit asalkan prosesnya dapat
dipermudah. Sementara pada kenyataannya, masih banyak oknum pejabat yang
memanfaatkan aparat birokrasi tersebut untuk mencari keuntungan sesaat tanpa
memperdulikan kesulitan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Fenomena
implementasi birokrasi yang dilakukan bawahan terhadap PNS masih sering terjadi.
7
BAB III
STUDI KASUS
Hal ini menunjukkan belum adanya kejelasan sistem yang diterapkan pemerintah
dalam upaya pendistribusian lapak di pasar Randik Sekayu.Ketidakjelasan prosedur
pembagian kios menyebabkan para pedagang mempertanyakan sistem yang diterapkan
pemerintah dalam pembagian kios di pasar rakyat dan meningkatkan jumlah pengaduan dari
para pedagang. Namun banyak keluhan dari para pedagang yang tidak dapat diselesaikan
dengan baik melalui sistem birokrasi spesialisasi tenaga kerja yang dikembangkan oleh
Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar, sehingga berdampak pada
ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya pemukiman kembali yang dilakukan
Kabupaten Musi Banyuasin.pasar terkenal ini.
Di sisi lain, ketiga pemangku kepentingan ini menilai tidak ada pihak yang
berwenang menyelesaikan keluhan dan aspirasi pedagang kecuali Dinas Koperasi, UMKM,
8
dan Pengelolaan Pasar.Pendapat ketiga pemangku kepentingan ini sangat beralasan karena
proses Identifikasi pedagang yang akan memperoleh manfaat dari kios ini dilakukan secara
langsung dan sederhana oleh pimpinan Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar,
diperkuat dengan hasil wawancara penulis dengan perwakilan Dinas Koperasi.UMKM dan
Pengelola Pasar mengatakan hal itu terkait dengan mekanisme distribusi kios.
semua keputusan diambil oleh kepala departemen sesuai skala prioritas. Perlu
ditekankan lebih lanjut bahwa hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab kepala
departemen sebagai pengambil keputusan dalam kebijakan repositioning pasar yang populer
ini. Namun menurut peneliti, sikap pengambilan keputusan pemerintah yang sepihak justru
bisa menimbulkan lebih banyak instabilitas.
Hal ini disebabkan karena pedagang tidak mendapatkan manfaat dari transparansi
mengenai sistem prioritas yang diberikan pemerintah. Faktanya, nama-nama pedagang yang
datang ke kios-kios di Pasar Induk Randik Sekayu tidak sesuai dengan keputusan
pemerintah sebelumnya bahwa pedagang yang diprioritaskan adalah mereka yang sudah
lama berjualan di Pasar Talang Jawa. Akibat lain dari tidak diikutsertakannya pedagang
dalam identifikasi nama-nama pedagang yang akan membeli lapak di Pasar Induk Randik
adalah pedagang tidak percaya kepada pemerintah selaku penyelenggara program relokasi
pasar, proses ini membawa keadilan bagi seluruh pedagang yang akan relokasi.
Selain itu, ketidakpercayaan para pedagang ini sebagai akibat dari ketidakmampuan
pemerintah dalam menjalin komunikasi yang baik kepada para pedagang. Hal ini dapat
terlihat dari bagaimana pengelolaan keluhan dan aspirasi para pedagang yang tidak dapat
dikelola dengan baik, yang berdampak pada terjadinya penolakan dari para pedagang.
Alasan lain ketidakpercayaan para pedagang ini adalah ada banyaknya keluhan dan aspirasi
para pedagang terkait dengan sistem pembagian kios.
Namun ternyata masyarakat merasa bahwa adanya lepas tangan dari pemerintah
terkait keluhan dan aspirasi yang akan mereka sampaikan. Permasalahan bingungnya para
pedagang seharusnya melaporkan kepada siapa terkait keluhan dan aspirasi mereka ini
mengindikasikan bahwa inkonsistensi dalam pembagian kerja terkait stakeholder mana yang
seharusnya menjadi tempat menyampaikan keluhan dan aspirasi para pedagang. Hal ini
9
dapat juga terlihat dari keikutsertaan pedagang dalam upaya relokasi pasar rakyat, yang
diwakilkan oleh organisasi para pedagang yang bernama P3S ini adalah bentuk upaya
pemerintah untuk memberikan spesialisasi kerja kepada stakeholder yang sesuai dengan
kecakapan dan pengetahuannya.
Salah satu solusinya adalah dengan mengundang P3S untuk melakukan pendataan
jumlah pedagang sebagai bagian dari upaya awal Pemerintahan Bupati Musi Banyuasin
untuk merelokasi pasar kondang tersebut. Proses pendataan jumlah pedagang sepenuhnya
dikelola oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelola, Pasar karena mereka yakin para
pedagang peserta P3S yang menjadi anggota lebih memahami kondisi dan nama pedagang
yang menjual barang di Talang.pasar jawa. Namun pada kenyataannya, spesialisasi
pekerjaan terkait pendataan pedagang diserahkan kepada P3S, sedangkan penugasan lapak
dilakukan secara sepihak oleh Dinas Koperasi, UMKM, dan Pengelola Pasar.
Menurut peneliti, sistem birokrasi yang dibangun dalam alokasi los dan mekanisme
penyelesaian, pengaduan, dan penerimaan pengaduan dari pedagang telah menyebabkan
buruknya sistem birokrasi yang akan dibangun untuk menggantikan pasar rakyat. Hal ini
terlihat dari pendataan pedagang yang diberikan kepada P3S oleh Dinas Koperasi, UMKM
dan Pengelolaan Pasar, dengan dasar bahwa P3S merupakan pemangku kepentingan yang
mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang relevan. Sistem pembagian kios dengan
sistem skala prioritas tersebut juga sebaiknya diserahkan kepada P3S, karena P3S
merupakan pelaku utama kebijakan ini yang memahami kondisi dan situasi sebenarnya.
Agar pembagian kerja menurut keterampilan dan keahlian terlaksana dengan baik.
Fakta lainnya adalah surat resmi Nomor 002/P3S/III/2015 yang menyatakan bahwa
salah satu tujuan didirikannya P3S adalah sebagai wadah komunikasi antara pemerintah dan
pedagang. Untuk lebih jelasnya, berikut petikan surat Nomor 002/P3S/III/2015 tentang
Tujuan Utama Dibentuknya P3S, Khususnya Wadah Silaturahmi, Koordinasi, dan
Rekonsiliasi untuk Memenuhi Aspirasi Pelaku Usaha, Pegawai Pasar Sekayu dan Terkait
lembaga dan unit.pihak lain yang berhubungan dengan pedagang.
Data di atas menunjukkan bahwa ternyata, pihak P3S merupakan pihak yang paling
berwenang untuk menjadi alat penghubung antara pedagang dan pemerintah terkait upaya
10
dalam relokasi pasar rakyat ini. Surat tersebut juga menjelaskan bahwa P3S adalah
organisasi yang dibentuk untuk mengoordinasi dan mediasi aspirasi para pedagang. Oleh
karenanya seluruh aspirasi para pedagang sekayu terkait relokasi pasar rakyat merupakan
tanggung jawab dari pihak P3S yang kemudian P3S hendaknya mampu menjadi
penghubung untuk penyelesaian masalah tersebut kepada pemerintah.
Akibat dari pernyataan ini, P3S merasa bahwa tugas dalam menyampaikan aspirasi
para pedagang tidak akan menemukan jalan keluar dikarenakan pemerintah melalui Dinas
Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar lepas tangan terkait penyelesaian keluhan dan
aspirasi para pedagang. Selain itu, penulis berpendapat bahwa buruknya sistem birokrasi
yang terbangun berupa ketidakjelasan rumusan tugas, pokok, dan fungsi dari stakeholder
terkait ini sebagai akibat dari tidak adanya rumusan yang jelas, tepat, dan konsisten dari
Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar menjadi penyebab utama kesulitan para
pedagang untuk melaporkan aspirasi mereka terkait pembagian kios.
Masing-masing pihak seolah bersikap lepas tangan dari aspirasi para pedagang, hal
ini bisa terlihat dari masing-masing pihak merasa tidak memiliki kewenangan dalam
menyelesaikan, menanggapi dan menerima keluhan dan aspirasi dari para pedagang.
Sehingga berdampak pada tidak jelasnya kepada siapa seharusnya para pedagang
melaporkan aspirasi mereka. Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar berdalih
bahwa jika Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar menjadi tempat bagi
penyampaian aspirasi dan keluhan masyarakat maka dampak yang ditimbulkan adalah akan
11
banyak para pedagang yang mendatangi kantor Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan
Pasar untuk mengungkapkan keluhan dan aspirasinya.
Namun di sisi lain, pemerintah juga merasa kesulitan siapa sesungguhnya yang
paling berhak dan mampu menyelesaikan masalah para pedagang dalam upaya relokasi
pasar rakyat ini khususnya terkait dengan sistem pembagian kios. Sistem yang dibangun
oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar ini, berpotensi menciptakan masalah
dalam birokrasi yaitu melahirkan satuan-satuan birokrasi yang terkotak-kotak sehingga
berdampak pada proses bagi penyelesaian keluhan dan aspirasi dari para pedagang ini
menjadi berbelit-belit dan panjang karena harus melewati P3S terlebih dahulu.
Dengan sistem yang dibangun seperti ini, prosedur yang sederhana dan cepat sulit
diwujudkan karena harus melibatkan banyak stakeholder. Dampak lain adalah tidak
efektifnya penyelesaian dari keluhan dan aspirasi para pedagang. Sistem birokrasi yang
terbangun berdampak pada lahirnya gejala-gejala negatif dari birokrasi. Gejala yang
dimaksud dalam birokratisasi spesialisasi ini dapat terlihat dari berbelit-belitnya sistem
birokrasi yang dibangun pemerintah bagi para pedagang yang ingin melaporkan keluhan dan
aspirasinya sehingga berdampak pada ketidakjelasan kepada siapa seharusnya para
pedagang melaporkan keluhan dan aspirasinya.
Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara penulis, ditemukan fakta bahwa para
pedagang merasa ketakutan dalam melaporkan keluhan dan aspirasi mereka kepada
pemerintah. Salah satu perwakilan pedagang di Pasar Talang Jawa mengungkapkan bahwa
12
adanya ketakutan untuk melaporkan atau menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah.
Ketakutannya melaporkan aspirasi terkait buruknya sistem pembagian tersebut akibat
kekhawatiran tidak mendapatkan kios/los. Birokrasi yang dibangun pemerintah tidak mampu
bersahabat dengan para pedagang yang berdampak pada pedagang merasa ketakutan saat
hendak melaporkan keluhan dan aspirasi dengan pemerintah. Menurut pandangan penulis,
birokrasi yang hendaknya dibangun adalah dengan mengedepankan pola komunikasi yang
baik sehingga pemerintah dapat terus memperbaiki program relokasi pasar rakyat ini
sehingga harapan dari keberhasilan upaya relokasi pasar rakyat ini sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
Namun penulis mencatat fakta lain dari beberapa informan yang ditemuinya. Penulis
menemukan beberapa pedagang berani menyampaikan keinginannya kepada pemerintah
karena tidak memiliki lapak di pasar induk Randik. Salah satu perwakilan pedagang
mengatakan, pengaduan yang ia ajukan kepada pemerintah didasarkan pada kegagalannya
mendapatkan lapak di pasar induk Randik Sekayu. Meski sudah memenuhi syarat bagi
pedagang untuk mendapatkan lapak di Pasar Induk Randik.
13
rumitnya sistem birokrasi yang dibangun akibat ketidakjelasan pemerintah kepada siapa
pedagang harus menyampaikan pengaduan..
14
dalam program Relokasi pasar rakyat tidak mempengaruhi efektivitas operasional
pemerintah, sebaliknya banyaknya pemangku kepentingan membuat tidak jelas siapa yang
paling bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan program relokasi pasar.
Hal ini juga menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan ini
berusaha untuk tidak menjangkau pengaduan dan aspirasi para pedagang. Hal ini juga
berdampak pada saling ketergantungan antar departemen, sehingga menciptakan
ketidakpastian dalam menyelesaikan masalah yang kemudian dikeluhkan oleh penjual.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks globalisasi dan kompleksitas pasar, penting bagi pemerintah untuk
merumuskan kebijakan fiskal yang tepat guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Dengan memperhatikan berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi internal
dan eksternal, serta dinamika politik, penerapan kebijakan fiskal yang efektif dapat menjadi
kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat fondasi ekonomi
negara.
B. Saran
2. Melakukan analisis perbandingan terhadap strategi kebijakan fiskal yang telah diterapkan
di berbagai negara.
3. Melakukan survei atau wawancara dengan para ahli ekonomi untuk mendapatkan
pandangan tentang strategi kebijakan fiskal yang efektif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Tri Anggraini, (2020), “Analisis Kinerja Birokrasi di Pemerintah Daerah Kabupaten Musi
Banyuasin”, Jurnal Wacana Kinerja, Vol.23, No.1, Timor Tengah Utara
17