MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Keuangan Negara
Dosen Pengampu:
Dhony Manggala Putra S.E., M.S.E.I.
Disusun oleh:
Kelompok 1
SEMESTER VI
JURUSAN EKONOMI SYARIAH 6G
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
MARET 2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala karunia-
Nya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubungan dengan terselesainya penulisan makalah “Pengantar Keuangan Negara”
ini maka kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid
Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam
3. Bapak Dr. H. Muhammad Aswad, MA. selaku Kepala Jurusan Ekonomi Syariah
4. Bapak Dhony Manggala Putra S.E., M.S.E.I. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
“Analisis Keuangan Negara”.
5. Serta semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.
Kami menyadari bahwa yang di sajikan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu kami mengharapkan kepada semua pihak atas kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. kami berharap dari makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan bagi kita semua, Amin
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Posisi Keuangan Negara Sebagai Ilmu Diantara Disiplin Lain
2. Untuk mengetahui apa itu Ilmu Keuangan Negara dan apa saja Ruang Lingkup nya
3. Untuk mengetahui Peranan Pemerintah Dalam Perekonomian
4. Untuk mengetahui Kelemahan-Kelemahan Dalam Mekanisme Pasar
5. Untuk mengetahui maksud dari Ekternalitas Dan Barang Publik
6. Untuk mengetahui Macam Kegiatan Pemerintah
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
H. Ujianto, MS., Prof. Dr., Dr. Srie Hartutie Moehaditoyo, SE., MM. dan Dr. H.M. Amin, MM. 2017.
Keuangan Negara. Surabaya: Indomedia Pustaka hal 1-2
5
kebijakan dan tindakan dibidang ekonomi dengan sebaikbaiknya, sehingga tercipta
optimalisasi, efisiensi dan dampak kebijakan yang positif bagi Negara dan masyarakat.
c. Tugas historis deskriptif, yaitu tugas untuk mempelajari keadaan yang berlainan dari
rumah tangga negara di beberapa tempat (deskriptif) dan pada beberapa waktu yang lalu
(historis) dengan cara melakukan best practices ataupun benchmarking terhadap
pengelolaan keuangan Negara di tempat lain dengan tujuan kita dapat mengembangkan
ilmu keuangan Negara yang lebih baik (besondere finanzwissenschaft).
Sedangkan ilmu keuangan negara yang menyelidiki hubungan satu sama lain dari
gejala-gejala dalam masyarakat yang terjadi karena tindakan-tindakan peme-rintah dalam
bidang financiering dinamakan (algemeine finanzwis-senschaft).
2
Ibid,. hal.3
6
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Hal ini dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara
adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, yang dimaksud dengan
Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek yang
memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah
daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan
danpengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di
atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Berdasarkan pengertian keuangan
negara dengan pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang diperluas cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan demikian, bidang
pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam:
7
Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan moneter berkaitan dengan
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sector perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam
maupun luar negeri. Pengelolaan keuangan negara subbidang kekayaan Negara yang
dipisahkan berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan disektor Badan Usaha Milik
Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang orientasinya mencari keuntungan (profit motive). 3
3
http://www.wikiapbn.org/keuangan-negara/
8
ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang
dan jasa yang tersedia di masyarakat.
2. Pengelolaan Fiskal Pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan,
administrasi kepabean, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Kebijakan
fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan APBN.
3. Pengelolaan Kekayaan Negara Khusus untuk proses pengadaan barang kekayaan
negara, yang termasuk pengeluaran negara telah diatur secara khusus dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, di samping itu terdapat pula kekayaan negara/daerah yang dipisahkan
yang berupa Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.4
4
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara (Rajawali Pers 2011). Hal. 22
5
Ferry Prasetya, Modul Ekonomi Publik, (Malang : Universitas Brawijaya, 2021) hal 13-14
9
biaya penyediaan barang tersebut, oleh karena setiap orang tahu bahwa apa yang
mereka bayar hanya merupakan sebagian kecil dari total biaya. Jadi
kesimpulannya, peranan pemerintah dalam bidang alokasi adalah untuk
mengusahakan alokasi sumber-sumber ekonomi dilaksanakan secara efisien.
Alokasi sumber daya yang efisien dapat didefinisikan sebagai kondisi
dalam struktur pasar dimana semua dsumber daya yang dialokasikan
sedemikian rupa sehingga memaksimalkan laba bersih dicapai melalui
penggunaan mereka. Ini adalah salah satu definisi standar efisiensi alokatif.
Alokasi efisiensi mengacu pada situasi dimana keterbatasan sumberdaya
dialokasikan oleh pemerintah sesuia dengan keinginan konsumen. Dalam
perekonomian yang efisien, alokasi menghasilkan ‘campuran optimal’
komoditas. Metode pengukuran laba dapat diimplementasian dalam berbagai
organisasi, baik negeri maupun swasta. Singkatnya efisiensi alokatif adalah
semua manfaat lebh tentang memiliki kewajiban seambil menghasilkan relatif
sedikit. Teroti ini kurang lebih sama dengan hukum penawaran dan permintaan
dan analisis permintaan dan penawaran.
Sebagai contoh dimana dua orang A dan B memiliki dua barang, beras
dan gandum. Seseorang menyukai nasi dan tidak ingin memiliki gandum dan
orang B suka gandum dan tidak suka beras. Ada 10 karung beras dan gandum
masing-masing. Per efisiensi alokatif, A harus memiliki semua karung beras dan
B harus memiliki semua karung gandum. Untuk jenis lain distribusi, A akan
memiliki beberapa kantong gandum dan B akan memiliki beberapa karung
beras. Jadi per efisiensi alokatif hanya barang yang diinginkan oleh konsumen
harus dibuat tersedia baginya.
Tingkat penyediaan efisien barang swasta ditentukan dengan cara
membandingkan manfaat marginal dari tambahan sebuah unit dan biaya
marginal untuk memproduksi unit itu. Efisiensi dicapai jika manfaat marginal
sama dengan biaya marginal, MB = MC. Dengan kata lain, efisiensi dicapai jika
manfaat setiap pertambahan satu unit barang yang dinikmati konsumen sama
dengan biaya yang diperlukan untuk memproduksi dan menyediakan barang itu.
Prinsip yang sama berlaku untuk barang publik hanya saja analisisnya berbea.
Pada barang swasta manfaat marginal diukur oleh manfaat yang diterima
konsumen. Pada barang publik kita harus menanyakan berapa besar masing-
10
masing orang memberikan nilai manfaat terhadap sebuah unit tambahan output.
Hal ini karena barang publik ersifat tidak ekslusif. Manfaat marginal diperoleh
dengan cara menjumlahkan nilai-nilai manfaat untuk esmua orang yang
menikmati barang itu. Kemudian untuk menentukan tingkat penyediaan barang
efisien sebuah barang publik kita harus menyamakan jumlah manfaat marginal
dengan biaya marginal produksi, MB = MC. 6
b. Peranan Distribusi
Distribusi pendapatan tergantung dari pemilikan faktor-faktor produksi,
permintaan dan penawaran faktor produksi, sistem warisan dan kemampuan
memperoleh pendapatan. Distribusi pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan
oleh sistem pasar mungkin dianggap oleh masyarakat sebagian tidak adil.
Masalah keadilan dalam distribusi pendapatan merupakan masalah yang rumit
dalam ilmu ekonomi. Namun masalah keadilan ini tidak sepenuhnya berada
dalam ruang lingkup ilmu ekonomi oleh karena masalah keadilan tergantung
daripada pandangan masyarakat terhadap keadilan itu sendiri. Pemerintah dapat
merubah distribusi pendapatan secara langsung dengan pajak progresif, yaitu
relatif baban pajak yang lebih besar bagi orang kaya dan relatif lebih ringan bagi
orang miskin, disertai dengan subsidi bagi golongan miskin. Pemerintah dapat
juga secara tidak langsung mempengaruhi distribusi pendapatan dengan
kebijaksanaan pengeluaran pemerintah misalnya seperti perumahan murah
untuk golongan pendapatan tertentu, subsisi pupuk untuk petani dan
sebagainya. Anggaran publik atau anggaran pemerintah memainkan sederet
peranan dalam pembangunan suatu negara. Salah satu peranan tersebut kita
kenal dengan nama fungsi alokasi. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa
anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian sehingga pada intinya fungsi alokasi memainkan peranan dalam
pengalokasian anggaran untuk kepntingan publik. 7
a. Mekanisme Distribusi Melalui Anggaran
Memasuki era desentralisasi atau dikenal dengan “big-bang
decentralizsation” yang dimulai pada 2001, Pemerintah Pusat tetap
6
Ibid,. hal.14
7
Ibid,. hal.15
11
memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan urusan
pemerintahan yang didesentralisasikan ke pemda. Khususnya dalam hal
ini keuangan. Pemerintah Pusat bertanggung jawab menjaga
keseimbangan alokasi dana antar daerah. Untuk itu, Pemerintah Pusat
melakukan transfer dana ke daerah melalui eberapa mekanisme, seperti
dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi
hasil (DBH). Ketiga dana perimbangan tersebut mempunyai tujuan dan
nature atau sifat dasar yang berlainan satu sama lain. Semua dana
perimbangan tersebut disalurkan ke dalam anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD). Oleh karena itu, dalam pengelolaannnya pemda
harus mempertanggungjawabkan kepada DPRD.
Disampung itu, Pemerintah Pusat juga menyediakan pinjaman
dan bantuan kepada Pemda. Tujuan transfer dana, sebagaimana juga
merupakan arah dari kebijakan fiskal Pemerintah Pusat dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain untuk megurangi
kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antardaerah, dan
mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah. DAU bersifat
hibah umum (block grant) oleh arenanyya pemda memiliki kebebasan
dalam memanfaatkannya tanpa campur tangan pemerintah pusat. DBH
adalah dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) yang dialoasikan kembali pada daerah
(penghasil) dengan pembagian sebagaimana diatur dalam UU
No.33/2004. DBH dibagi atas PBB,BPHTB dan PPh. DBH Sumber
Daya Alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumu, dan
pertambangan panas bumi.
Berbeda halnya dengan kedua dana perimbangan tersebut,
perolehan dan pemanfaatan DAK harus mengikuti rambu- rambu yang
telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. DAK dialokasikan dalam APBN
untuk daerah-daerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dalam program prioritas nasional.
Daerah dapat menerima DAK apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu
kriteria umum berdasarkan indeks fiskal neto, kriteria khusus
berdasarkan peraturan perundangan dan karakteristik daerah, kriteria
12
tenis berdasarkan indeks teknis bidang terkait (UU No.32/2004 dan UU
No.33/2004). Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana
pendamping dalam APBD minimal 10% dari DAK yang diterima.
Pengecualian dapat diberikan kepada daerah dengan kemampuan fiskal
rendah. Selain itu, daerah juga diwajibkan menyediakan 3% dari nilai
DAK yang diterima untuk biya umum yang diambil dari sumber
penerimaan lainnya DAK dipakai untuk menutup kesenjangan
pelayanan publik antardaerah dengan prioritas pada bidang kegiatan
pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian,
prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan hidup. Pada 2006
pemerintah Pusat mengalokasikan DAK sebesar Rp11,6 T dan pada
2007 alokasinyameningkat tajam menjadi Rp17,094 T. Mulai tahun
2007, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang digunakan
di daerah secara bertahap akan dilimpahkan ke daerah melalui
mekanisme DAK. Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan
dialokasikan kepaa provinsi, sementara dana tugas pembantuan dapat
dialokasikan kepada provinsi, kabupaten, atau kota sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah. Berbeda hal nya dengan DAU, dan DBH,
danan dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, DAK secara khusus
diberikan kepada kabupaten atau kota.
b. Grafik Distribusi Anggaran
13
bank pelaksana melakukan pengecekan sistem informasi debitur dan
analisis kelayakan. Apabila dinyatakan layak dan disetujui, maka bank
pelaksana menandatangani perjanjian kredit/ pembiayaan dengan
lembaga linkage. Bank pelaksana selanjutnya mengajukan permintaan
penjaminan kredit/pembiayaan kepada perusahaan penjamin. Lembaha
linkage yang telah ditunjuk lalu menyalurkan kredit atau pembiayaan
yeng diterima dari bank pelaksana kepada debitur UMKMK. Debitur
UMKMK yang sudah mendapatkan KUR kemudian melakukan
pembayaran kewajiban kerdit/pembiayaan kepada lembaga linkage.
Lembaga linkage lah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
KUR kepada bank pelaksana. 8
c. Peranan Stabilisasi
Perekonomian yang sepenuhnya diserahkan ke sektor swasta akan
sangat peka terhadap goncangan keadaan yang aka menimbulkan pengangguran
dan inflasi. Tanpa adanya campurtangan pemerintah, penurunan permintaan
akan mobil menyebabkan pengusaha mobil untuk mengurangi pegawai.
Pegawai yang mengannggur akan memperkecil pegeluaran untuk barang-
barang konsumsi seperti sepatu, TV, pakaian yang seterusnya pengusaha sepatu,
TV, dan pakaian akan mengurangi pegawai. Jadi gangguan di satu sektor akan
mempengaruh sektor lain, yang tanpa adanya campr tangan pemerintah akan
menimbulkan pengangguran tenaga kerja yang akang mengganggu stabilisasi
ekonomi. Inflasi atau deflasi juga merupakan hal yang dapat mengganggu
stabilisasi ekonoi. Masalah inflasi atau deflasi harus ditangani pemerintah
melalui kebijaksanaan moneter. Kebijakan stabilisasi digunakan untuk
penpencapaian tujuan makro secara optimal. Salah satu contoh kebijakan
stabilisasi adalah penerapan plicy ix atau bauran kebijakan yang terkoordinasi
antara satu kebiakan dengan kebijakan lainnya. Pengertian optimal disini adalah
pencapaiantujuan antar kebijakan dapat terkoordinasi sehingga tidak
menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi pencapaian tujuan
kebijakan ekonmi makro secara keseluruhan. Salah satu cotoh penerapan bauran
kebijakan yang banya dikenal adalah bauran kebijakan fiskal-moneter dapat
dilakukan melalui beberapa skenario yaitu kebijakan moneter
8
Ibid,. hal. 16-18
14
ekspansif/kebijakan fsikal ekspansif, kebijakan moneter kontraktif/kebijakan
fiskal ekspansif, kebijakan moneter ekspansif/lebijakan fiskal kontraktif,
kebijakan moneter kontraktif/kebijakan fiskal kontraktif.9
9
Ibid,. hal. 19-20
10
Luh Hadi, Tri Utami, Silvia Sari, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, (Tangerang Selatan : UNPAM
PRESS, 2021), hal. 21-22)
15
E. Eksternalitas dan Barang Publik
11
Kumba Digdowiseio, Sistem Keuangan Publik, (Jakarta Selatan: 2015, LPU-UNAS), hal. 15
16
tidak akan mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk mengkonsumsi
barang tersebut.12
b. Kegiatan membatasi mengkonsumsi barang publik sangat sulit dilakukan
meskipun penyedia barang menginginkan, karena setiap anggota
masyarakat tidak dapat dibatasi atau dlarang untuk menggunakan barang
publik. Sifat ini disebut non exclusion. Non exclusion juga dapat diartikan
bahwa membayar atau tidak dalam menggunakan barang publik, seseorang
tetap bisa memperoleh manfaat, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat
membatasi kemanfaatan barang publik tersebut kepada orang-orang
tertentu, yaitu yang sanggup membayar saja.13
c. Tidak ada syarat mengkonsumsi barang publik, karena konsumsi dinilai atau
dihargai sama oleh semua orang.
Karakteristik yang telah disebutkan tidaklah absolut, namun tergantung paa
kondisi pasar maupaun teknologi. Suatu komoditas dapat saja memenuhi
kriteria yang lain. Beberapa barang tertentu yang secara konvensional tidak
dilihat sebagai komodtas pribadi, bisa saja memiliki karakteristik sebagai
barang publik.
Sifat lain dari barang publik ialah bahwa barang pubik tidak disediakan
secara eksklusif oleh pihak swasta. Penyedia barang publik dilakukan oleh
pemerintah tidak berarti bahwa produksinya harus dilakukan oleh sektor publik,
namun juga memungkinkan bahwa disediakan oleh swasta kemudian
pemerintah membeli barang tersebut.14
12
Ujianto, Srie Hartuti Moehaditoyo dan Amin, Keuangan Negara, (Yogyakarta: 2017, Indomedia
Pustaka), hal. 16
13
Ibid.
14
Kumba Digdowiseio, Sistem Keuangan Publik..., hal. 16
17
yang menghasilkan beban yaitu penyediaan mesin atau peralatan yang menimbulkan
polusi udara.15
Perbedaan lain yaitu bahwa biaya marjinal untuk distribusi barang publik
kepada konsumen adalah nihil atau tidak ada. Hal tersebut adalah akibat dari sifat non
rival consumption. Suatu unit barang pribadi hanya bisa dimanfaatkan oleh konsumen
tertentu yang kemudian tidak tersedia bagi orang lain, sedangkan suatu barang publik
tidak bisa dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang terpisah yang dapat dikonsumsi
habis. Jadi, satuan jumlah barang publik dapat dimanfaatkan secara bersama- sama dan
kolektif oleh sekelompok orang.
15
Ibid., hal. 19
16
Ibid., hal. 20
18
menjadi tidak ada kemudian pemerintah lah yang harus bersedia memproduksi barang
publik. Pemerintah harus mengambil tindakan apabila mekanisme pasar tidak berjalan.
4. Eksternalitas
Eksternalitas dapat diartikan sebagai dampak atau pengaruh yang dialami oleh
pihak luar dari adanya tindakan orang lain tanpa adanya kompensasi (ganti rugi) dari
pihak yang merasa dirugikan. Biaya eksternal dikenal dengan eksternalitas negatif dan
external diseconomy. Biaya eksternal ini muncul ketika suatu kegiatan oleh salah satu
pihak menimbulkan hilangnya kesejahteraan dari pihak lain tanpa adanya biaya
kompensasi. Sebagai contoh, jika terdapat pihak yang merasa dirugikan maka pihak
lain harus membayar biaya kompensasi, efek ini dikenal dengan internalisasi.17
17
Harish dan Diana Sapha, “Ekternalitas Negatif Penggunakan Transportasi Pribadi Di Kota Banda
Aceh”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 4, No. 1, Februari 2019, hal. 22
18
Yunus, Anas Iswanto Anwar, Ekonomi Publik, (Jawa Tengah: 2019, PT Nasya Expanding
Management), hal. 204
19
Ibid., hal. 205
19
Masalah lingkungan dapat terjadi ketika salah satu pihak dalam suatu
kegiatan tukar menukar hak-hak kepemilikan mampu memengaruhi hasil
yang terjadi. Hal tersebut dapat terjadi dalam pasar tidak sempurna seperti
pada kasus monopoli.
c. Kegagalan pasar
Sumber ketidakefisienan atau eksternalitas tidak disebabkan oleh kegagalan
pasar namun, juga dapat disebabkan oleh kegagalan pemerintah. Kegagalan
pemerintah banyak terjadi karena kepentingan pemerintah sendiri atau
kelompk tertentu yang tidak mendorong efisiensi. Kelompok tertentu
tersebut memanfaatkan pemerintah dalam mencari keuntungan melalui
proses politik.
5. Persamaan dan Perbedaan antara Ekternalitas dan Barang Publik
Dalam kegiatan produksi, distribusi serta konsumsi suatu barang tentu akan
menyebabkan dampak berupa manfaat yang diterima atau kerugian yang dibebankan
kepda orang lain yang secara tidak langsung terlibat dalam mekanisme pertukaran
pasar. Akibat tersebut disebut dengan eksternalitas, yang dibagi menjadi dua yaitu :
External benefit jika terdapat manfaat, dan External cost jika timbul kerugian.20
Dari uraian tersebut maka dapat ditarik persamaan antara eksternalitas dengan
barang publik. Pada tingkat formal antara kedua hal tersebut terdapat persamaan atau
bahkan mirip. Misalnya, imunisasi terhaap suatu penyakit di situ terdapat non rival
benefit, yang mana dalam hal tersbut sulit ditentukan siapa yang memperoleh manfat
tidak langsung dari imunisasi tersebut. Maka dalam hal tersebut terdapat kesamaan
antara barang publik dan eksternalitas. Demikian juga dengan contoh, polusi yang mana
akan menimbulkan non rival cost , yakni sejumlah besar orang akan menderita polusi
karena telah meghirup udara kotor, kemudian sulit untuk menentukan bahwa polusi
tersebut hanya diderita oleh orang tertentu.
20
Ujianto, Srie Hartuti Moehaditoyo dan Amin, Keuangan Negara..., hal. 17
20
dibandngkan dengan yang terlibat. Sedangkan untuk barang publik manfaatnya
cenderung sama untuk siapapun baik terlibat langsung maupun tidak langsung.
21
Ibid., hal. 18
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
H. Ujianto, MS., Prof. Dr., Dr. Srie Hartutie Moehaditoyo, SE., MM. dan Dr.
H.M. Amin, MM. 2017. Keuangan Negara. Surabaya: Indomedia Pustaka
http://www.wikiapbn.org/keuangan-negara/
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara (Rajawali Pers 2011).
Ferry Prasetya, Modul Ekonomi Publik, (Malang : Universitas Brawijaya,
2021)
Luh Hadi, Tri Utami, Silvia Sari, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, (Tangerang
Selatan : UNPAM PRESS, 2021)
Kumba Digdowiseio, Sistem Keuangan Publik, (Jakarta Selatan: 2015, LPU-
UNAS),
Ujianto, Srie Hartuti Moehaditoyo dan Amin, Keuangan Negara, (Yogyakarta:
2017, Indomedia Pustaka)
Harish dan Diana Sapha, “Ekternalitas Negatif Penggunakan Transportasi
Pribadi Di Kota Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 4, No. 1, Februari 2019
Yunus, Anas Iswanto Anwar, Ekonomi Publik, (Jawa Tengah: 2019, PT Nasya
Expanding Management)
Ujianto, Srie Hartuti Moehaditoyo dan Amin, Keuangan Negara
23