Anda di halaman 1dari 52

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ditetapkan sebagai salah satu

unsur penyelenggara pemerintahan. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (2)

UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyelenggara urusan DPRD dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukan

DPRD sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004

implikasinya adalah antara kepala daerah dan DPRD benar-benar memiliki

kesetaraan dan kesederajatan dan tidak ada dominasi salah satu diantara keduanya.

DPRD ditempatkan kedalam susunan pemerintahan daerah bersama kepala

daerah, pola hubungan antara kepala daerah dan DPRD dilaksanakan secara sub

ordinat dalam arti tidak adanya posisi tawar DPRD terhadap semua kebijakan

yang diterbitkan oleh kepala daerah.

Pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap

pemerintah daerah sangat penting. Hal ini tergantung pada bagaimana

kemampuan pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah saat memainkan

peran penting dalam mewujudkan Good Governance di Indonesia, khususnya di

daerah, mengingat bagaimanapun DPRD adalah pembentukan delegasi kelompok

yang berada di daerah untuk menyampaikan tujuan dan sangat cocok bagi

individu untuk juga mengambil bagian dari penyampaian aspirasi masyarakat.

Sehingga adanya pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap pemerintah


daerah, memberikan kesan positif terhadap pelaksanaan komponen aturan

pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik di daerah. Pasal 40

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa “DPRD adalah

lembaga perwakilan daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah”. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 juga dijelaskan

bahwa DPRD berkedudukan sebagai unsur pembentuk pemerintahan daerah.

Salah satu tugas dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah

melaksanakan kewajibannya dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Proses

yang dilaksanakan meliputi tindakan kontrol terhadap lembaga eksekutif, Tujuan

dari pengawasasan untuk menghindari bentuk penyimpangan dari ketentuan garis

yang sudah ditetapkan. Kemudian tindakan ini supaya hasil tindakan atau

kebijakan dari pemerintah selaras dengan apa yang sudaah disepakati. Karena

pada hakikatnya lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

mempunyai hak interpelasi untuk meminta keterangan serta hak angket untuk

kepentingan penyidikan. (Sunarto, 2004:38).

Kewenangan daerah yang mempunyai kebebasan dalam mengelola secara

mandiri disebut daerah otonom. Sehingga pemimpin di tingkat daerah dalam

tingkatan ini adalah kota mempunyai pimpinan yaitu walikota. Walikota

mempunyai kewenangan dalam mengeluarkan kebijakan daerahnya sendiri.

Kebijakan itu sendiri dapat di keluarkan pemerindah daerah melalui peraturan

wali kota atau peraturan keputusan dari walikota. Keputusan yang dikeluarkan

melalui kebijakan harus mempunyai nilai atau kaidah dasar yang sudah

ditetapkann .Sehingga setiap kebijakan yang di buat oleh walikota mendapatkan


perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mengawasi setiap

kebijakan dari walikota. Secara tugas dan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah sudah diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014

menyebutkan bahwa hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan

kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah serta Perda Kota

Tegal No 1 Tahun 2019 tentang peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Tegal yang terdapat pada Pasal 128 point no 1 tentang DPRD

mempunyai hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat).

Peran fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat kota Tegal terhadap

kebijakan revitalisasi kawasan alun – alun kota tegal bertujuan untuk memberikan

pengawasan terhadap regulasi dan penggunaan anggaran untuk memberikan

manfaat revitalisasi bagi masyarakat sekitar. Sehingga revitalisasi kawasan alun –

alun sesuai dengan fungsinya adalah tempat orang – orang berkumpul. Kemudian

tidak merubah status kawasan alun – alun hanya dinikmati oleh segelintir orang

yang menikmati. Peran fungsi pengawasan dari DPRD Kota Tegal perlu

memberikan masukan atau saran untuk perbaikan Alun-alun yang sudah dipakai

untuk kegiatan upacara peringatan hari besar serta kegiatan keagamaan. Sehingga

tidak merubah fungsi dari alun – alun itu sendiri untuk kegiatan masyarakat.

Karena revitalisasi dilengkapi taman bunga bisa menjadi perubahan fungsi

menjadi taman bunga yang hanya menjadi penghias kota tanpa bisa dinikmati

kawasan alun – alun tersebut untuk masyarakat umum.


Lembaga perwakilan rakyat (DPRD Kota Tegal) melalui pandangan

fraksinya meminta untuk tidak mengurangi luas wilayah ruang terbuka hijau,

Sesuai undang – undang nomor 26 tahun 2007 dari luas wilayah. Saat ini luas

wilayah terbuka hijau mencapai 11, 5 persen untuk pelaksanaan ruang terbuka

hijau yang berada dikawasan kota tegal. DPRD Kota Tegal membantu para

pedagang yang meminta direlokasi untuk ditempatkan tempat yang lebih layak.

Secara pelaksanaan fungsi DPRD memfasilitasi keberadaan para pedagang untuk

mendapatkan hak mereka selama bertahun – tahun berjualan disekitar kawasan

alun – alun. Pembangunan kawasan alun – alun menjadi sorotan untuk tidak

merubah nilai historis dari fungsi alun alun itu sendiri. Pembangunan alun – alun

diharapkan setelah difungsikan kembali menjadi sarana ruang publik sebagai

kegiatan upacara dan pengajian. Peremajaan alun - alun meliputi sepanjang jalan

pancasila dan kawasan stasiun akan disulap menjadi taman bunga yang dilengkapi

dengan air mancur dan rumput sintesis itu dinilai akan mengubah fungsi alun-

alun. Walikota mengharapkan dalam penerapannya nanti alun – alun

mencerminkan suasana di Jalan Pancasila sudah tidak kumuh lagi.

Perencanaan anggaran revitalisasi kawasan alun – alun menjadi prioritas

dari kebijakan Walikota Tegal dalam merubah wajah kota yang lebih baik.

Berdasarkan tinjauan kebijakan publik dalam menelusuri proses kebijakan

Revitalisasi kawasan alun-alun. Pemerintah kota mengalokasikan anggaran tuntuk

tahap awal Rp 10,5 miliar dan tahap selanjutnya menjadi Rp 3 miliar. Dasar

Hukum Pelaksaanaa revitatalisasi sesuai Perda Kota Tegal Nomor 1 Tahun 2021

tentang perubahan atas peraturan daerah kota tegal nomor 4 tahun 2012 rencana
tata ruang wilayah kota tegal tahun 2011 – 2031. Sehingga adanya dasar hukum

tersebut rancangan Revitalisasi kawasan alun – alun tidak menyimpang dari

aturan yang berlaku dan sesuai dengan garis kebijakan yang di tentukan.

Kemudian revitalisasi tersebut tidak merugikan masyarakat umum dan pedagang

kawasan alun alun kota tegal yang memanfaatkan kawsan tersebut sebagai

perdagangan. Kawasan alun – alun sudah ditetapkan menjadi pusat perdagangan

yang mana sesuai dengan dasar hukum Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 1

tahun 2021.

Alun alun merupakan lokasi yang dijadikan oleh warga kota tegal sebagai

tempat upacara dan pengajian setelah revitalisasi mengalami kendala yakni dilihat

dari progres pembangunan alun – alun yang saat ini tidak bisa digunakan untuk

kegiatan seperti sebelumnya. Fakta tersebut di perkuat oleh salah satu komisi

melakukan sidak dari Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal

melalui perwakilannya sekertaris komisi III DPRD Sidiono mengatakan tahapan

perencanaan yang dibuat oleh oleh pemerintah kota tegal belum matang. Sehingga

perlu adanya evaluasi yang perlu dilakukan dibeberapa area yang telah berubah

semestinya. Secara fungsi alun – alun adalah cagar budaya tidak boleh hilang nilai

sejarah tempat berkumpulnya para masyarakat untuk kepentingan publik.

Pemerintah daerah menginginkan untuk merevitalisasi alun-alun begitu

besar untuk mewujudkan ruang terbuka hijau dengan membangun taman – taman

yang salah satunya kawasan alun – alun kota tegal. Karena Ruang Terbuka Hijau

(RTH) publik di kota tegal dinilai belum memenuhi target yang sat ini baru

mencapai 11,5 persen. Kota Tegal masih mempunyai pekerjaan rumah yang perlu
dipenuhi luasan RTH sebanyak 8,5 persen lagi. Sehingga mengacu pada Undang-

Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik setiap kabupaten atau kota adalah 20 persen

dari luas wilayah. Dengan demikian kawasan sekitar alun alun merupakan bagian

dari walikota memenuhi masalah terbuka hijau dengan mendirikan taman – taman

yang dibutuhkan di area Kota Tegal khususnya dikawasan alun – alun kota tegal.

Kemudian bisa dimanfaatkan untuk menjadikan kawasan alun – alun sebagai

destinasi wisata yang baru.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal memegang peranan

penting dalam mengawasi semua kebijakan yang dibuat berasarkan permintaan

Walikota. Segala kebijakan yang dibuat haruslah berada didalam jalur dan tidak

melangkar peraturan yang telah ada. Penulis memiliki keterkaitan dalam

mengambil persoalan diatas untuk menjadikannya judul sebagai berikut:

“Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kota Tegal Terhadap Kebijakan Revitalisasi Kawasan Alun – alun Walikota

Tegal Tahun 2021”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan

permasalahan yaitu:

1. Bagaimana proses pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal terhadap kebijakan Revitalisasi

Alun - alun Walikota Tegal?


2. Hambatan - Hambatan apa sajakah yang dihadapi Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal dalam pelaksanaan fungsi

pengawasan terhadap kebijakan Revitalisasi Alun - alun Walikota Tegal?

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti sebagai berikut:

1. Memahami prosedur pelaksanaan peran pengawasan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal terhadap kebijakan revitalisasi Alun-

alun Walikota Tegal

2. Mengetahui apa saja permasalahan yang dihadapi Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal dalam menjalankan perannya

sebagai pengawas kebijakan Alun-alun Walikota Tegal.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan

pengetahuan dibidang Ilmu Pemerintahan, Serta dapat memberikan pemikiran

yang luas dalam mengambil suatu kebijakan yaitu pelaksanaan fungsi pengawasan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Tegal terhadap kebijakan

Walikota Tegal.

2. Secara Praktis, memberikan masukan dan wawasan yang luas

sebagai kajian ilmiah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kota Tegal untuk mengawasi dan mengambil langkah evaluasi serta meminta

penjelasan kepada kepala daerah Walikota Tegal mengenai kebijakan yang

diambil harus sesuai dengan aspirasi masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang relevan digunakan peneliti untuk menghindari

pengulangan kajian akan hal-hal yang dianggap sama. Berikut adalah penelitian

yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan :

1. Skripsi yang berjudul : Implementasi Revitalisasi Kawasan Alun –

Alun Kabupaten Gresik ( Studi Kasus Kabupaten Gresik), Oleh Mirza Ananda

Firdaus 2020 NPM 21601091107, Program Studi Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Islam Malang, Metode penelitian ini adalah dengan menggunakan

pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Upaya yang yang dilakukan

sudah sesuai dengan perencanaan proses Revitalisasi Alun-alun Gresik yaitu

pertama sosialisasi, Pemasangan baliho, dan relokasi pedagang kaki lima Alun-

alun Gresik. (2) Pelaksanaan Revitalisasi Alun-alun sudah baik namun ada

beberapa hal yang tidak bisa diwujudkan yaitu dua jembatan yang

menghubungkan Alun-alun Gresik ke Masjid Jami’ Gresik. (3) Program

Revitalisasi Alun-alun Gresik bisa dikatakan cukup efektif karena peningkatan

fungsi, tingkat kepuasan yang diperoleh, dapat menimbulkan kreatifias, dan

Adanya pengawasan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis mengajukan

saran-saran sebagai berikut : pemerintah tetap merawat dan menjaga bangunan


atau fasilitas, pemerintah segera mebangun tempat relokasi PKL alun-alun, dan

pemerintah tetap meningkatkan fungsi Alun-alun Gresik sebagai ruang publik dan

ruang terbuka hijau.

2. Skripsi yang berjudul : Karim, Aulia Sobri. 2011. Pelaksanaan

Fungsi Pengawasan DPRD Kota Salatiga terhadap kebijakan Walikota Salatiga

Tahun 2010. Skripsi, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, FIS UNNES.

Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr.

Suyahmo, M.Si. Pembimbing II Puji Lestari, S.Pd, M.Si.

Penyelenggaraan sistem otonomi daerah berupaya untuk meningkatkan

kesejahteraan, pemerataan, dan keadilan masyarakat, serta menghargai budaya

lokal dan memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Dengan diberlakukannya

sistem otonomi daerah ini, Walikota diberikan tanggung jawab pembuatan

kebijakan yang luas. Hal ini menunjukkan adanya kebebasan untuk

mengembangkan potensi daerah yang ada saat ini, namun fungsi DPRD sebagai

mitra pemerintah di daerah juga penting untuk pengendalian dan pengawasan,

dengan harapan kebijakan yang diambil tidak menyimpang dari jalan yang telah

ditetapkan. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui

sejauh mana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Salatiga melakukan

pengawasan terhadap kebijakan Walikota Salatiga tahun 2010; (2) mengetahui

kendala yang dihadapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Salatiga

dalam melaksanakan fungsi pengawasan; dan (3) menentukan upaya-upaya yang

dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut.


Skripsi ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, khususnya proses

penelitian yang menyediakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari individu atau perilaku yang diamati. Observasi, wawancara dengan beberapa

anggota DPRD Kota Salatiga, dan dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan

data. Pendekatan analisis data penelitian ini meliputi langkah-langkah

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.

3. Skripsi yang berjudul : Evaluasi Fungsi Alun –alun Sebagai Ruang

Publik (Studi Kasus Alun-Alun Kota Wisata Batu, Jatim), Oleh : Yohanes

Kristomus Rain, NIM : 2013320016, Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas

Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2021.

Hasil Penelitian, Alun- alun Kota Batu ialah salah satu zona ruang terbuka

hijau publik terdapat pada Kota Batu. Alun- alun Kota Batu ini rainai didatangi

banyak orang. Wisatawan yang tiba ke alun- laun ini, melaksanakan bermacam

rnacam kegiatan yang berbeda- bedaseperti jogging, difoto, hanya bermain- main

serta terdapat pula yang tiba buat berdagang. Sehingga penilaian jadi berarti

selaku acuan buat mempertahankan serta rnemperbaiki keelokan serta

kenyamanan yang sudah dirancang serta diwujudkan pada Alun- alun Kota Batu.

Oleh sebabnya, tujuan dari riset ini merupakan buat inengetahui gimana guna

alun- alun selaku ruang publik di Alun- alun Kota Batu. Tata cara yang digunakan

dalam riset ialah metode deskriptif.


II.1. Kerangka Teori

A. Pemerintahan Daerah

1. Pemerintahan daerah ditinjau secara umum

a) Pemerintahan Daerah

Proses penyelenggaran pemerintah daerah diatur dalam Undang – Undang

No. 32 Tahun 2004, meliputi unsur gubernur, bupati, atau walikota serta

perangkat daerah sebagai penyelenggara. Pemerintah daerah dalam menjalankan

kewenangannya terdapat hubungan antar pemerintahan lain. Hubungan

pemerintah ini berkaitan dengan membangun mitra pengelolaan suatu sumber

daya dengan pemerintah daerah lain. Kewenangan yang dimiliki pemerintah

daerah memberikan potensi penuh dalam mengelola hubungan seperti pelayanan

umum, keuangan,vsumber daya alam, dan sumber daya lainnya yang dilakukan

secara adil dan selaras. (Ni”matul Huda, 2006: 340)

Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan

segala urusan yang menjadi kewenangannya. Kewenangan pemerintah daerah

tertera dalam pasal 10 Undangg – Undang No 32 Tahun 2004 untuk menjamin

pelaksanaan kewenangan penyelenggaran pemerintah daerah mengurus secara

mandiri. Kegiatan menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam rangka

mendukung otonomi daerah untuk menjalankan pemerintahan seluas – luasnya.

Otonomi daerah memberikan pemerintah daerah keluasan untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas

pembantuan. Pelaksanaan otonomi daerah dalam mengatur pemerintah daerahnya

secara mandiri tidak lepas dari pemerintah pusat dalam mengawasi kegiatan
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan

agama. (Ni”matul Huda, 2006: 350)

Pembagian urusan pemerintah daerah diatur untuk memudahkan dalam

menjalankan penyelenggaran pemerintahan. Pelaksanaan otonomi mendukung

dalam rangka memberikan pelimpahan kepada perangkat pemerintah atau wakil

pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan /

atau pemerintahan desa. Pada dasarnya pemerintah mengatur hubungan antar

pemerintahan daerah untuk menjamin segala urusan berkaitan dengan

kelangsungan kehidupan bangsa dan negara.

b) Dasar - dasar pemerintahan daerah

Pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan penyelengaran mempunyai

dasar landasan yang menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :

1) Landasan Desentralisasi

Pemberian wewenang untuk mengurus dan mengatur pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah otonom dalam sistem kesatuan Negara Indonesia

2) Landasan Dekonsentrasi

Pembagian urusan dan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

3) Landasan Tugas Pembantuan

Pemerintah daerah memberikan tugas kepada daerah untuk membantu desa

hingga provinsi menuju kabupaten atau kota dan sebaliknya pemerintah desa

menuju kabupaten
c) Prinsip-prinsip pemerintahan daerah

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa landasan otonomi

daerah mengunakan otonomi yang seluas – luasnya untuk memberikan daerah

kewengan sendiri dalam mengurus semua pemerintahan masing – masing yang

diluar dari kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat menggunakan

keweanangan dalam membuat suatu kebijakan. Kebijakan yang dibuat pada

dasarnya untuk memberikan kepuasaan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga

pemerintah daerah dapat memberikan peran nyata dalam pembangunan ekonomi

di daerah yang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan

masyarakat daerah memerlukan pemberdayaan daerah yang mengetahui

permaslahan yang ada di daerahnya. Di samping itu terdapat beberapa prinsip

dalam pemberian otonomi daerah yang dipakai sebagai pedoman dalam

pembentukan dan penyelenggaraan daerah otonom yaitu:

1) Demokrasi sebagai aspek penyelenggaraan keadlian dan

pemerataan serta melihat potensi dan keanekaeragaman daerah

2) Otonomi dalam pelaaksanaan didasarkan pada seluas – luasnya

yang memberikan wujud nyata dalam arti bertanggung jawab

3) Pemberian otonomi daerah yang luas didasarkan pada daerah

kabupaten dan kota. Sedangkan untuk daerah provinsi meliputi otonomi yang

terbatas

4) Konstitusi negara menjamin pelaksanaan urusan pemerintahan

dalam menjalankan tugasnya. Sehingga otonomi daerah mengacu pada konstitusi


untuk kelangsungan hubungan yang harmonis antara daerah sammpai pusat dan

daerah.

5) Kemandirian otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan

ekonomi suatu daerah. Karena fokus utamanya ada didalam daerah sendiri untuk

memaksimalkan potensi asli daerah

d) Otonomi Daerah

Undang – Undang Nomor 32 Tahum 2004 menyatakan, Otonomi daerah

merupakan suatu kewenangan daerah yang memiliki kepentingan dalam mengurus

masyarakat sekitar. Kepentingan itu lahir berdasarkan aspirasi masyarakat yang

kemudian dibuatkan peraturan perundang – undangan menyesuaikan aturan yang

berkaitan dalam urusan mengatur urusan daerahnya.

Sedangkan suatu daerah mempunyai batasan tertentu dalam mengatur

wewenang dan mengurus kepentingan masyarakat daerah setempat. Daerah

otonom merupakan masyarakat hukum yang mempunyai kesatuan dalam

memberikan aspirasi dalam membangun kemajuan daerahnya. Karena masyarakat

daerah dipandang sebagai suatu ikatan yang berada dalam negara republik

indonesia.

Prinsip otonomi selaras dengan penerapan yang nyata dan bertanggung

jawab. Otonomi memiliki prinsip untuk menjalankan tugas berdasaekan

kewenangan dan kewajiban yang dimiliki sesuai dengan potensi daerah. Karena

otonomi daerah satu dengan daerah lain mempunyai perbedaan karkteristik suatu

daerah. Kemudian tanggunmg jawab dalam melaksankan otonomi daerah

mempunyai tujuan yang sesuai amanah otonomi. Sehingga tujuan otonomi adalah
dalam pelaksanaannya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah

yang perlu diberdayakan untuk mencapai kemandirian ekonomi nasional

Penyelenggaraan daerah mempunyai prinsip pada orientasi untuk

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan memperhatikan segala aspek

kepentingan yang terlibat antar masyarakat. Selanjutnya penyelenggaran otonomi

mewujudkan kebersamaan masyarakat untuk menjaga keserasian hubungan antar

daerah dengan daerah lainnya yang digunakan sebagai kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan daerah yang dimaksud untuk mengurangi ketimpangan antar

daerah. Hubungan yang serasi antar daerah memberikan dampak ikatan yang

serasi antar daerah.dengan pemerintah. Sehingga ikatan hubungan yang serasi

diharapkan mampu merawat keutuhan wilayahnya negara kawasan republik

indonesia untuk mewujudkan harapan dari sebuah negara.

2. Pembangunan ditinjau secara umum.

Pembangunan merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk dimanfaatkan

baik setiap warga negara. Apalagi untuk sebuah negara berkembang yang

mempunyai suatu harapan mewujudkan cita – cita setiap bangsa. Sehingga dalam

pembangunan untuk mewujudkan sebuah harapan mendapatkan beban terhadap

pelaksanaan. Kemudian beban pelaksanan yang berbeda ataupun dihadapkan oleh

situasi dan kondisi tergantung pada kondisi setiap negara yang melakukannya.

Negara mencapai suatu kemerdekaan akan mempunyai kedaulatan dalam

mengelola sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan cita – cita.

Keinginan yang dicapai perlu faktor lain untuk mencapai sebuah kesuksesan yang

dinginkan. Seperti dalam pelaksanaan pembangunan didukung adanya sumber


daya yang mendukung seperti kekayaan alam dan didalamnya ada kelompok

cendekiawan, serta ilmuan dan tenaga ahli yang sesuai kapasitas mereka untuk

mengelola segal sumber potensi yang sudah tersedia. Namun kemauan dari suatu

negara dalam mewujudkan kemajuan suatu pembangunan tidak akan pernah

terwujud tanpa adanya memaksimalkan potensi asli daerah yang mengelola dan

menggabungkan potensi daerah dengan kekuatan nasional. Sehingga

pembangunan yang diproses melalui kemauan kuat akan berdaya guna untuk

memaksimalkan pembangunan disegala bidang pembangunan.

Pembangunan merupakan suatu langkah menuju perubahan yang

membentuk kondisi lebih baik secara materiil dan spritual. Sehingga untuk

mencapai rangkaian diperlukan perubahan tindakan oleh setiap individu yang

berlindung dalam kepribadian sistem masyarakat. Selain merubah kepribadian

yang ada didlam masyarakat untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Istilah

lain dalam pembangunan disebut pertumbuhan yang menunjukan kapasitas suatu

kelompok untuk terus bertumbuh secara kuantitatif ataupun kualitatif. Setiap

pertumbuhan dalam kehidupan perlu ditunjang secara bersama melalui kegiatan

ekonomi, sosial dan politik agar berjalan dengan seimbang (Suryati Rizal, 1988 :

22).

Menurut Sondang P Siagian, Pembangunan memiliki ide pokok dasar dalam

melaksanakan suatu pembangunan yaitu :

a) Setiap kehidupan dalam negara dan kehidupan di masyarakat selalu

menginginkan adanya perubahan yang diartikan sebagai pembangunan.

Pembangunan merupakan hasil dari perubahan untuk menciptakan kondisi kurang


baik menjadi lebih baik seperti dalam unsur kehidupan yang mengalami

peningkatan derajat kehidupan. Seseorang memiliki kehidupan yang memiliki

keterkaitan satu dengan kehidupan lainnya. Sehingga setiap individu diartikan

sebagai mahluk sosial maupun politik yang tidak selalu membutuhkan dari segi

ekonomi saja melainkan kebutuhan dasar lainnya sangat mempengaruhi

kehidupan.

b) Suatu kelompok masyarakat yang terus tumbuh menunjukan kapasitas

untuk meningkat, dalam hal ini dari segi pembangunan diartikan pertumbuhan

yang mengarah kepada suatu peningkatan kapasitas kelompok. Pertumbuhan

merupakan aspek yang secara luas yang meliputi dari beberapa unsur kuantitatif

dan kualitatif dalam kehidupan. Sehingga pertumbuhan dapat diartikan sebagai

rangakaian dari segi ekonomi,sosial, politik untuk menunjang kehidupan yang

seimbang.

c) Masyarakat memiliki serangkaian tindakan secara sadar dalam

pembangunan saat melakukan suatu usaha yang terikat pada sistem masyarakat

untuk mencapai suatu harapan yang diinginkan. Sehingga kesadaran yang timbul

secara diri sendiri lalu menyebar kepada masyarakat yang digunakan untuk

mewujudkan keinginan semua elemen masyarakat saat melakukan serangkaian

tindakan yang meliputi semua elemen saling berkaitan dengan sistem masyarakat

dan tidak membatasi diri dari kelompok – kelompok dalam masyarakat lapisan

tertentu.

d) Pelaksanaan harus didasarkan pada rencana yang jelas dalam

pembangunan. Pembangunan yang mempunyai dasar perencanaan memungkinkan


tujuan yang detail. Perencanaan dalam pembangunan yang memiliki tujuan akan

memudahkan untuk diarahkan saat pelaksanaan untuk meminimalisir tindakan

yang kurang efektif dalam pelaksanaan.

e) Pembangunan mempunyai tujuan yang mengarahkan kepada tujuan akhir

dalam kegiataanya. Setiap tujuan akhir akan diarahkan pada masalah seperti

keadilan, kemakmuran, kesejahteraan serta mental dan spiritual. Namun tujuan

akhir mempunyai karakter yang tidak mudah saat dibayangkan. Masyarakat

menjadi suatu alasan dalam setiap pembangunan yang selalu dilibatkan dalam

urusan – urusan yang menyangkut pembangunan untuk segera dilaksanakan.

(Suryati Rizal, 1988 : 23).

Dengan demikian pembangunan dapat disimpulkan sebagai suatu harapan

masyarakat yang lahir dari tindakan untuk memperbaiki kehidupan yang lebih

baik. Dalam hal ini kehidupan lebih baik merupakan titik akhir yang ingin dicapai

masyarakat secara sadar melalui rencana yang dibuat melalui konstruksi sosial

dan organisasi – organisasi masyarakat yang diarahkan untuk merujuk

pertumbuhan ekonomi dan tidak melupakan wilayah lainnya (Suryati Rizal,

1988 : 24).

3. Tata kota ditinjau secara umum

a) Penjelasan Kota

Kota adalah kawasan tinggal yang dihuni oleh masing – masing individu

yang berbeda. Setiap individu memiliki kumpulan yang teratur dan menempati

lahan yang cukup besar, padat dan menetap. Sedangkan tingkatan kota dari masa

kemasa memiliki kemajuan setiap tahun. Dengan demikian pandangan kota


mempunyai hubungan sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian. Sehingga

pandangan lebih luas banyak yang mengartikan sebagai pemahaman berbagai

sosial lainnya.

b) Klasifikasi Kota

1) Kota dipandang dari segi hukum diartikan sebagai daerah yang

mempunyai wilayah dalam wilayah negara. Sehingga sebuah wilayah diatur

letaknya dalam aturan – aturan yang berlaku. Aturan yang dimaksud adalah

sebuah undang – undang yang mempunyai kewenangan dalam menentukan

batasan administratif yang jelas keberadaannya. Selanjutnya undang – undang

menetapkan status kota dan pemerintahan yang mempunyai hak dan kewajiban

dalam mengatur kewenangan daerahnya (Hadi Sabari Yunus, 2005:11).

Menurut Sujarto ( 1970 ), Negara mempunyai wilayah yang dibatasi oleh

administratif dan menyebabkan batasan – batasan menjadi kota. Selanjutnya batas

– batas membentuk sifat maya / abstrak maupun batas – batas fisika seperti

sungai, jalan, lembah, barisan pegunungan dan lain sebagainya) Pemerintahan

memiliki kewenangan mengaturn dan mengurus rumah tangga diwilayah tersebu

(UU No 18 Tahun 1965, Bab I ayat 1 serta rancangan Undang – Undang Tentang

Pokok Bina Kota Bab I Pasal 1 mengenai penegrtian Kota)

2) Kajian kota dipandang dari Morfologi

Kota diartikan sebagai daerah yang memiliki keunikan dalam memanfaatkan

wilayah non pertanian, wilayah yang dimanfaatkan sebagian tertutup oleh

bangunan perumahan maupun tempat tinggal sementara. Bangunan diarea kota

biasanya lebih didominasi oleh bangunan dari pada tumbuhan yang menutupi
bangunan disekitarnya. Struktur bangunan yang berada di kota mempunyai

karakteristik bangunan yang tinggi dan struktur bangunan yang padat. Selanjutnya

jalanan komplek memiliki kesamaan dalam suatu lingkungan dan kelebihannya

lebih besar dari desa sekitarnya. Sehingga daerah sekitar mulai tersentuh sarana

kota yang digunakan sebagai penunjang perkotaan. (Hadi Sabari Yunus, 2005:17).

3) Kota adalah daerah yang mempunyai penduduk dalam jumlah tertentu

dan memiliki ikatan yang sama. Sehingga penduduk di area kota di akumulasikan

dalam wilayah negara yang sudah di arahkan untuk mendiami tempat tinggal

dalam suatu pemukiman (Hadi SabariYunus, 2005 : 20).

4) Kota dipandang dalam wilayah negara memiliki kepadatan penduduk.

Kemudian di buktikan melalui jumlah penduduk yang mendiami minimal daerah

tertentu. Kepadatan penduduk biasanya di gambarkan dalam suatu pemukiman

yang memilik ikatan erat. (Hadi SabariYunus, 2005: 24).

c) Perencanaan Tata Kota

Perencanaan diartikan dalam berbagai bidang menunjukan sebuah cara

maupun makna. Proses perencanaan kota mempunyai beberapa aspek yang

membedakan dalam unsur yang komprehensif. Manusia memilik indera sebagai

tanggapan dalam sebuah perencanaan kota terhadap lingkungan fisik kota.

Sehingga tampilan yang ditangkap berupa penampilan visual, kualitas estetika,

dan karakter spasial. Dengan demikian membawa sebuah pengaruh kepada indera

manusia secara sadar. Dalam hal ini mengenai keadaan wilayah perkotaan.

Sehinga secara langsung atau tidak langsung manusia mempunyai respons untuk

memiliki keinginan bertempat tinggal, bekerja dan bermain.


Skala kawasan dalam perencanaan kota merupakan gambaran lingkungan

yang meliputi struktur gedung dikelilingi sebuah gedung dan plaza. Selanjutnya

sarana yang ada didalam kota sebagai penunjang aktivitas dilengkapi tempat

pemberhentian bus dan ruang pejalan kaki. Perencaanan kota memili aspek

keterlibatan secara langsung dalam pembangunan disebut arsitek. Para arsitek

memiliki keahlian dibidangnya dalam melakukanya sudah mendapatkan

pendidikan serta praktek secara langsung. Sehingga mereka dapat mengenali

gamabaran visual, estetika serta keruangan.

Skala kota mempunyai perencanaan yang berkaitan dengan komponen

utama yang terlihat seperti tengaran (landmark), pemusatan (nodes), kawasan

(districts), jejalur (paths), dan tepian (edges). Praktisi mengungkapkan bahwa

konsep tersebut banyak diterapkan dalam rencana tata guna lahan. Konsep lain

yang digunakan dalam perencanaan kota diperlukan memahami komponen yang

terlihat untuk meningkatkan kualitas estetika. Sehingga hasil yang terlihat

merupakan gambaran kualitas tumpuan pemandangan sebuah kota. Selanjutnya

dengan memperhatikan efektivitas laju kendaraan tanpa mengurangi kualitas

pemandangan yang menjadikan kebanggaan warga kota. (Melville C Branch,

1996 : 204).

Perencanaan kota dapat menjadi tidak efektif disebabkan oleh kurangnya

memahami maupun mengenali struktur kawasan yang ada. Selanjutnya kekuatan

pemerintah dan non pemerintah menjadi faktor penting dalam keberhasilan dalam

perencanaan kota. Karena seringkali terjadi perbedaan pola pikir dalam


melakukan perencanaan kota melalui urusan satu negara maupun negara lain.

Kemudian perbedaan kebudayaan disatu kawasan dengan kawasan yang lain.

Ataupun perbedan sistem politik yang dianut anatara satu dengan yang lain.

Ciri khas penerapan suatu rencana dipandang baik yaitu:

1. Rencana harus mencapai sebuah tujuan diperlukan kemudahan dalam

melaksanakan kegiatan. Sehingga sebuah rencana dapat dilaksanakan melalui

arahan yang jelas. Setiap rencana perlu dipahami semua yang memiliki

keterlibatan didalamnya. Dengan demikian rencana dapat dilaksanakan untuk

mencapai sebuah tujuan yang telah direncanakan sebelumnya..

2. Rencana harus diinterpretasikan dengan tenaga ahli yang memili

kapasitas yang mendukung di bidangnya untuk mencapai tujuan yang ingin

dicapai. Tujuannya adalah antara teori dan praktek yang baik menghasilakan suatu

rencana yang terencana. Sehingga rencana yang dipadukan membuat motivasi

dalam menyelesaiakan secara rasional. Karena kebutuhannya atas dasar data dan

actual yang digunakan sebagai acuan sebagai penyelesaian sebuah rencana.

3. Rencana harus menyesuaikan perubahan yang terjadi untuk lebih

fleksibilitas saat bekerja. Namun setiap rencana diperlukan gagasan yang bagus

untuk membuat tahapan yang jelas.

4. Rencana harus memiliki skala prioritas untuk dibuat sebuah program

kerja. Sehingga perencanaan perlu bentuk dan isi agar dapat diuraikan saat

pelaksanaanya. Sehingga tidak terjadi pertentangan rencana disatu bidang dengan

bidang yang lain.


5. Rencana harus memiliki dasar untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang

menyimpang dengan menetapkan batas toleransi. Dengan demikian ketika

melaksanakan suatu kegiatan mampu mempelajatri sebuah tindakan – tindakan

yang salah dimasa lampau agar tidak terulang kembali. Karena tindakan yang

berulang akan mengakibatkan hambatan saat melaksanakan proses pengerjaan.

Hal itu menjadi wajar untuk menetapkan batas toleransi sebagai perhitungan

tindakan yang telah terjadi sebelumnya. ( Suryanti Rizal, 1988 : 19)

Sistem pemerintahan menyakini adanya sentralisasi yang kuat dalam

menentukan perintah dalam melaksanakan sebuah pekerjaan mengenai kebijakan

dasar untuk dilaksanakan oleh pemerintah yang berada ditingkatan bawah.

Kewenangan yang mengatur kebijakan dasar tersebut bersifat nasional meliputi

aspek politik, keamanan maupun keagamaan yang mempunyai tugas yang sama.

Penyelesaian tugas secara bersama memiliki fungsi yang berbeda dan

digabungkan melalui aspek – aspek yang berbeda dalam sebuah urusan.

Masyarakat yang demokratis menghuni sebuah kota mempunyai struktur kekuatan

yang berbeda untu mengakomodir kepentingan sebuah komunitas. Dengan

demikian kekuatan tersebut digunakan dalam suatu usaha “company town” yang

memimpin sebuah desa ataupun aktor serta organisasi. Pihak pihak perencana

tersebut bisa bekerja secara langsung atau melakukan dibalik layar. Sehingga

pelaksanaan menimbulkan situasi menjalin ikatan dalam struktur masyarakat.

(Melville C Branch, 1996:204).

d) Tata Ruang
Tata ruang adalah cara memanfaatkan ruang yang dibuat menjadi struktural

dan pola untuk direncanakan maupun tidak. Menurut Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 11 ayat (2), Kewenangan daerah dalam

hal ini pemerintah daerah dalam melaksanakan penataan ruang meliputi

perencanana tata ruang wilayah kota, pemanfaatan ruang wilayah kota dan

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.

Menurut pengalaman Yunus dalam pengaturan tata ruang mengatakan

bahwa penataan ruang atau penataan ruang merupakan salah satu instrumen dalam

memeriksa perbaikan dan iklim kehidupan, khususnya mencegah musnahnya alam

dan pencemaran, sehingga penataan ruang dapat secara komprehensif diharapkan

dapat menjadi pedoman. regulasi yang mengatur strategi, bagian dari iklim. sudut

yang harus diperhatikan adalah proses penataan ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang. Secara sah, secara resmi di Indonesia, peraturan

penataan ruang secara positif telah dikukuhkan sebagai pedoman hukum. Hasil

yang telah disetujui dan menjadi produk hukum resmi yang sah adalah Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Nasional. (Yunus

Wahid, 2016, Pengantar Hukum Tata Ruang, Jakarta, Kencana, hal. 8).

B. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah / Lembaga Perwakilan

Rakyat (Badan Legislatif)

Badan legislatif merupakan badan yang mempunyai kewenangan dalam

mebuat undang – undang, Badan tersebut berisikan anggota – anggota yang untuk

mewkili rakyat. Karena dipilih langsung oleh rakyat dalam proses pencalonanya.
Kemudian dikenal dengan sebutan Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga legislatif

mempunyai peranan penting dalam segi fungsi yang meliputi : perundang –

perundangn, pengawasan dan anggaran. (Budiarjo, 2005: 173)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai fungsi perundang –

undangan yang dibahas secara bersama dengam pemerintah. Kegiatan fungsi ini

Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak inisiatif dalam mengusulkan

rancangan undang – undang serta mengubah rancangan undang – undang. Bidang

pengawasan merupakan salah satu fungsi yang digunakan untuk mengawasi

tindakan yang sesuai dalam kebijakan pemerintah. Selanjutnya peranan fungsi

anggaran dilakukan untuk menentukan anggaran seacara bersama –sama.

Anggaran yang dibahas merupakan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang

dituangkan ke dalam hak budget ( Sunarto, 2004 : 38)

C. Tentang Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

1) Pengawasan merupakan dari kata awas, makna arti ini adalah

“penjagaan” Secara terminologi dalam ilmu management dan administrasi lebih di

kenali dalam pengawasan. Karena pengawasan ini lebih diterapkan pada unsur -

unsur kegiatan pengelolaan. (Fachrudin 2004:88)

2) Pengawasan adalah suatu usaha yang dapat dinilai secara

kenyataannya (de facto) Sedangkan pengawasan mempunyai sebuah tujuan yang

terbatas. Karena disebabkan oleh pencocokan kegiatan yang telah dilaksanakan

untuk diseuaikan dengan ketetapan yang dilakukan sebelumnya agar menjadi


tolajk ukur. Selanjutnya bentuk dari kegiatan ini yaitu sifatnya rencana / plan.

(Irfan Fachrudin, 2004 : 89)

3) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19

tahun 1996 mengatakan pengawasan adalah suatu rangkaian dari seluruh proses

objek maupun kegiatan yang telah dilaksanakan dengan menyesuaikan ketetapan

yang telah berlaku (Muhfam Al Amin (2006 : 48)

4) Pengawasan adalah seperangkat prosedur yang dilakukan selama

kegiatan untuk menjamin bahwa semua pelaksanaannya dapat dilakukan sesuai

dengan kegiatan yang direncanakan. (Sunindhia, 1987 : 1120)

b. Prinsip pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan terus – menerus untuk

mendapatkan serangkaian poses yang telah dilaksanakan secara teliti dan periodik

maupun mengulanginya. Ketika melakukan pengawasan yang perlu didahului

adanya kerjasama dan rasa kepercayaan untuk memeliharanya dalam kegiatan.

Sehingga adanya jaminan untuk mencapai sebuah tujuan yang mampu diketahui

munculnya perbedaan. Sehingga perbedaan yang telah diketahui dapat melakukan

perbaikan untuk mencegah timbulnya kesalahan yang berlarut – larut, Karena,

saat mengawasi, penting untuk memprioritaskan pencegahan agar masalah tidak

terulang dalam hal rencana saat ini vs tujuan masa depan. (Sunindhia, 1987 : 112)

c. Tujuan pengawasan

Sesuai Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 dalam Mufham Al-Amin

(2006: 49). Tujuan pengawasan adalah untuk memastikan bahwa semua kegiatan
pemerintah dan pembangunan mendapat bantuan yang diperlukan untuk mencapai

ketepatan yang diharapkan.

d. Pengertian pengawasan pemerintah dan hubungannya dengan

pemerintah dibahas.

Pemerintah perlu mendapatkan pengawasan yang digunakan sebagai upaya

untuk menghindari dari penyimpangan kegiatan saat pelaksanaan. Pengawasan

ditujukan agar pemerintah tidak keliru yang ditimbulkan oleh praktek disengaja

ataupun tidak disengaja, Langkah ini sebagai usaha tindakan preventif untuk

memperbaiki segala tindakan yang disebabkan oleh kekeliruan dan menghindari

dari kegiatan represif ditimbulkan oleh pemerintah.( Paulus Effendi Lotulung

dalam Irfan Fachrudin, 2004 : 89)

Menurut PP No 79 tahun 2005 (Pasal 1), Penyelengaraan pemerintahan

daerah dalam menjalankan serangkaian kegiatannya menjamin segala ketentuan

menjadi efektif dan efisien dari perencaanaan yang disesuaikan dengan atutan

perundang – undangan. Sehingga dalam prosesnya pemerintah mempunyai

hubungan terikat sebgai berikut ( Fachrudin, 2004 : 90 – 91)

1) Negara hukum dalam proses penyelenggaran negara mampu

berjalan baik akibat dari pengawasan yang dilaksanakann pemerintah sebagai

penyeelngaraan sebuah negara. Pengawasan yang dilakukan dengan baik

membawa pengaruh kesejahteraan bagi masyarakat. Kesejahteraan masyarakat

tergantung dari pelaksanaan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara.

Sehingga pengawasan yang berimbang diperlukan antara pemerintah dan

masyarakat dalam menjalnkan negara hukum. Karena pelaksanaan negara hukum


mempunyai suatu keterbatasan dalam kekuasaanya yang dipengaruhi oleh aturan

mengikat didalamnya.

2) Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh hukum material dan hukum

formal, Sehingga pemerintah dalam melakukan sebuah tindakan perlu

memperhatikan suatu manfaat yang didapat oleh masyarakat. Manfaat yang

diperoleh diartikan sebagai kesejahteraan bagi masyarakat untuk menjadi sebuah

tolak ukur dari cerminan pelaksanaan hukum.

3) Kesesuaian tolak ukur dilihat dari tindakan yang telah ditetapkan.

4) Pencegahan dilakukan sebagai upaya mengantisipasi dari

munculnya tindakan mengarah tanda – tanda penyimpangan yang mulai terjadi.

5) Tindakan pembatalatan atau pemulihan dilakukan ketika

penyimpangan terjadi sesuai dengan tolak ukur yang ditemukan kesamaan,

Sehingga perlu adanya sebuah koreksi, Tujuannya untuk memberikan kedisiplinan

pelaku yang melakukan sebuah kekeliruan.

e. Macam - macam pengawasan

Pengendalian internal (internal control) dan pengendalian eksternal (external

control) meliputi pengendalian lembaga (external control). Lembaga dipandang

dari segi pengawasan sebagai pihak yang dikontrol melalui pengawasan intern dan

yang melaksnakan dipengaruhi kontrol dari pengawasan ektern ( Fachrudim, 2004

: 92).

a) Pengendalian intern (internal control) adalah pengawasan terhadap

suatu organisasi dalam lingkungan pemerintahan. Bentuk dari kontrol yang

ditunjukan meliputi kontrol teknis dibidang administratif. Secara hierakis


pengawasan model ini dilakukan dengan melakukan pejabat atasan yang

melakukan pengawasan terhadap bawahannya..

b) Kontrol eksternal adalah semacam pengawasan struktural yang

dilakukan oleh suatu organisasi atau badan di luar pemerintah. Pengertian dari

eksekutif yang dipraktekan secara langsung seperti Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) memeriksa sejumlah anggaran yang digunakan dalam angaran

pembangunan daerah. Pengawasan dalam bentuk sosial melalui Lembaga

Swadaya masyarakat yang melakukan sarana meda massa. Selanjutnya lembaga –

lembaga perwakilan rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan

pengawasan kepada pemerintah (eksekutif). Kemudian pengawasan dapat

dilakukan dalam bentuk pengawasan reaktif oleh pengadilan (judicial control)

secara tidak langsung. Beberapa Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, yang

pada kenyataannya berkonflik dengan pemerintah, menghadapi kontrol yudisial di

bawah pengawasan.

2) Menurut Paulus Effendi Lotulung dalam Irfan Fachruddin (2004:

93), pengawasan dapat dilihat dari dua perspektif waktu pelaksanaan:

a) Pengawasn sebelum diketahui

Pengawasan dilaksanakan secara pengawasan preventif untuk menecegah

dari tindakan yang timbul akibat oleh kekeliruan. Pengawasan ini digunakan

pemerintah untuk menggunakan wewenangnya sebelum dilaksanakan tindakan

dari pemerintah saat melakukan keputusan atau ketetapan dalam peraturan

perundangan – undangan lainnya.

b) Pengawasan setelah diketahui


Pengawasan represif dilakukan untuk evaluasi yang bertujuan untuk

memperbaiki dari sebuah tindakan kekeliruan. Pemerintah dalam hal ini

mengeluarkan tindakan yang bersifat sebuah ketetapan pemerintah setelah

terjadinya tindakan pemerintah.

Menurut pandangan Effendi Loutung dalam Irfan Fachrudim (2004 : 93)

pengawasan dibedakan dari aspek yang dapat dibedakan yaitu:

a) Pengawasan aspek hukum

Pengawasan yang dilakukan melalui pandangan dari aspek hukumnya.

b) Pengawasan aspek kegunaan

Pengawasan dipandang seberapa manfaat aspek yang ditimbulkan.

Menurut Hertogh dalam Irfan Fachrudin (2004:94), pengawasan dilihat

melalui norma-norma pengawasan, yang bercirikan sebagai berikut:

a) Pengawasan sepihak

Pengawasan yang menggunakan cara sepihak oleh pengawas

b) Pengawasan mufakat

Pengawasan yang melakukan proses dialog ataupun negoisasi antara pihak

pengawas dengan yang diawasi. Sehingga adanya pengaruh timbal balik

menghadirkan dialog untuk penyelsaian secara bersama.

f. Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyar Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai fungsi yang

digunakan dalam prosesi kebijakan. Fungsinya adalah sebagai pengawas dari

kebijakan yang dibahas bersama dengan internal maupun eksternal. Pengawasan


yang dilakukan dari segi pengamatan kebijakan bukan mengarah unsur teknis.

Penyelenggaran pemerintah yang efektif dan efisien memerlukan peranan

tambahan yakni masyarakat (sebagai sosial kontrol) dari pengawasan yang

dilaksanan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peranan masyarakat

diharapkan mengawasi tindakan bersih dan bebas dari korupsi dan menghindari

praktek kolusi serta nepotisme (PP No 79 tahun 2005: Penjelasan Umum).

D. Kebijakan dan Kebijakan Publik

a. Kebijakan

Kebijakan mempunyai istilah dalam bahasa inggris yakni policy. Pengertian

kebijakan memiliki beberapa pengertian yaitu:

1. Menurut Anderson kebijakan dalam istilah policy yang digunakan untuk

merujuk pada suatu individu yaitu actor publik, biasanya dari kalangan seorang

pejabat atau kelompok lembaga pemerintahan yang mempunyai kewenangan

dalam menjalankan regulasi kebijakan. (Winarno, 2007:16).

2. Menurut Ealau dan Prewitt dalam Edi Suharto (2005 : 7), Kebijakan

merupakan suatu ketetapan yang dilaksanakan secara konsisten. Ketetapan

ditegaskan secara berulang saat prosesi ketika membuat kebijakan yang

ditentukan. Ketentuan dilakukan melalui analisa sasaran individu atau kelompok

yang terkena dampak kebijakan.

3. Kebijakan adalah suatu usaha- usaha tindakan yang mempunyai

lanadasan prinsip untuk digunakan. Sehingga mencapai tujuan tertentu melalu

kegiatan terencana dan konsisten (Suharto,2005: 7).


4. Titmuss juga mendefinisikan tentang kebijakan yaitu kebijakan adalah

sebagai prinsip yang mengatur tindakan yang ditujukan kepada tujuan tertentu.

Kebijakan selalu berorientasi pada masalah (masalah diatur) dan berorientasi

kepada tindakan (kegiatan yang diatur) (Suharto, 2005 : 7)

b. Kebijakan publik

1) Penjelasan kebijakan publik

Kebijakan publik memiliki beberapa definisi yang dapat diuraikan melalui

pendapat para ahli:

a) Richard Rose, seorang ilmuwan politik, menyatakan bahwa

kebijakan adalah proses yang terdiri dari serangkaian tindakan yang saling terkait

dengan konsekuensi. Konsekuensi yang dihadapai saat memutuskan suatu

keputusan secara sendiri melainkan melibatkan individu yang lebih banyak.

Keputusan yang dibuat kebijakan melalui pemahaman untuk mengarahkan sebuah

keputusan atau membuat pola kegiatan yang terstruktur.

b) Carl Fiedrich : Kebijakan lahir dari sebuah usulan seseorang,

kelompok serta dalam lingkungan pemerintah. Tujuan kebijakan digunakan untuk

menyelesaikan suatu kendala dan solusi – solusi untuk mencapai suatu tujuan

yang ingin dicapai atau direalisasikan. Agar kebijakan yang diusulkan dapat

memberikan gambaran tentang tujuan atau sasaran tertentu. (Winarno, 2007: 17-

18).

c) Menurut Amir Santoso dalam Winarno (Lestari, 2011: 3 - 4),

kebijakan publik memiliki perspektif yang berbeda secara fundamental. Wilayah

itu kemudian dapat dibagi menjadi dua wilayah. Pendapat para ahli menyatukan
perspektif dari semua tindakan pemerintah yang berpusat pada implementasi

kebijakan. Pemangku kepentingan politik harus membuat semua pilihan yang

mengikat secara hukum. Karena mereka mempunyai mandat dari rakyat yang

terpilih melalui tahapan pemilihan masing – masing daerah. Kebijakan merupakan

representasi dari suatu cerminan demokrasi bagi masyarakat untuk menjangkau

pendapat umum (opini publik) (Lestari, 2011: 4).

d) Robert Eyestone: strategi publik adalah sebuah hubungan unit

administrasi dengan keadaannya saat ini.

e) Rumah Sakit Parker dalam Winarno (Lestari, 2011: 2) kebijakan

publik adalah tujuan tertentu atau seperangkat kriteria untuk tindakan atau

kegiatan tertentu yang dipenuhi oleh otoritas publik pada waktu tertentu dalam

kaitannya dengan topik atau ketika skenario darurat hadir.

f) Menurut Edward dan Sharkansky dalam Winarno (Lestari, 2011:

2-3), kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan apa yang dilakukan atau

tidak dilakukan oleh otoritas publik; itu adalah maksud atau tujuan dari tujuan dan

arah pelaksanaan program.

Dari kualitas penilaian para ahli kebijakan publik, Amir Santoso dalam

Winarno (Lestari, 2011: 3-4) berpendapat bahwa pendekatan terbuka dapat

diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan cara melihatnya. khususnya

penilaian berkualifikasi baik yang membandingkan strategi publik dengan

kegiatan pemerintah dan memusatkan perhatian pada eksekusi pengaturan.

Sebagai pilihan yang mengikat masyarakat umum, kebijakan publik harus

dibuat oleh para ahli politik, misalnya orang-orang yang mengakui perintah dari
masyarakat umum atau kelompok, sebagian besar melalui siklus keputusan politik

untuk ditindaklanjuti demi kepentingan individu secara luas. Kebijakan publik

menyinggung keinginan penguasa atau pemerintahan yang ideal dalam

masyarakat berbasis popularitas adalah kesan penilaian umum (Lestari, 2011: 4).

2) Kebijakan publik secara hakikat

Kebijakan publik dilengkapi dengan alasan khusus untuk mencapai tujuan

khusus yang menyimpang dari tantangan yang direncanakan sebelumnya.

Pendekatan terbuka dapat dicirikan sebagai berikut.

Kebijakan Publik Implementasi

Evaluasi

Perumusan

Kebijakan publik menggabungkan tiga tindakan, khususnya perincian dari

strategi, eksekusi strategi dan penilaian atau evaluasi tentang pelaksanaan strategi

(Lestari, 2011: 4).

Young dan Quinn dalam Edi Suharto (2005: 44) menggambarkan

Di antara konsep dasar yang tercakup dalam kebijakan publik adalah:


a) Kebijakan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga

pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politik, dan keuangan untuk

melakukannya.

b) Kebijakan publik dipandang sebagai menangani suatu masalah atau

persyaratan untuk perkembangan sektor publik yang signifikan.

c) Secara umum, kebijakan publik bukanlah pilihan tunggal;

melainkan, mungkin terdiri dari pilihan tindakan atau metode yang dirancang

untuk membantu warga mencapai tujuan tertentu.

d) Kebijakan publik seringkali merupakan pendekatan yang

komprehensif untuk menangani masalah-masalah sosial. Meskipun demikian,

perencanaan kebijakan publik juga dapat mempertimbangkan fakta bahwa

masalah sosial dapat diselesaikan dengan kerangka peraturan saat ini dan, dengan

demikian, beberapa tindakan tidak diperlukan.

e) Strategi publik melibatkan deklarasi atau pembenaran metode atau

desain tindakan yang telah ditentukan, bukan harapan atau komitmen yang tidak

dinyatakan. Sesuai dengan strategi publik, baik organisasi administratif maupun

delegasi organisasi pemerintah dapat membuat keputusan yang diputuskan.

II.2 Definisi Konsep

Definisi konsep adalah sebuah pemahaman atau kata yang berada didalam

fikiran manusia, Kemudian dimunculkan lewat sebuah perkataan yang

mengandung beberapa makna. Konsep adalah suatu gambaran yang abstrak dalam

sebuah kejadian yang menyangkut keadaan suatu kelompok maupun individu


yang menjadi fokus perhatian dalam kajian ilmu sosial. (Singarimbun, 1995:33).

Dari penelitian ini memuat beberapa definisi konsep adalah:

1. Pengawasan

Pengawasan merupakan sebuah kata yang berasal dari kata “awas”

Sehingga kata kerja menjadi suatu makna penilikan dan pen jagaan ( KBBI III

2022 : 79. Pengawasan adalah sebuah proses yang menentukan dari sebuah

perencaanan yang ingin dicapai. Sehingga segala suatu tindakan yang diambil

dilakukan secara benar, Tujuannya adalah untuk memperbaiki setiap

penyimpangan dari rencana.

2. DPRD

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga legislatif yang

berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 40 UU 32 Tahun

2004). Sebagai salah satu komponen penyelenggaraan pemerintahan daerah,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki peran yang sama dalam menentukan

arah kebijakan pemerintah. Sehingga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mampu

menggunakan tugas dan fungsinya dalam menjalankan pemerintahan daerah.

3. Kebijakan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2022: 149), kebijakan mengacu

pada kecerdasan, bakat, atau pengetahuan, atau kumpulan gagasan yang

membentuk struktur suatu profesi. Kebijakan dari makna ini digunakan untuk

setiap tindakan yang dikeluarkan oleh walikota tegal saat mengeluarkan

kebijakan. Karena kebijakan yang dibuat perlu melandasi dari unsur kata
kepandaian yang mengandung makna seseorang mengeluarkan kebijakan paham

akan permaslahan yang dihadapi. Kemudian didukung oleh kemahiran yang

terdapat pada kepribadaan individu. Sehingga menghasilkan suatu kebijaksanaan

dalam memutuskan sebuah kebijakan dalam melakukan sebuah tindakan.

4. Walikota

Walikota adalah kepala pemerintahan daerah atau kepala daerah kota (Pasal

24 UU No 32 tahun 2004), Kepala pemerintahan daerah dipilih langsung oleh

masyarakat untuk menjadi pimpinan kepala daerah. Kepala daerah dalam

melakukan tugasnya dibantu oleh wakil kepala daerah.. Kemudian kepala daerah

disebut sebagai sebagai gubernur untuk provisi yang dibantu oleh wakil gubernur

serta wakil gubernur. Selanjutnya tingkatan kabupaten dipimpin oleh bupati yang

dibantu oleh wakil bupati dan tingkatan kota disebut dengan walikota yang

dibantu oleh wakil wali kota.

5. Alun – alun

Alun alun dahulu diartikan sebagai aloen – aloen atau aloon – aloon) adalah

lapangan yang membentang luas yang ditumbuhi oleh rumput. Kemudian alun

alun dilengkapi oleh jalan yang mengelilingi alun alun dan digunakan untuk

masyarakat yang beragam. Menurut Van Romondt (Haryono, 1986 : 36) Pada

awalnya alun - alun merupakan sebuah halaman depan rumah yang memiliki

ukuran yang lebih besar dari halaman rumah umumnya. Halaman rumah yang

memiliki lahan cukup luas saat masa tersebut dimiliki oleh seorang penguasa yang

diartikan sebagai raja, bupati, weana dan camat sampai kepala desa yang memiliki

halam paling luas. Kemudian halaman yang luas dijadikan sebagai kegiatan
masyarakat sehari – sehari dalam kedudukan pemerintahan militer. Selanjutnya

alun alun bisa digunakan sebagai pusat perdagangan, kerajinan dan pendidikan.

Alun alun bisa dijumpai di istana atau pendopo maupun tempat kediaman

pemimpin daerah.

6. Ruang Terbuka Publik

Menurut Roger Scurton (1984) Ruang terbuka publik adalah ruangan yang

mempunyai lahan yang cukup luas untuk menampung untuk berbagai kebutuhan

aktivitas. Aktivitas yang digunakan untuk ruang terbuka pada umumnya tempat

pertemuan yang dilakukan dalam kegiatan umum secara bersama. Ruang terbuka

menghendaki berbagai ertemuan antar manusia untuk saling interaksi sosial secara

langsung. Sehingga ruangan ini digunakan untuk sebuah kegiatan bersama yang

dimanfaatkan oleh umum. Kemudian bertemunya masyarakat sekitar dalam ruang

terbuka perlu menaati sebuah norma – norma yang berlaku diwilayah setempat.

Tujuannya untuk menjaga ketertiban dalam pengguanaan ruang publik yang

digunakan masyarakat secara bersama. Selanjutnya lokasi perlu didesain

seminimal mungkin untuk masyarakat sekitar agar saat mengakses lingkungan

sekitar mempunyai ruang sendiri yang digunakan tanpa menggangu ketertiban

aktivitas masyarakat sekitar.

Ruang terbuka pubik fungsinya adalah sebagai civic centre. Sehingga perlu

memahami civic space yang mendalam. Menurut Gibbert (1927) mempunyai

penjelasan yang dapat dipisahkan, Ruang terbuka sebagai tempat yang digunakan
warga sekitar untuk kegiatan masyarakat sehari – hari. Selanjutnya penjelasan

pengertian civic centre secara terjemahan adalah pusat aktivitas masyarakat untuk

melaksanakan kegiatannya.

Ruang terbuka publik sebagai civic centre mempunyai makna sebagi suatu

bentang lahan yang luas yang berada diluar. Penampakan civic centre dibatasi

oleh pemandangan alam serta struktur yang mengelilinginya seperti bangunan.

Struktur bangunan terdiri bagian – bagian benda lunak sejenis tanaman dan air

sebagai bagian dari susunan lanskap. Kemudian struktur yang mengelilingi

bangunan menyesuaikan budaya yang sesuai untuk kehidupan dalam kota.

Kegiatan yang dilaksanakan dalam ruang terbuka publik yang prinsipnya

adalah wadah bagi masyarakat dalam melakukan segala kegiatan yang diamanan

menghasilakan hubungan interaksi sosial antar masyarakat. Sehingga ruang

nterbuka publik bukan hanya dibuat untuk kepentingan dar segi perancangan kota

maupun sebagai daerah zona hijau yang terdapat dikota. Tetapi bagaimana

rancangan yang dibuat dapat dilibatkan obyeknya yaitu manusia sebagai pengguna

fasilitas ruang tersebut. Menurut Ardiyanto (1998) secara susunan ruang terbuka

publik memiliki kedudukan dan kegunaannya terdiri atas :

1) Pocket Park : adalah taman yang mengitari secara bersamaan dalam

susunan bangunan. Sehingga bisa digunakan oleh penduduk lingkungan sekitar.

2) Play Lot : adalah ruang yang menyambungkan sebanyak kumpulan

berbagai mahluk hidup, fungsinya untuk mengumpulkan aktivitas – aktivitas yang

melibatkan penduduk dari berbagai blok lain.


3. Play ground : adalah ruang publik yang digunakan sebagai tempat

bermain. Kemudian dilengkapi berbagai fasilitas yang lengkap, Tujuannya

sebagai tempat hiburan bagi penduduk sekitar daerah.

4. Urban Park : adalah ruang publik yang berada di titik kota. Tempat ini

digunakan untuk kegiatan – kegiatan yang menyangkut warga kota. Pada

pelaksanaannya di hadiri oleh berbagai penduduk daerah lain. Seperti berada di

dalam kawasan kota yang sama ataupun penduduk dari kota lain.

Menurut Spreiregen (1965) Pembangunan skala kota dapat menentukan

tingkatan ruang publik dari pelbagai skala kegunaan yang dapat dimanfaatkan

yaitu:

1). Skala Metropolitan

Ruang publik pada tingkatan metropolitan sekarang lebih mengutamakan

susunan ruang secara lebih besar atau makro.Sehingga wilayah ini

menghubungkan daerah – daerah sub urban. Kota – kota pengikut

menyambungkan bagian – bagian kota yang lain. Kemudian diperkuat oleh

bangunan yang dominan seperti bangunan bangunan utama yang sebagai

“Landmark” dan sebagai bentuk pengenalan terhadap kawasan sekitarnya.

2. Skala Lingkungan Kota

Pada tingkatan layanan kota ditujukan untuk pemanfaatan kegiatan publik

atau umum seperti bentuk taman, tempat baermain, lapangan olahraga, jalur

pedestrian, plaza, mall, boulevard, jalan sungai, taman rekreasi dan sebagainya

Secara keseluruhan mempunyai fungsi kota dan fungsi pelayanan masyarakat,


Pada hakikatnya memperhatikan unsur kelegaan dan kenyamanan fisik untuk

tambahan estetika dan kenyamanan batin bagi penduduk kota. Ruang publik

dalam tingkatan ini mempunyai berbagai macam yang dapat dibedakan yaitu:

pusat kota, daerah industri dan lingkungan pemukiman.

II.3 Pokok Penelitian

Pokok penelitian mempunyai makna sebagai batasan penelitian, karena

dalam lapangan penelitian banyak gejala yang menyangkut tempat, pelaku dan

aktifitas, namun tidak semuanya akan diteliti. Oleh karena itu, untuk menentukan

pilihan penelitian maka harus dibuat batasan yang disebut Pokok penelitian.

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka yang menjadi Pokok

dalam penelitian ini adalah membahas tentang Pelaksanaan fungsi pengawasan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal terhadap kebijakan

revitalisasi alun - alun walikota tegal tahun 2021.

II.4 Alur Berpikir

Teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasi adanya

hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami

sebuah fenomena. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu teori merupakan suatu

kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu

cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.


Menurut Singarimbun (1998:37) teori adalah serangkaian asumsi, konsep,

kontak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dengan adanya teori,

peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang

menjadi pusat perhatiannya berdasarkan unsure ilmu dan teori.

Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi tingkat kota

mempunyai seorang pemimpin yang dinamakan Walikota. Pelaksanaan

pemerintahan daerah tidak berjalan dengan sendirinya. Sehingga penyelenggaraan

pemerintah memerlukan mitra kerja sama yang merupakan lemabaga perwakilan

rakyat daerah (DPRD Kota Tegal) sebagai lembaga legislatif. Sebagai pelaksana

DPRP mempunya tugas dan fungsi sebagai pengawas pemerintah daerah dalam

mengawasi kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan.

Melalui aturan yang telah ditetapkan, lembaga perwakilan rakyat, dalam hal

ini DPRD, memiliki kerangka kerja untuk menjalankan tanggung jawabnya

sebagai wakil rakyat. Landasan pelaksanaan yang menjadi landasan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Peraturan

DPRD Kota Tegal Nomor 1 Tahun 2019 berhubungan langsung dengan sistem

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu, kekuasaan walikota

memberikan landasan untuk mengusulkan rancangan peraturan daerah,

menerbitkan perwali, dan menetapkan kebijakan. Sebagai peran DPRD adalah

menyalurkan aspirasi masyarakat terhadap kebijakan walikota sehingga kegiatan

menyimpang dari norma dan peraturan yang berlaku.


Penelitian mengambil pokok permasalahan terkait pelaksanaan fungsi

pengawasan DPRD Kota Tegal terhadap kebijakan revitalisasi alun - alun

walikota tegal. Dengan demikian kebijakan – kebijakan yang kontadiktif yang

terjadi dilapangan mendapat perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. Setiap kebijakan yang dikeluarkan harus dipertanggung jawabkan sesuai

hukum yang berlaku dan sinergi antara visi misi dan program-program daerah.

Sehingga lemabaga perwakilan harus gencar terhadap sebuah isu yang beredar

dimasyarakat. Salah satu yang menjadi fokus perhatian adalah masalah alun –

alun yang samapai saat ini masih belum menemukan kejelasan dalam

menyelesaikan masalah.

Fungsi pengawasan
DPRD Kota Tegal

1. UU 32 tahun 2004
2. UU 27 tahun 2009
3. Peraturan Tata Undang – Undang 32
tertib DPRD Kota Tahun 2004
Tegal No 1 tahun
2019

Mitra kerja Walikota Tegal


1. Legislasi
2. Anggaran penyelenggaraan daerah

1. Perda
BAB III
METODE PENELITIAN

III. 1 Jenis dan Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif. Sehingga

dalam penelitian kualitatif ini merupakan suatu proses penelitian yang

memberikan pemahaman berdasarkan kepada metodologi yang menyelidiki suatu

fenomena sosial dan masalah manusia. Dengan demikian peneliti menjadikan

sebuh judul “Pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Kota Tegal terhadap kebijakan Revitalisasi Alun - alun Walikota Tegal

tahun 2021”.

Menurut Kirk dan Miller (1986 : 9) penelitian kualitatif adalah kebiasaan

khusus dalam sosiologi yang umumnya bergantung pada persepsi manusia baik

dalam ruangnya maupun dalam kata-katanya (Moleong, 2007 : 4).

Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1975:5), penelitian kualitatif

adalah suatu strategi pemeriksaan yang menghasilkan informasi yang berbeda dari

informasi verbal atau terdiri dari orang dan perilaku yang dapat dikenali.

(Moleong, 2007: 4).

Menurut Kaelan (2005: 20) penelitian kualitatif adalah berbagai informasi

ekspresif yang bertentangan dengan melibatkan angka sebagai teknik dasar.

Informasi yang dikumpulkan adalah sebagai teks, kata-kata, gambar, gambar,

meskipun fakta bahwa pengumpulan data kuantitatif dapat dibayangkan.

Informasi tersebut kemudian dapat berbentuk konten, seperti rekaman wawancara,


catatan lapangan, foto, kaset, laporan individu, pengingat atau catatan, dan laporan

otoritatif lainnya.

Penelitian kualitatif bertanggung jawab, jujur, dan tidak berusaha untuk

mengevaluasi atau memverifikasi kebenaran suatu teori; melainkan berusaha

membangun hipotesis baru berdasarkan fakta yang diperoleh. Atas dasar

pemikiran tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

pelaksanaan peran pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota

Tegal terhadap kebijakan Revitalisasi Alun-alun Walikota Tegal pada tahun 2021.

III.2 Lokasi Penelitian

Kajian ini dilakukan sebagai bagian dari peran pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal atas kebijakan Revitalisasi Alun-

alun Walikota Tegal Tahun 2021 yang beralamat di Jl. Pemuda No.4, Tegalsari,

Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah.

III.3 Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland & Lofland dalam Moleong (2007), sumber informasi

utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan kegiatan lain seperti arsip.

Sumber informasi studi meliputi:

Sumber data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung untuk mendapatkan data

utama melalui sumbernya, Selanjutnya kata – kata narasumber diamati dan dicatat

untuk pertama kalinya. Data primer yang diperoleh adalah data mengenai
Pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota

Tegal terhadap kebijakan Revitalisasi Alun - alun Walikota Tegal tahun 2021.

Data primer adalah informasi yang diperoleh secara lugas untuk membantu

informasi pokok melalui sumbernya, kemudian pada saat itulah ungkapan-

ungkapan saksi diperhatikan dan direkam dengan menarik. Informasi penting

yang didapat adalah informasi terkait Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD) Kota Tegal Terhadap Kebijakan

Revitalisasi Alun – Alun Walikota Tegal Tahun 2021.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari buku-buku dan teks-teks, teori dan jurnal yang

terdiri dari aturan yang berlaku, misalnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang 27 Tahun 2004 tentang MPR, DPR,

DPD, DPD, dan DPRD, PP Nomor 79 Tahun 2005 tentang Tata Tertib Acara dan

Penyelenggaraan Organisasi Pemerintah Daerah Sekitar, Peraturan RTH Nomor

26 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Penataan

Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011 -2031 Tegal. Penulis menggunakan

media cetak dan komposisi logis yang terkait dengan masalah penelitian yang

ditentukan.

III.4 Informan Penelitian

Sasaran penelitian adalah orang yang dijadikan subjek untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan

penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai

pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Dalam penelitian ini,
kriteria informan yang ditentukan oleh peneliti adalah pihak-pihak yang terlibat

langsung ataupun mengetahui jelas permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini.

Penelitian ini memilih beberapa kriteria informan yang di tentukan oleh

peneliti adalah orang - orang yang terlibat lmengetahui dengan jelas permasalahan

yang akan diteliti secara langsung dalam penelitian ini. Berdasarkan kriteria

tersebut maka informan dalam penelitian ini berjumlah yang terdiri dari :

1. H. Edy Suripno, SH. MH (Ketua Komisi III DPRD Kota Tegal)

2. H. Sodik Gagang (Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Tegal)

3. H. Sisdiono, S.PD. (Sekertaris Komisi III DPRD Kota Tegal)

4. Sutari, SH. MH (Anggota Komisi III DPRD Kota Tegal)

5. Bayu Arie Sasongko, S.T., MM (Anggota Komisi III DPRD Kota

Tegal)

6. Abdullah Sungkar (Pengamat Kebijakan Publik)

7. Eko Setyawan (Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan

Permukiman) (Disperkim) Kota Tegal.

8. Sugiyanto (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang)

9. Nany Lestari (Kepala Dinas Lingkungan Hidup)

10. Paguyuban Pedagang Kawasan Alun – Alun Tegal (P2KAT)

III.5 Teknik Pengumpulan Data


1. Metode Observasi

Observasi adalah berbagai pertanyaan tersusun yang digunakan untuk

memperoleh data dari responden dalam perasaan laporan tentang wataknya atau

hal-hal yang diketahuinya. Dalam observasi harus dimungkinkan dengan tes,

kuisioner, akun gambar, akun suara.

2. Metode Interview (Wawancara)

Metode interview atau wawancara adalah diskusi dengan alasan tertentu

yang dilakukan oleh dua pertemuan, yaitu penanya yang mengajukan pertanyaan

dan orang yang diwawancarai yang memberikan solusi atas pertanyaan tersebut.

Alasan mengadakan wawancara, seperti yang digaris bawahi oleh Lincoln

dan Guba, adalah untuk membangun, tentang individu, acara, latihan, asosiasi,

sentimen, inspirasi, permintaan, masalah, dll. Kebulatan dan perombakan

lingkaran lalu lintas sebagai pengetahuan tentang masa lalu, memperluas

kebulatan Benar untuk membentuk pengetahuan tentang masa depan,

mengkonfirmasi, mengubah, dan menumbuhkan data yang diperoleh orang lain,

baik manusia maupun non-manusia, dan memeriksa, mengubah, dan memperluas

pengembangan yang dibuat oleh para ilmuwan sebagai bagian dari pengecekan

(Moleong, 2007: 135).

Metode wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi secara

langsung dari narasumber, khususnya individu dari Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Tegal mengenai Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Terhadap

Revitalisasi Alun-Alun Walikota Tegal, hambatan yang dihadapi, dan upaya

mengatasi hambatan tersebut.


3. Metode pengumpulan dokumentasi

Dokumentasi adalah pencarian informasi tentang hal-hal atau faktor-faktor

seperti catatan, catatan, buku, makalah, majalah, ukiran, risalah rapat, lengger,

rencana, dan lain-lain (Arikunto, 2006 : 158). Metode ini digunakan untuk

mendapatkan informasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal dalam

melaksanakan fungsi pengawasan.

III.6 Teknik dan Analisis Data

Metode analisis data menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007)

adalah pekerjaan yang dibuat dengan bekerja dengan informasi,mengoordinasikan

informasi, menyusunnya menjadi unit-unit yang masuk akal, mengaturnya,

mencari dan menemukan desain, menemukan apa yang penting untuk

direalisasikan, dan memilih apa yang harus dilakukan. yang dapat diberikan

kepada orang lain. Metode yang terlibat dengan meningkatkan informasi ke dalam

struktur yang tidak sulit untuk membaca dengan teliti dan menguraikan.

Tahapan penyelidikan informasi adalah sebagai berikut:

1) Pengumpulan data adalah mencari informasi, mengumpulkan

informasi penting tentang berbagai jenis dan jenis informasi yang ada di lapangan

dan kemudian informasi tersebut dicatat.

2) Reduksi data adalah tekad, fokus pada perbaikan, abstraksi

informasi kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tersusun di lapangan.

Pengurangan informasi berarti membedah informasi yang lebih lugas, membuang

informasi yang tidak berguna dan mengoordinasikan informasi sehingga dapat

ditarik ujungnya. Dalam tinjauan ini, proses reduksi dapat dilakukan dengan
mengumpulkan dari hasil wawancara dan observasi kemudian, kemudian,

memilih dan berkumpul dengan mempertimbangkan komparabilitas informasi.

3) Penyajian data adalah kumpulan data yang terorganisir yang

memberikan kesempatan untuk membuat kesimpulan dan membuat langkah.

Dalam mengarahkan penelitian, penyajian data yang lebih baik adalah metode

yang utama untuk penyelidikan kualitatif yang lebih substansial.

4) Verifikasi atau kesimpulan data adalah survei atas catatan dari

lapangan atau tujuan yang diselidiki sebagai implikasi yang muncul dari data yang

harus dicoba kebenaran dan kewajarannya, untuk lebih spesifik validitasnya

(Milles dan Huberman: 2007).

Tahapan analisis data kualitatif terlihat pada grafik berikut:

Pengumpulan Data

Reduksi Data Penyajian Data

Penariakan
Kesimpulan /
verifikasi

(Tahapan analisis data kualitatif menurut Milles dan Huberman:2007)

Keempat komponen saling mempengaruhi dan terkait. Pertama kali peneliti

kelapangan dengan mengadakan observasi yang merupakantahap pengumpulan


data, setelah dikumpulkan maka direduksi data dan kemudian disajikan dan

dilanjutkan kesimpulan data.

III.7 Sistematika Penulisan

Prosedur penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap :

1. Tahap Pra penelitian

Pada tahap ini peneliti membuat konsep skripsi, yang akan digunakan

sebagai pembantu bagi peneliti dalam melakukan eksplorasi di lapangan, yang

dikenal sebagai proposal penelitian yang berisi landasan latar belakang, teori dan

tmetode yang akan digunakan dalam penelitian.

2. Tahap Penelitian

Mengumpulkan informasi dan data mengenai fungsi pengawasam Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal Terhadap Kebijakan Revitalisasi Alun-alun

Walikota Tegal.

3. Tahap pembuatan Laporan

Peneliti menyusun informasi data - data penelitian untuk pemeriksaan,

kemudian sebagai percakapan dengan tujuan bahwa itu dibentuk menjadi laporan

hasil penelitian.

Daftar Pustaka
1. https://panturapost.com/akar-masalah-revitalisasi-kawasan-alun-
alun-tegal/
2. https://regional.kompas.com/read/2020/02/06/15123721/
terdampak-revitalisasi-alun-alun-kota-tegal-pkl-demo-tuntut-direlokasi?page=all

3. Prof. Dr Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D.Alpabeta Bandung, Cetakan ke 26, Oktober 2017.
4. 22.
https://www.suaramerdeka.com/jawa-tengah/pr-04104956/revitalisasi-
alunalun-kota-tegal-jangan-mengurangi-luasan-rth

5. Al-Amin, Mufham. 2006. Manajemen Pengawasan . Jakarta:


Kalam Indonesia
6. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian Suatu pendekatan
praktek. Jakarta : Rineka Cipta
7. Budiardjo, Mirriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
8. Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus besar Bahasa
Indonesia Edisi III. Jakarta : Balai Pustaka.
9. Fachruddin, Irfan. 2004. Pengawasan Peradilan Administrasi
Terhadap Tindakan Pemerintah. Bandung : PT. Alumni Bandung.
10. Kaelan, 2005. Metode Penlitian Kualitatif Bidang Filsafat.
Yogyakarta: Paradigma.
11. Lestari. Puji. 2011. Buku Ajar Kebijakan Publik untuk mahasiswa
PPKn. UNNES. http//ilmo.unnes.ac.id
12. Milles, Matthew B dan A Michael Huberman. 2007. Analisis Data
Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
13. Moleong, Lexy J. 2007. Metodelogi penelitian Kualitatif edisi
Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
14. Suharto. Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik edisi revisi.
Bandung : Alfabeta
15. Sunarto, 2004. Paparan Kuliah Sistem politik Indonesia, UNNES .
16. Sunindhia.Y.W. 1987. Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan Di
Daerah. Jakarta : Bina Aksara.
17. Winarno, Budi.2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses edisi:
Revisi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Anda mungkin juga menyukai