Anda di halaman 1dari 9

A.

Latar belakang
Konsep otonomi daerah dalam pemerintahan daerah menyatakan bahwa setiap
daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban atas wilayahnya dalam
penyelenggaraan dan pengelolaan urusan dan kepentingan pemerintahan masyarakat
setempat sebagaimana dipersyaratkan oleh undang-undang (PP No. 38 Tahun 2007
tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dan pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota).
Kota merupakan daerah otonom (daerah) yang dalam urusan pemerintahannya
dikelola oleh Pemerintah Kota . Oleh karena itu, daerah perkotaan dianggap lebih
maju daripada Kabupaten karena wilayah administrasi relatif lebih luas dari wilayah
pemerintahan daerah kota dan kehidupan masyarakat pada umumnya bergerak di
bidang pertanian. Harris dan Ulman (Koestoer, 2001: 109) untuk melihat kota sebagai
Pusat pemukiman manusia dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Ini berkontribusi
pada pertumbuhan kota yang pesat, tetapi menimbulkan terjadinya kemiskinan,
sehingga muncul berbagai masalah social.
Penataan ruang sangat berperan penting untuk menentukan bagaimana wilayah
tersebut untuk diatur, dikelola, serta dikembangkan sebagai lingkungan yang lebih
baik bagi masyarakat. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang menjadi landasan hukum dalam penyelenggaraan tata ruang. Sebagaimana
yang menjadi tujuan dalam penyelenggaran penataan ruang ialah untuk mewujudkan
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Perlunya
penetapan penataan ruang, diupayakan dalam menyelaraskan atau agar tidak adanya
ketimpangan antara pusat dan daerah.
Sehingga disahkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang memiliki kedudukan untuk
mewujudkan keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Dalam perencanaan tata ruang, keseimbangan dan keserasian antar
wilayah dan antarsektor, perlu memperhatikan ruang lingkup lingkungan, baik alam
maupun buatan, sehingga pembangunan berwawasan lingkungan dapat tercipta.
Ruang terbuka menjadi salah satu hal yang menjadi sorotan dalam penataan ruang.
Sebagai bagian terpadu sistem perkotaan, ruang terbuka selayaknya
merupakan produk yang terencana dan terancang untuk menjamin kontribusi dan
dedikasinya terhadap keindahan, keamanan dan kenyamanan kota. Terlebih lagi,
masyarakat membutuhkan tempat (wadah) untuk berinteraksi terhadap satu dengan
yang lainnya.
Ruang terbuka terdiri atas Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non-
Hijau. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang atau jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan,
Ruang Terbuka Non-Hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak
termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa
badan air (Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012-2032). Namun, jumlah RTH di kota-kota
besar masih sangat minim, dimana belum satu kota yang mampu mencapai standar
minimal, sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang, yaitu 30% dari luas wilayah kota. Tak terkecuali Kota
Tangerang yang masih belum dapat mencapai proporsi minimal RTH. Kota
Tangerang merupakan kota pusat industri di Pulau Jawa. Selain Jakarta, Kota
Tangerang juga kerap dijadikan sebagai tempat investor-investor menanamkan
modalnya.
Perkembangan pembangunan perumahan yang dapat dilihat mengalami
kenaikan yang begitu pesat. Rumah yang merupakan salah satu kebutuhan primer
sebagai tempat manusia menjalankan kehidupan sehari-hari, berteduh, serta
berkumpul bersama keluarga, kini produk rumah-rumah, seperti apartemen telah
mengarah kepada nilai investasi. Konsep perumahan lebih sebagai komoditi untuk
menaikkan investasi atau harga jual.

Dapat dilihat pada tabel 1.1 jumlah penduduk di Kota Tangerang terhitung
sampai tahun 2015 berjumlah 2.047.105 jiwa, dan memungkinkan angka tersebut
dapat mengalami kenaikan. Hal ini mengakibatkan munculnya paradigma bahwa
setiap ruang terbuka hijau dapat diganti dengan penggunaan lain, yang dirasakan lebih
menguntungkan secara ekonomis.
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012-2032, memiliki kedudukan dalam
perencanaan sistem perkotaan wilayah Kota Tangerang dalam tata ruang. Ketentuan
terkait RTH juga diatur sebagaimana menjadi turunan dari Undang-Undang RI
Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008, serta
Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011. Ruang Terbuka Hijau di
dalamnya terdiri atas dua kategori, yaitu RTH Publik dan RTH Privat.
RTH Publik dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk
masyarakat, sedangkan RTH Privat pengelolaan serta pemanfaataanya hanya untuk
kepentingan perseorangan atau kalangan tertentu. Serta ditetapkan persentase RTH
yang harus dipenuhi oleh masing-masing daerah yaitu sekurang-kurangnya 30 persen
dari luas wilayah, dengan rincian 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.
Dengan pengklasifikasian RTH publik yang terdiri atas:
1). RTH taman,
2). RTH jalur hijau jalan
3). RTH fungsi tertentu, yang meliputi RTH sempadan rel kereta api, jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH lapangan olah raga, RTH halaman
bangunan pemerintahan, pemakaman, dan RTH di dalam kawasan Bandar
Udara Internasional Soekarno Hatta.
Sedangkan RTH privat meliputi :
1). RTH pekarangan dan lapangan golf (Perda RTRW Kota Tangerang)

Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum menetapkan kebijakan yang secara lebih


khusus mengatur RTH di kawasan perkotaan, sebagaimana yang menjadi tugas dari
Dirjen PU, ialah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk menentukan
luasan RTH, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008,
ditentukan standar luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, yang dapat dilihat pada
tabel berikut :

Ruang Terbuka Hijau publik di Kota Tangerang sampai tahun 2016 baru
mencapai 11% dari persentase yang harus dipenuhi yaitu 20%. Kota Tangerang hanya
baru mampu mencapai 2.026,64 Ha (11%) RTH publik. agar terpenuhinya standar
RTH publik, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor
6 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2012-2032.
Jumlah total RTH secara lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut:

Seperti yang diketahui, bahwa RTH mempunyai banyak fungsi dan manfaat.
Salah satu fungsi RTH yang berpengaruh pada kesehatan ialah sebagai paru-paru
kota. Terlebih lagi kini penggunaan kendaraan bermotor terus meningkat, yang
menyebabkan polusi lebih cepat menyebar. Salah satu upaya yang terus digencarkan
oleh Pemerintah Kota Tangerang ialah dengan membangun dan melakukan
revitalisasi terhadap taman-taman. Dari persentase RTH publik 11%, berdasarkan data
dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang, sebagai instansi yang
bertanggungjawab khususnya dalam bidang pertamanan, menyatakan bahwa RTH
taman hanya mencakup 2% (45,49 Ha). Dengan pertambahan kurang dari 1% sejak
tahun 2014, namun pemerintah daerah terus berupaya setidaknya tiap tahunnya RTH
di Kota Tangerang dapat terus bertambah.
Hingga sampai tahun 2016, tercatat Kota Tangerang memiliki 140 taman yang
tersebar di 13 kecamatan. Ciledug dan Kecamatan Larangan memiliki luasan RTH
yang sangat minim dibanding dengan kecamatan lainnya. Sementara Kecamatan
Tangerang memiliki jumlah taman yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-
kecamatan lainnya. Sebagaimana yang tertuang dalam Perda RTRW Kota Tangerang,
bahwa taman kota akan dikembangkan pada kawasan pusat-pusat pelayanan kota.
Upaya yang Pemerintah Daerah Kota Tangerang lakukan dalam peningkatan
RTH diantaranya dengan membangun dan menata kembali taman-taman. Taman aktif
merupakan taman terbuka yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat
dinikmati oleh masyarakat umum. Berikut di bawah ini merupakan daftar tipe taman
aktif di Kota Tangerang.
Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan dengan melakukan
wawancara kepada pihak-pihak yang terkait, seperti dinas. Peneliti memfokuskan
pada lima permasalahan sebagai berikut.
 Permasalahan pertama, ialah belum adanya Masterplan sebagai rumusan
dalam perencanaan pembangunan Taman Kota. Masterplan yang juga disebut
dengan Rencana Induk, adalah sebuah perencanaan yang menitikberatkan
uraian-uraian korporasi kebijakan sebuah organisasi. Rencana tersebut
memiliki tujuan-tujuan jangka panjang dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. DKP Kota DKP, menyatakan baru akan membuat kebijakan
tersebut. Kota Tangerang, Budi Priyatna, yang menyatakan bahwa Masterplan
baru akan dibuat setelah adanya rekomendasi dari Dinas Cipta Karya dan
Penataan Ruang terkait daerah-daerah hijau, dan kemudian DKP baru akan
membuat perencanaan teknisnya. Dalam penyelenggaraan RTH, Dinas Cipta
Karya dan Penataan Ruang berperan dalam pengalokasian penyediaan lahan.
Mereka berwenang dalam mencari dan menentukan area-area hijau yang dapat
dibangun dan dikembangkan RTH. Yang selanjutnya dalam pelaksanaan
teknisnya diserahkan kepada DKP.
 Kedua, keterbatasan lahan dan anggaran yang menyebabkan sulitnya
menambah jumlah RTH. Saat ini, lahan yang ada di Kota Tangerang
didominasi oleh pemukiman. Menyebabkan sudah tidak adanya lahan-lahan
yang dapat dibangun RTH dan Taman Kota. Seperti yang disebutkan oleh
Kepala Seksi Pembangunan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang, Budi Priyatna, bahwa lahan-lahan yang dikategorikan sebagai
daerah hijau belum tentu merupakan lahan milik pemerintah. Dimana lahan-
lahan tersebut harus dibeli karena merupakan milik pribadi yang sudah
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Salah satu cara dalam menambah
jumlah lahan ialah dengan membeli lahan. Namun, pemerintah daerah belum
mampu dalam perurusan pembelian lahan disebabkan anggaran yang terbatas.
Menurut Kepala Seksi Pembangunan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang, Budi Priyatna, menyatakan bahwa pihaknya tidak berani dan
belum mampu dalam urusan pembelian lahan.
 Ketiga, keterbatasan sumber daya manusia . Pelaksana operasional merupakan
bagian penting dalam pengelolaan RTH dan Taman Kota. Kota Tangerang,
Yulianto Wibisono, SP, MAP., bahwa DKP saat ini memiliki 150 pekerja
teknis yang dibagi menjadi 7-10 area, yang selanjutnya disebar ke 130 titik.
Hal tersebut juga ditegaskan bahwa terkadang tidak semua lokasi dapat
terjangkau karena banyaknya jumlah taman tidak seimbang dengan jumlah
sumber daya manusia yang dimiliki.
 Keempat, kurangnya peran swasta untuk ikut serta dalam pelaksanaan
penyelenggaraan RTH. Keterbatasan lahan tersebut juga disebabkan karena
pengembang-pengembang perumahan tidak memenuhi kewajibannya dalam
menyediakan lahan untuk fasos-fasum, untuk diserahkan kepada pemerintah
daerah sekitar 10% dari luas lahannya. Kota Tangerang, bahwa diwajibkan
bagi pengembang untuk menyediakan lahan, namun kerap diabaikan.
 Kelima, yaitu masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan
merawat Taman Kota. Pertamanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang, Budi Priyatna, bahwa kesadaran masyarakat dalam ikut serta
untuk turut menjaga dan merawat Taman Kota masih kurang. Fasilitas-fasilitas
yang ada di Taman Kota tidak sedikit didapati kerusakan, seperti lampu taman
yang kerap kali hilang atau pecah setelah dipasang. Masyarakat bukan hanya
sebagai pengguna fasilitas taman, tetapi masyarakat juga memiliki peran
dalam ikut serta merawat taman, termasuk dalam kebersihan. Disinilah
masyarakat memiliki peranan besar dalam menciptakan ruang publik yang
nyaman, bersih, dan asri.

Berdasarkan uraian masalah-masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka


dalam penelitian ini peneliti ingin mengambil judul “Implementasi Kebijakan Taman
Kota Sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang.”

B. Kajian pustaka
C. Simpulan dan saran
1). Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan.
 Pertama, dalam pelaksanaan pengelolaan RTH di Kota Tangerang,
upaya mencapai sebagaimana yang ditargetkan, yaitu 20% RTH publik
terus dilakukan, seperti seminimalnya pembangunan satu taman tiap
tahunnya dapat tercapai. Meski tidak menambah jumlah secara luasan,
mengingat keterbatasannya lahan, pembangunan taman-taman
disesuaikan dengan luas lahan yang ada serta kebutuhan masyarakat.
 Kedua, kebutuhan sumber daya manusia yang besar dalam kegiatan
pemeliharaan RTH, belum dapat tercapai oleh pemerintah daerah.
Penyediaan alat-alat kebutuhan kegiatan pemeliharaan RTH belum
sepenuhnya terfasilitasi.
 Ketiga, proses administrasi yang terlalu formalistik menyulitkan bagi
para pengembang dalam proses penyerahan fasos-fasum ke pemerintah
daerah. Sehingga meskipun telah ditetapkannya sanksi sebesar Rp 50
juta, namun pengembang lebih memilih membayarkan denda tersebut.
Hal tersebut juga yang membuat sanksi tidak berjalan efektif.
 Keempat, melalui upaya pembelian lahan, pengembalian fungsi lahan
peruntukan RTH, dan revitalisasi taman menunjukkan bahwa
pemerintah daerah bersikap menerima dan memahami apa yang
menjadi ketentuan dalam kebijakan pengelolaan RTH.
 Kelima, hubungan kerjasama antar instansi berjalan secara terkoordinir
sesuai dengan tupoksi masing-masing instansi dalam pengelolaan
RTH. Pengadaan lahan yang menjadi peran DCKPR Kota Tangerang
dalam pengelolaan RTH, terus dilakukan pembaruan informasi kepada
DKP Kota Tangerang. Dalam koordinasi pengelolaan RTH, swasta
juga memiliki peran yang penting dalam membantu pengembangan
RTH. Melalui program CSR diyakini sangat berperan efektif dalam
kegiatan pengelolaan RTH.
 Keenam, fungsi sosial dan ekonomi dalam ketentuan pengelolaan RTH
terimplementasi dalam pembangunan taman-taman kota di Kota
Tangerang.
2). Saran
 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan RTH dan
taman kota. Dengan keterbatasan sumber daya manusia di DKP Kota
Tangerang dalam kegiatan pemeliharaan RTH, dapat dilakukan dengan
bekerjasama dengan komunitas-komunitas pengguna taman kota atau
komunitas peduli lingkungan di Kota Tangerang untuk ikut serta dalam
pemeliharaan taman kota. Menambah media sosialisasi, dengan
memanfaatkan media sosial, yaitu dengan memberikan informasi
seputar manfaat dan fungsi dari taman kota, pengertian ruang terbuka
hijau, dan info-info bermanfaat lainnya yang dapat menambah
pengetahuan bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai