DISUSUN OLEH :
CINDI PERMATA SARI
KEPERAWATAN 3A
NIM : 2114201011
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Amelia Susanti, M Kep. Sp. Kep..J
Sejak zaman dahulu di Indonesia sudah dikenal adanya gangguan jiwa. Namun demikian
tidak diketahui secara pasti bagaimana mereka diperlakukan pada saat itu. Beberapa
tindakan terhadap pasien gangguan jiwa sekarang dianggap merupakan warisan nenek
moyang kita, maka dapat dibaayangkan tindakan yang dimaksud adalah dipasung,
dirantai atau diikat lalu di tempatkan tersendiri di rumah atau di hutan apabila gangguan
jiwanya berat dan membahayakan. Bila pasien tidak membahayakan maka dibiarkan
berkeliaran di Desa sambil mencari makan sendiri dan menjadi bahan
tontonanmasyarakat. Ada juga yang diperlakukan sebagai orang sakti atau perantara Roh
dan Manusia.
Pada zaman kolonial sebelum didirikan Rumah Saki Jiwa di Indonesia pasien gangguan
jiwa ditampung di Rumah Sakit sipil atau militer di Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Pasien yang ditampung pasien jiwa berat saja. Perawatan yang dilakukan pada saat itu
sifatnya hanya penjagaan saja. Berdasarkan sensus yang dilakukan pemerintahan Hindia
Belanda diseluruh Indonesia (1862) di Pulau Jawa dan Madura ditemukan pasien sekitar
600 orang sedangkan di daerah lain ditemukan sekitar 200 orang. Bedasarkan temuan
tersebut pemerintah mendirikan Rumah Sakit Jiwa.
Pada tanggal 1 Juli 1882 didirikan Rumah Sakit Jiwa pertama di Indonesia di daerah
Cilendek Bogor Jawa Barat dengan kapasitas 400 tempat tidur. Sedangkan pendidikan
perawat jiwa mulai dibuka pada bulan September 1940 di Bogor, berupa kursus.
Pendidikan diberlakuakan pada orang Belanda dan Indo-Belanda, yang sudah lulus
MULO atau setara dengan Sekolan Menengah Pertama. Lulusan pendidikanya
mendapatkan sertifikat Diploma B.
Kesehatan jiwa terus berkembang pesat pada abad ke 21 ini. Metode perawatan dan
pengobatan bersifat ilmiah. Pengobatan disesuaikan dengan perkembangan Iptek,
menggunakan obat-obatan psikofarmaka, therapy shock / ECT dan terapy lainya.
Demikian juga dengan praktek keperawatan menggunakan metode ilmiah proses
keperawatan, komunikasi terapeutiki dan terapi modalitas keperawatan dengan kerangka
ilmu pengetahuan yang mendasari peraktek profesional.
Peran dan fungsi perawat jiwa dituntut lebih aktif dan profesional untuk melaksanakan
pelayanan keperawatan kesehatan jiwa. Pada saat ini pelayanan keperawatan kesehatan
jiwa berorientasi pada pelayanan komunitas. Komitmen ini sesuai dengan hasil
Konfrensi Nasional I Keperawatan Jiwa pada bulan Oktober 2004, bahwa pelayanan
keperawatan diarahkan pada tindakan prefentif dan promotif. Hal ini sejalan dengan
paradigma sehat yang digariskan WHO dan dijalankan Departemen Kesehatan Ri,
bahwa upaya proaktif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa.
Upaya proaktif ini melibatkan banyak profesi termasik psikiater dan perawat.
Penanganan kesehatan jiwa bergeser pada upaya kuratif / perawatan Rumah Sakit
menjadi perawatankesehatan jiwa masyarakat. Pusat kesehatan jiwa masyarakat akan
memberikan pelayanan di Rumah berdasarkan wilayah kerjanya, diharapkan pasien
dekat dengan keluarganya sebagai sistem pendukung yang dapat membantu pasien
mandiri dan boleh berfungsi sebagai individu yang berguna.
Menurut Stuart dan Sundan (1995) dalam Prabowo (2017) dalam memberikan asuhan
dan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa perawat dapat melakukan aktivitas pada tiga
area utama, meliputi :
Dalam hubungan perawat dengan pasien, ada beberapa peran perawat dalam
keperawatan kesehatan jiwa, meliputi :
Kopetensi klinik.
- Advokasi pasien dan keluarga.
- Tanggung jawab keuangan.
- Kerjasama antar disiplin ilmu di bidang keperawatan.
- Tanggung gugat sosial.
- Parameter etik legal.
Pada setiap tingkatan pelayanan kesehatan jiwa, perawat mempunyai peranan tertentu :