KASBES - Aurellia Celine - 112022080
KASBES - Aurellia Celine - 112022080
Disusun Oleh:
Aurellia Celine – 112022080
Pembimbing:
Dr. Hayati, Sp. M
Disusun oleh
Aurellia Celine
112022080
Disusun oleh
Aurellia Celine
112022080
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah yang
dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dan referat dengan
topik “ODS Panuveitis + Miopi Axial” sebagai tugas kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit
Mata periode 12 September 2022 – 15 Oktober 2022. Penulis menyadari bahwa tulisan ini
masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan hati terbuka
penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penulisan referat ini. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
Penulis
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
STATUS PASIEN
Dokter Muda
NIM 112022080
Umur 33 tahun
Alamat Semarang
Agama Islam
Pendidikan SD
No. RM 22-09-XXXXXX
Keluhan Utama Kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu
ANAMNESIS SISTEM
KESIMPULAN ANAMNESIS
Keluhan utama : kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu
- Hari ini pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa buram seperti berkabut
sejak 1 tahun yang lalu SMRS, mata merah, silau saat melihat cahaya dan terkadang
pasien merasakan nyeri pad bagian matanya.
- 4 hari yang lalu, pasien kembali datang ke poli dikarenakan merasa belum ada
perbaikan sejak 1 minggu yang lalu datang ke poli
- 11 hari yang lalu, pasien datang untuk pertama kalinya dikarenakan ada keluhan
mata buram berkabut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya mata
merah, terasa seperti ada yang mengganjal dan silau saat melihat cahaya.
TANDA-TANDA VITAL
Kesadaran Umum : Compos Mentis
PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Penilaian
Pemeriksaan OD OS Dikerj
Tidak
akan
Visus Jauh 0,1 PH - 1/60 PH - √
Refraksi NC NC √
Koreksi - - √
Visus Dekat - - √
Proyeksi sinar - - √
Persepsi Warna (Merah,
Hijau) - - √
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Penilaian
Pemeriksaan OD OS
Dikerjakan Tidak
Simetris Simetris
√
2. Gerakan bola mata
Tidak ada Tidak ada
3. Lapang pandang
penyempitan penyempitan √
4. Kelopak mata
S I S I
(Superior et Inferior)
● Benjolan - - - - √
● Edema - - - - √
● Hiperemis - - - - √
● Ptosis - - - - √
● Lagophthalmos - - - - √
● Ectropion - - - - √
● Entropion - - - - √
● Muara Kelenjar
- - - - √
Meibom
5. Bulu mata
● Trikiasis - - √
● Madarosis - - √
● Krusta - - √
6. Aparatus Lakrimalis
a. Sakus lakrimal
● Hiperemis - - √
● Edema - - √
● Fistel - - √
b. Punctum lakrimal
● Eversi - - √
● Discharge - - √
7. Konjungtiva
K. Bulbi
● Warna Transparan Transparan √
● Vaskularisasi - - √
● Nodul - - √
● Edema - - √
K. Tarsal Superior
● Hiperemis - - √
● Folikel - - √
● Papillae - - √
● Korpus alienum - - √
K. Tarsal Inferior
● Hiperemis - - √
● Folikel - - √
● Papillae - - √
● Korpus alineum - - √
8. Sklera
● Warna Putih Putih √
● Inflamasi - - √
9. Kornea
● Kejernihan
Jernih Jernih √
● Ukuran 11 mm 11 mm √
● Infiltrat - - √
● Defek - - √
● Edema - - √
10.Bilik Mata Depan
● Hifema - - √
● Hipopion - - √
● Flare + + √
11.Iris
● Warna Coklat Coklat √
● Sinekia - - √
● Iridodenesis - - √
● Neovaskularisasi - - √
12.Pupil
● Ukuran 3 mm 3 mm √
● Refleks direk + + √
● Refleks indirek + + √
13.Lensa
● Kejernihan Keruh tak rata Keruh tak rata √
● Luksasio - - √
● Afakia - - √
● IOL - - √
● Shadow test - - √
14.Reflek fundus + + √
15.Reflek makula + + √
17.Optic disc
● Bentuk Bulat Bulat √
● Eksudat - - √
● Ablasio - - √
● Sikatriks + + √
● Neovaskularisasi - - √
20.Tekanan intra okuler 17 mmHg 18 mmHg √
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Pupil : Pupil :
- tidak bulat - tidak bulat
- tidak rata - tidak rata
- tidak simetris - tidak simetris
RESUME
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan berusia 33 tahun yang
datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan:
Keluhan utama : Kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu
Pupil : Pupil :
DIAGNOSIS KERJA
ODS Keratitis
ODS Konjungtivitis
TERAPI FARMAKOLOGI
TERAPI NON-FARMAKOLOGI
ODS Viteroctomy
EDUKASI
• Meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit Panuveitis (penyebab, tanda & gejala,
penanganan, komplikasi)
• Kontrol untuk memantau perjalanan penyakit
• Menjelaskan prosedur, manfaat dan komplikasi tindakan Vitrectomy
• Menggunakan kacamata hitam saat keluar rumah
PROGNOSIS OS dan OD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi mata
1.1 Uvea
Traktus uvealis adalah kompartmen vascular utama mata yang terdiri dari iris,
badan siliaris dan koroid. Melekat erat pada 3 tempat sklera yaitu: sklera pur,
tempat keluar vena-vena vortikosae dan nervus optikus. Perdarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh arteri siliaris longus
posterior, sedangkan disebelah posterior dari beberapa arteri siliaris posterior
yang masuk ke koroid disekitar saraf optik.1
Iris adalah bagian anterior dari traktus uvealis, membentuk diafragma di depan lensa
kristalina. Saat midriasis iris tampak mengandung banyak rigi dan lipatan, sedangkan
saat miosis permukaan iris lebih rata. Iris membagi segmen anterior menjadi kamera
okuli anterior dan kamera oculi posterior. Secara histologis iris memiliki tiga lapisan
yaitu lamina anterior, stroma iris, dan lamina posterior. 2
b. Badan Siliar
Badan siliar berbentuk segitiga pada potongan melintang, menjembatani kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior dan berjalan dari scleral spur (taji sklera) sampai ke
ora serrata. Badan siliar terdiri dari 2 bagian: bagian yang dekat uvea, bersebelahan
dengan sklera, terdiri dari lamina fusca (lamina suprakoroid), otot-otot siliaris, lapisan
pembuluh darah, jaringan ikat penghubung dan membrane Bruch (lamina basalis
koroidalis).1
Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata (2
mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliaris berasal dari
pars plikata. Processus ciliaris ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang
bermuara ke vena-vena verticosa. Kapiler –kapilernya besar dan berlubang-lubang
sehingga membocorkan fluoresin yang disuntikkan secara intravena. Ada dua lapisan
epitel siliaris: satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam, yang merupakan perluasan
retina sensoris ke anterior; dan satu lapisan berpigmen disebelah luar, yang merupakan
perluasan epitel pigmen retina.1
c. Koroid
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah
dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya
berada di cincin badan siliar. Koroid melekat erat pada sklera di sekitar saraf optic pada
tempat masuk arteri siliaris posterior serta pada tempat keluarnya vena vortikosae. 2
Terdiri dari 3 lapis pembuluh darah:
- Lapisan paling dalam, lapisan koriokopilaris, yang terdiri dari kapiler besar
berfenestra
- Lapisan tengah (Sattler), terdiri atas pembuluh darah kecil
- Lapisan luar (Haller), terletak dekat dengan sklera, memiliki pembuluh darah
besar tanpa katup
2.1 Uvea
Traktus uvealis mempunyai fungsi memberi nutrisi dan pengaturan gas, badan
siliar langsung memberikan makanan pada retina sebelah dalam, lensa dan
kornea.3
a. Iris
Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : otot dilatator
pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan otot sfingter pupil yang berfungsi
untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga
tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama
besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak
sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis di dekat perlekatannya
dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.2
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya
karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti
cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat
masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok
jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot
memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang
terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata.
Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya
temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.3
b. Badan siliaris
Korpus siliaris memiliki tiga fungsi yaitu pembentukan humor akuos, pengaliran
humor akuos, dan akomodasi lensa. Humor akuos diproduksi oleh epitel korpus
siliaris non-pigmen, volumenya sekitar 250 µL, dengan kecepatan produksi rata-rata
2-3μL.2 Hasil produksinya akan dikeluarkan ke bilik mata belakang dan mengalir ke
bilik mata depan. Ini merupakan campuran kompleks dari elektrolit, organic solutes,
growth factor dan protein lain yang mensuplai nutrisi ke jaringan non vaskularisasi
dari bilik mata depan (trabecular Meshwork, lensa dan corneal endothelium). 1 Humor
akuos diproduksi oleh epitel tidak berpigmen siliaris yang terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu proses difusi dan ultrafiltrasi yang merupakan proses pasif,
sedangkan proses aktif melalui sekresi. Difusi terjadi karena terdapat ruang dengan
potensial negatif yang akan terisi oleh molekul sampai tercapai keseimbangan
tekanan antara kedua membrane. Proses ini melibatkan ion –ion sodium. Ultrafiltrasi
merupakan komponen nonenzim pada pembentukan humor akuos yang tergantung
pada perbedaan tekanan intraokuler, tekanan darah dan tekanan osmotik darah pada
korpus siliaris.2
Humor akuos disekresikan dari mata melalui conventional pathway dan
unconvensional pathway. Pada conventional pathway, humor akuos disekresikan dari
mata melalui trabekular meshwork pada sudut iridokorneal di bilik mata depan yang
kemudian diteruskan ke kanalis Schlemm’s , kanalis kolektor intraskleral, vena-vena
akuos dan pleksus vena episkleral. Pada unconvensional pathway atau aliran
uveoskeral, humor akuos di bilik mata depan masuk melalui muskulus siliaris dan
selanjutnya memasuki ruang suprasiliaris dan menyilang di anterior dan posterior
sclera, sampai di kanalis emissaria yang terletak disekeliling vena vortex atau di
pembuluh darah koroid. Presentase humor akuos yang melalui jalur uveasklera sekitar
10-15% pada orang dewasa, sedang pada anak-anak sekitar 40-50%. Aliran
uveoskeral ini juga dianggap sebagai aliran pasif dan rute minor dari humor akuos.
(4,5)
c. Koroid
Koroid memiliki fungsi terutama untuk suplai darah ke epitel pigmen retina (RPE)
sampai ke dua pertiga lapisan nuclear dalam dari neurosensori retina. Koriokapiler
yang memerankan fungsi ini membawa darah melalui pembuluh-pembuluhnya ke
bagian anterior bola mata. Koroid juga diperkirakan berperan dalam proses
pertukaran panas di retina karena tingginya aliran darah di pembuluh darah koroid.
Sel-sel pigmen koroid menyerap cahaya yang berlebihan yang berpenetrasi ke retina
tapi tidak diserap sel-sel fotoreseptor. Disamping itu koroid juga memberikan
peranan yang besar pada pemeriksaan fundus karena respon dari pigmen dan warna
koroid.3
3. Uveitis
3.1 Definisi
Uveitis adalah inflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar, dan koroid.1 Peradangan
pada uvea yang dapat mempengaruhi kornea, retina, sklera dan bagian vital mata
lainnya. Uveitis dapat dikelompokkan menurut letak anatomi seperti uveitis anterior
yaitu peradangan pada iris dan badan siliaris. Lalu uveitis posterior adalah
peradangan pada lapisan koroid dan panuveitis yaitu peradangan pada seluruh uvea
dan struktur sekitar nya seperti retina dan vitreus.6
3.2 Epidemiologi
Uveitis menyebabkan sekitar 10% kebutaan di Amerika Serikat, insiden uveitis
di negara maju sekitar 200 per 100.000 populasi, 50% diantaranya mengalami
komplikasi dan 35% mengalami gangguan tajam penglihatan. Sedangkan di negara
berkembang insiden uveitis sebanyak 714 per 100.000 populasi dan 25% diantaranya
menyebabkan kebutaan. Negara berkembang khususnya negara tropis memiliki iklim
dan pathogen berbeda-beda dengan negara maju sehingga prevalensi penyakit uveitis
akibat infeksi seperti toxoplasma dan tuberculosis lebih tinggi.6
Menurut penelitian yang dilakukan Kadek Ayu pada tahun 2016 di RSUP
Sanglah Denpasar ditemukan 28 kasus uveitis dengan rata-rata usia 45-64 tahun dan
jenis kelamin paling banyak yaitu laki-laki. Jenis uveitis berdasarkan anatomi
menunjukkan bahwa pasien paling banyak mengalami uveitis anterior sebanyak
80%.7
3.3 Klasifikasi
The International Study Group (IUSG) dan The Standardization of Uveitis
Nomenclature (SUN) membagi uveitis berdasarkan anatomi, etiologi dan perjalanan
penyakit ini. Secara anatomi uveitis dibagi menjadi uveitis anterior, uveitis
intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Sedangkan menurut etiologi, uveitis
dibagi menjadi infeksi (bakteri, virus, jamur dan parasite), non infeksi dan idiopatik.
Berdasarkan perjalanan penyakit, uveitis dibagi menjadi akut (onset mendadak dan
durasi kurang dari empat minggu), rekuren (episode uveitis berulang), kronik (uveitis
persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah pengobatan dihentikan), dan remisi
(tidak ada gejala uveitis selama 3 bulan atau lebih).6
3.4 Patofisiologi
Peradangan uvea disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan mekanisme
alergi. Infeksi piogenik biasanya akibat suatu trauma tembus pada mata, walaupun kadang-
kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba
yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata. 50% penyebab uveitis adalah idiopatik. Selain
itu terdapat inflamasi intraokular yang menyerupai uveitis disebut masquerade syndrome,
sebagian besar disebabkan oleh keganasan. Uveitis disebabkan dari penyebaran infeksi secara
hematogen dari luar tubuh melalui pembuluh darah uvea. Patofisiologi uveitis tergantung dari
etiologi spesifik yang mendasari, namun secara garis besar semuanya memiliki defek pada
blood-ocular barrier. Membran semipermeabel pada blood-ocular barrier mirip dengan
blood-brain barrier yang normalnya bekerja mencegah sel-sel dan protein besar masuk ke
dalam mata serta menjaga cairan intraokular tetap jernih. Infeksi terjadi akibat terganggunya
barrier tersebut dan masuknya WBC ke dalam mata. Neutofil predominan pada infeksi akut,
dan sel mononuklear predominan pada infeksi kronis. 10
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar atau antigen dari dalam. Antigen luar berasal dari
mikroba yang infeksius baik bakteri maupun virus. Peradangan uvea berlangsung lama
setelah proses infeksinya berupa manifestasi klinis reaksi imunologik terlambat. Radang iris
dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood-ocular barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam aquous humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil yang bergerak (efek
Tyndall).11
Pada proses peradangan akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus
di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal
dengan hifema. Sedangkan pada peradangan yang kronis dapat berupa edema makula dan
ditemukan sel – sel radang melekat pada endotel kornea, yang disebut sebagai keratik
presipitat (KP). Peradangan yang kronis dapat menimbulkan komplikasi dimana sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa
bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio
pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. 9
Perlekatan tersebut, diikuti dengan tertutupnya trabekulum oleh sel-sel radang, akan
menghambat aliran aqueous humor dari COP ke COA sehingga aquous humor tertahan di
COP dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe).
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan
lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. 10
a. Uveitis Anterior
1. Definisi
Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris saja
disebut iritis sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka
disebut iridosiklitis.6
2. Etiologi
Uveitis anterior akut umumnya terjadi di satu mata namun pada kasus kronik
dapat melibatkan kedua mata. Gejala uveitis anterior umumnya ringan-
sedang dan dapat sembuh sendiri, gejala klinis dapat berupa mata merah,
nyeri, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan. Uveitis anterior
menyebabkan spasme otot siliar dan sfingter pupil yang menimbulkan nyeri
tumpul/berdenyut serta fotofobia. Spasme sfingter pupil mengakibatkan
miosis dan memicu sinekia posterior. Penurunan tajam penglihatan terutama
akibat kekeruhan cairan akuos dan edema kornea walaupun uveitis tidak
selalu menyebabkan edema kornea.1
4. Pemeriksaan Oftalmologi
8. Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama
dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :
b. Uveitis Intermediet
1. Definisi
Uveitis intermediet adalah peradangan di pars plana yang sering diikuti
vitritis dan uveitis posterior.1
2. Etiologi
Pada uveitis intermediet sebagian besar penyebabnya idiopatik, sarcoidosis,
multiple sclerosis, sifilis, boreliosis dan lyme disease.6
3. Tanda dan Gejala
Gejala uveitis intermediet biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan
(pandangan kabur,floaters) tanpa diserta nyeri dan mata merah, namun jika
terjadi edema macula dan agregasi sel di vitreus penurunan tajam penglihatan
dapat lebih buruk.10
4. Pemeriksaan Oftalmologi
Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai
dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs)
atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju
(snow-banking).6
5. Diagnosis Banding
Endoftalmitis, masquerade sindrom (oleh limfoma intraocular, ablasio retina
lama).1
c. Uveitis Posterior
1. Definisi
Uveitis posterior adalah peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan
jaringan sekitar seperti vitreus, retina dan nervus optik.1
2. Etiologi
Uveitis posterior disebabkan oleh infeksi seperti T.gondii, M.tuberculosis,
sifilis, VHS, VVZ, Cytomegalovirus, dan HIV. Pada kasus non-infeksi
disebabkan oleh koroiditis multifocal, birdshot choroidopathy, sarcoidosis
dan neoplasma.6
4. Tanda dan Gejala
Uveitis posterior timbul perlahan namun dapat terjadi secara akut. Pasien
mengeluh penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah dan fotofobia. Lesi
bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina.
Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan
melihat lalat berterbangan (floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai
dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau
papilomakula.10
Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang
dapat dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang
lama biasanya disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada
trabekula anterior yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall.
Penyebab floaters adalah terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari
presipitat mutton fat pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal
sebelum menjadi kuning atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat
kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior
tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur. 11
5. Pemeriksaan Oftalmologi
Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan penyakit secara
lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya
perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu – abu yang dapat menutup
koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas. 1
d. Panuveitis
Panuveitis merupakan inflamasi yang terjadi pada seluruh lapisan uvea
(uveitis anterior bersamaan dengan uveitis posterior) yang sering disebabkan
oleh toksoplasmosis, tuberculosis, VKH, oftalmia simpatika, penyakit behcet
dan sorkoidosis.1
e. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk memvisualisasi segmen posterior
mata yaitu fundus pada keadaan media refraksi keruh. USG dapat
memperlihatkan terlepasnya vitreus posterior maupun skleritis
posterior difus yang terlihat sebagai edema yang berisi cairan sehingga
tampak sebagai regio echolusen dibelakang sklera dalam ruang tenon
dan memperlihatkan seperti huruf T.8
b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan
terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa
sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek
lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik.
Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi
dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa
fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki
visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
2.4.1 Definisi
Miopia atau rabun jauh adalah salah satu penyakit mata yang paling umum di dunia. Miopia
disebabkan kekuatan optik mata terlalu tinggi, ataupun panjang bola mata lebih daripada normal
sehingga membuat gambar objek yang jauh terfokus di depan retina. Miopia dapat dikoreksi dengan
kacamata, lensa kontak, atau operasi refraktif. Degenerasi Miopia atau Miopia Patologis ditandai
dengan pemanjangan anteroposterior progresif dari sklera yang terkait dengan perubahan mata
sekunder. Pasien dengan miopia berat (-6 hingga -8) biasanya dapat mengalami miopia patologis ini.
2,15
2.4.2 Epidemiologi
Tingkat kejadian miopia tertinggi berada di wilayah Asia Timur (47%) dan Asia Tenggara
(39%) dibanding Eropa Tengah (27%) dan Afrika Tengah (7%). Dilaporkan prevalensi miopia
patologis dari 0.9% menjadi 3.1%.15
2.4.3 Patofisiologi
Pada miopia, daya bias lensa biasanya normal. Namun, diameter anteroposterior bola mata
terlalu panjang menyebabkan gambar dibuat fokus di depan retina. Sinar cahaya, setelah mencapai
fokus, menyebar lagi sehingga gambar kabur terbentuk di retina. 6
Teselasi pucat (tigroid) : karena redaman difus RPE dengan visibilitas pembuluh koroid
besar.2
Anomali pusat nervus optikus : dapat tampak kecil, besar atau anomaly dengan konformasi
“titled”. Atrofi korioretinal peripapil sangat umum, paling sering sebagai bulan sabit
temporal dari RPE yang menipis atau tidak ada. 2
Gambar 2.11 “titled” disc.2
Ablasio Retina Regmatogen : jauh lebih umum pada miopia tinggi, patogenesis termasuk
peningkatan terjadinya PVD, degenerasi kisi, lubang atrofi asimtomatik dan kadang
robekan retina yang besar.2
2.4.7 Pemeriksaan Penunjang15
Optical Coherence Topography (OCT)
Pemeriksaan ini non-invasif, cepat dan tersedia secara luas. Cocok untuk mendiagnosis
dan memantau atrofi RPE, CNV rabun dan makulopati traksi. OCT memberikan
pengukuran regular ketebalan retina dan koroid, serta adanya cairan di subretina atau
intraretinal. OCT juga dapat melihat lubang makula, retinoskisis, detasemen, dan
stafiloma.
Stafiloma : ektasia peripapiler atau makula dari sklera posterior. Stafiloma terjadi karena
adanya penipisan fokal dan perluasan yang terjadi pada kira-kira sepertiga mata pasien
miopia patologis. Pada OCT akan terlihat makula berbentuk kubah, tonjolan anterior di
atas biasanya melibatkan retina, RPE, dan koroid bagian dalam. 2
}
Gambar 2.13 Miopia CNV pada Fluoroscein angiogram.15
OCT Angiography
USG
MRI
Indocyanine Green Angiography
2.4.8 Tatalaksana
Miopia sederhana dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau operasi refraktif. Pada
anak-anak disarankan untuk bermain di luar ruangan untuk mencegah perkembangan miopia. Metode
lain yaitu lensa kontak khusus dan atropine topikal dosis rendah. Tetapi, tidak ada terapi yang terbukti
dapat membalikkan atau menghentikan atrofi retina progresif terkait dengan miopia patologis. 15
Pada miopia CNV, injeksi anti-VEGF terbukti menunjukkan hasil visual dan anatomi yang
superior dibandingkan dengan terapi atau kontrol fotodinamik. Untuk pasien AMD frekuensi injeksi
dilakukan lebih rendah. Tetapi terapi ini memiliki risiko yang tinggi pada pasien RRD. 2 Anti-VEGF
yang dapat digunakan berupa: Bevacuzimab 1.25 mg/0.05ml, Aflibercept 2mg/0.05ml, Ranibizumab
0.5mg/0.05 ml.15
2.4.9 Komplikasi
Pasien dengan miopia patologis mungkin mengalami penurunan tajam dalam ketajaman
visual akibat perdarahan subretina atau miopia CNV. Meskipun terapi segera, dapat terbentuk
jaringan parut dan atrofi di makula yang menghasilkan skotoma sentral permanen. Pasien tersebut
juga memiliki risiko pembentukan katarak dini, glaukoma, dan ablasi retina lebih tinggi, yang juga
dapat menyebabkan gangguan penglihatan. 15
RINGKASAN DAN PEMBAHASAN KASUS
I. Ringkasan
Telah diperiksa pasien bernama Ny. I berusia 33 tahun dengan keuda mata buram
sejak 1 tahun yang lalu.
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan berusia 33 tahun yang
datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan:
Keluhan utama : kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu
- Hari ini pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa buram seperti berkabut sejak 1
tahun yang lalu SMRS, mata merah, silau saat melihat cahaya dan terkadang pasien
merasakan nyeri pad bagian matanya.
- 4 hari yang lalu, pasien kembali datang ke poli dikarenakan merasa belum ada perbaikan
sejak 1 minggu yang lalu datang ke poli
- 11 hari yang lalu, pasien datang untuk pertama kalinya dikarenakan ada keluhan mata
buram berkabut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya mata merah, terasa
seperti ada yang mengganjal dan silau saat melihat cahaya.
II. Pembahasan
A. Diagnosis Kerja
1 Diagnosa kerja ODS Panuveitis
- USG B-Scan
- Fundus fluoresen angiografi
C. Komplikasi yang akan terjadi :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan hambatan aliran
aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama
dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan terapi
kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa
sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih
sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga
dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat
dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi
dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki
toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
KESIMPULAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis
dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,
etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen,
infeksi maupun noninfeksi. Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk
mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu
diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan kebaikan dari kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA