Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

ODS PANUVEITIS KRONIS EXACERBASI AKUT + ODS KSI


+ ODS MIOPIA AXIAL

Disusun Oleh:
Aurellia Celine – 112022080

Pembimbing:
Dr. Hayati, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESETAHAN MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG PERIODE
12 September 2022 – 15 Oktober 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
KRIDA WACANA JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dan Referat:

ODS Panuveitis Kronis Exacerbasi Akut

ODS KSI + ODS Miopia Axial

Disusun oleh

Aurellia Celine

112022080

Telah diperiksa dan disahkan


sebagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Mata
RS Bhayangkara Semarang
Periode 12 September 2022 – 15 Oktober 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Semarang, Mei 2022


Dokter Pembimbing

dr. Hayati, Sp.M


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dan Referat:

ODS Panuveitis Kronis Exacerbasi Akut

ODS KSI + ODS Miopia Axial

Disusun oleh

Aurellia Celine

112022080

Telah diperiksa dan disahkan


sebagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Mata
RS Bhayangkara Semarang
Periode 12 September 2022 – 15 Oktober 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Semarang, Mei 2022


Dokter Pembimbing

AKBP dr. Faozan Sp. M


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugerah yang
dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dan referat dengan
topik “ODS Panuveitis + Miopi Axial” sebagai tugas kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit
Mata periode 12 September 2022 – 15 Oktober 2022. Penulis menyadari bahwa tulisan ini
masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan hati terbuka
penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penulisan referat ini. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Direktur RS Bhayangkara Prof. Awaloedin Djamin Semarang yang telah


memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalankan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana di RS Bhayangkara.
2. dr. Hayati, Sp.M sebagai pembimbing Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana di RS
Bhayangkara.
3. AKBP dr. Faozan, Sp.M sebagai kepala SMF dan pembimbing Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana di RS Bhayangkara.
4. Dokter, staf dan perawat RS Bhayangkara.
5. Rekan-rekan anggota Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dan Universitas Tarumanegara
di RS Bhayangkara.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan dengan segala kerendahan
hati, penulis berharap semoga tulisan ini dapat berguna untuk perkembangan ilmu
pengetahuan bagi siapapun yang membacanya.

Semarang, September 2022

Penulis
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIEN
Dokter Muda

Nama Dokter muda Aurellia Celine

NIM 112022080

Tanggal 26 September 2022

Rumah Sakit RS Bhayangkara Semarang

Gelombang Periode 12 September 2022 – 15 Oktober 2022

Nama Pasien Ny. I

Umur 33 tahun

Alamat Semarang

Jenis Kelamin Perempuan

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Agama Islam

Pendidikan SD

Status Pernikahan Menikah

No. RM 22-09-XXXXXX

Diagnosis ODS Panuveitis Kronik Exacerbasi Akut + Miopi Axial


ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dari pasien pada Senin 26 September 2022, pukul 10.00 WIB di Poli Klinik
Mata RS Bhayangkara Semarang dan diambil data sekunder rekam medik pasien.

Keluhan Utama Kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan Tambahan Pengelihatan buram berkabut, berbayang seperti mendung, mata


kering, mengganjal seperti kelilipan.

- 11 hari yang lalu pasien mengeluh kedua matanya terasa


buram sejak 1 tahun yang lalu SMRS. Pasien
mengeluhkan kedua matanya seperti ada yang
mengganjal dan pandangan terasa lebih silau dan seperti
melihat kabut. Kedua mata pasien merah dan sensitive
terhadap cahaya. Pasien diberikan 2 obat tetes mata dan 1
obat tablet.
Riwayat Penyakit - 4 hari yang lalu, pasien kembali dating ke poli mata
Sekarang
dikarenakan belum merasa adanya perbaikan. Pasien
masih merasa kedua mata buram seperti melihat kabut
dan seperti ada rasa mengganjal pada kedua mata.
- hari ini, tanggal 26 September 2022 pasien datang
kembali dengan keluhan kedua mata masih terasa buram
sejak tahun yang laluseperti berkabut, kedua mata merah
dan sedikit terasa nyeri serta sensitive dan silau saat
melihat cahaya
● Riwayat darah tinggi disangkal
● Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit
● Riwayat penyakit jantung disangkal
Dahulu
● Riwayat operasi mata disangkal
● Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal
● Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
● Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat Penyakit
● Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
Keluarga
● Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
serupa.
● Riwayat katarak dalam keluarga disangkal
● Pasien tidak memiliki riwayat merokok, minum alkohol, dan
menggunakan obat terlarang
● Riwayat alergi makanan, obat, cuaca disangkal
Kebiasaan / ● Pasien rutin mengkonsumsi sayuran
Lingkungan ● Riwayat mengucek mata disangkal
● Riwayat menggunakan lensa kontak disangkal
● Riwayat mencuci mata dengan obat/cairan tertentu disangkal

ANAMNESIS SISTEM

1. Cerebrospinal Dalam batas normal

2. Cor Dalam batas normal

3. Respirasi / Pulmo Dalam batas normal

4. Abdomen Dalam batas normal

5. Urogenital Dalam batas normal

6. Extremitas / Musculoskeletal Dalam batas normal

KESIMPULAN ANAMNESIS

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan berusia 33 tahun


yang datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan:

Keluhan utama : kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan tambahan : penglihatan buram berkabut, berbayang seperti mendung, terasa


mengganjal seperti kelilipan pada kedua mata.Pasien merasakan nyeri pada kedua
mata. Kedua mata sensitif terhadap sinar matahari.

Riwayat penyakit sekarang:

- Hari ini pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa buram seperti berkabut
sejak 1 tahun yang lalu SMRS, mata merah, silau saat melihat cahaya dan terkadang
pasien merasakan nyeri pad bagian matanya.
- 4 hari yang lalu, pasien kembali datang ke poli dikarenakan merasa belum ada
perbaikan sejak 1 minggu yang lalu datang ke poli
- 11 hari yang lalu, pasien datang untuk pertama kalinya dikarenakan ada keluhan
mata buram berkabut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya mata
merah, terasa seperti ada yang mengganjal dan silau saat melihat cahaya.
TANDA-TANDA VITAL
Kesadaran Umum : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 88 kali/menit

Frekuensi Napas : 22 kali/menit

Suhu : Afebris (36oC)

PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

Penilaian
Pemeriksaan OD OS Dikerj
Tidak
akan
Visus Jauh 0,1 PH - 1/60 PH - √
Refraksi NC NC √
Koreksi - - √
Visus Dekat - - √
Proyeksi sinar - - √
Persepsi Warna (Merah,
Hijau) - - √

PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Penilaian
Pemeriksaan OD OS
Dikerjakan Tidak

1. Posisi mata Ortoforia (0°) Ortoforia (0°) √

Simetris Simetris

2. Gerakan bola mata
Tidak ada Tidak ada
3. Lapang pandang
penyempitan penyempitan √

4. Kelopak mata
S I S I
(Superior et Inferior)
● Benjolan - - - - √

● Edema - - - - √

● Hiperemis - - - - √

● Ptosis - - - - √

● Lagophthalmos - - - - √

● Ectropion - - - - √

● Entropion - - - - √
● Muara Kelenjar
- - - - √
Meibom
5. Bulu mata
● Trikiasis - - √

● Madarosis - - √

● Krusta - - √
6. Aparatus Lakrimalis
a. Sakus lakrimal
● Hiperemis - - √

● Edema - - √

● Fistel - - √
b. Punctum lakrimal
● Eversi - - √

● Discharge - - √
7. Konjungtiva
K. Bulbi
● Warna Transparan Transparan √

● Vaskularisasi - - √

● Nodul - - √
● Edema - - √
K. Tarsal Superior
● Hiperemis - - √

● Folikel - - √

● Papillae - - √

● Korpus alienum - - √
K. Tarsal Inferior

● Hiperemis - - √

● Folikel - - √

● Papillae - - √

● Korpus alineum - - √
8. Sklera
● Warna Putih Putih √
● Inflamasi - - √
9. Kornea
● Kejernihan

Jernih Jernih √

● Ukuran 11 mm 11 mm √

● Permukaan Licin Licin √

● Limbus Arcus senilis (-) Arcus senilis (-) √

● Infiltrat - - √

● Defek - - √

● Edema - - √
10.Bilik Mata Depan

● Kedalaman Dalam Dalam √

● Hifema - - √

● Hipopion - - √

● Flare + + √
11.Iris
● Warna Coklat Coklat √

● Sinekia - - √
● Iridodenesis - - √

● Neovaskularisasi - - √
12.Pupil
● Ukuran 3 mm 3 mm √

● Bentuk Tidak Bulat Tidak Bulat √

● Tepi Tidak Rata Tidak Rata √

● Simetris Tidak Simetris Tidak Simetris √

● Refleks direk + + √

● Refleks indirek + + √
13.Lensa
● Kejernihan Keruh tak rata Keruh tak rata √

● Luksasio - - √

● Afakia - - √

● IOL - - √

● Shadow test - - √
14.Reflek fundus + + √
15.Reflek makula + + √

16.Korpus vitreum Normal Normal √

17.Optic disc
● Bentuk Bulat Bulat √

● Batas Tegas Tegas √


Kuning- Kuning- √
● Warna
kemerahan kemerahan
● C/D Ratio 0,3 0,3 √
18.Perbandingan A/V 2:3 2:3 √
19.Retina
● Perdarahan - - √

● Eksudat - - √

● Ablasio - - √

● Sikatriks + + √

● Neovaskularisasi - - √
20.Tekanan intra okuler 17 mmHg 18 mmHg √

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

VOD 0.1 PH (-), NC VOS 1/60 PH (-), NC

Pupil : Pupil :
- tidak bulat - tidak bulat
- tidak rata - tidak rata
- tidak simetris - tidak simetris

Lensa : keruh tak rata Lensa : keruh tak rata

Retina : terdapat sikatrik Retina : terdapat sikatrik

TIO : 17 mmHg TIO : 18 mmHg

RESUME

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan berusia 33 tahun yang
datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan:

Keluhan utama : Kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan tambahan : penglihatan buram berkabut, berbayang seperti mendung,, terasa


mengganjal seperti kelilipan pada kedua mata.Pasien merasakan nyeri pada kedua mata.
Kedua mata sensitif terhadap cahaya.

Riwayat penyakit sekarang:


- Hari ini pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa buram seperti berkabut sejak
1 tahun yang lalu SMRS, mata merah, silau saat melihat cahaya dan terkadang pasien
merasakan nyeri pad bagian matanya.
- 4 hari yang lalu, pasien kembali datang ke poli dikarenakan merasa belum ada
perbaikan sejak 1 minggu yang lalu datang ke poli
- 11 hari yang lalu, pasien datang untuk pertama kalinya dikarenakan ada keluhan mata
buram berkabut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya mata

Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan hasil berupa:


OD OS

VOD 0.1 PH (-), NC VOS 1/60 PH (-), NC

Pupil : Pupil :

- tidak bulat - tidak bulat

- tidak rata - tidak rata

- tidak simetris - tidak simetris

Lensa : keruh tak rata Lensa : keruh tak rata

Retina : terdapat sikatrik Retina : terdapat sikatrik

TIO : 17 mmHg TIO : 18 mmHg

DIAGNOSIS KERJA

ODS Panuveitis Kronik Exacerbasi Akut + Miopia Axial


DIAGNOSIS BANDING

ODS Keratitis

ODS Konjungtivitis

TERAPI FARMAKOLOGI

 Prednisolon oral 1mg/kgBB / hari


 Natrium diclofenac 1 mg S 3 dd 1 gtt ODS
 Prednisolone 10mg 2dd 2 gtt ODS
 Siklopegik hemotropin ODS

TERAPI NON-FARMAKOLOGI

ODS Viteroctomy

EDUKASI

• Meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit Panuveitis (penyebab, tanda & gejala,
penanganan, komplikasi)
• Kontrol untuk memantau perjalanan penyakit
• Menjelaskan prosedur, manfaat dan komplikasi tindakan Vitrectomy
• Menggunakan kacamata hitam saat keluar rumah

PROGNOSIS OS dan OD

o Ad visam : dubia ad malam


o Ad vitam : ad malam
o Ad sanationam : dubia ad malam
o Ad fungtionam : dubia ad malam
o Ad kosmetikam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi mata
1.1 Uvea
Traktus uvealis adalah kompartmen vascular utama mata yang terdiri dari iris,
badan siliaris dan koroid. Melekat erat pada 3 tempat sklera yaitu: sklera pur,
tempat keluar vena-vena vortikosae dan nervus optikus. Perdarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh arteri siliaris longus
posterior, sedangkan disebelah posterior dari beberapa arteri siliaris posterior
yang masuk ke koroid disekitar saraf optik.1

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata


a. Iris

Iris adalah bagian anterior dari traktus uvealis, membentuk diafragma di depan lensa
kristalina. Saat midriasis iris tampak mengandung banyak rigi dan lipatan, sedangkan
saat miosis permukaan iris lebih rata. Iris membagi segmen anterior menjadi kamera
okuli anterior dan kamera oculi posterior. Secara histologis iris memiliki tiga lapisan
yaitu lamina anterior, stroma iris, dan lamina posterior. 2

Iris tereletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik


mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueos humor dan
vitreous humor. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu :
otot dilatator pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan otot sfingter pupil yang
berfungsi untuk mengecilkan pupil. 2 Pendarahan iris didapat dari circulus major iris.
Kapiler- kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated)
sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresin yang disuntikan secara intravena.
Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi ciliares. 1

b. Badan Siliar
Badan siliar berbentuk segitiga pada potongan melintang, menjembatani kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior dan berjalan dari scleral spur (taji sklera) sampai ke
ora serrata. Badan siliar terdiri dari 2 bagian: bagian yang dekat uvea, bersebelahan
dengan sklera, terdiri dari lamina fusca (lamina suprakoroid), otot-otot siliaris, lapisan
pembuluh darah, jaringan ikat penghubung dan membrane Bruch (lamina basalis
koroidalis).1

Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata (2
mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliaris berasal dari
pars plikata. Processus ciliaris ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang
bermuara ke vena-vena verticosa. Kapiler –kapilernya besar dan berlubang-lubang
sehingga membocorkan fluoresin yang disuntikkan secara intravena. Ada dua lapisan
epitel siliaris: satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam, yang merupakan perluasan
retina sensoris ke anterior; dan satu lapisan berpigmen disebelah luar, yang merupakan
perluasan epitel pigmen retina.1

c. Koroid

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah
dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya
berada di cincin badan siliar. Koroid melekat erat pada sklera di sekitar saraf optic pada
tempat masuk arteri siliaris posterior serta pada tempat keluarnya vena vortikosae. 2
Terdiri dari 3 lapis pembuluh darah:

- Lapisan paling dalam, lapisan koriokopilaris, yang terdiri dari kapiler besar
berfenestra
- Lapisan tengah (Sattler), terdiri atas pembuluh darah kecil
- Lapisan luar (Haller), terletak dekat dengan sklera, memiliki pembuluh darah
besar tanpa katup

Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah


dari pembuluh koroid dilairkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran
posterior. Koroid disebelah dalam dibatasi oleh membrane Bruch dan disebelah luar
oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat
ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Disebelah anterior, koroid bergabung dengan
korpus ciliare.1
2. Fisiologi Mata

2.1 Uvea

Traktus uvealis mempunyai fungsi memberi nutrisi dan pengaturan gas, badan
siliar langsung memberikan makanan pada retina sebelah dalam, lensa dan
kornea.3
a. Iris

Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : otot dilatator
pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan otot sfingter pupil yang berfungsi
untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga
tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama
besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak
sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis di dekat perlekatannya
dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.2
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya
karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti
cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat
masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok
jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot
memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang
terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata.
Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya
temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.3
b. Badan siliaris
Korpus siliaris memiliki tiga fungsi yaitu pembentukan humor akuos, pengaliran
humor akuos, dan akomodasi lensa. Humor akuos diproduksi oleh epitel korpus
siliaris non-pigmen, volumenya sekitar 250 µL, dengan kecepatan produksi rata-rata
2-3μL.2 Hasil produksinya akan dikeluarkan ke bilik mata belakang dan mengalir ke
bilik mata depan. Ini merupakan campuran kompleks dari elektrolit, organic solutes,
growth factor dan protein lain yang mensuplai nutrisi ke jaringan non vaskularisasi
dari bilik mata depan (trabecular Meshwork, lensa dan corneal endothelium). 1 Humor
akuos diproduksi oleh epitel tidak berpigmen siliaris yang terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu proses difusi dan ultrafiltrasi yang merupakan proses pasif,
sedangkan proses aktif melalui sekresi. Difusi terjadi karena terdapat ruang dengan
potensial negatif yang akan terisi oleh molekul sampai tercapai keseimbangan
tekanan antara kedua membrane. Proses ini melibatkan ion –ion sodium. Ultrafiltrasi
merupakan komponen nonenzim pada pembentukan humor akuos yang tergantung
pada perbedaan tekanan intraokuler, tekanan darah dan tekanan osmotik darah pada
korpus siliaris.2
Humor akuos disekresikan dari mata melalui conventional pathway dan
unconvensional pathway. Pada conventional pathway, humor akuos disekresikan dari
mata melalui trabekular meshwork pada sudut iridokorneal di bilik mata depan yang
kemudian diteruskan ke kanalis Schlemm’s , kanalis kolektor intraskleral, vena-vena
akuos dan pleksus vena episkleral. Pada unconvensional pathway atau aliran
uveoskeral, humor akuos di bilik mata depan masuk melalui muskulus siliaris dan
selanjutnya memasuki ruang suprasiliaris dan menyilang di anterior dan posterior
sclera, sampai di kanalis emissaria yang terletak disekeliling vena vortex atau di
pembuluh darah koroid. Presentase humor akuos yang melalui jalur uveasklera sekitar
10-15% pada orang dewasa, sedang pada anak-anak sekitar 40-50%. Aliran
uveoskeral ini juga dianggap sebagai aliran pasif dan rute minor dari humor akuos.
(4,5)

Gambar 2.2 Pembentukan dan Pengaliran Cairan Humor Akuos3

Proses akomodasi dihasilkan karena terjadi kontraksi muskulus siliaris yang


menggerakkan zonula yang melekat pada anterior lensa ke depan dan dalam sehingga
lensa menjadi lebih cembung. Pada keadaan mormal posisi lensa dalam keadaan
relaksasi tanpa regangan pada kapsulnya dan berbentuk sferis yang disebabkan
elastisitas kapsul. Pada saat akomodasi muskulus siliaris berkontraksi khususnya otot
longitudinal dan sirkuler sehingga diameter otot berkurang yang mengakibatkan
turunnya tekanan serat-serat zonular yang kemudian memungkinkan lensa menjadi
lebih sferis dan kekuatan dioptri lensa bertambah. 3

Gambar 2.3 Mekanisme Akomodasi

c. Koroid

Koroid memiliki fungsi terutama untuk suplai darah ke epitel pigmen retina (RPE)
sampai ke dua pertiga lapisan nuclear dalam dari neurosensori retina. Koriokapiler
yang memerankan fungsi ini membawa darah melalui pembuluh-pembuluhnya ke
bagian anterior bola mata. Koroid juga diperkirakan berperan dalam proses
pertukaran panas di retina karena tingginya aliran darah di pembuluh darah koroid.
Sel-sel pigmen koroid menyerap cahaya yang berlebihan yang berpenetrasi ke retina
tapi tidak diserap sel-sel fotoreseptor. Disamping itu koroid juga memberikan
peranan yang besar pada pemeriksaan fundus karena respon dari pigmen dan warna
koroid.3

3. Uveitis
3.1 Definisi
Uveitis adalah inflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar, dan koroid.1 Peradangan
pada uvea yang dapat mempengaruhi kornea, retina, sklera dan bagian vital mata
lainnya. Uveitis dapat dikelompokkan menurut letak anatomi seperti uveitis anterior
yaitu peradangan pada iris dan badan siliaris. Lalu uveitis posterior adalah
peradangan pada lapisan koroid dan panuveitis yaitu peradangan pada seluruh uvea
dan struktur sekitar nya seperti retina dan vitreus.6

3.2 Epidemiologi
Uveitis menyebabkan sekitar 10% kebutaan di Amerika Serikat, insiden uveitis
di negara maju sekitar 200 per 100.000 populasi, 50% diantaranya mengalami
komplikasi dan 35% mengalami gangguan tajam penglihatan. Sedangkan di negara
berkembang insiden uveitis sebanyak 714 per 100.000 populasi dan 25% diantaranya
menyebabkan kebutaan. Negara berkembang khususnya negara tropis memiliki iklim
dan pathogen berbeda-beda dengan negara maju sehingga prevalensi penyakit uveitis
akibat infeksi seperti toxoplasma dan tuberculosis lebih tinggi.6
Menurut penelitian yang dilakukan Kadek Ayu pada tahun 2016 di RSUP
Sanglah Denpasar ditemukan 28 kasus uveitis dengan rata-rata usia 45-64 tahun dan
jenis kelamin paling banyak yaitu laki-laki. Jenis uveitis berdasarkan anatomi
menunjukkan bahwa pasien paling banyak mengalami uveitis anterior sebanyak
80%.7

3.3 Klasifikasi
The International Study Group (IUSG) dan The Standardization of Uveitis
Nomenclature (SUN) membagi uveitis berdasarkan anatomi, etiologi dan perjalanan
penyakit ini. Secara anatomi uveitis dibagi menjadi uveitis anterior, uveitis
intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Sedangkan menurut etiologi, uveitis
dibagi menjadi infeksi (bakteri, virus, jamur dan parasite), non infeksi dan idiopatik.
Berdasarkan perjalanan penyakit, uveitis dibagi menjadi akut (onset mendadak dan
durasi kurang dari empat minggu), rekuren (episode uveitis berulang), kronik (uveitis
persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah pengobatan dihentikan), dan remisi
(tidak ada gejala uveitis selama 3 bulan atau lebih).6

3.4 Patofisiologi
Peradangan uvea disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan mekanisme
alergi. Infeksi piogenik biasanya akibat suatu trauma tembus pada mata, walaupun kadang-
kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba
yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata. 50% penyebab uveitis adalah idiopatik. Selain
itu terdapat inflamasi intraokular yang menyerupai uveitis disebut masquerade syndrome,
sebagian besar disebabkan oleh keganasan. Uveitis disebabkan dari penyebaran infeksi secara
hematogen dari luar tubuh melalui pembuluh darah uvea. Patofisiologi uveitis tergantung dari
etiologi spesifik yang mendasari, namun secara garis besar semuanya memiliki defek pada
blood-ocular barrier. Membran semipermeabel pada blood-ocular barrier mirip dengan
blood-brain barrier yang normalnya bekerja mencegah sel-sel dan protein besar masuk ke
dalam mata serta menjaga cairan intraokular tetap jernih. Infeksi terjadi akibat terganggunya
barrier tersebut dan masuknya WBC ke dalam mata. Neutofil predominan pada infeksi akut,
dan sel mononuklear predominan pada infeksi kronis. 10
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar atau antigen dari dalam. Antigen luar berasal dari
mikroba yang infeksius baik bakteri maupun virus. Peradangan uvea berlangsung lama
setelah proses infeksinya berupa manifestasi klinis reaksi imunologik terlambat. Radang iris
dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood-ocular barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam aquous humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil yang bergerak (efek
Tyndall).11
Pada proses peradangan akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus
di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal
dengan hifema. Sedangkan pada peradangan yang kronis dapat berupa edema makula dan
ditemukan sel – sel radang melekat pada endotel kornea, yang disebut sebagai keratik
presipitat (KP). Peradangan yang kronis dapat menimbulkan komplikasi dimana sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa
bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio
pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. 9

Perlekatan tersebut, diikuti dengan tertutupnya trabekulum oleh sel-sel radang, akan
menghambat aliran aqueous humor dari COP ke COA sehingga aquous humor tertahan di
COP dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe).
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan
lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. 10
a. Uveitis Anterior
1. Definisi
Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris saja
disebut iritis sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka
disebut iridosiklitis.6
2. Etiologi

Pada uveitis anterior dapat terjadi akibat kelainan sistemik seperti


spondiloartroparti, artritis idiopatik juvenile, sindrom uveitis fuchs, colitis
ulseratif, penyakit chron, penyakit whipple, tubulointerstitial nephritis and
uveitis. Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior adalah virus herpes
simplek (VHS), virus varisela zoster (VVZ), tuberculosis, dan sifilis. Uveitis
anterior akut juga dapat disebabkan oleh trauma, pasca-operasi dan reaksi
hipersensitivitas.11

3. Tanda dan Gejala

Uveitis anterior akut umumnya terjadi di satu mata namun pada kasus kronik
dapat melibatkan kedua mata. Gejala uveitis anterior umumnya ringan-
sedang dan dapat sembuh sendiri, gejala klinis dapat berupa mata merah,
nyeri, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan. Uveitis anterior
menyebabkan spasme otot siliar dan sfingter pupil yang menimbulkan nyeri
tumpul/berdenyut serta fotofobia. Spasme sfingter pupil mengakibatkan
miosis dan memicu sinekia posterior. Penurunan tajam penglihatan terutama
akibat kekeruhan cairan akuos dan edema kornea walaupun uveitis tidak
selalu menyebabkan edema kornea.1

Tanda uveitis anterior akut adalah injeksi siliar akibat vasodilatasi


arteri siliaris posterior longus dan arteri siliar anterior yang memperdarahi
iris serta badan siliar. Dibilik mata depan terdapat pelepasan sel radang,
pengeluaran protein (cells and flare) dan endapan sel radang di endotel
kornea (presipitat keratik).6

4. Pemeriksaan Oftalmologi

1. Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun


2. Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
3. Konjungtiva : Terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
4. Kornea : KP (+), Udema stroma kornea
5. Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
6. Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada
kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila
pasien mengalami iritis berulang.
7. Camera Oculi Anterior (COA) : Sel-sel flare dan/atau hipopion ditemukannya
sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif.
Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk
grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari :

0 : Tidak ditemukan sel


+1 : 5-10 sel
+2  : 11-20 sel
+3  : 21-50 sel
+4  : > 50 sel

8. Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama
dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :

0 : Tidak ditemukan flare


+1  : Terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2  : Moderat, iris terlihat bersih
+3  : Iris dan lensa terlihat keruh
+4  : Terbentuk fibrin pada cairan akuous

9. Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit


terkait HLA B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
5. Diagnosis Banding
Ablasio retina lama, Keratitis, dan Konjungtivitis1

b. Uveitis Intermediet
1. Definisi
Uveitis intermediet adalah peradangan di pars plana yang sering diikuti
vitritis dan uveitis posterior.1
2. Etiologi
Pada uveitis intermediet sebagian besar penyebabnya idiopatik, sarcoidosis,
multiple sclerosis, sifilis, boreliosis dan lyme disease.6
3. Tanda dan Gejala
Gejala uveitis intermediet biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan
(pandangan kabur,floaters) tanpa diserta nyeri dan mata merah, namun jika
terjadi edema macula dan agregasi sel di vitreus penurunan tajam penglihatan
dapat lebih buruk.10
4. Pemeriksaan Oftalmologi
Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai
dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs)
atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju
(snow-banking).6

Gambar 2.4 Snowballs

5. Diagnosis Banding
Endoftalmitis, masquerade sindrom (oleh limfoma intraocular, ablasio retina
lama).1
c. Uveitis Posterior
1. Definisi
Uveitis posterior adalah peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan
jaringan sekitar seperti vitreus, retina dan nervus optik.1
2. Etiologi
Uveitis posterior disebabkan oleh infeksi seperti T.gondii, M.tuberculosis,
sifilis, VHS, VVZ, Cytomegalovirus, dan HIV. Pada kasus non-infeksi
disebabkan oleh koroiditis multifocal, birdshot choroidopathy, sarcoidosis
dan neoplasma.6
4. Tanda dan Gejala
Uveitis posterior timbul perlahan namun dapat terjadi secara akut. Pasien
mengeluh penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah dan fotofobia. Lesi
bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina.
Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan
melihat lalat berterbangan (floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai
dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau
papilomakula.10

Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang
dapat dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang
lama biasanya disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada
trabekula anterior yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall.
Penyebab floaters adalah terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari
presipitat mutton fat pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal
sebelum menjadi kuning atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat
kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior
tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur. 11

5. Pemeriksaan Oftalmologi
Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan penyakit secara
lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya
perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu – abu yang dapat menutup
koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas. 1

d. Panuveitis
Panuveitis merupakan inflamasi yang terjadi pada seluruh lapisan uvea
(uveitis anterior bersamaan dengan uveitis posterior) yang sering disebabkan
oleh toksoplasmosis, tuberculosis, VKH, oftalmia simpatika, penyakit behcet
dan sorkoidosis.1

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis uveitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, namun uveitis intermediet dan uveitis posterior sulit melihat tanda
inflamasi dari pemeriksaan klinis saja. Dengan itu dibutuhkan pemeriksaan
penunjang khusus nya pencitraan yang bermanfaat untuk melihat perubahan
struktur dan mengetahui derajat inflamasi.8
a. Slit lamp dan Fotografi Umum
Salah satu cara untuk dokumentasikan abnormalitas struktur dan proses
patologis yang terjadi di mata. Pada kondisi inflamasi, sawar darah
mata terganggu sehingga serum protein dan sel dapat keluar dari
pembuluh darah mata dan masuk ke bilik mata depan, bilik mata
belakang maupun vitreus. Dua parameter inflamasi yang dapat
diperiksa melalui slit lamp adalah flare dan sel.8
Flare terbentuk akibat protein di cairan akuos yang
memantulkan cahaya dan tersebar dari berkas sinar yang datang sesuai
dengan efek tyndall. Partikel dengan ukuran lebih kecil akan
memberikan gambaran sel.8

Gambar 2.5 Sel dan Flare di Bilik Mata Depan


b. Laser Flare Photometry (LFP)
Laser Flare Photometry (LFP) digunakan untuk menghitung jumlah sel
dan flare secara kuantitatif. LFP diindikasikan untuk pasien dengan
inflamasi intraocular termasuk uveitis. LFP dapat menilai inflamasi
subklinis, lebih akurat dan objektif dalam memantau respons terapi
serta lebih sensitif dalam mendeteksi relaps.8
c. Fotografi Fundus Berwarna
Fotografi Fundus digunakan untuk mendokumentasikan lesi di retina
dana tau koroid. Fotograsi stereo fundus memungkinkan 3 dimensi
vascular retina dan koroid.8
d. Fundus Fluorescein Angiography
Fundus Fluorescein Angiography adalah fotografi fundus yang FFA
memberikan informasi sirkulasi pembuluh darah retina dan koroid,
detail epitel pigmen retina, sehingga FA memberikan gambaran
interaksi dinamis antara fluoresen dengan struktur anatomi fundus
okuli yang normal maupun abnormal. Ketika fluoresen disuntik kan
jika ada kebocoran ke retika merupakan kondisi abnormal. Pada
uveitis, FFA bermanfaat mendokumentasikan fundus saat awal,
membedakan uveitis aktif atau tidak aktif, mengidentifikasi daerah
kapiler non-perfusi, neovaskularisasi retina dan neovaskularisasi
koroid.8

Gambar 2.6 Koroiditis

e. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk memvisualisasi segmen posterior
mata yaitu fundus pada keadaan media refraksi keruh. USG dapat
memperlihatkan terlepasnya vitreus posterior maupun skleritis
posterior difus yang terlihat sebagai edema yang berisi cairan sehingga
tampak sebagai regio echolusen dibelakang sklera dalam ruang tenon
dan memperlihatkan seperti huruf T.8

Gambar 2.7 Pemeriksaan USG


f. Ultrasound Biomicroscopy
Ultrasound Biomicroscopy merupakan modalitas pencitraan non-
kontak dan non-invasif yang dapat memvisualisasikan struktur anterior
mata secara biomikroskopik dan cross-sectional dengan resolusi tinggi.
UBM dapat memvisualisasikan konjungtiva, sklera dan retina perifer,
UBM sangat baik untuk memeriksa badan siliar walaupun pada
keadaan media keruh, melihat sel-sel inflamasi di bilik mata depan dan
belakang, eksudat dan edema badan siliar serta memantau
kebershasilan terapi.6

Gambar 2.8 Uveitis Intermediet

3.6 Tata Laksana


Prinsip penatalaksanaan uveitis adalah untuk menekan reaksi inflamasi,
mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur, memperbaiki kerusakan
struktur, memperbaiki fungsi penglihatan serta menghilangkan rasa nyeri dan
fotofobia.1
Kortikosteroid topikal adalah terapi pilihan untuk mengurangi
inflamasi yaitu prednisolone 0,5%, prednisolone asetat 1%, betametason 1%,
deksametason 0,1%, dan fluorometolon 0,1%. Injeksi kortikosteroid periocular
diberikan pada kasus yang membutuhkan depo steroid dan menghindari efek
samping kortikosteroid jangka panjang. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan
untuk mengatasi uveitis berat atau uveitis bilateral. Efek samping kortikosteroid
harus diperhatikan seperti meningkatkan tekanan intraokular, menimbulkan
katarak, glaucoma dan meningkatan risiko infeksi bakteri dan jamur.6
NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sedangkan
siklopegik diberikan untuk mencegah sinekia posterior. Obat yang diberikan
adalah siklopentolat 0,5-2% dan homatropin. Homatropin merupakan terapi
siklopegik pilihan untuk uveitis.
Pada uveitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, antibiotik diberikan
selama 2-3 hari, setelah itu dapat ditambahkan kortikosteroid untuk menekan
inflamasi. Golongan penisilin adalah antibiotik lini pertama untuk terapi sifilis
dan diberikan setiap 4 jam selama 10-21 hari. Penisilin G benzatin diberikan
2.000.000-4.000.000 U IM setiap 4 jam selama 10-14 hari dilanjutkan 2.400.000
U IM setiap minggu selama 3 minggu.
Pada uveitis yang disebabkan oleh VZV dapat diberikan asikovir 800
mg 5 kali sehari dengan terapi suportif midriatikum dan kortikosteroid untuk
menekan inflamasi. HSV diobati dengan asiklovir 400 mg 5 kali sehari atau
famsiklovir dan valasiklovir. Prednisolon asetat 1% dan siklopegik diberikan
sebagai terapi suportif.
Uveitis yang disebabkan oleh jamur diobati dengan tetes mata
antijamur dan pada infeksi berat dapat diberikan antijamur sistemik. Tetes mata
amfoterisin B 0,15% diberikan setiap jam. Antijamur lainnya adalah tetes mata
natamisin 5% tiap jam atau flukonazol 0,3% dan salep mata natamisin 5% tiga
kali sehari.
Tatalaksana non-farmakologi pada uveitis dapat dilakukan terapi bedah
yang diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan. Operasi dilakukan pada
kasus uveitis yang telah tenang (teratasi) tetapi mengalami perubahan permanen
akibat komplikasi seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina.
Kekeruhan vitreus sering terjadi pada uveitis intermediet dan posterior, sering
menimbulkan perdarahan vitreus dapat dilakukan vitrektomi ditujukan untuk
memperbaiki tajam penglihatan bila kekeruhan menetap setelah pengobatan.6

3.8 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi dari uveitis dapat berupa :

a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata


Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan
hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan cairan
ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos
humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika. 11

b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan
terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa
sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek
lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik.
Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi
dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa
fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki
visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.

Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan


berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung
dimana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula
dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. 10
Degenerasi Miopia

2.4.1 Definisi
Miopia atau rabun jauh adalah salah satu penyakit mata yang paling umum di dunia. Miopia
disebabkan kekuatan optik mata terlalu tinggi, ataupun panjang bola mata lebih daripada normal
sehingga membuat gambar objek yang jauh terfokus di depan retina. Miopia dapat dikoreksi dengan
kacamata, lensa kontak, atau operasi refraktif. Degenerasi Miopia atau Miopia Patologis ditandai
dengan pemanjangan anteroposterior progresif dari sklera yang terkait dengan perubahan mata
sekunder. Pasien dengan miopia berat (-6 hingga -8) biasanya dapat mengalami miopia patologis ini.
2,15

2.4.2 Epidemiologi
Tingkat kejadian miopia tertinggi berada di wilayah Asia Timur (47%) dan Asia Tenggara
(39%) dibanding Eropa Tengah (27%) dan Afrika Tengah (7%). Dilaporkan prevalensi miopia
patologis dari 0.9% menjadi 3.1%.15
2.4.3 Patofisiologi
Pada miopia, daya bias lensa biasanya normal. Namun, diameter anteroposterior bola mata
terlalu panjang menyebabkan gambar dibuat fokus di depan retina. Sinar cahaya, setelah mencapai
fokus, menyebar lagi sehingga gambar kabur terbentuk di retina. 6

Gambar 2.9 Miopia.7


2.4.4 Faktor Risiko16
 Utama;
o Usia tua.
o Panjang aksial lebih besar.
o Ekuivalen bola mata pasien miopia lebih tinggi.
 Tambahan;
o Perempuan.
o Area optik diskus yang lebih besar.
o Riwayat keluarga dengan miopia.
2.4.5 Klasifikasi16
Adapun klasifikasi miopia patologis dibagi dalam lima kategori berbeda berdasarkan
perubahan atrofinya, yaitu;

Kategori 0: tidak ada lesi degeneratif makula.

Kategori 1 : hanya fundus tesselasi.

Kategori 2 : atrofi koroiretinal difus.

Kategori 3 : atrofi koroiretinal merata.

Kategori 4 : atrofi makula.

2.4.6 Pemeriksaan Fisik


Funduskopi:

 Teselasi pucat (tigroid) : karena redaman difus RPE dengan visibilitas pembuluh koroid
besar.2

Gambar 2.10 Tigroid retina2

 Anomali pusat nervus optikus : dapat tampak kecil, besar atau anomaly dengan konformasi
“titled”. Atrofi korioretinal peripapil sangat umum, paling sering sebagai bulan sabit
temporal dari RPE yang menipis atau tidak ada. 2
Gambar 2.11 “titled” disc.2

 Ablasio Retina Regmatogen : jauh lebih umum pada miopia tinggi, patogenesis termasuk
peningkatan terjadinya PVD, degenerasi kisi, lubang atrofi asimtomatik dan kadang
robekan retina yang besar.2
2.4.7 Pemeriksaan Penunjang15
 Optical Coherence Topography (OCT)
Pemeriksaan ini non-invasif, cepat dan tersedia secara luas. Cocok untuk mendiagnosis
dan memantau atrofi RPE, CNV rabun dan makulopati traksi. OCT memberikan
pengukuran regular ketebalan retina dan koroid, serta adanya cairan di subretina atau
intraretinal. OCT juga dapat melihat lubang makula, retinoskisis, detasemen, dan
stafiloma.

Gambar 2.12 a. Stafiloma posterior kiri pada Axial CT.


b. stafiloma pada OCT.2

Stafiloma : ektasia peripapiler atau makula dari sklera posterior. Stafiloma terjadi karena
adanya penipisan fokal dan perluasan yang terjadi pada kira-kira sepertiga mata pasien
miopia patologis. Pada OCT akan terlihat makula berbentuk kubah, tonjolan anterior di
atas biasanya melibatkan retina, RPE, dan koroid bagian dalam. 2

 Fluorescein Angiography (FA)


FA memberikan informasi rinci tentang jenis dan akitivitas CNV miopia dan membantu
pengobatan. Miopia CNV tipe 2 atau CNV klasik pada FA menunjukkan hiperfluoresensi
awal yang meningkatkan ukuran dan intensitas hingga fase akhir. FA dapat membantu
membedakan perdarahan dari miopia CNV atau lacquer crack.

}
Gambar 2.13 Miopia CNV pada Fluoroscein angiogram.15

Miopia CNV (Choroidal Neovascular Membrane) adalah penyebab umum gangguan


penglihatan pada pasien miopia patologis. CNV miopia biasanya muncul sebagai lesi
subretina kecil berwarna abu-abu di bawah atau dekat fovea, dan mungkin berhubungan
dengan cairan atau perdarahan subretina. Bintik-bintik Fuchs adalah bekas luka abu-abu
berpigmen yang sesuai dengan miopia CNV yang regresi. 15

 OCT Angiography
 USG
 MRI
 Indocyanine Green Angiography
2.4.8 Tatalaksana
Miopia sederhana dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau operasi refraktif. Pada
anak-anak disarankan untuk bermain di luar ruangan untuk mencegah perkembangan miopia. Metode
lain yaitu lensa kontak khusus dan atropine topikal dosis rendah. Tetapi, tidak ada terapi yang terbukti
dapat membalikkan atau menghentikan atrofi retina progresif terkait dengan miopia patologis. 15

Pada miopia CNV, injeksi anti-VEGF terbukti menunjukkan hasil visual dan anatomi yang
superior dibandingkan dengan terapi atau kontrol fotodinamik. Untuk pasien AMD frekuensi injeksi
dilakukan lebih rendah. Tetapi terapi ini memiliki risiko yang tinggi pada pasien RRD. 2 Anti-VEGF
yang dapat digunakan berupa: Bevacuzimab 1.25 mg/0.05ml, Aflibercept 2mg/0.05ml, Ranibizumab
0.5mg/0.05 ml.15

2.4.9 Komplikasi
Pasien dengan miopia patologis mungkin mengalami penurunan tajam dalam ketajaman
visual akibat perdarahan subretina atau miopia CNV. Meskipun terapi segera, dapat terbentuk
jaringan parut dan atrofi di makula yang menghasilkan skotoma sentral permanen. Pasien tersebut
juga memiliki risiko pembentukan katarak dini, glaukoma, dan ablasi retina lebih tinggi, yang juga
dapat menyebabkan gangguan penglihatan. 15
RINGKASAN DAN PEMBAHASAN KASUS

I. Ringkasan
Telah diperiksa pasien bernama Ny. I berusia 33 tahun dengan keuda mata buram
sejak 1 tahun yang lalu.

Dari anamnesis didapatkan :

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan berusia 33 tahun yang
datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan:

Keluhan utama : kedua mata terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan tambahan : penglihatan buram berkabut, berbayang seperti mendung, terasa


mengganjal seperti kelilipan pada kedua mata.Pasien merasakan nyeri pada kedua mata.
Kedua mata sensitif terhadap sinar matahari.

Riwayat penyakit sekarang:

- Hari ini pasien datang dengan keluhan kedua mata terasa buram seperti berkabut sejak 1
tahun yang lalu SMRS, mata merah, silau saat melihat cahaya dan terkadang pasien
merasakan nyeri pad bagian matanya.
- 4 hari yang lalu, pasien kembali datang ke poli dikarenakan merasa belum ada perbaikan
sejak 1 minggu yang lalu datang ke poli
- 11 hari yang lalu, pasien datang untuk pertama kalinya dikarenakan ada keluhan mata
buram berkabut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh adanya mata merah, terasa
seperti ada yang mengganjal dan silau saat melihat cahaya.
II. Pembahasan
A. Diagnosis Kerja
1 Diagnosa kerja ODS Panuveitis

Rekam Medis/Status Pasien Teori Panveitis


Anamnesis: Pandangan kabur
Pasien merasa pandangan kabur, terlihat Gejala uveitis umumnya pasien merasa
lebih silau jika melihat cahaya mata merah, dan fotofobia

 Sesuai dengan teori

Pemeriksaan fisik: Terdapat penurunan visus


VOD: 0,1 PH (-) Sinekia posterior (+)
VOS : 1/60 PH (-)

 Sesuai dengan teori


B. Usulan Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium
- Serologi  vdlr & rapid plasma reagin
- Antinuclear antibody
- Pcr  IgG & IgM toxoplasma
Pemeriksaan radiologi

- USG B-Scan
- Fundus fluoresen angiografi
C. Komplikasi yang akan terjadi :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan hambatan aliran
aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama
dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.

b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan terapi
kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa
sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih
sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga
dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat
dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi
dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki
toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis
dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,
etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen,
infeksi maupun noninfeksi. Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk
mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu
diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan kebaikan dari kondisi pasien.

 
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus R, Sitompul R, Widyawati S. Buku Ajar Oftalmologi . 1th ed. Jakarta:UI


Publishing;2020
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006
3. Guyton AC, Hall JE. Textbook Medical of Physiology. 12th ed. Philadelphia (PA):Elsevier;
2011.
4. Fautsh PM.Johnson HD. Aqueous Humor Outflow: What Do we Know? Where will Lead
Us?. Investigative Ophthalmolohy & Visual Science, October vol.47 no 10.2006
5. Kaufman Pl. Glasser A. Acomodation and Presbyopia, In : Adlers’s Physiology of the Eye,
10th edition, Mosby Inc. St.Louis Missouri.2002
6. Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dan Upaya Mencegah Kebutaan.
eJKI:2015
7. Sari KA, Susila NK, Budhiastara P. Karakteristik Pasien Uveitis Di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar Periode Maret 2016 Sampai Desember 2016:2019;8(8)
8. Sitompul R. Peran Pencitraan Dalam Diagnosis Uveitis. eJKI:2015

9. Zierhut M, Deuter C, Murray P. Classification of Uveitis – Current Guidelines.


European ophthalmic review 2007. 77-78.
10. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.
11. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011. (e-book)
12. Aini AN, Santik YD. Kejadian Kataral Senilis Di RSUD Tugurejo. HIGEIA:2018;2(2)
13. Gupta V, Rajagopala M, Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: An appraisal. Indian J
Ophthalmol. 2014;62(2):103–10.
14. Feldman, Brad H., et al. “Cataract.” EyeWiki, American Academy of Ophthalmology, 30
August 2020, https://eyewiki.aao.org/Cataract. Accessed 10 Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai