Pokok pembahasann mengenai martabat manusia, adalah hal yang sangat penting
dipahami oleh manusia. Karena menyangkut keberadaan dirinya dan sesama
manusia.
Perhatikan cerita berikut dan mari kita bermain peran lewat cerita ini.
Bencana alam datang dengan tiba-tiba. Dimanapun dan kapanpun. Tidak mengenal
waktu dan tempat dan siapa yang diterjangnya. Orang kaya, miskin, anak-anak atau
orang dewasa, laki-laki perempuan, tua muda. Pejawbat atau rakyat biasa.
Jika Anda saat in berperasn sebagai anggota TIM SAR yang diturunkan di daerah
bencana alam, maka saat Anda mengevakuasi korban , anda akan menuju tempat
tinggal seorang pejabat terlebih dahulu untuk mengevakuasi mereka atau menuju
kampung padat penduduk?
Mari kita cek bersama, apakah jawaban mu hampir sama dengan pernyataan
berikut ini?
“Katekismus Gereja Katolik” (KGKno. 306) tahun 1993 ditulis demikian: “Sebab
Allah tidak hanya memberi keberadaan kepada makhluk-Nya, tetapi juga
martabat, untuk bertindak sendiri, menjadi sebab dan asal usul satu dari
yang lain dan dengan demikian bekerja sama dalam pelaksanaan keputusan-
Nya.”
Kalimat ini ada dalam paragraf mengenai penyelenggaraan ilahi yang memuat
gagasan bahwa Allah sebagai sang mahapencipta berdaulat atas keputusan-
Nya namun Ia mempergunakan kerjasama dengan makhluknya (manusia).
Kemartabatan manusia di sini dalam kerangka kerjasama (komunikasi) dengan
Allah. Ia “citra Allah”, menduduki tempat khusus dalam penciptaan.
Mengutip Gaudium et Spes (GS) 12, KGK no. 356 menggarisbawahi martabat
manusia terkait dengan tujuan ia diciptakan, yaitu untuk ambil bagian dalam
kehidupan Allah. Dengan mengutip GS 16, KGK no. 1706 menggarisbawahi bahwa
dalam tindakan moral tampaklah martabat manusia.
“Oleh akal budinya, manusia mendengarkan suara Allah... Dalam tindakan moral,
tampaklah martabat manusia.”
Setelah mengamati dan memahami penjelasam tadi hal apakah yang Anda
dapatkan terkait dengan martabat manusia, ?