Anda di halaman 1dari 4

PENGANTAR BAB 3 ; ORANG BERIMAN MENJUNJUNG

TINGGI MARTABAT MANUSIA

Pokok pembahasann mengenai martabat manusia, adalah hal yang sangat penting
dipahami oleh manusia. Karena menyangkut keberadaan dirinya dan sesama
manusia.

Perhatikan cerita berikut dan mari kita bermain peran lewat cerita ini.

Bencana alam datang dengan tiba-tiba. Dimanapun dan kapanpun. Tidak mengenal
waktu dan tempat dan siapa yang diterjangnya. Orang kaya, miskin, anak-anak atau
orang dewasa, laki-laki perempuan, tua muda. Pejawbat atau rakyat biasa.
Jika Anda saat in berperasn sebagai anggota TIM SAR yang diturunkan di daerah
bencana alam, maka saat Anda mengevakuasi korban , anda akan menuju tempat
tinggal seorang pejabat terlebih dahulu untuk mengevakuasi mereka atau menuju
kampung padat penduduk?

Apa alasan dari tindakan Anda tersebut?


Jika Anda berperan sebagaii seorang dokter di tenda darurat yang menerima
korban bencana alam, TIM SAR membawa masuk dua korban. Seorang anggota
Tim SAR berteriak…”cepat tolong ini anaknya Pak gubernur dia butuh oksigen…..”
dan satu tim lainnya mengatakan…..”kakek ini harus segera ditolong dia butuh
oksigen…..dia kakek yang jual mainan anak-anak”
Sebagai dokter, siapa yang akan Anda layani dengan lebh baik?
Apa alasan Tindakan Anda?

Mari kita cek bersama, apakah jawaban mu hampir sama dengan pernyataan
berikut ini?

Siapapun dia, semua korban harus ditolong dan dirawat


dengan sebaik mungkin karena mereka sama-sama manusia.
Bacalah beberapa sumber ini bacaan di bawah ini

“Katekismus Gereja Katolik” (KGKno. 306) tahun 1993 ditulis demikian: “Sebab
Allah tidak hanya memberi keberadaan kepada makhluk-Nya, tetapi juga
martabat, untuk bertindak sendiri, menjadi sebab dan asal usul satu dari
yang lain dan dengan demikian bekerja sama dalam pelaksanaan keputusan-
Nya.”

Kalimat ini ada dalam paragraf mengenai penyelenggaraan ilahi yang memuat
gagasan bahwa Allah sebagai sang mahapencipta berdaulat atas keputusan-
Nya namun Ia mempergunakan kerjasama dengan makhluknya (manusia).
Kemartabatan manusia di sini dalam kerangka kerjasama (komunikasi) dengan
Allah. Ia “citra Allah”, menduduki tempat khusus dalam penciptaan.

Mengutip Gaudium et Spes (GS) 12, KGK no. 356 menggarisbawahi martabat
manusia terkait dengan tujuan ia diciptakan, yaitu untuk ambil bagian dalam
kehidupan Allah. Dengan mengutip GS 16, KGK no. 1706 menggarisbawahi bahwa
dalam tindakan moral tampaklah martabat manusia.
“Oleh akal budinya, manusia mendengarkan suara Allah... Dalam tindakan moral,
tampaklah martabat manusia.”

Jadi, ajaran-ajaran ini selalu memandang kemartabatan manusia dalam relasi


antara manusia dengan Allah. Atau dengan kata lain, dalam konteks tata
keselamatan Allah (yang berpuncak dalam diri Yesus Kristus).

Ajaran Gereja mutakhir mengenai martabat manusia setelah Konsili Vatikan


II ialah ensiklik alm. Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae (EV) yang
dikeluarkan pada tahun 1995.
Dokumen ini meringkaskan inti ajaran Katolik mengenai martabat manusia:
“Manusia diberi martabat yang sangat luhur, berdasarkan ikatan mesra yang
mempersatukannya dengan Sang Pencipta: dalam diri manusia terpancar gambar
Allah sendiri.” (no. 34). “Martabat hidup manusia ini dikaitkan bukan hanya
dengan asal-usulnya saja yang berasal dari Allah, tetapi juga dengan tujuan
akhir hidupnya, yakni persatuan dengan Allah dalam pengetahuan dan kasih
dengan-Nya.” (no. 38) “Hidup manusia adalah manifestasi Allah di dunia, tanda
kehadiranNya, dan jejak keluhuranNya.” (no. 34).
Secara khusus, dokumen ini ditulis sebagai sikap Gereja Katolik ketika melihat
perkembangan teknologi dan modernitas yang tidak hanya meningkatkan
kesejahteraan manusia namun juga mempunyai kecenderungan meminggirkan
sifat transendensi manusia bahwa ia terbuka pada realitas yang lebih besar dari
dirinya. Akibatnya, manusia seakan-akan ditentukan oleh kebebasan dirinya yang
mutlak.
Yohanes Paulus II melihat fenomen yang ia sebut ‘budaya kematian’: aborsi,
eutanasia, bunuh diri, yang mengancam martabat manusia. Karena itu, paus
menegaskan nilai kesucian hidup manusia karena berasal dari Allah sendiri. Dalam
kerangka martabat manusia, dibicarakan dan diperdebatkan apa artinya otonomi
atau kebebasan manusia. Dari pengamatan terhadap dokumen-dokumen
tersebut, disimpulkan bahwa inti ajaran Gereja mengenai martabat manusia
menegaskan kembali bahwa ‘kemanusiaan’ diberikan kepada manusia oleh Allah.

Iman Kristen sejalan dengan gagasan universal mengenai martabat manusia,


nilai intrinsik pada manusia itu. Namun, apa arti keyakinan iman “Kristus adalah
Allah yang menjelma jadi manusia (inkarnasi dan penebusan Kristus)” di hadapan
martabat manusia? Atau, bagi orang Kristen, siapakah manusia itu? Di hadapan
Allah, siapakah manusia? Lalu kita menjawab, ‘ciptaan Allah’. Itu betul, namun
sejak dulu telah direfleksikan bahwa manusia itu diciptakan seturut gambar dan
rupa Allah (imago Dei), yang kendati jatuh ke dalam kedosaan tetap dipanggil
Allah untuk bersatu dengan-Nya.

Setelah mengamati dan memahami penjelasam tadi hal apakah yang Anda
dapatkan terkait dengan martabat manusia, ?

Anda mungkin juga menyukai