Anda di halaman 1dari 5

TUGAS B.

INDONESIA

DEFINISI ANAK SOSIAL POLITIK TERKAIT DENGAN BUDAYA DAN BAHASA


SERTA RANGKUMAN SEJARAH SINGKAT DI TAHUN SEBELUM 1945 DAN
SESDUDAH 1945

OLEH

PIRA SAPITRI

C1B322053

JURUSAN ILMU KESEJAHTRAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
A.Definisi Anak Sosial Politik Terkait Dengan Budaya Dan Bahasa

Peneliti Masyarakat dan Budaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Obing
Katubi, menyatakan bahwa revitalisasi bahasa adalah sebuah gerakan sosial, budaya, dan
politik. Gerakan ini adalah respons atas potensi punahnya ratusan bahasa daerah Indonesia,
terutama bahasa-bahasa daerah di wilayah timur.

Obing mengungkapkan alasan mengapa gerakan ini wajib melibatkan elemen sosial, budaya,
dan politik. Menurutnya, kalau hanya didorong oleh kelompok akademisi, revitalisasi bahasa
daerah tidak akan mampu berjalan.

“Jadi seharusnya revitalisasi itu menjadi gerakan yang sifatnya dari bawah. Kemudian para
akademisi mencoba membantu gerakannya melalui kepakarannya masing-masing. Jika itu
bisa berjalan, maka revitalisasi itu akan menjadi sebuah gerakan yang masif, baik ditinjau
dari segi sosial, budaya, maupun politik,” ujar Obing dalam webinar "Talk to Scientists" yang
digelar oleh LIPI secara daring pada Selasa (4/5).

Obing mengingatkan bahwa saat ini banyak pengelolaan kebijakan yang didesentralisasikan,
salah satunya adalah tentang pengelolaan bahasa dan budaya yang menjadi wewenang
daerah. Akan tetapi, menurutnya, terkadang daerah pun tidak memahami hal itu sehingga
mereka sering kali tidak peduli atau bahkan tidak membuat penganggaran untuk pengelolaan-
pengelolaan semacam ini.

Kalau gerakan revitalisasi berbasis sosial, budaya, dan politik telah terlaksana, langkah
selanjutnya yang harus diambil adalah melakukan perencanaan bahasa berbasis kelompok
penutur atau komunitas. Prinsipnya adalah tidak ada satu pun revitalisasi yang cocok untuk
semua bahasa yang terancam punah.

Jadi misalnya bahasa yang terancam punah direvitalisasi menggunakan model X. Model X ini
belum tentu cocok untuk digunakan di komunitas bahasa Y. Jadi harus dimodifikasi karena
karakterisitik masyarakat dan ekologi kebahasaannya pasti berbeda,” ujar Obing.

Revitalisasi bahasa juga memerlukan pandangan jangka panjang. Maksudnya, revitalisasi itu
tidak bisa berjalan dan diketahui hasilnya satu-dua hari atau satu-dua tahun saja. Obing
menyebut gerakan ini bisa memakan waktu belasan tahun lamanya.

Dengan demikian, klarifikasi ideologi dan komitmen dari kelompok penutur bahasa tersebut
perlu diperjelas dan dipertegas. Yang dimaksud dengan klarifikasi ideologi adalah bagaimana
kelompok penutur bahasa tersebut memandang bahasa mereka sendiri.
Lagi pula, menurut Obing, tidak ada bahasa yang tidak dapat diapa-apakan. “Selalu ada
sesuatu yang bisa dilakukan untuk bahasa yang berkategori terancam punah,” ujarnya.

Banyak pihak yang beranggapan bahwa revitalisasi bahasa bisa dimasukkan ke dalam muatan
lokal. Obing kurang setuju dengan ide ini. Menurutnya, muatan lokal belum tentu cocok
dalam ekologi kebahasaan di wilayah timur Indonesia yang heterogen.

“Di wilayah Indonesia timur itu kadang kala satu wilayah [terdapat] berbagai bahasa daerah
atau etnik yang digunakan di situ. Kalau mau dijadikan muatan lokal, bahasa mana yang mau
dijadikan muatan lokal? Bahasa yang paling besar di wilayah itu tidak bisa dijadikan muatan
lokal karena itu namanya dominasi atau hegemoni kebudayaan atas kebudayaan yang kita
anggap minoritas,” kata Obing.

Selain itu, seiring dengan perkembangan zaman, teknologi digital pun bisa dimanfaatkan
dalam program revitalisasi bahasa sebagai upaya penyelamatan bahasa-bahasa yang terancam
punah. Yang bisa dilakukan, pertama-tama adalah melakukan dokumentasi bahasa daerah
secara modern dengan teknologi digital tersebut.

Pemanfaatan teknologi digital bisa dicapai dengan menggunakan video


streaming, smartphone, mesin terjemahan, kamus bicara digital, dan media sosial dalam
rangka mendokumentasikan ataupun bahkan menyebarkan sekaligus melestarikan bahasa-
bahasa daerah yang hampir punah.

“Sekarang banyak sekali anak-anak di Indonesia timur memanfaatkan media sosial untuk
membuat grup komunitas bahasa mereka sendiri. Kemudian mereka mendiskusikan berbagai
macam hal dengan menggunakan bahasa daerah mereka," katanya.

Menurutnya, itu adalah salah satu wahana yang bisa digunakan untuk menginspirasi banyak
orang menggunakan bahasa daerah tanpa ketinggalan dengan memanfaatkan teknologi digital
yang kekinian.
B.Rangkuman Sejarah Singkat Bahasa Indonesia Ditahun Sebelum 1945 Dan Sesudah
1945

Sebelum kemerdekaan indonesia diproklamasikan, bahasa indonesia merupakan salah satu


dialek bahasa melayu (melayao). Telah berabad abad bahasa melayu dipakai sebagai alat
perhubungan antar penduduk indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa. Pada
masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan yang
luas. Bahkan komunikasi anatara pemerintah Belanda dan penduduk indonesia yang memiliki
berbagai macam bahasa juga menggunakan bahasa bahasa melayu.

Pada tahun tahun 1928 dilangsungkan kongres pemuda pada tanggal 28 Oktober, bahasa
melayu diubah namanya menjadi bahasa indonesia dan diikrarkan sebagai bahasa nasional
dalam Sumpah Pemuda.

Pada masa penjajahan Jepang, pemerintah Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda.
Pelarangan ini mempunyai dampak yang positif terhadap perkembangan bahasa Indonesia.
Saat pemakaian bahasa Indonesia semakin meluas. Bahasa Indonesia dipakai dalam berbagai
aspek kehidupan politik dan pemerintahan yang sebelumnya lebih banyak menggunakan
bahasa Belanda.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal
18 Agustus 1945 ditetapkan UUD 1945 yang didalamnya terdapat pasal yang menyatakan
bahwa ‘’Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia’’. Pernyataan dalam pasal tersebut
mengandung konsekuensi bahwa selain menjadi bahasa nasional bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa negara sehingga dipakai dalam semua urusan yang berkaitan
dengan pemerintahan dan negara.

Pada masa kemerdekaan, bahasa indonesia mengalami perkembangan yang amat pesat.
Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah. Perhatian pemerintahan
Indonesia terhadap perkembangan bahasa Indonesia juga sangat besar. Hal ini terbukti
dengan dibentuknya sebuah lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang saat ini
dikenal dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Berbagai upaya
mengembangkan bahasa Indonesia telah ditempuh, seperti adanya perubahan ejaan dari ejaan
Van Ophuijsen, ejaan Suwandi, ejaan yang Disempurnakan (EYD), hingga sekarang yang
berlaku adalah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bhasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://sungaipenuh.kemenag.go.id/opini/37/sejarah-bahasa-indonesia.html

https://www.gatra.com/news-511097-gaya-hidup-revitalisasi-bahasa-gerakan-sosial-
budaya-dan-politik.html

Anda mungkin juga menyukai