Anda di halaman 1dari 15

Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia

di Era Revolusi 4.0 bagi Gen-Z

Jumadi Saf. F
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi
Universitas PGRI Silampari
(jumadisaffrengki@gmail.com/082178623767)

Abstrak
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sangat penting serta memiliki peran
penting dalam menjaga keutuhan bangsa karena Bahasa Indonesia merupakan jati
diri bangsa Indonesia. Jika kita lihat dalam Sumpah Pemuda disebutkan bahwa
“Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia” yang memiliki makna
bahwa tidak ada bahasa yang bisa menggantikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
bagi bangsa Indonesia. Bahasa sendiri telah digunakan sebagai alat komunikasi baik
lisan maupun tulisan, baik di lingkungan formal maupun informal. Dengan kata lain
bahasa sebagai alat atau media pemersatu bangsa. Saat ini terutama di Era Revolusi
4.0 yang mana banyak sekali pengaruh-pengaruh global yang datang dari berbagai
arah. Pengaruh-pengaruh globalisasi memiliki dampak yang tidak sederhana
terutama terhadap Generasi Z (Gen-Z), yang mampu menghancurkan keutuhan
suatu bangsa. Globalisasi adalah era terjadinya perubahan masa akibat pengaruh
budaya asing. Dampak dari globalisasi ini adalah penggunaan Bahasa Inggris yang
dianggap lebih berkelas dan memiliki nilai kebanggaan tersendiri bagi kaum
Milenial dan Generasi Z. Sehingga keeksistensian bahasa Indonesia menjadi
berkurang. Maka dari itu kita sebagai generasi muda sangat wajib untuk
mempertahankan dan mengeksistensikan Bahasa Indonesia terutama digempuran
Era Revolusi Industri 4.0 ini dengan mematuhi semua kaidah atau aturan
penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Panduan Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) terutama dalam ruang lingkup pendidikan.
Kata kunci : Bahasa Indonesia, Eksistensi, Globalisasi, Revolusi Industri.

PENDAHULUAN
Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0 memiliki
tantangan yang semakin besar, dengan semakin pesatnya perkembangan dinamika
kehidupan bagi bangsa dan negara. Kemerosotan eksistensi Bahasa Indonesia di
ruang publik dapat dilihat dari perubahan yang sangat fundamental dalam berbagai

1
segi kehidupan terutama dalam hal penggunaan bahasa asing yang semakin marak
terjadi untuk menamai suatu lembaga, melabeli produk, dan lain sebagainya. Jika
kita mempelajari sejarah tentang sumpah pemuda, di mana salah satu isinya adalah
menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia, maka dapat kita artikan
bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas
bangsa Indonesia, yang digunakan sebagai bahasa nasional negara Indonesia. Hal
ini sejalan dengan fungsi bahasa Indonesia yaitu : a). Bahasa resmi kenegaraan, b).
Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, c). Bahasa resmi di dalam
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintah, dan d). Bahasa resmi di dalam pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. (Masnur :
2010).

Bahasa juga dapat diartikan sebagai sebuah simbol atau lambang bunyi yang
memiliki fungsi sebagai alat komunikasi antara individu. Masyarakat berinteraksi
satu sama lain dan bersosialisasi melalui dan menggunakan bahasa. Oleh karena itu
pentingnya peranan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Namun seiring
perkembangan zaman, ada kemerosotan eksistensi penggunaan bahasa Indonesia,
seperti yang digambarkan di atas, adalah suatu fenomena yang tidak dapat
terelakkan. Hal ini sebabkan lambat laun serta dari masa ke masa tuntutan dan
kebutuhan manusia terus mengalami perubahan dan peningkatan. Saat ini,
pengetahuan luas saja belum tentu cukup untuk menjamin seorang lulusan dapat
bersaing di dunia global. Diperlukan pula keahlian khusus yang selaras dengan k
ebutuhan di lapangan. Jika tidak demikan, lulusan pendidikan akan terlindas dan
tersingkirkan. Apalagi saat ini dunia telah memasuki era baru, yaitu Era Revolusi
Industri 4.0.

Era Revolusi Industri 4.0 membawa dampak yang tidak sederhana. Di era
ini banyak sekali pengaruh-pengaruh global yang muncul dari berbagai arah.
Pengaruh-pengaruh ini dapat mempengaruhi seluruh ranah kehidupan masyarakat
terutama di kalangan remaja dan usia sekolah. Demi sebuah pengakuan terhadap
eksistensi dan jati diri serta capaian gaul, keren, tidak ketinggalan zaman, membuat

2
mereka bertindak serta betutur kata di luar aturan penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Kalau kita perhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang
terjadi di kalangan masyarakat, apalagi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar.
Telah terjadi fenomena-fenomena negatif di tengah masyarakat tersebut, misalnya
banyaknya orang Indonesia yang menggunakan bahasa Inggris, namun di sisi lain
mereka tidak terlalu menguasai bahasa negara sendiri, yaitu bahasa Indonesia.
Tidak sedikit pula orang yang malu karena tidak bisa berbahasa asing, oleh karena
itu pentingya perhatian masyarakat untuk tetap mempertahankan bahasa Indonesia
sebaga bahasa persatuan, dan ini adalah salah satu tugas utama kita sebagai
mahasiswa untuk menjaga keeksistensian penggunaan bahasa Indonesia bisa
dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dahulu, dalam ruang lingkup pendidikan,
baru kecakupan yang lebih luas.

Di sisi lain, usaha pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Sumpah Pemuda


yang menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia pantas untuk diberikan
diapresiasi. Di tengah pengaruh globalisasi tidak sedikit juga usaha masyarakat
Indonesia tetap mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa formal yang
tetap digunakan terutama dalam situasi yang formal. Hal ini merupakan salah satu
pelestarian penggunaan bahasa Indonesia di tengah perkembangan globalisasi Era
Revolusi Indsutri 4.0.

PEMBAHASAN

Bahasa Indonesia lahir pada 28 Oktober 1928 dan dicetuskan sebagai sikap
politik para pemuda pada masa itu yang mengakui satu bangsa yaitu bangsa
Indonesia, satu tanah air yaitu Indonesia dan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Berarti, tahun 2023 ini bahasa Indonesia genap berusia 95 tahun dan dalam
perjalanan panjangnya bahasa Indonesia telah menempati kedudukan penting
sebagai bahasa nasional dan bahasa negara bahkan juga menjadi lambang jati diri
bangsa serta alat pemersatu bangsa. Apabila ditinjau dari sejarah, Bahasa Indonesia
berasal dari Bahasa Melayu yang digunakan sebagai bahasa perdagangan
antarpulau di Nusantara. Dengan munculnya rasa kebangsaan, bahasa Melayu
diangkat menjadi bahasa Persatuan melalui momen Sumpah Pemuda. Bahasa

3
Melayu menjadi sangat dominan di zaman itu dikarenakan fleksibelitasnya akan
bahasa-bahasa lain. Karena interaksi bangsa Indonesia saat itu lebih banyak dengan
orang-orang berbahasa Arab, bahasa Arablah yang banyak diserap ke dalam Bahasa
Melayu.

Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928 merupakan wujud


kristalisasi semangat nasionalisme sebagai bangsa dijajah oleh bangsa asing.
Dengan Sumpah Pemuda tersebut, penggalangan kekuatan guna mempersatukan
suku bangsa yang tercerai berai yang terjadi di ribuan pulau negeri ini mulai
menampakkkan kesadaran pentingnya hidup bersatu. Bersatu merupakan salah satu
modal utama dalam rangka memerdekakan Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan
bagian dari perjalanan sejarah bahasa Indonesia. Ikrar : satu bahasa, bahasa
Indonesia merupakan kekuatan pemersatu suku bangsa Indonesia yang berbeda
suku dan bahasa. Kini Indonesia sudah merdeka dan Sumpah Pemuda sudah berusia
hampir 95 tahun. Apakah ikrar satu bahasa, yakni bahasa Indonesia masih memiliki
kekuatan membangun rasa nasionalisme terhadap bahasa Indonesia? Pada saat ini
permasalahan-permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah eksistensi bahasa
nasional dalam era globalisasi saat ini? Mampukah bahasa-bahasa daerah di negeri
ini mendukung perkembangan bahasa Indonesia di era yang semakin mengglobal?
Serta bagaimanakah gambaran bahasa Indonesia di masa depan?

Keeksistensian penggunaan bahasa Indonesia pada era revolusi 4.0 saat ini,
jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga
negara Indonesia. Hal ini perlu dilakukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan budaya bangsa
Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan
mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Hal
ini berhubungan dengan kesiplinan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Pemakai
bahasa Indonesia yang disiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh
terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Disiplin dalam penggunaan bahasa Indonesia akan
membantu mempertahankan bahkan meningkatkan eksistensi bahasa Indonesia.

4
Adanya pembelajaran bahasa Indonesia selain untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan, namun di sini kita akan fokus
terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Peningkatan kegunaan bahasa Indonesia
sebagai sarana keilmuan perlu terus dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan ini, peningkatan mutu pengajaran
bahasa Indonesia di sekolah perlu terus dilakukan. Dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia saat ini sudah berusia ± 95 tahun. Jika
dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam rentang usia tersebut idealnya
sudah mampu mencapai tingkat kematangan dan kesempurnaan, sebab sudah
banyak merasakan lika-liku dan pahit-getirnya perjalanan sejarah. Secara garis
besar, globalisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah jaringan kerja yang meliputi
seluruh bagian dunia, sehingga membentuk suatu hubungan ketergantungan
diantara bangsa dan negara yang berbeda. Ketergantungan ini dapat dilihat jelas di
bidang ekonomi, dimana setiap negara saling memenuhi kebutuhan masing-masing
lewat perdagangan dunia. Globalisasi juga memunculkan sebuah rasa kepedulian
yang lebih erat antar sesama manusia. Ini ditandai dengan munculnya berbagai
gerakan dan organisasi sosial yang tidak hanya terikat pada suatu negara, tetapi juga
telah melewati batasan-batasan geografis, ekonomi, dan budaya.

Tetapi, dengan adanya globalisasi, bahasa Indonesia pun mulai terpengaruh


oleh berbagai macam bahasa lain. Selain itu hadirnya tren yang digunakan oleh
remaja-remaja Indonesia saat ini juga akan berdampak buruk bagi bahasa Indonesia
itu sendiri. Bahasa-bahasa alay yang menggabungkan huruf dan tulisan serta
sebutan-sebutan yang kadang memiliki arti yang jauh dari konotasi sebenarnya juga
dapat merusak bahasa Indonesia, terutama apabila bahasa-bahasa tren tersebut
digunakan oleh banyak orang. Bahasa-bahasa ini biasanya menyebar dari mulut ke
mulut, atau menyebar melalui media sosial online seperti Instagram, Facebook,
Twitter, sehingga hanya dalam sekejap, ratusan atau bahkan ribuan orang dapat
langsung mengetahui dan menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Hal
tersebut tidak dapat dipisahkan dari fenomena globalisasi yang makin gencar
dengan adanya teknologi informasi. Tren-tren bahasa yang berkembang di dalam

5
maupun luar negeri dapat langsung berkembang dan menjadi bahasa sehari-hari
masyarakat. Ini tentu tidak dapat dihindari, karena bahasa-bahasa lain dunia pun
banyak yang dipengaruhi oleh bahasa asing maupun bahasa slang atau gaul dari
negara mereka sendiri. Untuk itu, diperlukan sebuah kesadaran dari masyarakat,
terutama masyarakat Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia, dalam
menggunakan bahasa Indonesia. Masyarakat harus lebih bijak dalam memilah-
milah bahasa baik dan buruk yang mereka dengar di internet ataupun media lainnya,
sehingga mereka dapat membatasi penggunaan bahasa alay yang berlebihan. Selain
itu, penggunaan bahasa Indonesia di halaman-halaman sosial media atau aplikasi-
aplikasi situs web juga dapat dilakukan agar bahasa Indonesia dapat menjadi salah
satu bahasa internet, sehingga bahasa nasional Republik Indonesia ini dapat
menjadi bagian dari globalisasi, bukan menjadi korban globalisasi.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus disikapi bersama termasuk


dalam pengajarannya. Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi
mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan
berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena
yang berdampak buruk pada kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan
kaidahnya, dalam hal ini berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Globalisasi
memang tidak dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional dengan bahasa dunia pun
menjadi lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai sangat penting agar
dapat bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika masyarakat
menelan mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam bahasa
Indonesia. Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat dalam
setiap konteks kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut tidak terlalu
merusak tatanan bahasa nasional. Era globalisasi di bidang informasi serta
perubahan sosial ekonomi dan budaya dengan segala dampaknya. Termasuk di
antaranya adalah revolusi industri 4.0.

Revolusi industri terdiri dari dua (2) kata yaitu revolusi dan industri.
Revolusi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki makna
perubahan yang bersifat sangat cepat, sedangkan pengertian industri adalah usaha

6
pelaksanaan proses produksi. Sehingga jika dua (2) kata tersebut dipadukan
bermakna suatu perubahan dalam proses produksi yang berlangsung secara cepat.
Perubahan cepat ini tidak hanya bertujuan memperbanyak barang yang diproduksi
(kuantitas), namun juga meningkatkan mutu hasil produksi (kualitas). Istilah
"Revolusi Industri" diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis Auguste
Blanqui di pertengahan abad ke-19. Revolusi industri ini pun sedang berjalan dari
masa ke masa. Dekade terakhir ini sudah dapat disebut memasuki fase keempat 4.0.
Perubahan fase ke fase memberi perbedaan artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase
pertama (1.0) bertempuh pada penemuan mesin yang menitikberatkan (stressing)
pada mekanisasi produksi. Fase kedua (2.0) sudah beranjak pada etape produksi
massal yang terintegrasi dengan quality control dan standarisasi. Fase ketiga (3.0)
memasuki tahapan keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi
komputerisasi. Fase keempat (4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi
perpaduan internet dengan manufaktur.

Buah dari revolusi industri 4.0 adalah munculnya fenomena disruptive


innovation. Dampak dari fenomena ini telah menjalar di segala bidang kehidupan.
Mulai industri, ekonomi, pendidikan, politik, dan sebagainya. Fenomena ini juga
telah berhasil menggeser gaya hidup (life style) dan pola pikir (mindset) masyarakat
dunia. Disruptive innovation secara sederhana dapat diartikan sebagai fenomena
terganggunya para pelaku industri lama (incumbent) oleh para pelaku industri baru
akibat kemudahan teknologi informasi. Satu di antara sekian banyak contoh di
sekitar kita adalah menurunnya pendapatan tukang ojek dan perusahaan taksi.
Penurunan pendapatan ini bukan diakibatkan oleh penurunan jumlah pengguna ojek
dan taksi, melainkan terjadinya perubahan perilaku konsumen. Berkat kemajuan
teknologi informasi, muncul perusahaan angkutan baru seperti MAXIME, GO-
JEK, dan GRAB yang pelayanannya berbasis android. Konsumen hanya perlu
menginstal aplikasi di smartphonenya untuk menggunakan jasa mereka. Selain itu,
tarif yang dipasangpun jauh lebih murah. Ketiga pemain baru inilah yang
menyebabkan para incumbent jasa angkutan mengalami kerugian.

7
Selain itu, fenomena disruptive innovation juga menyebabkan beberapa
profesi hilang karena digantikan oleh mesin. Misalnya, kini semua pekerjaan
petugas konter check-in di berbagai bandara internasional sudah diambil alih oleh
mesin yang bisa langsung menjawab kebutuhan penumpang, termasuk mesin pindai
untuk memeriksa paspor dan visa, serta printer untuk mencetak boarding pass dan
luggage tag. 20 Dampak lainnya adalah bermunculannya profesi-profesi baru yang
sebelumnya tidak ada, seperti Youtuber, Website Developer, Blogger, Game
Developer dan sebagainya. Adapun keuntungan dari munculnya disruptive
innovation memberikan antara lain : Pertama, dimudahkannya konsumen dalam
mencukupi kebutuhan. Dengan memotong biaya yang dikeluarkan, perusahaan
yang menggunakan teknologi terbaru mampu menekan biaya sehingga dapat
menetapkan harga jauh lebih rendah daripada perusahaan incumbent. Dengan
demikian, semakin murah biaya yang dikeluarkan konsumen semakin membuat
konsumen sejahtera. Kedua, teknologi yang memudahkan. Munculnya inovasi yang
baru tentu akan membawa teknologi yang baru dan canggih, setidaknya
dibandingkan dengan teknologi yang telah lama ada. Dengan demikian dapat
dikatakan terjadi transfer teknologi menuju yang lebih modern. Ketiga, memacu
persaingan berbasis inovasi. Indonesia merupakan negara yang tidak dapat begitu
saja makmur tanpa adanya inovasi. Dengan adanya inovasi yang mengganggu,
maka perusahaan dalam industri dipaksa untuk melkakukan inovasi sehingga terus
memperbaiki layanannya. Keempat, mengurangi jumlah pengangguran. Inovasi
yang dilakukan akan memberikan kesempatan lapangan kerja yang baru. Jika tidak
membuka lapangan baru, setidaknya dapat memperluas lapangan kerja yang sudah
ada. Terlebih dengan inovasi dapat memberikan kesempatan kerja baru dengan
upah yang lebih baik dibanding dari lapangan pekerjaan yang sudah ada
sebelumnya. Kelima, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Teknologi yang
mengganggu sesuai dengan teori Schumpeter akan meningkatkan produktivitas
akibat efisiensi. Dengan adanya kedua hal tersbut maka akan menambah kualitas
dan kuantitas barang yang diproduksi. Di lain sisi, inovasi juga akan meningkatkan
konsumsi masyarakat.

8
Revolusi industri 4.0 dengan disruptive innovation-nya menempatkan
pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di persimpangan jalan. Persimpangan
tersebut membawa implikasi masing-masing. Pendidikan Sastra Indonesia bebas
memilih. Jika ia memilih persimpangan satu yakni bertahan dengan pola dan sistem
lama, maka ia harus ikhlas dan sabar bila semakin tertinggal. Sebaliknya jika ia
membuka diri, mau menerima era masa kini dengan segala konsekuensinya, maka
ia akan mampu turut bersaing dengan yang lain. Berdasarkan kenyataan tersebut,
maka perlu adanya perombakan atau reformasi di dalam tubuh pendidikan bahasa
dan sastra Indonesia. Pendidikan sastra Indonesia di era 4.0 perlu untuk turut
mendisrupsi diri jika ingin memperkuat eksistensinya. Mendisrupsi diri berarti
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta berorientasi
pada masa depan. Muhadjir Efendy dalam pidatonya mengatakan bahwa perlu ada
reformasi sekolah, peningkatan kapasitas, dan profesionalisme guru, kurikulum
yang dinamis, sarana dan prasarana yang andal, serta teknologi pembelajaran yang
muktakhir agar dunia pendidikan nasional dapat menyesuaikan diri dengan
dinamika zaman.

Ketika berbicara atau membahas tentang penggunaan bahasa Indonesia, kita


bisa melihat UU No. 24 Tahun 2009, khususnya menyangkut kewajiban
menggunakan bahasa Indonesia di ruang publik dapat dibaca ke dalam 4 argumen
sebagai berikut. Pertama, keinginan negara untuk mempertahankan identitas
nasional, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia, yang bukan saja tuntutan
konstitusi, namun juga erat kaitannya dengan pemartabatan bahasa secara
fungsional. Kedua, undang-undang memberlakukan secara ketat dengan menutup
kemungkinan argument kemajemukan atau pola-pola bahasa tertentu. Ketiga,
pengaturan kewajiban dalam undang-undang memiliki makna hokum dan lebih
menekankan kepada fungsi direksi dari undang-undang. Keempat, implementasi
berujung kepada pertimbangan kemanfaatan (doelmatigheid), bukan kepastian
hokum (rechmatigheid), sehinga masih melahirkan kebijakan yang masih terbuka
(open legal policy), sebagai cara-cara kreatif negara untuk menjamin kehadiran
undang-undang. (Saddhono 2014).

9
Sehubungan dengan hal itu, negara perlu melakukan pengawasan terhadap
penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik serta melakukan tindakan hukum
atau memberi sanksi bagi yang melanggarnya agar memiliki efek jera seperti yang
telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta yakni dengan menurunkan spanduk
yang menggunakan bahasa asing. Untuk pemerintah daerah agar lebih berperan
aktif dalam menertibkan penggunaan bahasa asing dan mengutamakan penggunaan
bahasa negara Indonesia sesuai amanat undang-undang. Ruang publik yang
dimaksud mulai dari nama jalan, bangunan, apartemen/hotel, permukiman,
perkantoran, informasi produk barang dan jasa, spanduk/reklame, hingga informasi
melalui media masa. Pengutamaan penggunaan bahasa negara (bahasa Indonesia)
pada forum resmi di daerah, dan penerbitan petunjuk kepada seluruh aparatur
pemerintah dalam menerbitkan penggunaan bahasa daerah di ruang publik,
termasuk papan nama instansi/Lembaga/badan usaha/badan social, petunjuk jalan,
dan iklan, dengan pengutamaan penggunaan bahasa negara, telah diatur dalam
peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007 tentang
pedoman bagi kepala daerah dalam pelestarian dan pengembangan bahasa negara
dan bahasa daerah.

Lanskap linguistik juga terkait erat dengan persoalan ruang berbahasa


antarbangsa. Dalam pembahasan ini tercatat bahwa bangsa Indonesia terlibat dalam
percaturan geopolitik global dan terbentuk di tingkat Kawasan ASEAN menjadi
satu masyarakat antarbangsa ASEAN (MEA, misalnya). Dalam hal itu, bahasa
negara Indonesia digunakan dalam konteks komunikasi yang lebih luas. Bahasa
Indonesia dalam konteks komunikasi pada era globalisasi, khususnya era revolusi
industri 4,0 yang ketika dilihat dari geopolitik bahasa memberikan peluang dan
sekaligus ancaman bagi bahasa negara dalam penggunaanya di ruang publik (Ainun
: 2017). Munculnya ancaman terhadap eksistensi bahasa Indonesia di ruang publik
merupakan fakta atas kehadiran bahasa Inggris. Bahasa Indonesia yang ketika
ditempatkan pada posisi di atas bahasa asing akan menaikkan derajat harga diri
manusia Indonesia di mata dunia global. Pada era Revolusi Industri 4.0 ini, melalui
lanskap bahasa negara di ruang publik itu, derajat harga diri manusia Indonesia
ditinggikan hingga sejajar dengan manusia yang bermartabat di dunia global.

10
Ketika kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mampu
memantapkan perannya sebagai sarana pembangunan nasional, penyelenggaraan
negara, pendidikan, kegiatan keagamaan, dan peningkatan partisipasi generasi
muda serta sebagai sarana pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pada gilirannya memperkuat ketahanan nasional. Dalam perjuangan
bangsa Indonesia menghadapi era lepas landas, peran bahasa dan sastra Indonesia
perlu dimantapkan dengan tujuan utama meningkatkan kualitas sumber daya
manusia.

Kesadaran berbahasa merupakan modal penting dalam mewujudkan sikap


berbahasa yang positif yang selanjutnya akan memperkukuh fungsi bahasa
Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa. Penggunaan bahasa Indonesia, baik
sebagai bahasa persatuan maupun sebagai bahasa negara, perlu pula dibina lebih
lanjut untuk menghadapi tantangan makin meluasnya penggunaan bahasa asing
terutama bahasa Inggris di era revolusi 4.0, di Indonesia dan di dalam pergaulan
internasional. Di samping itu, pembinaan penutur bahasa Indonesia hendaknya
diarahkan sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia dapat berfungsi sebagai
sarana untuk memanifestasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Peran bahasa Indonesia di dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di


dunia menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipandang
penting sehingga sekarang diajarkan di beberapa negara di dunia antara lain,
Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Jerman. Dengan demikian pengajaran
bahasa Indonesia untuk penutur asing perlu dikembangkan secara terencana dan
terarah sehingga bahasa dan budaya bangsa Indonesia lebih dikenal di mata dunia
internasional. Salah satu upaya yang perlu segera dilaksanakan untuk mencapai
tujuan tersebut ialah program penerjemahan dalam bentuk skala besar dan
diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, terutama dalam kaitannya dengan
alih teknologi.

Kedudukan bahasa Indonesia di Era Revolusi 4.0 ini ditandai, antara lain
dengan adanya kontak bahasa, dan budaya yang tidak bisa terelakkan. Dalam
hubungan itu, kedudukan bahasa yang hidup dan diperlukan dalam kegiatan

11
berbangsa dan bernegara perlu dikukuhkan. Bahasa Indonesia ditempatkan sebagai
alat pemersatu bangsa, pembentuk jati diri, dan kemandirian bangsa, serta sebagai
sarana bangsa menuju kehidupan yang lebih modern dan beradab. (Putri 2017)
Bahasa daerah merupakan bagian sarana pembinaan dan pengembangan budaya,
seni dan tradisi daerah yang dapat memperkuat jati diri bangsa dalam berbagai
kompetisi global. Bahasa asing merupakan sarana agar bangsa kita mampu
berkompetisi aktif dalam kontak antarbangsa. Untuk memperkukuh kedudukan
bahasa dalam era globalisasi itu, upaya-upaya yang sungguh-sungguh perlu
dipersiapkan dan dilakukan baik dalam berbagai aspek substansial kebahasaan
maupun aspek kelembagaan.

Untuk menghadapi tuntutan dan tantangan perkembangan sosial dan


budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan berbangsa
dalam era globalisasi, dan teknologi informasi masa kini serta masa yang akan
datang dalam millennium ketiga, bahasa Indonesia perlu ditingkatkan mutunya dan
dikembangkan kemampuan daya ungkapnya sehingga buku tata bahasa dan kamus
serta berbagai pedoman pengunaan bahasa menjadi profesional untuk lebih
memberdayakan sumber daya manusia Indonesia. (Marsudi 2009) Di samping itu,
sesuai dengan tuntutan reformasi, penutur bahasa Indonesia, para pejabat, dan tokoh
panutan masyarakat perlu dibina sedemikian rupa sehingga perilaku bahasanya
lebih baik, benar, demokratis, terbuka, dan lugas.

Bahasa Indonesia bersifat terbuka (transparan). Artinya, bahasa ini dapat


beradaptasi dengan bahasa-bahasa lain dan mudah menerima unsur-unsur bahasa
asing, seperti unsur fonologi, morfologi, dan unsur semantik. Bahasa Indonesia
dapat berkembang dengan pesat terutama di bidang kosakata, seperti ipteks, politik,
bisnis, dan lain-lain karena sifatnya yang terbuka tadi. Kata-kata dan istilah dari
bahasa Sanskerta, Cina, Jepang, Jawa, Sunda, Arab, Belanda, dan Inggris begitu
mudahnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki sifat
terbuka akan cepat berkembang dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan situasi pasar, sehingga penuturnya tidak terlalu sulit untuk menggunakannya
terutama dalam komunikasi bisnis. Sifat terbuka yang dimilikinya merupakan satu

12
potensi bahasa Indonesia pada masa kini dan masa depan, yang kelak diharapkan
mampu membawa bahasa Indonesia menuju masyarakat Indonesia baru yang
demokratis, egaliter, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Dengan sifat terbuka ini pula, diharapkan bahasa Indonesia akan menjadi bahasa
yang besar penuturnya menuju peradaban dan kebudayaan Indonesia modern.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang memiliki sifat demokratis. Ini sesuai
dengan karakteristik manusia/masyarakat baru yang menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal tingkat-tingkat tutur. Bahasa
Indonesia memiliki sifat demokratis yang kuat terpadu dengan sistem sosial
masyarakat Indonesia. Sifat demokratis bahasa Indonesia terwujud dalam
kehidupan berbahasa masyarakat Indonesia, yakni suatu wujud kehidupan yang
kurang menampilkan makna orang-seorang sebagai individu. Anjuran pemakaian
kata Bung pada pemerintahan lama seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo,
Bung Syahrir, dan lain-lain merupakan wujud dari sifat demokratis bahasa
Indonesia. Bahasa yang bersifat demokratis dan merakyat akan semakin banyak
penuturnya pada masa kini dan di masa depan. Hal ini telah dimiliki oleh bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia akan semakin digemari dan banyak
penuturnya. Siapa saja yang sudah mengenal dan mempelajari bahasa Indonesia,
dia akan semakin menyukainya. Dengan sifat demokratis inilah bahasa Indonesia
akan semakin banyak penuturnya dari negara-negara lain

Pada era revolusi 4.0 sekarang ini bangsa Indonesia hidup dalam dua era
sekaligus, yaitu era globalisasi dan era otonomi daerah. Kedua era ini telah
mempengaruhi peran bahasa-bahasa di Indonesia. Peran bahasa Indonesia dan
bahasa asing perlu dirumuskan kembali seiring dengan otonomi daerah. Dalam
kaitan dengan hal itu, mutu bahasa, terutama bahasa Indonesia dan bahasa daerah,
perlu ditingkatkan agar kedua bahasa tersebut disamping dapat terus terpelihara
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945
juga dapat menjalankan fungsinya untuk berbagai keperluan. Hal yang terakhir
adalah peningkatan mutu penggunaan bahasa. Peningkatan itu dapat dilakukan
dengan memperbaharui pengajaran bahasa sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan rekayasa bahasa serta dengan meningkatkan permasayarakatan

13
bahasa agar dapat diperoleh sikap positif terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah,
dan bahasa asing.

KESIMPULAN

Sesuai dengan pokok pembahasan di atas, maka penulis dapat


menyimpulkan tentang Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Revolusi
Industri 4.0 dapat dijelaskan sebagai berikut :

Eksistensi bahasa persatuan di kalangan Gen-Z, selain dipengaruhi


keutuhan penggunaanya, juga harus didukung oleh kemampuan bahasa tersebut
dalam mengungkapkan fenomena baru yang berkembang Pengembalian bahasa
Indonesia menjadi bahasa persatuan adalah dengan cara memberi kesempatan
kepada keragaman dan kekayaan bahasa daerah di tanah air untuk menambah
perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki potensi besar
menjadi ”bahasa besar” (bukan hanya bahasa nasional) karena bahasa Indonesia
dikembangkan menuju bahasa yang global yang bersifat terbuka dan demokratis.
Baik buruknya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang
mengaku sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia
harus serta merta berperan dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
ke arah yang positif. Usaha-usaha ini, antara lain dengan meningkatkan
kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era globalisasi yang sangat ketat dengan
persaingan di segala sektor kehidupan. Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau
bahasa, kacau pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga
negara Indonesia sehingga akan ada rasa tangung jawab terhadap pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di hati setiap pemakai
bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar
dan bertambah mendalam. Sudah tentu, ini semuanya merupakan harapan bersama,
harapan setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia. Dalam era revolusi
industri 4.0 ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa Indonesia yang
harus terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat komunikasi
yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pemikiran yang
lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan dikembangkan

14
sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam
pergaulan antarbangsa pada era revolusi industri 4.0 ini.

Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dituntut untuk lebih peka terhadap
gejala-gejala perubahan sosial masyarakat. Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia
harus mau mendisrupsi diri jika ingin memperkuat eksistensinya. Bersikukuh
dengan cara dan sistem lama dan menutup diri dari perkembangan dunia, akan
semakin membuat pendidikan bahasa terkhususnya pada budang sastra kian
terpuruk dan usang (obsolet). Maka dari itu, terdapat tiga hal yang harus diupayakan
oleh pendidikan bahasa dan sastra, yaitu mengubah mindset lama yang terkungkung
aturan birokratis, menjadi mindset disruptif (disruptive mindset) yang
mengedepankan cara-cara yang korporatif. Pendidikan Islam juga harus melakukan
self-driving agar mampu melakukan inovasi-inovasi sesuai dengan tuntutan era 4.0.
Selain itu, pendidikan bahasa dan sastra juga harus melakukan reshape or create
terhadap segenap aspek di dalamnya agar selalu kontekstual terhadap tuntutan dan
perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

Muslich, Masnur. 2012. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cita.
Halim, Amran. 1980. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Murti, Sri. 2015. Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi. 177-
184
Pertiwi, Chintami Budi. 2017. Eksistensi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasiolan dalam Upaya Menghadapi Generasi Milenial. 1-10

15

Anda mungkin juga menyukai