Anda di halaman 1dari 8

LANDASAN TEORI PRE EKLAMSIA

A. Defenisi Persalinan
Menurut Varney (2007:672) persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir
dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi
persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri
dengan pelahiran plasenta.
Menurut Varney (2007:753-755) mekanisme persalinan adalah gerakan posisi
yang dilakukan janin untuk menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu, terdapat delapan
gerakan posisi dasar yang terjadi ketika janin berada dalam presentasi sefalik. Gerakan
tersebut antara lain : engagement, penurunan, fleksi, rotasi internal, pelahiran kepala,
restitusi, rotasi eksternal dan pelahiran bahu dan tubuh dengan fleksi lateral.
Proses persalinan menurut Sarwono (2008:297) dibagi menjadi 4 tahapan yang
disebut dengan kala, yaitu :
1. Kala I, persalinan dimulai dari kontraksi uterus yang menghasilkan pandataran dan
dilatasi serviks progresif.
2. Kala II, persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika
janin sudah lahir.
3. Kala III, persalinan dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban janin.
4. Kala IV, Dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam setelah melahirkan

B. Defenisi Pre-Eklamsia
Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu disertai dengan protein urin (Sarwono, 2008 : 542).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar,
1998).

C. Etiologi
Penyebab preeklamsia belum diketahui dengan pasti sehingga sering dikenal
dengan istilah the diseases of theory. Faktor yang berperan dalam penyakit ini, antara

1
lain :
1. Faktor Imunologis, endokrin atau genetik (Primigravida, Hiperplasentosis,
Kehamilan dengan inseminasi donor)
2. Faktor Nutrisi : kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau
kekurangan asam lemak tak jenuh
3. Faktor Endotel : kerusakan endotel (Sastrawinata, 2004; h:70).

D. Faktor Predisposisi
Adapun yang menjadi faktor predisposisi dari preeklamsia antara lain :
1. Primigravida
2. Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
3. Ibu yang sangat muda atau ibu yang berusia lebih dari 30 tahun
4. Kehamilan kedua atau selanjutnya dengan pasangan baru
5. Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuannya
6. Kehamilan multipel
7. Riwayat hipertensi esensial sebelum kehamilan
8. Molahidatidosa, polihidramnion
9. Ibu yang memiliki riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit ginjal
10. Riwayat eklamsia keluarga (Maureen Boyle; h:71)
11. Ibu dengan nutrisi yang buruk (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h:73)
12. Preeklamsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan ekonomi rendah,
karena mereka kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, juga
kurang melakukan pemeriksaan antenatal care yang teratur (Mitayani, 2011; h:19).

E. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap
angiotensin II, menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi
vasospasme. Vasospasme merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini
akan menyebabkan rusaknya endotel, yang kemudian mengganggu keseimbangan antara
kadar vasokonstrikto (endotelin, tromboksan, angiotensin dll) dan vasodilator serta
gangguan pada sistem pembekuan dara (Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer dan Firman,
2005; h:71).

2
F. Tanda dan Gejala
1. Diagnosis pre-eklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
a. Tekanan darah > 140/90 mmHg, < 160/110mmHg
b. Proteinuria : proteinuria > 300 mg/24 jam atau dipstick > +1
c. Edema : edema lokal tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria pre-eklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut (Joseph HK, 2010; h.55).
2. Menurut Anik M (2009; h. 139) diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria pre-
eklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini:
a. Tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria 5 gram/24 jam atau lebih. +++ atau ++++ pada pemeriksaan kumulatif.
Tingkat pengukuran proteinuria :
+ = 0,3 gram protein per liter
++ = 1 gram protein per liter
+++ = 3 gram protein per liter
++++ = > 10 gram perliter
c. Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24jam
d. Edema paru-paru, sianosis
Bila sulit menentukan tingkat edema, maka metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
+ = sedikit edema pada daerah kaki pretibia
++ = edema ditentukan pada ekstremitas bawah
+++ = edema pada muka, tangan. Abdomen bagian bawah
++++= anasarka disertai asites

e. Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah penglihatan, pandangan
kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri epigastrium, mual atau
muntah serta emosi mudahmarah.
f. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat
g. Adanya HELLP Syndrom ialah pre-eklampsia-eklampsia disertai timbulnya

3
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsihepar, dan trombositopenia.
Trombositopeniaberat: < 100.000 sel/mm³ atau penurunan trombosit dengan cepat
(Sarwono Prawirohardjo, 2008; h. 543).
H = Hemolysis
EL = Elevated Liver Enzyme
LP = Low Platelets Count
h. Penambahan berat ½ kg seminggu pada seorang yang dianggap hamil normal,
tetapi jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan
timbulnya pre- eklampsia harus dicurigai (Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer, dan
Firman, 2005; h. 71).

G. Klasifikasi
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN
1. HIPERTENSI KRONIK
Hipertensikronik Hipertensi Kehamilan< 20 minggu
Superimposed Hipertensikronik Proteinuria dan tanda lain
preeclampsia daripreeclampsia
2. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi Tekanandiastolik ≥ 90 mmHg Proteinuria (-)
ataukenaikan 15 mmHg dalam 2 Kehamilan > 20 minggu
pengukuranberjarak 1 jam
Preeklampsiaringan Oedem Proteinuria 1+
Preeklampsiaberat Tekanandiastolik> 110 mmHg Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia Hipertensi Kejang

a) Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :


Kala 1
(1) Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria
(2) Fase aktif : Amniotomi saja bila 6 jam setelah amniotomi belum

4
terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria, bila
perlu dilakukan tetesan oksitosin (Taufan, 2010; h.84).
(3) Melakukan pengawasan Keadaan umum kesadaran
Tekanan darah setiap 4 jam, Nadi/30 menit, Suhu/4 jam Respirasi/4
jam, Kontraksi/30 menit dalam 10 menit dan sekian detik Djj/ 30
menit, Vesika urinaria, Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah
pecah Kemajuan persalinan/4 jam

5
Kala II
(1) Melakukan kelahiran pervaginam hanya jika persalinan
berlangsung dengan cepat (dalam garis waspada pada patograf)
(2) Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam
(pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada pre-eklampsia) lakukan
terminasikehamilan.
(3) Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
(a) Induksi persalinan untuk mempercepat kala II : tetesan oksitosin
dengan syarat fetal heartmonitoring.
(b) Seksio sesaria bila:
1. Fetal assesment jelek
2. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk
faseaktif.
(c) Jika denyut jantung janin <100/menit atau >180/menit lakukan
seksiosesarea.
(d) Jika serviks belum matang, janin hidup lakukan seksio sesarea.
(e) Menghindari pemberian ergometrin pada kala tiga, sebagai
gantinya berikan oksitosin 10 IU IM (Saifuddin, 2002; h.41).

Peran bidan dalam penatalaksanaan pada kala kedua sebagai berikut:


1) Penatalaksanaan kala kedua bergantung pada kesehatan ibu dan
janin. Bila kondisi keduanya memungkinkan, pimpinlah kala
kedua secara “normal”. Pada pre-eklampsia sedang sampai berat
cenderung terjadi penurunan ambang untuk kelahiran
instrumental.
2) Yakinkan bantuan medis berpengalaman ada di dekatnya, dan ada
dua bidan yang memberi asuhan ibu di ruang pada saat itu.
3) Mengejan spontan, meskipun tidak dilarang tetapi tidak
dianjurkan sampai verteks jelas tampak pada perineum. TD harus
diperiksa diantara dua kontraksi. Mengejan aktif/Valsava
dikontraindikasikan karena melibatkan menahan napas lama yang
mengganggu denyut jantung dan volume sekuncup.
4) Posisi terlentang berhubungan dengan kompresi aorta distal dan
menurunkan aliran darah ke uterus dan ekstremitas bawah. Juga

6
memperlama kala kedua, menyebabkan penurunan oksitosin
beredar dan menyebabkan kontraksi yang lebih lemah dan
abnormalitas DJJ. Berbaring ke samping atau postur alternatif
yang tepat lebihdisukai (Vicky Chapman, 2006; h. 171).

(4) Penapisan persalinan pervaginam:


a) Melakukan kelahiran pervaginam hanya jika persalinan
berlangsung dengan cepat (dalam garis waspada pada patograf)
b) Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam
(pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada pre-eklampsia)
lakukan terminasi kehamilan (Sarwono, 2008; h.550).

H. Komplikasi
1. Komplikasi Awal:
a. Kejang meningkatkan kemungkinan mortalitas meningkat 10 kali lipat.
Penyebab kematian maternal karena kolaps sirkulasi (henti jantung,
edema pulmo, perdarahan serebral dan gagal ginjal).
b. Kejang meningkatkan kemungkinan kematian, biasanya disebabkan
hipoksia, dan solusioplasenta.
c. Kebutaan atau paralisis dapat terjadi karena lepasnya retina atau
perdarahanintrakranial.
d. Perdarahan postpartum
e. Toksik delirium
f. Luka karena kejang, berupa laserasi bibir atau lidah.
2. Komplikasi jangka panjang:
40% sampai 50 % pasien pre-eklampsia berat memiliki kemungkinan kejadian
yang sama pada kehamilan berikutnya (Joseph HK, 2010; h. 54)

7
8

Anda mungkin juga menyukai