Anda di halaman 1dari 4

Data Pena

Kelompok 10
Kebebasan Berpikir dalam Agama Buddha
Dosen : Lauw Acep S.Ag, M.Pd.B.

Nama Anggota :
201650426 Jimmy Martin
202160108 Wijja Nota Adhitama
202160183 Sella Lawrensya
202160261 Hendi Oktavianus
202160292 Evelyn

Trisakti School of Management


Jakarta
2022
Pertanyaan dan Jawaban
1. Pertanyaan ke 1 dari Johnson dengan NIM 202150196 dan di jawab oleh Evelyn dengan
NIM 202160292.
- Pertanyaan : Bagaimana caranya kita untuk mengetahui kebenaran dari suatu
kenyataan? Apakah boleh diberi tahap2 dan contoh2nya?
- Jawaban : Untuk tahapan-tahapannya kita bisa mengikuti dari ajaran Siddhartha
Gautama, Sang Buddha, yaitu terdapat 10 cara/panduan yang berlaku sepanjang masa
(kalama sutta), yaitu :
1. Ma anussavena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu karena turun-
temurun telah diberikan secara lisan, misalnya kepercayaan terhadap burung
gagak dan angka 13 yang membawa sial. Yang penting adalah cara pandang
dalam melihat suatu tradisi lisan yang turun-temurun diberikan karena beberapa
tradisi lisan memang mengajarkan hal-hal yang positif.
2. Ma paramparaya: Seseorang tidak seharusnya menerima mentah-mentah
sesuatu karena suatu tradisi dilakukan secara turun-temurun, contohnya tradisi
pengorbanan hewan untuk menghindari kemalangan.
3. Ma itikiriya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu secara membuta
karena tersebar umum, dipercayai banyak orang, disetujui banyak orang,
misalnya berita melalui sms yang membuat kepanikan, maupun berita dari
internet tentang suatu hal.
4. Ma pitakadampadanena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai
kebenaran hanya karena telah tercantum dalam kitab suci. Kepercayaan yang
membuta terhadap kitab suci bisa membuat fanatik dan penghancuran terhadap
kepercayaan orang lain.
5. Ma takkahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai kebenaran
hanya karena sejalan dengan logika. Keyakinan ini bisa menjadi salah jika
bersumber dari sumber yang salah maupun data-data yang tidak benar. Banyak
dari kita menerima surat elektronik (e-mail) berisi informasi yang simpang siur
walaupun terkadang dibuat seolah-olah logis dan masuk akal.
6. Ma nayahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai kebenaran
hanya karena hipotesis, perkiraan maupun analisis dalam pemikiran dan
terburu-buru mengambil kesimpulan.
7. Ma akaraparivitakkena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai
kebenaran hanya karena masuk akal seperti yang terlihat atau yang dirasa.
Contohnya seperti ketika orang pada abad pertengahan melihat seolah-olah
bahwa matahari mengelilingi bumi seperti yang terlihat nyata oleh mata mereka
dan dirasa kalau bumi tidak bergerak, padahal kenyataannya sebaliknya.
8. Ma ditthinijhanakkhantiya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu
sebagai kebenaran hanya karena sesuai dengan anggapan sebelumnya.
9. Ma bhabbarupataya: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai
kebenaran hanya karena kredibilitas, ketenaran, kharisma, kedudukan maupun
pendidikan dari si pembicara. Sering kali kita memercayai perkataan seseorang
yang berpendidikan tinggi, dihormati atau disegani, padahal belum tentu hal
tersebut benar.
10. Ma samano no garuti: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai
kebenaran hanya karena si pembicara adalah gurunya. Buddha mengatakan hal
ini termasuk untuk pengikutnya karena Beliau tidak ingin seseorang mudah
dikontrol oleh orang lain.
10 cara yang telah dipaparkan membuat kita yaitu umat buddha berpikir ulang
sebelum memercayai suatu hal. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah Buddha
bukan mengajarkan untuk menolak mentah-mentah suatu hal. Bukan pula langsung
menerima atau meyakini suatu hal dengan membabi buta. Justru yang Sang Buddha
harapkan adalah penyelidikan dan berpikir secara bebas,luas dan mendalam,
khususnya terhadap kebenaran (dhammawicaya) itu sendiri.

2. Pertanyaan ke 2 dariMarsella Ditta dengan NIM 202150145 dan di jawab oleh Hendi
Oktavianus dengan NIM 202160261.
- Pertanyaan : Bagaimana jika dalam kebebasan berpikir, pikiran tersebut penuh
dengan hal negatif ? Apakah itu dapat mempengaruhi kebebasan berpikir tersebut ?
Bagaimana caranya agar pikiran tersebut tidak kemana2 dan tetap positif ?
- Jawaban : Jika dalam kebebasan berpikir, pikiran tersebut penuh dengan hal negatif
tentu saja itu dapat mempengaruhi kebebasan berpikir tersebut karena berpikiran
negatif sangat mempengaruhi cara pikir kita mengenai diri sendiri dan berpikir
negatid dibiarkan bisa menggangu aktivitas kita sehari2

3. Pertanyaan ke 3 dari Yunita Angela dengan NIM 202150028 dan di jawab oleh Wijja
Noto Adhitama dengan NIM 202160108.
- Pertanyaan : Sebagai orang dewasa yang pikirannya sudah menyebar kemana-mana,
bagaimana mengendalikan pikiran yang negatif agar tidak menjadi dorongan untuk
berbuat yang tidak-tidak?
- Jawaban : Menurut saya cara agar kita dapat mengendalikan pikiran agar tidak terjadi
hal yang tidak” adalah dengan meditasi, karena dengan meditasi kita mendapatkan
ketenangan batin sehingga kita terlatih untuk tenang dalam hal” yang tidak
diinginkan, dan sembayang juga penting karna dengan sembayang kita akan merasa
tenang dan aman sehingga dalam diri kita tercipta cinta kasih.

4. Pertanyaan ke 4 dari 202150035 Cindy Oktavia Ngui dengan NIM 202150035 dan di
jawab oleh Jimmy Martin dengan NIM 201650426.
- Pertanyaan : apa saja contoh2 yang dapat membuktikan kebebasan berpikir yang
positif dalam agama Buddha ?
- Jawaban : contoh2 yang dapat membuktikan kebebasan berpikir yang positif dalam
agama Buddha yaitu terdapat di dalam Kalama sutta atau yang disebut samadhi sutta,
sebuah khotbah sang Buddha yang tercantum di dalam Anguttara Nikaya dari
Tipiṭaka, yang merupakan instruksi kepada suku Kalama. Sutta ini sering disebut oleh
kalangan tradisi Theravada dan Mahayana sebagai "piagam kebebasan untuk
menyelidik" dari Buddha. Sutta ini menunjukkan ajaran yang bebas dari fanatisme,
keyakinan membuta, dogmatisme, dan intoleransi. Selain itu, sutta ini berisi tentang
penerapan sikap ehipassiko seperti yang diajarkan sang Buddha di dalam menerima
ajaran-Nya. Sang Buddha dalam sutta ini mengajarkan untuk "datang dan buktikan"
ajaran-Nya, bukan "datang dan percaya". Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah
satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran
lainnya. Isi dari kalama sutta adalah jangan mudah percaya dan menerima suatu
ajaran begitu saja tanpa melalui proses penelitian terlebih dahulu, termasuk apa yang
diajarkan oleh Beliau sendiri, tujuannya agar umat Buddha itu melek (bisa melihat),
tidak mempercayai sesuatu secara membuta.

Anda mungkin juga menyukai