Kelompok 10
Kebebasan Berpikir dalam Agama Buddha
Dosen : Lauw Acep S.Ag, M.Pd.B.
Nama Anggota :
201650426 Jimmy Martin
202160108 Wijja Nota Adhitama
202160183 Sella Lawrensya
202160261 Hendi Oktavianus
202160292 Evelyn
2. Pertanyaan ke 2 dariMarsella Ditta dengan NIM 202150145 dan di jawab oleh Hendi
Oktavianus dengan NIM 202160261.
- Pertanyaan : Bagaimana jika dalam kebebasan berpikir, pikiran tersebut penuh
dengan hal negatif ? Apakah itu dapat mempengaruhi kebebasan berpikir tersebut ?
Bagaimana caranya agar pikiran tersebut tidak kemana2 dan tetap positif ?
- Jawaban : Jika dalam kebebasan berpikir, pikiran tersebut penuh dengan hal negatif
tentu saja itu dapat mempengaruhi kebebasan berpikir tersebut karena berpikiran
negatif sangat mempengaruhi cara pikir kita mengenai diri sendiri dan berpikir
negatid dibiarkan bisa menggangu aktivitas kita sehari2
3. Pertanyaan ke 3 dari Yunita Angela dengan NIM 202150028 dan di jawab oleh Wijja
Noto Adhitama dengan NIM 202160108.
- Pertanyaan : Sebagai orang dewasa yang pikirannya sudah menyebar kemana-mana,
bagaimana mengendalikan pikiran yang negatif agar tidak menjadi dorongan untuk
berbuat yang tidak-tidak?
- Jawaban : Menurut saya cara agar kita dapat mengendalikan pikiran agar tidak terjadi
hal yang tidak” adalah dengan meditasi, karena dengan meditasi kita mendapatkan
ketenangan batin sehingga kita terlatih untuk tenang dalam hal” yang tidak
diinginkan, dan sembayang juga penting karna dengan sembayang kita akan merasa
tenang dan aman sehingga dalam diri kita tercipta cinta kasih.
4. Pertanyaan ke 4 dari 202150035 Cindy Oktavia Ngui dengan NIM 202150035 dan di
jawab oleh Jimmy Martin dengan NIM 201650426.
- Pertanyaan : apa saja contoh2 yang dapat membuktikan kebebasan berpikir yang
positif dalam agama Buddha ?
- Jawaban : contoh2 yang dapat membuktikan kebebasan berpikir yang positif dalam
agama Buddha yaitu terdapat di dalam Kalama sutta atau yang disebut samadhi sutta,
sebuah khotbah sang Buddha yang tercantum di dalam Anguttara Nikaya dari
Tipiṭaka, yang merupakan instruksi kepada suku Kalama. Sutta ini sering disebut oleh
kalangan tradisi Theravada dan Mahayana sebagai "piagam kebebasan untuk
menyelidik" dari Buddha. Sutta ini menunjukkan ajaran yang bebas dari fanatisme,
keyakinan membuta, dogmatisme, dan intoleransi. Selain itu, sutta ini berisi tentang
penerapan sikap ehipassiko seperti yang diajarkan sang Buddha di dalam menerima
ajaran-Nya. Sang Buddha dalam sutta ini mengajarkan untuk "datang dan buktikan"
ajaran-Nya, bukan "datang dan percaya". Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah
satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran
lainnya. Isi dari kalama sutta adalah jangan mudah percaya dan menerima suatu
ajaran begitu saja tanpa melalui proses penelitian terlebih dahulu, termasuk apa yang
diajarkan oleh Beliau sendiri, tujuannya agar umat Buddha itu melek (bisa melihat),
tidak mempercayai sesuatu secara membuta.