Anda di halaman 1dari 15

LANDASAN TEORI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

NANDA RAHMA WIJAYA (208200080), YA’LU M. HUBBIK (208200093)

TADRIS IPS.C

PROGRAM PENDIDIKAN IMU PENGETAHUAN SOSIAL

,yaluhubbik579@gmail.com

ABSTRAK
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman ilmu pengetahuan sekarang ini, para ahli berusaha meningkatkan mtu
dalam mengajar menjadi suatu ilmu atau science. Dengan metode belajar yang ilmiah
diharapkan proses dan mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya, inilah yang sedang
diusahakan oleh teknologi pendidikan. Secara ideal diharapkan, dapat dikenal dan dikuasai
langkah-langkahnya.

Teknologi pendidikan memberikan pendekatan yang sistematis dan kritis tentang


proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan memandangnya sebagai suatu masalah
yang harus dihadapi secara rasional.1

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Teknologi Pendidikan?
2. Apa Saja Landasan Teori Teknologi Pendidikan?

PEMBAHASAN

A. Pengertian teknologi pendidikan

Istilah “teknologi” berasal dari bahasa Yunani: tecnologis. Technie berarti seni,
keahlian atau sains, dan logos berarti ilmu. Teknologi, menurut Gaibraith dapat diartikan
sebagai penerapan sistematik dari ilmu pengetahuan ilmiah atau terorganisasikan dalam
hal-hal yang praktis. Teknologi pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media
pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna,
efisien dan efektif.

Dalam arti luas menurut Association for Educational communication and


Technology (AECT) adalah proses ysng kompleks dan terpadu yang melibatkan orang,
prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari problem
solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut
semua aspek belajar manusia.

Dalam konteks pendidikan yang lebih umum, ataupun hanya PBM, teknologi
pendidikan merupakan pengembangan, penerapan, dan penilaian system, teknik dan alat
bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar manusia. Dengan demikian
1
Erwinsyah, Alfian.Pemahaman Mengenai Teknologi Pendidikan Dan Teknologi Pembelajaran. Gorontalo:
Jurnal Managemen Pendidikan.Vol.3, No.1:12-19.
aspek-aspeknya meliputi pertimbangan teoritik yang merupakan hasil penelitian, perangkat
dan peralatan teknis atau hardware, dan perangkat lunaknya atau software. Aspek-aspek
tersebut difungsikan untuk mendesign, melaksanakan penilaian pendidikan, dengan
pendekatan yang sistematik.

Pengertian teknologi pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara


umum. Pengertian teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah.
Proses tersebut menggunakan dan atau menghasilkan suatu produk tertentu. Produk yang
digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan karena
itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.

Jadi dalam pengertian umum tentang teknologi, alat, atau sarana baru yang khusus
diperlukan tidak menjadi syarat yang mutlak harus ada, karena alat atau sarana itu telah
ada sebelumnya.

Objek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia baik pribadi
maupun yang tergabung dalam organisasi. Belajar itu tidak hanya berlangsung dalam
lingkup persekolahan ataupun pelatihan. Belajar itu ada di mana saja dan oleh siapa saja,
dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan keperluan.

Pengertian lain dari teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu
pemecahan masalah yang menyangkut semau aspek belajar manusia. Dalam teknologi
pendidikan, pemecahan masalah itu terjelma dalam bentuk semua sumber belajar yang
didisain dan dipilih atau digunakan untuk keperluan belajar, sumber-sumber belajar ini
diidentifikasi sebagai pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar lingkungan.

Di samping itu juga, teknologi pendidikan mempunyai pengertian cara yang


sistematik dalam disain, penerapan dan evaluasi proses belajar atau mengajar secara
keseluruhan untuk mencapai tujuan instruksional yang spesifik, berdasarkan pada
penelitian teori, komunikasi dan penggunaan secara kombinasi dari berbagai sumber
manusia dan non manusia untuk memperoleh efektivitas pengajaran.

B. Landasan Teori Teknologi Pendidikan


1. Landasan Teori dari Ilmu Perilaku
ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu utama untuk
memperkembangakan teknologi pembelajaran. Bahkan deterline berpendapat bahwa
teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan
perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Seattler menelusuri sejarah teknologi pembelajaran, dan berpendapat bahwa
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan
pertama kearah teknologi pembelajaran. tiga dalil utama yang diajukan oleh Thorndike
pada waktu itu adalah:2
1. Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari
stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
2. Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan sengan tidak senang respons
akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila
tidak diikuti rasa senang.
3. Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku
tertentu akan mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.

Menurut saettler selanjutnya konstribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran


adalah dengan rumusan tentang prinsip-prinsip:

1. aktivitas diri
2. minat/motivasi
3. kesiapan mental
4. individualism
5. sosialisasi.

Unit melaksanakan prinsip-prinsip tersebut seorang guru harus mengendalikan


kegitan belajar anak didalam kelas kea rah yang dikehendaki, namun dengan tetap
memperhatikan minat dan respons anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu
perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu
diperhatikan dengan jalan merancanga dan mengatus situasi sedemikian rupa serta dengan
menggunakakn media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudan diketahui anak dengan
hal yang baru. Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut
hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar.

Tokoh-tokoh utama dalam awal penyusunan teori pembelajaran ini menurut


Snelbecker adalah Brunner, Skinner, Glaser, dan Ausupel. Brunner mengemukakan
Pentingnya teori perspektif yang melandasi praktik pendidikan, karena yang ada
2
Miarso, Yusuf Hadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004.
sebelumnya adalah teori yang bersifat deskriptif, yaitu teori perkembangan dan teori
pembelajaran khusus, menghendaki penelitian langsung atas proses belajar. Dengan
memakai pendekatan induktif berupa analisis langsung atas metode mengajar, akan dapat
disusun teori pembelajaran. Glasser memakai pendekatan induktif yang sama denga
Skinner. Penelitian psikologi dapat dipakai sebagai dasar untuk mengembangkan prinsip-
prinsip pembelajaran, tetapi modifikasi dan penjabaran lebih lanjut prinsip-prinsip itu lebih
didasarkan pada data empifik. Glasser, seperti dikutip Snelbecker, juga mengemukakan
bahwa penerjamahan pengetahuan ilmiah ke dalam praktik pembelajaran memerlukan
perkembangan teknologikal. Ausubel menyatakan perlunya dikembangkan teori
pembelajaran dengan bertitik tolak pada pengalaman sekolah yang berarti, dan bukannya
pada teori elajar. kedua teori itu diperlukan bersama untuk suatu ilmu pendidikan yang
lengkap.3

Beberapa diantara teori itu adalah Teori penguatan (reinforcemen) yang


dikemukakan oleh skinner. Pembelajaran menurut Skinner, secara sederhana merupakan
pengaturan kemungkinan penguatan, ada tiga variable yang membentuk kemungkinan
penguatan itu, yaitu:

 peristiwa di mana perilaku berlangsung


 perilaku itu sendiri
 akibat perilaku itu.Kalau semula “mengajar” hanya mmperhatikan
bagaimana mengatur stimulasi atau pesan yang disampaikan kepada
siswa, maka dengan pendapat yang lebih diperhatikan adalah
respons dari siswa serta tanggapan kepada siswa atas responsnya itu.

Beberapa prinsip yang dijabarkan dari teori penguatan ini, diantaranya adalah
perilaku yang diperkuat, cinderung untuk lebih bertahan; penguatan positif lebih berti
dari yang negative, penguatan langsung lebih efektif dari penguatan tertunda; penguatan
yang sering lebih efektir dari yang jarang. Teori dan prinsip-prinsip Skinner ini diantara
lain diaplikasikan dalam bentuk “mesin mengajar” (teaching mecine). Prinsip-prinsip ini
hingga sekarang masih banyak dipakai dalam membuat Pembelajaran Berbentuk Komputer
atau PBK (Computer Assisted Introduction/CAI). Skinner juga berpendapat bahwa untuk
mengendalikan belajar pada manusia secara efektif daiperlukan bantuan peralatan, yang
akan bertindak selaku mekanisme penguat.

3
Sudjana, Nana, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru algensindo, 2003.
a. Tujuan perilaku, yang menurut mager perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum
mengembangkan pembelajaran. Tujuan ini memerlukan perilaku akhir yang dapat
disajikan bukti bahwa seseorang telah belajar.      Disamping tujuan itu perlu
ditentukan criteria sejauh mana pembuatan si belajar telah diterima. Apa yang
dikemukakan Mager ini dipopulerkan dengan rumusan tujuan ABCD (Audience,
Bahavior, Condition, and Degree). Tujuan perilaku ini menurutnya merupakan ciri
yang harus ada dalam setiap model pengembngan pembelajaran yang merupakan
salah satu bentuk kensepsi teknologi pendidikan.
b. Evaluasi beracuan tujuan, merupakan konsekuensi logikal dari tujuan perilaku.
Menurut Glasser, ukuran yang didasarkan pada criteria standar (yaitu tujuan yang
dirumuskan dalam bentuk perilaku), akan memberikan informasi sejauh mana
sesuatu kompetisi telah dikuasai oleh seorang siswa, tanpa harus
memperbandingkannya dengan siswa lain (1965, h.801). Prinsip ini berbeda dengan
evaluasi beracuan norma kelompok dengan kurva normalnya yang sangat dominan
pada tahun-tahun 150 an hingga awal 1960.
c. Sistem analisis interaksi, berusaha mengumpulkan data empiric tentang tingkah
laku guru dan siswa dalam situasi kelas. Sistem ini memungkinkan penilaian
objektif mengenai kegiatan guru dan siswa dalam siswa dalam kelas. Sistem ini
memungkinkan para peneliti untuk memfalidasikan sistem atau prinsip
pembelajaran yang digunakan, serta kegunaan dan efisiensinya dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
d. Teori kurikulum dan pembelajaran, mulai muncul dan dapat perhatian besar pada
akhir tahun 50-an bersamaan dengan gerakan pembaruan kurikulum. Pada saat itu
dirasakan perlunya ada landasan yang lebih ilmiah dan sistematik untuk menyusun
kurikulum. Brunner mengemukakan teori penyusunan dan pelaksanaan kurikulum
dengan suatu paradigma dimana suatu tim besar yang terdiri dari ahli bidang studi,
guru, dan ahli psikologi mulai menyusun kurikulum, yang kemudian dijadikan
bahan untuk membuat buku, media, atau bahan lain, dan saran kegiatan dikelas.
Keseluruhan bahan ini dibahas lebih lanjut oleh tim local (wilayah) untuk
menyempurnakan dan penentuan cara penyajian, yaitu melalui pembelajaran
dikelas atau pembelajaran bermedia, yang keduanya daling berkaitan. Menurut
Heinich, Brunner mendasarkan pendekatannya itu atas dasar dua permis, yaitu:
Guru kelas tak mungkin dapat mengikuti perkembangan bidang studi sambil
mengajar dengan penuh dan guru kelas tak mempunyai keterampilan metodologi
yang cukup untuk melaksanakan pendekatan pemecahan masalah. Keterampilan ini
akan dapat diperoleh denagan melaksanakan suatu model yang disajikan melalui
pembelajaran bermedia. Dengan timbulnya gerakan pembaruan kurikulum ini
menurut Snelbecker, dituntutnya ada kejelasan hubungan antara teori kurikulum
dan teori pembelajaran. Snelbecker merumuskan bahwa teori kurikulum terutama
berkepentingan dengan isi dan tujuan umum pendidikan sedang teori pembelajaran
memusatkan pehatian kepada cara bagaimana tujuan tersebut dapat tercapai.
Landasan-landasan psikologis yang disinggung diatas hanya merupakan contoh
yang sangat terbatas, dan itu pun baru meliputi aspek psikologi kognitif. Masih banyak lagi
aspek-aspek psikologi seperti persepsi, kepribadian, dan social yang tidak disinggung
dalam tulisan singkat ini.
2. Landasan Teori dari Ilmu Komunikasi

Edgar Dale, yang terkenal dengan “kerucut pengalaman” menyatakan bahwa teori
komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan
efektivitas bahan audio visual. Pada masa itu memang pendekatan dalam teknologi
pendidikan masih condong pendekatan media, sehingga “kerucut pengalaman” Dale
dipandang secara keliru sebagai model klafikasi media yang bertolak dari teori
komunikasi.
Hoban, seperti halnya Dale, berpendapat bahwa pendekatan yang paling berguana
untuk mengalami dan menningkatkan efisiensi bidang audiovisual adalah melalui konsep
komunikasi. Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih memperhatikan proses
komunikasi informasi secara menyeluruh.4
Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat perhatian adalah teori yang
dikemukakan oleh Shannon dan Weaver, yang sebenarnya merupakan teori matematis
dalam komunikasi. Teori ini memang teori yang bersifat linear dan dengan arah yang
tertentu dan tetap yaitu dari sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan). Suatu
unsure yang masih dapat mempertahankan dalam teori ini adalah adanya sumber gangguan
(noise),  yang senantiasa ada dalam setiap situasi. Teori Shannon san Weaver ini kemudian
disempurnakan oleh schramm (field of experience) dan umpan balik. Dengan adanya dua

4
Boettcher, Judith V., 1999, Faculty Guide for Moving Teaching and Learning to the Web, League for
Innovation in the Community College, USA
unsur baru ini schramm menekankan pada adanya kesamaan interpretasi akan arti lambang
yang dipakai.
Teori komunikasi Berlo merupakan suatu pendekatan baru, karena tidak merupakan
teori yang linear dan bahkan menunjukan adanya dinamika dalam hubungan diantara
unsure-unsurnya. Model Berlo dianggap merupakan pembaruan karena implikasinya dalam
teknologi pendidikan menyebabkan dimasukannya orang dan bahan sebagai sumber yang
merupakan bagaian integral dari teknologi pendidikan. Isi pesan beserta struktur dan
penggarapannya juga merupakan bagian dari teknologi pendidikan. Segala bentuk pesan
(lambang, verbal, taktil, serta wujud nyata) merupakan bagian dari keseluruhan proses
komunikasi, dan dengan demikian juga bagian dari teknologi pendidikan. Model Berlo itu
juga telah membuka jalan untuk berbagai macam penelitian, yaitu yang berhubungan
dengan unsure-unsur dan saling hubungan.5
Teori dan model komunikasi tersebut diatas menurut roger dan Kincaid masih
mengandung kelemahan, yaitu:
1. Adanya kecenderungan memandang objek komunikasi sebagai suatu hal
uang sederhana dan dapat diisolasikan yaitu seakan-seakan terlepas dari
lingkungan tempatnya proses itu berlangsung.
2. Adanya kecendrungan memusatkan perhatian kepada pesan itu sendiri,
tanpa menghiraukan keberadaan dalam keadaan diam, serta saat tibanya
pesan itu.
3. Kecendrungan menganggap persusasi sebagai fungsi utama komunikasi,
dan bukannya bersamaan pendapat, consensus, ataupun suatu tindak
bersama.
4. Adanya kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada hasil komunikasi
secara psikologis yang tertuju pada perorangan yang terpisah dan bukannya
pada dampak social,dan saling hubungan antara pribadi dalam suatu jalinan
(network).
5. Terlalu percaya pada hubungan sebab-akibat yang sifat mekanistik dan
searah, padahal seharusnya pada hubungan yang saling terjalin.
Teori yang diajukan oleh Roger dan Kincaid disebut teori komunikasi konvergensi.
Dalam teorinya itu mereka tidak membedakan antara sumber dan penerima karena peranan
itu dapat berlangsung secara bersamaan pada seseorang dalam suatu konteks komunikasi.
5
Indrajit, Richardus Eko (2004), Arsitektur Sekolah Modern Indonesia, Presentasi Sajian. Kementerian
Pendidikan Nasional (2010), Kajian Model Konseptual Sistem e-Pembelajaran, (Jakarta: Kemdiknas).
Prose situ juga tidak berlangsung antar individu saja melainkan dalam suatu realitas social.
Teori ini juga menegaskan bahwa komunikasi itu berlangsung tanpa awal dan akhir,
sepanjang manusia sadar akan diri dan lingkungannya.
Teori-teori dan model komunikasi tersebut telah membawa pengaruh dalam bidang
pendidikan, atau lebih tepat lagi saling memengaruhi, hingga timbul perkembangan
berbagai kecendrungan pendidikan. Kecendrungan itu meliputi:
1. pendidikan seumur hidup yang berlangsung sepanjang orang sadar akan diri
dan lingkungan
2. pendidikan gerak cepat dan tepat yang lebih mengacu pada mampu untuk
hidup dimasyarakat
3. pendidikan yang mudah dicerna dan diresapi
4. pendidikan yang menarik perhatian dengan cara penyajian yang bervariasi
dan meransang sebanyak mungkin indra
5. pendidikan yang menyebar baik pelayanannya maupun peranannya
6. pendidikan yang mustari (tepat saat) menyusup tanpa niat sebelumnya,yaitu
pada saat ada kekosongan pikiran. Kesemua ini merupan landasan strategi
dalam perkembangan teknologi pendidikan.
Beberapa cara dilakukan untuk membuat klafikasi atau taksonomi media. Bretz,
misalnya membuat penggolongan media berdasarkan bentuk penyajian dan penyimpanan
pesan. Mula-mula diidentifikfasikan tiga bentuk utama, yaitu ujud, suara, dan gerak. Ujud
kemudian dijabarkan lagi menjadi tiga, yaitu gambar, garis, dan lambang. Berdasarkan
kelima klafikasi itu Bretz membedakan kedelapan kategori media, dimulai dari media-
media yang mempunyai kelima ciri tersebut diatas (misalnnya televise) hingga media yang
hanya mengandung satu cirri (misalnya buku). Bretz kemudian mengembangkan suatu
prosedur untuk penelitian media yang paling cocok untuk susatu kegunaan tertentu. Apa
yang ditemukan oleh Bretz telah banyak member petunjuk tentang media dan
pemilihannya untuk keperluan pembelajaran.6
Wilbur Schramm barangkali merupakan ahli komuitas yang paling vocal dalam
usahanya mengaplikasikan teori, modal, dan hasil penelitian tentang media kedalam bidang
pendidikan, yang tidak lain adalah garapan teknologi pendidikan. Buku Schramm yang
terkenal adalah Big Media Little Media: Tool and technologies for instruction (1977).
Sesuai dengan judul buku tersebut Schramm membedakan media besar, yaitu yang

6
Sudjana, Nana, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru algensindo, 2003.
kompleks dan mahal, dan media kecil yang sederhana dan biaya relative murah.
Pembedaan itu bukanlah suatu dikotomi melainkan suatu skala berkelanjutan (countinouse
scale). “Big Media” mempunyai daya tarik yang lebih besar terutama bagi non pendidik.
Dalam bukunya itu Schramm mengkaji informasi yang ada mengenai pemilihan media
untuk keperluan pembelajaran. Dia berusaha membuat generalisasi teori yang berhubungan
dengan pemilihan media berdasarkan hasil-hasil eksperimen, bukti-bukti pedagogis, bukti-
bukti ekonomis, serta bukti-bukti dari lapangan.
Beberapa diantara kesimpulan yang dianjurkan Schmramm adalah sebagai berikut:
1. Orang dapat belajar dari meda, namun hasil eksperimen belum cukup
member petunjuk tentang media apa yang paling efektif untuk terjadinya
belajar dalam situasi tertentu.
2. Penentuan media yang sebaiknya merupakan resultante dari analisis media
itu sendiri, dan analisis pembedaan individual diantara para pelajar.
3. Sistem simbolik digital pada media sangat berguna untuk peristiwa-
peristiwa belajar dan dalam mempelajari keterampilan intelektual dasar.
Bila dikombinasikan dengan symbol iconic, dapat melaksanakan hamper
seluruh apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran.
4. Kode iconic (gambar, diagram, dan lain-lain) sangat efektif untuk menarik
minat,mengingat kembali unsure-unsur yang telah tersimpan dalam proses
belajar, dalam persentasi stimulus utama, dan dalam mendorong terjadinya
transfer dari pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari ke hal-hal
baru.
5. Media interaktif tak tersaingi kemampuannya memberikan umpan balik
selama belajar, kecuali mungkin dengan komunikasi tatap muka.
6. Kombinasi dari berbagai sistem pengkodean dapat dilakukan oleh
kombinasi media kecil atau pengajaran tatap muka yang dibantu oleh satu
atau lebih media kecil.
7. Sistem (pembelajaran) yang diciptakan disekeliling media siaran, dapat
mempunyai keuntungan ekonomis utuk kelanjutan dan perluasan
kesempatan.
8. Rasio pembiayaan yang menguntungkan dapat diharapkan dengan
penggunaan media siaran untuk memberikan apa yang telah dapat
dilakukan  dengan cara yang konvensional.
9. Biaya tambahan tidak diperlukan dengan ditambahkannya media (siaran)
pada pembelajaran dikelas yang sekarang berlangsung, bila guru dapat
mengajar lebih banyak siswa tanpa kehilangan efektivitasnya.
10. Proyek pembaruan pendidikan nasional (dengan menggunakan media
komunikasi) maupun membawa perubahan penting, memperluas
kesempatan belajar,dan memberikan sumbangan dalam meningkatkan mutu
pendidikan…asalkan sejak awal dapat diintegrasikan tidak hanya dengan
kebutuhan local melainkan juga dengan struktur kepemimpinan setempat.
11. Pengguanaan media pembelajaran sebagai suplemen pengajaran dikelas,
akan efektif dan lebih mudah diterima oleh guru kelas.
12. Pengajaran jarak jauh yang dilakukan dan didukung dengan media yang
tepat dapat berlangsung dengan baik.
Sebagai salah satu kesimpulan akhir, Schramm berpendapat bahwa tidak ada buku
resep yang dapat dipakai secara otomatis untuk keperluan memilih media dalam setiap
sistem pendidikan. Kadang-kadang pertimbangan yang menonjol yang dipergunakan untuk
pemilihan itu adalah non-edukatif, seperti misalnya kepentingan politis, pertimbangan
prestise, dan lain-lain.
Apa yang dikemukakan oleh Schramm diatas mempunyai arti perlunya dilakukan
penelitian terus-menerus dalam kaitan antara media komunikasi dan pendidikan, yaitu
suatu kawasan teknologi pendidikan. Hal ini juga menunjukan bahwa teknologi
pendidikan  sebagai satuan pengetahuan yang terorganisasikan akan senantiasa
berkembang dengan adanya penelitian.

3. Landasan Teori dari Disiplin Lain

Pada awalnya instrumentasi merupakan cirri utama teknologi pendidikan.


Teknologi pendidikan memeng berkembang pada masa yang menurut Erick Ashby disebut
revolusi keempat. Seperti telah dikutip di muka, revolusi itu ditandai oleh elektronika. Mau
tidak mau konsepsi teknologi pendidikan sangat dipengaruhi oleh konsepsi dibidang
elektronika itu.7
James Finn pada tahun 1957 telah mencanangkan perlunya diadakan:
a. penilaian menyeluruh tentang watak teknologi yang baru serta implikasinya
dibidang pendidikan

7
Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan, Semarang: Rasail Media Group, 2008
b. pembaruan organisasi, prosedur dan isi pendidikan, yang akan
menjembatani jurang yang terjadi karena meroketnya perkembangan
teknologi dan perkembangan pendidikan yang berjalan seperti siput
c. Aplikasi konsep dan proses yang berguna dari teknologi dalam usaha
pendidikan sebagai usaha menutupi jurangperbedaan yang makin melebar.
Finn sangat memprihatinkan sikap apatis dari kebnayakan pendidik terhadap
teknologi yang merupakan cirri dalam abad otomatisasi.
Sejumlah posisi teoritis dikemukakan oleh finn,yang menganggap bahwa
pendidikan mengalami krisis (dengan makin berkurangnya guru yang bermutu,
meningkatnya jumlah yang perlu diajar dan dipelajari,serta perkembangan teknologi).
Beberapa diantara posisi itu adalah:
1. Introduksi pengalaman audiovisual secara massa (film, gambar, radio,
televise, dan lain-lain) kedalam kelas guru ahli.
2. Menyerahkan sebagain besar (mungkin malah semua) tugas penyajian
semua aspek pengajaran yang sistematik (isi, tata urutan, dan lain-lain)
kepada satu atau lebih media audiovisual, sedang aspek perkembangan
(pribadi,social,dan pertumbuhan) kepada orang lain dikelas.
3. Kelas-kelas besar dilangsungkan sebagai bagian dari hari-hari sekolah pada
saat anak-anak menjadi pendengar atau pemirsa siaran.
4. Mengembangkan sekelompok guru ahli dengan bantuan bantuan ahli lain
menyajikan pelajaran dalam bentuki transmisi audiovisual.
Karakteristik yang menonjol dari semua tindakan itu menurut Finn adalah konsep
sistem, yang mengoordinasikan orang-mesin-informasi. Ciri yang kedua adalah adanya
informasi untuk pengendalian, dan ciri yang ketiga adanya analisis yang menyeluruh dan
perencanaan jangka panjang.8
Lumsdaine lebih terperinci ulasannya tentang pengaruh teknologi dan kerekayasaan
dalam bidang teknologi pendidikan. Misalnya dari kimia ditemukan litografi dan fotografi
(yang juga dipengaruhi optic) dari rekayasa mekanik, optic, elektrik, dan elektronik
dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio, televise, mesin pembelajran dan computer.
Adalah tugas bidang teknologi pendidikan kemudian untuk menjabarkan keserasian
perangkat keras teknologi itu dengan hasil-hasil penelitian dalam ilmu perilaku dan teori
belajar.

8
Sudjarwo, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Erlangga, 1988.
Hoban menekankan perlunya konsep sistem dalam pendididkan. Kegunaan konsep
sistem adalah gagasan adanya:
1. komponen dalam sistem
2. integrasi diantara komponen itu
3. peningkatan efisiensi sistem
Pada saat itu sistem dianggap sebagai produk, oleh karena itu implikasinya dalam
produk lengkap yang dapat diatur dan diintegrasikan  sedemikian rupa hingga
memungkinkan terjadi nya pembelajaran yang lengkap.
Perkembangan konsep sistem dan teknik-tekniknya seperti pendekatan sestem dan
analisis sistem, membawa pengaruh lebih lanjut dibidan teknologi pendidikan. Pendekatan
sistem menurut Heinich memerlukan penkajian seliruh proses dengan menyadari adanya
saling hubungan dalam dan antara komponen, mempunyai tujuan tertentu, berjalan melalui
tahapan yang diperlikan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan tujuan dan
memperbaikinya bila belum sesuai, konsepsi ini paling tidak mempengaruhi perkembangan
bidang teknologi pendidikan dengan konsep berikut:
1. Teknologi pendidikan merupakan suatu proses bukan produk.
2. Teknologi pendidikan menetapkan pendekatan sestem untuk pembelajaran
dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi.
3. Teknologi pendidikan mengintegrasikan sumber insansi dan non insansi.
4. Kegiatan analisis, pengembangan, dan evaluasi memerlukan sumber insane
yang dipersiapkan/mempu yai tanggung jawab khusus.
5. Teknologi pendidikan lebih dari sekedar jumlah komponen-komponen
melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan
menghasilkan suatu yang baru yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-
masing komponen secara terpisah.

KESIMPULAN

Pembahasan singkat dalam tulisan ini diharapkan dapat memperkuat posisi


teknologi pendidikan sebagai suatu bidang garapan khusus. Ia merupakan spesialisasi lebih
lanjut dari ilmu pendidikan yang terutama berkepentingan dalam mengatasi masalah
belajar pada manusia, dengan memanfaatkan berbagai macam simber insani dan non-insani
dan menerapkan konsep system dalam usaha pemecahannya itu.
Tekonologi pendidikan merupakan bidang garapan yang tidak digarap oleh bidang
atau disiplin lain. Penggarapa ditopang oleh sejumla teori, model, konsep, dan prinsip dari
bidang dan disiplin lain seperti ilmu perilaku, ilmu komunikasi, ilmu kerekayasaan,
teori/konsep system, dan lain-lain yang tidak dapat diperinci satu per sat. Penggarapan itu
dilakukan dengan sistematik dan sistemik.
Teknologi pendidikan berusaha menjelaskan, meringkaskan, memberikan orientasi,
dan sistematik gejala, konsep, teori saling berkaitan, dan menggabungkanny menjadi satu,
yang merupakan pendekatan isomeristik.
DAFTAR PUSTAKA

Erwinsyah, Alfian. Pemahaman Mengenai Teknologi Pendidikan Dan Teknologi


Pembelajaran. Gorontalo: Jurnal Managemen Pendidikan.Vol.3, No.1:12-19

Warsita, Bambang Warsita Bambang. Landasan teori dan teknologi informasi dalam
pengembangan teknologi pembelajaran. Jurnal Teknodik (2011): 84-96.

Miarso, Yusuf Hadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004.

Miarso, Yusuf Hadi, dkk, Definisi Teknologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali, 1986.

Sudjana, Nana, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru algensindo, 2003.

Sudjarwo, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Erlangga, 1988.

Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan, Semarang: Rasail Media Group, 2008.

Indrajit, Richardus Eko (2004), Arsitektur Sekolah Modern Indonesia, Presentasi Sajian.
Kementerian Pendidikan Nasional (2010), Kajian Model Konseptual Sistem Pembelajaran,
(Jakarta: Kemdiknas).

Anda mungkin juga menyukai