Anda di halaman 1dari 2

Kami dari tim Hiastorical delegasi universitas hasanuddin dalam Makassar youth

national debate competetion. saya awaluddin sebagai pembicara pertama, disisi kiri saya ada
nurkaya reski sebagai pembicara kedua dan disisi kanan saya ada andi azhari syarif sebagai
pembicara ketiga. Kami akan menyampaikan artikel ilmiah kami yang berjudul “Pasal karet :
senjata ampuh mematikan Kebebasan berekspresi pemuda indonesia”. dari sudut pandang
Pembangunan dan keruntuhan masa depan bangsa bergantung pada generasi muda.
generasi muda yang diharapkan adalah generasi muda yang mampu memaksimalkan potensi
diri secara penuh. Bagaimana pemuda indonesia tidak lagi takut melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, bagaimana generasi muda indonesia tidak lagi dikekang untuk memihak
atau tidak memihak kepada kelomok tertentu. Hal itulah yang kemudian disebut sebagai
KEBEBASAN BEREKSPRESI.
freedem of expression atau Kebebasan berkespresi pada dasarnya adalah hak setiap
manusia untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan, dalam bentuk,
dan dengan cara apapun. Termasuk ekspresi lisan, tercetak, maupun audiovisual serta
ekspresi budaya, artistik maupun media politik.
Kebebasan berekspresi tidak akan pernah dipisahkan dari pemenuhan hak asasi
manusia. Karene perwujudan sesungguhnya dari kebebasan berskpresi, secara keseluruhan
telah tertuang dalam hak asasi manusia. Seperti hak berupa kebebasan berserikat, kebebasan
berkumpul secara damai, hak kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama. Hal tersebut
berakar kuat dalam pasal 28A-28j UUD 1945 dan undang-undang nomor 39 tahun 1999.
Mengingat peran penting kebebasan berekspresi tersebut menjadikannya salah satu
hak asasi yang dijamin dalam declaration of human right yang kemudian diatur dalam pasal
19 DUHAM. Aturan ini kemudian diperkuat dalam international convencion on civil and
political right. Kebebasan berskspresi kemudian diatur dalam pasal 19 dengan rumusan,
seriap orang berhak untuk berpendapat dan bebas unstuk menyatakan pendapat. Kebebasan
ini mencakup bebas untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran,
terlepas dari berbagai batasan.
Oleh karenanya, sudah sepantasnya kebebasan berekspresi ini dilindungi dan dipenuhi
bagaikan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Namun realitas berkata
sebalikanya, Para kelompok yang secara ikhlas dan tulus memperjuangkan pemenuhan hak
asasi manusia. Seperti akademisi, aktivis dan jurnalis yang notabenenya adalah pemuda,
malah dipenjarakan dengan pasal yang entah-berantah, dapat digunakan seenaknya oleh
oknum yang mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Hal tersebut dapat kami buktikan
dalam analisis dan paparan argumentasi ilmiah yang akan disampaikan pembicara kedua dari
tim kami. (awal)
Dewan juri yang terhormat, Menurut Laporan Southheast Asia Freedom of Exprssion
Network (SAFEnet), selama periode 2013 hingga tahun 2021 terdapat 393 orang yang
dituntut dalam pasal undang-undang informasi dan transaksi (UU ITE). Pasalnya latar
belakangang korban kriminalisasi yang pling banyak adalah para pembela Hak Asasi
Manusia yang menyuarakan kepentingan public.
Southheast Asia Freedom of of Exprssion Network (SAFEnet) juga mengungkapkan
bahwa semakin banyak pejabat publik sebagai pemegang kekuasaan tertinggi menggunakan
pasal-pasal karet undang-undang no. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
elektronik (UU ITE) untuk membungkam Kelompok kritis seperti aktivis dan kaum akdemisi
dalam hal ini mayoritas dari mereka adalah para pemuda.
Bahkan, Amnesty internasional mencatat setidaknya 119 kasus pelanggaran hak atas
kebebasan berekspresi menggunakan undang-undang ITE dan merupakan jumlah terbanyak
dalam berberapa tahun sebelumnya. Selain kriminalisasi undang-undang ITE pada tahun
2020 setidaknya 60 kasus serangan dan intimidasi yang dialami oleh organisasi, aktivis,
jurnalis dan akdemiser. Dan mayoritas dari mereka adalah pemuda. (ekky)
Jika hal ini terus terjadi maka para pemuda yang memperjuangkan kebenaran dan hak
rakyat akan semakin takut untuk menyuarakan pendapat. hal tersebut dapat kita lihat pada
hasil survey lembaga indikator politik indonesia pada tanggal 11-21 februari tahun 2022
dengan populasi survey warga berumur 17 tahun lebih atau dalam hal ini pemuda
mengungkapkan bahwa mayoritas atau 64,9% responden semakin takut untuk menyatakan
pendapat.
Berdasrkan uraian masalah tersebut, maka kami sebagai tim pro memberikan sosusi
bahwa yang pertama, penghapusan undang-undang ITE, UU nomor 11 tahun 2008 harus
disegerakan. yang kedua, meminta pemerintah agar membebaskan korban kriminalisasi
kebebasan berekspresi seperti akademisi, aktivis dan jurnalis. dan yang ketiga meminta
dukungan seluruh element masyarakat dan negara untuk mendukung jaminan kebebasan
berekpresi para pemuda indonesia.
Dengan adanya jaminan kebebasan berekspresi diharapkan, pemuda indonesia dapat
berkumpul, berdemonstrasi, menuntut hak dan kepentingan rakyat, berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, mendesak transparansi dan mendesak pihak yang berwenang,
bahkan mendorog pemberantasan korupsi dan penghapusan inpunitas serta memaksimalkan
kreatifitas pemuda indonesia. demikian paparan ilmiah kebebasan berekpresi kami.

Anda mungkin juga menyukai