Anda di halaman 1dari 22

BAB III

PERAN UN WOMEN DALAM MENGATASI DISKRIMINASI

PEREMPUAN DI INDONESIA PADA MASA COVID-19

UN Women di Indonesia untuk mewujudkan visi dan misinya melakukan

kerjasama dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, media, dan

perusahaan, untuk menangani prioritas nasional kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan. Setelah adanya Covid-19 di Indonesia, UN Women

juga merupakan bagian dari seruan pertama dari Dana Tanggapan dan Pemulihan

Covid-19 PBB yang dibentuk pada April 2020, dengan itu UN Women telah

menyesuaikan aktivitasnya yang ada dan memobilisasi sumber daya tambahan

untuk membantu mengurangi dampak buruk pandemi di Indonesia. Dalam

fokusan pada hal-hal berikut ini:

a) Penilaian cepat dan advokasi berbasis bukti tentang dampak gender dari krisis

Covid-19 pada wanita dan anak perempuan

b) Respon perlindungan sosial terhadap Covid-19, termasuk perempuan

pemberdayaan ekonomi, mata pencaharian dan ketahanan

c) Kohesi sosial dan masyarakat damai dalam konteks Covid-19

d) Pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan, termasuk

kekerasan dalam rumah tangga.

Diskriminasi pada perempuan di Indonesia sudah sangat sering terjadi,

namun pada masa Covid-19 menimpah Indonesia diskriminasi bahkan kekerasan

terhadap perempuan semakin meningkat, karena terjadi perubahan derastis dalam

aktifitas seharari-hari. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selama Covid-19

1
melanda di Indonesia mengharuskan masyarakat dan keluarga untuk dirumah saja,

dengan kebijakan ini ternyata memberikan dampak kepada anak dan perempuan

khususnya seorang ibu, karena kebijakan pemerintah untuk mengharuskan

dirumah saja membuat tanggung jawab seorang ibu semakin melimpah. Maka dari

itu hal ini berpotensi menimbulkan kekerasan dari anggota keluarga atau pasangan

yang timbul akibat dari ketegangan rumah tangga, akibat perubahan pola hidup

yang mendadak, kesulitan ekonomi, ancaman kesehatan, dan masalah stabilitas

dan keamanan.

Dalam situasi seperti ini UN Women melakukan berbagai cara untuk

melindungin perempuan serta mengatasi diskriminasi yang sedang meningkat.

Peran dan Strategi yang disiapkan oleh UN Women untuk menghadapi

peningkatan diskriminasi perempun di Indonesia pada masa Covid-19, sebagai

berikut :

3.1 UN Women-Indosat Ooredoo Melakukan Survei

UN Women melakukan survei secara online dengan cara mengirim

beberapa pertanyaan melalui SMS dengan tautan ke survei berbasis web. Survei

ini juga berkolaborasi dengan Indosat Ooredoo, pengumpulan data dilakukan

pada waktu yang berbeda antara bulan April dan Juli 2020, untuk memenuhi

persyaratan administrasi dan proses persetujuan yang diperlukan. Sejalan dengan

tingkat respons rata-rata untuk survei berbasis web yang dikirimkan melalui SMS,

survei tersebut didistribusikan kepada 5 juta pelanggan telepon Indosat Ooredoo,

yang menghasilkan ukuran sampel 1.266 responden, berkisar antara usia 10 dan

79 tahun. Diperkirakan 54% responden adalah perempuan dan 46% adalah laki-

2
laki. Mengingat sampel dan ukuran populasi, sebagian besar perkiraan mewakili

pada tingkat kepercayaan 95%, dengan margin kesalahan kurang lebih tiga. Bobot

diterapkan untuk menyesuaikan sampel untuk jenis kelamin, usia dan perbedaan

pencapaian pendidikan.

Dalam pelaksanaan survei ini UN Women juga mensiapkan kuesioner

survei terdiri dari 16 pertanyaan, yang sedapat mungkin diselaraskan dengan

standar statistik dan klasifikasi internasional, serta standar dengan visi

pembangunan nasional Indonesia mencapai agenda 2030. Berikut beberapa hasil

dari survei tersebut antara lain :

3.1.1 Tanpa Kemiskinan

Pembatasan sosial dan tindakan pencegahan lainnya yang diterapkan untuk

menjaga kesehatan masyarakat di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup besar

terhadap perekonomian. Perempuan yang sebagian besar bergantung pada

pendapatan dari usaha keluarga, mengalami pengurangan pendapatan yang cukup

besar, sebanyak 82% dari mereka mencatat penurunan dalam sumber pendapatan

ini. Meskipun 80% laki-laki mengalami penurunan yang sama, namun bukti

menunjukkan bahwa laki-laki di Indonesia mendapatkan keuntungan dari sumber

pendapatan yang lebih luas. Sumber pendapatan kedua yang paling umum untuk

perempuan, subsidi dan bentuk lain dari dukungan pemerintah juga menurun lebih

cepat pada perempuan penurunan 24%, sedangkan laki-laki hanya 20%.

3.1.2 Tanpa Kelaparan

Di Indonesia dalam bidang pertanian mempekerjakan lebih banyak laki-

laki dari pada perempuan, tetapi banyak perempuan masih berpartisipasi dalam

3
pertanian subsisten dan komersial. Maka dari itu, tidak mengherankan jika sejak

penyebaran covid-19, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama menghadapi

tantangan terkait dengan hasil pertanian. Ini mungkin memperdalam kerawanan

pangan bagi perempuan maupun laki-laki. Pertama, sekitar 76% perempuan dan

78% laki-laki mencatat penurunan pendapatan dari pertanian dan perikanan,

kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan harga beberapa komoditas

pangan. Khusus untuk keluarga berpenghasilan rendah, hal ini mungkin

menyebabkan kerawanan pangan substansial.

Selain itu, baik perempuan maupun laki-laki mengalami penurunan produksi

makanan untuk konsumsi mereka sendiri, dimana laki-laki mencatat penurunan

yang sedikit lebih besar. Tetapi, perbedaan antar rumah tangga dalam akses ke

makanan yang beragam dan bergizi, sering kali secara tidak proporsional

meningkatkan ketergantungan perempuan pada pertanian subsisten, meningkatkan

kekhawatiran tentang ketahanan pangan mereka sejak penyebaran covid-19.

3.1.3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera

Pada kasus penyebaran covid-19 di Indonesia tercatat pertama pada 2

Maret 2020, dan 6 September 2020, terdapat 190.665 kasus covid-19 yang

dikonfirmasi dan 7.940 kematian. Data kesehatan tentang penularan dan tingkat

kematian mengungkapkan perbedaan pengalaman berdasarkan gender, yakni

bahwa laki-laki lebih mungkin tertular dan meninggal karena virus ini. Tetapi,

pada analisis data tentang kesehatan mental menunjukkan hasil bahwa perempuan

lebih mengkin memiliki jumlah yang tertinggi.

4
Perempuan yang tidak proporsional lebih mungkin mengalami

peningkatan stres dan kecemasan sejak penyebaran covid-19, karena semakin

banyak tanggung jawab yang dihadapi perempuan pada masa covid-19, tanggung

jawab yang perempuan hadapi antara lain seperti, mengurus anggota keluarga

yang sakit, dan merawat mereka yang sakit, tambah lagi beban pekerjaan rumah

tangga yang sudah meningkat derastis. Faktor-faktor tersebut, ditambah dengan

kecemasan atas hilangnya pekerjaan dan pendapatan serta efek pembatasan sosial

terhadap kekerasan berbasis gender, mungkin berkontribusi pada memburuknya

kesehatan mental perempuan secara tidak proporsional.

3.1.4 Pendidikan Berkualitas

Penutupan sekolah atau pengurangan jam sekolah adalah langkah utama

untuk memutuskan rantai penyebaran covid-19. Terjadinya penutupan sekolah

atau pengurangan jam sekolah membuat tanggung jawab orang tua semakin

menantang. Karena, mengingat pendidikan tidak dapat dialihdayakan kepada

pihak lain, orang tua lah yang harus menanggung beban tambahan tersebut. Bukti

menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengambil alih tugas mengajar,

membimbing dan melatih anak-anak.

Maka dari itu, diperkirakan ada 39% perempuan dan 29% laki-laki

menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjalankan tugas-tugas ini sejak

dimulainya pandemi. Selain melakukan tugas mengajar ini, perempuan

memainkan peran penting dalam meningkatkan praktik kebersihan dalam rumah

tangga. Oleh karena itu, akses mereka ke sumber informasi covid-19 yang andal

5
sangat penting. Walaupun, di Indonesia lebih banyak perempuan menganggap

bahwa informasi yang mereka terima membingungkan atau kontradiktif.

3.1.5 Kesetaraan Gender

Setelah datangnya pandemi covid-19 ke Indonesia membuat beban

pekerjaan rumah tangga, perawatan, dan pengasuhan meningkat, baik perempuan

maupun laki-laki menanggung beban tambahan, hal itu meningkat sebanyak 69%

perempuan dan 61% laki-laki. Demikian pula, 61% perempuan dan 48% laki-laki

menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah tangga yang ganda

hingga disebut pekerjaan tidak berbayar sejak penyebaran covid-19.

Sebagai akibat dari krisis ini, intensitas pekerjaan rumah tangga, kerja

perawatan, dan pengasuhan tidak berbayar (yang diukur berdasarkan

kemungkinan melakukan kurang lebih tiga kegiatan yang saling terkait) juga

meningkat. Diperkirakan 26% perempuan terlihat bahwa pekerjaan perawatan dan

pengasuhan yang tidak berbayar ini meningkat, 19% mencatat hal yang sama

untuk pekerjaan rumah tangga yang tidak berbayar. Sedangkan laki-laki,

perubahan ini kurang terlihat hanya 23% laki-laki melihat pekerjaan perawatan

dan pengasuhan tidak berbayar meningkat, dan hanya 11% yang mencatat

peningkatan ini untuk pekerjaan rumah tangga.

3.1.6 Air Bersih dan Sanitasi Layak Serta Energi Bersih dan

Terjangkau

Mencuci dan membersihkan tangan adalah strategi pencegahan utama

melawan covid-19, tetapi hanya sekitar 76% penduduk Indonesia yang memiliki

fasilitas cuci tangan dengan air bersih dan sabun. Dalam kondisi pandemi ini

6
mungkin memicu peningkatan kebutuhan air, karena perlu membersihkan diri

lebih sering dan ketika air tidak tersedia di rumah, jumlah perjalanan untuk

mengambil air dapat meningkat, yang dapat semakin meningkatkan risiko

terhadap paparan covid-19.

Demikian pula, karena keputusan pemerintah untuk pembatasan sosial dan

rekomendasi kesehatan untuk memasak makanan sendiri, masyarakat sekarang

menghabiskan lebih banyak waktu untuk memasak dan mengambil bahan bakar

untuk memasak. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut lagi dan lagi perempuan

memikul beban terberat, karena diperkirakan 22% perempuan mencatat bahwa

waktu yang mereka habiskan untuk air dan pengumpulan kayu bakar sejak

penyebaran covid-19 meningkat, dibandingkan dengan 16% laki-laki. Covid-19

telah menambah tantangan dalam mengakses air bersih, karena 10% perempuan

dan 18% laki-laki menyatakan bahwa sumber air mereka telah terdampak sejak

awal pandemi di Indonesia. Selain bahaya kesehatan yang terkait dengan

meminum air yang tidak aman, hal ini dapat merusak kesehatan perempuan dari

aspek lain, karena waktu pengambilan air menjadi lebih lama dan oleh karena itu

ketersediaan waktu dan kesehatan fisik perempuan terganggu.

3.1.7 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi

Di Indonesia hanya 52% perempuan yang dipekerjakan sebelum pada

masa pandemi ini, dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 72%. Diperkirakan

juga perempuan yang melakukan pekerjaan informal sebanyak 82%, dibandingkan

dengan laki-laki hanya 74%. Ini diperkirakan kurangnya perlindungan sosial bagi

mereka dengan pekerjaan informal semakin meningkatkan kerentanan masyarakat

7
terhadap krisis. Namun sejak covid-19 yang lebih merasakan kehilangan

pekerjaan informal terhadap laki-laki banyaknya 46%, dibanding dengan

perempuan hanya 39%. Bagi mereka yang tidak memiliki tunjangan selama

mengalami kerisis ini dapat berdampak sangat buruk, hal ini dirasakan oleh

pekerja informal, diperkirakan 63% laki-laki tidak menerima tunjangan atau

bentuk dukungan pemerintah lainnya dibandingkan dengan perempuan sebanyak

80%.

Sementara perempuan memiliki beban ganda semenjak adanya covid-19

ini, tidak hanya itu saja bahkan lebih dari separuh penduduk yang bekerja telah

mengalami pengurangan waktu kerja berbayar sejak masa pandemi ini. Hal ini

mengakibatkan pemotongan gaji dan pendapatan bagi banyak orang, melalui data

yang terkumpul laki-laki lebih banyak yang mengalami hal ini sekital 64% dan

perempuan hanya 49%.

3.1.8 Industri, Inovasi dan Infrastruktur

Dengan adanya pembatasan sosial di Indonesia, gangguan pada

transportasi publik mempengaruhi sebanyak 51% perempuan dan 45% laki-laki di

luar Jakarta, menyebabkan banyak perempuan terlantar di rumah karena

kemungkinan perempuan memiliki kendaraan pribadi biasanya lebih sedikit dari

pada laki-laki. Dalam konteks mobilitas terbatas ini, teknologi memainkan peran

penting dalam memungkinkan akses jarak jauh ke barang dan layanan serta

menyediakan informasi untuk mengatasi masalah kesehatan fisik dan mental

terkait covid-19.

8
Misalnya, lebih dari separuh responden survei mencatat bahwa Internet

dan media sosial adalah sumber informasi utama mereka tentang covid-19,

walaupun tetap ada perbedaan gender, karena perempuan tidak terlalu bergantung

pada Internet disbanding dengan laki-laki, dan bahkan perempuan lebih mungkin

untuk memperoleh informasi dari radio, televisi dan sumber lainnya. Hal ini

mungkin berkontribusi pada sedikitnya informasi tentang covid-19 yang diterima

perempuan 7% dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak tahu tentang

COVID-19, dibandingkan dengan 2% laki-laki.

3.1.9 Berkurangnya Kesenjangan

Dengan adanya pandemi membuat jumlah pengangguran meningkat

bahkan masalah kesehatan juga, hingga mendorong keselamatan arus migrasi

baru. Hal ini disebabkan karena kehilangan pekerjaan atau khawatiran tertular

terhadap covid-19, sehingga banyak orang yang bermigrasi di luar negeri kembali

ke negara asal. Di Indonesia sendiri, perempuan lebih banyak bermigrasi sebagai

akibat krisis sekitar 13% dari mereka yang bermigrasi secara internal,

dibandingkan dengan laki-laki hanya 6% saja. Perempuan yang dimaksud ini

mungkin termasuk kelompok populasi yang paling rentan, semua perempuan

migran dalam sampel adalah pekerja informal, dan semenjak ada covid-19

membuat mereka kehilangan pekerjaan atau bekerja lebih sedikit.

Karena perempuan di Indonesia yang sangat terdampak terlibat dalam

sektor-sektor yang seperti pendidikan, karena sesuai data yang ditemukan 60%

pekerja pendidikan di Indonesia adalah perempuan dan 75% asisten rumah tangga

9
adalah perempuan, hilangnya atau penurunan permintaan akibat covid-19

kemungkinan besar telah mendorong migrasi ini.

3.1.10 Kota dan Pemungkiman yang Berkelanjut

Kota merupakan peluang ekonomi bagi perempuan dan laki-laki, namun

kepadatan penduduk yang lebih tinggi hingga menimbulkan tantangan selama

keadaan pandemi ini. Sejak masa pandemi, perempuan yang tinggal di Jakarta

melakukan cek rutin kesehatan, agar dapat memastikan kesejahteraan dan

kesehatan fisik serta emosional mereka secara keseluruhan karena, sesuai laporan

survie ini menjelaskan bahwa perempuan di Jakarta menghadapi tantangan

signifikan, tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi yang dialami perempuan

dari pada laki-laki sejak masa pandemi.

Selain dari tantangan tersebut, kota-kota besar yang lainnya juga

menawarkan kesempatan untuk mengakses fasilitas dasar, seperti kebersihan

esensial dan produk medis untuk menghindari penularan. Baik perempuan

maupun laki-laki yang tinggal di luar Jakarta menghadapi lebih banyak tantangan

dalam mengakses barang-barang kebutuhan pokok ini selama covid-19.

3.1.11 Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab,

Penanganan Perubahan Iklim, Ekosistem Laut, serta

Ekosistem Darat

Perempuan secara tidak proporsional terpengaruh oleh bencana terkait

iklim karena mereka sangat bergantung pada sumber daya alam mengingat akses

mereka kepada aset, pendanaan, dan teknologi terbatas. Hal ini, meningkatkan

kerentanan mereka terhadap guncangan ekonomi, khususnya bagi perempuan

10
yang bekerja di sektor yang peka terhadap bencana dan iklim seperti pariwisata

dan pertanian. Pembatasan perjalanan akibat covid-19 telah secara substansial

memengaruhi sektor pariwisata, satu sektor paling sensitif terhadap bencana dan

perubahan iklim, padahal perempuan memainkan peran kunci dalam sektor ini.

Pada Juni 2020, jumlah wisatawan mancanegara di Indonesia turun 89%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Guncangan ekonomi, disertai peningkatan frekuensi bencana alam atau

fenomena perubahan iklim yang juga dapat memengaruhi pariwisata dalam jangka

panjang berdampak secara tidak proporsional terhadap perempuan, yang

cenderung tidak memiliki aset dan lebih cenderung terlibat dalam pekerjaan

informal, sehingga membuat mereka tidak siap menghadapi tantangan. Sejak

Februari 2019, pandemi covid-19 terjadi bersamaan dengan 23 bencana alam atau

sejenisnya di Indonesia. Perempuan tidak hanya terpengaruh secara tidak

proporsional, tetapi mereka juga dirugikan dalam hal pengambilan keputusan

untuk membangun kembali dengan lebih baik. Agar upaya pemulihan menjadi

lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan dan berkontribusi pada negara

yang secara keseluruhan lebih tangguh, harus ada upaya menciptakan pekerjaan

ramah lingkungan, termasuk pariwisata berkelanjutan.

3.1.12 Pemberdaya, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh

Dalam kondisi krisis covid-19 saat ini, terjadinya kekerasan terhadap

perempuan tampaknya terus meningkat. Pada saat survie mengenai hal ini,

statistik resmi mengenai peningkatan kekerasan terhadap perempuan belum

tersedia untuk mengukur tren dan mengukur skala masalah, karena pengumpulan

11
data tatap muka tidak mungkin dilakukan sejak permulaan covid-19. Tetapi, studi

ad-hoc dan praktik pengumpulan data jarak jauh telah dilakukan di Indonesia

dalam beberapa bulan terakhir, dan menghasilkan informasi proxy untuk

menjelaskan mengenai pandemi. Dalam konteks dinamika rumah tangga selama

covid-19 yang dilakukan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap

Perempuan pada tahun 2020, jumlah kekerasan terhadap perempuan di Indonesia

semakin meningkat sejak awal pandemi, terutama mereka yang sudah berumah

tangga, dalam jangkauan usia sekitar 31–40 tahun dan mereka yang

berpenghasilan di bawah 5 juta Rupiah.

Di antara beberapa kekerasan yang dilaporkan paling sering terjadi ialah,

kekerasan psikologis dan ekonomi. Sekitar 15% perempuan mencatat mengalami

kekerasan psikologis, dan sekitar 4% mengatakan bahwa insiden ini sangat sering

terjadi. Sementara untuk kekerasan ekonomi sekitar 7% perempuan mencatat

mengalaminya sesekali, dan 3% sering mengalaminya. Semenjak diberlakukannya

pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan, banyak penyedia layanan untuk

korban kekerasan berhadapan dengan isu-isu terkait dengan keberlangsungan

kegiatan mereka, seperti pembatasan aktivitas yang harus mereka lakukan karena

pemotongan dana atau masalah keamanan. Survei terhadap penyedia layanan di

Indonesia menunjukkan bahwa, meskipun sebagian besar belum berhenti

beroperasi sepenuhnya, banyak yang membatasi ruang lingkupnya pada

pemberian rujukan, bantuan darurat, layanan psikososial, dan layanan hukum saja.

12
3.1.13 Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan

Setelah covid-19 pertama masuk ke Indonesia, tidak lama kemudian

Pemerintah Indonesia merespon dengan kampanye informasi untuk mencegah

penyebaran melalui “gerakan 3M”, yang dimaksud arahan untuk selalu Mencuci

tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak. Untuk menilai dampak covid-19

terhadap masyarakat Indonesia dan menentukan keberhasilan kampanye tersebut,

Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Survei Demografi Sosial tentang Dampak

covid-19. Survei ini dilakukan secara online dari tanggal 13-20 April 2020 dan

87.379 orang turut berpartisipasi.

Temuan survei menghasilkan bahwa perempuan lebih memungkin untuk

terus mendapat informasi tentang covid-19 dan mempraktikkan gerakan 3M.

Misalnya, diperkirakan 88% perempuan tercatat memiliki pengetahuan tentang

jarak fisik, dibandingkan dengan 85% laki-laki.

Dalam peroses survei ini, menyorot bahwa pentingnya inovasi untuk

segera menghadapi tantangan yang muncul, seperti yang dihadapi saat ini.

Penggunaan teknologi baru menjadi lebih penting untuk pengumpulan data sejak

pembatasan sosial diberlakukan. Maka dari kerisis yang terjadi kemitraan antara

UN Women dan Indosat Ooredoo juga menjadi pendorong utama untuk

peluncuran survei penilaian cepat yang menjadi landasan isi publikasi ini. Survei

tersebut dilakukan melalui pesan teks dan berhasil menjangkau 1.266 pengguna,

menunjukkan peran penting yang dapat dimainkan sektor swasta dalam

13
mendukung pembangunan berkelanjutan dan melakukan respons terhadap

tantangan kemanusiaan.1

Dalam survei ini sangat sejalan dengan visi pembangunan nasional yang

tertera dalam agenda 2030, yang membuat tujuan ini sedikit tertunda karena

adanya pandemi. Dari strategi UN Women ini juga tidak semua data perempuan di

Indonesia yang dapat di kumpulkan, karena ada beberapa perempuan di Indonesia

yang masih tidak paham terkait digitlisasi terutama perempuan yang sudah rentan.

Tidak hanya itu, dalam survei ini juga hanya mencangkup pelanggan Indosan

Ooredoo saja, kita tidak tau keadaan perempuan lainnya yang tidak mendapatkan

kesempatan untuk di survei, terutama saya sebagai penulis tidak ada yang

mensurvei terkait masalah ini, sementara saya juga merasakan dampak seperti

pada umumnya. Berarti dalam strategi ini data yang dikumpulkan hanya data yang

mewakilkan suara perempuan saja.

3.2 Membuat Buku Panduan Tentang Hak Perempuan

Situasi seperti ini membuat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) dengan United Nations Women (UN Women)

dan beberapa anggota lainnya membuat suatu panduan untuk pengelola program,

penyedian layanan perlindungan hak perempuan dari kekerasan berbasis gender,

serta penanganan perempuan dan anak perempuan, kelompok rentan dan

penanganan penyintas kekerasan berbasis gender, baik yang berstatus

terkonfirmasi, kontak erat, probable ataupun suspect. Panduan tersebut yang

1
UN Women & Women Count, MENILAI DAMPAK COVID-19 “TERHADAP GENDER DAN
PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”, Regional Office for Asia
and the Pacific, Rajadamnoern Nok Ave, Bangkok, 10200, Thailand

14
berjudul “Panduan Perlindungan Hak Perempuan dari Diskriminasi dan

Kekerasan Berbasis Gender dalam Situasi Pandemi”. Panduan ini berisi tentang

aspek-aspek esensial dari praktik-praktik baik dan pembelajaran yang pernah ada

untuk perlindungan hak perempuan pada diskriminasi, serta mencegah dan

menangani kekerasan berbasis gender selama sebelum dan semasa Covid-19.

Di dalam panduan ini situasi pandemi yang dimaksud adalah yang

memiliki karakteristik adanya pembatasan ruang gerak dan interaksi sosial,

meningkatnya faktor risiko terjadinya kekerasan berbasis gender akibat tekanan

psikologis, kesulitan ekonomi, dan situasi sulit lainnya, serta kondisi yang

membatasi korban untuk menjauhi pelaku dan/atau mengakses bantuan. Panduan

ini juga mencakup situasi yang membuat perempuan dan kelompok marjinal

lainnya semakin rentan mengalami diskriminasi dan penambahan beban secara

fisik dan psikologis. Panduan ini bersifat dinamis, tidak statis, dan senantiasa

dapat berubah sesuai kondisi.

Sasaran panduan ini terkusus pada lintas kementerian/lembaga (K/L) yang

ditujukan untuk organisasi pemerintah daerah (OPD) serta penyelenggara program

dan layanan, khususnya yang berkaitan dengan perempuan, untuk memandu

program dan kegiatan:

1. Pencegahan dan penanganan perempuan yang mendapatkan stigma,

pelabelan, diskriminasi, dan kekerasan berbasis gender akibat pandemi.

2. Pemenuhan hak penyintas kekerasan berbasis gender dalam situasi krisis

pandemi yang meliputi hak atas kebenaran, keadilan, keamanan, dan

15
pemulihan, baik secara medis maupun psikososial, serta pemberdayaan

ekonomi.

3. Mencegah atau mengurangi keterpisahan perempuan dengan anak, atau anak

dengan pengasuhnya, terutama perempuan penyintas kekerasan, kepala

keluarga, anak perempuan, perempuan lansia atau perempuan dengan

disabilitas, yang memerlukan pengasuh/penjaga untuk menghadapi tindakan

penanganan pandemik.

4. Pendokumentasian, rujukan, dan pemantauan kasus-kasus terkait diskriminasi

dan kekerasan pada perempuan, termasuk perempuan dari kelompok rentan

dan minoritas, selama masa pandemi sebagai dasar untuk menyusun program

dan kebijakan intervensi yang lebih baik.

5. Panduan ini tidak saja berlaku dalam situasi krisis pandemi, tetapi juga

berlaku secara berkesinambungan melalui masa transisi hingga krisis

berakhir.

Ruang lingkup dalam panduan ini dibatasi hanya pada konteks

penanganan dan pencegahan Covid-19 yang mengacu pada penetapan bencana

dalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional. Dalam panduan ini terdiri

dalam 6 bagian, yaitu :

3.2.1 Pendahuluan Pada Panduan

Pada bagian pendahuluan, panduan ini membahas terkait latar belakang

masalah yang terjadi saat ini, serta dasar hukum panduan yang terdiri dari

Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional, selain itu juga ada beberapa kebijakan yang terkait

16
dengan penanganan pandemi. Dan dalam panduan ini juga tertera jelas terkait

tujuan dan sasaran pengguna panduan, serta cakupan panduan.

3.2.2 Pandemi dalam lensa gender

Dalam bagian ini, panduan menjelaskan terkait definisi pandemi dan

penanganan pandemi yang disiapkan untuk pedoman bagi Pemetintah Daerah

untuk menangani Covid-19 di dalam pedoman tersebut memiliki 5 strategi yaitu:

a) Strategi pencegahan penyebaran Covid-19

b) Strategi peningkatan sistem kekebalan tubuh

c) Strategi peningkatan kapasitas sistem kesehatan

d) Strategi peningkatan ketahanan pangan dan industri alat kesehatan

e) Strategi memperkuat jaring pengamanan sosial nasional.

Serta permasalahan yang dialami perempuan bahkan kelompok rentan

lainnya sebagai dampak bagi pandemi, yang memberi resiko lebih tinggi karena

yang dihadapi perempuan dan kelompok rentan lainnya tidak hanya memberikan

dampak pada kesehatan fisik, namun juga kesehatan mental dan penurunan sosial

ekonomi.

3.2.3 Panduan standar dengan indikator minimum

Dalam bagian ini dapat menjadi acuan yang komprehensif dalam

melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam situasi

pandemi dan perlindungan dari diskriminasi, dan dengan adanya standar indikator

minimum gunanya untuk melindungi hak perempuan dari diskriminasi dan

kekerasan berbasis gender. Dalam situasi pandemi Sementara ini untuk penerapan

17
secara khusus dan lebih detail dapat mengacu secara beriringan dengan protokol-

protokol untuk kelompok spesifik yang sudah disiapkan, sebagai berikut:

a) Protokol Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS Selama Pandemi Covid-19

b) Protokol Penanganan Kasus Kekerasan Berbasis Gender dan Perdagangan

Orang Perempuan Pekerja Migran Indonesia di Masa Pandemi Covid-19

c) Panduan Perlindungan bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia dalam

Situasi Pandemi Covid-19

d) Panduan Perlindungan Lanjut Usia Berperspektif Gender pada Masa Covid-

19

e) Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa

Pandemi Covid-19

f) Pedoman Umum Perlindungan Anak Penanganan Covid-19

g) Protokol Penanganan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam Situasi Pandemi

Covid-19

h) Panduan Perlindungan Khusus dan Lebih bagi Perempuan Penyandang

Disabilitas dalam Situasi Pandemi Covid-19

i) Protokol Perlindungan terhadap Anak Penyandang Disabilitas dalam Situasi

Pandemi Covid-19.

Pada standar minimum untuk pencegahan dan penanganan kekerasan

berbasisi gender dalam situasi darurat kemanusiaan ada standar komprehensif

yang terdiri dari 18 standar yang dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu: (i)

Standar Dasar, (ii) Standar Mitigasi, Pencegahan, dan Respon; serta (iii) Standar

Koordinasi dan Operasional.

18
3.2.4 Panduan Esensial dan Pesan Advokasi

Dalam panduan bagian ini gunanya untuk perlindungan hak perempuan dari

diskriminasi dan kekerasan berbasis gender dalam situasi pandemi, dengan

demikian pada panduan bagian ini terdiri dari berbagai kelompok, antara lain:

a) Bagian umum dalam situasi pandemi

b) Perempuan di tempat pengungsian dan wilayah terpencil

c) Perlindungan anak

d) Perempuan, anak, dan pendidikan

e) Dalam penyaluran bantuan

f) Perempuan dan kesehatan

g) Livelihood / Pemberdayaan ekonomi

h) Peningkatan nutrisi

i) Perlindungan kelompok rentan dan berkebutuhan khusus lainnya

j) Komunikasi risiko dan partisipasi masyarakat

k) Shelter dan bantuan nonpangan

l) Sektor air dan sanitasi (wash).

3.2.5 Peran dan Koordinasi Lintas Sektor di Tingkat Pusat dan

Daerah

Dalam bagian ini panduan lebih mengarah ke koordinasi multisektor,

karena perlindungan terhadap hak perempuan dari diskriminasi serta penanganan

dan pencegahan kekerasan berbasis gender dalam situasi pandemi yang efektif,

minimal di sektor kesehatan, layanan sosial, hukum dan HAM, keamanan, dan

19
dikomunitas. Tanggung jawab koordinasi multisektoral secara umum dan yang

berbasis komunitas diantaranya adalah:

a) Penyusunan rencana strategis

b) Pengumpulan data dan pengelolaan informasi

c) Mobilisasi sumber daya dan memastikan akuntabilitas

d) Mengatur pembagian fungsi dan peran

e) Memantau efektivitas, identifikasi, dan mengatasi tantangan

f) Kepemimpinan

Adanya juga aktivitas koordinasi secara khusus meliputi:

a) Berbagi informasi mengenai sumber daya, panduan, dan materi lainnya.

b) Berbagi informasi mengenai kelompok-kelompok rentan dan berisik

mengalami diskriminasi, dan kekerasan berbasis gender.

c) Berbagi informasi mengenai kasus-kasus kekerasan berbasis gender dengan

tidak mengidentifikasi data penyintas.

d) Pembahasan dan perencanaan kegiatan serta tindakan penyelesaian masalah

untuk pencegahan dan penanganan kasus, termasuk merencanakannya dengan

organisasi dan badan lainnya yang relevan.

e) Melakukan kerja sama di bidang pengawasan dan evaluasi .

f) Mengidentifikasi perencanaan program dan kebutuhan advokasi, dan

mengoordinasikannya dengan aktor, badan, dan pihak berwenang lainnya.

3.2.6 Pengembangan Pesan-Pesan Kunci

Dalam poin ini panduan menjelaskan bahwa beberapa prinsip

pengembangan pesan-pesan kunci yang efektif untuk komunitas mengenai

20
pandemi, diskriminasi, dan kekerasan berbasis gender. Agar komunikasi, edukasi,

dan informasi mengenai perlindungan hak perempuan dari diskriminasi dan

kekerasan berbasis gender pada masa pandemic ini untuk pemberdayaan

masyarakat, karena pada situasi pandemi kepedulian dan pelibatan aktif kelompok

masyarakat melalui strategi yang memperhatikan gender, bahasa dan budaya

dapat meningkatkan kesadaran dan intervensi untuk mencegah diskriminasi dan

kekerasan berbasis gender. Dalam situasi pandemi, kebijakan pembatasan jarak

fisik dan sosial yang diberlakukan dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan

berbasis gender, terutama dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Maka pelibatan masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan laki-laki, sangat

diperlukan untuk meningkatkan kepedulian terhadap pencegahan dan penanganan

kekerasan berbasisi gender di tingkat komunitas.2

3.3 Membantu Usaha Mikro dan Kecil Milik Perempuan

Perekonomian Indonesia semenjak adanya covid-19 semakin menurun

derastis, dan bahkan adanya covid-19 ini membuat pengembangan visi

pembangunan nasional Indonesia menjadi terhambat dan beresiko mengembalikan

kemajuan yang sudah diraih untuk mencapai agenda 2030, untuk pembangunan

berkelanjutan dan tujuan pembangunan berkelanjutan, bahkan kegagalan visi ini

sudah nyata didepan mata karena hampir semua masyarakat di Indonesia

mengalami krisis perekonomian ini.

Menargetkan bantuan kepada mereka yang terkena dampak pandemi

secara tidak proporsional adalah salah satu strategi paling penting untuk
2
KPPPA,UNFPA,UN WOMEN, Panduan Perlindungan Hak Perempuan dari Diskriminasi dan Kekerasan
Berbasis Gender dalam Situasi Pandemi, Desember, 2020

21
mengatasi ketidak setaraan dan mengurangi risiko kemunduran pencapaian

pembangunan yang telah diperoleh dengan susah payah, maka dalam hal

pemunduran perekonomian ini UN Women melakukan pemanfaatan digital untuk

menghadapi covid-19. Hal ini adalah kunci untuk memastikan bahwa Indonesia

dapat segera pulih dan melanjutkan perjalanan menuju transformasi ekonomi yang

inklusif, sebagaimana langkah UN Women ini dituangkan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Lima Tahun kedepan (RPJMN) 2020-2024.

Dengan kebijakan pemerintah untuk berjarak sosial bahkan dianjurkan harus di

rumah aja UN Women pemanfaatan digital untuk menghadapi pandemi ini dengan

melakukan bantuan kepada usaha mikro dan kecil milik perempuan secara

Platform Digital. Dengan melakukannya pelatihan-pelatihan usaha, agar

perempuan mampu mempelajari serta menjalankannya dengan tetap melakukan

aktifitas gandanya di rumah. Dalam membatu usaha milik perempuan ini, UN

Women lebih berperan membantu dalam mengarahkan dan membimbing usaha

perempuan untuk lebih berperan di dalam ranah Platform Digital.

22

Anda mungkin juga menyukai