Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA DI RUMAH

SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA PROVINSI NTB TAHUN 2021

OLEH

HAERUM
035STYJ21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
MATARAM
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DAN STRATEGI
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. PENGERTIAN
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami
kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri (Yusuf dkk, 2015). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa defisit perawatan diri adalah keadaan dimana individu
mengalami hambatan dalam menyelesaikan aktivitas sehari-hari. Defisit
perawatan diri dibagi menjadi 4 bagian dalam NANDA (2015-2017) yaitu
defisit perawatan diri: mandi, defisit perawatan diri: berpakaian, defisit
perawatan diri: makan dan defisit perawatan diri: eliminasi. Lingkup defisit
perawatan diri (Yusuf dkk, 2015) adalah:
1. Kebersihan diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan,
bau napas dan penampilan tidak rapi.
2. Berdandan/berhias
Kurang minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut
atau mencukur kumis.
3. Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa
makanan dari piring ke mulut dan makan hanya beberapa suap dari piring.
4. Toileting
Ketidakmampuan atau tidak ada keinginan untuk melakukan defekasi atau
berkemih tanpa bantuan.

B. RENTANG RESPON
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat
merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.

2
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya,
kamar mandi yang dekat dan tertutup.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.

D. FAKTOR PRESIPITASI
1. Penurunan motivasi
2. Kerusakan kognitif dan perseptual
3. Cemas
4. Lelah / lemah sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri

3
E. MEKANISME KLINIS
Tanda dan gejala:
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak–
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki
– laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran dan makan tidak pada
tempatnya.
4. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya dan tidak membersihkan
diri dengan baik setelah BAB/BAK.

F. MEKANISME KOPING
1. Konstruktif:
a. Negosiasi
b. Kompromi
c. Menerima saran
d. Perbandingan yang positif
2. Destruktif:
a. Menarikdiri
b. Regresi
c. Supresi

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi sosial

4
H. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Defisit Setelah Pasien mampu : Intervensi untuk pasien
perawatan dilakukan 1. mengidentifikasi Sp 1
diri tindakan masalah 1. Identifikasi masalah perawatan
keperawata perawatan diri: diri: kebersihan diri, berdandan,
n selama 12 kebersihan diri, makan/minum, BAB/BAK
x 30 menit berdandan, 2. Jelaskan pentingnya kebersihan
di harapkan makan/minum, diri
klien BAB/BAK 3. Jelaskan cara dan alat kebersihan
mampu 2. Menjelaskan diri
merawatdiri pentingnya 4. Latih cara menjaga kebersihan
nya kebersihan diri diri: mandi dan berganti pakaian,
3. Menyebutkan sikat gigi, cuci rambut dan
alat dan potong kuku
menjelaskan 5. Masukkan pada jadwal kegiatan
cara menjaga untuk latihan mandi, sikat gigi (2
kebersihan diri kali perhari), cuci rambut (2 kali
4. Latihan cara permiggu), potong kuku (1 kali
menjaga perminggu)
kebersihan diri SP 2
1. Evaluasi kegiatan kebersihan
diri. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat untuk
berdandan
3. Latih cara berdandan setelah
kebersihan diri: sisiran, rias
muka untuk perempuan, cukuran
untuk pria
4. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk kebersihan diri dan
berdandan
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri
dan berdandan. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat makan dan
minum
3. Latih cara makan dan minum
yang baik
4. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan kebrsihan diri,
berdandan, makan dan minum
yang baik
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan kebersihan
diri, berdandan, makan dan
minum. Beri pujian

5
2. Jelaskan cara BAK/BAB yang
baik
3. Latih BAB/BAK yang baik
4. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum
dan BAB/BAK
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan latihan
perawatan diri: kebersihan diri,
berdandan, makan/minum,
BAB/BAK. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri
4. Nilai apakah perawatan diri telah
baik
Intervensi untuk keluarga
Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda &
gejala dan proses terjadinya
defisit perawatan diri
3. Jelaskan cara merawat defisit
perawatan diri
4. Latih dua cara merawat:
kebersihan diri dan berdandan
5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian saat besok
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
kebersihan diri. Beri pujian
2. Latih dua (yang lain) cara
merawat: makan dan minum,
BAB/BAK
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saat besok dan
berikan pujian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
kebersihan diri dan berdandan.
Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat
kebersihan diri dan berdandan

6
dan makan/minum pasien
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berikan pujian
saat besok
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
kebersihan diri berdandan ,
makan/minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat
BAB/BAK pasien
3. Jelskan follow up ke RAJ/PKM,
tanda kambuh dan rujukan
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/melatih pasien
dalam perawatan diri: kebersihan
diri, berdanda, makan/minum,
BAB/BAK. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga
dalam merawat klien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan control ke RSJ/PKM

7
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H dan Kamitsuru, S 2015, Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10, Jakarta: EGC.

Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.

8
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwapasien
yang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman (Yusuf dkk,
2015).

B. RENTANG RESPON
Adapun rentang respon halusinasi (Yusuf dkk, 2015). adalah:
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang proses pikir Gangguan proses pikir


tidak terganggu (delusi)
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Emosi tidak stabil Kesukaran proses emosi
pengalaman
Perilaku cocok Perilaku tidak biasa Perilaku tidak
terorganisasi
Hubungan sosial Menarik Diri Isolasi sosial
harmonis

Keterangan:
1. Pikiran logis adalah keadaan dimana individu dapat memikirkan sesuatu
dengan kenyataan atau realita.
2. Persepsi akurat adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta
perbedaan antara hal ini melaui proses mengamati, mengetahui, dan
mengartikan setelah panca indra mendapat rangsang dan mampu
mempersepsikan sesuai dengan stimulus yang diterima.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah reaksi emosi yang sesuai
dengan yang dialami atau kejutan yang sedang terjadi.
4. Perilaku sesuai adalah keadaan dimana individu sesuai apa yang sedang
dialami atau dihadapi.

9
5. Hubungan sosial harmonis adalah keadaan dimana individu mampu
menjalin hubungan dengan orang lain dan sekitar dengan selaras.
6. Pikiran kadang menyimpang adalah keadaan dimana individu kadang-
kadang tidak mampu berfikir secara realita dan kemampuan yang dimiliki.
7. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi karena rangsang pada panca indra.
8. Emosi berlebihan atau kurang adalah reaksi emosi dari individu yang
diekspresikan menjadi tidak wajar.
9. Perilaku tidak lazim atau tidak biasa adalah perilaku yang diperlihatkan
oleh individu yang tidak sesuai dengan kenyataan atau apa yang dihadapi
10. Menarik diri adalah suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
11. Kelainan pikiran atau waham adalah suatu keyakinan terhadap sesuatu
secara berlebihan dan diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
12. Halusi atau delusi (kelainan berespon terhadap kenyataan) adalah dimana
seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang
mendekat (yang dipraktekan secara internal dan eksternal) berlebihan,
kelainan berespon terhadap stimulus.
13. Kesukaran respon emosi adalah keadaan dimana individu tidak dapat
berespon terhadap reaksi emosi secara tepat.
14. Perilaku tidak terorganisir adalah suatu perilaku individu yang tidak sesuai
antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dilakukan.
15. Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain dan alam sekitar.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor yang mempengaruhi halusinasi Budiana (2010), meliputi:
1. Faktor biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf ysng berhubungsn dengan
respon neurobiologis maladaptif.

10
2. Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentan hidup klien.
3. Faktor sosial budaya
Di masyarakat disingkirkan dan kesepian terhadap lingkungan, kehidupan
terisolasi disertai stress.

D. FAKTOR PRESIPITASI
1. Stresor sosial budaya seperti kemiskinan, pasangan sosial ekonomi
2. Faktor biokimia
Penggunaan agen-agen toksik atau alkohol yang memungkinkan gangguan
kesadaran misalnya halusinogenik
3. Faktor psikologik
Disorientasi proses pikir yang dihubungkan dengan mekanisme koping
tidak efektif.

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Yusuk, dkk (2015), tanda dan gejala yang muncul dalam halusinasi
dapat diklasifikasikan menjadi:
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-
dengar/suara sendiri suara atau kegaduhan
 Marah-arah tanpa sebab  Mendengar suara yang
 Mengarahkan telinga ke mengajak bercakap-
arah tertentu cakap
 Menutup telunga  Mendengar suara
menuruh melakukan
suatu yang berbahaya
Halusinasi  Menunjuk-nunjuk ke  Melihat bayangan,
penglihatan arah tertentu sinar, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu geometris, bentuk
yang tidak jelas kartun, melihat hantu
atau monster
Halusinasi  Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan
penciuman membaui bau-bauan seperti bau darah,

11
tertentu urine, feses, dan
 Menutup hidung kadang-kadang bau itu
menyenangkan
Halusinasi  Sering meludah  Merasakan rasa seperti
pengecapan  Muntah darah, urine atau feses
Halusinasi  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
 Merasa seperti
tersengat listrik

F. PSIKODINAMIKA
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang
halusinasi yang diperlukan (Stuart & Sudden, 2008) meliputi:
1. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yangdikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika
halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan
apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
2. Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi
pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat
mengalami halusinasi.
3. Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan
klien.

12
4. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya
atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

G. MEKANISME KOPING
1. Regresi (Kembali kemasa sebelumnya.)
2. Proyeksi (Mencoba menjelaskan gangguan persepsi dan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau suatu suatu benda.)
3. Menarik diri (Sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus
internal).
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.

H. SUMBER KOPING
Sumber koping seseorang individual dan alamiah serta tergantung
pada luasnya gangguan neurobilogical.Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan
keyakinan budaya serta dukungan keluarga dapat membantu seseorang
menginterprestasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.

I. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Menciptakan lingkukan yang terapeutik untuk mengarungi tingkat
kecemasan, kepanikan dan keatkutan klien akibat halusinasi. Sebaiknya
pada kecemasan, kepanikkan dan ketakutan klien akibat halusinasi
sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa klien disentuh atau diisolasi
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk kekamar atau mendekati
klien, bicaralah dengan begitu juga bila akan meninggalkan hendaklah
klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di
ruangan itu hendaknya disediakan saran yang dapat merangsang perhatian

13
dan mendorong klien untuk berhubungan dengan realitas. Misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, dan majalah.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Seringkali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuasive tapi intruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul-betul ditelannya serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah klien lebih kooperatif dan komunikatif perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi mengatasi
masalah yang ada.
4. Memberi aktivitas klien.
5. Melibatkan keluarga dan petugas dalam proses keperawatan.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan HDR
4. Gangguan konsep diri: HDR berhubungan dengan ketidakberdayaan
5. Gangguan proses pikir: waham berhubungan dengan penatalaksanaan
program terapeutik in efektif
6. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan
diri: mandi dan berhias

14
K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Perubahan Setelah Pasien mampu: Intervensi untuk pasien:
persepsi dilakukan 1. Mengidentifi Sp 1
sensori: tindakan kasi 1. Identifikasi halusinasi: isi,
halusinasi keperawat halusinasi: frekuensi, waktu terjadi,
an selama isi, waktu situasi pencetus, perasaan,
12 x 30 terjadi, respon
menit frekuensi, 2. Jelaskan cara mengontrol
diharapka situasi halusinasi : hardik, obat,
n klien pencetus, cakap-cakap, kegiatan
mampu perasaan, harian
mengontr respon. 3. Latih cara mengontrol
ol 2. Pasien halusinasi dengan
halusinasi mampu menghardik
nya mengulang 4. Masukkan pada jadwal
cara kegiatan untuk latihan
mengontrol menghardik
halusinasi: SP 2
hardik, obat, 1. Evaluasi kegiatan
cakap-cakap menghardik. Beri pujian
dan 2. Latih cara mengontrol
melakukan halusinasi dengan obat
kegiatan ( jelaskan 6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum
obat
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum
obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-
cakap saat terjadi halusinasi
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat
dan bercakap-cakap
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
menghardik, minum obat
dan latihan bercakap-cakap.
Beri pujian
2. Laihan cara mengntrol

15
halusinasi dgn melakukan
kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan latihan
menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan
kegiatan harian

Sp 5
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum
obat, bercakap-cakap dan
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang
telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi
terkontrol

Intervensi untuk keluarga:


Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda
& gejala dan proses
terjadinya haluusinsi
3. Jelaskan cara merawat
halusinasi (gunakan
booklet)
4. Latih cara merawat
halusinasi: hardik
5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri
pujian
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik. beri
pujian
2. Jelaskan 6 benar cara
memberikan obat
3. Latih cara memberikan atau
membbimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal saat besuk
dan beri pujian

16
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik dan
memberikan obat. Beri
pujian
2. Jelaskan cara bercakap-
cakap dan melakukan
kegiatan dalam mengontrol
halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu
bercakap-cakap dengan
pasien terutama saat terjadi
halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik, minum
obat, cakap-cakap dan
kegiatan harian. Beri puian
2. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM , tanda kambuh,
rujukan
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan kelurga
dalam merawat atau melatih
pasien menghardik, minum
obat, cakap-cakap dan
melakukan kegiatan
2. Nilai kemampuan keluarga
dalam merawat klien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan control ke
RSJ/PKM

17
DAFTAR PUSTAKA

Budiana keliat 2010, Proses keperawatan kesehatan jiwa, Jakarta:EGC.

Stuart & Sudden 2008, Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri,


Jakarta: EGC.

Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.

18
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. PENGERTIAN
Harga diri (self esteem) adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
Frekuensi pencapaian tujuan akan mengahsilkan harga diri rendah atau tinggi.
Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi, sebaliknya jika
gagal maka memiliki harga diri rendah. Gangguan harga diri atau harga diri
rendah dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan
(Riyadi dan Purwanto, 2013).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian.
Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat terancam
pada masa pubertas (Yusuf dkk, 2015).

B. RENTANG RESPON
Rentang respon konsep diri menurut Riyadi dan Purwanto (2013), yaitu:
Respon Adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga Diri Kekacauan Depersonalisasi


Diri Diri positif rendah identitas

1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya secara umum berlaku dalam masyarakat
aktualisasi dan konsep diri positif, seperti cara bergaul.
a. Aktualisasi diri adalah penampakan diri sendiri dalam kehidupan di
masyarakat. Maslow mrendah hati, menyebutkan karakteristik
aktualisasi diri meliputi: realistik, cepat menyesuaikan diri dengan
orang lain, persepsi yang akurat dan tegas, kepribadian yang dewasa,
dapat mengambil keputusan, berfokus dengan masalah, menerima diri
seperti apa adanya, memiliki etika yang kuat, mampu memperbaiki
kegagalan, mempunyai dedikasi untuk bekerja, terbuka dengan ide-ide

19
baru, percaya diri dan menghargai diri, mengerti seni, filosofi, musik
dan politik, akurat dalam memperbaiki masa yang akan datang dan
dugaan ynag benar terhadap kebenaran/kesalahan (Yusuf dkk, 2015).
b. Konsep diri positif adalah kepribadian seseorang yang dapat menjadi
pedoman diwaktu nanti.
2. Respon maladaptif yang menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku dalam masyarakat yang terdiri dari
harga diri rendah, kerancuan identitas dan depersonalisasi. Harga diri
merupakan transisi antara respon adaptif dan maladaptif.
a. Harga diri rendah adalah suatu komponen dari konsep diri selain citra
tubuh, ideal diri, penampilan, peran, dan identitas diri.
b. Kekacauan identitas adalah kekacauan identitas dalam pemenuhan jati
diri.
c. Depersonalisasi adalah keadaan personalisasi yang dimiliki seseorang
yang akan menjadi konsep diri.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor yang menunjang terjadinya perubahan dalam harga diri seseorang
(Riyadi dan Purwanto, 2013) meliputi :
1. Penolakan orang tua
2. Harapan orang tua tidak realitas
3. Kegagalan yang berulang
4. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5. Ketergantungan pada orang lain
6. Ideal diri tidak realistic

D. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor yang dapat mempengaruhi harga diri (Yusuf dkk, 2015) yaitu:
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan,
dimana individu mengalami frustasi.

20
3. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan
dalam kehidupan individu atau keluarga norma-norma budaya dan nilai-
nilai dan tekanan untuk menyesuaikan diri.
4. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
5. Transisi peran sehat-sakit sebagai akibat pergeseran diri dari keadaan sehat
ke dalam sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :
a. Kehilangan bagian tubuh
b. Perubahan bentuk ukuran, penampilan, dan fungsi tubuh
c. Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
d. Prosedur medis dan keperawatan

E. MANIFESTASI KLINIS
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah (Stuart dan Sundeen,
2008) adalah sebagai berikut :
1. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
2. Penurunan prokduktivitas
3. Destruksi yang diharapkan pada orang lain
4. Gangguan dalam berinteraksi
5. Rasa bersalah
6. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
7. Ketegangan peran yang bertentangan
8. Pandangan hidup yang bertentangan
9. Penolakan terhadap kemampuan personal
10. Destruksi terhadap diri sendiri
11. Penguasaan diri
12. Menarik diri secara sosial
13. Penyalahgunaan zat
14. Menarik diri dari realitas
15. Khawatir

21
F. PSIKODINAMIKA
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi
karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang
perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang
selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul
pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan
peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan
fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan
tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi
secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri
rendah kronis.

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme kping ynag muncul untuk pertahanan diri (Yusuf dkk, 2015)
adalah:
1. Pertahanan jangka pendek
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis,
seperti kerja keras, nonton dan lain-lain.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
seperti ikut kegiatan sosial, politik, agama dan lain-lainnya.
c. Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri, seperti
kompetisi pencapaian akademik.
d. Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, seperti
penyalahgunaan obat.

22
2. Pertahanan jangka panjang
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting
bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi
diri individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai-nilai
harapan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego
1) Fantasi
2) Disosiasi
3) Isolasi
4) Proyeksi
5) Displacement
6) Marah/amuk pada diri sendiri

H. SUMBER KOPING
Semua orang tanpa memperhatikan gangguan perilakunya mempunyai
beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi :
1. Aktivitas olah raga dan aktivitas diruang rumah.
2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
4. Kesehatan dan perawtan diri
5. Pendidikan da pelatihan
6. Pekerjaan, vokasi atau posisi
7. Bakat tertentu
8. Kecerdasan
9. Imajinasi dan kreatifitas
10. Hubungan interpersonal

23
I. PENATALAKSANAAN
Pada gangguan harga diri rendah penatalaksanaan tindakan tidak
terlepas penatalaksanaan tindakan pada gangguan konsep diri secara
keseluruhan. Secara penyelesaian masalah yang berhubungan dengan konsep
diri ini memerlukan tindakan intervensi yang progresif , meliputi :
1. Memperluas kesadaran diri (Expanded self awarennes)
a. Bina hubungan saling percaya
b. Hubungan berfokus pada kemampuan/perhatian pasien
c. Memaksimalkan partisipasi pasien dalam hubungan
2. Eksplorasi diri (Self eksploration)
a. Membantu pasien mengenali dirinya
b. Membantu pasien menerima perasaannya
3. Evaluasi diri (Self evaluation)
a. Membantu pasien menetapkan masalahnya
b. Mengidentifikasi mekanisme koping pasien
4. Perencanaan yang realistik (Realistic planning)
a. Membantu pasien mengidentifikasi problem solving
b. Membantu pasien mengkonseptualkan tujuan yang real
5. Tanggung jawab (Comitment of action)
a. Membantu pasien mengkonseptualkan rencana yang telah ditetapkan
b. Mendukung kekuatan, ketrampilan, dan aspek yang positif dalam
pribadi pasien

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul meliputi:
1. Isolasi: Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan
ketidakberdayaan

24
K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
Harga diri Setelah Pasien mampu: Intervensi untuk pasien:
rendah dilakukan 1. Mengidentifiksi Sp 1
tindakan kemampuan 1. Identifikasi kemampuan
keperawatan melakukan melakukan kegiatan dan
selama 12 x kegiatan dan aspek positif pasien (buat
30 menit di aspek positif daftar kegiatan)
harapkan pasien 2. Bantu pasien menilai kegiatan
klien mampu 2. pasien mampu yang dapatdilakukan saat ini
menurunkan memilih (pilih dari daftar kegiatan):
perasaan kegiatan yang buat daftar kegiatan yang
rendah diri dapat dilakukan dapat dilakukan saat ini
saat ini 3. Bantu pasien memilih salah
satu kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini untuk
dilatih
4. Latih kegiatan yang dipilih
(alat dan cara melakukannya)
5. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan dua
kali perhari
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan pertama
yang telah dilatih. Beri pujian
2. Bantu pasien memilih kegiatan
kedua yang akan dilatih
3. Latih kegiatan kedua (alat dan
cara)
4. Masuukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan(2
kegiatan masing-masing 2 kali
per hari)
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan pertama dan
kedua yang telah dilatih. Beri
pujian
2. Bantu pasien memilih kegiatan
ketiga yang akan dilatih
3. Latih kegiatan ketiga (alat dan
cara)
4. Masukkan pada jadwal
Evaluasi kegiatan pertama,
kedua dan ketiga yang telah
dilatih dan beri pujian
5. Bantu pasien memilih kegiatan
ke empat yang akan dilatih

25
6. Latih kegiatan ke empat (alat
dan cara)
7. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan: tiga
kegiatan masing-masing dua
kali perhari
8. kegiatan untuk latihan: 3
kegiatan masing-masing 2 kali
perhari
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan latihan dan
berikan pujian
2. Latih kegiatan dilanjutkan
sampai tak terhingga
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri
4. Nilai apakah harga diri pasien
meningkat

Intervensi untuk keluarga:


Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda &
gejala, dan proses terjadinya
hdr (gunakan booklet)
3. Diskusikan kemampuan atau
aspek fisik pasien yang pernah
dimiliki sebelum dan setelah
sakit
4. Jelaskan cara merawat diri
terutama memberikan pujian
semua hal yang positif pada
pasien
5. Latih keluarga memberikan
tanggung jawab kegiatan
pertama yang dipilih pasien:
bimbing dan beri pujian
6. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan
pertama yang dipilih dan
dilatih pasien. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih

26
pasien dalam melakukan
kegiatan kedua yang dipilih
pasien
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan
pertama dan kedua yang telah
dilatih. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih
pasien melakuan kegiatan
ketiga yang dipilih
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing pasien
melakukan kegiatan pertama,
kedua dan ketiga. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih
pasien melakukan kegiatan ke
empat yang dipilih
3. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan kelurga
dalam merawat dan
membimbing pasien melakuan
kegiatan yang dipilih oleh
pasien. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga
dalam merawat klien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke
RSJ/PKM

27
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC.

Stuart, G. W dan Laraia, M. T. 2010. Principle and Practise of Psychiatric


Nursing. ( 7th ed ). St Louis : Mosby.

Stuart, G. W Sundeen, S. J. 2012. Buku Saku Keperawatan Jiwa. ( Terjemahan )


Jakarta: EGC.

Townsend, M. C. 2008. Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.


(Terjemahan) Edisi 3. EGC: : Jakarta

Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.

Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa,


Yogyakarta: Graha Ilmu.

28
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. PENGERTIAN
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
berhubungan sosial. Sedangkan isolasi sosial adalah keadaaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Riyadi dan Purwanto,
2013). Isolasi sosial adalah suatu tindakan melepaskan diri baik perubahan
maupun minatnya terhadap lingkungan social secara langsung (Stuart dan
Sundeen, 2008).

B. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitude Aloness Loneliness


Autonomy Manipulation Exploitation
Mutuality Dependence Withdrawl
Interdependence Paranoid

1. Respon adaptif yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang


dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan, meliputi :
a. Solitude (Menyendiri)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yng telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu
cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah – langkah
selanjutnya.
b. Autonomy (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide – ide
pikirandan perasaan dalam hubungan sosial.

29
c. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu
saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam
melakukan hubungan interpersonal.
2. Respon antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (Kesepian)
Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan
tersisihkan dari lingkungan.
b. Manipulation (Manipulasi)
Hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan
pada orang lain.
c. Dependence (Ketergantungan)
Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak
memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Respon maladaptif yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah
yang menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungannya.
a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk
mencari ketenangan waktu sementara.
b. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan
keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari
ketenangan pribadi.
c. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam
membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu
sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan
lingkungannya.

30
d. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam
mengembangkan rasa percaya pada orang lain.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial
(Riyadi dan Purwanto, 2013), yaitu:
1. Faktor perkembangan
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan
yang harus dipenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan
mempengaruhi hubungan sosial.
2. Faktor biologis
Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan gangguan hubungan sosial.

D. FAKTOR PRESIPITASI
1. Faktor sosio-kultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah
karena meninggal.
2. Faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam
keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan
menarik diri dari lingkungan.
3. Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat, kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan,
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
2. Komunikasi kurang/tidak ada.

31
3. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

F. PSIKODINAMIKA
1. Das Es
Das Es yang dalam bahasa Inggris disebut The Id adalah aspek
kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir. Jadi Das Es merupakan
faktor pembawaan. Das Es merupakan aspek biologis dari kepribadian
yang berupa dorongan-dorongan instintif yang fungsinya untuk
mempertahankan konstansi atau keseimbangan. Misalnya rasa lapar dan
haus muncul jika tubuh membutuhkan makanan dan minuman. Dengan
munculnya rasa lapar dan haus individu berusaha mempertahankan
keseimbangan hidupnya dengan berusaha memperoleh makanan dan
minuman.
2. Das Ich
Das Ich yang dalam bahasa Inggris disebut The Ego merupakan aspek
kepribadian yang diperoleh sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya. Menurut Freud, Das Ich merupakan aspek psikologis dari
kepribadian yang fungsinya mengarahkan individu pada realitas atas dasar
prinsip realitas (reality principle). Misal ketika individu lapar secara
realistis hanya dapat diatasi dengan makan. Dalam hal ini Das Ich
mempertimbangkan bagaimana cara memperoleh makanan. Dan
jikakemudian terdapat makanan, apakah makanan tersebut layak untuk
dimakan atau tidak. Dengan demikian Das Ich dalam berfungsinya
melibatkan proses kejiwaan yang tidak simple dan untuk itu Freud
menyebut perlengkapan untuk berfungsinya Das Ich dengan proses
sekunder.

32
3. Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau The Super Ego adalah aspek sosiologis dari
kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang sifatnya
normative. Menurut Freud Das Ueber Ich terbentuk melalui internalisasi
nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi
individu. Aspek kkepribadian ini memiliki fungsi :
a. sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das Es disalurkan
dalam bentuk aktivitas yang dapoat diterima masyarakat.
b. mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip moral.
c. mendorong individu kepada kesempurnaan.
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi dengan
conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan bahwa conscentia
berkembang melalui internalisasi dari peringatan dan hukuman, sedangkan
ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan
kepada anak-anak.

Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian


1. Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan
Bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
2. Fase anal (anal stage): kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Pada fase ini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3. Fase falis (phallic stage): kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4. Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas
Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5. Fase genital (genital stage)terjadi sejak individu memasuki pubertas dan
selanjutnya.
Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ
reproduksi.

33
G. MEKANISME KOPING
Individu yang mengalami respons sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik.
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi,
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyeksi.

H. SUMBER KOPING
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap
pengaruh ganngguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti
model intelegensia atau kreatifitas yang tinggi orang tua harus secara aktif
mendidik anak dan dewasa muda tentang ketramppilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan
tenaga serta kemampuan memberikan dukungan secara berkesinambungan.
Ada 5 sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi
dengan stresor yaitu ketrampilan dan kemampuan, ekonomi, teknik
pertahanan dukungan sosial dan komunikasi.

I. PENATALAKSANAAN UMUM
Prinsip penatalaksanaan klien menarik diri adalah:
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
3. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
4. Dengarkan klien dengan penuh empati
5. Temani klien dan lakukan komunikasi terapeutik
6. Lakukan kontak sering dan singkat
7. Lakukan perawatan fisik
8. Lindungi klien

34
9. Rekreasi
10. Gali latar belakang masalah dan beri alternatif pemecahan
11. Laksanakan program terapi dokter
12. Lakukan terapi keluarga

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi b/d menarik diri.
2. Isolasisosial: menarik diri b/d harga diri rendah.

K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Isolasi sosial: Setelah Pasien mampu: Intervensi untuk
menarik diri dilakukan 1.Mengidentifikasi pasien:
tindakan penyebab isolasi Sp 1
keperawatan sosial 1. Identifikasi penyebab
selama 2. Menyebutkan isolasi sosial: siapa
12x30 menit keuntungan dari yang serumah, siapa
diharapkan punya teman dan yang dekat, siapa yang
klien mampu bercakap-cakap tidak dekat, dan apa
berinteraksi 3. Menyebutkan sebabnya
dengan orang kerugian tidak 2. Keuntungan punya
lain punya teman teman dan bercakap-
4. Berkenalan cakap
dengan orang 3. Kerugian tidak punya
lain setelah teman dan tidak
latihan bercakap-cakap
4. Latih cara berkenalan
dengan pasien dan
perawat atau tamu
5. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
berkenalan
SP 2
1. Evaluasi kegiatan
berkenalan (berapa
orang). Beri pujian
2. Latih cara berbicara
saat melakukan
kegiatan harian (latih
dua kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan

35
berkenalan 2-3 orang
pasien, perawat dan
tamu, berbicara saat
melakukan kegiatan
harian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan
latihan berkenalan
(berapa orang) &
bicara saat melakukan
dua kegiatan harian.
Beri pujian
2. Latih cara berbicara
saat melakukan
kegiatan harian (2
kegiatan baru)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
berkenalan 4-5 orang.
berbicara saat
melakukan 4 kegiatan
harian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
latihan berkenalan,
bicara saat
melakukan empat
kegiatan harian. Beri
pujian
2. Latih cara bicara
social: meminta
sesuatu, menjawab
pertanyaan
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
berkenalan >5 orang,
orang baru, berbicara
saat melakukan
kegiatan harian dan
sosialisasi
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan
latihan berkenalan,
berbicara saat
melakukan kegiatan
harian dan
sosialisasi. Beri

36
pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan
yang telah mandiri
4. Nilai apakah isolasi
sosial teratasi

Intervensi untuk
keluarga:
Sp 1
1. Diskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien
2. Jelaskan pengertian,
tanda & gejala, dan
proses terjadinya
isolasi sosial
3. Jelaskan cara merawat
isolasi sosial
4. Latih dua cara
merawat berkenalan,
berbicara saat
melakukan kegiatan
harian
5. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan memberikan
pujian saat besok
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien berkenalan
dan berbicara saat
melakukan kegiatan
harian. Beri pujian
2. Jelaskan kegiatan
rumah tangga yang
dapat melibatkan
pasien berbicara
(makan, sholat
bersama) di rumah
3. Latih cara
membimbing pasien
berbicra dan
member pujian
4. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal

37
saat besok
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien berkenalan,
berbicara saat
melakukan kegiatan
harian. Beri pujian
2. Jelaskan cara
melatih pasien
melakukan kegiatan
sosial seperti
berbelanja, meminta
sesuatu dll.
3. Latih keluarga
dalam mengajak
pasien belanja saat
besuk
4. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan berikan pujian
saat besuk
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien berkenalan,
berbicara saat
melakukan kegiatan
harian/RT,
berbelanja.Beri pujian
2. Jelaskan Follow up
ke RSJ/PKM, tanda
kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
kegiatan dan
memberikan pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien berkenalan,
berbicara saat
melakukan kegiatan
harian/ RT, berbelanja
& kegiatan lain dan

38
follow up
2. Nilai kemampuan
keluarga dalam
merawat klien
3. Nilai kemampuan
keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/PKM

39
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, GW dan Sundeen, S.J 2008, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC.

Kusumawati dan Hartono 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Salemba
Medika.

Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa,


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.

40
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi ynag timbul sebagai
reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseoarang secara fisik atau psikologis (Riyadi dan
Purwato, 2013). Sehingga perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu
yang ditujukan untuk  melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.

B. RENTANG RESPON
Menurut Stuart dan Sundeen (2008), rentang respon marah adalah:
Rentang Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresisi Perilaku Kekerasan

Keterangan :
a. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
b. Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat
c. Pasif : Respon lanjut klien tidak mampu mengungkapkan perasaan
d. Agresif: Perilaku dekstruksi masih terkontrol
e. Perilaku kekerasan : Perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol

Pasif Asertif Agresif


Isi Negatif menurun Positif dan Menyombongkan
pembicaraan menandakan diit, menawarkan diri,
contoh diri, contoh : memindahkan
“dapatkah saya?” “saya dapat…. orang lain contoh
“Dapatkah “saya akan…. “ kamu selalu….”
kamu ?” “kamu tidak
pernah…”
Tekanan Cepat lambat, Sedang Keras dan
suara mengeluh. mengotot
Posisi badan Menundukan Tegap dan Kaku, cenderung
kepala santai

41
Jarak Menjaga jarak Mempertahan Siap dengan jarak
dengan sikap kan jarak yang dan menyerang
acuh nyaman orang lain
mengabaikan
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam
tenang posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/ sama Mempertahan Mata melotot dan
sekali tidak kan kontak dipertahankan
mata sesuai
dengan
hubungan

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan  menurut teori biologik, teori psikologi dan teori sosiokultural
adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight

42
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan

43
anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan
masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,
apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak
dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan
lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan  dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

44
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e.  Bermusuhan
f.  Mengamuk, ingin berkelahi
g.  Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

45
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

F. PSIKODINAMIKA
1. Marah dengan perilaku konstruktif.
2. Marah diekspresikan dengan perilaku agresif.
3. Perilaku tidak asertif seperti menahan perasaan marah atau melarikan diri
sehingga rasa marah tidak terungkap.
4. Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal
dan internal:
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Mengekspresikan perilaku kekerasan dapat disebabkan karena
frustasi,takut,manipulasi/ intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan
hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku
kekerasan terjadi karena gangguan konsep diri, HDR, mudah
tersinggung, destruktif terhadap diri sendiri. Akibatnya muncul resiko
menciderai diri sendiri, orang lain/ lingkungan ditandai dengan klien
marah, suka membanting barang, suka menganiaya orang lain, dan
berusah melukai diri sendiri.

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa

46
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain:
1. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi: menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
3. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan.
Dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan.
Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya: Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya.

47
H. SUMBER KOPING
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang individu
dapat mengatur emosinya dengan menggunakan sumber koping di
lingkungan, sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah interaksi dengan orang lain dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan emosi dan mengandopsi
strategi koping yang berhasil.

I. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah,
contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan itu diajak berdialog atau berdiskusi
tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini
merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,

48
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi
perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi
perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis
klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan
20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali
(seminggu 2 kali).

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan/amuk
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah

K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
Perilaku Setelah Pasien mampu: Intervensi untuk pasien:
kekerasan dilakukan 1. Mengidentifikasi Sp 1
tindakan penyebab, tanda 1. Identifikasi
keperawata dan gejala, PK penyebab,tanda dan
n selama 12 yang dilakukan gejala PK yang
x30 menit dan akibat PK dilakukan, akibat PK
di harapkan 2. pasien mampu 2. Jelaskan cara

49
klien tidaak mengontrol PK: mengontrol PK secara
menciderai fisik: tarik nafas fisik, obat, verbal dan
diri sendiri, dalam, pukul spiritual
orang lain kasur dan bantal 3. Latih cara mengontrol
dan PK secara fisik: tarik
lingkungan nafas dalam dan pukil
bantal
4. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
latihan fisik
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan
latihan fisik. Beri
pujian
2. Latihan cara
mengontrol PK dengan
minum obat ( jelaskan
6 benar)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
fisik dan minum obat
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan
latihan fisik dan obat.
Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
PK secara verbal (3
cara:
mengungkapkan,
meminta dan menolak
dengan benar )
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan untuk
latihan fisik, minum
obat dan verbal
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
latihan fisik, obat dan
verbal. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
PK secara spiritual (2
kegiatan)
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
latihan fisik, obat
verbal dan spiritual
Sp 5
1. Evaluasi kegitan

50
latihan fisik, obat
verbal dan spiritual.
Beri pujian
2. Nilai kemampuan
yang telah mandiri
3. Nilai apakah pk
terkontrol

Intervensi untuk
keluarga:
Sp 1
1. Diskusikan masalah
yang dirasakan dalam
merawat pasien
2. Jelaskan pengertian,
tanda & gejala, dan
proses terjadinya PK
(gunakan booklet )
3. Jelaskan cara merawat
PK
4. Latih 1 cara merawat
PK dengan
menggunalan kegiatan
fisik: tarik nafas dalam
dan pukul bantal
5. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan beri pujian
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat atau melatih
pasien secara fisik. Beri
pujian
2. Jelaskan 6 benar cara
memberi obat
3. Latih cara
memberikan/membimb
ing minum obat
4. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
saat besok dan beri
pujian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat atau melatih
pasien secara fisik dan

51
memberikan obat. Beri
pujian
2. Latih cara
membimbing: cara
bicara yang baik
3. Latih cara
membimbing kegiatan
spiritual
4. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan memberikan pujian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat atau melatih
pasien secara fisik,
minum obat, latih
bicara yang baik dan
kegiatan spiritual. Beri
pujian
2. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM , tanda
kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
kegiatan dan
memberikan pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan
kelurga dalam merawat
atau melatih pasien
secara fisik, minum
obat, latih bicara yang
baik, kegiatan spiritual
dan follow up. Beri
pujian
2. Nilai kemampuan
keluarga dalam
merawat klien
3. Nilai kemampuan
keluarga melakukan
control ke RSJ/PKM

52
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, GW dan Sundeen, S.J .2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa,


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.

53
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. PENGERTIAN
Waham pada skizofrenia biasanya sistematis dan seringkali aneh. Isi waham
seringkali bersifat menyakiti (seseorang atau kelompok ingin menyakiti
pasien) atau merasa jadi pembicaraan (Katona etc, 2012).

B. RENTANG RESPON

C. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis:  adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Virus: paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis:  ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli

D. FAKTOR PRESIPITASI
1. Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan
dari kelompok.

54
2. Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat
halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita.
3. Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realita.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Data Subyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
2. Data Obyektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan/realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung

Adapun klasifikasi dari waham itu sendiri yaitu:


1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan
secara berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan .
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.

55
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan.
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.

F. PSIKODINAMIKA
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri:
harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata
yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yamg sering digunakan klien adalah:
1. Regresi, merupakan usaha klien untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi, sebagai untuk menjelaskan kerancuan persepsi.

56
H. SUMBER KOPING
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber
koping dapat meliputi seperti: modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan
pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit,
finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk
memberikan dukungan secara berkesinambungan.

I. PENATALAKSANAAN UMUM
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan
karena, kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan
terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi
seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi
yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham
pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi
sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan proses pikir : Waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah

57
K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Perubahan Setelah Pasien mampu: Intervensi untuk Pasien
proses fikir: dilakukan 1. Da Sp 1 :
waham tindakan pat 1. Identifikasi tanda dan gejala
keperawatan memenuhi waham
selama 12 x kebutuhan 2. Bantu orientasi relitas
30 menit di dasar 3. Diskusikan kebutuhan
harapkan 2. Kli pasien yang tidak terpenuhi
klien dapat en mampu 4. Bantu pasien memenuhi
berorientasi berinteraksi kebutuhannya yang realistis
kepada dengan 5. Masukkan pada jadwal
realitas lingkungan kegiatan pemenuhan
secara dan orang kebutuhan
bertahap lain Sp 2
3. Kli 1. Evaluasi kegiatan
en pemenuhan kebutuhan
menggunaka pasien dan berikan pujian
n obat 2. Diskusikan kemampuan
dengan yang dimuliki
teratur. 3. Latih kemampuan yang
dipilih berikan pujian
4. Masukkan pada jadwal
pemenuhan kebutuhan dan
kegiatan yang telah dilatih
Sp Sp 3
1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan
pasien, kegiatan yang
dilakukan pasien dan
berikan pujian
2. Jelaskan tentang obat yang
diminum (6 benar) dan
tanyakan manffat yang
dirasakan pasien
3. Masukkan pada jadwal
pemenuhan kebutuhan,
kegiatan yang telah dilatih
dan obat
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan
pasien, kegiatan yang telah
dilatih,dan minum obat
berikan pujian
2. Diskusikan kebutuhan lain

58
dan cara memenuhinya
3. Diskusikan kemampuan
yang dimiliki dan
memilihnyang akan dilatih.
Kemudian latih
4. Masukkan pada jadwal
pemenuhan kebutuhan,
kegiatan yang telah dilatih,
minum obat
Sp Sp 5
1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan,
kegiatan yang dilatih dan
minum obat. Beri pujian
2. Nilai kemmapuan yang
telah mandiri
3. Nilai apakah frekuensi
munculkanya waham
berkurang apakah waham
terkontrol

Intervensi untuk keluarga


Sp Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pengertian tanda
dan gejala, dan proses
terjadinya waham (gunakan
booklet)
3. Jelaskan cara merawat:
tidak disangkal, tidak
diikuti atau diterima(netral)
4. Latih cara mengetahui
kebutuhan pasien dan
mengetahui kemampuan
pasien
5. Anjurkan membentu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbng pasien
memenuhi kebutuhanya.
Beri pujian
2. Latih cara memenuhi
kebutuhan pasien
3. Latih cara melatih

59
kemampuan yang dimiliki
pasien
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbng
memenuhi kebutuhan
pasien dan membimbng
pasien dalam melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih.
Beri pujian
2. Jelaskan obat yang
diminum oleh pasien dan
cara membimbngnya
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbng
memenuhi kebutuhan
pasien, membimbing pasien
melaksanakan kegiatan
yang telah dilatih dan
minum obat. Berikan pujain
2. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM tanda kambuh
rujukan
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam membimbing
memenuhi kebutuhan
pasien, membimbng pasien
melaksanakan kegiatan
yang telah dilatih, minum
obat. Berikan pujian
2. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke
RSJ/PKM

60
DAFTAR PUSTAKA

Katona, Cornellius, Cooper, Claudia dan Robertson, Mary 2012, At a Glace


Psikiatri Edisi Keempat, Yogyakarta: Erlangga.

Kusumawati dan Hartono 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Salemba
Medika.

61
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. PENGERTIAN
Perilaku dektrutif adalah setiap aktivitas yang bila tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang
sebenarnya yang sebenarnya dapat dicegah. Perilaku destruktif diri langsung
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri yang secara sadar dilakukan oleh
individu untuk mengakhiri kehidupannya. Keinginan individu berfokus pada
kematian dan individu menyadari bahwa kematian merupakan suatu harapan
(Riyadi dan Purwanto, 2013).

B. RENTANG RESPON 
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan Pengambilan Perilaku Pencederaan Bunuh


diri resiko yang destruktif- diri diri
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung

Rentang respons perlindungan diri yang adaptif yaitu:


1. Self enhancement (pengembangan diri): menyanyangi kehidupan diri,
berusaha selalu meningkatkan kualitas diri.
2. Growth-promoting risk taking: berani mengambil risiko untuk
meningkatkan perkembangan diri.

Sedangkan rentang respons maladaptif meliputi:


1. Indirect self-destructive behavior: perilaku merusak diri tidak langsung,
aktivitas yang dapat mengancam kesejahteraan fisik dan berpotensi
mengakibatkan kematian, individu tak menyadari atau menyangkal bahaya
aktivitas tersebut.
2. Self injury: mencederai diri, tak bermaksud bunuh diri tetapi perilakunya
bisa mengancam jiwa.

62
3. Suicide atau bunuh diri: perilaku yang disengaja menimbulkan kematian
diri, individu sadar bahkan menginginkan kematian.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh diri
meliputi:
1. Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
5. Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan
perilaku resiko bunuh diri.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.

63
E. MANIFESTSI KLINIS
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber sosial.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

F. PSIKODINAMIKA
Psikodinamika memandang tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh
seorang individu adalah merupakan masalah depresi klasik, dalam hal ini,
seseorang yang mempunyai agresifitas yang tinggi dalam menyerang dirinya

64
sendiri. Konsep Freud tentang insting mati (death instinct), thanatos,
merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi pencetus bagi
seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori Psikodinamik
menyatakan bahwa kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab
individu tersebut melakukan bunuh diri.
Freud menyatakan jika depresi adalah kemarahan seseorang yang
ditujukan kepada dirinya sendiri. Secara spesifik, ego yang terdapat pada
seseorang yang berada pada kondisi seperti hal tersebut, dihadirkan kepada
orang yang telah meninggalkannya. Kemarahan akan menjadi lebih besar jika
orang yang depresi berharap untuk menghapus kesan atau sosok dari orang
yang meninggalkannya. Penghapusan atau penghilangan kesan atau gambar
tersebut dilakukan kepada dirinya sendiri dengan jalan bunuh diri.
Teori ini menyatakan jika bunuh diri merujuk pada suatu manifestasi
kemarahan kepada orang lain. Teori psikodinamik menyepakati atau
menghendaki orang-orang yang bunuh diri jangan mengekspresikan
kemarahannya ke dalam catatan atau surat, karena mereka tidak akan bisa
mengekspresikan emosi tersebut dan mengembalikan perasaan tersebut
kepada diri mereka.

G. MEKANISME KOPING
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.

H. SUMBER KOPING
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara
sadar memilih untuk bunuh diri.
I. PENATALAKSANAAN UMUM
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri, dengan cara :
a. Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien: tinggi, sedang, rendah.

65
b. Kaji level Long-Term Risk yang meliputi: Lifestyle/gaya hidup,
dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam
kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko,
managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi
a. Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan
didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
b. Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat
membahayakan klien misalnya: pisau, gunting, tas plastik, kabel listrik,
sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
a. Tidak menghakimi dan empati
b. Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
c. Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
d. Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan
control impuls yang rendah
e. Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila
diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial
a. Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien
membutuhkan dukungan sosial yang adekuat
b. Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang dipunyai termasuk
jejaring sosial yang bisa di akses.
c. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial.
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.
a. Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif.
b. Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
c. Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi apa yang terjadi
sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri.
d. Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping.
e. Explorasi perilaku alternatife.
f. Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai.

66
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan interaksi sosial
4. Gangguan konsep diri

K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil

Resiko bunuh Setelah Pasien Intervensi untuk pasien


diri dilakukan mampu: Sp 1
tindakan 1. Klien 1. Identifikasi beratnya masalah
keperawatan tetap aman resiko bunuh diri
selama 12 x dan 2. Identifikasi benda-benda
30 menit di selamat berbahaya dan
harapkan 2. Klien mengamankanya
klien tidak tidak 3. Latih cara mengendalikan
mengalami mngalami diri dari dorongan bunuh diri
bunuh diri percobaan 4. Masukkan pada jadwal
bunuh diri latihan berfikir positif 5 kali
perhari
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan berfikir
positif tentang diri sendiri
2. Latih cara mengendalikan
diri dari dorongan bunuh diri
3. Masukkan pada jadwal
latihan berfikir positif
tentang diri kelurga dan
lingkungan
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan berfikir
positif tentang diri keluarga
dan lingkungan
2. Diskusikan harapan dan
masa depan
3. Diskusikan cara mencapai
harapan dan masa depan
4. Latih cara-cara mencapai
harapan dan masa depan
secara bertahap
5. Masukka pada jaswal latihan
berfikir positif tentang diri
keluarga dan lingkungan dan

67
tahapan kegiatan yang
dipilih
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan berfikir
positif tentang diri, keluarga
dan lingkunagn serta
kegiatan yang dipilih beri
pujian
2. Latih tahap kedua kegiatan
mancapai masa depan
3. Masukakn pada jadwal
latihan berfikir positif
tentang diri eluarga dan
lingkungan serta kegiatan
yang dipilih untuk persiapan
masa depan
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan latihan
peningkatan positif diri
keluarga dan lingkungan.
2. Evaluasi tahapan kegiatan
mencapai harapan masa
depan
3. Latih kegiatan harian
4. Nilai kemampuan yang telah
5. mandiri
6. Nilai apakah resiko bunuh
diri teratasi

Intervensi untuk keluarga


Sp 1
1. Diskusikan masalah yang
dirasakan merawat pasien
2. Jelaskan pengertian tanda
dan gejala dan proses
terjadinya resiko bunuh diri
3. Jelaskan cara merawat resiko
bunuh diri
4. Latih cara memberikan
pujian hal positif pasien,
memberi dukungan
mencapai masa depan
5. Anjurkan membentuk pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 2
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam memberikan pujian

68
dan penghargaan atas
keberhasilan dana spek
positif pasien
2. Latih cara memberi
penghargaan pada pasien
dan menciptakan suasana
positif dalam keluarga
3. Anjurkan membantu pasien
sesui jadwal dan memberi
pujian
Sp 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam memberikan pujian
dan penghargaan pada
pasien serta menciptakan
suasana positif dalam
keluarga
2. Bersama keluarga berdiskusi
dengan pasien tentang
harapan masa depan serta
langkah-langkah
mencapainya
3. Anjurkan membantu pasien
sesui jadwal dan berikan
pujian
Sp 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam memberikan pujian,
penghargaan, menciptakan
suasana keluarga yang
positif dan kegiatan awal;
dalam mencapai harapan
masa depan. Beri pujian
2. Bersama keluarga berdiskusi
tentang langkah dan
kegiatan untuk mnecapai
harapan masa depan.
3. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM tanda kambuh,
rujukan
4. Anjurkn membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp 5
1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam memberikan pujian,
penghargaan, menciptakan
suasana positif dan

69
membimbng langkah-
langkah mencapai harapan
masa depan. Beri pujian
2. Nilai kemmapuan keluaraga
dalam merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga
dalam mengontrol ke
RSJ/PKM

DAFTAR PUSTAKA

70
Fitria,Nita 2009, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika.

Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa,


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J .2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

71

Anda mungkin juga menyukai