Anda di halaman 1dari 5

BATU LESUNG

Batu Lesung Ditemukan Warga di Desa Poopo Utara

November 15, 2017byred-615 views

Amurang/transparansiindonesia.com – Desa Poopo Utara Kecamatan Ranoyapo, Kabupaten Minahasa


Selatan, dihebohkan dengan penemuan batu lesung peninggalan jaman dahulu, batu lesung ini
ditemukan warga, saat hendak meratakan tanah menggunakan alat exavator ukuran kecil, untuk
dijadikan tanah kapling.

Adalah Joppi Rumimper, sang pemilik lahan tersebut beserta operator alat berat dan beberapa warga
yang melihat keberadaan batu lesung tersebut, menurut Joppi Rumimpur, Batu Lesung tersebut berada
kurang lebih 3 Meter dalam tanah, dan saat alat berat hendak meratakan lahan tersebut, secara tak
sengaja menemukan Batu lesung tersebut. Menurut masyarakat batu lesung ini adalah peninggalan
jaman dahulu kala, karena di Batu tersebut terdapat angka-angka, 1,5,1,2, jadi kemungkinan batu lesung
tersebut sudah ada dari abad 15 Masehi atau sekitar tahun 1500an,

Iapun mengatakan kemungkinan masih ada batu lesung lainnya yang masih tersimpan atau tertimbun
dalam tanah tersebut, serta kemungkinan ada alat tumbuknya juga.

Sementara itu HukumTua Poopo Utara Carl Jimmy Lumintang, ketika ditemui oleh jurnalis
transparansiindonesia.com di kediamannya pada Rabu (15/11), mengatakan telah mendengar kabar
tentang penemuan benda bersejarah tersebut dan dirinya langsung menuju lokasi untuk melihat
keberadaannya.

HukumTua Carl juga mengatakan dengan adanya penemuan batu lesung ini, semakin menegaskan
bahwa desa poopo Raya (Poopo, Poopo Barat, dan Poopo Utara) sudah ada peradaban sejak dahulu
atau sudah ada manusia yang tinggal di daerah ini. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya
penemuan benda bersejarah di wilayah Poopo Raya, karena sebelumny juga ditemukan benda
bersejarah lainnya di beberapa tempat.

Terkait keberadaan Batu Lesung tersebut, HukumTua Carl Lumintang mengatakan kemungkinan akan
dijadikan aset desa, yang akan masuk cagar budaya, agar desa poopo utara boleh menjadi salah satu
destinasi wisata dengan keberadaan benda- benda bersejarah seperti ini.
Sementara itu Camat Ranoyapo Joiske Wakas SPd mengatakan agar apabila masyarakat menemukan
benda- benda seperti itu agar segera melaporkan kepada pemerintah desa, pemerintah kecamatan serta
pihak kepolisian.

Dari pantauan media ini sampai siang ini, belum ada instansi atau pihak- pihak yang menelusuri dan
memeriksa keberadaan batu lesung tersebut, warga masyarakat pun berbondong-bondong ingin
melihat batu lesung bersejarah tersebut.
WATU TUMOTOWA

Watu Tumotowa, yaitu batu tegak yang dipakai untuk menandai pembangunan sebuah desa atau
wilayah dari sekumpulan anggota masyarakat atau komunitas di suatu daerah di Minahasa.

Watu ini oleh masyarakat Minahasa tempo dulu, merawat dan menjaganya dengan baik. Maka di lokasi
watu tersebut sering diberikan sesajen makanan. Ataupun hewan seperti ayam. Biasanya juga di watu
tersebut sering dihamburkan darah ayam.
Dahulu kala di Watu Tumotowa sering juga dilakukan upacara adat seperti meminta hujan, untuk
menyuburkan tanaman di kebun.

Namun begitu, Watu Tumotowa hanya berupa benda mati, kebanyakan berukuran kecil yaitu : tinggi 20
– 50 cm, diameter 15 – 30 cm. Namun, ada pula yang cukup besar yaitu ditemukan di Desa Lelema, yang
berukuran tinggi sekitar 200 cm dan lebar antara 20 -40 cm.

Di Minahasa ada sekitar 61 Watu Tumotowa yang ditemukan. Diantaranya di Desa Kiawa, Tincep,
Leilem,Motoling, Kumelembual, Mopolo, Megalithuan Lama, Wakan, Raanan lama, Lompad, dan Poopo

Dampaknya makin membumi sampai sekarang, stigmatisasi negatif berdalih agama yang sebenarnya
dahulu adalah system yang telah dibuat sedemikian rupa untuk memperbudak Tou Minahasa sudah
bagaikan santapan sehari-hari. Realita pahit yang tengah dihadapi oleh para Tou Minahasa di zaman ini
yang masih memegang teguh dan sadar akan budaya dan kearifan lokal warisan leluhurnya, dan terus
maupun tergerak hati untuk menjaga, memperjuangkan, dan melestarikannya, juga generasi Minahasa
yang ingin belajar memahami budaya asalnya, di zaman yang semakin canggih, serba instan dan edan
ini, sehingga muncullah cerita-cerita konkrit dan pembahasan kritis bahwa Tou Minahasa sebagian besar
sudah jadi orang Barat, bahkan indoktrinasi zionis pun sudah jadi candu di Minahasa, “Si Tou Timou
Tumou Tou (saling menghidupkan satu sama lain sebagai sesama manusia)” sebagai acuan Tou
Minahasa untuk menghadapi segala zaman telah bermetamorfosa menjadi “Si Tou Timou Tumotongko
Tou (manusia yang saling mematuk atau menggigit satu sama lain)”, Tou Minahasa kebanyakan sudah
terlanjur ditakut-takuti agama dan mempersetankan leluhur mereka, tapi ironisnya ada yang
berkompromi dengan setan mammon yang jadi primadona di zaman ini, Tou Minahasa sebagian besar
rela menjadi produk alam sintetis modernisasi masa kini, dan juga Tou-tou Minahasa yang sudah tertipu
oleh hal-hal politik, materi, ego modern dan fanatisme agama segera menjadi Mawalui yang merusak
peninggalan-peninggalan bersejarah dari para leluhur, mereka sudah lupa, bahkan tidak mau tahu lagi
tentang makna kebudayaan yang sesungguhnya, sebagai pengingat dari para leluhur di masa lalu akan
jati diri dan pondasi atau patokan hidup yang sekarang seharusnya menjadi kearifan lokal dari sumber
yang telah memberi hidup turun temurun. Untunglah masih ada cagar-cagar budaya yang dibuat untuk
pelestarian budaya di Minahasa, walaupun dikatakan telah terpolitisir dan terus menjadi korban dari
stigmatisasi negatif berdalih agama tersebut, namun persoalannya kembali ke diri dan pilihan masing-
masing, setiap perbuatan, baik ataupun buruk, pasti ada konsekuensinya, dan paling tidak, masih ada
penanda-penanda ingatan dari masa lalu untuk disampaikan turun temurun kepada generasi selanjutnya
yang masih dilindungi, dijaga, dan dilestarikan. Dalam perjalanan pulang dari Pondang menuju Manado,
terbetik hikmah dalam benakku, perusakan Batu Tumotowa Opo Sarayar sekarang inilah sudah menjadi
salah satu penanda dari ingatan-ingatan yang masuk dalam daftar dari problema pahit saat ini dari
budaya Minahasa, suku bangsa yang rasanya mulai hilang dari peta suku-suku bangsa di Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai