Anda di halaman 1dari 20

INFEKSI TORCH PADA KEHAMILAN

A. PENGERTIAN
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto
Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri
dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya
lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia,
virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang
spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap
adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin
M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai
keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa,
baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan
kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka
ragam.

B. ETIOLOGI
1. Toxoplasma gondii
2. Other : Sifilis , Streptococcus group ß ,liseriosis ( Listeria
monocytogeneses), campak, atau morbilli / measles , Varicella- zoster ,
Echovirus , mumps/gondongan, vaccine ,virus polio, Coxsackie –B ,
Hepatitis B dan C ,HIV ,HPV ,Human Papiloma Virus B 19.
3. Rubella virus / German measles
4. Cytomegalo virus (CMV)
5. Herpes simpleks virus (HSV-1 ,HSV-2)

C. PAOFISIOLOGI
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella,
CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing,
burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak
secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus
ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak
langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus kucing.
Biasanya disebut juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau toksoplasmosis. Padahal
sesungguhnya ini bukan virus kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut
virus kucing : selain sebutan ini sudah salah kaprah, memang parasit ini tumbuhnya
di dalam tubuh binatang. Hal mana menurut penelitian di dalam maupun di luar
negeri, 70% penyebab penyakit ini adalah kotoran kucing. Kemudian melalui
hewan lain yang menempel dalam makanan, lalu masuklah ke dalam tubuh
manusia dan menyatu dalam darah.

1. Toxoplasma Dondii
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan
oleh Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar
getah bening, jantung, paru, ,mata, otak, dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri
merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia dengan
prevalensi yang tinggi pada burung dan mamalia termasuk manusia. Kucing
merupakan sumber infeksi bagi manusia.
Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma dan
merupakan salah satu genus dari ordo Toxoplasmida. Toxoplasma gondii
terdpat di dalam sel-sel dari system retikulo-endotel dan juga di dalam sel-sel
parenkim.
Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan
bentuk ekstraseluler bulat atau lonnjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti
bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya
tumpul. Ukuran parasit micron x 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang
tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentukya antibodi
namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup. Kista
jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi
pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi primer maupun infeksi
reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis, pneumonia,
terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam makulopapuler dan atau
dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang otak sering terjadi pada
penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau dapat
menyebabkab Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi
intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam,
hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir.

2. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis.
Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian
akan menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta
mengawali terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama
terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi
pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi
pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12
minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17%
pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu.
Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi
yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.

3. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat
menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia
dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara
berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena sebagian besar
orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada
ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran
hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental. Bayi
juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang
banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan
virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks. Virus juga
didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.

4. Herpes Simpleks (HSV)


HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1
dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan
HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara
berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya.
Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan mengadakan
replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan
berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal.
Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris
perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke
daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami
peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi
dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari
kontak langsung dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah
35--40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir
kehamilannya.
D. CARA PENULARAN TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama,
secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif
disebabkan antara lain sebagai berikut :
a. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi,
ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke
manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah
matang atau masakan lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk
otak, hati dan lainnya.
b. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari
tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia
maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar,
disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan
( Howard, 1987).
c. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid,
sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam
tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981,
dan Levine 1987).
d. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya
TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian
melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita
sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya
akan terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika
mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena
penyakit TORCH melalui plasenta.
f. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH.
Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit
salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa
menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.
g. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit
juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi
apabila seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang
baru saja dipakai si penderita penyakit TORCH.
h. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia,
antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar
yang dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu,
mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga
kemungkinan terkontaminasi oosista lebih besar.
i. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh
karena itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena
penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa
kasus dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek,
kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.

E. CARA MENGHINDARI TORCH


Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat
membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan
antara lain sebagai berikut :
a. Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi
dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai 66
derajat Celcius, agar oosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam daging
tersebut bisa mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk mencegah
infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum dan alas
tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar (tikus,
bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan
bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan yang
disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis
sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan
sarung tangan.

F. MENCEGAH TORCH
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat
mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir dengan baik
dan sempurna.
a. Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain
baik untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh
tetap sehat dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai
penyakit termasuk TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
b. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan.
Anda dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran
dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
c. Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH.
Seperti vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda
tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
d. Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau
parasit penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati
apabila makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah
kemungkinan tersebut, selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian
Anda.
e. Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan
secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan
secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH.
Penanganan yang cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi
buruk.
f. Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan,
sangatlah penting.

G. PENGOBATAN TORCH
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya
ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau
dan tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati.
Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus
diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan
infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan
selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan
IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya
tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu
pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika
dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi
sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi,
pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi
kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-
obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir,
azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya
membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu,
terdapat pula cara pengobatan alternatif yang mampu menyembuhkan penyakit
TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai 90%.

H. DIAGNOSA TORCH
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani suatu
penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar
dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum
darah, untuk mengukur titer-titer antibodi IgM atau IgG-nya.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik,
bahkan bisa jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang
dirasakan adalah mudah pingsan, pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur,
pendengaran terganggu, radang tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah
lesu, kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak
lengkap, cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak,
dan ketidaksempurnaan lainnya.

I. PEMERIKSAAN TORCH
1) Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada
penyangga padat, mula-mula di inkubasi dengan serum penderita kemudian dengan
antibodi berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding dengan
intertitas warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan
substrat. Uji aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi prediktif kapan
seseorang atau individu tersebut diperkirakan terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat
digunakan untuk menentukan status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara
antibodi dengan antigen.
Cara Kerja :
a) Lokasi Pengambilan Sampel
 vena mediana cubiti ( dewasa )
 vena jugularis superficial
b) Cara kerja pengambilan sampel :
 Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan biarkan
menjadi kering kembali
 Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
 Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena tidak
bergerak
 Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang dibutuhkan
 Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
 Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi
 Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding tabung
 Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis specimen.
2) Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau tes LA, atau dengan adanya IgM
spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-
Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum
memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk
diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella
bawaan.
3) Cyto Megalo Virus
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut
atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.
4) Herpes Simpleks
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II
dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat
kehamilan
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1. Suhu tubuh meningkat
2. Malaise
3. Sakit tenggorokan
4. Mual dan muntah
5. Nyeri otot
d. Riwayat kesehatan dahulu
1. Klien sering berkontak langsung dengan binatang
2. Klien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3. Klien pernah mendapatkan tranfusi darah
e. Data psikologis
f. Data spiritual
g. Data social dan ekonomi
h. Pemeriksaan fisik
1. Mata : Nyeri
2. Perut : Diare, mula dan muntah
3. Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat, timbulnya
rash pada kulit
4. Muskuloskletal: Nyeri dan kelemahan
5. Hepar : Hepatomegali dan icterus
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri secara verbal.
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit ditandai dengan
suhu 390c tubuh menggigil.
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan
cairan ditandai dengan diare.
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1 Nyeri b.d adanya proses Setelah diberikan asuhan NIC Label : Pain management
1. Tanda-tanda vital dalam
infeksi / inflamasi ditandai keperawatan selama 3x Pain management
1. Kaji TTV klien, catat jika ada rentang normal dapat
dengan pasien mengeluh 24 jam rasa nyeri hilang
perubahan. mengindikasikan bahwa
nyeri secara verbal. atau berkurang.
2. Kaji tingkat nyeri meliputi
Dengan kriteria hasil : nyeri berkurang
NOC Label : lokasi, karakteristik, dan onset 2. Mengetahui nyeri yang
Pain Control
durasi, dialami klien
1. Penderita secara
3. Menurunkan
frekuensi,kualitas,intensitas/bera
verbal mengatakan
kualitas/skala nyeri yang
tnya nyeri, faktor presipitasi
nyeri
3. Kontrol faktor lingkungan yang dialami klien, sehingga
berkurang/hilang.
dapat mempengaruhi respon aktivitas klien tidak
2. Penderita dapat
pasien terhadap terganggu
melakukan metode
4. Meningkatkan
atau tindakan untuk ketidaknyamanan pengetahuan klien untuk
4. Berikan informasi tentang nyeri
mengatasi atau menurunkan kualitas
5. Tingkatkan tidur/istirahat yang
mengurangi nyeri atau skala nyeri yang
cukup
3. Pergerakan penderita
dialami klien.
bertambah luas. 5. Istirahat atau tidur yang
Analgetic Administration
4. Tidak berkeringat adekuat dapat membantu
dingin, tanda vital 1. Tentukan lokasi, memulihkan energy
dalam batas normal. karakteristik, kualitas, dan klien yang mungkin
( T : 36 – 37,5 ºC, N: derajat nyeri sebelum pemberian hilang karena nyeri
60 – 80x /menit, TD: obat Analgetic Administration
100-130 mmHg, RR : 2. Cek instruksi dokter
18 – 20x /menit ). 1. Untuk mengetahui
tentang jenis obat, dosis dan
lokasi, karakteristik,
frekuensi
3. Pilih analgetik yang durasi, frekuensi,
diperlukan atau kombinasi dari kualitas, dan intensitas
analgetik ketika pemberian lebih nyeri.
2. Mencegah kesalahan
dari satu
4. Tentukan analgetik pilihan, pemberian obat
3. Pemberian analgesic
rute pemberian dan dosis
yang tepat dapat
optimal
5. Monitor vital sign mengurangi nyeri lebih
sebelum dan sesudah pemberian cepat
4. Pemberian analgesik
analgetik pertama kali
6. Evaluasi efektifitas yang tepat dapat
analgetik, tanda dan gejala mengurangi nyeri lebih
(efek samping) cepat Tanda-tanda vital
dalam rentang normal
dapat mengindikasikan
bahwa nyeri berkurang
5. Untuk menentukan
kelanjutan penggunaan
analgetik
2 Hipertemia b.d peningkatan Setelah diberikan asuhan NIC Label : Hipertemia
tingkat metabolisme keperawatan selama Management 1. Mengetahui perubahan
penyakit ditandai dengan ...x24 jam diharapkan 1. Observasi suhu, nadi, tekanan suhu tubuh, nadi,
suhu 39, 5°C, tubuh terjadinya penurunan darah, pernafasan. tekanan darah,
menggigil suhu tubuh, dengan pernafasan.
2. Melancarkan aliran
kriteria hasil : 2. Beri kompres dengan air hangat
darah dalam pembuluh
NOC Label : (air biasa) pada daerah axila,
darah.
Thermoregulation lipat paha, temporal bila terjadi
1. Suhu tubuh dalam panas. 3. Menjaga kebersihan
batas normal (35- 3. Anjurkan keluarga untuk badan.
37,3oC) memakaikan pakaian yang dapat
2. Frekuensi napas menyerap keringat seperti katun. 4. Mengetahui adanya
dalam batas normal 4. Monitor hidrasi seperti turgor tanda-tanda dehidrasi.
(30-60 x per menit) kulit, kelembaban membran
5. Menurunkan panas
3. Nadi dalam rentang mukosa)
dengan obat.
normal (120-140 x 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
per menit) pemberian obat anti piretik.
4. Capillary refill dalam
1. Untuk mengetahui
batas norman (< 2 NIC Label: Temperature
adanya perubahan suhu
detik) Regulation
tubuh
5. Kemerahan (-) 1. Kaji suhu tubuh pasien. 2. Penurunan keluaran
6. Pucat (-) dan peningktan berat
2. Kajian pengeluaran urine
jenis urine
dihubungkan dengan
penurunan perfusi
ginjal selama periode
3. Pantau ada atau tidaknya
stress karena dingin.
perubahan berat badan
3. Ketidakadekuatan
penambahan berat
badan meskipun
masukan kalori
adekuat dapat
menandakan bahwa
kalori digunakan untuk
4. Perhatikan perkembangan mempertahankan suhu
takikardi, warna kemerahan, lingkungan tubuh,
diaphoresis letargi, apnea, atau sehingga memerlukan
aktivitas kejang. peningkatan suhu
lingkungan.
5. Berikan obat-obatan sesuai
4. Fenobarbital untuk
dengan indikasi seperti:
membantu mencegah
Fenobarbital dan natrium
kejang berkenaan
bikarbonat
dengan perubahan
fungsi SSP yang
disebabkan hipertemia.
Dan natrium
bikarbonat untuk
memperbaiki asidosis
yang dapat terjadi pada
hipotermia dan
hipertermia.

3 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan Nic label: Fluid management 1. Untuk mengetahui status
b.d tidak adekuatnya tindakan keperawatan hidrasi pasien
1. Monitoring statushidrasi 2. Untuk memastikan
masukan makanan dan selama 3x 24 jam
(kelembaban membrane jumlah cairan yang
cairan ditandai dengan, diharapkan kebutuhan
mukosa, nadi yang adekuat) masuk dan keluar
diare cairan klien dapat
secara tepat 3. Untuk memenuhi
terpenuhi dengan kriteria 2. Atur catatan intake dan output kebutuhan cairan pasien
hasil : cairan secara akurat Nic Label : Fluid
3. Beri cairan yang sesuai
- Turgor kulit monitoring

kembali normal 1. Untuk mengetahui


- Membrane mukosa Nic Label : Fluid monitoring
factor risiko
tampak lembab
- Intake cairan yang 1. Identifikasi factor risiko ketidakseimbangan
adekuat ketidakseimbangan cairan cairan dan mencegah
- Tidak terdapat diare (hipertermi, infeksi, muntah dan secara dini factor
Fluid balance: diare) tersebut
- Nadi normal 2. Monitoring tekanan darah, nadi 2. Untuk mengetahui
- Intake dan output dan RR keadaan umum
cairan seimbang 3. Lakukan 5 benar pemberian
pasien
dalam sehari terapi infuse (benar obat, dosis, 3. Untuk memastikan
pasien, rute, frekuensi) terapi diberikan
4. Monitoring tetesan dan tempat
secara benar
IV selama pemberian 4. Untuk memastikan
pemberian terapi
diberikan secara tepat
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford:
Wiley Blackwell
Moorhead, Sue., [et al.]. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC):
measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America:
Mosby Elsevier
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2.
Bandung: PT. Alumni.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Vol II. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba.

Anda mungkin juga menyukai