Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama
OLEH :
KELOMPOK 11
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
berkat, rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Perilaku Menyimpang Dalam Perspektif Psikologi Agama”. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Yang telah membimbing kami dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang yakni Agama
Islam.
Makalah ini memuat pendahuluan, pembahasan, penutup dan daftar pustaka. Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Agama pada Semester 3
Jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Alauddin
Makassar. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak
yang berperan dalam penyusunan makalah ini. Dengan menggunakan makalah ini semoga
kegiatan belajar dalam memahami materi ini dapat lebih menambah sumber-sumber
pengetahuan. Kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai
tingkat kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan. Mohon maaf apabila
ada kesalahan cetak atau kutipan-kutipan yang kurang berkenan. Semoga makalah ini dapat
Kelompok 11
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1
D. Konflik Agama........................................................................................................ 6
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma
dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku
sosial. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka
tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya jika tingkah laku tersebut tidak
sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud dinilai
Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku disebut dengan tingkah laku
yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi,
laku tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun
penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan
yang menyimpang. Dengan melihat dari latar belakang diatas, maka pemakalah akan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Keagaaman.
1
BAB II
PEMBAHASAN
keagamaan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan sikap diperoleh dari
hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap dapat diubah walaupun sulit,
karenanya perubahan sikap, dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
memberi pengertian dan akhirnya dapat diterima dan dijadikan sebagai sebuah sikap
baru.
untuk tetap konsisten dengan sikapnya yang ia sadari keliru. Dan ini memungkinkan
seseorang untuk bersikap yang menyimpang dari sikap keagamaan sebelumnya yang
3. Penyimpangan sikap keagamaan dapat juga disebabkan karena pengaruh status sosial,
dimana mereka yang merubah sikap keagamaan ke arah penyimpangan dari nilai dan
norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada status sosialnya.
4. Penyimpangan sikap keagamaan dari sebelumnya, yaitu jika terlihat sikap yang
sikap yang sama, walau pun disadari itu merupakan sikap yang menyimpang dari
sikap sebelumnya.1
1
Robert W. Crapps, Dialog Psikologi Dan Agama, ( Kanisius : Yogyakarta, 1995 ) h. 26
2
Klenik dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan
akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal. Dalam kehidupan
masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga sering
dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini menggunakan guna-guna atau
alah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap kekuatan gaib. Bagi
penganut agama masalah yang berkaitan dengan hal gaib ini umumnya diterima sebagai
suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional. Sisi-sisi yang
menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tentunya tidak memiliki batas dan
indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emoosional dan cenderung berada di luar
jangkauan nalar. Karena itu tidak jarang dimanipulasi dalm bentuk kemasan yang
diterima oleh masyarakat, sebab agama erat dengan sesuatu yang sakral.
Masalah yang menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai sakral keagamman ini
dalam kehidupan masyarakat sering pula diturunkan pada pribadi-pribadi tertentu. Proses
C. Konversi Agama
2
Jalaluddin, Psikologi Agama, ( PT Grafindo Persada ; Jakarta, 2012 ) h. 373
3
Konversi berasal dari kata conversion yang berarti tobat, pindah, berubah.
Sehingga convertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama
tempat dimana seseorang berada. Selin itu konversi agama memuat bebrapa pengertian
dengan ciri-ciri:
a. Adanya perubahan dan pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan
b. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan bisa
agama keagama lain akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama
Didalam Islam, konversi disebut dengan Murtad, yaitu keluar dari Agama Islam
dalam bentuk niat, perkataan, perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau
tidak beragama sama sekali. Kemurtadan berarti batalnya nilai religius perbuatan orang
terputusnya hubungan dengan Allah. Menurut fakih, orang yang telah murtad kehilangan
hak perlindungannya. Jika berhasil ditangkap sebelum mengadakan perlawanan. Maka
Konversi telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak
membakar emosi kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan
masalah paling utama tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita.3
sekarang, yang mana bisa dalam bentuk komitmen pribadi yang kuat atau tradisi
3
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, ( PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2002 ) h. 200
4
kebudayaan keluarga yang panjang, menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau
Pernyataan-pernyataan seperti itu sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan
sering menghina dan merendahkan. Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran
terbuka untuk suatu diskusi yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi
pikirannya telah berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya
yang lain dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya
yang diyakini dan dilakukannya. Adalah sulit untuk membayangkan pertemuan antar
manusia yang lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang nyata.Kegiatan
hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka kepada suatu agama yang secara
Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian
menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru.
Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses
tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya.
Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat
keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama
Para ahli sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh
pengaruh sosial. Dijelaskan oleh Clark, pengaruh- pengaruh tersebut antara lain:
5
a. Hubungan antar pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun yang
b. Anjuran atau propaganda dari orang- orang yang dekat , seperti keluarga, sahabat dan
sebagainya.
D. Konflik Agama
karena adanya “pemasungan” nilai-nilai ajaran agama itu sendiri. Maksudnya, para
penganut agama seakan “memaksakan” nilai-nilai ajaran agama sebagai “label” untuk
membenarkan tindakan yang dilakukannya. Padahal, apa yang mereka lakukan
sesungguhnya bertentangan dengan nila-nilai ajaran agama itu sendiri. Penyimpangan itu
nalar. Kondisi ini, member peluang bagi masuknya pengaruh-pengaruh negative dari luar
emosional, maka konflik dapat dimunculkan. Tegasnya, mereka yang awam akan
berpeluang diadu-domba.
2. Fanatisme
“pembenaran” yang berlebihan. Pemahaman yang demikian itu akan membawa kepada
sikap fanatisme, hingga menganggap agama yang dianutnyalah yang paling benar.
bersifat normative. Pemahaman yang demikian, membuat ajaran agama menjadi sempit.
Hal seperti ini menjurus pada munculnya kelompok-kelompok ekstrem dalam bentuk
gerakan sempalan eksklusif. Kondisi seperti itu bagaimana pun akan mengurangi sikap
6
4. Tokoh Agama
keagamaanya pengikutnya. Bila terjadi konflik sosial, yang kebetulan pihak yang terlibat
adalah bagian dari penganut agama yang berbeda, maka isu agama mudah masuk. Tidak
jarang tokoh agama ikut terpengaruh oleh isu-isu tersebut. Kalaulah hal seperti itu terjadi,
maka dikhawatirkan para tokoh agama akan ikut terlibat dalam konflik.
5. Berebut Surga
kematian, yaitu surga dan neraka. Semua manusia pasti berharap akan masuk surge.
Dalam upaya memperoleh “tiket” surge, seseorang meningkatkan kuantitas dan kualitas
ibadahnya.4
memperebutkan akan surge akan timbul bukan saja di dalam kelompok penganut agama
yang berbeda, tetapi juga bisa terjadi dalam kelompok seagama. Bila pandangan seperti
ini meningkat pada klaim sepihak, maka konflik pun tidak akan dapat dihindarkan. Paling
4
Kasmiran Wuryo, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, ( Erlangga : Jakarta. 1982 ) h. 150
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2002