Anda di halaman 1dari 7

KASUS GANGGUAN REPRODUKSI

NON INFEKSIUS
FELINE LOWER URINARY TRACT DISEASE (FLUTD)

Disusun Oleh:
Haidar Muhammad
021221112

PROGARAM STUDI KESEHATAN HEWAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR
2022
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD) atau Feline Urologyc
Syndrome (FUS) adalah salah satu penyakit yang paling sering
menyebabkan penyakit saluran bawah sistem urinaria karena terdapat
gangguan atau disfungsi pada vesica urinaria (VU) dan uretra khususnya
pada kucing jantan yang memiliki struktur anatomi seperti tabung sempit
sehingga bila urin sulit dikeluarkan dari VU maka dapat mengakibatkan
terbentuknya kristal lalu menyebabkan inflamasi, sulitnya urinasi dan/atau
disertai eritrosit serta pada beberapa kasus terdapat obstruksi aliran urin dari
VU yang dapat menyebabkan kematian dan tingkat insidensinya tidak
rendah pada betina yaitu 20% (Mihardi, 2018).
Gangguan atau disfungsi pada saluran bawah sistem urinaria dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor risiko yang dapat meningkatkan
insidensi FLUTD antara lain seperti letak geografis, jenis pakan, jenis
kelamin, umur, berat badan, jenis kucing, gaya hidup, dan populernya jenis
kucing tertentu di suatu negara (Piyarungsri et al., 2020). Menurut Hřibová
et al (2020), berdasarkan rekam medis, terdapat beberapa faktor risiko
lainnya yang dapat meningkatkan insidensi FLUTD yaitu musim dan juga
keterangan telah dikebiri atau tidaknya kucing.
Faktor risiko insidensi FLUTD dapat juga disebabkan karena
perolehan (congenital) atau cacat anatomi bawaan dan penyakit sistem saraf
pusat yang menyebabkan gangguan mikturisi atau neurogenic bladder
(Wulandari dan Sudira, 2016; Gerber, 2018). Umumnya pada kucing yang
terdiagnosa FLUTD mengalami gejala klinis seperti tidak bisa urinasi atau
urinasi sedikit, disertai rasa sakit, memiliki kecenderungan ke litter box,
nafsu makan turun atau tidak mau makan, dan pembesaran pada VU saat
dipalpasi (Apritya dkk., 2017). Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan
pada kasus FLUTD yaitu hematuria, polakiuria, stranguria, disuria, poliuria,
dan diikuti dengan atau tidaknya obstruksi uretra (Lund et al., 2013; Dorsch
et al., 2014). Menurut Lew-Kojrys (2017), kucing jantan maupun betina
yang dikebiri memiliki faktor risiko yang lebih tinggi terdiagnosa FLUTD.
FLUTD juga dapat disebabkan akibat buruknya pengelolaan pakan, pola
pemeliharaan, lingkungan di sekitar kucing dan penanganan stres pada
kucing (Dorsch et al., 2014; Lew-Kojrys et al., 2017).

Tujuan
1. Untuk mengetahui gangguan reproduksi non infeksius
2. Untuk mengetahui apa itu FLUTD
3. Untuk mengetahui penyebab FLUTD
4. Untuk mengetahui gejala klinis FLUTD
5. Untuk mengetahui penanganan dan pengobatan FLUTD
ISI
Penyebab FLUTD
Gangguan atau disfungsi pada saluran bawah sistem urinaria dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor risiko yang dapat meningkatkan insidensi
FLUTD antara lain seperti letak geografis, jenis pakan, jenis kelamin, umur, berat
badan, jenis kucing, gaya hidup, dan populernya jenis kucing tertentu di suatu
negara (Piyarungsri et al., 2020). Menurut Hřibová et al (2020), berdasarkan rekam
medis, terdapat beberapa faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan insidensi
FLUTD yaitu musim dan juga keterangan telah dikebiri atau tidaknya kucing.
Faktor risiko lainnya yang dapat menyebabkan FLUTD yaitu pada kucing
yang hanya memakan pakan kering dengan kandungan air sebanyak 10%
dibandingkan pakan kaleng atau basah dengan kandungan air 78% (Meadows and
Flint, 2006). FLUTD juga dapat disebabkan akibat buruknya pengelolaan pakan,
pola pemeliharaan, lingkungan di sekitar kucing dan penanganan stres pada kucing
(Dorsch et al., 2014; Lew-Kojrys et al., 2017).
Faktor risiko insidensi FLUTD dapat juga disebabkan karena perolehan
(congenital) atau cacat anatomi bawaan dan penyakit sistem saraf pusat yang
menyebabkan gangguan mikturisi atau neurogenic bladder (Wulandari dan Sudira,
2016; Gerber, 2018).
Selain itu, diet kucing juga bisa menyebabkan FLUTD. Diet kucing
komersial dengan membatasi jumlah magnesium dan penambahan acidifiers dalam
makanan dapat meningkatkan keasaman urin, sehingga mengurangi kemungkinan
pembentukan struvite. Penurunan uroliths struvite bertepatan dengan peningkatan
uroliths oksalat, kadar magnesium yang rendah dan pH urin menjadi faktor dalam
pembentukan kalsium oksalat. Uroliths Oksalat tidak larut dalam urin kucing dan
harus diangkat melalui pembedahan. Bentuk kurang umum dari uroliths termasuk
amonium urat, asam urat, kalsium fosfat, dan sistin uroliths.
Pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan, jangan terlalu banyak
mengandung magnesium, sediakan selalu air bersih tidak hanya satu tapi beberapa.
Biasanya setelah operasi pemasangan kateter, dokter hewan memberikan pakan
khusus urinary, terdapat 2 macam yaitu basah (wet food) dan kering (dry food).
Pemilihan wet food juga perlu diperhatikan karena biasanya kotoran kucing jadi
lembek atau bahkan mencret. Minusnya wet food adalah lebih mahal dan
menyebabkan karang gigi. Plusnya, kucing lebih lahap, mengurangi resiko penyakit
dan kandungan proteinnya lebih besar. Untuk dry food, biskuit kering, diperhatikan
kandungan makanan yang ada dikemasan, hindari magnesium dan jumlah protein,
dibiasakan setiap makan harus minum yang cukup. Pemberian minum bisa
diberikan langsung lewat pipet langsung ke mulut, setelah makan. (antikwid, 2020)

Gejala Klinis FLUTD


Umumnya pada kucing yang terdiagnosa FLUTD mengalami gejala klinis
seperti tidak bisa urinasi atau urinasi sedikit, disertai rasa sakit, memiliki
kecenderungan ke litter box, nafsu makan turun atau tidak mau makan, dan
pembesaran pada VU saat dipalpasi (Apritya dkk., 2017). Gejala klinis lainnya yang
dapat ditemukan pada kasus FLUTD yaitu hematuria, polakiuria, stranguria,
disuria, poliuria, dan diikuti dengan atau tidaknya obstruksi uretra (Lund et al.,
2013; Dorsch et al., 2014).

Penanganan dan Pengobatan FLUTD


Apabila kucing anda mengalami susah membuang air kecil dan disertai kencing
berdarah, segera bawa kucing Anda ke dokter hewan. Dokter hewan akan
memberikan obat untuk menjaga kesehatan saluran urinari kucing. Pemberian
antibiotik untuk infeksi sekunder akibat bakteri, serta pemberian anti inflamasi dan
analgesik. Pemberian fluid therapy (infus) dapat membantu jika terjadi dehidrasi.
Pemasangan kateter untuk melancarkan urinasi Apabila terjadi FLUTD sudah
disertai cystitis (Peradangan pada kandung kemih) maka harus segera dilakukan
operasi. Tindakan operatif yang dilakukan yaitu Cystotomy (Pembedahan kandung
kemih) dan Urethrotomy (Pembedahan uretra). Setelah dilakukannya terapi pada
kucing, dokter hewan akan memberikan rekomendasi pakan untuk mengurangi
terjadinya kristal pada urin Pemberian terapi supportif untuk membantu melarutkan
kristal struvit maupun kalsium oksalat.
PENUTUP
Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD) atau Feline Urologyc
Syndrome (FUS) adalah salah satu penyakit yang paling sering menyebabkan
penyakit saluran bawah sistem urinaria karena terdapat gangguan atau disfungsi
pada vesica urinaria (VU) dan uretra.
Gangguan atau disfungsi pada saluran bawah sistem urinaria dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor risiko yang dapat meningkatkan insidensi
FLUTD antara lain seperti letak geografis, jenis pakan, jenis kelamin, umur, berat
badan, jenis kucing, gaya hidup, dan populernya jenis kucing tertentu di suatu
negara.
Umumnya pada kucing yang terdiagnosa FLUTD mengalami gejala klinis
seperti tidak bisa urinasi atau urinasi sedikit, disertai rasa sakit, memiliki
kecenderungan ke litter box, nafsu makan turun atau tidak mau makan, dan
pembesaran pada VU saat dipalpasi.
Apabila kucing anda mengalami susah membuang air kecil dan disertai
kencing berdarah, segera bawa kucing Anda ke dokter hewan. Dokter hewan akan
memberikan obat untuk menjaga kesehatan saluran urinari kucing.
DAFTAR PUSTAKA

Mihardi, A. P., Paramita, I. M., Pakpahan, S. N., Widodo, S., 2018. Identifikasi
Klinis Kristaluria Pada Kasus Feline Lower

Antikwid. (2020). FLUTD. Pertanian Kota Jogja, 1.

Apritya, D., Yunani, R., dan Widyawati R. 2017. Analisis urin kasus urolithiasis
pada kucing tahun 2017 di Surabaya. Agrovet. 6 (1): 82-84.

Dorsch R, Remer C, Sauter-Louls C, Hartmann K. 2014. Feline lower urinary


tract disease in a German cat population: a retrospective analysis of demographic
data, causes and clinical signs. Tierӓrztl. Prax. 42: 231 – 239.

Caesar, G.M.O.P., Sitarina W., Soedarmanto I., Alfarisa N., Yanuartono dan,
Slamet R. 2021. Stasis Urin pada Kucing: Evaluasi Klinis dan Laboratoris Urinary
Stasis in Cat: Clinical and Laboratory Evaluation. Jurnal Sain Veteriner. 39(1):
84-89.

Anda mungkin juga menyukai