Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

METODE PREDIKSI MALIGNANCY

KISTA OVARII

METODE PREDIKSI MALIGNANCY KISTA OVARII

A. Kista ovarii
Kista ovarium adalah kantung berisi cairan yang biasanya ditemukan
secara tidak sengaja pada pemeriksaan fisik atau pencitraan. Kista ovarium
dapat menjadi kondisi kegawatdaruratan jika terjadi ruptur, perdarahan dan
torsi. Menentukan jenis suatu massa adneksa jinak atau ganas merupakan titik
awal yang sangat esensial dalam penentuan tatalaksana yang optimal.
Sebagian besar wanita dengan massa adneksa tidak memiliki kanker.
Mengidentifikasi kelainan jinak pada wanita sangatlah penting agar
morbiditas dan biaya yang tidak diperlukan dapat dihindari. Jika sejak awal
dilakukan identifikasi dini, maka dapat diberikan tatalaksana dengan tepat
dan segera di fasilitas kesehatan yang memadai (Kaijser et al, 2013). Terdapat
beberapa metode skoring untuk menilai kista ovarium yaitu International
Ovarian Tumor Analysis (IOTA), Risk of Malignancy Index (RMI) dan Skor
Gatot Purwoto.
Untuk menilai patologi ovarium apakah jinak ataupun ganas,
digunakan pemeriksaan penunjang seperti biomarker (OVA-1, CA 125),
status menopause, ultrasonografi untuk menilai resiko keganasan
menggunakan risk of malignancy index (RMI). Banyaknya jenis tumor,
berbagai variasi definisi ultrasonografi dan inkonsistensi dari pelaporan
temuan histologis menjadi dasar pembuatan International Ovarian Tumor
Analysis (IOTA) karena diperlukan suatu standar untuk menilai suatu patologi
ovarium (Kaijser et al, 2013). IOTA dapat dijadikan suatu teknik pemeriksaan
yang terstandar karena memiliki 10 aturan dasar yang bersifat sensitivitas dan
spesifitas tinggi serta dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tumor (Garg et
al, 2017). Selain itu, IOTA dipilih karena tidak ada biomarker atau algoritma
lain yang lebih akurat dibandingkan penegakkan diagnosis dengan
ultrasonografi. Namun karena diperlukan pendekatan yang terintegrasi dan
terstandardisasi sebagai protokol ultrasonografi penegakan patologi ovarium,
maka disusunlah IOTA (Kaijser et al, 2012).
B. Patofisiologi

Saat siklus menstruasi normal, fase folikuler memiliki ciri khas yaitu
meningkatnya produksi FSH yang meninduksi pelepasan folikel dominan dari
ovarium. Pada ovarium yang berfungsi normal, produksi estrogen dari folikel
dominan menginduksi pelepasan LH yang menyebabkan terjadinya ovulasi.
Setelah ovulasi, terbentuklah corpus luteum yang memproduksi progesteron
yang kemudain menginhibisi produksi FSH dan LH. Jika tidak terjadi
kehamilan maka, progesteron akan turun lalu dilanjutkan dengan kenaikan
FSH dan LH lalu masuk ke siklus berikutnya.
1. Kista Folikuler dan Korpus Luteal
Kista folikuler dan korpus luteal dianggap sebagai kista fungsional
atau kista fisiologis yang normal terjadi saat siklus menstruasi. Kista
folikuler meningkat saat folikel gagal ruptur saat ovulasi dan memiliki
bentuk halus, berdinding tipis dan unilokuler. Pada fase folikuler, kista
folikuler dapat terbentuk karena kurangnya pelepasan ovum fisiologis
akibat stimulasi FSH yang berlebihan atau hilangnya lonjakan LH pada
pertengahan siklus seperti yang biasa muncul saat ovulasi. Pertumbuhan
kista berlanjut akibat stimulasi hormonal. Kista folikuler biasa
berdiameter lebih dari 2,5 cm. Sel granulosa menyebabkan produksi
estradiol yang berlebihan yang akhirnya menyebabkan frekuensi
menstruasi yang berkurang. Tanpa kehamilan, umur korpus luteum
adalah 14 hari. Jika ovum terfertilisasi maka corpus luteum
mensekresikan progesterone hingga akhirnya disolusi pada minggu ke
14, saat kista mengalami perdarahan sentral. Jika disolusi korpus luteum
tidak terjadi, maka dapat menyebabkan terbentuknya kista korpus luteum
yang biasanya tumbuh hingga 3 cm. Kista korpus luteum dapat berbentuk
simpel maupun kompleks, berdinding tebal atau mengandung debris di
dalamnya. Kista korpus luteral selalu muncul saat kehamilan dan selalu
hilang pada akhir trimester pertama. Baik kista folikular dan korpus
luteal dapat menjadi kista hemoragik namun sifatnya sebagian besar
asimptomatik dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Kista Teka Lutein
Kista teka lutein adalah folikel yang terluteinisasi sebagai akibat dari
overstimulasi hCG. Dapat terjadi pada wanita hamil, wanita dengan
penyakit trofoblastik, gestasi multipel dan hiperstimulasi ovarium.
3. Kista Neoplastik
Kista yang tumbuh akibat pertumbuhan abnormal ovarium yang
dapat bersifat jinak atau ganas. Kista jinak dapat berupa kista serosa,
musinosa dan kristadenoma. Kista ganas dapat berasal dari semua subtipe
ovarium dan paling sering berasal dari epitel permukaan dan sebagian
kistik. Jenis kista ganas lainnya termasuk teratoma dan endometrioma
(Mobeen and Apostol, 2022).
Penggolongan WHO untuk kanker ovarium umumnya dibagi
menjadi tiga kelompok berdasarkan asal sel terduga tumor, yaitu: (1) stroma-
epitel permukaan, (2) sex cord-stromal dan (3) sel tunas atau germ sel yang
berasal dari sel germinal (yolk sac), misalnya Dysgerminoma

C. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Sebagian besar kista ovarium adalah temuan tidak sengaja saat


pemeriksaan fisik ataupun saat pencitraan pelvis disertai dengan anamnesis
yang lengkap pada bagian ginekologi, riwayat keluarga dan pemeriksaan
fisik. Kista ovarium dapat bersifat simptomatik maupun asimptomatik. Gejala
yang dirasakan adalah nyeri unilateral atau tekanan pada perut bagian bawah.
Nyeri dapat dirasakan terus menerus dengan ciri nyeri tajam atau nyeri
tumpul. Jika kista ovarium pecah atau terjadi torsi ovarium, pasien dapat
mengalami nyeri akut hebat bersamaan dengan mual dan muntah. Dapat
terjadi gangguan siklus menstruasi dan perdarahan vagina yang abnormal.
Pada palpasi bimanual dapat menentukan lokasi, bentuk (regular atau
ireguler), ukuran, konsistensi, skala nyeri dan mobilitas. Ovarium dapat sulit
dipalpasi, dipengaruhi oleh postur tubuh, pengalaman pemeriksa, dan anatomi
pelvis pasien. Maka sebenarnya untuk menentukan diagnosis kista ovarium
hanya dari pemeriksaan fisik, cukup terbatas (ACOG, 2016).
Saat dicurigai adanya massa ovarium, pemeriksa harus mengetahui
apakah pasien dalam kondisi pre atau post menopause. Jika pasien dalam
kondisi pre menopause, maka tahapan pertama adalah melakukan tes beta
hCG serum atau urin. Setelah kehamilan dapat dieksklusi, maka dapat
dilakukan pencitraan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut. Pemeriksaan
darah lengkap sebaiknya difokuskan pada hematokrit dan hemoglobin untuk
mengevaluasi terjadinya anemia pada perdarahan akut. Urinalisis sebaiknya
dilakukan untuk mengeksklusi infeksi saluran kemih dan batu ginjal. Swab
endocervical sebaiknya dilakukan untuk menilai ada tidaknya pelvic
inflammatory disease. Kenaikan level CA 125 dapat menjadi indikator kanker
ovarium (kadar normal < 35 U/ml) dikombinasikan dengan ultrasonografi
merupakan pemeriksaan yang dapat diandalkan untuk memeriksa pasien post
menopause dengan kista ovarium.
Ultrasonografi dapat menilai ukuran, komposisi massa (kistik, solid
atau campuran, septa, nodul mural), ada tidaknya cairan bebas pada pelvis,
aliran darah yang diukur melalui doppler berwarna. Kista ovarium berukuran
lebih dari 10 cm, massa kompleks multiokuler, komponen solid, ireguler,
septa tebal, ascites dan peningkatan vaskularisasi yang dinilai melalui doppler
harus diwaspadai dan memerlukan evaluasi lebih lanjut (LE and Giede,
2018).

D. Metode Prediksi Malignancy Kista Ovarii

Untuk menilai derajat keparahan kista ovarium digunakan sistem


skoring menentukan patologi massa adneksa. Sistem skoring yang dapat
digunakan adalah IOTA, Risk Malignancy Index (RMI) dan Skor Gatot
Purwoto.
1. IOTA
Sistem klasifikasi preoperatif kista ovarium dengan IOTA terdiri atas
5 komponen untuk tumor jinak (B-features) dan 5 komponen untuk
tumor ganas (M-features). Nantinya dapat ditentukan melalui 10
komponen IOTA berikut apakah suatu tumor bersifat jinak, ganas atau
inkonklusif (tidak memenuhi kriteria jinak maupun ganas (Garg et al,
2017). Penjelasan mengenai perkembangan IOTA akan dijelaskan
melalui bagan berikut (Kajiser et al, 2013).

Gambar 2. Perkembangan IOTA dari tahun 1999-2017


Metode algoritma pemeriksaan pasien wanita dengan massa adneksa
dapat dicermati pada bagan berikut.

Gambar 3. Algoritma Pemeriksaan Pasien Wanita dengan Massa Adneksa

Dalam IOTA, ada beberapa konsep yang dinilai yaitu konsistensi


massa (unilokuler, unilokuler-solid, multilokuler, multilokuler-solid atau
solid), isi kista (anekoik, low level, ground glass, hemoragik atau
campuran), struktur dinding (ada tidaknya dinding, apakah tersusun dari
struktur solid atau papiler), vaskularisasi, bayangan, dan ascites.
Konsistensi dapat dianggap solid jika terdapat ekogenisitas namun jika
terlihat gambaran dermoid dan mucin kemungkinan tidak solid. Jika
terdapat protrusi lebih dari 3 mm maka terdapat proyeksi papiler (dapat
dinilai sebagai komponen solid), jika kurang dari 3 mm maka dapat
dianggap ireguler. Ascites artinya ditemukan rongga di luar cavum
douglas (Johnson, 2013).
Vaskularisasi dalam IOTA dapat dinilai dengan color doppler atau
power doppler (lebih sensitive), dengan nilai 1 = tanpa aliran, 2 = aliran
minimal, 3 = aliran moderat dan 4 = aliran kuat (Johnson, 2013)..
Beberapa abnormalitas yang dapat dinilai berdasarkan IOTA
(Kajiser et al, 2013)

Gambar 3. Fitur B dan M dalam IOTA

Gambar 4. Macam-macam temuan kista ovarium berdasarkan


IOTA
Berdasarkan suatu studi prospektif yang dilakukan oleh Garg (2017),
IOTA dapat dilakukan untuk mendiagnosis 45 dari 50 pasien (90%).
Dengan sensitivitas untuk mendeteksi keganasan adalah 91,66% dan
spesifisitas 84,84%. Keakuratan adalah 86,66%. (Garg et al, 2017).

2. Risk Malignancy Index (RMI)


Sistem skoring yang seringkali digunakan untuk prediksi keganasan
ovarium ialah Risk Malignancy Index (RMI), sebuah sistem skoring yang
digunakan di seluruh dunia, yang diperkenalkan oleh Jacobs pada tahun
1990. RMI menggunakan tiga indikator, yaitu, temuan pada pemeriksaan
USG, status menopause, dan CA-125. Cut-off point yang digunakan RMI
yaitu 200, dengan sensitivitas sebesar 73% dan spesifisitas 86%.
Pada skor ultrasonografi, mendapat nilai 1 untuk setiap abnormalitas
yang ditemukan pada USG transvaginal yaitu kista multilokular,
gambaran area solid, gambaran metastasis, ascites dan lesi bilateral.
Gambar 5. Risk Malignancy Index

Selain IOTA, metode lain untuk menilai keganasan adalah Risk of


malignancy index (RMI) merupakan parameter kombinasi yang
sederhana dan sangat sensitif, serta lebih spesifik. RMI dihitung dengan
persamaan regresi yang didapat dari status skor menopause (M), skor
ultrasonografi (U), dan nilai serum CA-125 (Akturk et al, 2011). CA-125
merupakan glikoprotein yang normal bentukan di dalam epithelium
coelomic selama perkembangannya.

RMI lebih akurat daripada kriteria individu dalam membedakan


massa jinak dan ganas. Tingkat positif palsu dari ultrasonografi, terutama
wanita premenopause, sering dianggap sebagai batasan untuk menilai
kanker ovarium. Peningkatan tingkat CA 125 juga ditemukan pada kasus
ovarium jinak, endometriosis, dan infeksi pelvis selain kanker
endometrium, tuba fallopi, payudara dan kolon. RMI dapat
mendeskripsikan secara morfologis tentang massa pada pelvis menjadi
data numerik termasuk kemungkinan bisa dari pemeriksa, maka RMI
lebih efektif dari parameter yang lain seperti ultrasonografi, tingkat CA
125 dan status menopause (Akturk et al, 2011).

Pada studi yang dilakukan oleh Javdekar, R, 2015, RMI memiliki


sensitivitas 70,5% dengan spesifisitas 87,8% dengan nilai prediktif
positif 70,5% dan nilai prediktif negatif 87,8% untuk menilai perbedaan
antara massa adneksa ganas dan jinak. Namun MRI tidak dapat
memprediksi keganasan tumor musin (Javdekar and Maitra, 2015).

RMI menggunakan tiga indikator yaitu temuan pada pemeriksaan


USG, status menopause dan CA-125. Cut-off point yang digunakan RMI
1,2,3 yaitu 200, dengan sensitivitas sebesar 73% dan spesifitas 86%.
Sedangkan untuk cut-off point untuk RMI 4 adalah 450 (Yavuzcan,
2013). Terdapat 4 tipe RMI yaitu RMI 1, RMI 2, RMI 3 dan RMI 4.
Tingkat sensitivitas RMI 1, 2, 3, dan 4 adalah 73.0%, 81.1%, 73.0%, and
77.0% dengan tingkat spesifitas 93.7%, 89.6%, 93.7%, and 92.3%. RMI
2 secara signifikan dapat memprediksi kejadian malignansi lebih baik
dibandingkan RMI 1 dan 3 (Yamamoto et al., 2015).

RMI 1 menilai dari temuan ultrasonografi (U), status menopause


(M), dan serum CA-125 (RMI = U x M x CA-125). Pada tahun 1996,

RMI 1

Gambar 6. Perkembangan Metode RMI 1, 2, 3 dan 4 (Akturk et al,2011)

mengalami modifikasi oleh Tingulstad et al dan dikenal sebagai RMI


2. RMI 2 pada tahun 1999 dimodifikasi dan menjadi RMI 3 (Sunny et al.,
2015). Lalu oleh Yamamoto et al., ditambahkan parameter ukuran tumor
dan menjadi RMI 4 pada tahun 2009 (Bahadur et al., 2019).

3. Skor Gatot Purwoto


Skor Gatot Purwoto tahun 1996 membuat suatu sistem skoring untuk
keganasan epitel ovarium untuk membedakan lesi ganas dan jinak.
Penelitian Purwoto menggunakan 133 pasien dengan kanker epitel
ovarium. Karakteristik dari kanker ovarium, seperti penurunan berat
badan, indeks resistensi Doppler, gambaran solid dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG), adanya ascites, dan kadar CA-125. Berikut adalah
skor Gatot :

Gambar 6. Skor Gatot Purwoto

IOTA memiliki sensitivitas, nilai prediksi negatif dan keakuratan yang


lebih baik dibandingkan RMI dalam mendeteksi keganasan ovarium
(Putra and Feharsal, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Obstetricians and Gynecologists’ Committee on


Practice Bulletins—Gynecology. Practice Bulletin No. 174: Evaluation
and Management of Adnexal Masses. Obstet Gynecol. 2016
Nov;128(5):e210-e226. [PubMed] [Reference list]
2. Akturk E, Karaka RE, Alanbay I, et al. Comparison of four malignancy
risk indices in the detection of malignant ovarian masses. J Gynecol
Oncol. 2011;22(3):177–182. doi: 10.3802/jgo.2011.22.3.177. [PMC free
article] [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar] [Ref list]
3. Garg, S., Kaur, A., Mohi, J. K., Sibia, P. K., & Kaur, N. (2017).
Evaluation of IOTA Simple Ultrasound Rules to Distinguish Benign and
Malignant Ovarian Tumours. Journal of clinical and diagnostic research :
JCDR, 11(8), TC06–TC09.
https://doi.org/10.7860/JCDR/2017/26790.10353
4. Javdekar, R., & Maitra, N. (2015). Risk of Malignancy Index (RMI) in
Evaluation of Adnexal Mass. Journal of obstetrics and gynaecology of
India, 65(2), 117–121. https://doi.org/10.1007/s13224-014-0609-1
5. Johnson S. IOTA Terminology, Simple Descriptors and Simple Rules.
Princess Anne Hospital. Southampton.
6. Kaijser, J., Bourne, T., De Rijdt, S., Van Holsbeke, C., Sayasneh, A.,
Valentin, L., Van Calster, B., & Timmerman, D. (2012). Key findings
from the International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) study: an
approach to the optimal ultrasound based characterisation of adnexal
pathology. Australasian journal of ultrasound in medicine, 15(3), 82–86.
https://doi.org/10.1002/j.2205-0140.2012.tb00011.x
7. Kaijser, J.; Bourne, T.; Valentin, L.; Sayasneh, A.; Van Holsbeke, C.;
Vergote, I.; Testa, A. C.; Franchi, D.; Van Calster, B.; Timmerman, D.
(2013). Improving strategies for diagnosing ovarian cancer: a summary of
the International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) studies. Ultrasound in
Obstetrics & Gynecology, 41(1), 9–20. doi:10.1002/uog.12323
8. Kryscio RJ, van Nagell JR. Frequency and disposition of ovarian
abnormalities followed with serial transvaginal ultrasonography. Obstet
Gynecol. 2013 Aug;122(2 Pt 1):210-217. [PubMed] [Reference list]
9. Le T, Giede C. No. 230-Initial Evaluation and Referral Guidelines for
Management of Pelvic/Ovarian Masses. J Obstet Gynaecol Can. 2018
Mar;40(3):e223-e229. [PubMed] [Reference list]
10. Mobeen S, Apostol R. Ovarian Cyst. [Updated 2021 Jun 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560541/
11. Pavlik EJ, Ueland FR, Miller RW, Ubellacker JM, DeSimone CP, Elder J,
Hoff J, Baldwin L,
12. Putra, A & Feharsal, Y. (2016). International Ovarian Tumor Analysis
(IOTA) Scoring System to Predict Ovarian Malignancy Pre-operatively.
Indones J Obstet Gynecol. 4(1).

Anda mungkin juga menyukai