Anda di halaman 1dari 3

Potensi dan Peluang Budidaya Laut

Komoditas Unggulan Marikultur


Komoditas unggulan marikultur bernilai ekonomis dan berdaya saing tinggi, seperti
kerapu, lobster, kakap putih, kekerangan, bawal bintang, rumput laut, king cobia, dan ikan
hias laut.
Potensi Lahan Marikultur
Luas lahan marikultur sangat luas, 12,3 juta hektar danpotensi pengembangan yang
besar, karena tingkat pemanfaatan lahan marikultur hanya 2,25%.
Peningkatan Permintaan Pasar
Pertumbuhan populasi penduduk berimplikasi pada permintaan ikan/rumput laut di
pasar global dan domestik, yang sebagian besar dipenuhi dari hasil perikanan budidaya laut
Penciptaan Lapangan Kerja
Akuakultur berpotensi menyerap banyak tenaga kerja dan memunculkan
wirausahawan baru karena memiliki karakteristik kerakyatan, mudah diaplikasikan, dan cepat
dipanen
Digitalisasi Usaha Marikultur
Marikultur memanfaatkan teknologi 4.0 melalui automatisasi sistem produksi dan
digitalisasi tata niaga, sehingga rantai pasok semakin efisien dan keuntungan pembudidaya
meningkat.
Produksi Budidaya Laut Indonesia 2015-2019
 Budidaya laut merupakan penyumbang produksi perikanan budidaya terbesar, dengan
share 65-75% dari total produksi nasional periode 2015-2019.
 Rumput laut merupakan komoditas utama budidaya laut, dengan produksi 9,3 juta ton
pada 2019.
 Kekerangan adalah komoditas budidaya laut terbesar kedua, dengan tren kenaikan
4,3% per tahun, dari 43.304 ton pada 2015 menjadi 48.912 ton pada 2019.
Arah Kebijakan Pengembangan Marikultur Berbasis WPP
 Pengelolaan Sumberdaya Marikultur di Setiap WPP
Alokasi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Input Produksi (Induk dan Benih)
Berbasis Daya Dukung
 Peningkatan Produksi Marikultur di Setiap WPP
Intensifikasi teknologi budidaya untuk komoditas unggulan di masing-masing WPP
 Peningkatan Kesejahteraan Pembudidaya di Setiap WPP
Fasilitasi Permodalan, Stimulus Usaha, Perlindungan Usaha
 Akses Pasar Bagi Produk Marikultur di Setiap WPP
Pengolahan, Distribusi, Pemasaran, Promosi, Standar, Sertifikasi, Traceability
 Marikultur yang Ramah Lingkungan di Setiap WPP
Pengelolaaan dan pemanfaatan lingkungan perairan laut yang bertanggung jawab dan
ramah lingkungan dan Manajemen Kesehatan Ikan/Rumput Laut
 Integrasi Intra dan Lintas Sektoral
Regulasi, Perizinan, Program, Pendanaan, Eco-mariculture
Konsepsi Marikultur WPP
Integrasi spasial pengelolaan sumberdaya marikultur yang terintegrasi hulu-hilir dan
ramah lingkungan (berkelanjutan)
 Menciptakan Lapangan Kerja
 Meningkatkan Kesejahteraan
 Ketahanan Pangan
 Peningkatan Ekspor
Target Produksi Perikanan Budidaya 2020-2024
 Pada periode 2020-2024, kekerangan tetap diproyeksikan sebagai komoditas
marikultur terbesar kedua, setelah rumput laut.
 Tren kenaikan target produksi kekerangan sebesar 12% per tahun, dari 87.000 ton
pada 2020 menjadi 137.000 ton pada 2024
Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada maxima) Sistem Longline
 Hewan uji : juvenil abalon (aklimatisasi di bak: 1 minggu) 􀀀
 Ukuran awal : Panjang cangkang > 2,5 cm 􀀀
 Dipelihara pada wadah jaring berukuran 1 x 1 x 1,25 m3 , dilengkapi shelter PVC
pada KJA di laut,
 Kepadatan tebar juvenil yaitu 200 ekor/m2.
 Juvenil diberi pakan rumput laut sebagai perlakuan (Gracillaria sp; E. cottonii dan
Kombinasi G+E)
 Lama ujicoba : 3 bulan.
Potensi Terumbu Karang dan Ikan Karang Bawah Laut
Keanekaragaman hayati terumbu karang sebagai potensi sumber daya laut di
Indonesia juga yang tertinggi di dunia. Di dalamnya terdapat 2.500 jenis ikan, 1.500 jenis
moluska, 1.500 jenis udang-udangan, dan 590 jenis karang. Terumbu karang akan tumbuh
dengan baik pada suhu perairan laut antara 21-29 derajat Celcius.
Pemeliharaan Calon Induk Kerapu Pada Karamba Jaring Apung di Laut
Keramba jaring apung (KJA) merupakan wadah yang ideal bagi pembesaran kerapu
karena proses budi dayanya langsung di laut dan hasilnya pun lebih baik.
Kerapu yang dipelihara hampir sesuai dengan habitat aslinya dan diberikan pakan
sesuai dengan proporsinya dapat memacu pertumbuhan bobot yang cukup signifikan. Itulah
yang menyebabkan kerapu banyak dipelihara di keramba jarring apung (KJA) daripada di
tambak karena hasilnya lebih baik. Kepadatannya pun bisa lebih tinggi daripada media lain
sehingga produktivitasnya juga lebih tinggi. Hanya saja, wadah ini membutuhkan konstruksi
yang kuat dan biaya investasi yang cukup tinggi. Selain itu, tidak semua tepi pantai dapat
digunakan sebagai lokasi pemeliharaan dengan KJA.

Anda mungkin juga menyukai