Anda di halaman 1dari 4

BAB III

PEMBAHASAN

1. Apakah penyebab terjadinya kelangkaan ikan belida di Kota


Palembang?

Ikan belida merupakan salah satu jenis ikan yang berada di


perairan Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang memiliki nilai ekonomis
tinggi. Di Palembang, ikan belida dijadikan ikan konsumsi oleh
masyarakat setempat dengan dijadikan olahan makanan seperti pempek,
kemplang, kerupuk dan sebagainya. Seiring berjalannya, kebutuhan
masyarakat akan ikan belida semakin tinggi yang menyebabkan ikan
belida terancam punah dan mengalami kelangkaan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Penangkapan ikan belida secara berlebihan (Overfishing)
Overfishing adalah suatu kondisi di mana penangkapan
ikan atau organisme laut lainnya dilakukan secara berlebihan
sehingga melebihi tingkat reproduksi dan pertumbuhan
populasi ikan tersebut. Namun di sisi lain, tidak ada upaya dari
masyarakat setempat untuk melakukan konservasi atau
budidaya yang menyebabkan ekosistem menjadi tidak
seimbang. Salah satu faktor yang menyebabkan overfishing
ikan belida yaitu permintaan pasar tinggi terhadap Ikan belida.
Untuk mengatasi overfishing ikan belida, diperlukan upaya
pengelolaan yang komprehensif, termasuk penetapan jumlah
penangkapan, pengaturan ukuran minimal tangkapan,
pengawasan yang ketat, sosialisasi kepada nelayan, serta kerja
sama antara pemerintah, nelayan, ilmuwan, dan masyarakat
untuk menjaga keberlanjutan populasi ikan belida dan
ekosistem perairan secara keseluruhan.

2. Pengunaan alat penangkap ikan yang merugikan lingkungan


Penggunaan alat penangkap ikan yang merugikan
lingkungan terhadap ikan belida dapat memiliki dampak yang
merugikan terhadap populasi ikan belida dan ekosistem
perairan secara keseluruhan. Alat tangkap yang tidak selektif
atau merugikan lingkungan dapat berkontribusi pada
overfishing, penurunan populasi ikan belida, dan gangguan
ekosistem. Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan
Kota Palembang Desy Elfiaty menyampaikan bahwa semakin
marak nelayan yang menggunakan alat penangkap yang
merugikan lingkungan seperti jaring listrik dan zat kimia
berbahaya. Hal ini terjadi di sekitar kawasan Sungai Musi.
Penangkapan itu dilakukan dengan menggunakan listrik atau
zat kimia berbahaya. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan
regulasi yang ketat terhadap penggunaan alat tangkap,
pengawasan yang lebih baik, dan pendidikan kepada nelayan
mengenai praktik tangkap yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan. Pengembangan teknologi tangkap yang lebih
selektif juga dapat membantu meminimalkan dampak buruk
terhadap ikan belida dan ekosistem perairan.

3. Kerusakan habitat
Kerusakan habitat ikan belida terjadi ketika tempat di mana
ikan belida berkembang biak dan hidup mengalami perubahan
yang buruk. Hal ini biasa terjadi karena polusi air, perubahan
iklim, atau pembangunan yang merusak habitat mereka. Ketika
habitat rusak, ikan belida kesulitan mencari makan,
berkembang biak, dan berlindung. Akibatnya, populasi ikan
belida bisa menurun dan mereka mungkin akan menghadapi
kesulitan untuk bertahan hidup. Peneliti Balai Riset Perikanan
Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang Dina
Muthmainnah menjelaskan bahwa kerusakan habitat
disebabkan oleh perluasan pembangunan yang dilakukan pada
area rawa untuk dialihfungsikan menjadi area pemukiman
warga.

2. Bagaimana program CSR RU III Plaju dalam pelestarian ikan belida


di Kota Palembang?

RU III Plaju melakukan program Corporate Social Responsibility


(CSR) dengan melakukan pelestarian ekosistem ikan belida di Palembang
yang mengalami kelangkaan. Harga ikan belida yang cukup tinggi itu
mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan ikan Belinda secara
berlebihan. Upaya untuk membudidayakan ikan belida belum pernah
dilakukan oleh sebuah institusi secara intensif. Hal itu dikarenakan
karakteristik ikan belida yang jumlah telurnya sedikit hingga
membutuhkan perawatan yang khusus, sering membuat pembudidaya yang
ingin mengembangbiakannya mengalami kegagalan. Pertamina dengan
program CSR ingin menunjukkan komitmennya sebagai perusahaan yang
peduli terhadap keragaman hayati melalui Program Inisiasi Konservasi
Ikan Belida. Pada tahun 2018, budidaya ikan belida mulai dirintis oleh
Pertamina dan bekerja sama dengan Kelompok UPR Mulia. Kelompok ini
terpilih karena telah memiliki pengalaman membudidayakan dan
mengembangbiakkan ikan air tawar. Dinas Perikanan Kota Palembang
ikut serta mendampingi pertamina dan kelompok UPR Mulia dalam
penyuluhan perikanan dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Selain
itu, Pertaminan juga melakukan konsultasi dengan Program Studi
Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Kota Palembang
menanyakan permasalahan terkait budidaya ikan belida dan cara untuk
mengatasinya.
Elemen tata kelola yang kuat dari manajemen puncak membantu
konservasi ikan belida sebagai salah satu bentuk keanekaragaman hayati.
Total ikan belida yang dibudidayakan pada tahun 2020 sebanyak 17 ekor
telah diternakkan secara berkelanjutan. Pada tahun 2023 terjadi
peningkatan yaitu terdapat 11 ekor indukan, ikan G1 30 ekor, dan anakan
baru 2 ekor serta 7 ekor ikan putak. Dalam rangka pemberdayaan ikan
belida di Palembang, kerja sama antara Kilang Pertamina Plaju dengan
beberapa lembaga dan pemangku kepentingan bisa diperluas hingga
mencakup seluruh lapisan warga. Dengan memainkan peran ini,
perlindungan keanekaragaman hayati juga akan membantu perekonomian
berkelanjutan.

3. Bagaimana inovasi yang dilakukan RU III Plaju dalam pelestarian


ekosistem ikan belida di Palembang?

Pelestarian keanekaragaman hayati menjadi prioritas dari RU III


Plaju. Populasi ikan Belida di Sungai Musi yang selalu mengalami
penurunan akibat penangkapan secara berlebihan untuk dijadikan olahan
khas Palembang yaitu pempek. Dengan latar permasalahan tersebut, PT
Pertamina RU III Plaju berkomitmen untuk meningkatkan populasi ikan
belida melalui konservasi atau budidaya. Setelahnya dibentuk program
inovasi dengan nama Kambang Iwak Belido (Bang Ido) yang bertujuan
untuk membantu larva ikan belida bertahan hidup dan berkembang biak
sesuai dengan habitat aslinya. Kondisi kolam ikan belida yang kurang
menyerupai dengan habitat aslinya menyebabkan larva ikan belida tidak
bisa berkembang dan bertahan hidup. Hal inilah yang menjadi salah satu
tantangan yang dihadapi saat membudidayakan ikan belida. Inovasi Bang
Ido ini pertama kali diimplementasikan pada Sektor 5. Sebelum inovasi,
kolam ikan belida hanya terbuat dari terpal dengan ukuran 14m x 6m dan
keberadaan mikroorganisme di atas permukaan air kolam. Dan setelah
dilakukan inovasi, anak ikan belida diletakkan pada akuarium berukuran
2m x 1,5m x 1,5m yang berisi satu pasang ikan belida. Karakteristik dalam
akuarium dibuat menyerupai habitat asli ikan belida dengan diberi
tanaman kayu gelam dan mengambil air dari Sungai Musi. Tujuan
penggunan akuarium adalah untuk memantau perkembangan ikan belida
tanpa perlu mengakatnya dengan jaring sehingga tingkat cemas pada ikan
belida normal dan mereka dapat bertahan hidup. Pada tahun 2020,
program ini berhasil mempertahankan 66 ekor anakan ikan belida. Untuk
mencapai keberhasilan yang signifikan pada konservasi atau budidaya ikan
belida, maka dilakukan perubahan pada subsistem yang meliputi
penerapan sistem shelter dan media untuk pemijahan ikan belida. Shelter
dibuat dengan kayu berukuran 40 cm x 30 cm dengan permukaan yang
rata dan kasar untuk membantu induk betina ikan Belinda mengeluarkan
telur dan selanjutnya induk jantan dapat membuahi telurnya. Hal ini dinilai
bisa meningkatkan kualitas kolam ikan belida dan menciptakan ekosistem
baru.

Daftar Pustaka

Pertamina (2021). Eco Friendly Towards Sustainability. PT Kilang Pertamina


Internasioanal Refinery Unit III Plaju.

Muthmainnah, Dina dkk. 2022. Mengenal Ikan Belida. Palembang: CV. Bening
Media Publishing.

Anda mungkin juga menyukai