Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Banyak diantara kita yang masih banyak menggunakan kata dan susukan kalimat

yang masih salah dalam beberapa forum. &da saatnya kitamenggunakan

kalimat-kalimat baku, dan ada saatnya pula kita menggunakankalimat

nonbaku.%al ini perlu untuk diperhatikan. Ketika penggunaan kalimat telah

sesuainamun penggunaan ejaannya masih belum benar, ini dapat

mengakibatkankesalahpahaman, atau bahkan informasi yang hendak

disampaikan tidak dapatditerima dengan baik oleh pendengar. +jaan sangat

diperlukan, baik untuk komunikasi secara lisan atau bahkan tulisan./ehingga apa

yang telah ada pada masyarakat umumnya, perlahan pemahaman ejaan yang

digunakan diperhatikan dan diperbaiki dari keadaansemula yang mungkin terjadi

kesalahan dalam pemakaiannya.

2. Rumusan masalah
 Apa yang disebut dengan ejaan ?
 Bagaimana sejarah perkembagan ejaan bhasa Indonesia ?
 Bagaimana penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia ( EBI ) ?
BAB 2

ISI

A. PENGERTIAN EJAAN

Ejaan merupakan seperangkat aturan yang di buat untuk di pedomani dalam

memindahkan bahasa lisan suatu masyarakat menajdi bahasa tulis. Dengan

demikian, jika ejaan tersebut belum mapan dan masih memiliki kekurangan

kekurangan atau keterbatasan-keterbatasan dalam pemindahan bahasa lisan ke

dalam bahasa tulis, ejaan yang sudah ada itu akan mengalami perubahan sesuai

dengan tuntutan zaman masyarakatnya. Penataan ejaan suatu bahasa amat

perlu berorientasi pada keperluan pengendaan melalui perlatan atau mesin

mesin tulis pada percetakan. Hal ini berarti bahwa keberadaan grafem atau

huruf-huruf dan penanda-penanda yang terdapat dalam mesin tulis perlu di

perhitungkan dalam penataan ejaan. Penataan ejaan suatu bahasa perlu

memperhitungkan kemudahan dan ketepatan dalam penulisan. Jadi,

kesederhanaan pengejaan sangat penting menjadi orientasi utama dalam

penataannya

Ejaan bahsa Indonesia perlu di bakukan untuk meningkatkan esistensi ragam

bahasa Indonesia baku. Pembakuan ejaan merupakan salah satu aspek yang

harus di bakukan selain pembakuan tata istilah, pembakuan tata bahasa, dan

pembakuan ujaran atau ucapan bahasa Indonesia.

Untuk aspek yang terakhir ini, Halim ( 1979 : 27 ) menyatakan bahwa pembakuan

bahasa Indonesia sebagai bahasa ujar non-teknik agaknya mendapat prioritas

terakhir bukan karena tidak penting, tetapi karena kenyataan bahwa bahasa

Indonesia merupakan bahasa kedua bagi kebanyakan orang Indonesia dan bukan

sebagai bahasa ibu. Oleh karena itu, pembakuan ujaran lisan bahasa Indonesia
masih sulit untuk di lakukan. Penutur bahasa Indonesia yang beragam bahasa

pertamanya ( bahasa ibunya ) akan berpengaruh negatif dalam penerapan

bahasa baku lisan bahasa Indonesia yang akan di rancang. Namun, sebagai

pedoman yang agak jelek unuk bahasa lisan bahasa Indonesia sudah ada, yakni

tuturan bahasa Indonesia yang tidak jelas lagi asal etnis atau daerah penuturnya.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA

Sejarah dan penerapan kaidahnya akan di lakukan dengan menelaah lebih jauh

sejak sejarah pergantian ejaan tersebut yang di mulai pada awal abad ke-20.

Perkembangan ejaan tersebut di mulai pada awal kemerdekaan sampai masa

ejaan bahasa Indonesia yang di sempurnakan pada 1972 hingga perkembangan

dan peggunaanya pada masa sekarang yang di sebut dengan ejaan bahasa

Indonesia ( EBI ) . ejaan bahasa Indonesia ini telah di tetapkan dengan peraturan

kementerian pendidikan dan kebudayan nomor 50 tahun 2015 tentang pedoman

umum ejaan bahasa Indonesia.

Selama pertumbuhan dan perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa

Indonesia tercatat beberapa kali perubahan

1. Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)

Sejarah ejaan Bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya Ejaan van Ophuijsen pada 1901.
Ejaan ini menggunakan huruf Latin dan sistem ejaan Bahasa Belanda yang diciptakan oleh
Charles A. van Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen berlaku sampai dengan tahun 1947.

2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-1956)

Ejaan Republik berlaku sejak tanggal 17 Maret 1947. Pemerintah berkeinginan untuk
menyempurnakan Ejaan van Ophuijsen. Adapun hal tersebut dibicarakan dalam Kongres Bahasa
Indonesia I, pada tahun 1938 di Solo. Kongres Bahasa Indonesia I menghasilkan ketentuan ejaan
yang baru yang disebut Ejaan Republik/Ejaan Soewandi .
3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)
Kongres Bahasa Indonesia II digelar pada tahun 1954 di Medan. Kongres ini digagas oleh
Menteri Mohammad Yamin. Dalam Kongres Bahasa Indonesia II ini, peserta kongres
membicarakan tentang perubahan sistem ejaan untuk menyempurnakan ejaan Soewandi 
Ejaan Melindo (1961-1967) Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian Persahabatan
Indonesia dan Malaysia. Pembaruan ini dilakukan karena adanya beberapa kosakata yang
menyulitkan penulisannya. Akan tetapi, rencana peresmian ejaan bersama tersebut gagal
karena adanya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada 1962.
4. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) (19671972) Pada 1967,
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang sekarang bernama Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa mengeluarkan Ejaan Baru. Pembaharuan Ejaan ini merupakan kelanjutan
dari Ejaan Melindo yang gagal diresmikan pada saat itu.
5. Ejaan Melindo (1961-1967)
Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia.
Pembaruan ini dilakukan karena adanya beberapa kosakata yang menyulitkan penulisannya.
Akan tetapi, rencana peresmian ejaan bersama tersebut gagal karena adanya konfrontasi
Indonesia dengan Malaysia pada 1962.
6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) (1972-2015)
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berlaku sejak 23 Mei 1972 hingga 2015 pada masa
menteri Mashuri Saleh. Ejaan ini menggantikan Ejaan Soewandi yang berlaku sebelumnya. Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini mengalami dua kali perbaikan yaitu pada 1987 dan
2009.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)
Pemerintah terus mengupayakan pembenahan terhadap Ejaan Bahasa Indonesia melalui Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia. Pasalnya, pemerintah meyakini bahwa ejaan
merupakan salah satu aspek penting dalam pemakaian Bahasa Indonesia yang benar. Ejaan
Bahasa Indonesia ini diresmikan pada 2015 di masa pemerintahan Joko Widodo dan Anies
Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

C.Penerapan kaidah ejaan bahasa Indonesia (EBI)

Masyarakat terdidik sangat seringmenggunakan bahasa Indonesia ragam tulis. Sebagian besar
masyarakat, seperti siswa,mehasiswa, pegawai, guru, dosen, pengacara, pejabat eksekutif, anggota
legislative, dan para penegak hokum selalu menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis. Agar menjadi
penyelenggara Negara yang berwibawa, sudah selayaknya menggunakan bahasa Indonesia ragam tlis
yang baik dan benar.

Pada umumnya, banyak kalangan mengatakan bahwa menulis itu sulit. Namun, adapun
orangyang mengatakan bahwa menulis itu sesungguhnya adalah gampang. Kemudian menulis itu dapat
ditunjukkan dengan kemudahan kita menyampaikan informasi secara lisankepada yang lan. Menulis
pada dasarnya sama dengan berbicara, bukan? Kesulitan menulis itu sebenarnya terdapat pada aturan
menggunakan ejaan dan menggunakan kalimat yang baik.

1. Pemakaiaan huruf kapital

Dalam EBI, huruf kapital digunakan untuk beberapa hal berikut :

a. huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang termasuk julukan.
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf petama petikan langsung.
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan tuhan,
termasuksebutan dan kata ganti untk tuhan
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sepagai pengganti nama orang tertentu, nama
instalasi,atau nama tempat.
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari besar atau haro
raya. Selain itu, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk
ulang sempurna) dalam nama Negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali
kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata ( termasuk unrur kata ulang
sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan
surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak
pada posisi awal.
l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
m. Huruf kapital dipkai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan, seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, danpaman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai
dalam penyapaan atau pengacuan.

2. Pemakaiaan Huruf Miring


Dalam EBI, huruf miring digunakan untuk beberapa hal berikut :
a. Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar
yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
b. Huruf miring dipakai untuk menegagaskan atau menghususkan huruf, bagian kata, atau
kelompok kata dan kalimat.
c. Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan daam bahasa daerah atau
bahasa asing
3. Pemakaiaan Huruf Tebal
Dalam EBI, huruf tebal digunakan untuk beberapa hal berikut :
a. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
b. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab,
atau subbab.

4. Penulisan Kata Dasar


Dalam EBI, kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

5. Penulisan Kata Berimbuhan


Dalam EBI, penulisan kata berimbuhan diatur sebagai berikut :
a. Imbuhan ( awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai
dengan kata dasarnya.
b. Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

6. Penulisan Bentuk Ulang


dalam EBI, penulisan bentuk ulang diatur sebagai berikut. Berikut ulang ditulis dengan dengan
menggunakan tanda hubung (-) diantara unsur-unsurnya seperti bagian-bagian dan buku-buku.

7. Penulisan Gabungan Kata


Dalam EBI, penulisan gabungan kata diatur sebagai berikut :
a. Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis
terpisah, seperti duta besar, orang tua, kambing hitam, persegi panjang, model linear, mata
kuliah, segi empat, meja tulis, rumah sakit daerah.
b. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan
tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya, seperti alat pandang-dengar, ibu-bapak kami,
anak-istri saya, buku sejarah-baru, orang-tua muda, dan mesin-hitung tangan.
c. Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awala atau
akhiran, seperti bertepuk tangan, menganak sungai, garis bawahi, sebar luaskan.
d. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai.
e. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai, seperti acapkali, adakalanya, apalagi,
bagaimana, arangkali, beasisswa, belasungkawa, bilama, bumiputra, darmabakti, dukacita,
hulubalang, kacamata, kasatmata, kilometer, manasuka, matahari, olahraga, padahal,
peribahas, perilaku, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati, sediakala,
segitiga, sukacina, sukarela, syahbandar,wiraswasta.

8. Penulisan Kata Depan


Dalam EBI, penulisan kata depan diatur sebagai berikut:
a. Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
9. Penulisan Partikel
Dalam EBI, penulisan partikel diatur sebagai berikut:
a. Partikel –lah, -kan, dan –tah, ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
c. Partikel per yang berarti ‘demi’ , ’tiap’ atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.

10. Penulisam Singkat dan Akronim


Dalam EBI, penulisan singkatan dan akronim diatur sebagai berikur:
a. Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik pada
setiap unsur singkatan itu.
b. (1) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atauorganisasi, serta nama dokumen resmi
ditulis dengan huruf capital tanpa tanda titik.
c. Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik.
d. Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat masing-
masing diikuti oleh tanda titik.
e. Lembaga kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
f. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf capital
tanpa tanda titik.
g. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata dan gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata ditulis dengan huruf awal huruf capital.
h. Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan
suku kata ditulis dengan huruf kecil.

11. Penulisan Angka dan Bingang


Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang billangan atau nomor, seperti 0,
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan ll, lll, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), _V
(5.000), _ M(1.000.000)
a. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian
b. (1) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
c. Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf supaya lebih
mudah dibaca.
d. Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta (b)
nilai uang.
e. Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
f. Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
g. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai beriku : duabelas (12), tiga puluh (30),
lima ribu (5.000), setengah atau seperdua (1/2), seperenam belas (1/16), satu permil (1%o).
h. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut : abad XX, abad ke-20, abad
kedua puluh, perang dunia ll, perang duniake-2, perang dunia kedua.
i. Penulisan angka yang mendapat akhiran -an dilakukan dengan cara berikut : lima lembar
uang 1.000-an ( lima lembar uang seribuan ), uang 5.000-an ( uang lima ribuan ).
j. Penulisan bilangan dengan angka huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan perundang-
undangan , akta, dan kuitantasi.
k. Penulisan bilangan dengan angka dan diikuti huruf dilakukan seperti berikut : saya lampirkan
tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 ( Sembilan ratus ribuh lima ratus rupiah lima puluh
sen ) ; bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus
dilampirkan pada laporan pertanggung jawaban.
l. Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf : kepaladua,
kotonanampek,rajaampat,simpanglima,tiga raksa

12. Penulisan kata ganti –ku, kau-, -mu, dan, -nya


Dalam EBI, penulisan kata ganti diatur sebagai berikut. Kata ganti ku- dan kau- ditulis dengan
katayang mengikutinya, sedangkan –ku,-mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.

13. Penulisan kata sandang si dan sang


Dalam EBI, penulisan si dan sang diatur sebagai berikut. Kata si dan sang ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya.

14. Pemakaian tanda titik (.)


Dalam EBI, pemakaian tanda titik (.) diatur sebagai berikut :
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan
b. Tanda titik dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan,ikhtisar, atau daftar.
c. Tanda tititk dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu atau jangka waktu.
d. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan ( yang
tidak berakhir dengan tanda Tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan
jumlah.

15. Pemakaiaan tand koma (,)


Dalam EBI, pemakaian tanda kota (,) diatur sebagai berikut :
a. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan
b. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dalam
kalimat majemuk setara
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat seperti oleh
karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu dan demikian.
e. Tanda koma dipakai sebelum dan /atau sesudah kata seru seperti o, ya, wah, aduh, atau
hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan seperti bu, dik, atau nak.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat
g. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan
tanggal, (iV) nama tempat dan wilaya atau negeri yang ditulis berurutan.
h. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannnya dalam daftar
pustaka.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir
j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya
untuk membedakanya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
k. Tanda koma dipakai sebelum angka decimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi
m. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk
menhindari salah baca/ salah pengertian.

16. Pemakaian tanda titik koma ( ; )


Dalam EBI, pemakaian tanda titik koma (;) diatur sebagai berikut :
a. Tanda titik koma dipakai sebagai penganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
satara yang satu dari kalimay setara yang lain di dalam kalimat majemuk.
b. Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.
c. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian perincian dalam kalimat yang
sudah menggunakan tanda koma.

17. Pemakaian tanda titik dua (:)


Dalam EBI, pemakaian titik dua ( : ) diatur sebagai berikut :
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau
penjelasan.
b. Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerincian
d. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kaya yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan
e. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilit atau nomor dan halaman, (ii) surat dan ayat dalam
ktab suci, (iii) judul dan anak judul suatu karangan, (iv) nama dan kota penerbit dalam
daftar pustaka.

18. Pemakaian tanda hubung (-)


Dalam EBI, pemakaian tanda hubung (-) diatur sebagai berikut :
a. Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pengantian baris
b. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata uland
c. Tanda hubung dipakai menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dalam angka
atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu
d. Tanda hubung dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan bagian kata atau ungkapan
e. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan
hurug capital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) kata atau imbuhan dengan
singkatan yang berupa huruf capital, (v) kata dengan kata ganti tuhan, (vi) huruf dengan
angka, (vii) kata ganti –ku, -mu, dan –nya dengan singkatan yang berupa huruf capital.
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsusr bahasa Indonesia dengan unsur bahasa
daerah atau bahasa asing
g. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan

19. Pemakaian tanda pisah(-)


Dalam EBI, pemakaian tanda pisah (-) diatur sebagai berikut :
a. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat.
b. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau
keterangan yang lain
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal atau tempat yang berarti ‘sampai
dengan ‘ atau ‘sampai ke’

20. Pemakaian tanda Tanya (?)


Dalam EBI, pemakaian tanda Tanya (?) diatur sebagai berikut :
a. Tanda Tanya pada akhir kalimat Tanya
b. Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

21. Pemakaian tanda seru (!)


Dalam EBI, pemakaian tanda seru (! ) dipakai untuk mengakhiri ungkapa atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,atau emosi
yang kuat.

22. Pemakaian tanda ellipsis (…)


Dalam EBI, pemakaian tanda ellipsis (…) diatur sebagai berikut :
a. Kata ellipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian
yang dihilangkan
b. Tanda ellipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog

23. Pemakaian tanda petik (‘’…’’)


Dalam EBI, pemakaian tanda petik (‘’…’’) diatur sebagai berikut :
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan,
naskah, atau bahan tertulis lainnya.
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab
buku yang dipakai dalam kalimat.
c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
24. Pemakaian tanda petik tunggal (‘…’)
Dalam EBI, pemakaian tanda petik tunggal (‘…’) diatur sebagai berikut :
a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain
b. Tanda perik tunggal dipakai mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan

25. Pemakaian tanda kurung ((…))


Dalam EBI, pemakaian tanda kurung ((…)) diatur sebagai berikut :
a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keteranganatau penjelasan
b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama
kalimat
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat
dimunculkan atau dihilangkan
d. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angja yang digunakan sebagai penanda
perincian

26. Pemakaian tanda kurung siku ([…])


Dalam EBI, pemakaian tanda kurung siku ([…]) diatur sebagai berikut :
a. Tanda kurung siku diapaki untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan atas kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli orang lain
b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat
dalam tanda kurung

27. Pemakaian tanda garis miring (/)


Dalam EBI, pemakaian tanda garis miring (/) diatur sebagai berikut :
a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua dua tahun takwin
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.

28. Pemakaian tanda penyikat atau apostrof (‘)


Dalam EBI, pemakaian tanda tanda penyikat atau apostrof dipakai untuk menunjukkan
penghilangan bagian angka tahun dalam konteks tertentu.

Anda mungkin juga menyukai