Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dampak perekonomian dari adanya pandemi covid – 19 yang berimbas pada
semua pelaku usaha. Tak terkecuali para pengrajin kain tenun di Kota Kediri.
Pengrajin tenun ikat mengatakan bahwa pada awal pandemi pendapatan pengrajin
turun 80 persen hingga tidak ada pendapatan sama sekali (Andika, 2021). Kenaikan
harga bahan baku yang tidak sesuai dengan hukum permintaan, dimana jumlah
barang yang diminta berubah secara berlawanan dengan harga (Kurniawan, 2018).
Hal itu menjadi kendala pengrajin dalam usahanya dan jika terus berlanjut maka
akan berdampak pada keberlangsungan usaha pengrajin. Dilihat dari sudut pandang
akuntansi bahwa pengrajin tenun ikat itu baik untuk diteliti dan dibahas. Dimana
kondisi yang membuat para pengrajin tenun berada di posisi yang sulit yang
memiliki pengaruh terhadap pendapatan pengrajin.
Persaingan bisnis pengrajin tenun ikat dengan produk impor tiruan buatan
mesin yang berasal dari luar negeri, dimana harga produk impor yang jauh lebih
murah dibandingkan dengan harga produk lokal pengrajin tenun ikat tradisional.
Hamdani, (2019) mengatakan bahwa penggunaan mesin pabrik yang otomatis
maka ongkos produksi tenun tiruan dari luar negeri jauh lebih murah. Kondisi
tersebut menyebabkan pengrajin tenun tradisional semakin terpojok dan berakibat
sulitnya untuk mengakses produk tradisional Indonesia ke berbagai daerah. Sebab
masuknya produk impor kain tenun ikat yang menguasai Indonesia sebesar 75%.
Produk impor itu berasal dari India, Thailand dan China telah menguasai Indonesia
(Hamdani, 2019). Hal tersebut menjadikan produk pengrajin tenun ikat tradisional
yang semakin melemah dan sulit untuk bertahan dalam kondisi yang sekarang ini.

1
2

Menurut Wiyadi (1991), Tenun ikat adalah salah satu warisan budaya karya
bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Tenun ikat
merupakan kain yang ditenun dari helaian benang pakan (benang dalam posisi
melintang) dan benang lungsi (benang dalam posisi membujur) yang sebelumnya
diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami (Octaviani & Komalasari,
2020). Kain tenun merupakan salah satu produk budaya tradisional khas Indonesia
yang dibuat secara tradisional yang terdapat nilai seni tinggi yang indah. Proses
pembuatannya yang tidaklah mudah melalui sejumlah tahapan yang memakan
waktu lama hingga berbulan-bulan. Dibutuhkan ketekunan dan kesabaran untuk
menghasilkan sehelai kain, dimana semua proses pembuatannya dilakukan secara
tradisional.

Komoditas tenun ikat sebagai warisan budaya Indonesia yang harus dijaga dan
dilestarikan sebagai sumber penghasilan penting bagi masyarakat dan pemerintah,
serta kekayaan budaya bagi Negara Indonesia. Dalam masyarakat Kediri terdapat
mayoritas yang mata pencahariannya tidak lain sebagai pengrajin tenun ikat
dikarenakan terdapatnya kampung industri kerajinan tenun ikat yang sudah ada
sejak tahun 1950 dan masih bertahan hingga saat ini (Prahastuti dkk., 2019).
Pentingnya produksi tenun ikat ini tidak semata-mata hanya untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga dan industri saja, tetapi berkaitan dengan banyaknya
tenaga kerja dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sektor usaha pengelolaan pengrajin tenun ikat di Kediri masih tergolong


tradisional karena dalam proses pembuatannya yang masih menggunakan alat
tenun bukan mesin (ATBM) atau alat tradisional yang digunakan dalam menenun,
kemudian produk kerajinan tenun ikat khas Kediri diolah menjadi barang yang
modern dan yang memiliki nilai efektifitas fungsi yang berada di masyarakat seni
kerajinan yang harus dihargai dan dilestarikan, oleh karena itu saat ini pemerintah
memberikan kebijakan kepada pegawai kantoran untuk wajib menggunakan baju

2
3

yang terbuat dari kain tenun ini, dengan tujuan agar masyarakat lainnya yang
melihat bisa tertarik akan tenun ikat khas Kediri (Condro dkk., 2014).
Pengrajin tenun ikat merupakan manusia yang memiliki kebutuhan hidup yang
harus terpenuhi dalam kehidupannya. Penurunan harga tenun ikat juga tentu
memengaruhi kebutuhan hidup bagi pengrajin tenun ikat. Dimana dalam
kebutuhan-kebutuhannya yang harus terpenuhi meliputi kebutuhan primer dan
pribadi yang dimiliki oleh pengrajin tenun ikat. Dengan kebutuhan yang cukup
banyak, maka akan timbul pemenuhan kebutuhan yang banyak pula. Dengan
penghasilan yang tidak menentu, terkadang menghasilkan laba terkadang juga rugi,
tetapi pengrajin tenun ikat tetap mempertahankan kelangsungan hidup industri
dengan memproduksi tenun ikat setiap harinya. Sebenarnya bagaimana para
pengrajin tenun ikat dalam memaknai laba, sehingga pengrajin tenun ikat masih
tetap bertahan.
Dalam penentuan laba, pengrajin tenun ikat biasanya menggunakan
perhitungan akuntansi secara sederhana yang terkadang tidak menghitung biaya
overhead. Pengrajin tenun ikat biasanya menghitung laba dengan cara harga
penjualan dikurangi dengan biaya operasional yang nantinya menghasilkan laba.
Laba yang diperoleh dari hasil harga jual yang dikurangi dengan biaya operasional.
Karena pengrajin tenun menentukan perhitungan berdasarkan pengalaman dan
pemikiran sendiri, oleh karena itu perhitungan dibentuk dengan sendirinya. Peran
seorang akuntansi sekarang ini sudah banyak digunakan oleh sektor ekonomi
menengah atas, dan diharapkan bisa memberikan kontribusi ke dalam sektor mikro
yang artiannya akuntansi dapat berperan dalam kemandirian masyarakat atau
pengrajin tenun ikat yang nantinya diharapkan mampu membentuk pondasi
perekonomian makro yang lebih baik. Berkaitan dengan hal ini maka penelitian ini
berfokus pada pemahaman pengrajin tenun ikat dalam menentukan laba.
Tujuan utama perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal
supaya keberlangsungan hidup perusahaan dapat dipertahankan. Pengertian laba
secara operasional adalah perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisasikan

3
4

yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan periode yang berkaitan
dengan pendapatan tersebut (Widiyanti, 2019). Sementara Laba menurut Maruta,
(2019) merupakan kelebihan pendapatan atau keuntungan yang dapat diterima
perusahaan setelah melakukan pengorbanan dan kepentingan lainnya. Sehingga
laba menjadi indikasi bagi perusahaan karena laba adalah faktor yang dapat
menentukan kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Laba merupakan elemen yang
dapat menjadi perhatian karena angka laba cukup memadai untuk
mempresentasikan kinerja perusahaan dalam secara keseluruhan.
Laba yang sesungguhnya merupakan pernyataan atas kejadian yang dapat
meningkatkan kesenangan dan kepuasan batin, dimana pengukuran laba ini yaitu
biaya hidup. Untung laba uang, dapat diartikan bahwa laba menunjukkan semua
uang yang diterima bisa digunakan sebagai konsumsi guna membiayai kehidupan
(Ahmad dkk, 2013). Maka makna laba dapat didefinisikan dengan cara yang
berbeda-beda pula. Bukan hanya laba sebagai perolehan keuntungan bagi
perusahaan akan tetapi makna laba disini memiliki keuntungan tersendiri dalam
kehidupan.
Penelitian sebelumnya mengenai pemaknaan laba yang berbeda-beda seperti
yang diungkapkan oleh Tiswiyanti dkk (2018) mengenai makna laba bagi pedagang
kaki lima mengatakan bahwa keuntungan itu sebagai mencukupi kebutuhan
keluarganya, yaitu dapat tetap makan, menyekolahkan anak dan bisa berjualan
kembali di keesokan harinya. Dalam hal itu keuntungan laba/profit dianggap dapat
meningkatkan kemakmuran dan peningkatan pemasukan, serta keuntungan lain
terdapat kepuasan batin. Sedangkan bagi petani garam memaknai keuntungan
sebagai memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya sekolah, bukan hanya materi
tetapi juga sebagai rasa syukur (Windasari, 2021).
Kota Kediri merupakan salah satu daerah yang memiliki sentra industri
kerajinan tenun ikat yang berada di Desa Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kota
Kediri atau yang dikenal dengan sebutan kampung industri tenun ikat. Kampung
Industri tenun ikat tersebut merupakan pusat produksi kerajinan tenun ikat

4
5

tradisional yang sudah lama memproduksi tenun ikat sejak tahun 1950 dan menjadi
warisan turun temurun yang masih aktif hingga saat ini (Prahastuti dkk., 2019).
Sehingga mayoritas mata pencaharian penduduk kampung tenun ikat Desa Bandar
Kidul sebagai pengrajin tenun ikat. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti
beberapa pengrajin tenun ikat yang sudah bertahun-tahun memproduksi tenun ikat.
Perbandingan penelitian ini dengan penelitian yang lain, yaitu mengenai makna
laba berdasarkan sektor perdagangan yang berbeda dari peneliti lainnya dimana
penelitian ini dilakukan pada sektor perdagangan industri kerajinan tenun ikat yang
proses pembuatannya masih tergolong tradisional. Hal tersebut menjadi menarik
untuk diteliti dan dibahas sebab pengrajin tenun ikat yang masih tetap
mempertahankan tenun ikat hingga sekarang ini dimana perolehan pendapatan
pengrajin yang minim serta banyaknya persaingan produk tenun impor buatan
mesin, akan tetapi pengrajin tenun ikat masih bertahan di tradisional hingga
bertahun-tahun.
Keterbaruan dalam penelitian ini yaitu laba yang berupa keuntungan
pendapatan atau profit perusahaan, sedangkan dalam keuntungan yang diperoleh
bukan berupa pendapatan/profit melainkan makna laba yang didapatkan karena
adanya hal unik yang berbeda dengan pemaknaan laba pada umumnya ketika suatu
perusahaan memaknai laba sebagai perolehan keuntungan dari selisih pendapatan
dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Akan tetapi, bagi sekolompok profesi
pada umumnya seperti dokter, akuntan, dan pedagang memaknai laba dengan artian
masing-masing dalam kehidupan. Dimensi pemaknaan laba yang berbeda-beda
yang menjadi alasan peneliti ingin mengungkap bagaimana pemaknaan laba bagi
pengrajin tenun ikat sebagai kerajinan tradisional yang masih bertahan hingga
sekarang ini menjadi hal yang menarik untuk diteliti.

5
6

Berdasarkan uraian diatas peneliti bertujuan untuk dapat mengungkap arti


makna laba atau keuntungan yang sebenarnya seperti apa bagi pengrajin tenun ikat.
Bagaimana pengrajin tenun ikat dalam menyusun laba rugi apakah sudah sesuai
dengan akuntansi. Pengrajin tenun ikat disini memiliki keuntungan yang rendah
tidak sesuai dengan pengeluaran. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul skripsi “MAKNA LABA BAGI PENGRAJIN TENUN
IKAT Studi Fenomenologi pada Desa Bandar Kidul Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka rumusan
masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana makna laba dalam
pandangan pengrajin tenun ikat di Kota Kediri ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengungkap makna laba dalam pandangan pengrajin
tenun ikat di Kota Kediri.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini mengandung mengandung manfaat baik manfaat teoritis maupun
manfaat praktis:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dilakukan dapat memberikan kontribusi yang bervariasi pada
ilmu akuntansi bahwasanya ilmu akuntansi bukan hanya ilmu yang berasal dari
hal-hal yang konvensional seperti perusahaan namun juga berasal dari kerajinan
masyarakat.

6
7

2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai sumbangan pada cabang ilmu
pengetahuan khususnya akuntansi dan mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis
yang berkaitan dengan pemaknaan laba, sehingga bisa memberikan
optimalisasi laba perusahaan maupun lingkup masyarakat. Diharapkan
penelitian ini dapat berkontribusi dalam menemukan tingkat profitabilitas dan
mampu meningkatkan taraf hidup kemampuan ekonomi ke arah yang lebih
baik.

Anda mungkin juga menyukai