Anda di halaman 1dari 13

Kelas : VI D

Kelompok :8

INTERPRETASI – PSAP

Nomor: 02

tentang

“Laporan Realisasi Anggaran”

Kasus

“Laporan Realisasi Anggaran Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2021”

Disusun Oleh :

1. Arief Rachmat D.M (202010170311318)


2. Novita Damayanti (202010170311312)
3. Anindya Tirsa R (202010170311306)
4. Karlina Johansyah (202010170311117)

Dosen Koordinator : Dwi Irawan, SE., MSA

Dosen Pengampu : Ahmad Juanda, Dr., MM., AK., CA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
BAB I
Gambaran Umum Perusahaan

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejarah panjang yang unik dan
menjadikannya sebagai daerah yang istimewa. Sejarah panjang DIY tidak lepas dari
eksistensi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang didirikan tahun 1775 dan
Kadipaten Pakualaman didirikan pada tahun 1813. Dinamika perjalanan historis wilayah
nusantara terus berlangsung diselingi pergantian kekuasaan, namun Kedaulatan
Kasultanan dan Kadipaten tetap diakui baik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda
maupun pada masa pendudukan Jepang. Hingga pada akhirnya kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan tahun 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
menyatakan kepada Presiden RI bahwa Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
dan Daerah Kadipaten Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara RI, bergabung
menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keunikan dan menjadikannya menjadikannya


sebagai daerah yang istimewa. Dalam proses perkembangan pemerintahannya,
Yogyakarta berproses dari tipe pemerintahan feodal dan tradisional menjadi suatu
pemerintahan dengan struktur modern. Dalam perkembangan dan dinamika negara
bangsa terdapat keterkaitan yang erat antara Republik Indonesia dan DIY. Entitas DIY
mempunyai aspek politis-yuridis berkaitan dengan sejarah berdirinya yang merupakan
wujud pengintegrasian diri dari sebuah kerajaan ke dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. UndangUndang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan respons atas eksistensi DIY dan juga merupakan pengakuan
kewenangan untuk menangani berbagai urusan dalam menjalankan pemerintahan serta
urusan yang bersifat khusus. Undang-Undang ini telah diubah dan ditambah, terakhir kali
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku.

Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa DIY merupakan daerah setingkat


provinsi dan meliputi bekas Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah
Kadipaten Pada setiap Undang-Undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan
keistimewaan DIY tetap diakui. Dalam rangka perubahan dan penyesuaian serta
penegasan Keistimewaan DIY Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor
13/2012 Tentang Keistimewaan DIY yang disahkan 31 Agustus 2012 dan diundangkan
pada tanggal 3 September 2012. Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketentraman dan kesejahteraan
masyarakat, menjamin ke-bhineka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan
tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya
Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan
atas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi, kebhinekatunggal-ika-an
efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional dan pendayagunaan kearifan lokal. Oleh
karenanya dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis substansi
Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintah provinsi.

Kewenangan dalam urusan Kestimewaan seperti yang tertuang dalam Undang-


Undang Nomor 13 Tahun 2012 Pasal 7 ayat 2 meliputi : tata cara pengisian jabatan,
kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan
Pemerintah Daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Dengan demikian,
Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan urusan
Keistimewaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 dan kewenangan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sesuai
dengan UU No 32 tahun 2004, maka posisi DIY sebagai daerah yang setara dengan
provinsi mengandung arti bahwa Gubernur merupakan Kepala Daerah Otonom dan
sekaligus wakil pemerintah pusat di daerah. Kewenangan inilah yang membuat Daerah
Istimewa Yogyakarta menjadi satusatunya provinsi di Indonesia yang memiliki pemimpin
secara turun menurun dan tidak melalui pemilihan umum seperti provinsi lain di
Indonesia. Sementara itu, kota/kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta
tetap melakukan pemilihan umum untuk menentukan pemimpin daerah masing-masing.
BAB II
Ringkasan PSAP NO. 02

1. Pengakuan
Akuntansi Pendapatan-LRA
 Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada rekening kas umum
negara/daerah
 Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan mangacu pada
peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum.

Akuntansi Belanja

 Belanja diaku pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah.
 Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi
pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit
yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
 Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mangacu pada
peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum.

Akuntansi Penerimaan Pembiayaan

 Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum
Negara/Daerah

Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan

 Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas


Umum Negara

2. Pengukuran
Belanja (pengeluaran)

Belanja sendiri diklasifikasikan menajdi beberapa kelompok yang dimana


didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas, setiap kelompok
belanja ini pastinya akan membuat pengeluaran pada rekening kas umum
negara/daerah. Belanja diukur berdasarkan besaran jumlah pengeluaran kas yang
keluar dari Rekening Kas Umum Daerah atau Rekening Bendahara Pengeluaran
berdasarkan asas bruto. Dimana setiap Pengeluaran belanja dalam bentuk barang atau
jasa dicatat sebesar nilai barang atau jasa yang diserahkan.

Pendapatan/Penerimaan (Pemasukan)

Pendapatan diukur dari besaran nilai yang masuk atau diterima pada Rekening
Kas Umum Negara/Daerah. Dimana pendapatan ini dapat dilihat dari transfer yang
masuk (penerimaan uang dari entitas pelaporan lain). Akuntansi pendapatan-LRA
dilkasanakan berdasarkan azas bruto. Serta diukur juga dari akuntansi penerimaan
pembiayaan semua rekening kas umu negara/daerag yang berasal dari penerimaan
pinjama, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah,
penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan
investasi permanen lainnya dan pencairan cadangan lainnya.

Surplus/Defisit-LRA dan SILPA/SIKPA

Diukur dengan melihat selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu
periode dan pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA. SILPA/SIKPA dapat
diukur dengan meilihat selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan
Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan
yang kemudian dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA.

3. Penilaian

Pendapatan-LRA

Pendapatan-LRA diukur dengan menggunakan nilai nominal kas yang masuk


ke kas daerah dari sumber pendapatan dengan menggunakan asas bruto, yaitu
pendapatan dicatat tanpa dikurangkan/dikompensasikan dengan belanja yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

Belanja

Dinilai sebesar nilai tercatat dan disajikan pada laporan realisasi anggaran
berdasarkan belanja langsung dan tidak langsung.
4. Penyajian

Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran, Laporan


Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas,
Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat diperlukan bagi penyusun
laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.
Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya
dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan.
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan
dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu
tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan
pertimbangan sehat tidak memperkenankan misalnya, pembentukan cadangan
tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau
sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan
keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.

5. Pengungkapan

Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh


pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat
ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas
Laporan Keuangan.
BAB III
INTERPRETASI KASUS DI PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA

3.1 Implementasi PSAP 02 pada Pemerintah Kota Yogyakarta

1. Pengakuan (Identifikasi).

Dalam menjalankan program-program yang sudah dianggarkan setiap periode,


pemerintah daerah membutuhkan dana untuk membiayai Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah yang disusun setiap tahunnya. Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota
Yogyakarta pada tahun anggaran 2021 terdiri dari beberapa akun, yaitu belanja operasi
dan belanja modal.

Anggaran Belanja Pegawai terdiri dari beberapa akun, yaitu Belanja Gaji dan
Tunjangan ASN (Belanja gaji pokok PNS, belanja tunjangan keluarga PNS, belanja
jabatan PNS, fungsional PNS, fungsional umum PNS, tunjangan beras PNS, tunjangan
khusus/PPh PNS, belanja pembulatan gaji PNS, dan Belanja Tambahan ASN (tambahan
penghasilan berdasarkan prestasi kerja), belanja honorarium

Anggaran Belanja Barang dan Jasa terdiri dari beberapa akun, yaitu Belanja
Barang (BHP, bahan bakar, suku cadang, alat kantor, makanan dan minuman rapat),
Belanja Jasa (honorarium, jasa tenaga, belanja langganan jurnal/surat kabar/majalah,
tagihan telepon, air, listrik, pembayaran pajak, konsultasi), Belanja Pemeliharaan
(Pemeliharaan peralatan dan mesin), Belanja Perjalanan Dinas (Perjalanan dinas biasa).

Anggaran Belanja Modal Peralatan dan Mesin terdiri dari beberapa akun, yaitu
Belanja computer, belanja peralatan computer dan belanja peralatan computer lainnya.

Anggaran Belanja Modal Jalan Jaringan dan Irigasi terdiri dari beberapa akun,
yaitu Belanja Modal Instalasi (Gedung dan bangunan)

2. Pengukuran

Akun Belanja dihasilkan dari total Belanja Operasi dan Belanja Modal. Belanja
Operasi terdiri dari Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa. Realisasi Belanja
Operasi sebesar 95.89% dari anggaran Belanja Operasi 2021 dan Belanja Modal
terealisasi sebesar 91,20% dari anggaran Belanja Modal 2021. Jika dilihat dari persentase
antara Realisasi Belanja 2021 dengan Anggaran Belanja 2021, secara keseluruhan
realisasi keuangan Bappeda Kota Yogyakarta tercapai sebesar 93,59%. Meskipun
demikian, realisasi fisik pada tahun ini tetap mencapai target sebesar 100%. Hal ini
karena masing-masing pos belanja yang tercakup dalam Belanja Operasi secara
keseluruhan bisa dilaksanakan semua dengan biaya sehemat mungkin. Namun, terdapat
pos belanja yang realisasinya tidak mencapai 80% dari yang dianggarkan yaitu belanja
tagihan telpon, air, listrik, belanja langganan jurnal, belanja pembayaran pajak, bea dan
perizinan. Pengukuran laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang
menggunakan mata uang asing harus dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam
mata uang rupiah dengan menggunakan nilai tukar bank central yang berlaku pada
tanggal transaksi.

Disimpulkan bahwa pengukuran dalam LRA yang digunakan Pemerintah Kota


Yogyakarta sudah sesuai dengan PSAP 02 karena pengukuran pos-pos LRA
menggunakan mata uang rupiah. Hal ini berarti Pengukuran dalam LRA yang digunakan
Pemerintah Kota Yogyakarta telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010

3. Penilaian

Belanja adalah semua semua pengeluaran dari rekening kas daerah yang
mengurangi saldo anggaran lebih, dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang
tidak akan diperoleh pembayarannya Kembali oleh pemerintah. Realisasi belanja Provinsi
Yogyakarta pada tahun 2021 adalah sebesar 37.188.614.109 atau 93,59% dari anggaran
belanja sebesar 39.734.364.969.

4. Penyajian

Penyajian Laporan Realisasi Anggaran menggunakan Laporan Realisasi Fisik dan


telah sesuai dan mencapai target dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah
(PSAP) No. 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2010.

5. Pengungkapan

Terdapat beberapa akun yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah


Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2021 adalah:

1) Belanja Operasi
Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Berdasarkan Pasal 56
Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, Belanja operasi yaitu Belanja Pegawai dan Belanja
Barang dan Jasa

2) Belanja Modal

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan
aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi. Mengacu pada
Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, ketentuan terkait Belanja Modal
diatur sebagai berikut:

a) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan


dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya.
b) Dalam hal tidak memenuhi kriteria batas minimal kapitalisasi aset tetap
dianggarkan dalam belanja barang dan jasa. Batas minimal kapitalisasi aset tetap
diatur dalam Perkada.
c) Aset tetap dianggarkan belanja modal sebesar harga perolehan. Harga perolehan
merupakan harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait
dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan.
d) Kelompok belanja modal dirinci atas jenis, yaitu belanja tanah, belanja peralatan
dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi dan jaringan,
belanja aset tetap lainnya.
e) Belanja modal aset lainnya digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang tidak
memenuhi kriteria aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan
nilai tercatatnya.
3.2 Interpretasi PSAP 02 pada Pemerintah Kota Yogyakarta
1. Pengakuan (Identifikasi)

Dalam pengakuan Laporan Realisasi Anggaran pada Pemerintahan Kota


Yogyakarta pada tahun 2021 telah sesuai dengan PSAP No.2 dikarenakan pada
Laporan Realisasi Anggaran mencakup beberapa anggaran belanja daerah yaitu
belanja operasi yang terdiri dari beberapa pos yaitu belanja pegawai, belanja barang
dan jasa dan belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan
mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi dan jaringan, belanja aset
tetap lainnya. Pengaruhnya terhadap kualitas informasi akuntansi yang tersaji dalam
laporan realisasi anggaran dapat dikatakan wajar dikarenakan Laporan Realisasi
Anggaran Pemerintahan Kota Yogyakarta telah mencakup pos-pos tersebut.

2. Pengukuran

Dalam pengukuran laporan realisasi anggaran pada Kota Yogyakarta telah


sesuai dengan PSAP No.2 karena pada pengukuran pos-pos Laporan Realisasi
Anggaran menggunakan nilai mata uang rupiah dan menaksir nilai barang dan jasa
tersebut pada tanggal transaksi dan dapat memberikan semua informasi yang relevan
mengenai bentuk dari belanja dan pembiayaan yang diterima. Hal ini berarti
Pengukuran dalam Laporan Realisasi Anggaran yang digunakan Pemerintah Kota
Yogyakarta telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

3. Penilaian

Laporan realisasi anggaran dan persediaan tahun anggaran 2021 Provinsi


Yogyakarta telah sesuai dengan PSAP 02 karena belanja dinilai sebesar nilai tercatat
dan disajikan dalam laporan realisasi anggaran berdasarkan dalam belanja langsung
(belanja modal) dan tidak langsung (belanja operasional)

4. Penyajian

Berdasarkan pada analisis kelompok kami pada penyajian laporan keuangan


disajikan secara wajar dengan adanya laporan realisasi anggaran, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas, neraca dan CALK.

5. Pengungkapan

Dalam pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun


Anggaran 2020 telah sesuai dengan PSAP No.02 karena pada pengungkapan belanja
dan beban terdapat rincian belanja serta penjelasan unsur-unsur belanja yang terdapat
pada CALK.
BAB VI
KESIMPULAN

Dari hasil analisis implementasi PSAP 02 pada pemerintah kota Yogyakarta dapat ditarik
kesimpulan diantaranya:

a. Dalam pengakuannya, laporan realisasi anggaran pemerindah daerah Daerah


Istimewa Yogyakarta dapat dikatakan wajar dikarenakan telah mencakup pos-
pos anggaran belanja daerah.
b. Dalam pengukuran laporan realisasi anggaran pada Kota Yogyakarta telah sesuai
dengan PSAP No.2 karena pada pengukuran pos-pos Laporan Realisasi
Anggaran menggunakan nilai mata uang rupiah dan menaksir nilai barang dan
jasa tersebut pada tanggal transaksi.
c. Penilaian pemerintah daerah Yogyakarta telah sesuai dengan PSAP 02 karena
belanja dinilai sebesar nilai tercatat dan disajikan dalam laporan realisasi
anggaran.
d. Laporan realisasi anggaran disajikan secara wajar dengan ditandai adanya
laporan realisasi anggaran, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, neraca
dan CALK.
e. Pengungkapan yang disajikan oleh pemerintah daerah Yogyakarta telah sesuai
dengan PSAP 02 dikarenakan terdapat rincian belanja serta penjelasan unsur-
unsur belanja yang terdapat pada CALK.

Anda mungkin juga menyukai