Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laba merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia. Setiap individu,

terutama bagi seseorang yang mempunyai suatu usaha, tentu menginginkan laba

yang maksimal. Tetapi seringkali para pelaku usaha hanya memaknai laba sebatas

keuntungan yang identik dengan uang. Laba hanyalah sekedar kelebihan pendapatan

yang dibandingkan dengan pengeluaran. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Hanafi

Mahmud, 2010) yang mengatakan bahwa laba adalah ukuran keseluruhan prestasi

perusahaan yang diukur dengan menghitung selisih antara pendapatan dan biaya.

Apabila pendapatan lebih besar dari beban, maka selisihnya disebut laba. Hal ini

juga sesuai dengan pengertian laba yang tertuang dalam (University,2009), laba

adalah total antara pendapatan yang dikurangi biaya. Menurut (Subramanyam dan

John J, 2012) laba merupakan ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam

periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Serta informasi

perusahaan yang paling diminati dalam pasar uang.

Makna laba menurut akuntansi menggambarkan kondisi surplus keuangan

perusahaan (Lowe, A., Nama, Brayer, et al. 2020), akan tetapi deskripsi terhadap

kondisi surplus keuangan telah 22 mengalami pergeseran makna bahkan dapat

dikatakan sebagai sebuah ketidak stabilan pemahaman (Setyowati, 2018).

Ketidaksesuai makna laba dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, (Setyowati,

2018) berasal dari berbagai macam pola pandang antara lain berasal dari perbedaan

1
pendidikan, pengalaman, profesi, pengalaman, pengetahuan, bahkan budaya yang

dianut dan diyakini seseorang yang terlibat dalam fenomena eksposisi atas makna

laba tersebut.

Fenomena dari penelitian ini adalah, pada tingkat kemakmuran dan status sosial

yang telah dicapai angka rupiah laba yang sama tidak memberi makna yang sama

antara orang yang satu dan yang lainnya. Uniknya dari penelitian ini adalah cara

bisnis keluarga tersebut memaknai laba yang di dapatkan tidak selalu berdasarkan

pada presentase keuntungannya. Melainkan keberkahan yang dapat diperoleh

dengan cara ikhlas dan tulus dalam menjalankan bisnis tersebut. Berbisnis

merupakan marwah manusia didalam kehidupan, dan berbisnis tidak bisa dilepaskan

dari kehidupan manusia. Jika ditelaah lebih dalam maka akan dapat disimpulkan

bahwa apabila laba meningkat maka yang diuntungkan adalah pemilik modal,

karena laba akan ditambahkan pada modal. Pada sisi lain Allah SWT telah dengan

tegas mengatakan bila manusia hanya menginginkan keuntungan dunia, maka

keuntungan tersebut hanya akan ditambahkan meskipun dalam jumlah yang sedikit

menurut ukuran Allah. Artinya keuntungan perusahaan sebaiknya tidak hanya

menambah modal perusahaan saja, namun sebaiknya juga bermanfaat bagi

kemaslahatan umat bahkan bagi alam raya ini. Dengan itu ada cara tersendiri

manusia dalam memaknai laba yang berbeda.

Penelitian terdahulu, (Paranoan, 2020) melakukan penelitian dengan hasil

penelitian menunjukan bahwa selama ini laba seringkali hanya ditinjau berdasarkan

penambahan laba materi belaka, yang diperlukan untuk menilai perubahan potensial

sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Padahal laba juga

2
mengenai konsekuensi lain atas penyelenggaraan perusahaan bisnis, seperti

pertanggungjawaban setinggi-tingginya terhadap lingkungan alam di sekitar bisnis

itu dijalankan, termasuk terkait aspek sumber daya karyawan, aspek kepemimpinan,

serta aspek persaingan dalam dunia bisnis. Maka makna laba bagi pemilik adalah

laba materi, laba kepuasan dan laba sosial. (Paranoan, 2020), Dengan hasil penelitian

menunjukan bahwa laba dalam masyarakat umum adalah keuntungan yang di

anggap merupakan selisih lebih dari pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya yang

dikeluarkan.

(Tiswiyanti et al., 2018) melakukan penelitian dengan hasil penelitian

menunjukan bahwa pedagang kaki lima memiliki pemahaman makna laba atau

keuntungan yang terbentuk dari pengalaman mereka selama menjalankan usahanya

dengan makna yang sama dan bahasa yang berbeda. Tetapi secara konsep dapat

dikatakan penentuan laba yang dilakukan sudah sejalan dengan teori bahwa laba

merupakan selisih antara pendapatan dan biaya. Laba bermakna sebagai sebuah

keuntungan. Keuntungan cenderung diartikan sebagai kombinasi antara pendapatan

dan pengeluaran yang disebut excess.

Tetapi ada peneliti yang menyebutkan makna laba di luar material makna laba

yang diuraikan (Setyowati, 2018) melakukan penelitian dengan hasil penelitian

menunjukan bahwa laba memiliki makna denotasi dan konotasi. Laba tidak hanya

mengandung unsur materialisme, tidak hanya sebagai bentuk kapitalisme, namun

laba juga mengandung unsur-unsur humanisme. Realitas para akuntan menghasilkan

persepsi bahwa laba adalah hasil penandingan (matching) antara penghasilan dan

beban. Berbeda dengan kondisi tersebut, realitas non akuntan justru lebih banyak

3
menunjukkan aspek humanisme. Persepsi tersebut semuanya memiliki kebenaran

masing-masing. Hal ini disebabkan realitas yang diacu para informan juga berbeda.

Dengan demikian kita mengetahui bahwa makna dari “teks” laba tidak stabil.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada

objek penelitian. Jika peneliti sebelumnya meneliti mengenai makna laba terhadap

perusahaan yang menghitung keuntungan yang didapatkan, maka peneliti ini akan

fokus terhadap makna laba bagi bisnis keluarga dalam prespektif islam yang

berpedoman terhadap Al-Qur’an dan hadis. Perbedaan terhadap objek penelitian ini

dapat mempengaruhi perbedaan pemaknaan, mengingat perbedaan lingkungan dapat

mempengaruhi persepsi seseorang.

Objek pada penelitian ini berada di Desa Batu Kerbuy Kecamatan Pasean

Kabupaten Pamekasa Madura. Laba yang muncul dari konsumsi seseorang

sesungguhnya atas barang dan jasa yang menghasilkan kesenangan batin dan

kepuasan atas keinginan di mana laba ini tidak diukur secara langsung, tetapi dapat

diproyeksikan oleh laba sesungguhnya. Laba sesungguhnya merupakan pernyataan

atas kejadian yang meningkatkan kesenangan batin, dimana ukuran laba ini adalah

biaya hidup. Untuk laba uang, diartikan bahwa laba ini menunjukkan semua uang

yang diterima yang digunakan untuk konsumsi guna membiayai hidup. Laba

seringkali pula disebut dalam banyak bahasa. Namun, dalam penerjemahannya,

biasanya banyak kata yang memiliki arti yang sama sehingga pengertian terhadap

kata tersebut menjadi ambigu dan banyak arti. Maka dari itu peneliti berfokus

terhadap penelitian tentang Makna Laba Bagi Bisnis Keluarga Dalam Perspektif

Islam (Studi Kasus Pada Bisnis Keluarga Kerupuk Gambir Ibu Maryam).

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana makna laba bagi bisnis keluarga dalam perspektif islam?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah. Mengenalisis makna laba bagi bisnis keluarga dalam perspektif islam.

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan informasi

mengenai makna laba bagi bisnis keluarga dalam perspektif islam, sebagai acuan

untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan.

2) Manfaat praktis

a) Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang

berarti bagi ilmu pengetahuan, terutama akuntansi dan bidang keilmuan

yang berkaitan dengan laba, serta memberikan pengetahuan mengenai

cara mengoptimalisasi laba.

b) Manfaat Bagi pelaku Bisnis Keluarga

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu bagi

pelaku Bisnis keluarga dalam memaknai laba dalam perspektif islam dan

memberikan saran dalam penentuan laba pada bisnis keluarga.

Anda mungkin juga menyukai