Anda di halaman 1dari 37

TEORI AKUNTANSI

LABA DAN EKUITAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori


Akuntansi Yang Dibina Oleh
Ibu Dinda Amelia K, S.E., M.S.A

Disusun Oleh :

Anggraeni Herlina (1703101098)


Guntur Dwi Haryono (1703101102)
Devi Mega (1703101103)
Alda Risqi (1703101115)

KELAS 6E AKUNTANSI

UNIVERSITAS PGRI MADIUN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2020
KATA PENGANTAR

Puji  dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-
Nyalah kami dapat merampungkan makalah yang berjudul Teori akuntansi dan perumusannya.
 Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen kami, Ibu Dinda Amelia K, S.E., M.S.A
yang telah memberi tanggung jawab kepada kami untuk menyusun makalah ini. Tak lupa kami
juga berterima kasih kepada teman- teman mahasiswa Fakultas Ekonomi khususnya jurusan
akuntansi yang telah banyak membantu dan memberikan bantuan.
Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dalam membantu mahasiswa tahun ajaran
berikutnya agar dapat memahami materi mengenai kewajiban lancar, kontinjensi, dan
penggajian.

Madiun, 1 Mei 2020 

Kelompok 3  
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Dalam buku-buku teks akuntansi (khususnya teori akuntansi), istilah income pada
umumnya dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga istilah laba lebih menggambarkan apa
yang dimaksud income dalam buku-buku tersebut. Laba dalam teori akuntansi biasanya
lebih menunjuk pada konsep yang oleh FASB disebut dengan laba komprehensif.

Masalah yang paling rumit berkaitan dengan laba adalah menentukan konsep laba secara
tepat untuk pelaporan keuangan sehingga angka laba merupakan angka yang bermakna baik
secara intuituf maupun ekonomik bagi berbagai pemakai statemen keuangan. Pemaknaan
atau pendefinisian laba mempunyai implikasi terhadap pengukuran dan penyajian laba.
karena akuntansi secara umum menganut konsep kos historis, asa akrual dan konsep
penandingan, laba akuntansi yang sekarang dianut dimaknai sebagai selisih antara
pendapatan dan biaya. Sementara itu, pendapatan dan biaya diukur dan diakui melalui
prosedur tertentu sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut modal. Ekuitas mengandung


unsur kepemilikan (ownership), untuk organisasi nonprofit ekuitas disebut dengan aset
bersih (net assets) untuk menghindari kesan adanya pemilikan. Karena konsep kesatuan
usaha memisahkan antara manajemen dan pemilik, informasi tentang ekuitas pemegang
saham menjadi sangat penting karena hal tersebut menunjukkan hubungan antara perusahaan
(perseroan) dengan pemegang saham. Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Indonesia
(2002), misalnya, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam pasal 49 mendefinisi ekuitas
sebagai berikut: "ekuitas adalah  hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua
kewajiban".

Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah


menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efisiensi dan
kepengurusan (stewardship) manajemen. Tujuan suatu perusahaan dalam jangka panjang
adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar
sahamnya (Fama, 1978). Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai
perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim
keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen. Hasil penelitian lain dengan
menggunakan sampel perusahaan-perusahaan di USA menunjukkan pengaruh kondisi
tertentu terhadap kuatnya hubungan antara harga saham dan laba serta relevansi nilai
variabel-variabel akuntansi lain seperti nilai buku ekuitas, arus kas operasi (Luciana 2007)
dalam Yenti Y.E. dan Syofyan, E.(2013). Nilai buku ekuitas adalah nilai buku aset dikurangi
dengan nilai buku kewajiban pada awal tahun dibagi dengan jumlah saham umum yang
beredar (Ely dan Waymire, 1999; Aboody et al, 2002 dalam Naimah dan Utama, 2006:11).

b. Rumusan masalah
1. Untuk mengetahui definisi atau pengertian tentang laba?
2. Untuk mengetahui apa saja karakteristik laba?
3. Untuk mengetahui konsep laba akuntansi dan ekonomi?
4. Apa pengertian ekuitas?
5. Apa tujuan penyajian ekuitas?
6. Apa saja komponen ekuitas?
7. Bagaimanakah teori ekuitas?

c. Tujuan
1. Memahami definisi dan konsep laba
2. Dapat membedakan konsep laba menurut ekonomik atau akuntansi
3. Mengetahui pengertian ekuitas.
4. Mengetahui tujuan penyajian ekuitas.
5. Mengetahui komponen ekuitas.
6. Mengetahui tentang teori ekuitas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. LABA
1. Tujuan Pelaporan Laba
Dalam keenyataannya, pera pemakai mempunyai konsep laba dan model
pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Apapun pengertian dan cara pengukurannya,
laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain
sebagai :
a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested
capital)
b. Mengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen
c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak
d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara
e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tari" dalam perusahaan public
f. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang
g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus
h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan
i. Dasar pembagian deviden

Teori akuntansi tentang laba akan melibatkan pengukuran dan penyajian laba yang
dapat memenuhi berbagai tujuan di atas. 'ntuk melayani berbagai kebutuhan di atas, ada
dua pendekatan yang harus dipertimbangkan dalam akuntansi laba yaitu satu laba untuk
berbagai tujuan (single income for different purpose) atau beda tujuan beda laba
(different incomes for different purposes). Pendekatan pertama berusaha untuk
memformulasi konsep laba tungga (umum) dan menyajikannya untuk memenuhi
berbagai tujuan secara umum.Inilah pendekatan yang ingin dicapai dalam merekayasa
pelaporan keuangan umum (general purpose financial reporting).

Walaupun teori tentang konsep laba lebih berkaitan dengan pendekatan ini, akuntansi
juga berusaha untuk menyediakan informasi agar tujuan khusus dapat dipenuhi dengan
menyediakan informasi yang memungkinkan pemakai untuk menentukan konsep laba
sesuai dengan kebutuhan spesifiknya. Pendekatan kedua menggunakan berbagai konsep
laba dan menyajikannya secara jelas berbagai konsep laba tersebut secara khusus.
Kebutuhan khusus ini dapat dipenuhi dengan menyertai statement keuangan umum
(khususnya statemen laba rugi) dengan berbagai laporan pelengkap.

2. Konsep Laba Konvensional

Hendriksen dan van Breda (1992) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang
sekarang berjalan (konvensional) masih problematik secara teoritis. Laba akuntansi
mempunyai beberapa kelemahan berikut (halaman 309) :

a. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik dan jelas sehingga laba tersebut
secara intuitif dan ekonomik bermakna
b. Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham biasa atau
residual
c. Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) sebagai pedoman pengukuran laba
masih memberi peluang untuk terjadinya inkonsistensi antar perusahaan
d. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara umum belum
memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga
e. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan kreditor
memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat atau bahkan lebih
bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum menjadi tuntutan yang
mendesak.

Atas dasar tujuan dan kelemahan laba akuntansi di atas, maka berikutnya akan
dibahas dua aspek pokok teori laba, yaitu (1) interpretasi laba dan implikasinya dalam
tataran teori dan (2) lingkup laba atas dasar kegiatan operasi dan teori entitas.

3. Konsep Laba dalam Tatatan Semantik


Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa yang
harus direkatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen laba sehingga laba
bermanfaat dan bermakna sebagai informasi. Pada tataran ini, teori berusaha untuk
menjawab pertanyaan apakah yang harus dipresentasi oleh laba. Pemkanaan laba
akhirnya akan menentukan pemaknaan laba secara sintaktik yaitu pengukuran dan
penyajiannya.
a. Pengukur Kinerja
Karena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam pelaporan
keuangan, dianggap bahwa mereka berkepentingan dengan informasi masa lalu
untuk mengevaluasi prospek perusahaan di masa datang. Kinerja perusahaan
merupakan manifestasi dari kinerja manajemen sehingga laba dapat pula
diinterpretasi sebagai pengukur keaktifan dan keefisienan manajemen dalam
mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran (output)
tertinggi dengan sumber daya tertentu sebagai masukan (input). Bila keluaran atau
sasaran tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah kemampuan mencapai keluaran
tersebut dengan sumber daya terendah (minimum) yang dimungkinkan. Dalam
akuntansi, laba dimaknai dan diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi oleh investor
dalam bentuk kembalian atas investasi (return on investment atau ROI). Bagi
manajemen, efisiensi dapat diinterpretasikan sebagai pengukur efisiensi
penggunaan sumber daya dalam bentuk kembalian atas aset (return on asset atau
ROA). Bagi kreditor, efisiensi dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga (return on
loan atau ROL).
Jadi, laba dapat merepresentasi kinerja efisiensi karena laba menentukan 8OI,
ROA dan ROL sebagai pengukur efisiensi. Karena kegiatan usaha sangat kompleks,
laba dipandang cukup kaya (komprehensif) untuk merepresentasi pengukur
efisiensi. Namun validitas pengukur efisiensi tersebut bergantung pada bagaimana
laba dan tingkat investasi diukur serta dari sudut pandang siapa informasi efisiensi
ditujukan.
b. Konfirmasi Harapan Investor
Perekayasaan pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk
meyakinkan bahwa harapan-harapan investor atau pemakai lainnya di masa lalu
tentang kinerja perusahaan memang terealisasi. Dengan demikian, laba dapat
diinterpretasi sebagai sarana untuk mengkonfirmasi harapan-harapan tersebut.
Asumsinya adalah para investor telah menggunakan segala informasi yang tersedia
secara publik sebagai basis keputusan investasinya melalui prediksi laba. Bila
diasumsi bahwa pasar cukup efisien, laba yang diprediksi investor harus mendekati
atau sama dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini terjadi, laba merupakan sarana
untuk mengkonfirmasi harapan investor dan investor diharapkan tidak bereaksi
terhadap pengumuman laba.
c. Estimator Laba Ekonomik
Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang lebih
bermakna secara ekonomik daripada sekedar kenaikan atau penurunan kas dalam
suatu periode. Angka laba akan bermakna kalau ia merepresentasi perubahan
kemakmuran (wealth) atau pen$iptaan nilai (value creation) sebagai hasil kinerja
ekonomik suatu kesatuan usaha. Secara teknis, perubahan kemakmuran atau nilai
diwujudkan dalam kegiatan produktif (menghasilkan barang dan jasa).
Perekayasaan akuntansi mengharapkan bahwa laba akuntansi akan mendekati
laba ekonomik atau paling tidak merupakan estimator yang baik untuk laba
ekonomik. Artinya, perubahan laba akuntansi diharapkan merefleksi pula
perubahan ekonomik perusahaan. Dengan demikian, laba akuntansi masih tetap
bermanfaat bagi investor yang mungkin lebih berkepentingan dengan laba
ekonomik
Laba akuntansi adalah laba dari kacamata perrekayasa akuntansi atau kesatuan
usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif dan
terandalkan. Oleh karena itu, laba akuntansi didasarkan pada data yang telah terjadi
bukannya data hipotesis yang dapat berupa kos kesempatan (opportunity cost).
pengetian ekonomik dari segi akuntansi adalah kelayakan ekonomik (economic
resonableness) jangka panjang dan bukan penilaian ekonomik (economic valuation)
jangka pendek. Oleh karena itu, depresiasi dalam akuntansi merupakan proses
alokasi dan bukan proses penilaian.
Sementara itu, laba ekonomik adalah laba dari kacamata investor karena
keperluan untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal bersifat
subjektif bergantung pada karakteristik investor. Dalam menilai investasinya,
investor selalu mendasarkan diri pada kos kesempatan yang diwujudkan dalam
bentuk tingkat pengembalian pasar (market rate of return). Dengan demikian, laba
dimata investoradalah tingkat kembalian internal (internal rate of return) aliran-
aliran kas masa datang yang dapat dihasilkan seandainya investor menanamkan
asetnya di tempat lain (kos kesempatan). Di mata investor, penilaian aset lebih
banyak didasarkan informasi pasar yang berubah-ubah setiap saat dan depresiasi
dipandang sebagai proses penilaian aset (penurunan nilai).
Perbedaan sudut pandang di atas, menjadikan laba akuntansi berbeda dengan
laba ekonomik. Hendriksen dan van Breda (1992, 316) menyederhanakan
perbedaan laba akuntansi dan ekonomik atas dasar konsep depresiasi. Laba
akuntansi dihitung atas dasar depresiasi akuntansi (alokasi) dan laba ekonomik
dihitung atas dasardepresiasi ekonomik (penurunan nilai).
Laba akuntansi juga berbeda dengan laba ekonomik karena konsep dasar yang
dianut. Laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha yang memandang
asset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos historis menjadi basis pengukurannya.
Sementara itu, laba ekonomik dilandasi oleh konsep likuidasi yang melihat asset
sebagai simpanan atau sediaan nilai ( store of value) setiap saat sehingga nilai
sekarang menjadi basis pengukurannya. Dengan demikian, laba dipandang sebagai
perubahan nilai dalam suatu periode.
Jadi, dari beberapa aspek, laba akuntansi memang dan harus berbeda dengan
laba ekonomik. Namun, laba akuntansi diharapkan dapat menjadi estimator atau
indikator laba ekonomik. Berikut adalah ringkasan perbedaan antara laba akuntansi
dan laba ekonomik :

Aspek Pembeda Laba Akuntansi Laba Ekonomik


Sudut pandang pemaknaan Perekayasaan akuntansi, Pemegang saham
penyusunan standar atau
penyusunan statemen
keuangan
Dasar pengukuran kos historis Kos kesempatan, nilai pasar,
nilai likuidasi
Pengertian “ekonomik : Kelayakan ekonomik jangka Penilaian ekonomik jangka
panjang pendek
Makna depresiasi Alokasi kos Penurunan nilai ekonomik
Unit pengukur Rupiah nominal Daya beli
Sasaran pengukuran atau Laba uang/nominal Laba real
sifat laba
Konsep dasar yang Kontinuitas usaha, asas Likuidasi, nilai tunai
melandasi akrual
Fungsi asset Sisa potensi jasa Simpanan/sediaan jasa
Karena reliabilitas menjadi sasaran akuntansi, akuntansi tidak harus menentukan
laba ekonomik yang subjektif. Akan tetapi, akuntansi harus berusaha untuk
menyajikan dan memformulasi laba akuntansi yang dapat membantu investor dalam
menentukan laba ekonomik sesuai dengan persepsi para investor. Jadi, akuntansi
cukup menyediakan informasi laba dan aliran kas yang layak dan menyerahkan
semua analisis dan perhitungan laba ekonomik kepada investor atau pemakai
lainnya.

4. Makna Laba

Dalam praktiknya fungsi akuntansi adalah melakukan pengukuran kinerja atau


prestasi management perusahaan. Produk akuntansi yaitu laporan keuangan diharapkan
dapat memberikan tolak ukur secara jelas terhadap prestasi perusahaan. Banyak faktor
dalam laporan keuangan yang dapat menjadi tolak ukur, salah satu faktor yang
digunakan adalah pengukuran income atau laba. Laba merupakan elemen penting yang
menjadi perhatian para pemakai laporan keuangan karena diharapkan laba cukup besar
untuk menunjukkan kinerja perusahaan dinilai baik secara keseluruhan.

a. Laba dan Kapital


Kapital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada saat tertentu,
sementara laba dapat diasosiasi dengan aliran kemakmuran. Jadi, laba adalah aliran
potensi jasa yang dapat dinikmati dalam kurun waktu tertentu dengan tetap
mempertahankan tingkat potensi jasa mula-mula.
b. Konsep Pertahanan Kapital
Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas berhak mendapatkan kembalian
imbalan atau return dan menikmati iya setelah kapital dipertahankan keutuhannya
atau pulih seperti sedia kala. Konsep ini mempunyai arti penting dan konsekuensi
dalam beberapa hal yang saling berkaitan, sebagai berikut :
1. Membedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi.
2. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti luas
dengan transaksi pendanaan dari pemilik.
3. Menjamin agar laba yang dapat didistribusikan tidak mengandung pengembalian
investasi.
4. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian kapital untuk mempertahankan
kemampuan ekonomi.
5. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar pemikiran untuk menentukan
tingkat kapital pada saat tertentu.
6. Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban secara penuh dalam
pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan mendekati angka laba
ekonomi.

Atas dasar uraian di atas, laba kemudian didefinisikan secara umum, formal dan
semantik sebagai berikut : Laba adalah tambahan kemampuan ekonomi yang ditandai
dengan kenaikan kapital dalam suatu perioda yang berasal dari kegiatan produktif
dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau ditarik oleh entitas penguasa/pemilik
kapital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik kapital mula-mula (awal periode).

5. Konsep Laba dalam Tataran Sintatik


Makna semantik laba yang dikembangkan pada akhirnya harus dapat dijabarkan dalam
tataran sintaktik. Salah satu bentuk penjabarannya adalah mendefinisi laba sebagai
selisih pengukuran dan penandingan antara pendapatan dan biaya. Konsep laba dalam
tataran sintatik membahas mengenai bagaimana laba diukur, diakui, dan disajikan.
Terdapat beberapa kriteria atau pendekatan dalam konsep ini, yaitu pendekatan transaksi,
pendekatan kegiatan dan pendekatan pemertahanan kapital.
a. Pendekatan Transaksi
Dalam pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya transaksi dan
kemudian terakumulasi sampai akhir periode. Pengukuran dan pengakuan laba juga
akan paralel dengan kriteria pengakuan pendapatan dan biaya. Pengakuan laba atas
dasar pendekatan ini sama dengan pengakuan pendapatan atas dasar kriteria
terealisasi dan sama dengan pengakuan biaya atas dasar kriteria konsumsi manfaat.
Pendekatan ini memiliki berbagai keunggulan misalnya jumlah rupiah aset dan
kewajiban secara otomatis tersedia pada akhir periode serta perubahan aset dan
kewajiban merupakan perubahan nilai yang diakui secara objektif.
b. Pendekatan Kegiatan
Pada pendekatan ini , laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya
kegiatan atau kejadian, bukan sebagai hasil suatu transaksi pada saat tertentu.
Pendekatan ini mempunyai keunggulan dalam membantu manajemen melakukan
analisis internal. Berbagai konsep laba dapat diciptakan untuk mengukur efisiensi
dan profitabilitas tiap kegiatan/bagian operasi, mengendalikan perilaku manajer
divisi dengan system pengendalian manajemen, dan menentukan kompensasi. Dalam
aplikasinya, pendekatan transaksi dan pendekatan kegiatan tidak berdiri sendiri,
tetapi saling melengkapi. kriteria pendapatan adalah terealisasi dan terbentuk.
Artinya, kedua kriteria harus dipenuhi.
c. Pendekatan Pemertahanan Kapital
Kedua pendekatan yang dibahas di atas sebenarnya mengikuti pendekatan
pendapatan-biaya dalam pengukuran dan penilaian elemen neraca (asset dan
kewajiban). Nilai asset dan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengukuran
pendapatan dan biaya atas dasar penandingan. Dengan konsep pemertahanan kapital,
laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapital pada dua titik waktu yang
berbeda. Dengan konsep ini, elemen statement keuangan diukur atas dasar
pendekatan asset-kewajiban. Jadi, dapat dikatakan bahwa laba adalah perubahan atau
kenaikan kapital dalam suatu periode.
6. Pengukuran atau Penilaian Kapital
Pengukuran kapital pada dua titik waktu menimbulkan masalah konseptual karena
dengan berjalannya waktu beberapa hal yang bersifat ekonomik berubah dan harus
dipertimbangkan yaitu unit atau skala pengukur dan dasar pengukuran.Hal lain yang
menentukan cara menilai kapital adalah jenis kapital (fisis atau finansial) dan dasar
penilaian.
a. Jenis Kapital
Pengertian kapital harus dilihat dari sudut pandang pihak yang menguasai kapital
tersebut, dalam hal ini terdapat dua jenis konsep kapital, yaitu kapital financial dan
fisis:
1. Kapital finansial
Kapital finansial adalah klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang
melekat padanya tanpa memperhatikan wujud fisis klaim tersebut, tapi jika
kapital tersebut berwujud fisis, itu merupakan instrument atau asset finansial.
pada umumnya, kapital finansial adalah kapital yang dikuasai pemegang saham
atau obligasi. Dengan konsep ini, laba atas kapital finansial akan timbul bila
jumlah rupiah klaim finansial pada akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah
klaim finansial pada awal periode. Kapital finansial dari sudut badan usaha
adalah jumlah rupiah yang melekat pada asset total badan usaha tanpa
memandang jenis atau komponen asset. Tingkat pengembalian kapital finansial
ini dinyatakan sebagai tingkat pengembalian atas asset total atau ROA, yang
rumusnya sebagai berikut :

Dari sudut pandang kreditor, kapital finansial adalah jumlah pinjaman yang
tertanam di perusahaan. Jumlah rupiah pinjaman ditambah bunga yang menjadi
hak kreditor selama periode merupakan kapital akhir atau laba kreditor.
2. Kapital Fisis
Kapital fisis adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang
dipandang sebagai kapasitas produksi fisis, yaitu kemampuan menghasilkan
barang dan jasa. Kapital fisis secara umum tidak relevan dari sudut pandang
investor dan kreditor. Dengan konsep ini, laba atas kapital fisis akan timbul bila
kapasitas produksi fisis pada akhir suatu periode melebihi kapasitas produksi fisis
pada awal periode. Dalam konsep kapital finansial, pengaruh perubahan akan
diakui sebagai untung atau rugi menahan dan dilaporkan melaui statemen laba-
rugi. Sedangkan dalam kapital fisis, pengaruh perubahan diakui sebagai
penyesuai kapital dan tidak termasuk dalam statemen labarugi.
b. Skala Pengukuran
Skala pengukuran adalah unit pengukuran yang dapat dilekatkan pada suatu objek
sehingga objek tersebut dapat dibedakan besar kecilnya dari objek yang lain atas
dasar unit pengukur tersebut. dalam teori pengukuran, dikenal empat macam skala
pengukuran yaitu kategoris/nominal, ordinal, interval, dan rasio.
1. Skala Nominal
Skala nominal atau skala rupiah nominal adalah satuan rupiah sebagaimana
telah terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya beli dengan berjalannya waktu
akibat perubahan kondisi ekonomik. Karen nilai rupiah dianggap konstan
sepanjang masa, akuntansi atas dasar pengukuran ini sering disebut akuntansi
dengan asumsi nilai rupiah konstan. Pengukuran dengan skala rupiah nominal
lebih menitikberatkan pada jumlah unit rupiah daripada jumlah unit daya beli.
Karena dalam kenyataannya nilai satuan uang berubah karena inflasi, pengukuran
atas dasar skala rupiah nominal mengandung kelemahan.
2. Skala Daya Beli
Skala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala daya beli
konstan merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala rupiah nominal.
Dengan skala ini, rupiah nominal dinyatakan kembali dalam bentuk rupiah daya
beli atas dasar indeks harga tertentu. Perubahan skala pengukuran dari rupiah
nominal ke rupiah daya beli secara substantife tidak berpengaruh terhadap laba
sebagai perubahan nilai ekonomik kapital, yang berubah adalah skala
pengukurannya. Walaupun demikian, pengukuran dengan rupiah daya beli akan
menimbulkan untung atau rugi daya beli, terutama kalau suatu entitas menahan
asset moneter.
c. Dasat atau Atribut Pengukuran
Seperti asset, kapital dapat diukur atas dasar berbagai atribut. Walaupun banyak
atribut atau dasar penilaian yang dapat digunakan, di sini hanya akan dibahas dua
dasar penilaian penting yang berpaut dengan penentuan laba, yaitu kos historis
(historical cost) dan kos sekarang (current cost) yang keduanya merupakan nilai
masukan.
1. Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang
telah tercatat dalam system pembukuan. Kos historis dipilih biasanya karena kos
tersebut objektif dan dapat diuji kebenaranya.
2. Kos Sekarang
Kos sekarang atau kos pengganti atau kos masukan sekarang menunjukkan
jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh
unit usaha untuk memperoleh asset yang sama jenis dan kondisinya atau
penggantinya yang setara. Harga pertukaran harus ditentukan dari pasar barang
yang sekarang digunakan kesatuan usaha sehingga harga pertukaran akan
menggambarkan dengan tepat nilai asset bersangkutan. Kos sekarang berbeda
dengan kos historis bukan karena perubahan harga umum tetapi karena
perubahan selera, teknologi, dan fungsi.
d. Pengkuran Laba dengan Mempertahankan Kapital
Adanya tiga faktor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian) yang
saling berinteraksi menimbulkan berbagai ma$am pendekatan atau basis penilaian
kapital. Tiap pendekatan sebenarnya merefleksikan kombinasi antara ketiga faktor
yang dipertimbangkan. Pendekatan yang dimaksud disini adalah cara atau prosedur
untuk mendapatkan jumlah rupiah kapital dan laba. Berbagai pendekatan penilaian
kapital dan implikasinya terhadap penentuan laba antara lain:
1. Kapitalisasi aliran kas harapan (capitalization of expected cash flow)
2. Penilaian pasar atas asset bersih perusahaan (market valuation of the firm)
3. Setara kas sekarang (current cash equivalen)
4. Harga masukan historis (historical input prices)
5. Harga masukan sekarang (current input prices)
6. Pemertahanan daya beli konstan (maintenance of constant purchasing power )

Penilaian pasar atas perusahaan

Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini dimaksudkan
untuk menghilangkan subjektivitas penyaji laporan keuangan. Penilaian ini
diserahkan kepada pihak lain dengan harapan penilaian tersebut objektif. Untuk
memperoleh nilai kapital yang wajar, dapat digunakan alternatife penilaian yaitu
kapital diukur atas dasar perkalian antara volume saham yang beredar dengan harga
pasar saham pada awal dan akhir periode.

Setara kas sekarang

Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar pengukuran adalah
gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset dikurangi jumlah
rupiah setara tunai semua utang. Penilaian ini berbeda dengan penilaian sebelumnya,
penilaian ini merupakan gunggungan harga pasar tiap jenis aset secara individual.
Walaupun penilaian ini objektif, pasar bebas untuk tiap jenis asset tidak selalu ada
sehingga harga pasar akhirnya juga tidak lebih dari sekedar taksiran (bahkan
mungkin merupakan nilai likuidasi) karena tidak ada barang yang setara di pasar
sebagai pembanding.

Harga masukan historis

Penilaian ini merpakan salah satu pendekatan penilaian dengan nilai masukan.
Penilaian atas dasar harga masukan dilandasi oleh gagasan bahwa kapital dapat
dikatakan telah dipertahankan apabila aset pada akhir perioda (dinilai dengan harga
masukan) sama dengan aset pada awal perioda (juga dinilai dengan harga masukan).
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur berdasarkan
selisih aset bersih awal dan akhir periode yang masing-masing dinyatakan dalam kos
historisnya. Konsep laba dengan pendekatan ini akan sama dengan laba
komprehensif karena laba didefinisi sebagai kenaikan aset bersih selain yang berasal
dari transakasi dengan pemilik.

Harga masukan sekarang

Penilaian ini pada dasarnya sama dengan harga masukan historis kecuali bahwa
dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan akhir dengan
kos masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu. Dengan cara ini, untung atau
rugi penahanan asset akan teridentifikasi dan masuk dalam perhitungan laba.
Pendekatan ini sebenarnya berusaha untuk merinci laba menjadi laba normal yang
menunjukkan kinerja manajemen dan laba semata-mata karena perubahan harga.

Pemertahanan daya beli konstan

Pengukuran dengan daya beli konstan ini basisnya adalah kos historis. Kapital awal
dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli konstan pada indeks dasar tertentu. Laba
yang diukur berdasarkan selisih kapital awal dan akhir akan menggambarkan
tambahan daya beli kapital yang dimiliki perusahaan tanpa ahrus mengurangi daya
beli kapital yang mula-mula.

7. Konsep Laba dalam Tataran Pragmatik


Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan apakah
pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku sebagaimana diarah. Teori
akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap
perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Bila dikaitkan dengan laba, tataran ini
membahas apakah informasi laba bermanfaat atau apakah informasi laba nyatanya
digunakan.
a. Prediktor Aliran Kas ke Investor
Para perekayasa akuntansi (misalnya FASB) berteori bahwa investor dan kreditor
berkepentingan dengan aliran kas yang masuk ke mereka atas investasinya. Aliran kas
yang diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi oleh kemampuan
perusahaan untuk menciptakan kas yang cukup untuk (a) membayar semua kewajiban
pada saatnya, (b) mendanai kepreluan operasi, (c) reinvestasi, (d) membayar bunga,
dan (e) membayar deviden. Oleh karena itu, investor dan kreditor harus memprediksi
kemampuan melaba (earning power ) jangka panjang. Untuk itu, investor dan kreditor
memerlukan informasi laba masa lalu untuk memprediksi laba masa datang. Laba
masa datang menjadi basis bagi investor untuk memprediksi aliran kas masa datang
dari investasinya.
b. Laba dan Harga Saham
Kebermanfaatan laba dapat diukur dari hubungan antara laba dan harga saham.
Bahwa laba merupakan prediktor aliran kas ke investor sebenarnya menunjukkan
bahwa laba menentukan harga saham. Aliran kas masa datang ke investor digunakan
untuk menentukan apa yang disebut nilai intrinsic (intrinsic value) sekuritas atau
saham.
Nilai intrinsic ini pada akhirnya akan menentukan harga pasar saham yang terjadi di
pasar modal pada saat tertentu. Investor atau analis akan membandingkan nilai
intrinsic saham dan harga pasar sekarang (current market price) untuk menengarai
apakah terjadi salah harga (mispricing ). Hubungan antara nilai intrinsic (NI), harga
pasar sekarang (NPS), dan strategi investasi digambarkan sebagai berikut:
Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar sehingga harus dibeli
atau ditahan bila telah dimiliki.
Bila NI< NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga harus
dihindari, dijual bila telah dimiliki atau lakukan short sale.
Bila NI = NPS berarti sekuritas dinilai benar dan terjadi ekuilibrium harga.
c. Perkontrakan Efisiensi
Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian atau
turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas berbagai aspek
dan implikasi hubungan keagenan. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan dalam
bentuk kontrak. Kontrak diakatakan efisien apabila mendorong pihak yang berkontrak
melaksanakan apa yang diperjanjikan tanpa perselisihan dan para pihak mendapatkan
hasil yang paling optimal dari berbagai kemungkinan alternatif tindakan yang dapat
dilakukan agen. Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada
gagasan bahwa kontrak akan efisien kalau laba akuntansi menjadi kriteria dalam
kontrak tanpa memandang aspek semantic (makna) laba tersebut.
d. Pengendalian Manajemen
Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan investor atau
pihak luar lainnya tetapi juga antara pihak internal perusahaan. Dalam tataran
pragmatik, laba digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Laba
mempunyai peran penting dalam suatu sistem pengendalian manajemen (management
control system). Sistem ini dirancang untuk meangarahkan perilaku manajer agar
mereka memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya tetapi pada saat yang
sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga tercapai. Bila hal ini tercapai,
terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan (goalcongruence).
Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal yang
memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan. Jadi, secara
pragmatik, laba akuntansi memang digunakan oleh manajemen. Hal ini memberi
indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat untuk kepentingan atau kontrak internal.
e. Teori Pasar Efisien
Kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian tujuan pelaporan
keuangan. Menurut teori pemakaian angka laba akuntansi secara individual
mempunyai prespektif dan kepentingan berbedabeda, cara ini kurang andal sebagai
bukti mengenai kemenfaatan laba. Cara lain yang dikemukakan oleh Lev (1989)
bahwa pemakai secara bersamaan bertindak seakan-akan menggunakan informasi
tertentu, maka informasi tersebut dianggap bermanfaat. Pasar modal dapat
merepresentasi pemakai inFormasi secara bersama. Bariabel penting pasa modal
adalah harga saham, volume perdagangan saham, pengembalian, dan indeks harga
saham. Oleh karena itu, reaksi pasar modal terhadap informasi dapat digunakan untuk
mengukur atau menguji keberman"aatan in"ormasi. Hubungan antara informasi dan
harga saham dibahas dalam konteks yang disebut efisiensi pasar. Dapat disimpulkan
dari definisi Beaver (1989) dan Jones (1998) yang menunjukkan bahwa efisiensi
pasar harus dikaitkan dengan sistem informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi
dengan segala regulasi yang berlaku dalam lingkup beroperasinya pasar modal.
f. Bentuk Efisiensi Pasar
Terdapat tiga bentuk efesiensi:
1. Bentuk lemah
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh informasi harga dan volume
sekuritas masa lalu. Pelaku dalam pasar ini masih dimungkinkan untuk
memperoleh pengembalian abnormasl dengan memanfaatkan informasi selain
data pasar.
2. Bentuk semi-kuat
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi yang tersedia secara
publik termasuk data statemen keuangan. Hal ini dapat mempengaruhi
ketidakmampuan pengembalian abnormal secara terus-menerus.
3. Bentuk kuat
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi termasuk informasi
privat atau dalam yang tidak dipublikasikan. Hal ini akan mempengaruhi
pengembalian yang berlebihan dalam jangka panjang bahkan tidak
memperolehnya.
g. Laba Sebagai Signal
Laba akuntansi yang diumumkan dari statemen keuangan merupakan salah satu signal
dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal. Penelitian empiris
menunjukkan bahwa laba (per saham) yang diumumkan dari statemen keuangan
mempunyai dampak terhadap harga saham . oleh karena itu, informsi tentang laba
dibutuhkan oleh investor untuk memprediksi laba di masa depan.
h. Pengujian Kandungan Informasi Laba
Laba kejutan merepresentasi informasi yang belum terungkap dalam pasar, sehingga
pasar akan bereaksi pada saat pengumuman. Laba dalam analisis ini biasanya laba per
saham. Oleh karena itu, laba kejutan untuk perusahaan tertetu dapat berbeda-beda
antar investor karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu, return saham
suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van Horne, 1989:26):

Return = R = Deviden + (Harga Akhir-Harga Awa) /Harga Awal

1. Pengujian Asosiasi
Studi asosiasi sering disebut juga studi koefisien respons laba. Koefisien respon
laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau laba kejutan.
Studi empiris menunjukkan bahwa asosiasi ato kolerasi antara laba dan return
tidak sempurna. Alasan pertama, angka laba hanya sebagian kecil faktor yang
mempengaruhi harga saham. Kedua, fluktuasi laba tidak selalu menggambarkan
perubahan ekonomi. Ketiga, laba akuntansi dapat dipengaruhi oleh karakteristik
manajemen. Keempat, investor tidak selalu seragam dalam menginterprestasi
informasi yang tersedia di pasar.
2. Pengujian Peristiwa
Fokus utama dalam pengujian peristiwa adalah pengumuman laba bukan angka
laba. Sehingga, reaksi pasar siukur sebagai return abnormal atau return kumulatif
untuk seluruh sampel perusahaan. Dapat disimpulkan, bahwa laba mempunyai
efek pragmatik terhadap perilaku pasar modal.
8. Laba dan Teori Entitas
Teori entitas (kesatuan) disebut juga dengan teori ekuitas (equity theory) karena berkaitan
dengan penentuan siapa yang dianggap paling berkepentingan dengan suatu kegiatan
ekonomik sehingga pihak tersebut berhak untuk menikmati laba. Teori entitas selalu
dikaitkan dengan pelaku kegiatan ekonomi yaitu manajemen, karyawan, investor,
kreditor, pemerintah, dan entitas lain yang terlibat.dampak dari teori ini adalah tentang
tujuanpelaporan keuangan dan bentuk atau susunan statement laba-rugi (income
statement ).
a. Entitas Usaha Bersama
Yang menjadi pusat perhatian akuntansi adalah kegiatan bersama yang
melibatkan berbagai pihak sebagai bagian dari kegiatan ekonomi. Semua pelaku
ekonomi menanggung usaha bersama sehingga mereka disebut secara bersama
sebagai pemegang pancang (stakeholders) dan perusahaan berfungsi sebagai alat
pengikat, pancang, atau pusat (nexus). Sudut pandang ini dilandasi gagasan bahwa
perusahaan yang besar memiliki fungsi institusi sosial yang mempengaruhi ekonomi
yang luas dan kompleks sehingga darinya dituntut pertanggungjawaban sosial.
Sebagai institusi sosial, perusahaan harus menunjukkan kontribusi ekonomi
terhadap masyarakat luas. Semua pelaku ekonomi memiliki peran dalam menciptakan
nilai tambah (value added atau added value) akibat kegiatan usaha tersebut. Para
stakeholder berhak mendapatkan bagian dari nilai tambah tersebut. Dari sudut
pandang tersebut, laba diartikan sebagai seluruh jumlah nilai tambahan (kenaikan
kemakmuran) yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi secara bersama dikurangi
cost material dan mesin/peralatan (bahan baku, overhead nontenaga kerja dan
depriasi). Jumlah rupiah yang dibayarkan kepada pelaku ekonomi bukan merupakan
biaya tetapi merupakan distribusi laba (nilai tambah) atau pembagian laba dan
statemen laba-rugi harus disusun dengan pendekatan nilai-tambahan untuk
mencerminkan karakteristik perusahaan sebagai institusi sosial. Untuk mengukur
laba, jumlah rupiah penjualan dikurangi dengan cost bahan baku dan overhead
nontenaga kerja karena keduanya merupakan nilai-tambahan yang timbul oleh
institusi sosial lainnya yang ditransfer ke kesatuan usaha bersama.
Makna depresiasi memun$ulkan masalah teoritis karena ada perbedaan mengenai
perlakuan depresiasi yaitu sebagai barang transfer (mengurangi nilai-tambahan) atau
sebagai reinvestasi (distribusi nilai-tambahan). Pendukung depresiasi sebagai
pengurangan nilaitambahan berpendapat depresiasi harus dimasukkan dari
perhitungan nilai-tambahan karena nilai-tambahan tercipta dengan kontrisbusi
fasilitas fisik yang dibeli dari kesatuan lain (plant and equipment) sehingga
depresiasinya harus dikurangkan terhadap penjualan untuk menunjukkan nilai-
tambahan bersih oleh kesatuan usaha bersama yang bersangkutan. Pengurangan
depresiasi untuk nilai-tambahan juga sesuai asas akrual dan konsep dasar
perbandingan.
Sedangkan pendapat lainnya berpendapat pengurangan depresiasi untuk mendapat
nilai-tambahan mengurangi makna sebenarnya dari nilai-tambahan. Selain itu nilai-
tambahanjuga akan kehilangan objektivitasnya karena depresiasi adalah angka
taksiran. Depresiasi tidak dikurangkan karena jumlah rupiah pembelian fasilitas fisik
dari kesatuan lain telah diakui sebagai nilai-tambahan oleh kesatuan lain tersebut.
Oleh karena itu, depresiasi harus dianggap sebagai distribusi laba untuk
mempertahankan kapasitas produktifaset yang dikuasi oleh kesatuan usaha bersama
dan untuk membatasi jumlah yang dapat didistribusi kepada para stakeholder.
b. Entitas Usaha atau Bisnis
Pada teori entitas usaha atau bisnis perusahaan dipandang sebagai orang atau
badan usaha sendiri, bertindak atas nama sendiri, serta terpisah dari investor, kreditor,
dan pihak eksternal lainnya. Perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi dan
menjadi subjek laporan. Laba dipandang sebagain kenaikan aset karena pendapatan
dianggap sebagai aliran masuk (kenaikan aset) dan biaya sebagai aliran keluar aset
(penurunan aset) akibat kegiatan operasi perusahaan. pemilik, kreditor, pemerintah
serta pelaku lainnya diperlukan sebagai pihak luar. Oleh karenanya jumlah rupiah
yang didistribusi ke mereka diperlakukan dengan biaya. Transaksi modal (dengan
pemilik) tidak dipisahkan dengan transaksi operasi.

Persamaan Akuntansi pada teori ini adalah Aset = Ekuitas

Karena pemegang saham memiliki kedudukan yang sama dengan kreditor, utang
merupakan keharusan kesatuan usaha kepada kreditor bukan keharusan pemegang
saham. Klaim dari pemegang saham diperlakukan sebagai keharusan kesatuan usaha
kepada pemegang saham sehingga bunga dan dividen keduanya merupakan biaya.
Statemen keuangan merupakan pertanggungjawaban entitas usaha kepada pemegang
ekuitas untuk memenuhi kewajiban hukum dan menjaga hubungan baik karena
gagasan bahwa kesatuan usaha bertindak dengan nama sendiri dan bukan atas
pemegang saham atau kreditor. Teori ini sering disebut sudut pandang entitas baru
atau kontemporer (new or contemporary view ofentity).

c. Entitas Investor
Investor yang dimaksud pada teori entitas investor adalah penyedia dana utama
perusahaan yaitu kreditor (jangka panjang) dan pemegang saham (preferensi dan
biasa). Pada teori ini kedua kelompok dipandang sebagai mitra manajemen
(management associates) dimana perusahaan melalui manajemen bertindak atas nama
investor. Dan oleh karenanya laporan keuangan harus dilaksanakan untuk
kepentingan kedua kelompok tersebut. Bersamaan akuntansinya adalah sebagai
berikut:

Aset - Utang jangka pendek = Ekuitas investor

Laba diartikan sebagai jumlah yang menjadi hak investor. Sebagai konsekuensi,
bunga kepada kreditor jangka panjang dan dividen kepada pemegang saham bukan
merupakan biaya tetapi lebih merupakan distribusi laba. Pajak berstatus sebagai
biaya bagi investor. Bunga dan deviden merupakan pembagian laba bukan biaya.
Teori ini disebut juga sudut pandang entitas tradisional (traditional view of entity).

d. Entitas Pemilik
Teori entitas ini memandang pemegang saham (biasa dan istimewa) sebagai pemilik
(proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Kreditor dianggap sebagai pihak
luar. Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen. Aset menjadi milik pribadi
pemegang saham sehingga utang merupakan keharusan pemegang saham. Artinya,
pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan utang. Dengan
sudut pandang ini, asset bersih menjadi perhatian utama bagi pemegang saham. Teori
ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut ini :

Aset- Kewajiban = Ekuitas

Kreditor, pemerintah, dan pihak atau entitas lain (bahkan manajemen) dianggap
sebagai pihak luar pemilik sehingga semua kos yang dikorbankan yang bersangkutan
dengan pihak tersebut (misalnya gaji, bunga, dan pajak) akan dianggap sebagai biaya
bukannyadistribusi laba. Laba dalam teori entitas ini adalah selisih pendapatan dan
biaya yang menjadihak akhir pemilik.

e. Entitas Pemilik Residual


Konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa sebagai pusat perhatian
akuntansi. Dalam pendekatan ini, pemilik adalah pemegang saham biasa. pemegang
saham istimewa dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen untuk mereka
dipandang sebagai biaya. Teori ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi
berikut ini :

Aset- Ekuitas spesifik = Ekuitas Residual

Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah utang dan ekuitas saham
istimewa. Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah
pihak yang akhirnya menanggung resiko ketidakpastian masa datang tetapi juga
menikmati segala pengembalian setelah pihak yang lain terpenuhi haknya. Laba dan
laba persaham untuk pemegang saham biasa menjadi in"ormasi penting yang harus
disajikan dalam statement laba-rugi.

f. Entitas Pengendali
Konsep ini tidak secara langsung berkaitan dengan makna laba tetapi lebih berkaitan
dengan penyajian data akuntansi secara keseluruhan. Teori ini menitiberatkan
pandangannya kepada pihak yang mengendalikan sumber ekonomi perusahaan tanpa
memperhatikan pemilikan seperti konsep kesatuan yang lain. pengendalian hanya
dapat dilakukan oleh manusia dan oleh karenanya siapa yang mengendalikan harus
diidentifikasi dan kemudian akuntansi memusatkan perhatiaanya pada para
pengendali. Implikasi konsep ini hampir sama dengan implikasi konsep kesatuan
usaha. Dengan teori ini, sudut pandang akuntansi adalah manajemen puncak sebagai
pengendali bukan pemilik sehingga neraca dipandang sebagai statement tentang
sumber dan penggunaan dana yang menunjukan pertanggungjawaban manajemen.
g. Entitas Dana
Dana (fund) mempunyai dua pengertian yang saling diracukan. Dana dapat diartikan
sebagai kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan (financial resources) yang
dapat digunakan untuk menandai suatu kegiatan, program, atau projek dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Dana juga dapat berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang
dapat berupa kegiatan, program, atau projek yang didanai dengan aset likuid tersebut.
Teori entitas dana dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

Aset = Pembatasan penggunaan aset

Konsep ini berpaut dengan organisasi nonprofit khususnya organisasi


kepemerintahan. Untuk unit organisasi kepemerintahan, interpretasi terhadap
persamaan di atas bergantung apakahunit tersebut mengelola aset (keuangan negara)
yang dipisahkan dari Anggaran pendapatan dana belanja negara.

9. Penyajian Laba
Penyajian laba berdasarkan masalah konseptual adalah pemisahan pelaporan pos-pos
transaksi dengan pemilik. Pos-pos operasi dalam arti luas dilaporkan melalui statemen
labarugi sedangkan pos-pos yang jelas merupakan transaksi modal dilaporkan melalui
statemen laba ditahan atau statemen perubahan ekuitas.
B. EKUITAS
1. Pengertian
Karena artikulasi harus dipertahankan, ekuitas tidak didefinisi secara semantik tetapi
secara sintaktik. Artinya, ekuitas didefinisi secara mekanik atau protedura dalam
kaitannya dengan elemen-elemen statemen keuangan yang lain. Lebih gasnya, ekuitas
tidak dapat didefinisi secara independen terhadap aset dan ke jiban. Dalam kerangka
dasar Standar Akuntansi Keuangan (2002), misala Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
mendefinisi ekuitas sebagai berikut (pasal 49).
Pengertian Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban. Definisi di atas tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh
FASB dalam SFAC No. 6 sebagni berikut: Equity or net asset is the residual interest in
the assets of an entity that remains after deducting its liabilities. Berbagai sumber yang
lain mendefinisi ekuitas yang tidak berbeda dengan definisi di atas. Ekuitas didefinisi
sebagai hak residual untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan kewajiban. Ini berarti
ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar
aset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan kewajiban
diukur. Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas
dasar kriteria berikut (hlm. 421-423):
a. Hak-hak masing masing pihek atas penyelesaian klaim.
b. Hak penggunaan aset dalam operasi. c. Substansi ekonomik perjanjian. Atas dasar
konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim
atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam pe rusahaan. Akan tetapi,
terdapat dua karakteristik yang melekat pada hak kreditor yaitu
(a) penyelesaian klaim mereka pada tanggal tertentu melalui transfer aset dan
(b) prioritas di atas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal likui- dasi. Jadi,
klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan pada tanggal tertentu sementara
klaim pemegang saham merupakan jumlah residual dan tidak harus diselesaikan atau
dilunasi pada tanggal tertentu. Hak kreditor dan pemilik (pemegang saham) juga berbeda
dalam hal penggunaan aset. Kreditor pada umumnya tidak mempunyai akses dan kendali
dalem penggunaan aset perusahaan. Mereka juga tidak mempunyai hak dalam pengam-
bilan keputusan operasi perusahaan secara langsung. Di lain pihak, pemilik (khususnya
dalam perusahaan perseorangan) mempunyai akses, hak, dan autori- tas untuk
menjalankan perusahaan dan menggunakan atau mengendalikan aset.
2. Komponen Ekuitas Pemegang Saham
Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifika- si
atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran
dipecah menjadi modal saham (capital stock) sebagai modal yuridis (legal capital) dan
modal setoran tambahan (additional paid-in capital), dan komponen lain yang merefleksi
transaksi pemilik (misalnya saham treasuri atau modal sumber perubahan).
3. Tujuan Penyajian Ekuitas
Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh
tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya,
tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi
kepada yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan (stewardship)
manajemen. Tujuan lain adalah menyedinkan informasi tentang riwayat serta prospek
investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya. Informasi tentang kewajihan yuridis
perseroan terhadap para pemegang saham dan pihak lainnya juga merupakan tujuan
penyajian ekuitas pemegang saham ini. Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang
harus disampaikan tentang ekuitas pe- megang saham tersebut minimal adalah:
(1) sumber ekuitas pemegang saham be serta riwayatnya,
(2) peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengembalian modal
setoran kepada pemegang saham, dan
(3) prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya turutan
proteksi).
4. Pembedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Klasifikani ekuitas pemegang naham menjadi modal setoran dan laba ditahan
sebenarnya merefleksi pembedaan atas dasar sumber.
Makin besarnya perusahaan menjadikan ekuitas pemegang saham heruhah tidak hanya
dalam jumlahnya komponen yang inembentuk ekuitas pemegang saham yaitu:
1) jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
2) laba ditahan yang merupakan nisa laha setelah pemhagian dividen
3) jumlah rupiah yang timbul akibat apresiasi/revalhunsi anet fisis tertentu
4) jumlah rupinh donasi dari pihak non pemegang saham
5) sumber lainnya
Laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan
dari akun Ikhtisar Laba-Rugi(Income Summary). Begitu saldo laba ditutup ke laba
ditahan. sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang
saham yang sah.
5. Modal Yuridis
Sebagai pasangan laba ditahan, modal setoran dibedakan menjadi modal yurid dan
modal setoran lain (agialpremium modal saham). Modal yuridis timbul karena ketentuan
hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan
dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain. Bentuk ke tentuan hukum ini adalah
bahwa saham harus mempunyai nilai nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk
menunjukkan hak yuridis.
Modal yuridis merupakan jumlah rupiah "minimal" yang harus disetor oleh investor
sehingra membentuk modal yuridis (legal capital). Ada juga aturan yang menetapkan
balıwa saham tidak dapat dijual di hawah nilai tertentu yang menjadi batas nilai yuridis
sehingga tidak dikenal adanya diskon modal saham. Tujuan penyajian modal yuridis ini
adalah untuk memberi in- formasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang hatas
perlindungan investasinya. Jadi, walaupun secara akuntansi yang menganut konsep
kesatuan usaha, pemisahan ini tidak mempunyai makna ekonomik yang cukup berarti,
secara yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting dan harus diungkapkan dalam
pelaporan keuangan. Akuntansi menganggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak
penting karena akuntansi lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar disetor
pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pe megang
saham. Dalam hal perusahaan berjalan terus, pengungkapan modal yuri dis kemudian
akan berfungsi semata-mata untuk menunjukkan batas jumlah aset yang dapat didistribusi
kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen mau- pun likuidasi modal dan
dianggap hal ini memberi informasi terhadap batas per- lindungan bagi kreditor.
a. Besarnya Modal Yuridis
Dalam hal saham bernilai nominal (par stock), modal yuridis dapat sama dengan
jumlah yang dikenal dengan nama modal sahạm (capital stock). Modal saham
menunjuk jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan nilai nominal
per saham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak
pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jum- lah rupiah yang
disetor/dibayarkan melebihi modal yuridis tersebut.
Dengan dasar pikiran di atas, transfer dari modal petoran ke Iaba ditahan tan- na
alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid. Ini berartu bahwa
modal tidak dapat digunakan sebagai sumber laba ditahan.
b. Perubahan Modal Setoran
Transaksi, kejadian, atau keadaan dapat menyebabkan perübah- an dalam ketiga
komponen tersebut baik secara individual maupun bersamaan. Kalau pembahasan
sebelumnya berfokus pada klasifikasi, pembahasan di sini di- tujukan pada penyebab
perubahan dan manalah teoretis yang barkaitan.
Tujuan utama perekayasaan akuntanni modal setoran ini adalah untuk mem-
bedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat
transaksi modal.
Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah
teoretisnya adalah:
a. Pemesanan saham (stock subscriptions)
b. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar (convertible bonds)
c. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar (convertible stocks)
d. Dividen saham (stock dividends)
e. Hak beli saham, opsi, dan waran (stock rights, options, and warrant)
f. Saham treasuri (treasury stocks)
1. Pemesanan Saham
Pada umumnya, pada saat perseroan didirikan atau pada saat melakukan
penawaran publik perdana (initial public offering atau IPO), perusahaan telah
mene- tapkan apa yang disebut modal dasar (authorized capital stocks). Dengan
sutorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Secara konseptual,
ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah
rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran ha. nya apabila kedua
syarat berikut dipenuhi: (1) Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan
mcrupakan klaim yuri- dis bagi perusahaan lerhadap pemesan dan tidak dapat
dibatalkan. (2) Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda
yang cukup pasti dan tidak terlalu lama.
Syarat (1) menuntut bahwa kosepakatan pemesan merupakan kontrak yang
mengikat sehingga menimbulkan piutang pesanan saham (stock subscription re-
ceivable) bagi penerbit yang kalau tidak dipenuhi maka penerbit dapat menuntut
secara yuridis untuk dilunasi.
Syarat (2) diperlukan agar hak-kewajiban takbersyarat tidak berlaku
sehingga kontrak tidak bersifat eksekutori. Jadi, bila tidak ada kepastian tentang
pelak sanaan transaksi penerbitan maka pemesanan tersebut jelas tidak dapat
diakui sebagai modal setoran.
2. Obligasi Terkonversi
Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karakteristik
bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham blasa atas kehendak
pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Masalah teoritisnya adalah
menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga
nodal saham dan kelebihan di atas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan.
Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:
1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat
penukaran. 2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling
objektif). Dasar pertama mereklasifikasi nilai buku menjadi modal saham dan
premium atau diskun modal saham tergantung kasusnya. Dengan demikian, tidak
ada untung atau rugi yang diakui pada saat transaksi pertukaran tersebut. Esensi
tran- saksi tersebut hanyalah mengubah status jumlah rupiah utang menjadi modal
pemegang saham. Pendekatan didasari konsep kesatuan usaha (business entity
concept) karena kreditor dan pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama
sebagai investor dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran
tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik schingga tidak dapat menimbulkan
untung atau rugi.
Pendekatan kedua memperlakukan selisih antara harga pasar obligasi atau
saham dengan nilai buku obligasi sebagai untung atau rugi. Cara ini dilandasi oleh
konsep kesatuan pemilik (proprictary concept). Perubahan dalam penilaian
obligasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap modal pemegang saham. Akan
tetapi karena harga pasar obligasi merefleksi pula nilai hak tukar, nilai hak tukar
harus ditaksir dan dikeluarkan dari nilai pasar obligasi.
3. Saham Prioritas Terkonversi
Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat
meng gunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendekatan
pertama, nilai nominal saham prioritas plus porsi premium/diskun ditransfer ke
modal pemegang saham dan premium/diskun modal pemegang saham biasa.
Tidak ada un atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut. Ini berarti bahwa
jumlah rupi ah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan saham prioritas
diangran bagni modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa
jula rupiah ini bukan merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai
likuidesi saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi
premiun diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak ditransfer dan
semua ham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi
kejangalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada
caham pricritas yang beredar.
Pendekatan kedua dapat juga diterapkan. Kalau ada selisih antara harga pasar
baik saham biasa maupun saham prioritas, selisih tersebut harus dikompen- sasi
ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan diterimanya kon- sep
kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas perusahaan yang
terpisah atau independen. Ini berarti harga pasar saham biasa yang diperhi-
tungkan dianggap tidak merefleksi hak yang melekat pada laba ditahan. Laba di-
tahan dianggap sebagai penyangga bila ada selisih harga antara dua sekuritas yang
dipertukarkan. Cara ini juga dilandasi oleh pendekatan dua-transaksi (tuo-
transactions approcch) yaitu konversi dianggap sebagai transaksi penebusan
kembali saham prioritas (sehingga sebagian dari harga penebusan yang melebibi
nilai buku dianggap sebagai distribusi laba ditahan) dan transaksi penjualan
saham biasa baru dengan harga pasar yang berlaku. Karena hak tukar melekat
pada saham prioritas pada waktu diterbitkan, perlakuan konversi sebagai satu
transat si (one-transaction approach) seperti pendékatan pertama akan lebih logis.
4. Dividen Saham
Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis
dengan aham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak
disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai
pemecahan sa- bam (stock aplit). Pemecahan saham adalah penurunan nominal
(atau nilai nvataan/stated value) per saham dengan cara menukar tiap satu saham
yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya
merupa an pecahan dari nilai nominal saham semula.
Karakteristik Dividen Saham
Bagi pemegang saham, dividen saham bukan merupakan pendapatan atau
laba. Berbagai teori atau argumen diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen
saham bukan merupakan laba bagi penerimanya. Dari sudut pandang kesatuan
usaha, dividen saham bukan merupakan pem- bagian laba karena tidak ada
penurunan aset perusahaan atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda
dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima karena ada
transfer kemakmuran (wealth) ke pemegang saham.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba
bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwaa laba perseroan juga merupakan labn
pemilik. Oleh karena itu, dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive
eleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya sehingga tidak ada
tambahan kemakmuran. Dividen saham juga huken merupakan laba tetapi sekedar
reklasifikasi ekuitas.
Karena sudut pandang akuntansi adalalı kesatuan usaha, apakah dividen
saham merupakan pendapatan hagi pemegang saham sebenarnya bukan masalah
yang relevan. Yang relevan hagi perusahaan adalah apakah dividen saham
dipandang sehingga reklasifikasi ekuitas dan bila demikian bagaimana kapitalisasi
di- ukur. Kapitalisasi dapat didasarkan atas
(1) nilai nominal atau nilai nyataan dividen yang dihagi,
(2) nilai pasar dividen yang dihagi/diterhitkan, dan
(3) modal setoran per salam ehelum dividen kaham.
Kapitalisasi Atas Dasar Nilai Nominal
Kalau tujunn prnyajian informasi mndal pemegang saham ndalah untuk
menun- jukkan modal yuridis ilegal capital), kapitalisasi dividen saham haruslah
hanya sebesar nilai nominal atau nyatanya, jumlah ini sebesarnya merupakan
jumlah minimal yang harus dikapitalisunluk memenuhi ketentuan yuridis.
Kapitalisasi Atas Dasar Harga Saham
Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai dividen
keduany dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh karena itu, dividen saham
dapat di- andang sebagai pengganti dividen kas karena dividen saham mempunyai
nilai.
Nilai tersebut diukur atas dasar harga saham. Dengan demikian, harga pasar
merupakan dasar yang tepat untuk menentukan kapitalisasi. Berbagai dasar
pikiran mendukung hal ini.
a. Laba ditahan pada dasarnya adalah reinvestasi dari pemegang saham tan- pa
tindakan pernyataan resmi.
b. Transaksi dividen saham dapat dianggap terdiri atas dua transaksi yaitu
pembagian dividen kas dan penerbitan saham baru dengan harga sebesar
dividen kas tersebut.
c. Dari kaca mata perusahaan, jumlah rupiah dividen saham adalah kos
kesempatan penjualan saham baru ke pasar modal.
d. Penggunaan harga pasar (bukan hanya nilai nominal) juga mengurangi kesan
keliru para pemegang saham bahwa masih tersedia laba ditahan yang dapat
didistribusi lagi baik dalam bentuk dividen saham atau kas.
5. Hak Beli Saham
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk
membeli sejumlah saham (proporsional dengan pemilikan). Hal ini biasanya
dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Bila
dividen saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham juga dapat dikapitalisasi
karena hak beli saham dapat dianggap sebagai dividen saham de ngan nilai
sebesar harga pasar hak beli saham.
6. Opsi Saham
Opsi merupakan instrumen yang digolongkan sebagai sekuritas turunan
saham atau derivatif-saham (equity-derivative securities). Disebut turunan karena
ada sekuritas yang melandasi atau menjadi basis (underlying securities). Secara
umum opsi diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham tertentu
yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual kepada investor lain. Terdapat
dua macam opsi yaitu call dan put. Opsi call memberi hak kepada pemegang us-
tuk membeli sejumlah saham dengan harga tertentu (exercise atau strike price)
setiap saat sebelum hak tersebut habis pada tanggal tertenty (expiretion date).
Dengan demikian, masalah akuntansi yang berkaitan dengan opsi saham
karyawan adalah
(1) apakah manfaat yang didapat oleh karyawan dari opsi saham merupakan
kompensasi imbalan tambahan (compenastory stock eption),
(2) kalau merupakan kompensasi tambahan, bagaimana mengukur kempensasi
tersebut, dan
(3) kapan atau dalam periode mana tambahan kompensasi tersebut dapat diakui
sebagai biaya (gaji dan upah).
a. Opsi Saham Nonimbalan
Ada kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk tujuan
meningkatkan karyawan tetapi untuk meningkatkan status karyawan sebagai
pemilik perusahaan dan untuk membantu perusahaan menambah dana.
Program opsi saham yang memang tidak dimaksudkan untuk menambah
penghasilan karyawan tidak dapat kategori sebagai kompensasi tambahan
sehingga harus diakui sebagai biaya.
Tujuan yang terkandung dalam program opsi saham memang sulit untuk
dijadikan dasar untuk menentukan apakah opsi saham bersifat kompensasi
atau nonkompensasi.
APB Opinian No. 25 (pasal 7 ) menentukan bahwa opsi saham dapat
dikategori sebagai nonimbalan/nonkompensasi kalau keempat karakteristik
program opsi saham berikut dipenuhi."
(1) Hampir seluruh karyawan penuh (full-time) yang memenuhi kualifikani
jabatan terbatas boleh berpartisipasi dalam program opsi saham.
(2) Karyawan mempunyai hak membeli saham dalam jumlah yang sama atau
atas dasar persentase tertentu dari gaji atau upah.
(3) Jangka waktu opsi tidak terlalu lama. (4) Harga saham tidak terlalu rendah
dibandingkan dengan harga pasar saham atau harga yang ditawarkan kepada
pihak lain.
b. Opsi Saham Imbalan
Kalau program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi saham
nonimbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi saham imbalan.
Akan tetapi, kalau cacah saham dan harga pengambilan tergantung pada hal-
hal yang akan terjadi di masa mendatang, kompensasi yang diperhitungkan
dan diakui sebagai biaya biasanya adalah selisih harga pengambilan dan harga
pasar pada tanggal pengukuran (measurement date). Tanggal pengukuran
alternatif ini akan ditentukan berdasarkan tanggal yang informasi berikut
diketahui lebih dahulu
(1) banyaknya saham yang dapat dibeli karyawan atau
(2) harga pengambilan, Tidak berarti bahwa karyawan harus mengambil opsi
pada tanggal tersebut.
Alasan pengukuran biaya pada saat opsi ditawarkan atau pada tanggal
alternatif di atas adalah
a. Pada tanggal tersebut kompensasi dapat diukur dengan cukup pasti bagi
bagi perusahaan maupun karyawan.
b. Harga pada tanggal tersebut dapat dianggap merupakan harga kesepakatan
bagi kedua belah pihak sehingga jumlah rupiahnya objektif.
c. selisih harga pada tanggal penawaran opsi tetap dapat dianggap sebagai kos
untuk mencapai tujuan penerbitan opsi,
d. keputusan untuk mengambil opsi saham dapat ditangan karyawan sehingga
perubahan harga naham bukan merupakan kos hagi perusahaan.
7. Waran
adalah efek yang diterbitkan oleh auntu perusahaan yang memberi hak kepada
pemegangnya untuk menesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan
jangka waktu tertentu (pasal 03).
c. Penurunan Modal Setoran
Berbagai sumber perubahan modal setoran yang dibahas di atas bersifat menaikan
atau menambah modal setoran. Pada umumnya lebih banyak faktor yang bersifat
menaikkan modal setoran daripada yang menurunkan modal setoran. Alasannya
adalah bahwa begitu modal disetor dan tertanam dalam perusahaan, modal tersebut
akan menjadi investasi permanen dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham
ingin melepaskan investasinya, pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham
sehingga apa yang dilakukan pemegang saham tidak mempengaruhi operasi ataupun
posisi keuangan perusahaan.
Yang perlu ditekankan adalah bahwa penilaian pasar tidak menjadi alas an kuat
untuk merevisi ekuitas modal pemegang saham tanpa adanya transaksi modal.
d. Perubahan Laba Ditahan
Pemisahan antara transaksi modal dan transaksi operasi harus tetap dipertahankan,
hanya terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi besarnya laba di tahan yaitu
laba atau rugi periodik dan pembagian dividen. Laba yang dipindahkan dari akun
Laba-Rugi (Income Summary) adalah laba yang merupakan selisih seluruh elemen
transaksi operasi dalam arti luas yang disebut laba komprehensif. Transaksi lain yang
dapat mempengaruhi laba ditahan adalah tran yang tergolong dalam transaksi modal
seperti yang diuraikan dalam pembhasan perubahan modal setoran di atas. Pengaruh
beberapa transaksi di atas langsung dimasukkan dalam laba ditahan dan tidak melalui
statemen laba-rugi perioda terjadinya transaksi tersebut karena transaksi tersebut
merupakan transaksi modal.
Namun demikian, terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba
ditahan dalam suatu perioda berubah selain karena transaksi modal tetapi karena
transaksi khusus yaitu:
1. Penyesuaian perioda-lalu (prior-period adjustments).
2. Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya.
3. Pengaruh perubahan akuntansi (accounting changes).
4. Kuasi-reorganisasi (quasi-reorganization).
Masalah teoretis dalam setiap pembahasan hal-hal di atas menjadi penting bila
dihubungkan dengan pelaporan hal-hal tersebut dalam statemen laba-rugi.

a. Penyesuaian Perioda-lalu
Penyesuaian ini sering juga disebut dengan penyesuaian susulan (catch-up
adjustment). Penyesuaian perioda-lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah
rupiah yang mempengaruhi operasi perioda masa lalu (yang baru ditemukan atau
baru dapat diakui dalam perioda sekarang) bukan sebagai pengurang atau
penambah perhitungan laba tahun sekarang (masuk dalam statemen laba-rugi
tahun sekarang/berjalan) tetapi sebagai penyesuai terhadap laba ditahan awal
perioda sekarang. Perlakuan semacam ini dimaksudkan untuk menjadikan laba
ditahan awal perioda sekarang menunjukkan saldo yang semestinya seandainya
jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam perioda yang lalu.
Berberapa pendapat mendukung dan berberapa menolak perlakuan rugi
tersebut sebagai penyesuaian perioda-lalu. Pihak yang mendukung perioda lalu
biasanya mengajukan argumentasi berikut:
 Riwayat perkembangan laba akan menjadi lebih berarti kalau rugi yang
timbul akibat kejadian masa lalu dilaporkan sebagai elemen laba-rugi perioda
yang bersangkutan dan bukan sebagai elemen laba-rugi perioda sekarang
 Perlakuan semacam ini menggambarkan penerapan penandingan pendapatan
dan biaya yang tepat.
Sementara itu pihak yang menolak penyesuaian perioda-lalu mengajukan
argumen sebagai berikut :
 Semua pendapatan, untung, biaya dan rugi yang berkaitan dengan kegiatan
menghasilkan pendapatan harus dilaporkan dalam statmen laba-rugi.
 Pemakai laporan kemungkinan besar tidak akan mengetahui bahwa rugi
tertentu pernah dialami oleh perusahaan kalau jumlah tersebut tidak
dimasukan dalam statmen laba-rugi
Paton dan Littleton termasuk pihak yang menolak penyesuaian perioda-lalu
dengan argumen bahwa statmen laba-rugi harus memuat semua perubahan yang
bersangkutan deng aset. FASB menganut gagasan Paton dan Littleton
menetapkan secara umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan dengan perioda
lalu harus diperlakukan sebagai komponen statment laba-rugi sekarang kecuali
syarat-syarat tertentu dipenuhi yaitu:
1. Dapat diidentifikasi secara tegas sebagai akibat atau dapat dikaitkan
langsung dengan kegiatan-kegiatan bisnis dalam perioda tertentu masa lalu.
2. Tidak timbul akibat pristiwa ekonomik yang terjadi setelah tanggal statment
periode lalu.
3. Sangat bergantung pada ketetapan pihak selain manajemen.
4. Tidak dapat ditkasir atau diantisipasi secara layak sebelum adanya ketatapan
tersebut
Keempat syarat penyesuaian perioda lalu atas sebenarnya merupakan
kecualian dari ketentuan umum yang menyatakan bahwa pos rugi atau laba yang
diakui dalam suatu perioda (termasuk laba-rugi bersyarat) harus merupakan pos
penentuan laba perioda.

b. Koreksi Kesalahan
Sistem akuntansi biasanya sudah dirancang dengan cukup cermat sehingga
kesalahan dalam pencatatan akan segera dapat terdeteksi sehingga dapat segera
dilakukan koreksi. APB Opinion No. 20 paragraf 13 mendefinisikan kesalahan
sebagai berikut.

Errors in financial statments result form mathematical mistakes, mistakes in


application of accounting principles, or oversight or misuse of fact that existed at
the time the financial statments were prepared.

Jadi dapat di sebut kesalahan, suatu jumlah rupiah harus berasal dari
kesalahan hitung, kesalahan aplikasi atau prinsip akuntansi, atau kekhilafan dan
kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia pada saat penyusunan laporan
keuangan.

1. Koreksi sebagai Penyesuai Laba Ditahan

Pendekatan ini disarankan dalam APB No. 20 paragraf 8 yang menyatakan


bahwa kesalahan dalam statament keuangan perioda sebelumnya harus
diberlakukan sebagai penyesuaian perioda-lalu. Metoda ini dapat ditrima dari
sudut pandang neraca saja dan tidak mengganggu kenormalan atau keutuhan
(integrity) berberapa statment laba-rugi berikutnya.

2. Koreksi sebagai Penyesuai Modal Setoran Lain

Patton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang berkaitan


dengan penggunaan aset (aset utilization) dalam perioda-perioda yang lalu
dengan alasan apapun hendaknya dipidahkan dengan premium modal saham.
Untuk menggunakan modal setoran untuk menyerap koreksi atas laba yang
pernah dilaporkan kecuali kalau :

1. Laba bersih di tahun berjalan dan laba ditahan habis.


2. Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapat
persetujuan pemegang saham.
3. Laba ditahan diakumulasikan setelah penyesuaian modal tersebut diberi
tanggal
3. Koreksi sebagai Komponen Statment Laba-Rugi
Patton dan Littleton (1970) mendukung perlakuan ini dengan alsan bahwa
statement laba rugi kumulatif (serial komperatif) yang didasarkan atas
statement-statement terdahulu harus menunjukkan laba-rugi komprehensif
sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal sekarang.
c. Perubahaan Akuntansi
Karena terdapat alasan tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan
kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap konsistensi dalam proses akuntansi
dan pelaporan keuangan yang disebut dengan perubahaan akuntansi. Ada tiga
macam perubahan akuntansi yaitu
1. Perubahaan prinsip atau metoda akuntansi (change in accounting principle or
method)
2. Perubahaan taksiran akuntansi (change in accounting estimate)
3. Perubahaan kesatuan pelaporan (change in the reporting entity)
Penyesuiaan Retroaktif
Metoda ini mengakui pengaruh kumulatif perubahaan dalam laba perioda
yang lalu sebagai penyesuaian perioda-lalu. Ini berarti saldo awal akun laba
ditahan perioda sekarang disesuaikan dengan pengaruh kumulatif tersebut dan
laporan-laporan perioda sebelumnya disusun kembali sesuai dengan perubahaan
tersebut.
Penyesuaian Sekarang
Metoda ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba perioda yang
lalu sebagai komponen dalam menghitung laba periode sekarang (perioda
terjadinya perubahaan)
Penyesuaian Sekaran dan Prospektif
Metoda ini menyeba pengaruh kumulatif perubahaan dalam laba perioda yang
lalu ke perioda sekarang dan berberapa perioda mendatang yang sesuai. Perlakuan
ini didasari dengan argumen akuntansi tidak dapat dihindari dalam proses
akuntansi yang besifat memnuhi kebutuhan dan berkembang.
Aplikasi dalam Standar
Karena setiap metodda diatas mempunyai keunggulan dan kelemahaan
masing-masing, ketentuan umum yang digariskan dalam standar pada umumnya
merupakan kompromi dari ketiga perlakuan diatas bergantung pada sifat dan jenis
perubahan akuntansinya.
d. Kuasi -reorganisasi
Kuasi reorganisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadinya suatu defisit.
PSAK No. 51 pasal 9 mendeskripsikan pengertian kuasi-reorganisasi sebagai
berikut
Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi secarra hukum
yang dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan kewajiban pada
nilai wajar dan mengeliminasi saldo defisit.
Proses kuasi-reorganisasi biasanya terdiri atas langkah-langkah berikut :
1. Aset dan Kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau
nilai wajar pada saat reorganisasi
2. Modal setoran lain atau agio saham harus di tentukan jumlahnya sehingga
cukup besar untuk menutup defisit.
3. Saldo debit laba ditahan dieleminasi dengan cara mendebit agio/premium
modal saham.
Pengaruh Defisit terhadap Kreditor
Setiap defisit akan mengurangi batas perlindungan yang sebelumnya
dinikmati oleh kreditor perseroan dan tingkat pengurangan ini akan menjadi
makin berpengaruh kalau defisit semakin benar.
e. Penyajian Modal Pemegang Saham
Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca
sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perushaaan
mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan dilikuidasi.
Urutan Penyerapan Rugi
Secara umum kos yang telah dikorbankan menjadi biaya akan diserap melalui
aliran pendapattan kotor. Urutan penyerapan biaya rugi, rugi dan rugi luar biasa
yaitu:
1. Pendapatan kotor
2. Laba bersih
3. Laba ditahan
4. Premium modal saham
5. Modal saham
Urutan Menerima Distribusi Aset

Urutan perlindungan menunjukkan siapa yang harus didahulukan dalam


menerima distribusi aset atau siapa yang menanggung segala akibat dalam kasus
perusahaan likudasi. Urutan menerima distribusi aset yaitu:
1. Karyawan dan pemerintah
2. Kreditor berjaminan (guaranteed creditors)
3. Kreditor tak berjaminan (ungruanteed creditors)
4. Pemegang saham prioritas
5. Pemegang saham biasa
f. Perincian laba Ditahan
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi dilaporkan
langsung ke laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar sumber
(by sources).
Perincian atas Dasar Sumber
Dengan dasar ini , laba ditahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang berasal
dari operasi normal atau rutin dan yang berasal dari laba luar biasa. Dapat saja
pembedaan antara kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam.
Perincian atas Dasar Tujuan Penggunaan
Dalam praktik, perincian ini ditunjukan dengan adanya pos cadangan jaminan
sosial, laba ditahan terbatas, dan cadangan umum. Perincian semacam itu sebenarnya
sama dengan mengaitkan laba ditahan dengan aset tertentu. Artinya dalam aset apa
saja laba ditahan terikat klasifikasi ini mendasar pada tujuan penggunaan laba ditahan
sebagaimana ditunjukan oleh komponen aset terikait.
g. Laba Komprehensif
Perubahaan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan
dan dipisahkan secara tegas dengan perubahaan akibat transaksi pemilik, semua
perubahaan akibat transaksi operasi harus dilaporkan melalui statment laba rugi.
Laba Kinerja Sekarang
Pendekatan ini hanya memasukan kedalam statement laba-rugi pos-pos operasi
yang dianggap berkaitan dengan tahun berjalan dan penggunaan aset untuk menacapai
tujuan utama. Pendukung pendekatan ini mengajukan berberapa argumen yaitu :
1. Laba harus mengukur efisiensi penggunaan sumber ekonomik untuk perioda
berjalan sehingga laba harus bebas dari hal-hal menghamburkan efisiensi.
2. Laba merupakan pengukur kinerja manajemen
3. Laba harus dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antar perioda dan antar
perusahaan secara bermakna.
4. Karena fiksasi fungsional pembaca statement laba-rugi yang hanya melihat angka
akhir.
Laba Semua-Termasuk

Pendekatan ini menekankan pemisah secara tegas transaksi operasi dalam arti
luas dan transaksi modal. Dengan kata lain, perhitungan sebagai laba dan disajikan
melalui statement laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik.

Alasan Mendasar

Paton dan Littleton (1970) mengajukan argumen mendasar dalam mendukung


pendekatan laba semua-termasuk yaitu konsep pemanfaatan aset. Konsep ini
memandang bahwa manajemen mengelola aset sebagai satu kesatuan.

Konsep Pemanfaatan Aset

Statement laba-rugi harus menyajikan secara efekif semua akibat dari


pemanfaatan aset yang diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. Pemisahan laba
menjadi normal dan tidak normal dalam dua statement akan cenderung mengalih kan
perhatian pemakai seacara tidak semestinya ke laba normal dan dengan demikian
secara tidak sadar mengurangi perhatian pembaca akan keefektifan manajemen secara
keseluruhan.

Penyajian Laba Komprehensif

Komponen penyajian laba komprehensif adalah sebagai berikut:

1. Seksi operasional utama


a. Penjualan atau pendapatan
b. Kos barang terjual
c. Biaya penjualan
d. Biaya administratif atau umum
2. Seksi operasi tambahan
a. Pendapatan lainnya dan untung
b. Biaya lainnya dan rugi
3. Pajak penghasilan
4. Operasi hentian
5. Pos-pos luar biasa
6. Pengaruh kumulatif perubahaan prinsip akuntansi
7. Pengaruh kumulatif perubahaan estimat/taksiran
8. Perubahaan ekuitas nonpemilik lainnya
Dalam PSAK No. 1 Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa statement laba-
rugi harus disajikan sedemikian sehingga mengungkapkan berbagai unsur kinerja
keuangan yang bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu statement laba-rugi
minimal harus menyajikan dan menonjolkan hal-hal berikut (pasal 56):

1. Pendapatan
2. Laba atau rugi usaha
3. Biaya pinjaman
4. Bagian dari laba atau rugi perusahaan terafiliasi dan teasosiasi yang diperlakukan
dengan metoda ekuitas
5. Pajak penghasilan
6. Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan
7. Pos luar biasa
8. Hak minoritas
9. Laba atau rugi bersih periode berjalan
Komponen-komponen Takreguler dalam PSAK No. 25 dan Penyajiannya

Komponen Perlakuan dan penyajian


Pos luar biasa Komponen laba-rugi. Disajikan setelah laba yang berasal
dari kegiatan normal perusahaan ditambah
pengungkapan dalam catatan kaki mengenai hakikat dan
pertimbangan keputusan
Operasi hentian (yang tidak Komponen laba-rugi. Ditambah pengungkapan dalam
dilanjutkan) catatan kaki mengenai hakikat dab pertimbangan
keputusan.
Tidak memenuhi kriteria luar biasa: disajikan sebagai
pos dalam kegiatan normal.
Memenuhi kriteria luar biasa: disajikan sebagai pos luar
biasa.
Ada unsur ketidakpastian: disajikan sebagai pos
keberuntungan
Perubahaan estimasi akuntansi Komponen laba-rugi. Disajikan dalam peioda terjadinya
dan perioda akan datang atau prospektif(bila perlu)
ditambah pengungkapan dalam catatan kaki mengenai
hakikat perubahaan.
Disajikan dalam klasifikasi yang sama dengan yang
digunakan sebelumnya untuk estimasi yang
bersangkutan
Kesalahan mendasar Penyesuaian laba ditahan dengan kewajiban penyesuaian
retrospektif bila dipandang praktis ditambah
pengungkapan dalam catatan kaki tentang hakikat dan
informasi lain yang berpaut.
Komponen laba-rugi bila kesalahan tidak mendasar
Perubahaan kebijakan Penyesuaian laba ditahan secara retrospektif atau
akuntansi prospektif ditambah pengungkapan tentang alasan
perubahaan dan informasi lain yang berpaut
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Laba merupakan elemen yang menjadi perhatian, karena laba berperan sebagai
representasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi teori akuntasi yang belim
mencapai pemakaran dan pengukuran laba. Dari sudut pandangan perekayasaan akuntasi.
Konsep laba dikembangkan untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi tentang kinerja
perusahaan secara luas. Konsep laba dalam tataran semantik meliputi pemaknaan laba
sebagai pengukur kinerja, pengkonfirmasi harapan infestor, dan estimator laba economic.
Dalam tataran sintatik, teori laba berkepentingan dan mengukur serta menyajikan laba.

Ekuitas didefinisikan secara sintatik sebagai hak residual atas aset perusahaan setelah
dikurangi semua kewajiban. Ekuitas terpaksa didefinisi secara sintatik bukan semantik
karena keperluan untuk memprtahankan artikulasi statemen keuangan. Ekuitas mengandung
makna pemilikan. Oleh karena itu, untuk organisasi nonbisnis ekuitas sering disebut sebagai
aset bersih.

Ekuitas berbeda dengan kewajiban dalam tiga hal, yaitu hak atas penyelesaian klaim, hak
penggunaan aset, dan substansi perjanjian (yuridis). Walaupun demikian, atas dasar konsep
kesatuan usaha kreditor dan investor dipandang sebagai pihak luar perusahaan yang terpisah
dari manajemen.

B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca
tentang Laba dan Ekuitas. Harapan penulis dengan adanya makalah ini juga agar dapat
membantu sipembaca untuk memahaminya, walaupun mungkin kurang komprehensif,
namun dengan begitu diharapkan dapat membantu seperlunya.

Anda mungkin juga menyukai