Anda di halaman 1dari 24

ISU EKONOMI POLITIK LINGKUNGAN GLOBAL DALAM

PERUBAHAN KEBIJAKAN INDUSTRI TEKSTIL DI INDIA


POLITICAL ECONOMY OF THE GLOBAL ENVIRONMENT IN THE
CHANGING POLICY OF THE TEXTILE INDUSTRY IN INDIA
Shuluh Shasa Nadita

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Jalan Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
shuluhshasa@gmail.com

Abstract
India plays a crucial actor in the world manufacturing hub of textile. Although the
industry contributes to 2nd largest national income and employs to more than 45 million
people, unregulated environmental and wage-labor laws lead to massive wastewater,
unethical trading and environmental degradation throughout the country. European Union
is the biggest market for India’s textile and clothing export. As the single market began
to pronounce ethical credentials in its platform to build relation, India’s lack of
transparency towards environment and ethical trade are being addressed upon reaching
the new trade deal (FTA) since 2007 which went stagnant years after. In order to re-obtain
the textile export access to European market, Indian decision makers are to rethink an-
elaborated new strategy for a broader and sustainable market. This research aims to reveal
that India shift to environmental-friendly textile policy is primarily profit driven by
accommodating European standards of environmental and social clauses.
Key words : India, European Union, Environment, Policy, Market

produsen terbesar dan eksportir kedua


terbesar, kebutuhan kapas sebagai bahan
I. Pendahuluan dasar utama tekstil di India mencapai
70% dalam konsumsi sehingga
Perkembangan industri fashion dan menjadikan kapas sebagai white gold
tekstil meningkat drastis di abad ke 21. yang telah dibudidayakan sejak 5,000
Pada rentang waktu tahun 2000 hingga tahun yang lalu (India Law Offices,
2014, produksi pakaian meningkat di 2008). Sementara itu, sektor industri
mana konsumen membeli 60% lebih tekstil menyumbang sekitar 20% dari
banyak pakaian dibandingkan 15 tahun total industri India, 7.5% PDB dan
sebelumnya. Industri fashion global mendatangkan pendapatan asing sekitar
setidaknya menghasilkan $2.5 triliun 32% (Jaybhaye, 2018).
setiap tahun dan mempekerjakan lebih Selama masa kolonial, pabrik-pabrik
dari 75 juta orang di mana 75% nya tekstil di India sudah berorientasi ekspor
adalah wanita (Nagaraj, 2019). India dan sangat kompetitif (Supriya & Vidya,
merupakan salah satu negara yang 2012). Namun, baru pada akhir tahun
berkontribusi besar dalam industri 1980-an India memulai kebijakan
pakaian dan tekstil. Tahun 2017-18, liberalisasi pasar, menggiatkan ekspor
tercatat sekitar 45 juta orang di India kain, membuka aliran impor teknologi
bekerja untuk industri tekstil. Menjadi

1
dan mesin di bawah the 1985 National 2019). Sektor tekstil di India akan
Policy on Textiles. Menjadi eksportir difokuskan pada penggunaan energi
tekstil kedua terbesar setelah China, efiensi dalam the National Solar
pendapatan dari industri tekstil India Mission, pengolahan limbah zero liquid
hingga bulan Juli 2019 mencapai angka discharge dan berbagai kebijakan dalam
$250 miliar (Make in India, 2019). Uni kerangka zero defect zero effect.
Eropa merupakan pasar utama bagi Namun, industri yang ramah
ekspor tekstil India yang memerima 22% lingkungan seharusnya menjadi hal yang
ekspor tekstil dan 43% pakaian jadi dihindari India. Industri ramah
(India Law Offices, 2008). Sejak awal lingkungan bertentangan dengan usaha
perjanjian dagang yang baru di tahun penuntasan kemiskinan, percepatan
1994, perdagangan tekstil India dengan pembangunan dan industrialisasi di India
Uni Eropa mengalami perkembangan yang saat ini gencar dilakukan (Jones &
dan pasang surut. Melihat pesatnya Saran, 2015). Selain itu, industri ramah
global fast fashion, pemerintah India lingkungan merupakan strategi yang
menargetkan ekspor tekstil sebanyak high cost serta dapat menghambat India
$31 miliar dan menarik investasi asing untuk mencapai target $10 trillion
sebanyak $11.93 miliar dalam periode economy di tahun 2030 yang sudah
2018-2020 (Make in India, 2019). digagas sejak awal pemerintahan
Pada 2 Oktober 2016, pemerintah Narendra Modi (Saha & Misra, 2019).
India mulai meratifikasi Perjanjian Paris Industri ramah lingkungan tidak mudah
dengan menargetkan penggunaan bahan dijalankan secara menyeluruh oleh
bakar non-fossil hingga 40% di tahun negara berkembang. Dalam target
2030 (Climate Action Tracker, 2019). menuju percepatan industrialisasi,
Pemerintah berkomitmen untuk konsumsi batubara semakin intens
mengubah sistem ekonominya agar lebih bahkan setelah India meratifikasi
berkelanjutan berdasarkan UNSDGs dan Perjanjian Paris. Penelitian
Paris Accord sebagaimana pernyataan mengungkapkan bahwa meskipun India
duta besar dan perwakilan India di PBB mulai beralih ke energi matahari,
dan sejumlah organisasi internasional di batubara masih menjadi proyek penting
Jenewa, Ajit Kumar (Sonowal, 2018). pembangunan (Ebinger, 2016).
Untuk itu, pemerintah India mulai Sektor tekstil di India sendiri
melakukan usaha-usaha untuk merupakan salah satu industri yang
mentransformasi industri yang ramah mengonsumsi energi paling dengan
lingkungan termasuk industri tekstilnya. teknologi kuno terutama pada sektor
Dalam sektor tekstil, perubahan yang terdesentralisasi. Produksi tekstil
kebijakan akan fokus pada target rumahan memakan energi 70-80% dari
pemenuhan SDG 5: kesetaraan gender, total produksi tekstil secara keseluruhan
SDG 6: air bersih dan SDG 7: energi (Bhaskar, Verma, & Kumar, 2012).
terbarukan (Textile Exchange, 2018). Sektor tekstil juga merupakan konsumen
Pemerintah akan menargetkan 2030 bahan kimia paling intens dalam negeri.
Agenda for Sustainable Development Satish W. Wagh, mantan pimpinan
menuju New Big Textile Revolution. perusahaan kimia Chemexil, mengatakan
Dengan mengedepankan industri yang bahwa adanya batasan penggunaan
menekankankan kebijakan reuse, repair, bahan kimia dalam industri guna
recycle, industri India dapat mengurangi meminimalisir pencemaran merupakan
beban polusi, meningkatkan kualitas hal yang dapat menghambat proses
kesehatan dan ekonomi warga (UNIDO,

2
pertumbuhan ekonomi bagi negara Technological processes, on the other
berkembang seperti India (Khan, 2019). hand, are extremely linear, non-
Ketergantungan akan batubara renewable” (Adam & Kütting, 1995).
tersebut membuktikan bahwa India Terlepas dari pernyataan di atas,
masih pro terhadap industri sistem produksi global bekerja atas
konvensional dengan energi efisien dan permintaan pasar. Perusahaan akan
proses yang cepat. Oleh karena itu, memakai dalih ‘pengutamaan
perubahan ke lingkup industri yang lebih lingkungan dan praktik etis’ untuk
ramah lingkungan sesuai kesepakatan mengimbangi standar konsumen masa
dalam Perjanjian Paris memunculkan kini dalam memperoleh keuntungan
kekhawatiran atas komitmen India lebih sebagaimana pernyataan Clapp dan
tersebut. Proyek infrastruktur yang Dauvergne; “business, here, is seen as
ambisius dan ekspansi sektor produksi di an environmental leader, as the pursuit
India diperkirakan akan semakin of profits becomes the pursuit of more
meningkatkan pengeluaran emisi CO2 efficient use of the environment” (Clapp
hingga 14% di tahun 2040 (Khadka, & Dauvergne, 2005). Pernyataan ini
2019). Dengan target waktu yang sama, diperkuat dengan penelitian yang
ratifikasi Perjanjian Paris dengan target menunjukkan bahwa terminologi green
posisi sebagai tiga besar negara industri mulai menarik minat konsumen.
di dunia memunculkan dilemma Sebagian besar konsumen berpendapat
dikotomi konsumsi-produksi di India bahwa ramah lingkungan, perdagangan
yang memunculkan pertanyaan terkait yang adil hingga perlindungan hewan
alasan India mengadopsi kebijakan merupakan preferensi dan tanggung
tekstil yang ramah lingkungan. jawab bersama. Mazar dan Zhing
menambahkan bahwa sebagian besar
konsumen merasa puas setelah membeli
II. Kerangka Pemikiran produk yang mempertimbangkan etika
dan lingkungan (Ethical Consumer,
1. Ekonomi Politik Lingkungan
2019). Dengan demikian, terdapat
Global korelasi antara preferensi moral dengan
Konsep ekonomi politik lingkungan permintaan pasar yang harusnya menjadi
tidak lepas dari kajian ekonomi politik pertimbangan perusahaan dalam
global yang mengintegrasikan isu memenuhi standarisasi konsumen.
lingkungan dengan pasar (Balaam & Komisi Uni Eropa pada tahun 2018
Dillman, 2014). Meskipun demikian, menyatakan bahwa kawasan tersebut
Thomas dan Hines mengatakan bahwa mulai kritis dengan sumber yang
perusahaan bermain sebagai aktor berkelanjutan; yang minim kerusakan
ekonomi yang berorientasi profit yang lingkungan, menjunjung tinggi hak asasi
tidak memiliki tanggung jawab akan manusia, regulasi yang jelas dan
masyarakat maupun lingkungan yang memadai hingga kondisi kerja yang
merupakan tanggung jawab pemerintah. layak (International Trade Centre &
Selain itu, Adam dan Kütting juga European Commission, 2019).
berpendapat bahwa “ecological and Kementerian Luar Negeri Uni Eropa
technological processes do not share the bahkan memiliki platform the centre for
same underlying principles according to the promotion of imports (CBI) yang
which they evolve of function. Ecological memberi panduan standar ekspor ke Uni
processes are highly interactive, Eropa dan berbagai regulasi lain baik
rhythcmic, cylical and ‘renewable’. kebijakan lokal maupun internasional

3
terkait lingkungan dan aturan non-tarif mengeluarkan berbagai larangan bahan
lain (CBI Minister of Foreign Affairs, kimia dalam produk yang memiliki
2019). Pemberlakuan kebijakan tersebut dampak terhadap kesehatan dan
didasarkan pada penelitian tahun 2017 lingkungan melalui REACH, India
yang menyebutkan setidaknya 4 dari 5 kembali mempertimbangkan 7 jenis
konsumen di Eropa lebih memilih bahan kimia yang sering digunakan
produk ramah lingkungan yang dalam tekstil seperti formaldehyde,
disertifikasi langsung oleh organisasi- cadmium,pentachlorophenol, hexavalent
organisasi independen (Felbermayr, chromium, pestisida beracun, zat yang
Mitra, Aichele, & Gröschl, 2016). mengandung logam berat, zat yang
Sebelumnya di tahun 1997, 70 mengandung halogen dan sebagainya
pewarna yang mengandung azo sudah (Textile Committee, 2014).
dilarang oleh kementerian lingkungan Oleh karena adanya standar-standar
dan perhutanan yang diumumkan mengenai lingkungan maupun praktik
melalui Indian Import Policy. etis di Uni Eropa, India sebagai salah
Kementerian pedagangan bahkan satu pemasok tekstil ke kawasan tersebut
mengharuskan eksportir tekstil untuk kemudian mengadopsi kebijakan-
memiliki tes uji laborat di fasilitas yang kebijakan ramah lingkungan dengan
memiliki sertifikasi ISO 17025 dari agen logika bahwa apabila India tidak
akreditasi nasional (fibre2fashion, merespon standar-standar tersebut maka
2014). Kebijakan mengenai pelarangan India akan kehilangan akses pasar
ini tidak lain merupakan respon dari terbesarnya sebagaimana pernyataan
larangan yang sama oleh Jerman di tahun Clapp dan Dauvergne bahwa bisnis
1994 dan Belanda di tahun 1996 yang (India) sebagai pemimpin lingkungan
akhirnya memimpin Uni Eropa karena pengejaran terhadap profit secara
memberlakukan standar umum bagi tidak langsung akan menginklusi
semua negara anggota (Textile klausul-klausul tentang lingkungan.
Committee, 2014). Aturan yang Namun merujuk pada pernyataan Adam
diprakarsai Jerman dalam pelarangan dan Kütting bahwa akumulasi profit dan
penggunaan pewarna azo ini sempat konsep ramah lingkungan tidak bisa
menurunkan ekspor tekstil India yang disatukan, India tidak lantas
70% produk tekstilnya mengandung meninggalkan industri tekstil dengan
pewarna azo (Begum & Kumar, 2018). sistem ekonomi linear (konvensional)
Sejak adanya klausul lingkungan dan dengan kontinuitas mengandalkan
sosial yang dibawa Uni Eropa dalam batubara sebagai sumber energi pokok
membangun kerja sama, pemerintah yang efisien (Bhutoria, 2018).
India dinilai mulai mengadopsi
kebijakan-kebijakan yang ramah
lingkungan terutama sejak negosiasi 2. Kebijakan Pembuatan
kerja sama perdagangan (FTA) dengan Keputusan
Uni Eropa tahun 2007. Kebijakan seperti
National Action Plan on Climate Change Kebijakan pembuatan keputusan
tahun 2008 dan Singh Covergence diperoleh melalui analisis multilevel,
Principle oleh para pengamat seperti dari mikro-makro dan internal-eksternal
Thaker dan Leiserowitz dilihat sebagai (Afinotan, 2014). Snyder, Bruck dan
salah satu bentuk respon dari standar- Sapin berpendapat bahwa adanya aksi,
standar kerja sama Uni Eropa (Thaker & reaksi dan interaksi turut mendefinisikan
Leiserowitz, 2014). Pasca Uni Eropa kebijakan suatu negara dalam proses

4
pengambilan keputusan (Snyder, Bruck, adanya tekanan internasional di mana
& Sapin, 1969). Para aktor pembuat “international pressure was a necessary
kebijakan bertindak atas refleksi kondisi for policy shifts”. Dalam skripsi ini,
sosial ekonomi, politis dan ideologis faktor ekonomi akan menjadi
dalam negeri. Selain itu, preferensi aktor pembahasan dominan sebagaimana
individu, partai politik, organisasi, ditekankan oleh Katzenstein, Alt, Evans
kelompok etnis hingga korporasi dan Gourevitch bahwa pengaruh
menjadi bagian dari pembuatan ekonomi internasional dalam politik
kebijakan suatu negara (Afinotan, 2014). domestik dan kebijakan ekonomi
Pada level internal, para kelompok domestik merupakan kajian yang
kepentingan mendesak pemerintah untuk menarik. Katzenstein mengatakan
dapat mengakomodasi kebijakan yang bahwa, “the main purpose of all
sesuai dengan kebutuhan mereka. strategies of foreign economic policy is
Sementara dalam level eksternal, to make domestic policies compatible
pemerintah nasional akan with the international political
memaksimalkan usaha mereka untuk economy” (Putnam, 1988).
dapat memenuhi tekanan domestik Globalisasi memicu adanya
(Putnam, 1988). Para pembuat kebijakan internasionalisasi ekonomi dan budaya.
di negara X dapat mempengaruhi Ketika suatu negara mulai terbuka secara
pembuatan kebijakan di negara Y ekonomi, maka menjadi mungkin bagi
melalui action atau sebaliknya. Action masyarakat beserta regulasi dalam
dari masing-masing negara dibuat oleh negeri untuk melebur ke dalam
para pembuat kebijakan di mana action kebudayaan dan sistem global. Pada
ini akan kembali masuk ke dalam proses akhirnya, garis antara politik domestik
pembuatan kebijakan (Snyder, Bruck, & dan internasional menjadi blur. Berbagai
Sapin, 1969). isu mulai melintasi batas-batas negara
yang menggabungkan isu domestik dan
internasional menjadi satu dengan istilah
STATE X STATE Y intermestic (international-domestic).
INTERNAL INTERNAL Intermestic ini menjadi istilah bahwa
SETTING SETTING perilaku aktor dan kekuatan
Decision Decision transnasional saling mempengaruhi satu
makers makers
sama lain baik dalam isu maupun
kepentingan (Hudson, 2014).
India merupakan negara yang
Action Action
memiliki target ekonomi mencapai $5
Sumber diolah oleh Snyder, Bruck, dan trillion di tahun 2024 dan $10 trillion
Sapin, 1969 pada tahun 2030 (Saha & Misra, 2019).
Politik domestik dan hubungan Namun, pada bulan April-Juni terjadi
internasional turut berkontribusi dalam penurunan perlambatan sebanyak 6%
tercapainya kebijakan suatu negara yang dibandingkan tahun sebelumnya di
seringkali mengalami tumpang tindih angka 7.4%. Sektor tekstil yang
apakah keadaan dalam negeri dapat menyumbangkan pendapatan nasional
mempengaruhi hubungannya dengan kedua terbesar di India berada di titik
negara lain atau sebaliknya. Robert D. rendah dalam beberapa tahun terakhir.
Putnam berargumen bahwa politik Ekspor tekstil secara keseluruhan turun
dalam negeri menjadi lebih kuat karena dari 51% di tahun pertama tahun 2017
menjadi 45% di awal 2019 (Parashar,

5
2019). Salah satu faktor yakni hambatan menginginkan nilai-nilai etis dan
tariff yang terjadi di antara India dengan perlindungan lingkungan di dalamnya.
partner ekonomi di wilayah lain Meskipun demikian, India tidak
khususnya Uni Eropa yang menerima lantas meninggalkan indusrti tekstil
aliran produk lebih banyak dari konvensional yang telah lama menopang
Bangladesh dan Vietnam berkat duty- pendapatan negara terkait produksi yang
free access. Ekspor fabrik India ke Uni cepat dan murah. Kebijakan India ini
Eropa turun 7% hingga quartal pertama lebih tepat dikaitkan dengan analisis area
tahun 2019 sementara ekspor kapas pasar (market area analysis) oleh
turun dari $4.5 miliar tahun 2013-14 Chaudhuri bahwasannya produksi
menjadi $3.4 miliar tahun 2017-18. barang (dalam hal ini tekstil) mengikuti
Turunnya kapasitas ekspor kapas dan spesialisasi berdasarkan permintaan dari
fabrik ini mempengaruhi keseluruhan pembeli di kawasan tertentu (Chaudhuri,
rantai produksi tekstil termasuk 1978). Adanya keputusan untuk
hilangnya lapangan kerja mulai dari mentransformasi sejumlah kebijakan
agrikultur (kapas) hingga barang jadi tekstil yang ramah lingkungan dinilai
(Suneja, 2019). sebagai strategi untuk mengakomodasi
Di sisi lain, Uni Eropa mengatakan pasar baru di Uni Eropa.
bahwa produk-produk tekstil India
belum memenuhi standar impor di
kawasan tersebut. Uni Eropa mulai C. Pembahasan
melabeli dirinya sebagai pusat
sustainable apparel di dunia seraya
pengecer-pengecer tekstil di kawasan A. Industri Tekstil India: Dampak
tersebut mulai melakukan revolusi Sosial dan Lingkungan
green. Untuk itu, Uni Eropa melalui Industri tekstil merupakan sektor
platform the centre for the promotion of tertua di India sejak 3.000 tahun lalu.
imports (CBI) memberlakukan standar Ketika India memasuki fase pasar
ke ekspor ke kawasan terkait lingkungan liberal, industri tekstil mampu
dan aturan non tarif lain (CBI Minister of mengalami pertumbuhan yang cukup
Foreign Affairs, 2019). Dengan adanya masif setelah mengalami stagnasi dalam
aturan-aturan dari Uni Eropa yang jangka waktu yang lama. Periode tahun
mengharuskan adanya labelling dan 1990-an merupakan awal pertumbuhan
transparansi mengenai limgkungan dan ekonomi India yang mencapai angka 6%
praktik etis terutama pasca negosiasi (Oberoi, 2013). Industri tekstil India
FTA pertama, India mulai secara sendiri menyumbangkan 7.5% PDB,
bertahap mengadopsi kebijakan tekstil 20% total produksi industri, 27% dari
yang lebih ramah lingkungan hingga pemasukan devisa dan 32% dari
sampai pada ratifikasi Perjanjian Paris pendapatan ekspor negara (Jaybhaye,
pada Oktober 2016 dengan tagline New 2018). Menjadi produsen kapas dan rami
Big Textile Revolution (UNIDO, 2019). terbesar di dunia, industri tekstil
Sebagaimana pernyataan di atas mempekerjakan kurang lebih 45 juta
bahwasannya tekanan internasional, orang di India (Centre for Environment
dalam konteks ini Uni Eropa, menjadi Education & Industrial Pollution
penyebab adanya policy shift di India Prevention Group, 2016). Selama April
terutama dalam industri tekstil atas 2000-Juni 2019, total investasi asing
adanya permintaan pasar baru yang langsung (FDI) untuk tekstil India
mencapai $3.2 miliar. Ekspor tekstil

6
India juga diprediksi akan mencapai Lembaga Pencegahan Polusi Industri
$300 miliar di tahun 2024 (Mann, 2019). bahwa hukum tenaga kerja di India
Meskipun berkontribusi besar bagi masih sangat rendah. Tidak seperti
perekonomian negara dan peluang industri lain di dunia yang mengikuti
kesempatan kerja khususnya bagi kaum standarisasi neo liberalism, sistem dan
wanita, mega industri tekstil di India aturan pekerja dalam industri pakaian di
tidak lepas dari berbagai masalah sosial India tetap memakai gaya kolonialisme
dan lingkungan. Aliran investasi asing yang eksploitatif seperti ruang kerja
langsung (FDI) yang masuk sebagai yang tidak memadai, standar jam kerja
akses India ke dalam pasar internasional yang buruk hingga pelecehan seksual
justru menjadi jurang degradasi sosial (Supriya & Vidya, 2012).
dan lingkungan (Supriya & Vidya, Akhir tahun 1990-an, Bank Dunia
2012). Struktur industri tesktil India merevisi fokus eksklusif bagi para
yang terbagi atas sektor yang terorganisir pekerja yang bekerja sama dengan
dan yang terdesentralisasi justru organisasi buruh internasional (ILO)
menimbulkan masalah lain. Kebijakan dalam rangka mempromosikan
ini memang ditujukan guna menciptakan wirausaha swasta untuk dijadikan
industri-industri kecil padat karya. pilihan bagi para pekerja yang
Namun, India menghadapi konsekuensi mengalami tekanan. Namun, kebijakan
isu polusi. Hal ini disebabkan karena ini nyatanya menemui jalan buntu akibat
kebijakan industri yang terdesentralisasi lemahnya hubungan pekerja dengan
tidak memperhatikan masalah teknologi pemerintah, pemilik modal dan kaum
konvensional, tenaga kerja yang tidak proletariat (Agarwala, 2016). Lembaga
terorganisir, bahan kimia yang non-profit Remake mencatat 75 juta
berbahaya, penggunaan mesin diesel orang di seluruh dunia bekerja dalam
untuk penenunan, kapas genetically- lingkaran produksi pakaian di mana 80%
modified (GM), metode kerja yang salah pekerjanya adalah wanita berusia 18-25
sehingga menimbulkan banyak masalah tahun. Sejak masuknya India ke dalam
lingkungan dan sosial yang tragis gelombang neo liberalisme,
(Zsakay, 2018). pemberlakuan Program Penyesuaian
Struktural (Structural Adjustment
1. Eksplotasi Buruh Tekstil Program/SAP) kemudian dituduh
memperburuk regulasi ketenagakerjaan
India memiliki catatan yang buruk dan lingkungan sosial di India
dalam manufaktur pakaian dan (Sustainable Brands, 2018). Sebanyak
pengumpulan sampah akibat pemberian 99.2% buruh tekstil tunduk pada sistem
upah yang minim terhadap pekerja kerja paksa berdasarkan hukum India
sehingga menciptakan masyarakat sosial karena mereka tidak menerima upah
yang rendah. Pekerja di industri tekstil minimum yang ditetapkan negara. Buruh
sebagian besar adalah wanita yang telah tekstil umumnya hanya menerima
diorganisasikan sejak tahun 1970-an. sepersepuluh dari upah minimum yang
Selama masa kolonial, pabrik-pabrik bahkan sering mengalami keterlambatan
tekstil di India sudah berorientasi ekspor pemberian (Ratcliffe, 2019).
dan sangat kompetitif. Namun, karena Buruh tekstil terutama di bagian
hanya terdapat sedikit investasi dan barat daya Bangalore, kota dengan
modal, perusahaan mengerahkan tenaga orientasi ekspor tekstil, rata-rata bekerja
kerja dengan tanpa regulasi dan sedikit selama 46 jam seminggu dalam dengan
perlindungan. Hal ini juga diungkapkan upah sekitar $2.27 per hari yang apabila

7
diakumulasikan dalam sebulan tidak 1987 menjadi 55% di tahun 2005
sampai pada standar upah minimum di (Supriya & Vidya, 2012).
negara tersebut (Sustainable Brands, Hilangnya kendali atas lahan dan hak
2018). Penelitian dari University of paten juga membuat banyak warga yang
California yang didukung Humanity bergantung pada sektor pertanian
United juga menemukan pekerja wanita kelaparan dan akhirnya menuntun pada
dan anak-anak pada sejumlah sektor bunuh diri masal di tahun 1999. Tercatat,
tekstil di India hanya diberi upah sebesar 500 petani kapas bunuh diri di
15 sen (11p). Setidaknya terdapat satu Maharashtra, Punjab, Karnakata, Andhra
dari lima buruh tekstil di India berusia di Pradesh, Haryana setelah meminum
bawah 17 tahun dari hasil wawancara pestisida akibat tingginya harga
terhadap 1.432 buruh bekerja di sektor pestisida, biji kapas hibrida/Bt-Cotton,
tekstil dengan usia 10 tahun menjadi hingga harga penjualan yang rendah dan
yang termuda. Di utara India, 2/3 pekerja lahan yang menyusut (The International
anak bahkan tidak bersekolah untuk Forum on Globalization, 2003). Ketika
mencukupi kebutuhan hidup (Ratcliffe, ekspor pakaian menyumbangkan PDB
2019). Sebelumnya, Laporan dari hingga 4% serta 20% dari output industri
Departmen Tenaga Kerja AS tahun 2018 pada tahun 2001, buruh pabrik dalam
mengungkap banyaknya tenaga kerja lingkaran industri tersebut masih dicap
anak dalam industri pakaian di sebagai pekerja serabutan dengan upah
Argentina, India, Pakistan, Indonesia, minim.Kerentanan pada sektor pertanian
China, Bangladesh, dan sebagainya kapas yang berlanjut kembali menuntun
(Drew & Reichart, 2019). petani ke dalam hutang dan gelombang
]Dalam sektor pertanian kapas, bunuh diri masal petani kapas yang
pemberlakuan SAP yang semakin terjadi lagi di tahun 2011-12 (Shiva,
mengsubordinasikan kaum petani 2013).
menyebabkan banyak anak terlahir cacat
akibat masifnya penggunaan pestisida 2. Degradasi Lingkungan
pada tanaman kapas lokal supaya
mengalami pertumbuhan masif dan Pertumbuhan meteorik di India juga
cepat guna bersaing dengan bt-cotton. memunculkan kekhawatiran industri
Selain itu, laporan pemerintah pakaian yang menimbulkan polusi mulai
menyebutkan bahwa sebanyak lebih dari dari sampah fabrik hingga emisi karbon
dua juta petani gurem dan marjinal (Segran, 2019). Tanaman kapas yang
kehilangan tanah setiap tahun di mana menjadi andalan tekstil India,
dari 27.9 juta pada 1951 menjadi 50 juta merupakan tanaman yang memerlukan
sejak sejak tuntutan SAP mulai banyak air dan tenaga listrik dengan
diberlakukan sehingga memaksa petani rentan terhadap perubahan iklim seperti
beralih menjadi buruh dengan upah banjir dan kekeringan terkait tekanan
harian yang rendah. Sejak tahun 1951, krisis air. Kapas merupakan tanaman
pertanian setidaknya memberi yang mengonsumsi 24% insektisida dan
kesempatan kerja bagi 72% populasi dan 11% pestisida meskipun hanya
59% bagi PDB. Namun, di tahun 2001, menggunakan 3% dari seluruh tanah
sektor pertanian hanya mampu subur di dunia (Jaybhaye, 2018).
mempekerjakan 54% dari populasi saja Intergovernmental Panel on Climate
sementara PDB turun drastis ke angka Change pada tahun 2009 menyatakan
24%. Jumlah warga yang kehilangan bahwa pertumbuhan industri tekstil India
tanah juga meningkat dari 35% di tahun menyebabkan peningkatan emisi gas

8
CO2 (Hiremath, Kattumuri, Kumar, merupakan kawasan yang terkenal
Khatri, & Patil, 2012). Sebanyak 60% dengan pusat ekspor tekstil. Produksi
tekstil India berbahan dasar kapas yang tekstil masal di Solapur memakan
budidayanya mengonsumsi 25% penggunaan energi, air, bahan kimia
pestisida global, menghasilkan limbah dalam jumlah masif yang berdampak
lumpur dan zat kimia yang mencemari buruk pada lingkungan. Solapur masuk
air (Bauer & Jagasia, 2019). dalam 17 kota dengan index polusi
India memiliki area pertanian kapas terburuk tahun 2012 bersama Agra,
terluas di dunia dengan 9 juta ha, Bangalore, Delhi, Ahmedebad, Kanpur,
mewakili sekitar 20-25% dari total area Chennai, dan sebagainya (Hiremath,
global yang tekonstentrasi di 9 negara Kattumuri, Kumar, Khatri, & Patil,
bagian yakni Haryana, Punjab, 2012). Di negara bagian Rajasthan,
Maharashtra, Gujarat, Pradesh, Tamil industri tekstil menyumbangkan limbah
Nadu, dan sebagainya (Jaybhaye, 2018). berbahaya sementara tempat pengolahan
Apabila dikalkulasikan, pemakaian limbah yang memadai belum tersedia
pestisida di India jumlahnya mencapai (United Nations Climate Change, 2008).
50% (Morlet, Opsomer, Herrmann, Sebanyak 7 dari 10 kota paling
Balmond, Gillet, & Fuchs, 2017). Hal berpolusi terletak di India sementara
tersebut kemudian menempatkan India New Delhi menduduki peringkat ke-7
di urutan ke-94 dalam index yang menjadikannya ibukota dengan
kesejahteraan dengan lingkungan berada tingkat polusi tinggi. Analis senior
dalam skor paling rendah (The Legatum Greenpeace untuk urusan polusi udara,
Prosperity Index, 2018). Bt-cotton yang Lauri Myllyvirta, mengatakan bahwa
diciptakan untuk menghemat air dan Asia Selatan sangat bergantung pada
pestisida bahkan dianggap gagal dan bahan bakar padat, biomas dan batubara
tetap mencemari lingkungan (Dr. Shiva yang digunakan mulai dari rumah
& Jafri, 2004). tangga, transportasi hingga industri.
Kanpur adalah kota eksportir tekstil Dengan penduduk sebanyak 1.3 miliar di
di India. Wilayah ini terletak di India, peneliti memperingatkan darurat
sepanjang sungai Ganga, sungai yang kesehatan publik. Dalam misi Modi
disucikan 800 juta umat Hindu dan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
sumber penghidupan. Namun, sungai ini menuntaskan kemiskinan, pemerintah
menjadi tempat pembuangan akhir 50 dinilai belum menyelesaikan masalah
juta liter limbah kain pabrikan yang lingkungan menurut pendiri LSM care
beracun. Bahan kimia yang terkandung for air in India, Jyoti Pande Lavakare.
di dalam limbah seperti kromium-6, zat Kritik menyalahkan pemerintahan
kompleks yang biasa digunakan untuk Narendra Modi atas kegagalan
obat penyakit kulit, mengaliri pertanian mengatasi isu lingkungan dan
lokal bahkan sumber air minum warga. mengatakan National Clean Air
Setidaknya di setiap rumah terdapat Program tidak berjalan (Child, 2019).
warga yang terkontaminasi ruam kulit,
pustule, jaundice hingga kanker B. Uni Eropa dan Hambatan Impor
(Morgan, 2015). Meningkatknya Non-Tarif
permintaan akan bahan murah juga India merupakan salah satu pusat
meningkatkan resiko fatal bertarif mahal manufaktur tekstil terbesar dan eksportir
pada lingkungan dan kesehatan manusia. tekstil kedua terbesar di dunia. Uni
Selain Kanpur, Solapur yang terletak Eropa (UE) merupakan tujuan primer
di negara bagian Maharashtra juga dari ekspor India yang menerima hampir

9
60% produk tekstil negara tersebut tidak akan menindaklanjuti FTA apabila
(Barrie, 2019). Uni Eropa juga sektor automobile tidak disepakati (The
merupakan investor terbesar bagi sektor Hindu Business Line, 2019). Selain itu,
tekstil India setelah Mauritius dengan pertimbangan pengurangan tariff impor
stok investasi mencapai €51.2 miliar yang disisipi klausul lingkungan, sosial
tahun 2015 (EEAS, 2017). Perjanjian dan hak asasi manusia dirasa tidak akan
bilateral terkait perdagangan tekstil tercapai. Dari persepektif Uni Eropa,
dengan Uni Eropa mulai terjalin secara negosiasi perdagangan dan sejumlah
intens sejak penandatanganan nota kerja sama harus dilandasi pada
kesepahaman dalam EU-India pembangungan yang berkelanjutan
Cooperation Agreement pada Desember dengan klausul sosial dan lingkungan
1994. Nota kesepemahaman ini yang mana India menyatakan keberatan
memungkinkan pemberian kuota impor untuk memasukan klausul-klausul
lebih di bawah Uruguay Round’s tersebut dalam perjanjian perdagangan
Agreement on Textiles and Clothing pada awalnya (Khorana, 2019).
(European Commission, 2019). Isu lingkungan dan sosial
Sebelumnya, ekspor tekstil India (perdagangan yang adil, regulasi
sempat mengalami penurunan sejak ketenagakerjaan, dsb) mulai menjadi
Multi Fiber Agreement (MFA) tahun highlight ketika Uni Eropa, AS, dan
1974 ditetapkan untuk membatasi beberapa negara maju lain
produk kain berbahan kapas yang pada memasukannya sebagai hambatan non-
dasarnya hanya ditujukan untuk tariff tahun 2005-6 dengan pengertian
melindungi produk domestik negara- bahwa negara-negara tersebut
negara maju. Setelah MFA berakhir pada mempertimbangkan produk dari negara
Januari 2005, ekspor India memiliki yang memiliki preferensi terhadap
peluang untuk meningkatkan ekspor lingkungan-sosial (Kumar, Begum, &
tekstil berbahan kapas dengan Das, 2018). Dari adanya berbagai
diperbaruinya Agreement on Textile and masalah regulasi ketenagakerjaan dan
Clothing (ATC). Pada rentang waktu lingkungan, ekspor India ke Uni Eropa
tahun 2004 – 2009, ekspor benang, kain, mengalami kendala seiring organisasi
dan pakaian jadi ke Uni Eropa supranasional tersebut mengangkat isu-
mengalami fluktuasi terutama di tahun isu lingkungan dan sosial ke dalam area
2005-6 namun kembali mengalami kerja samanya dengan entitas lain yang
penurunan tahun 2008-9 yang tercantum dalam laporan the Trade
disebabkan oleh resesi global dan Sustainability Impact Assessment tahun
pembaruan kerja sama yang mengalami 2009 pasca pertemuan sejumlah LSM
stagnasi (Manoj, 2014). Uni Eropa dan India dalam pembahasan
Perjanjian perdagangan bebas (FTA) FTA melalui civil society bilateral
yang baru dengan spesifikasi kerangka meetings (The European Commission,
Broad-based Investments and Trade 2009).
Agreement (BTIA) antara India dan Uni Komisi Eropa bahkan mengatakan
Eropa telah dibahas sejak tahun 2007. bahwa penurunan kuota impor
Namun tahun 2013 setelah melewati 16 disebabkan oleh lemahnya tekstil India
kali negosiasi, perjanjian yang baru dalam memenuhi standar internasional
belum mencapai kesepakatan dan mengenai lingkungan (European
mengalami stagnasi. Duta besar UE Commission, 2019). Standar
untuk India, Tomasz Kozlowski internasional tersebut seperti tekstil
mengatakan bahwa Parlemen Eropa berbahan kapas tidak boleh mengandung

10
kromium dan sulfide di atas pH 2 serta eksportir sebagai identifikasi syarat-
phenolics di atas Ph 5 sementara dalam prasyarat standar global. Namun
teknik pewarnaan dilarang untuk Denmark, Jerman, dan Italia mengatakan
melebihi Ph 9.3-13 dan berbagai aturan bahwa label tersebut masih minim
lain (Narayanan, 2018). Importir dari informasi dan transparansi, memiliki
Uni Eropa yang tergabung dalam konsep yang membingungkan, teknisi
Leather and Footwear Industry yang buruk, harga yang mahal dan
umumnya mendesak penyuplai untuk bahkan tidak mengkonversi adanya
menekan batas penggunaan terhadap konsep keberlanjutan (Kumar, Begum,
bahan kimia berdasarkan EU’s & Das, 2018).
Registration, Evaluation, Authorization, Pada April 2017, kebijakan ekspor
Restriction of Chemicals (REACH), tekstil ke UE semakin diperketat dengan
persyaratan pengujian dan sertifikasi munculnya aturan legal melalui EU
serta pengemasan dan pengolahan Flagship Initiative oleh Parlemen dan
limbah yang sebagian besar aturan Komisi Eropa bagi perusahaan-
ditetapkan oleh masing-masing negara perusahaan UE untuk melacak rentai
anggota (Khorana & Soo, 2016). suplai produksi di negara-negara ketiga
REACH merupakan regulasi Uni terkait isu tenaga kerja dan lingkungan
Eropa yang digagas di tahun 2006 dan (Šajn, 2019). Sebagai bagian dari
diimplementasikan tahun 2007 sebagai Fashion Revolution, UE membentuk
standar penggunaan bahan kimia dalam platform the centre for the promotion of
produk-produk yang mengalir di Eropa imports (CBI) di bawah Kementerian
yang memiliki potensi dampak pada Luar Negeri Uni Eropa yang memberi
lingkungan dan kesehatan. Regulasi panduan standar ekspor ke Uni Eropa.
yang memakan waktu hingga tujuh tahun Uni Eropa mengharuskan deskripsi
ini merupakan kebijakan paling penting produk berisikan transparansi terhadap
bagi Uni Eropa dan aturan paling ketat dampak-dampak lingkungan dan sosial
yang mempengaruhi industri di seluruh termasuk di dalamnya kualitas, material,
dunia karena mengatur hingga lebih dari label hingga simple packaging yang
30.000 zat kimia (Cone, 2006). disepakati melalui Dutch Agreement on
Sebanyak 43% aliran tekstil India ke Sustainable Garments and Textiles sejak
UE berbahan dasar kapas yang boros tahun 2018 dengan target implementasi
dalam penggunaan air dan pestisida. Hal hingga 80% di tahun 2020 (CBI Minister
ini kemudian menempatkan sektor of Foreign Affairs, 2019).
tekstil India dengan 90%-nya berbahan Dari adanya berbagai standar Uni
kapas ke dalam masa kritis. Kurangnya Eropa terkait lingkungan-sosial,
akses perusahaan pada tenaga-tenaga kesepakatan FTA yang baru tidak
penguji ahli dan laboratorium kunjung tercapai. Tidak adanya
menjadikan sertifikasi India kurang kesepakatan baru antara India dan Uni
diterima Uni Eropa. Selain itu, sutra Eropa menjadi celah bagi negara
yang menjadi bahan baku terbesar lain eksportir tekstil lain seperti Bangladesh
juga berkontribusi pada percepatan dan Vietnam untuk meningkatkan
pemanasan global sementara wol yang produktivitas ekspor mereka ke Uni
menempati urutan ke-6 terbesar dalam Eropa. Sebelumnya, Bangladesh dan
sektor produksi India juga menyebabkan Vietnam telah menikmati duty free dari
akumulasi efek gas rumah kaca (Šajn, Uni Eropa di bawah skema Generalised
2019). India memiliki eco label bernama Scheme of Preferences (GSP) sejak
eco mark sejak 1991 yang harus dimiliki tahun 2006 yang diklasifikasikan untuk

11
negara dengan pendapatan nasional di stagnasi akibat sejumlah kesepakatan
bawah rata-rata global oleh Bank Dunia yang belum tercapai serta adanya klausul
(Hayashi, 2007). Sementara beberapa lingkungan dan sosial (Manoj, 2014).
negara menikmati akses bebas tariff Singh Covergence Principle
impor ke Uni Eropa, produk tekstil India kemudian diadopsi guna menekankan
dikenai tariff pajak hingga 9.5% koordinasi nasional untuk penilaian,
(Fibre2Fashion, 2019). Bangladesh adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
memiliki akses ke inisiatif Uni Eropa dilihat oleh dua ilmuan iklim, Thaker
Everything but Arms (EBA) dan Duty dan Leiserowitz, sebagai bentuk
Free Quota Free (DFQF) melalui pragmatis dalam perubahan kebijakan
Bangladesh Garment Manufacturers India dalam merespon perubahan iklim
and Exporters Association (BGMEA) (Thaker & Leiserowitz, 2014). Profesor
(Wazir Advisors, 2016). Melalui iklim, energi dan lingkungan dari Centre
sejumlah keterikatan kerja sama dengan for Policy Research, Navroz Dubash,
Uni Eropa dan perusahaan yang memaknai kalimat ‘manfaat tambahan’
beroperasi di sana, Bangladesh bahkan atau (co-benefit approach) dari
hampir melampaui peringkat India pernyataan PM Mahmohan Singh
sebagai eksportir kain terbesar kedua di mengenai mitigasi perubahan iklim
dunia (Utrikespolitiska Föreningen, sebagai prioritas politik (Dubash, 2013).
2018). Analisis mengungkapkan bahwa
India merupakan salah satu pihak yang
C. Kebijakan Tekstil yang Ramah skeptis tentang perubahan iklim.
Lingkungan Beberapa tahun sebelumnya, dunia
Pasca tahun 2007 setelah India dan intenasional menyebut India sebagai
Uni Eropa memulai negosiasi pertama deal breaker karena menolak untuk
perdagangan yang baru (FTA), para menandatangani COP17 di Durban
pengamat melihat adanya perubahan terkait kepentingan politik yang menjadi
kebijakan iklim di India sebagai salah prioritas (Thaker & Leiserowitz, 2014).
satu bentuk respon (Thaker & Inisiatif zero defect zero effect dalam
Leiserowitz, 2014). The National Action kampanye Make in India yang digagas
Plan on Climate Change tahun 2008 Narendra Modi ketika pertama menjabat
kemudian diadopsi untuk diidentifikasi oleh South Asia Research
mempromosikan tujuan-tujuan sebagai hal yang unik karena
pembangunan India yang dibarengi transformasi kebijakan India tidak
dengan upaya memperoleh keuntungan menunjukan kekhawatiran keluaran
dari mengatasi perubahan iklim emisi karbon dari industri dalam negeri
(Dubash, 2013). Meskipun demikian, melainkan branding ekonomi dari
beberapa kebijakan tersebut masih perubahan gaya hidup (Saryal, 2018).
belum diaplikasikan secara menyeluruh. Pada akhir tahun 2016, India mulai
Misalnya, India menargetkan meratifikasi Perjanjian Paris yang
implementasi energi matahari mencapai ditindaklanjuti dengan implementasi dan
20GW tahun 2022, namun penggunaan tranformasi sejumlah kebijakan dalam
batubara masih intens di mana laporan industrinya guna mencapai target
International Energy Agency tahun 2013 pengurangan emisi gas rumah kaca di
menyebut emisi CO2 India akan terus tahun 2030. Dalam sektor tekstil, India
mengalami kenaikan hingga tahun 2023 menekankan transformasi kebijakan
(Thaker & Leiserowitz, 2014). Tahun program masif energi yang dapat
2013, FTA India-Uni Eropa mengalami diperbarui dalam kerangka the National

12
Solar Mission dan the National Mission memunculkan dilemma dari para ahli
for Enhanced Energy, Zero Defect Zero terkait tantangan dalam ambisi
Effect, dan skenario Make in India pertumbuhan industri yang
dengan target pemenuhan SDG 5: environmental-friendly. Graham
kesetaraan gender, SDG 6: air bersih dan Institute menegaskan bahwa usaha untuk
SDG 7: energi terbarukan (Textile mempercepat angka pertumbuhan
Exchange, 2018). ekonomi memang perlu dilakukan
Munculnya norma keberlanjutan namun dibarengi dengan inovasi serta
yang mempengaruhi masyarakat global pengembangan teknologi untuk
untuk lebih bijak dalam berpakaian lingkungan melalui sistem yang lebih
mendorong para perusahaan merk bersih dan hijau. Para ahli ekonomi dari
ternama tidak hanya memikirkan produk World Bank juga menambahkan bahwa
apa yang mereka jual dan besarnya apabila India ingin menekankan
keuntungan yang didapat, namun berapa pertumbuhan ekonomi yang
harga yang harus dibayarkan terkait berkelanjutan secara lingkungan, maka
dampaknya pada lingkungan dan nasib India perlu memilah pemakaian sumber
buruh yang berada pada lingkaran bisnis daya dan memakai kerangka ekosistem
tersebut. Dengan demikian, perusahaan dalam pembuatan kebijakan ekonominya
yang memiliki inisiatif-inisiatif dalam (Saha & Misra, 2019). Hal ini dibuktikan
mengikuti trend konsumen tersebut akan bahwa ketika India telah memiliki
memperoleh keuntungan lebih dari yang sejumlah kebijakan ramah lingkungan
lain (Srivastava, 2019). yang diadopsi dalam industri tekstilnya,
Namun ramah lingkungan khususnya India belum dapat
dalam bisnis tekstil dan industri mengimplementasikan keseluruhan
manapun tidaklah murah. Penggunaan komitmennya pada sejumlah target.
material organik, praktik-praktik fair Berikut adalah bentuk-bentuk
trade, artful management membuat tranformasi kebijakan tekstil yang di sisi
produk akan lebih mahal daripada yang lain memunculkan penekanan bahwa
diproduksi secara masal dengan kebijakan ramah lingkungan bukanlah
teknologi konvensional. Perusahaan prioritas bagi India.
umumnya khawatir bahwa harga yang
relatif tinggi dari sustainable product 1. RECP: 5F
akan mengurangi jumlah permintaan Melalui Textiles India 2017, PM
dari masyarakat kelas bawah (Khandual Modi mempresentasikan 5F: Farm to
& Pradhan, 2019). Ketika India pada Fibre, Fibre to Fabric, Fabric to
akhirnya setuju untuk turut menanggung Fashion, Fashion to Foreign dalam
beban polusi global akibat industrinya, program Resource Efficient and Cleaner
hal tersebut memunculkan kontradiksi Production (RECP) yang diinisiasi UN
terkait perubahan kebijakan yang ramah Industrial and Development
lingkungan dengan usaha penuntasan Organization (UNIDO) dan UN
kemiskinan, percepatan pembangunan Environment Programme (UNEP) untuk
dan industrialisasi (Jones & Saran, mendampingi pemerintah dan industri
2015). dalam memajukan dan merubah sistem
Selain itu, pernyataan resmi India ekonomi mereka menuju 2030 Agenda
melalui PM Narendra Modi bahwa for Sustainable Development dan
negaranya sedang dalam tahapan menuju pemenuhan target SDGs nomor 9 terkait
$5 trillion economy tahun 2024 dan $10 industri (UNIDO, 2019). 5F merupakan
trillion economy tahun 2030 platform untuk menjadikan industri

13
tekstil sebagai pioneer industri ramah €1.66 miliar untuk pengaplikasian energi
lingkungan dengan target tahun 2035 matahari selama tahun 2016-2019
(Berkel, 2017). melalui technical assistance for the
Meskipun menekankan pada implementation and management of
perbaikan mulai dari pertanian identified solar parks (Tschampa, 2019).
khususnya kapas, perusahaan umumnya Meskipun menekankan akan
masih keberatan untuk meminimalisir penggunaan energi matahari pasca
penggunaan pestisida guna Perjanjian Paris, impor batubara justru
meningkatkan penjualan yang bersaing terus mengalami kenaikan. Selama
dengan bt-cotton. Tahun yang sama April-Juni 2019, pemerintah India
ketika PM Modi mengumumkan 5F, tercatat mengimpor batubara terbesar
setidaknya 50 petani kapas di dalam lima tahun terkahir sebanyak 74
Maharashtra meninggal akibat juta ton yang diperlukan dalam upaya
keracunan pestida (Jain, 2019). Satish mempercepat infrastruktur (Singh,
W. Wagh, mantan pimpinan perusahaan 2019). Sektor tekstil di India sendiri
kimia Chemexil, mengatakan bahwa merupakan salah satu industri yang
adanya batasan penggunaan bahan kimia mengonsumsi energi paling besar
dalam industri guna meminimalisir dengan teknologi kuno terutama pada
pencemaran merupakan hal yang dapat sektor yang terdesentralisasi. Produksi
menghambat proses pertumbuhan tekstil rumahan memakan energi 70-
ekonomi bagi negara berkembang 80% dari total produksi tekstil secara
seperti India (Khan, 2019). Dari segi keseluruhan (Bhaskar, Verma, &
pemberdayaan wanita, farm to fashion Kumar, 2012).
dinilai belum memenuhi kebutuhan bagi Data dari The Rangarajan
pekerja wanita. Perusahaan Sahi Exports Committee tahun 2011-12 menyebutkan
tercatat mensubordinasikan buruh 363 juta orang di India hidup di bawah
wanita yang tidak memiliki waktu untuk garis kemiskinan yang tidak memiliki
istirahat dan upah yang tidak setara. akses ke sumber energi. Jones dan Saran
Kasus tersebut baru ditangani setelah dari The Brookings Institute dalam
adanya desakan dari American argumen mereka mengungkapkan bahwa
Watchdog Group di tahun 2018 (Yar, salah satu cara untuk menuntaskan
2019). kemiskinan di India adalah melalui
percepatan pembangunan dengan
2. The National Solar Mission sumber energi apapun (Jones & Saran,
The National Solar Mission 2015). Pasca pertemuan COP15 di
merupakan serangkaian kebijakan Kopenhagen tahun 2009, majelis tinggi
National Action Plan on Climate Change India (Rajya Sabha) menegaskan bahwa
pada masa PM Mahmohan Singh tahun perubahan iklim harus dialamatkan
2010 (Ministry of New and Renewable sebagai agenda kebijakan luar negeri
Energy, 2010). Pada Desember 2016, dengan tanpa menghalangi upaya
pemerintah menyediakan 34 solar parks pertumbuhan dan pembangunan India.
di 21 negara bagian. Dari target Dengan demikian, perubahan kebijakan
mencapai 20GW tahun 2022 instalasi ramah lingkungan India dibangun atas
energi matahari, pemerintahan PM Modi dasar pertumbuhan ekonomi, bukan pada
menambahkan target hingga 100GW di kesepakatan iklim global (Dubash,
tahun yang sama (Solar Energy 2013).
Corporation of India Limited, 2019). Uni Hal ini dibuktikan dengan sebagian
Eropa juga memberikan bantuan sebesar besar kebijakan pemerintah pada hampir

14
semua sektor industri termasuk tekstil ZLD disebut tidak dapat menyelesaikan
masih mengedepankan industri linear masalah lingkungan, melainkan hanya
untuk beberapa tahun ke depan kesehatan karena pemakaian ZLD
meskipun beberapa ahli mendesak memerlukan daya dan energi yang besar
pemerintah India untuk memulai (Zsakay, 2018). ZLD justru memakan
mengaplikasikan keseluruhan komitmen konsumsi energi sebanyak 50% dalam
industri ramah lingkungan dari tahun industri. Kebijakan ini juga dapat
2018. Sebagai contoh, 70% dari rencana menaikan harga produk jadi yang
infrastruktur untuk tahun 2030 masih memberatkan konsumen akibat
memakai sistem konvensional yang akan dipengaruhi oleh naiknya biaya produksi
menambah beban angka polusi udara. hingga 25-30%. Di Tirupur,
India bahkan diprediksi akan dibanjiri pengoperasian ZLD memakan biaya Rs
permintaan tekstil sebanyak tiga kali 200-250 per kilo liter dibanding industri
lipat menjadi 15 miliar ton pada tahun yang tidak mengoperasikan ZLD di
2030 apabila tetap memakai konsep angka Rs 15-30 per kilo liter (Centre for
industri tekstil konvensional yang cepat Environment Education & Industrial
dan murah (Mohanraj, 2019). Bukan Pollution Prevention Group, 2016).
tanpa alasan, prediksi pada tahun 2050
menunjukkan akan terjadi peningkatan 4. Reformasi Undang-Undang
PDB di seluruh dunia hingga 400% yang Ketenagakerjaan
akan memicu jumlah permintaan akan Hingga pertengahan tahun 2016,
pakaian (Drew & Reichart, 2019). pemerintah setidaknya telah
mengkonversikan 44 pasal ke dalam
3. Pengolahan Limbah melalui ZLD empat kode yang berkaitan antara
Dalam rangka memberi perhatian hubungan antar industri, upah,
lebih pada industri tekstil sebagai keamanan sosial dan keselamatan
penyebab masifnya penggunaan air (Wazir Advisors, 2016). Namun baru
bersih dan pembuangan limbah secara pada Juli 2019, undang-undang tersebut
sembarangan, kementerian lingkungan, disahkan Parlemen India dengan nama
perhutanan dan perubahan iklim the Code on Wages: the code on
(KLKPI) mengumumkan kebijakan Zero occupational safety, health, and working
Liquid Discharge (ZLD) tahun 2016. condition bill. Hal ini terkait pemberian
Konsep ZLD ini merupakan salah satu upah minimum yang berbeda-beda ditiap
komitmen dari Perjanjian Paris yang negara bagian, kondisi ruang kerja yang
masuk dalam kerangka Zero Defect Zero tidak layak seperti minimnya ruang
Effect. Kebijakan ZLD mengharuskan terbuka, tidak adanya cek kesehatan rutin
setiap industri untuk mengolah limbah bagi pekerja dan sebagainya. Di dalam
tekstil sebanyak 25 kilo liter per hari dan code on wages, industri harus
penggunaan garam bersodium sulfat memberikan biaya cek kesehatan rutin
yang memungkinkan air dapat secara gratis, jaminan kesetaraan gender
digunakan kembali untuk konsumsi dan anti diskriminasi dan sebagainya
domestik (Ministry of Environment, (Ministry of Labour & Employment,
Forests & Climate Change, 2015). 2019).
Namun, pengolahan limbah melalui Meskipun code of wages ditekankan
sistem ZLD memiliki beberapa untuk menjamin upah minimum pada
tantangan dalam implementasi seperti tiap-tiap sektor di seluruh negeri, di
perlunya investasi yang besar karena dalamnya masih tidak jelas mengenai
biaya perawatan yang tinggi. Selain itu, bagaimana penerapan upah minimum

15
tersebut diimplementasikan. Dengan energi paling dengan teknologi kuno
kata lain, ketika banyak pekerja yang terutama pada sektor yang
menuntut standar upah minimum, para terdesentralisasi. Produksi tekstil
atasan masih dapat dengan mudah untuk rumahan memakan energi 70-80% dari
menolak atau menyuruh mereka mencari total produksi tekstil secara keseluruhan
pekerjaan lain. Salah satu kelebihan yang (Bhaskar, Verma, & Kumar, 2012).
dimiliki India adalah tenaga kerja yang
relatif murah terutama dalam sektor Pemaparan di atas menunjukan
tekstil. Bangladesh dan Pakistan masih bahwa tranformasi kebijakan tekstil di
memiliki upah buruh yang lebih rendah India belum diimplementasikan secara
dibanding India yang artinya tekstil India intens. Salah satu kendala sulitnya
akan kembali tersaingi dalam sektor penerapan industri yang mengadopsi
produktivitas dan sumber daya manusia. nilai-nilai keberlanjutan menurut
Professor ekonomi dari Xavier School di penelitian Mudra Institute of
Jamshepdur, Shyam Sundar mengatakan Communication, Ahmadebad/MICA
bahwa hambatan terberat bagi ekonomi adalah kurangnya kepedulian akan
India adalah bukan karena lemahnya lingkungan yang berkaitan dengan
regulasi ketenagakerjaan, namun karena industri tekstil di negara tersebut (Parikh,
regulasi ketenagakerjaan tidak benar- 2018). Hal ini dikarenakan transisi
benar menjadi kekhawatiran (Sanghera, menuju industri yang lebih ramah
2019). lingkungan merupakan suatu hal yang
high cost dan tidak efisien yang
5. Pembaruan Teknologi bertentangan dengan rencana percepatan
Dalam sektor tekstil, pemerintah industri India. Selama ini, permintaan
masing-masing negara bagian akan tekstil yang masif dipenuhi dengan
memberi subsidi sebesar 60% dalam proses konvensional yang menuntun
Technology Upgradation Application industri meningkatkan penggunaan serat
Fund Scheme (TUFS) apabila industri sintetis dan bahan kimia dalam
mengaplikasikan energi matahari dalam pewarnaan (Bhutoria, 2018). Namun,
rangka mencapai SDG pemerintah. dengan konsep take, make, recycle,
Selain sebagai pembaruan teknologi, perusahaan tidak lagi memproduksi
skema ini dibuat untuk meningkatkan barang dalam jumlah masif (Mohanraj,
daya saing terutama pada sektor yang 2019). Ekspor tekstil India bahkan
terdesentralisasi serta dapat memberikan diperkirakan akan naik hingga $82 miliar
lingkungan kerja yang lebih baik di tahun 2021. Meskipun ‘permintaan
(Ministry of Textiles, 2017). tekstil’ di sini dapat mengarah pada
Di sisi lain, pengamat dari Indian permintaan pasar yang menekankan
Institute of Technology, Prakash Khude praktik-praktik etis ataupun yang bukan,
mengatakan bahwa meskipun perusahaan harus memainkan cara
pemerintah telah melakukan upaya bagaimana mengakomodasi jenis-jenis
modernisasi, pemakaian mesin permintaan tersebut dengan biaya
berteknologi kuno masih intens di mana produksi yang murah (Segran, 2019).
hingga tahun 2017 konsumsi energi yang Dengan kata lain, kebijakan tekstil
tidak dapat diperbarui untuk sektor yang ramah lingkungan di India masih
tekstil masih mewakili angka 15-20% memprioritaskan profit di atas
dari total keseluruhan industri (Khude, perlindungan lingkungan maupun
2017). Sektor tekstil sendiri merupakan praktik etis. Seorang advokat bisnis,
salah satu industri yang mengonsumsi Subhash Bhutoria, mengatakan bahwa

16
hukum yang mengikat terkait tenaga kerja akan lebih meningkatkan
lingkungan tidak akan mencegah bisnis produktivitas penjualan ke negara-
tekstil dan pakaian di India dengan negara yang menjadikan ramah
metode konvensional untuk terus lingkungan dan praktik etis sebagai
beroperasi. Amandemen undang-undang prioritas (Aspengren & Nordenstam,
lingkungan terkait unit-unit tekstil yang 2019). Di sisi lain, laporan energy
diperbarui oleh kementerian lingkungan initiative dari Brookings Institute tahun
pasca ratifikasi Perjanjian Paris menurut 2019 menyebutkan bahwa India masih
Bhutoria tidak mencakup norma-norma memerlukan batubara dalam percepatan
batasan terhadap keluaran emisi dari industri dan energi terbarukan digunakan
industri tekstil meskipun terdapat untuk melengkapi proses karena industri
wacana bahwa pemerintah akan terus yang terlalu kotor dapat mengalami
melakukan amandemen hukum kebangkrutan. Laporan tersebut juga
lingkungan terkait tekstil untuk mengatakan bahwa transisi India ke
mengatur emisi gas rumah kaca dan industri ramah lingkungan memang
polusi air (Bhutoria, 2018) seperti salah terkait masalah lingkungan dalam negeri
satunya pada amandemen UU terutama polusi, namun tidak lantas
lingkungan tahun 2019 terkait the menjurus pada isu perubahan iklim
hazardous waste sejak tahun 2016 (Tongia & Gross, 2019).
(Ministry of Environment, Forest and Melihat dari adanya kontradiksi
Climate Change, 2019). Peneliti dari antara komitmen perubahan dengan
Brookings Institute, Charles Frank implementasi mengindikasikan bahwa
bahkan berasumsi bahwa Intended India masih mengedepankan harga
Nationally Development Contribution murah, efisiensi dan percepatan dalam
(INDC) yang diajukan India ke sistem industri dalam negeri. Kebijakan-
UNFCCC dengan target di tahun 2030 kebijakan ramah lingkungan yang
akan gencar dilakukan dengan skenario diadopsi India masih hanya pada batas
business as usual dengan penggunaan komitmen yang menunjukan bahwa
batubara (Ebinger, 2016). India mulai mengikuti standar-standar
Oleh karena itu, transformasi internasional terkait lingkungan dan
kebijakan yang ramah lingkungan India sosial. Pasca India meratifikasi
belum meninggalkan industri tekstil Perjanjian Paris, Uni Eropa mengadopsi
dengan sistem linear (konvensional) EU’s Strategy for India tahun 2018 yang
yang telah lama menjadi akar rantai ditujukan untuk memaksimalkan usaha
produksi. Transformasi kebijakan India beralih pada industri terbarukan
diadopsi karena adanya penambahan seperti energi, modernisasi, perubahan
jenis pasar baru yang menginginkan iklim, kerja sama strategis dan
konsep keberlanjutan (transparansi dan sebagainya. Peneliti dari Swedish
ramah lingkungan) dalam sistem Institute for International Affairs,
produksi. Pengadopsian kebijakan Aspengren dan Nordenstam dalam
ramah lingkungan terutama ke dalam laporan The Partnership Shift: Analysing
industri tekstil merupakan hal yang the EU’s Strategic Engagement with
bertentangan antara konsep India mengatakan bahwa peningkatan
keberlanjutan dengan upaya percepatan kerja sama disebabkan karena Uni Eropa
industri di India meskipun memang masih memandang India sebagai partner
dengan beralihnya sektor tesktil ke ekonomi dan strategis yang penting.
produksi yang lebih menginklusi Setelah memiliki visi yang sama untuk
lingkungan dan memperhatikan etika energi terbarukan, India dan Uni Eropa

17
dapat mengejar kepentingan ekonomi untuk benar-benar beralih pada industri
bersamaan dengan tujuan pembangunan yang ramah lingkungan di mana negara
berkelanjutan di tahun 2030 (Aspengren tersebut masih mengandalkan energi
& Nordenstam, 2019). fosil untuk industri. Perubahan dalam
Di samping itu, tidak tepat untuk kebijakan khususnya tekstil ini
menyebut bahwa industri ramah merupakan agenda untuk mendorong
lingkungan dalam tekstil sebagai sesuatu pertumbuhan ekspor khususnya ke Uni
yang pantas diperdebatkan dalam Eropa meskipun pemerintah masih
hitung-hitungan untung-rugi karena mengakomodasi permintaan pasar yang
dengan mengadopsi industri yang lebih tidak mengedepankan nilai-nilai
ramah lingkungan, negara manapun akan keberlanjutan. Melalui kebijakan saat
memperoleh berbagai kelebihan seperti ini, India diproyeksikan akan menambah
tingkat polusi yang rendah, efisiensi air penyerapan tenaga kerja hingga 36 juta
bersih, kesehatan masyarakat hingga dan level produksi mencapai $350 miliar
peningkatan kesejahteraan apabila tahun 2024-25 pada industri tekstil
ekonomi nasional dapat menurut kementerian tekstil dalam
mengkonversikan energi ramah Vision, Strategy and Action Plan for
lingkungan ke dalam hitungan Indian Textile and Apparel Sector (Make
matematis. Dosen ilmu lingkungan di in India, 2017).
Univerity of Washington, Badri
Gopalakrishnan, juga mengkalkulasikan IV. Kesimpulan
bahwa apabila industri tekstil India
menggunakan teknik pewarnaan natural,
maka perusahaan dapat menghemat Kebijakan tekstil yang ramah
biaya konsumsi bahan kimia serta lingkungan di India merupakan bentuk
meminimalisir emisi gas padat untuk respon dari adanya standar Uni Eropa
tekstil kapas hingga 30% dan tekstil wol dalam membangun kerja sama yang
20% (Gopalakrishnan B. N., 2018). Dari didasarkan pada klausul lingkungan dan
segi bentuk kerja sama dagang, ketika sosial. Penetapan standar lingkungan dan
India mulai menunjukan praktik sosial dari Uni Eropa tersebut berasal
keberlanjutan yang memiliki common dari adanya perubahan perilaku
values dengan Uni Eropa, kerja sama masyarakat yang mulai menginklusi
diantaranya menguat di tahun 2018 yang kekhawatiran terhadap isu-isu iklim dan
oleh Dr. Garima Mohan disebut sebagai etisme dalam gaya hidup. Meskipun
common action dalam peningkatan kerja pemerintah India mulai mengusahakan
sama ekonomi, strategis serta promosi adanya transformasi dalam industrinya,
SDGs (Mohan G. , 2019). keberlanjutan industri konvensional
Secara garis besar, industri ramah pada hampir semua sektor termasuk
lingkungan dapat menguntungkan tekstil mengindikasikan bahwa India
meskipun membutuhkan waktu lebih tidak lantas meninggalkan industri
lama dibandingkan ekonomi tekstil konvensional. Transformasi
konvensional. Adanya tranformasi industri tekstil ke arah yang lebih ramah
dalam keseluruhan kebijakan industri lingkungan merupakan strategi untuk
termasuk tekstil memang mendorong mengakomodasi permintaan pasar baru
perkembangan awal kerja sama India di Uni Eropa tanpa memprioritaskan isu
dan Uni Eropa ke depan dalam konsep perubahan iklim global.
common values common action di tahun
2018. Namun India memerlukan proses

18
V. Daftar Pustaka

Buku
Balaam, D. N., & Dillman, B. 2014. Introduction to International Political Economy.
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Clapp, J., & Dauvergne, P. 2005. Paths to a Green World: The Political Economy of the
Global Environment. Massachusetts: The MIT Press.
Gopalakrishnan, B. N. 2018. Economic and Environmental Policy Issues in Indian Textile
and Apparel Industries. Seattle: Springer.
Hudson, V. M. 2014. Foreign Policy Analysis: Classic and Contemporary Theory
(second edition). Maryland: Rowman & Littlefield
Kütting, G. 2004. Globalization and the Environment: Greening Global Political
Economy. New York: State University of New York Press.
The International Forum on Globalization. 2003. Globalisasi, Kemiskinan &
Ketimpangan. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Bab Dalam Buku


Begum, Z., & Kumar, K. K. 2018. “Global Environmental Requirements—Textile
Industry”. Dalam A Study of India’s Textile Exports and Environmental
Regulations, diedit oleh K. K. Kumar. Chennai: Springer.
Kumar, K. K., Begum, Z., & Das, S. 2018. "Non-tariff Barriers in Textiles: Incidence and
Perceptions". Dalam A Study of India’s Textile Exports and Environmental
Regulations , diedit oleh K. K. Kumar. Chennai: Springer.
Narayanan, G. B. 2018. "Exploring Linkages Between Pollution in Textile Industry".
Dalam A Study of India’s Textile Exports and Environmental Regulations, diedit
oleh K. K. Kumar. Chennai: Springer.
Snyder, R. C., Bruck, H., & Sapin, B. 1969. Decision-Making as an Approach to the
Study of International Politics. In J. N. Rosenau, International Poltics and
Foreign Policy (pp. 199-206). New York: Free Press.

Jurnal
Adam, B., & Kütting, G. 1995. Time to reconceptualize ‘green technology’ in the context
of globalization and international relations. Innovation: The European Journal of
Social Science Research, No. 3 (8):243-259.
Afinotan, A. L. 2014. Decision Making in International Relations: A theoretical Analysis.
Canadian Social Science, No. 5 (10): 249-256.
Agarwala, R. 2016. Redefining Exploitation: Self-Employed Workers’ Movements in
India’s Garments and Trash Collection Industries. International Labor and
Working-Class History, No. 89:107-113.
Bhaskar, M. S., Verma, P., & Kumar, A. 2012. Indian Textile Industries Towards Energy
Efficiency Movement. International Journal of Environmental Science:
Development and Monitoring (IJESDM), No. 3 (4):36-39.
Chaudhuri, K. 1978. The Trading World of Asia and the English East India Company
1660-1760. New York: Cambridge University Press
Dubash, N. K. 2013. The politics of climate change in India: narratives of equity and
cobenefits. WIREs Climate Change. Vol. 4:191–201.

19
Hiremath, R. B., Kattumuri, R., Kumar, B., Khatri, V. N., & Patil, S. S. 2012. An
integrated networking approach for a sustainable textile sector in Solapur, India.
Journal of Technological Economy. No. 2 (33):140-151.
Jaybhaye, P. 2018. Impact of Drought Weather on Bt Cotton Growth, Development and
Yield. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, No.
6:2332-2338.
Khandual, A., & Pradhan, S. 2019. Fashion Brands and Consumers Approach Towards
Sustainable Fashion. Journal of Fashion Marketing and Management, 37-53.
Khorana, S., & Soo, K. T. 2016. Barriers to Exporting to the EU: Evidence from Textiles
and Leather. A Project Funded by the British High Commission, 2-21.
Khude, P. 2017. A Review on Energy Management in Textile Industry. Journal of Textile
Technology. No. 2 (6):169.
Oberoi, B. 2013. Determinants of Demand for the Indian Textile Industry. Journal of
Economic and Political, No. 3 (48):62-70.
Putnam, R. D. 1988. Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games
. International Organization,No. 3 (42):427-460.
Saryal, R. 2018. Climate Change Policy Of India: Modifying The Environment. South
Asia Research. No. 38(1):1-19.
Supriya, J., & Vidya, Y. 2012. The Dark Side Of Globalization - In Context Of India.
International Journal of Engineering and Management Sciences, No. 1 (3):29-31.
Thaker, J., & Leiserowitz, A. 2014. Shifting discourses of climate change in India.
Journal of Climate Change. No.123:107–119.

Laporan yang Ditulis oleh Instansi


Aspengren, H. C., & Nordenstam, A. 2019. The Partnership Shift: Analysing the
European Union’s Strategic Engagement with India. Stockholm: The Swedish
Institute Of International Affairs.
CBI Minister of Foreign Affairs. 2019. Exporting sustainable apparel to Europe. Minister
of Foreign Affairs of European Union.
Ebinger, C. K. 2016. India’s Energy and Climate Policy Can India Meet the Challenge
of Industrialization and Climate Change? Washington D.C.: The Brookings:
Eenergy Eecurity and Climate Initative.
Felbermayr, P. G., Mitra, P. D., Aichele, D. R., & Gröschl, D. J. 2016). Europe and India:
Relauncing Troubled Trade Relationship. Gütersloh: The Bertelsmann
Foundation.
Hayashi, M. 2007. Trade In Textiles And Clothing: Assuring Development Gains In A
Rapidly Changing. Geneva: UNCTAD.
India Law Offices. 2008. Indian Textile Industry. ILO Report, 1-18.
International Trade Centre & European Commission. 2019. The European Union Market
for Sustainable Products: The retail perspective on sourcing policies and
consumer demand. Geneva: International Trade Centre & European Commission.
Ministry of Environment, Forests & Climate Change. 2015. Guidelines on Techno-
Economic Feasibility of Implementation of Zero Liquid Discharge (ZLD) for
Water Polluting Industries. Delhi: Central Pollution Control Board.
Ministry of Textiles. 2017. Comprehensive Scheme For Powerloom Sector Development.
Delhi: Ministry of Textiles.
Mohan, G. 2019. Prospect for The New EU Strategy Game Changer or Business as Usual.
Center for Asian Studies, 6-22.

20
Morlet, A., Opsomer, R., Herrmann, D. S., Balmond, L., Gillet, C., & Fuchs, L. 2017. A
New Textiles Economy: Redesigning Fashion’s Future. Cowes: Ellen MacArthur
foundation.
Šajn, N. 2019. Environmental impact of the textile and clothing industry. Brussels :
European Parliamentary Research Service (EPRS).
Textile Exchange. 2018. Threading the Needle. Sustainable Development, 58-61.
The European Commission. 2009. Trade Sustainability Impact Assessment for the FTA
between the EU and the Republic of India. Rotterdam: The European Commission
Internal Data Protection Regulation.
Tongia, R., & Gross, S. 2019. Coal in India: Adjusting to transition. Washington D.C.:
The Brookings Institute.

Platform Online Resmi


Ethical Consumer. 2019. “Boycotts List”. Ethical Consumer : Tersedia online melalui
<https://www.ethicalconsumer.org/ethicalcampaigns/boycotts>, diakses 04
Oktober 2019.
Jain, A. 2019. "India’s Cotton Farmers Fight for Their Lives and Land." The New Fashion
Initiative, 30 Juli. Tersedia online melalui
<https://thenewfashioninitiative.org/indias-cotton-farmers-fight-for-their-lives-
and-land/>, diakses 21 November 2019
Jones, B., & Saran, S. 2015. "An ‘India Exception’ and India-U.S. Partnership on Climate
Change". Brookings, 15 Januari. Tersedia online melalui
<https://www.brookings.edu/blog/planetpolicy/2015/01/12/an-india-exception-
and-india-u-s-partnership-on-climate-change/>, diakses 10 Desember 2019
Make in India. 2019. “Textiles And Garments”. Make in India. Tersedia online melalui
<http://www.makeinindia.com/sector/textiles-and-garments>, diakses 19
September 2019
Make in India. 2017. "Policy Ecosystem For India's Textile Sector". Make in India.
Tersedia online melalui <http://www.makeinindia.com/article/-/v/nurturing-
textiles-policy-ecosystem-for-the-textile-sector>, diakses 19 Oktober 2019
Mann, R. 2019. “Textiles & Garments”. Invest India, 5 September. Tersedia online
melalui <https://www.investindia.gov.in/sector/textiles-garments>, diakses 24
Oktober 2019
Ministry of Environment, Forests and Climate Change. 2019. "Amendment in Hazardous
Waste (Management& Transboundary Movement) Rules". Ministry of
Environment, Forest and Climate Change:
<https://pib.gov.in/newsite/PrintRelease.aspx?relid=189227>, diakses 18
Desember 2019
Ministry of Labour & Employment. 2019. "The Code on Occupational Safety, Health and
Working Conditions Bill, 2019 Introduced in Lok Sabha Today". Press
Information Bureau, 23 Juli. Tersedia online melalui <Ministry of Labour &
Employment: https://pib.gov.in/newsite/PrintRelease.aspx?relid=192112>,
diakses 22 November 2019
Ministry of New and Renewable Energy. 2010. "Resolution". Ministry of New and
Renewable Energy, 11 Januari. Tersedia online melalui
<https://mnre.gov.in/resolution>, diakses 9 Desember 2019
Shiva, D. V. 2013. “The Seeds Of Suicide: How Monsanto Destroys Farming”. Retrieved
from Global Research, 5 April. Tersedia online melalui

21
<https://www.globalresearch.ca/the-seeds-of-suicide-how-monsanto-destroys-
farming/5329947>, diakses 10 November 2019
Shiva, V., & Jafri, A. H. 2004. "Failure of GMOs in India". Greens.org. Tersedia online
melalui <http://www.greens.org/s-r/33/33-04.html>, diakses 17 November 2019
Tschampa, F. 2019. "EU India step up cooperation on solar energy". Delegation of the
European Union to India and Bhutan, 28 Juni. Tersedia online melalui
<https://eeas.europa.eu/delegations/india_en/64757/EU%20India%20step%20up
%20cooperation%20on%20solar%20energy>, diakses 10 Desember 2019
UNIDO. 2019. “The Global Network for Resource Efficient and Cleaner Production
(RECPnet)”. United Nations Industrial Development Organization. Tersedia
online melalui <https://www.unido.org/our-focus/safeguarding-
environment/resource-efficient-and-low-carbon-industrial-production/resource-
efficient-and-cleaner-production/global-network-resource-efficient-and-cleaner-
production-recpnet> diakses 15 September 2019.
United Nations Climate Change. 2008. “Sustainable Textiles for Sustainable
Development – India”. United Nations Climate Change. Tersedia online melalui
<https://unfccc.int/climate-action/momentum-for-change/activity-
database/sustainable-textiles-for-sustainable-development>, diakses 15
September 2019
Wazir Advisors. 2016. Foreign Direct Investment Scenario In Indian Textile Sector.
Gurgaon: Wazir Advisors. Tersedia online melalui
<http://texmin.nic.in/sites/default/files/FDI%20Scenario%20in%20Indian%20T
extiles%20Sector%20-%20A%20Study%20Report.pdf>
Zsakay, A. 2018. "Changing Times – Fast Fashion Comes To India" . Retrieved from
Circular Economy Asia, 1 April. Tersedia online melalui
<http://www.circulareconomyasia.org/changing-times-fast-fashion-comes-to-
india/>, diakses 27 November 2019

Audio, Video, Film


Morgan, A. (Director). 2015. The True Cost [Motion Picture].

Media Massa
Bauer, S., & Jagasia, D. 2019. "Is the Indian textile and apparel industry reinventing
itself?" Forbes India 28 Juni 2019. Tersedia online melalui
<http://www.forbesindia.com/blog/the-innovation-edge/is-the-indian-textile-
and-apparel-industry-reinventing-itself/>, diakses pada 31 Oktober 2019
Sustainable Brands. 2018. Sustainable Brands, 22 Februari. Tersedia online melalui
<https://sustainablebrands.com/read/supply-chain/garment-worker-diaries-
reveal-working-conditions-wages-in-bangladesh-india-cambodia>, diakses 14
Januari 2020
The Legatum Prosperity Index. 2018. “India”. The Legatum Prosperity Index. Tersedia
online melalui <https://www.prosperity.com/globe/india> diakses 27 Oktober
2019
Berkel, R. V. 2017. “Creating sustainable value chains in India’s textile industry”. United
Nations Industrial Development Organization, 2 Juli. Tersedia online melalui
<https://www.unido.org/news/creating-sustainable-value-chains-indias-textile-
industry>, diakses 14 November 2019

22
Bhutoria, S. 2018. "Climate change impacts the Indian fashion industry". Luxury Law
Alliance, 7 September. Tersedia online melalui
<http://www.luxurylawalliance.com/news-features/climate-change-impacts-the-
indian-fashion-industry/996130925>, diakses 18 Desember 2019
Child, D. 2019. "India has the world's worst air pollution: report". Al Jazeera, 5 Mei.
Tersedia online melalui <https://www.aljazeera.com/news/2019/03/india-world-
worst-air-pollution-report-190305151923982.html>, diakses pada 3 Oktober
2019
Climate Action Tracker. 2019. September 19). “India”. Climate Action Tracker, 19
September: Tersedia online melalui
<https://climateactiontracker.org/countries/india/>, diakses 25 September 2019
Cone, M. 2006. "European Parliament OKs world's toughest law on toxic chemicals /
30,000 substances to be regulated -- U.S. will be affected". SFGate, 14 Desember.
Tersedia online melalui <https://www.sfgate.com/green/article/European-
Parliament-OKs-world-s-toughest-law-on-2465418.php>, diakses 15 November
2019
Drew, D., & Reichart, E. 2019. "By the numbers: the economic, social and environmental
impacts of 'fast fashion'". GreenBiz, 17 Januari: Tersedia online melalui
<https://www.greenbiz.com/article/numbers-economic-social-and-
environmental-impacts-fast-fashion>, diakses 04 Oktober 2019.
Khadka, N. S. 2019. "Climate change: Will India's election energy lead to CO2 rise?".
BBC, 17 Mei: Tersedia online melalui <https://www.bbc.com/news/science-
environment-48283612>, diakses 30 September 2019.
Khan, S. 2019. A $163 billion sector is fighting against a hazardous future. Economic
Times, 23 Oktober. Tersedia online melalui
<https://economictimes.indiatimes.com/small-biz/sme-sector/a-163-billion-
sector-is-fighting-against-a-hazardous-future-chemical-sector-
india/articleshow/71716343.cms>, diakses 9 Januari 2020
Mohanraj, P. 2019. "Circular Economy: An alternative development pathway for India".
India Inc, 15 Februari: Tersedia online melalui
<https://indiaincgroup.com/circular-economy-an-alternative-development
Nagaraj, A. 2019. "India's 'invisible' home garment workers exploited by fashion brands".
Reuters, 01 Februari: Tersedia online melalui
<https://www.reuters.com/article/us-india-garments-women/indias-invisible-
home-garment-workers-exploited-by-fashion-brands-idUSKCN1PQ483>,
diakses 04 Mei 2019
Parashar, P. 2019. "Why India’s apparel exports are falling". Live Mint, 23 April. Tersedia
online melalui <https://www.livemint.com/market/mark-to-market/why-india-s-
apparel-exports-are-falling-1555958315769.html>, diakses 20 Oktober 2019
Parikh, N. 2018. "Circular economy need of the hour to minimize textile waste". Times
of India, 2 April. Tersedia online melalui:
<https://timesofindia.indiatimes.com/business/circular-economy-need-of-the-
hour-to-minimize-textile-waste-study/articleshow/63583328.cms>, diakses 22
November 2019
Ratcliffe, R. 2019. "Major western brands pay Indian garment workers 11p an hour". The
Guardian, 1 Februari. Tersedia online melalui
<https://www.theguardian.com/global-development/2019/feb/01/major-western-
brands-pay-indian-garment-workers-11p-an-hour>, diakses 11 November 2019

23
Saha, D. G., & Misra, D. S. 2019. "5 trillion dollar economy of India: A green
perspective". Business Today, 8 September. Tersedia online melalui
<https://www.businesstoday.in/opinion/columns/indian-economy-five-trillion-
dollar-narendra-modi-green-perspective-gdp/story/377981.html>, diakses 19
Oktober 2019
Sanghera, T. 2019. "India at work: Labour reforms aim to boost wages and productivity".
Al Jazeera, 1 November. Tersedia online melalui
<https://www.aljazeera.com/ajimpact/india-work-labour-reforms-aim-boost-
wages-productivity-191101122855317.html>, diakses 22 November 2019
Segran, E. 2019. "These 1.3 billion people could test brands’ addiction to fast fashion".
Fast Company, 31 Januari. Tersedia online melalui:
<https://www.fastcompany.com/90293591/these-1-3-billion-people-could-test-
brands-addiction-to-fast-fashion>, diakses 27 November 2019
Singh, K. 2019. "India's coal imports will grow at the fastest rate in five years." The Atlas,
18 September: Tersedia online melalui <https://www.theatlas.com/charts/N-
MZShXMR>, diakses 27 September 2019.
Solar Energy Corporation of India Limited. 2019. Statewise Solar Parks. Solar Energy
Corporation of India Limited. Tersedia online melalui
<https://seci.co.in/other_page.php?mmid=4&page=statewise_solar_parks>,
diakses 9 Desember 2019
Sonowal, B. 2018. "Circular Economy: What It Is and Why Does India Need It?". Young
Bharatiya, 14 November: Tersedia online melalui
<https://www.youngbhartiya.com/article/circular-economy-what-it-is-and-why-
does-india-need-it>, diakses 04 Oktober 2019
Srivastava, M. 2019. Circular Economy Makes Headway In Indian Fashion. Mintel, 16
April. Tersedia online melalui <https://www.mintel.com/blog/new-market-
trends/circular-economy-makes-headway-in-indian-fashion>, diakses 19 Oktober
2019
Suneja, K. 2019. "Indian cotton fabric, yarn exports fall due to high duties: Study". The
India Times, 11 Februari. Tersedia online melalui
<https://economictimes.indiatimes.com/news/economy/foreign-trade/indian-
cotton-fabric-yarn-exports-fall-due-to-high-duties-
study/articleshow/67933119.cms>, diakses 20 Oktober 2019
The Hindu Business Line. 2019. ”India-EU free trade pact not possible without lowering
tariffs for cars". The Hindu Business Line, 1 Maret. Tersedia online melalui
<https://www.thehindubusinessline.com/economy/india-eu-free-trade-pact-not-
possible-without-lowering-tariffs-for-cars/article26409471.ece>, diakses 19
November 2019
Yar, S. 2019. "Who Made Your Clothes?" The New York Times, 19 Desember. Tersedia
online melalui <https://www.nytimes.com/2019/12/19/style/garment-workers-
around-the-world.html>, diakses 11 Januari 2020

24

Anda mungkin juga menyukai