2. Dua katergori pengetahuan menurut Vaisheika adalah universal dan inherensi. Apakah
arti dan perbedaan keduanya? Jelaskan!
Universal
Kategori keempat ialah hakikat universal. Ia menunjuk pada kesamaan yang ada pada
substansi, kualitas, atau dalam tindakan-tindakan. Misalnya, empat ekor anjing, empat obyek
berwarna merah, dan empat gerak ke bawah, tiap-tiapnya adalah sama, yaitu empat ekor
anjing yang sama, empat warna merah yang sama, empat gerak ke bawah yang sama.
Kesamaan itu dipandang sebagai yang bersifat obyektif dan menjadi milik dari masing-
masing benda individual sama juga seperti kualitas-kualitas. Dasar bahwa empat ekor anjing
dikenal semuanya sebagai anjing ialah karena keempat anjing itu berpartisipasi dalam
hakikat atau kodrat yang sama, yakni keanjingan. Hakikat merupakan unsur universal yang
memampukan kita untuk membentuk konsep tentang jenis dan untuk memasukkan benda-
benda individual ke dalam jenisnya yang layak.
Inherensi
Inherensi ialah fakta bahwa hal-hal yang berbeda, seperti substansi, kualitas, tindakan dan
lain sebagainya, nampak sebagai satu totalitas yang terpadu. Jadi karena warna, ukuran,
kodratnya, dan partikularitasnya sebagai obyek (manusia A), semuanya tampak begitu
terpadu sehingga kita hanya berpikir tentang satu hal saja, yakni Manusia A dan tidak
mempersepsikannya sebagai satu kumpulan hal (mata, telinga, rambut, sawo matang, dll).
Dasar untuk kesatuan bermacam-macam hal yang berbeda itu dalam satu substansi, seperti
kategori-kategori lain, harus memiliki satu dasar dalam realitas. Dan karena inherensi tidak
dapat direduksi pada salah satu hal lain, maka inherensi itu diakui sebagai satu realitas yang
mandiri.
3. Jelaskan teori kausalitas menurut Samkhya!
Kausalitas
Teori kausalitas yang dianut Samkhya disebut satkaryavada yang berarti akibat “ada
lebih dahulu” dalam sebab. Dengan kata lain, dalam sebab sudah ada akibat. Artinya, jika
benar bahwa tak ada sesuatupun yang dapat terjadi tanpa penyebab tertentu dan benar juga
bahwa setiap akibat sudah ada lebih dahulu dalam sebabnya, maka akibat jelas merupakan
bagian tak terpisahkan sebab. Itu berarti kausalitas bukanlah persoalan mengubah sesuatu
yang ada ke sesuatu yang baru, melainkan hal tentang perubahan realitas yang sudah ada
walau dalam satu bentuk yang berbeda.
Secara ringkas, konsep Samkhya tentang kausalitas ini dirangkumkan Ishvara Krishna,
salah seorang filsuf Samkhya, sebagai berikut:
Akibat sudah ada sebelum berfungsinya sebab: 1) karena tidak berproduksinya ketiadaan; 2)
oleh karena kebutuhan akan satu sebab material (yang cocok); 3) karena kemustahilan segala
sesuatu yang berasal dari segala sesuatu; 4) karena sesuatu hanya dapat menghasilkan apa
yang mampu ia hasilkan; dan 5) karena akibat tidak berbeda dari sebab (Samkhya Karika, 9).
Alasan untuk menegaskan bahwa akibat-akibat itu ada adalah kenyataan bahwa akibat-
akibat itu merupakan dunia yang dapat diamati dan dirasakan. Menegasi keberadaan akibat-
akibat itu sama artinya dengan menegasi keberadaan dunia. Alasan yang mengakui bahwa
sebab-sebab itu ada ialah bahwa sesuatu sudah harus menghasilkan akibat-akibat yang
membentuk dunia. Berada sebagai sebab artinya memproduksi satu akibat. Karena itu, bila
ada akibat, maka logisnya harus ada sebab. Jadi, harus disimpulkan bahwa akibat itu sama
riil dengan sebab.
Penegasan bahwa akibat beresensi sama dengan sebab ini penting, karena sangat
mendukung klaim bahwa semua realitas obyektif pada hakikatnya bersumber dari kodrat
yang sama karena semua realitas itu hanya akibat dari transformasi yang beragam dari
prakriti (materi primordial yang darinya berasal segala sesuatu).
Pandangan Samkhya tentang kausalitas di atas, lantas memunculkan beberapa keberatan.
Pertama, akibat itu merupakan satu keseluruhan baru yang berbeda dari unsur-unsur
pembentuknya, karena jika sama, maka akibat dapat dikenal sebelum akibat itu diproduksi.
Samkhya menolak keberatan ini. Menurut, Samkhya keberatan ini tidaklah valid karena
keberatan itu tidak bermakna apa-apa untuk menegaskan bahwa satu keseluruhan itu berbeda
dari sebab materialnya. Semisal, potongan-potongan besi yang merupakan sebab material
untuk kursi ketika ditata dalam satu cara tertentu tidak berbeda dari kursi. Andai berbeda,
orang tentu akan mengenali kursinya tanpa bergantung pada bagian-bagiannya. Nah, hal ini
jelas tidak mungkin. Karena itu Samkhya menegaskan bahwa mengenal satu akibat hanya
mengenal sebab dalam transformasi.
Kedua, jika kausalitas hanya perkara perubahan bentuk dan bukan hasil dari sesuatu yang
baru, maka aktivitas seorang pelaku, yakni sebab yang membawa akibat, tidak dibutuhkan,
karena akibat sudah ada dalam sebab. Terhadap keberatan ini, para pemikir Samkhya
menanggapi dengan menegaskan bahwa bila akibat tidak ada lebih dahulu dalam sebab,
maka kausalitas akan menghasilkan ketiadaan. Kenyataannya kausalitas tidak bisa
memproduksi eksistensi dari sesuatu yang tidak bereksistensi. Si pelaku dimustikan untuk
mentransformasikan sesuatu menjadi sesuatu lagi dan bukan untuk memproduksi sesuatu dari
ketiadaan. Mengatakan bahwa apa yang ada disebabkan oleh ketiadaan itu sama artinya
dengan menyangkal kausalitas itu sama sekali karena tidak menawarkan alternative tentang
sebab-akibat.
Ketiga, bila akibat ada lebih dahulu, tidakkah itu berarti tidak ada sebab yang
dibutuhkan? Samkhya menjawab keberatan ini dengan menegaskan bahwa sebab atau pelaku
yang membawa akibat hanya menampakkan apa yang tidak jelas dalam sebab dan apa yang
pada kenyataannya tidak mengkreasikan sesuatu yang baru.
Jawaban lain yang diajukan Samkhya terhadap keberatan bahwa sebab dan akibat adalah
entitas yang berbeda ialah bahwa praeksistensi akibat dapat ditelusuri pada fakta bahwa tak
suatupun dapat diperoleh dari satu sebab bila sesuatu itu tidak ada dalam sebab. Ambillah
contoh: gula didapat dari tebu, karena ia sudah ada lebih dahulu dalam tebu. Ia tidak bisa
didapatkan dari singkong, karena ia tidak ada lebih dahulu di dalam singkong. Bagi Samkhya
contoh ini jelas menegaskan bahwa akibat sudah ada dalam sebab.
Akhirnya, untuk meringkaskan pandangan mereka tentang praeksistensi akibat dalam
sebab, para pemikir Samkhya beragumentasi bahwa konsep sebenarnya tentang hubungan
kausalitas menuntut praeksistensi akibat dalam sebab. Sesuatu yang tidak ada, tidak
mengharapkan sebab. Jadi bila akibat tidak ada, sudah pasti tidak akan ada pertanyaan
tentang sebabnya.