Kita pasti pernah bertanya bagaimana sih pengetahuan yang benar itu? Mengapa Pengetahuan
bisa dianggap benar sehingga dapat diambil sebagai ilmu? Dalam artikel ini akan kita bahas
bagaimana cara kita menemukan pengetahuan yang benar.
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau didapat seseorang. Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang
bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Sedangkan pengertian kebenaran menurut KBBI adalah keadaan (hal dan sebagainya) yang
cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya. Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu hal
dengan keadaan sebenarnya. Jadi kebenaran pengetahuan adalah kesesuaian antara pengetahuan
dengan fakta yang ada sehingga biasanya dapat diterima oleh akal manusia.
Adapun cabang ilmu filsasfat yang mempelajari tentang pengetahuan adalah Epistemologi.
Epistemologi merupakan ilmu yang secara khusus membahas dan mempelajari tentang
pengetahuan, dimana dengan adanya epistemologi kita dapat mengetahui tentang arah dan kodrat
pengetahuan.
Kata Epistemologi merupakan gabungan dua kata bahasa Yunani yaitu Episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata Episteme sendiri dalam
bahasa Yunani berasal dari kata kerja Epistemai yang artinya meletakkan, mendudukkan atau
menempatkan.
Jadi, secara Etimologi, Epistemologi berarti pengetahuan sebagai usaha untuk menempatkan
sesuatu dalam kedudukan sebnarnya Secara garis besar epistemologi merupakan problem abadi
dalam ilmu pengetahuan.
Problem ini terkait dengan pengetahuan dunia luar dan prolem yang terkait dengan pikiran yang
lain. Kita tahu problem yang terkait dengan dunia luar disebabkan dengan munculnya
keterbatasan kemampuan panca indra manusia dalam memperoleh objek-objek yang ada di alam
sekitarnya.
Ruang lingkup dari kajian Epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar dan validitas
pengetahuan. Oleh sebab itu, Epistemologi juga disebut dengan theory of knowledge atau teori
pengetahuan.
Epistemologi merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan. Ketika kita ingin mengetahi
sesuatu, kita akan mencari cara bagaimana kita bisa mengetahui tentang apa yang ingin kita
ketahui. Itulah yang merupakan hakikat epistemologi. Ada beberapa aliran Epistemologi,
diantaranya: Empirisme, Rasionalisme, Positivisme, Intuisionisme, Kritisme, Idealisme.
Dalam mendapatkan pengetahuan yang benar menurut Epistemologi, kita dapat menggunakan
Metode Ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun
pengetahuan. Melakukan pendekatan secara rasional dan digabungkan dengan pengalaman
empiris manusia. Adapun tahapan dalam kegiatan ilmiah yaitu: 1. Perumusan Masalah; 2.
Penyusunan Kerangka Berpikir; 3. Perumusan Hipotesis; 4. Pengujian Hipotesis; 5. Penarikan
Kesimpulan; 6. Struktur Pengetahuan Ilmiah.
Jika ada seseorang yang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah penetahuan itu
bernilai benar, seseorang harus menganalisa terlebih dahulu cara, sikap, dan sarana yang
digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Ada beberapa teori yang yang menjelaskan
tentang kebenaran, yaitu:
The Correspondence Theory of Truth yaitu kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian
antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau
faktanya.
The Consistence Theory of Truth yaitu kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas. Tetapi atas hubungan antara putusan-putusan
itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu
dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui kebenarannya.
The Pragmatic Theory of Truth yaitu bahwa benar atau tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori
semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut dalam bagi
manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
Referensi :
Epistimologi: Cara Mendapatkan Pengetahuan yang Benar Halaman 1 -
Kompasiana.com
B. Metodologi Metafisika
Salah jatu jalan untuk mengurai lintas realitas metafisika dibutuhkan metode, salah satu metode
metafisik adalah metode intuisi. Intuisi adalah suatu pengalaman singkat (Immediate
experience) tentang yang nyata. Realitas yang sebenarnya masuk melalui diri kita dalam
pengalaman ini. pengalaman singkat ini bentuknya menyerupai persepsi. Realitas Mutlak, dalam
pengalaman melalui intuisi, dapat dipahami secara langsung. Tuhan dipahami sebagaimana
memahami obyek – obyek lainnya. Disini pengetahuan adalah langsung. Jadi, intuisi berbeda
dengan pikiran. Pengetahuan yang diperoleh melalui pikiran selalu berjangka dan tidak langsung.
dengan pikiran tidak ada persepsi langsung terhadap objek.
Intuisi adalah milik khas hati. Ia bukan milik akal atau intelek. Akal atau intelek hanya
menjangkau dunia fenomena, yakni, aspek realitas yang tampak dalam persepsi indrawi. Hati
membawa kita berhubungan dengan aspek realias, bukan membuka persepsi indrawi. Lebih jauh,
pikiran selalu “bergerak mengitari obyek – obyek. Fungsinya adalah untuk memahami realitas
dengan kategori – kategori.
Intuisi adalah keseluruhan yang tak teranalisa. Di dalam intuisi itu adalah keseluruhan realitas
yang berada dalam satu kesatuan yang tak terbagi. Bahkan pelaku pengalaman itu sendiri “
tenggelam “ dalam kesatuan. Dalam pengalaman ini tak ada kemungkinan perbedaan jarak antara
diri dengan bukan-diri. Kaum mistis menjadi lupa akan dirinya, dia kehilangan dirinya , dia tidak
eksis lagi, dia tak lain objek dari dirinya sendiri. Realitas masuk ke dalam dirinya sebagai
keseluruhan yang tunggal, yang tak dapat dibai dan dianalisa.[16]
Metafisika berusaha memfokuskan diri pada prinsip dasar yang terletak pada berbagai
pertanyaan atau yang diasumsikan melalui berbagai pendekatan intelektual. Setiap prinsip
dinamakan “pertama“, sebab prinsip – prinsip itu tidak dapat dirumuskan ke dalam istilah lain
atau melalui hal lain yang mendahuluinya.[17] dalam kajian pengetahuan ilmu diperlukan suatu
kebenaran yang hakiki. Masalah kebenaaran (truth) memang merupakan puncak kajian
epistemologi yang bermuara pada metafisika.[18] Esensi “ kebenaran “ telah dirumuskan dengan
beberapa terma, seperti aletheia ( yunani ), veritas ( latin ), dan truth ( inggris ). Secara
etimologis, alatheia berarti “ luput dari perhatian, tidak kelihatan dan tersembunyi “. Kemudian,
ia berubah menjadi berarti positif, yaitu sesuatu yang ditemukan, dipahami, terlihat dan
berkilauan. Dari sini, ia berarti “ daya terang atau evidensi realitas “, dan “ penemuan akal
terhadap evidensi tersebut “. Kata veritas secara etimologis berarti “ pilihan atau kepercayaan
akal “, atau “ sesuatu yang dipilih atau dipercayai akal “. Dalam konteks linguistik
ini truth berarti “ apa yang dipahami dan dipilih akal “, atau “ kegiatan yang menyebabkan akal
berhasil menemukan dan memilih.[19]
Untuk menemukan kebenaran metafisik, kita perlu mengetahui hal – hal yang diperbincangkan
oleh metafisik, dimana hal – hal tersebut dapat kita jadikan sebagai parameter dalam memahami
metafisik. Adapun yang dibicarakan dalam metafisik adalah tentang hal – hal berikut :
1. Tuhan, Pembahasan ini tidak berbeda dengan kajian theologi. Pada konteks ini Tuhan harus
diposisikan murni, atau ghaib al – mutlak dan puncak serta sumber segala realitas metafisik dan
fisik. Karena berbicara metafisika harus sampai kepada pembahasan tentang Tuhan. Dalam
konteks Islam, ini adalah pembahasan paling pokok, sehingga barang siapa yang memiliki ilmu
metafiska yang kuat , maka keimanan seseorang akan menjadi kokoh.
2. Makhluk – makhluk Tuhan yang tidak nampak ( malaikat, jin, syetan ). Bila selama ini
banyak yang menganggap dunia metafiska hanya berkaitan dengan alam arwah gentayangan dan
hantu, maka harus ditambahkan untuk sampai pada pembahasan tentang malaikat dan jin serta
syetan sebagai makhluk yang berada di bawah kendali Yang Maha Metafisik ( Allah ).
3. Manusia, berkenaan dengan materi manusia, unsur – unsur dan potensi manusia yang
meliputi : akal, jiwa/ruh, hati, orbit, kesadaran, cipta, dan angan – angannya serta prilakunya.
4. Alam, yang meliputi alam ghaib, mulai alam mimpi, kubur, masyar, mizan, sampai surga
dan neraka. Berkenaan dengan alam materi yang menjadi bahan kajian adalah masalah orbitnya
dan kekuatan atau energy yang dikandungnya.
5. Konsep – konsep pemikiran atau ide filosofis seperti masalah kebahagiaan, keadilan,
kesetaraan, kebaikan, kejahatan, dan sebagainya.[20]
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Tujuan sang maha Pencipta/ Allah SWT dalam menciptakan makhlukNya sebagai manusia
paripurna/sempurna yaitu KHALIFAH dibumi,yang berarti memiliki kompetensi yang sanggup
mengemban misi Allah dibumi, bagi kepentingan kehidupan pribadinya, umat lainnya, makhluk
makhluk lain dengan segala isi bumi ini yang harus diembannya,termasuk pemeliharaan,
pengembangannya,perlindungannya dan pemanfaatan secara berkseimbangan dan harmonis.
Mengingat sifat misi yang multi komplek dan multi dimensi inilah, maka manusia
diciptakanseseempurna makhluk ( manusi paripurna) yang harus memililki kompetensi sempurna
pula di bidang fisika dalam kehidupan duniawidan metafisika dalam kehidupan dunia dan
uchrawi, sehingga pengabdian serta ibadahnya terhadap Allah Swtdapat dipenuhi dengan baik.
Ibadah yang baik kehadirat Allah haruslah baik pula IMTAG nya/aqidah dan kaedahnya
(Hablumminallah) Pengabdian /Ubudiahnya kehadirat Allah SWT. Yang tertuju melalui
kehidupan sosial kemanusiaan, serta pemeliharaan bumi serta isinya pada lingkup kehidupannya
membutuhkan profesional yang baik pula dengan penguasaan IPTEK yang baik dan modern.
Keseimbangan IMTAG dan IPTEK harus harmonis. Oleh karenanya masalah metafisika
tidak mungkin lepas/lekang dari diri seorang insan bahkan kehidupan manusia itu secara kodrati
dan fitrah didomenasi oleh unsur METAFISIKA sebagai konsistensi serta eksistansi mengaku
turunan anak cucu Adam AS/ Manusia Paripurna. Dengan kemajuan yang menabjubkan di
bidang IPTEK di era super modern ini dalam memenuhi kebutuhan serta kesejahteraan umat
manusia di dunia cendrung terjadi ketidak seimbangan dengan kemajuan IMTAG terutama dari
segi meaning serta nilai-nilai/value secara hakiki, dimana metode dan system dalam kajian
IMTAG cenderung masih bersifat tradisional. Apabila ketidakseimbangan berlangsung terus,
maka ada kemungkinan agama yang di anut akan di tinggalkan oleh umat itu sendiri,terutama
makna serta nilai-nilai hakikinya. Hal ini berarti manusia paripurna akan tererosi kodrat serta
fitrahnya dan menjurus kepada sekuler dan dapat menjurus secara hakiki dari manusia
paripurna/sempurna menjadi makhluk yang berderajat lebih rendah dari hewan, dunia bisa
kiamat. Prof. Kadirun Yahya : 1975 mengemukakan :
“ yang merubah peradapan manusia di bumi ini adalah teknokrat “ Memperhatikan ucapan beliau
di atas, umat manusia khususnya para tekmokrat berkewajiban mempertahankan keparipurnaan
manusia dibumi ini dengan berusaha mempertahankan kodrat serta fitrah sebagai makhluk
monodualis/bumi-langit, melalui keseimbangan kemajuan IPTEK serta IMTAG.[21]
D. Klasifikasi Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Kant berpendapat, kalau
difinisi tradisional metafisika yakni sebagai ilmu yang menyelidiki tentang “ yang- ada sebagai
yang- ada “.[22] Dalam hal ini metafisika membicarakan sesuatu di sebalik yang tampak.
Dengan belajar metafisika orang justru akan mengenal akan Tuhannya, dan mengetahui berbagai
macam aliran yang ada dalam metafisika. Persoalan – persoalan metafisis menjadi tiga, yaitu
persoalan ontology, persoalan kosmologi, dan persolalan antropologi.[23] Cristian Wolf ( 1679-
1754M ) membagikan metafisika menjadi dua bagian, yaitu metafisika umum dan metafisika
khusus. Dimana metafisika umum adalah yang dapat diserap oleh indrawi, sedang metafisika
khusus adalah yang tidak dapat diserap oleh indrawi.[24]
1. Metafisika Umum ( General )
Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Term ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M.[25] Ontologi terdiri dari dua suku
kata, yakni ontos dan Logos. Ontos berarti sesuatu yang terwujud dan logos berarti ilmu. dengan
kata lain ontologi membahas tentang wujud ( ada ). Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu
dan keilmuan adalah dunia empirik, dunia yang dapat di jangkau pancaindra. Jadi objek ilmu
adalah pengalaman indrawi. Dengan maksud, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
hakikat oleh logika semata.[26]
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato ( 428-348 SM ) dengan teori
ideanya. Menurut Plato tiap – tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada ideanya. Idea yang
dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal dari setiap sesuatu. Plato
mencotohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal yang
berlaku untuk tiap – tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam,
putih, ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati, Idea kuda itu adalah paham,
gambaran, atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di benua mana
pun di dunia ini.
Argumen ontologi kedua dimajukan oleh St. Augustine (354–430M). Menurut Augustine,
manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam alam ini ada kebenaran. Namun,
akal manusia terkadang merasa bahwa ia mengetahuinya itu adalah suatu kebenaran,
Menurutnya, akal manusia mengetahui bahwa di atasnya masih ada suatu kebenaran tetap
( kebenaran yang tidak berubah – ubah, dan itulah yang menjadi sumber dan cahaya bagi akal
dalam usahanya mengetahui ynag benar. Kebenaran tetap dan kekal itulah kebenaran ynag
mutlak. Kebenaran inilah oleh Augustine disebut Tuhan.[27]
2. Metafisika Khusus ( Spesifik )
Terdiri dari : Kosmologi, teologi metafisik, dan filsafat antropologi. Kosmologi dari Bahasa
Yunani cosmos ( rapih, tertib, dunia ) lawan dari chaos ( kacau balau atau tidak tertib ).
Kosmologi dimaksudkan sebagai penyelidikan filosofis tentang dunia atau alam dan ketertiban
yang paling fundamental dari seluruh realitas. Hal yang disoroti dalam kosmologi antara lain
adalah persoalan ruang dan waktu, perubahan, kemungkinan – kemungkinan dan keabadian.
Teologi Metafisik mempersoalkan eksistensi Tuhan dan terlepas dari kepercayaan agama.
Eksistensi Tuhan hendak dipahami secara rasional. Filsafat antropologi merupakan bagian
metafisika khusus yang mempersoalkan apakah manusia itu ? Apakah hakikat manusia ? Filsafat
antropologis mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan – pertanyaan metafisik tentang
realitas manusia sebagaimana adanya.[28]
E. Peran Metafisika Dalam Ilmu Pengetahuan
1. Metafisika mengajarkan cara berfikir yang cermat dan tidak kenal lelah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Sebab seorang metafisikus selalu mengembangkan pikirannya
untuk menjawab persoalan – persoalan yang bersifat enigmatik ( teka – teki ).
2. Metafisika menuntut orisinalitas berfikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan.
Artinya, seorang metafisikus senantiasa berupaya menemukan hal – hal yang baru yang belum
pernah diungkap sebelumnya. Sikap semacam ini menuntut kreativitas dan rasa ingin tahu yang
besar terhadap suatu permasalaha. Pematangan sikap semacam ini akan mendidik seorang untuk
selalu berkiprah pada lingkup penemuan ( contest of discovery ), bukan lingkup pembenaran
semata.
3. Metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama pada wilayah praanggapan – praanggapan, sehingga persoalan yang
diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat.
4. Metafisika juga membuka peluang bagi terjadinya perbedaan visi di dalam melihat realitas,
karena tidak ada kebenaran yang benar – benar absolute. Hal ini akan menjadikan visi ilmu
pengetahuan berkembang menurut ramifikasi ( percabangan ) yang sangat kaya dan beraneka
ragam, sebagaimana yang terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini.[29]
Referensi :
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Epistemologi Fungsi dan Objek Ilmu
Pengetahuan", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/siti90731/5bfb3815ab12ae64336dd273/epistemologi-fungsi-dan-
objek-ilmu-pengetahuan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak
mewakili pandangan redaksi Kompas.
Sejarah
Epistemologi merupakan suatu cabang utama filsafat yang khusus mengkaji tentang teori ilmu
pengetahuan.[10] Dari segi sejarah, pembahasan filsafat merupakan induk utama ilmu
pengetahuan. Atas dasar pokok filsafat inilah lahir cabang ilmu lain, seperti matematika, logika
atau logika, kedokteran, dan lain-lain. Epistemologi asal kata dari "epistēmē" dalam bahasa
Yunani yang berarti pengetahuan. Aliran ini secara garis besar dibagi menjadi dua aliran pokok
yakni idealisme dan realism. Pertama, idealisme atau dikenal sebagai rasionalism adalah aliran
yang merujuk pada peranan dari akal, ide, kategori, dan bentuk sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Kedua, realisme atau dikenal empirism adalah aliran yang merujuk peranan indera
baik itu penglihat, pendengar, peraba, pencium, dan pengecap sebagai sumber sekaligus alat
mendapatkan ilmu pengetahuan. Para tokoh pemikiran aliran-aliran ini, ada kalanya saling
mempertahankan keyakinan pemikirnya dan kadang sangat eksklusif dalam mengungkap
kebenaran.[11]
Kemanfaatan epistemologi
Manfaat mempelajari epistemologi dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradapan.
Hal ini disebabkan dengan epistemologi membantu dalam membangun masyarakat baik modern
maupun tradisonal tanpa mengesampingkan peranan kunci dari epistemologi agar mencegah
terjadi kemacetan peradaban, kreasi baru, dan temuan orisinal.[12] Tiga alasan yang menjadi
pertimbangan dalam mempelajari epistemologi meliputi strategis, kebudayaan, dan pendidikan.
Pertama, pertimbangan strategis terhadap epistemologi ialah agar dapat memahami pentingnya
ilmu pengetahuan bagi manusia baik dari segi manfaat dan perolehan ilmu. Kedua, pertimbangan
kebudayaan terhadap epistemologi ialah agar dapat memahami dan mengungkapkan makna yang
terkandung pada ekspresi budaya, baik itu makna budaya yang berupa tulisan, lisan maupun
simbol. Ketiga, pertimbangan pendidikan terhadap epistemologi bersifat usaha sadar pada
pandangan secara sentral, di mana pendidikan dicirikan dengan proses mulai dari penetapan visi
misi, kurikulum, capaian pelajaran yang ingin raih, penentuan mata pelajaran yang akan dikaji,
hingga evaluasi hasil pembelajaran. Dari proses inilah akan menuntun, mempertajam, dan
membantu dalam memahami ilmu pengetahuan secara terstuktur.[13]
Referensi :
Manusia ketika itu (usia bayi) masih belum bisa menggunakan akalnya. Ia bergerak dan
bersuara hanya berlandaskan nafsu muthmainnah-nya. Setelahmenginjak usia tamyiz,manusia
mulai menggunakan akalnya untuk berfikir.Pada usia ini, manusia merasa bahwa dalam
bereksistensi dengan lingkungannya—selain dengan jasad kasarnya—dalam dirinya ada karunia
ruh, otak, hati,dan nafsu.Ruh sebagai yang menjadikannya hidup dan ditandai dengan
(kerja)keluar-masuknya nyawa yang dipompa oleh jantung dalam tubuhnya. Selanjutnya,otak
bekerja disebut berpikir, hati bekerja disebut merasa dan nafsu berkeinginan disebut mau.
Tela’ah pertama adalah tela’ah secara ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana
yang hendak dicapai ilmu.Ini berarti sejak awal kita sudah mempunyai pegangan dan
pengamatan sementara terhadap gejala lingkungan yang mengitari kehidupan kita, juga masalah-
masalah sosial. Dalam hal ini menyangkut eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan
terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat
diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik
kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal- hal yang gaib seperti soal surga atau
neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Tela’ah kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan
perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data
empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkahlangkah pokok dan urutannya,
termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang
digunakannya.
Tela’ah ketiga adalah dalam lingkup prinsip aksiologis, yaitu bagaimana pengamalan
atau implementasi dari pengetahuan yang diperoleh dari proses berfikir secara ontologis dan
epistemologis sebagaimana diterangkan di atas.
FILSAFAT ILMU
ONTOLOGI
EPISTEMOLOGI
(Cara Memperoleh Ilmu)
AKSIOLOGI
(Implementasi/Pembuktian)
Tiga prinsip falsafi di atas adalah mata tangga yang tidak dapat dipisahkan
demi menangkap pengetahuan-pengetahuan dan menggapai duduk ilmu sejati.Satu per satu mata
tangga tersebut mesti dilalui dengan baik dan bijak. singkatnya,ranah ontologis bertugas
menceritakan apa hakikat dari pengetahuan dan dari mana asal sumber pengetahuan tersebut.
Sedangkan epistemologi merambah bagaimana proses pengetahuan itu disusun dan dibangun,
kaidah-kaidah apa yang diterapkan serta prinsip yang digunakan, kemudian aksiologi adalah
menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun serta apakah hikmah pengetahuan tersebut
untuk kemaslahatan manusia.
Kegunaan Epistemologi
pistemologi memiliki fungsi dalam filsafat ilmu yaitu sebagai landasan tindakan manusia dikesehariannya,
dasar pengembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai sarana mengetahuikebenaran pengetahuan. Fungsi
epistemologi dalam bidang keilmuan dapat membantu pengembangan pemikiran mengenai suatu masalah dan
mendorong manusia berfikir kritistentang suatu kejadian, sebab-akibat dan lain sebagainya.
Dari hal ini akan menimbulkan banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia dan memancing
adanya keinginan untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, selain itu dengan berfikirnya manusia sebuah
temuan ataupun hasil pemikiran, teori, pendapat baru akan dihasilkan dan menjadi ilmu pengetahuan juga
penguat dasar ilmu sebelumnya.
Sebagai contoh hasil dari pemikiran epistemologi yaitu pendapat isaac newton mengenai penyebab
mengapa buah apel bisa jatuh kebawah dari atas pohon yang akhirnya menimbulkan pertanyaan dan pemikiran.
Pada akhirnya munculah Teori Hukum Newton dalam ilmu sains dan teori yang berawal dari apel jatuh dari pohon
tersebutlah yang bisa kita pelajari sampai saat ini bahkan telah membantu dunia pengetahuan khusunya didunia
Sains.
MAKALAH
Kelompok:5
Taufik Hidayat
M.Akbar Nur Ichsan
Muhamad Iqbal Ramadhan