Anda di halaman 1dari 203

Agenda Pembangunan

Agenda Pembangunan

2.1. MENINGKATKAN DAYA SAING EKONOMI DAERAH

2.1.1. Peningkatan Stabilitas Ekonomi Makro Daerah

Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan


gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2006 – 2011,
berdasarkan berbagai langkah kebijakan yang telah dituangkan dalam ketiga agenda
pembangunan, dan pembiayaan pembangunannya.

A. Kondisi Perekonomian Jambi Tahun 2005

Kondisi ekonomi Jambi menjelang akhir tahun 2005 adalah sebagai berikut.
Pertama, sejak memasuki tahun 2000 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan
yang cukup signifikan yaitu dari 2,9 persen tahun 1999, tumbuh menjadi 5,43 persen
tahun 2000 dan pada tahun 2004 pertumbuhannya mencapai 5,024 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut belum mampu mendorong
peningkatan kesempatan kerja, karena pertumbuhan ekonomi tersebut sebagian
besar didorong oleh konsumsi masyarakat. Kedua sektor keuangan dan perbankan di
Provinsi Jambi sejak tahun 2000 relatif stabil, hal ini didorong kondisi nasional
dimana stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan menguatnya nilai
tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta meningkatnya cadangan
devisa. Pertumbuhan dana pihak ketiga di Perbankan Jambi relatif tinggi yaitu dari
Rp 2,27 triliun tahun 1999 meningkat menjadi Rp 5,36 triliun tahun 2004 atau tumbuh
rata-rata 18,72 persen pertahun selama periode 1999-2004. Kredit yang disalurkan
juga meningkat dari Rp 1,413 triliun tahun 1999 menjadi Rp 3,011 tahun 2004 atau
tumbuh rata-rata sebesar 16,34 persen pertahun selama periode 1999-2004. Data
perkembangan kredit perbankan di Jambi sampai bulan September 2005 sebesar Rp
3,521 triliun, sedangkan total dana pihak ketiga sebesar Rp 5,472 triliun. Hal ini
mengindikasikan sektor keuangan dan perbankan di Jambi relatif baik dan tetap
terjaga. Ketiga, sektor riil mulai bergerak namun relatif lambat, hal ini tercermin
dari pertumbuhan ekspor non-migas yang hanya mencapai rata-rata 2,26 persen
pertahun dan tingkat realisasi investasi PMA rata-rata hanya 15 persen dan realisasi
investasi PMDN rata-rata sebesar 27 persen pertahun, namun tingkat pertumbuhan
realisasi relatif tinggi yaitu dari US $ 11,77 juta tahun 1999 meningkat menjadi US$
97,43 juta atau pertumbuhan rata-ratanya sebesar 52,61 persen pertahun untuk
investasi PMA, sedangkan untuk investasi PMDN dari Rp 5,6 triliun tahun 1999
meningkat menjadi Rp 8,53 triliun tahun 2004 atau tumbuh rata-rata sebesar 8,81
persen pertahun selama periode 1999 - 2004. Pertumbuhan realisasi investasi yang
relatif tinggi ini diharapkan pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan sektor
pertanian, industri, dan jasa-jasa.
Perekonomian Provinsi Jambi pada triwulan III Tahun 2005 ini tumbuh 2,11%
(quarter-to-quarter/angka sementara), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya 1,68% (q-t-q). Demikian juga pertumbuhan PDRB tahunan pada
triwulan laporan tumbuh 5,72% (year-on-year/y-o-y), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan PDRB tahunan pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,64% (y-o-y).

-1
Agenda Pembangunan

Pertumbuhan PDRB secara triwulanan disebabkan oleh pertumbuhan PDRB untuk


seluruh sektor ekonomi, yaitu sektor pertanian (1,17%): pertambangan (0,93%);
industri pengolahan (1,74%); listrik, dan air bersih (0,47%); bangunan (7,14%),
perdagangan, hotel dan restoran (2,11%), pengangkutan dan komunikasi (1,12%);
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (6,36%); dan jasa-jasa (3,41%).
Kontribusi sektor pertanian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Jambi
yaitu berasal dari pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) sebesar
1,65%; sub sektor perkebunan tumbuh 0,66%; sub sektor peternakan tumbuh 1,15%,
dan sub sektor perikanan tumbuh 4,21% dan subsektor kehutanan hanya tumbuh
sebesar 0,11% pada triwulan III tahun 2005 ini. Pertumbuhan tersebut khususnya pada
sub sektor tabama disebabkan oleh meningkatnya produksi padi, tanaman jenis umbi-
umbian, jagung, sayuran, dan buah-buahan. Peningkatan produksi karet, kopi, teh
dan kelapa sawit pada triwulan laporan juga terlihat mengalami peningkatan pada
triwulan laporan yang disebabkan oleh dukungan cuaca dengan curah hujan yang
cukup baik pada triwulan laporan. Sementara, sektor pertambangan dan penggalian
mengalami kenaikan produksi yang disebabkan oleh kenaikan produksi pada sub
sektor penggalian, sedangkan untuk produksi migas mengalami penurunan. Penurunan
sub sektor migas disebabkan oleh mulai menurunnya produksi di beberapa sumber
migas di Kabupaten Batang Hari, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi sebagai salah
satu sumur minyak tertua di Provinsi Jambi. Di sisi pengeluaran, kenaikan PDRB
Provinsi Jambi terjadi pada seluruh komponen pengeluaran, yaitu pengeluaran
konsumsi rumah tangga 1,54%; pengeluaran konsumsi pemerintah 1,10%; pengeluaran
lembaga nirlaba meningkat cukup tinggi 2,69%; pembentukan modal tetap domestik
bruto (PMTDB) 1,52; perubahan stok 2,53%, ekspor 1,26% dan impor 0,78%.
Sementara itu, angka pertumbuhan tahunan terutama ditopang oleh kenaikan
pengeluaran konsumsi rumah tangga 6,05%; pengeluaran PMTDB 6,64%; dan
pengeluaran konsumsi pemerintah 4,21%; ekspor 3,76% dan impor 4,09%.

B. Lingkungan Eksternal dan Internal Tahun 2005-2010

Gambaran ekonomi Jambi tahun 2006-2010 akan dipengaruhi perkembangan


lingkungan eksternal sebagai berikut, Pertama, perkembangan globalisasi yang
semakin meningkatkan integrasi perekonomian regional seperti menyatunya pasar
Asia Tenggara yang terintegrasi dalam Asean Free Trade Area (AFTA). Keadaan ini
disatu pihak akan menciptakan peluang yang lebih besar bagi perekonomian daerah
seperti Jambi, tetapi dilain pihak juga menuntut daya saing perekonomian Jambi
yang lebih tinggi. Dorongan eksternal bagi perekonomian Jambi antara lain berasal
dari: a) perekonomian nasional terutama dari daerah di Pulau Jawa, Sumatera dan
Batam yang diperkirakan masih tetap menjadi pasar bagi produk-produk pertanian,
perkebunan dan kehutanan yang dihasilkan Jambi, b) perekonomian kawasan regional
Asia Tenggara diperkirakan tetap menjadi kawasan pertumbuhan dan dinamis dengan
motor penggerak perekonomian Singapura dan negara-negara yang tergabung dalam
IMS-GT (Indonesia - Malaysia -Singapore Growth Triangle), karena sekitar 60 persen
ekspor Jambi adalah ke Singapura, disamping itu secara geografis letak Jambi sangat
strategis di kawasan IMS GT tersebut.
Kedua, dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka
perekonomian daerah seperti Jambi sangat tergantung pada perekonomian nasional,
meskipun potensi timbulnya krisis ekonomi nasional menurun, namun potensi
ketidakpastian eksternal tetap tinggi yang antara lain berasal dari kemungkinan
melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara industri paling maju seperti
Amerika Serikat, Eropah dan Jepang, tingginya harga minyak bumi yang menyebabkan

-2
Agenda Pembangunan

meningkatnya subsidi, menurunnya arus penanaman modal dan terpusatnya arus


modal pada beberapa daerah maju.
Ketiga, penetapan standar produk dan regulasi dari negara maju yang cendrung
tidak dapat dipenuhi oleh daerah-daerah yang baru berkembang seperti Jambi,
sehingga hampir semua produk ekspor Jambi harus melalui Singapura untuk di kemas
ulang, sehingga sebagian besar nilai tambah produk itu diterima Singapura bukan
Jambi.
Adapun lingkungan internal yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap
perekonomian Jambi dalam lima tahun mendatang adalah sebagai berikut:
Pertama, Jambi secara nasional termasuk daerah yang paling aman dan
kondusif untuk berinvestasi, keadaan ini diharapkan dapat menjadi pendorong untuk
masuknya investor ke Jambi. Kedua, pelaksanaan pemilihan Gubernur secara
langsung yang pertama di Indonesia berjalan dengan baik, dengan dukungan yang
sangat besar yang ditandai dengan perolehan suara mencapai 80 persen, hasil
pemilihan ini diharapkan menghasilkan pemerintah daerah yang kuat yang dapat
menyelesaikan konflik kebijakan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dan
dapat menjembatani penyelesaian masalah antara Pemerintah Pusat dengan
Kabupaten dan Kota, dan juga dapat meningkatkan kepastian hukum yang pada
gilirannya dapat menciptakan iklim usaha yang sehat sehingga dapat meningkatkan
kegiatan ekonomi di Jambi. Ketiga, dengan pemerintahan yang kuat berkat besarnya
dukungan masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap berbagai pelaksanaan program pembangunan yang pada gilirannya akan
meningkatkan partisipasi masyarakat. Keempat, sumberdaya alam yang berlimpah
seperti minyak, gas, batubara, emas dan tersedianya lahan yang luas dapat
dieksploitasi dengan baik dan berkelanjutan, sehingga dapat menjadi motor
penggerak perekonomian Jambi kedepan.

C. Prospek Ekonomi Tahun 2006-2010

Kenaikan harga BBM yang mencapai 80-120 persen, akan mempengaruhi


pertumbuhan ekonomi Jambi. Hal ini dapat dilihat pertumbuhan ekonomi Jambi
secara kumulatif sampai triwulan III tahun 2005 baru mencapai 3,83 persen jauh
dibawah nasional yang telah mencapai 5,76 persen. Rendahnya pertumbuhan
ekonomi sampai triwulan III ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan
pembentukan modal tetap bruto, dan ekspor disisi lain pertumbuhan impor relatif
meningkat.
Kenaikan harga BBM tersebut juga mempengaruhi daya beli masyarakat,
bahkan tingkat inflasi pada bulan oktober 2005 telah mencapai 10,47 persen,
sehingga secara kumulatif inflasi tahun 2005 diperkirakan dapat mencapai 15 persen.
Laju inflasi tahun 2006 ini diperkirakan hanya 1 digit, menurunnya inflasi ini didorong
oleh faktor-faktor eksternal yang semakin baik. Namun demikian, arah perubahan
terhadap prospek ekonomi Jambi dipaparkan dalam bagian akhir Bab ini.
Berdasarkan berbagai langkah kebijakan yang dilakukan berbagai bidang,
sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya serta memperhatikan
kondisi eksternal dan internal yang mempengaruhi perekonomian Jambi, prospek
ekonomi tahun 2006-2010 adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya Kesejahteraan Rakyat Melalui Pertumbuhan Ekonomi yang


Berkualitas.

Untuk meningkatkan pertumbuhan kesempatan kerja serta meningkatkan


pendapatan masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas

-3
Agenda Pembangunan

harus menjadi prasyarat untuk tercapai tujuan diatas. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tersebut diharapkan dapat menurunkan tingkat pengangguran tenaga kerja dari
6,5 persen total angkatan kerja tahun 2004 menjadi 3,5 persen dari total angkatan
kerja tahun 2010. Selama tahun 2006-2010 peningkatan penciptaan kesempatan kerja
yang cukup besar diharapkan terjadi disektor industri pengolahan agribisnis, seperti
industri hilir CPO, kelapa dan crumb rubber, sektor perdagangan, hotel dan restoran
diharapkan dapat menyerap tenaga kerja 300.000-500.00 orang selama periode 2006-
2010. Demikian juga untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dapat
menciptakan lebih banyak kesempatan kerja pada masa mendatang. Sedangkan untuk
sektor utilitas seperti listrik, gas dan air minum serta sektor transportasi, relatif kecil
menyerap tenaga kerja. Sedangkan penyerapan tenaga kerja pada sub sektor
perkebunan diperkirakan relatif stabil, karena kebijakan di sektor perkebunan
terutama tanaman karet adalah peningkatan produktivitas petani bukan perluasan
lahan. Dengan strategi ini diharapkan pendapatan petani dan kesejahteraan
meningkat.
Sejalan dengan menurunya tingkat pengangguran serta dengan dilaksanakannya
berbagai program mengatasi kemiskinan seperti bantuan langsung tunai (BLT) dan
program lainnya yang tertuang dalam Bab Penanggulangan Kemiskinan, maka jumlah
penduduk miskin diharapkan menurun secara drastis dari 12,45 persen tahun 2004
menjadi sekitar 5 persen tahun 2010.

2. Tercapainya Pertumbuhan Ekonomi Yang Tinggi.

Bebagai langkah kebijakan untuk meningkatkan investasi dan ekspor non-migas


di berbagai sektor antara lain tertuang pada Bab Peningkatan Investasi dan Ekspor
Nonmigas, Bab Peningkatan Daya Saing Industri, Bab Revitalisasi Pertanian, dan Bab
Pemberdayaan Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM), dan Bab
Percepatan Pembangunan Infrastruktur, serta didukung oleh Bab Ketertiban dan
Kepastian Hukum, akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara bertahap dari 5,50
persen tahun 2005 menjadi 8,20 persen tahun 2010, atau tumbuh dengan rata-rata
7,6 persen pertahun. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,78 persen,
pendapatan riil perkapita (dengan tahun dasar 2000) mencapai Rp 4,62 juta pada
tahun 2005 dan Rp 6,2 juta pada tahun 2010.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi; konsumsi
masyarakat; serta ekspor barang dan jasa. Investasi; ekspor barang dan jasa; serta
konsumsi masyarakat diperkirakan rata-rata tumbuh 10,5 persen; 6,5 persen; dan
3,75 persen per tahun. Pertumbuhan konsumsi masyarakat diperkirakan masih tetap
tinggi meskipun tahun 2005 pertumbuhannya melambat dibandingkan dengan tahun
2004 dengan berakhirnya pemilihan umum.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong sektor industri
pengolahan nonmigas yang diperkirakan tumbuh rata-rata 10,4 persen per tahun, di
mana pendorong utamanya diharapkan dari industri hilir CPO, industri crumb rubber
dan kelapa, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya Sementara itu sektor
pertanian dalam arti luas diperkirakan tumbuh rata-rata 5,6 persen per tahun, di
mana pendorong utamanya adalah diharapkan dari subsektor perkebunan, tanaman
bahan makanan, perikanan dan peternakan.

2.1.2. Peningkatan Investasi dan Ekspor Non-Migas

Selang waktu 6 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi


berdasarkan harga konstan 1993 menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun
1999, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi hanya sebesar 2,90% tetapi tahun 2004

-4
Agenda Pembangunan

telah mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 5,42% atau dalam kurun waktu 6 tahun
tersebut laju pertumbuhan rata-rata ekonomi Provinsi Jambi mencapai 4,72%
pertahun, selama periode 1999-2004. Namun pertumbuhan tersebut secara rata-rata
38 persen berasal dari sektor primer, sehingga efek multipliernya (multiplier effect)
kepada masyarakat relatif kecil. Pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,42
persen, berasal dari kontribusi sektor primer sebesar 39 persen, sehingga peranan
sektor primer masih relatif besar dalam mendorong pertumbuhan ekolnomi.
PDRB Perkapita atas harga berlaku menunjukkan peningkatan yang signifikan
yaitu dari Rp 3,39 juta tahun 1999 meningkat menjadi Rp 6,67 juta tahun 2004 atau
tumbuh rata-rata 13,88% per tahun. Kenaikan laju pertumbuhan ekonomi tersebut
tidak dibarengi dengan penurunan tingkat inflasi. Pada tahun 2000, tingkat inflasi
Provinsi Jambi sebesar 8,4%, tahun 2001 dan 2002 masing-masing tingkat inflasi
sebesar 10,11% dan 12,84% tetapi pada tahun 2003 tingkat inflasi dapat diturunkan
menjadi 3,79% dan inflasi tahun 2004 naik menjadi 7,25%, bahkan inflasi tahun 2005
diperkirakan mencapai sekitar 15 %.
Dari struktur perekonomian, Provinsi Jambi masih didominasi oleh sektor
pertanian. Hal ini telihat dari masih besar kontribusi sektor pertanian pada PDRB
Provinsi Jambi (30,22%), sedangkan sektor pertambangan menunjukkan kontribusinya
makin meningkat. Pada tahun 1999, sektor pertambangan hanya punya kontribusi
pada PDRB sebesar 10,18% dan tahun 2003 kontribusinya sudah mencapai 15,45%.
Akan tetapi sektor industri pengolahan relatif tetap selama 5 tahun terakhir. Namun
sektor jasa menunjukkan kenaikan. Kontribusi sektor jasa pada tahun 1999 sebesar
9,01% dan pada tahun 2003 telah meningkat menjadi 9,88%. Analisis kontribusi
sektoral terhadap PDRB tersebut didasarkan atas harga berlaku.
Gambaran umum dari perkembangan ekonomi Provinsi Jambi juga terlihat dari
peningkatan lembaga perbankan, khususnya perbankan swasta. Pada tahun 1999
hanya ada 5 bank swasta dan tahun 2003 telah menjadi 10 bank swasta. Penambahan
bank swasta tersebut juga akan bedampak terhadap jumlah dana pihak ketiga dan
jumlah kredit yang disalurkan perbankan dalam rangka menumbuh kembangkan
ekonomi Provinsi Jambi.
Dari sisi penyaluran kredit perbankan terjadi peningkatan dari Rp.1,41 trilyun
pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp.2,38 trilyun tahun 2003 atau meningkat
sebesar 68,79 persen. Penyaluran kredit sampai Agustus 2004 telah mencapai Rp.2,69
trilyun (naik 13,19%). Demikian juga untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) mengalami
peningkatan sebesar 256,56 persen atau meningkat rata-rata 54,83 persen pertahun,
yakni dari Rp.366 Milyar tahun 1999 menjadi Rp.1,305 trilyun tahun 2003 dan kredit
yang telah disalurkan sampai Agustus 2004 mencapai Rp.1,092 trilyun.
Dalam perdagangan internasional, aktivitas ekspor Provinsi Jambi meningkat
dalam selang waktu 5 tahun terakhir. Nilai Ekspor Provinsi Jambi tahun 1999 sebesar
US$ 468,32 juta meningkat menjadi US$ 529,23 juta pada tahun 2003 atau meningkat
13 persen. Sedangkan sampai akhir tahun 2004 diproyeksikan mencapai US$ 580,00
juta. Sementara Nilai Impor tahun 1999 sebesar US$ 41,48 juta, menjadi US$ 63,75
juta tahun 2003 atau meningkat 53,69 persen. Sedangkan tahun 2004 diproyeksikan
menurun menjadi US$ 43,73 juta. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan
internasional Provinsi Jambi mengalami surplus. Pada tahun 1999 surplus sebesar
US$ 426,84 dan meningkat menjadi US$ 465,48 juta tahun 2003 atau 9,05 persen,
sedangkan pada tahun 2004 ini diproyeksikan mencapai US$ 528 juta atau meningkat
26,44 persen.
Aktivitas industri dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini juga menunjukkan
peningkatan. Nilai produksi industri kecil dan menengah pada tahun 1999 hanya Rp
208,21 miliar,- tetapi tahun 2003 telah mencapai sebesar Rp 304,97 miliar. Untuk
industri besar juga meningkat. Tahun 1999, industri besar nilai produksi sebesar Rp

-5
Agenda Pembangunan

1.867,6 miliar,- dan tahun 2003 nilai produksi industri besar telah mencapai Rp
2.324,8 miliar,-.
Khusus untuk pengembangan ekonomi kerakyatan, telah pula dikucurkan kredit
usaha kecil (KUK) sebesar Rp 366 miliar tahun 1999 meningkat menjadi Rp 1.305
miliar tahun 2003 dan sampai Agustus 2004 mencapai Rp 1.092 miliyar. Trend
perkembangan KUK dan Industri Dagang Kecil dan Menengah (IDKM) selama 6 tahun
digambarkan pada grafik berikut ini.
Program ekonomi kerakyatan yang diluncurkan oleh pemerintah juga
didukung oleh KUK yang tumbuh rata-rata 37,41 % selama 5 tahun. Keberhasilan ini
juga mendorong pengembangan IDKM yang tumbuh rata-rata 10,04% per tahun, dan
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 48.640 orang tenaga kerja.
Dari sisi penyaluran kredit perbankan terjadi peningkatan dari Rp.1,41 trilyun
pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp.2,38 trilyun tahun 2003 atau meningkat
sebesar 68,79 persen. Penyaluran kredit sampai Agustus 2004 telah mencapai Rp.2,69
trilyun (naik 13,19%). Demikian juga untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) mengalami
peningkatan sebesar 256,56 persen atau meningkat rata-rata 54,83 persen pertahun,
yakni dari Rp.366 Milyar tahun 1999 menjadi Rp.1,305 trilyun tahun 2003 dan kredit
yang telah disalurkan sampai Agustus 2004 mencapai Rp.1,092 trilyun.
Dari sudut tenaga kerja, jumlah pengangguran juga mengalami penurunan
selama 5 tahun belakang ini. Akibat krisis moneter, jumlah pengangguran terbuka
menjadi besar. Tahun 1999 saat masa krisis ekonomi dan moneter, di Provinsi Jambi
tercatat 28.792 orang penganggur tebuka. Berkat kebijakan ekonomi yang ikut
memberdayakan para penganggur serta peningkatan pertumbuhan ekonomi maka
jumlah penganggur telah berkurang mencapai 16.032 orang pada tahun 200, dan
sampai Oktober 2004 hanya tinggal 14.743 orang. Tingginya pengangguran terbuka
tahun 1999 disebabkan oleh dampak terjadinya krisis ekonomi, sehubungan dengan
itu pada pemerintah melakukan program jaring pengaman sosial (JPS) yang sifatnya
padat karya. Selain itu penurunan angka pengangguran ini disebabkan karena
meningkatnya pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,72 persen sehingga dapat
meningkatkan kesempatan kerja selama periode 1999-2004 sebesar 3,09 persen.
Berdasarkan data BPS Pusat tingkat unemployment rate Provinsi Jambi tahun 2002
sebesar (5,78) yaitu berada pada posisi no 2 terkecil di Sumatera setelah Bangka
Belitung (5,23 %). Hal ini juga dapat dibenarkan bahwa pertumbuhan ekonomi telah
berdampak terhadap pertumbuhan kesempatan kerja.
Peningkatan kesempatan kerja tersebut sangat dipengaruhi oleh peningkatan
investasi. Realisasi Investasi yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) mengalami peningkatan dari Rp.5,6 trilyun tahun 1999 menjadi Rp.8,41
trilyun tahun 2003 atau meningkat 50,16 persen. Sedangkan sampai akhir tahun 2004
diproyeksikan mencapai Rp.8,534 trilyun atau meningkat rata-rata 29,3 persen
selama periode 1999-2004. Demikian juga realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
pada Tahun 1999 hanya US$ 11,77 juta meningkat tajam menjadi US$ 95,96 juta
tahun 2003, sampai Oktober 2004 realisasi PMA sebesar US$ 97,43 juta atau
meningkat rata-rata 52,61 persen. Namun jika dilihat dari realisasi investasi PMDN
dan PMA selama periode 1999-2004 relatif rendah yaitu rata-rata hanya 27,5 persen
untuk PMDN dan 15,5 persen untuk PMA. Hal ini mengindikasikan prospek investasi di
Provinsi Jambi dari sisi investor tidak begitu menarik. Rendahnya realisasi investasi
PMDN dan PMA itu berimplikasi pada pertumbuhan sektor industri yang relatif
menurun, terutama dari sektor industri perkayuan.

-6
Agenda Pembangunan

A. Permasalahan

Terpuruknya nilai rupiah yang sudah mendekati nilai Rp 11.000 per 1 US $,


tahun 2005 ini dapat menjadi krisis ekonomi jilid II bila tidak ditangani dengan baik.
Menguatnya nilai dollar ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi Pemerintah
Daerah Jambi dalam mendorong ekspor dan menarik investasi.
Salah satu kebijakan ekonomi yang sangat strategis dalam rangka mempercepat
laju pertumbuhan ekonomi daerah adalah melalui peningkatan investasi. Untuk itu,
upaya menarik investor untuk berinvestasi perlu dilakukan. Kebijakan yang dimaksud
harus mengarah pada dua aspek.
Pertama dari aspek internal, menciptakan kondisi yang kondusif bagi investor
untuk berinvestasi, baik melalui instrumen kebijakan/peraturan daerah maupun
dengan penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas investasi itu sendiri.
Kedua dari aspek eksternal yaitu dengan memberikan informasi kepada pihak luar
mengenai peluang dan potensi investasi yang tersedia di daerah.
Dari aspek internal, Pemerintah Daerah belum terlihat melakukan suatu
terobosan untuk mendorong investor masuk ke Jambi. Para investor dan dunia usaha
membutuhkan reformasi dibidang investasi didaerah, bukan hanya sekedar konsep
tapi tidak diimplementasikan.
Berdasarkan survey dari Pricewaterhaouse Coopers (PwC) atas pelaku usaha
migas termasuk yang di Jambi, terdapat 15 belas masalah yang dikeluhkan. Masalah
utama yang perlu segera diperbaiki adalah perpajakan, kepastian hukum, tumpang
tindih kebijakan akibat implementasi otonomi daerah, jaminan keamanan atas asset
perusahaan, dan kesakaralan kontrak.
Terkait dengan pajak, misalnya investor mengeluhkan sejumlah peraturan
yang dikeluarkan Direktur Jendral Pajak dan Menteri Keuangan hanya berorientasi
untuk mencari keuntungan jangka pendek. Sedangkan terkait dengan keamanan
asset, investor mengeluhkan sikap sejumlah pemerintah daerah yang berusaha
menghalangi perpanjangan kontrak. Untuk menjamin investasi berlanjut dalam
jangka panjang semua investor membutuhkan jaminan bahwa semua level
pemerintah akan menghormati kontrak migas yang sudah dibuat. Investor menjadi
gamang karena kerap terjadi pemahaman yang berbeda atas sebuah peraturan dan
terjadi tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah.
Sejumlah langkah-langkah perubahan yang dilakukan baik oleh pemerintah
pusat maupun daerah tidak akan berarti tanpa diiringi implementasi. Yang
dibutuhkan bukan hanya sekedar konsep, para investor migas menantikan reformasi
itu diimplementasikan. Isu penting lain bagi pelaku usaha migas adalah kecepatan
pemerintah dalam membuat keputusan. Karena keterlambatan dalam pengambilan
keputusan akan berpengaruh pada terhambatnya perusahaan dalam beraktivitas.
Pemerintah daerah Jambi perlu mereformasi peraturan dibidang investasi baik
disektor riel, pertanian, perkebunan maupun disektor migas dengan berpatokan pada
praktik yang lebih baik di Negara dan daerah lain. Peluang investasi di Jambi sangat
menarik, namun pemerintah daerah harus melakukan harmonisasi regulasi antara
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, memerangi koropsi, kebijakan yang tidak
mendistorsi pasar dan pembangunan infrastruktur dasar.
Prosedur perijinan investasi yang panjang dan mahal. Berdasarkan studi Bank
Dunia pada tahun 2004, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan
ASEAN, perijinan untuk memulai suatu usaha dari berbagai instansi baik pusat
maupun daerah di Indonesia membutuhkan waktu yang lebih lama dengan 12
prosedur yang harus dilalui dengan waktu yang dibutuhkan selama 151 hari (sekitar 5
bulan) dan biaya yang diperlukan sebesar 131 persen dari per capita income (sekitar
US$ 1.163). Sementara itu untuk memulai usaha di Malaysia hanya melalui 9

-7
Agenda Pembangunan

prosedur dengan waktu yang dibutuhkan hanya 30 hari dan biaya yang diperlukan
hanya sekitar 25 persen dari per capita income (sekitar US$ 945). Adapun untuk
memulai usaha di Filipina dan Thailand hanya membutuhkan waktu masing-masing
selama 50 hari dan 33 hari dengan biaya masing-masing sebesar 20 persen (sekitar
US$ 216) dan 7 persen (sekitar US$ 160) dari per capita income. Prosedur yang
panjang dan berbelit tidak hanya mengakibatkan ekonomi biaya tinggi tetapi juga
menghilangkan peluang usaha yang seharusnya dapat dimanfaatkan baik untuk
kepentingan perusahaan maupun untuk kepentingan daerah seperti dalam bentuk
penciptaan lapangan kerja. Prosedur perizinan seperti ini sudah merata di seluruh
wilayah Indonesia, termasuk di Jambi.
Rendahnya kepastian hukum. Rendahnya kepastian hukum tercermin dari
banyaknya tumpang tindih kebijakan antar pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota dan antar sektor. Belum mantapnya pelaksanaan program
desentralisasi mengakibatkan kesimpangsiuran kewenangan antara pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam kebijakan investasi. Disamping itu juga
terdapat keragaman yang besar dari kebijakan investasi antar kabupaten/kota.
Kesemuanya ini mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan investasi daerah yang pada
gilirannya akan menurunkan minat investasi. Suatu studi yang dilakukan oleh P4K
Universitas Jambi tahun 2003 menemukan 150 peraturan daerah yang tidak
mendorong kemajuan dunia usaha dan tingkat investasi di Provinsi Jambi. Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bekerjasama dengan The Asia
Foundation tahun 2002 pada 134 kabupaten/kota di Indonesia menyatakan bahwa
penerapan peraturan daerah (perda) pungutan lebih didorong oleh keinginan untuk
menaikkan PAD secara berlebihan yang dikuatirkan dapat merugikan pembangunan
daerah yang bersangkutan. Sebagian menyatakan bahwa penerapan perda tentang
pungutan (retribusi, pajak daerah, dan pungutan lainnya) kurang menunjang kegiatan
usaha (proporsinya: 38,1 persen distortif, 47,8 persen bisa diterima, dan 14,2 persen
menunjang). Berdasarkan penelitian LPEM UI Tahun 2003, pengeluaran perusahaan
untuk biaya “tambahan atau pungutan liar” telah mencapai 11 persen dari biaya
produksi.
Lemahnya insentif investasi. Provinsi Jambi, dibandingkan dengan provinsi
lain di Pulau Jawa dan Sumatera relatif tertinggal dalam menyusun insentif investasi,
termasuk insentif pajak daerah, dalam menarik penanaman modal ke Jambi.
Rendahnya infrastruktur dasar di Provinsi Jambi seharusnya dapat diimbangi dengan
insentif dan pelayanan yang prima bagi investor sehingga tertarik untuk menanamkan
modalnya di Provinsi Jambi. Sebagian besar investor yang masuk ke Jambi bergerak
disektor perkebunan, kehutanan (kayu) dan migas. Lahan yang tersedia di Provinsi
Jambi yang relatif luas, tidak menjadi daya tarik bagi investor, karena tidak
diimbangi dengan insentif bagi investor tersebut, disamping juga sering tumpah
tindih dengan masyarakat dan kepastian hukum yang rendah. Sistem perizinan,
retribusi dan perpajakan di Jambi kurang memberi insentif dalam upaya mendorong
investasi.
Kualitas SDM rendah dan terbatasnya infrastruktur. Rendahnya investasi
juga disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada di daerah, keadaan ini
berpengaruh pada daya saing dan kapasitas produksi kapasitas. Disamping itu
rendahnya jaringan infrastruktur juga berpengaruh pada minat investor masuk ke
Jambi. Sebagian besar jalan dan jembatan di Provinsi Jambi yang menghubungkan ke
sektor-sektor produksi mengalami kerusakan sehingga dapat mempengaruhi kinerja
dari perusahaan yang ada di daerah ini. Pengembangan manufaktur yang belum
berbasis pada kemampuan penguasaan teknologi dan masih relatif rendahnya
kemampuan SDM tenaga kerjanya memiliki implikasi yang tidak ringan. Sementara
itu, keterbatasan kapasitas infrastruktur berpengaruh pada peningkatan biaya

-8
Agenda Pembangunan

distribusi yang pada gilirannya justru memperburuk daya saing produk-produknya. Di


samping jaringan transportasi darat, Provinsi Jambi juga belum mempunyai
pelabuhan yang representatif sebagai pelabuhan ekspor, keadaan ini juga
menghambat peningkatan ekspor Jambi.
Belum adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan teknologi
dari PMA. Perkembangan globalisasi serta pesatnya kemajuan teknologi dan
komunikasi membawa pengaruh besar di dalam liberalisasi investasi. Sebagian besar
investasi PMA di Jambi bergerak dibidang migas dan sebagain di industri kima seperti
bubur kertas (pulp) Namun investasi PMA ini sifatnya foot lose, jadi tingkat
keterkaitannya dengan ekonomi daerah juga relatif kecil. Sehingga dapat diduga
transfer teknologi, tidak terjadi dari tenaga kerja asing atau perusahaan PMA dengan
tenaga kerja lokal ataupun perusahaan lokal. Berkenaan dengan itu kedepan, dalam
kaitannya dengan peningkatan ekspor, perlunya merumuskan strategi dan kebijakan
yang mempertimbangkan kehadiran Transnational Corporation (TNCs) sebagai
foreign direct investment (FDI) memiliki manfaat ganda. Pertama, TNCs memiliki
jaringan logistik internasional yang kuat sehingga dapat mendorong peningkatan
akses pasar ekspornya, dan kedua, TNCs merupakan sumber yang potensial bagi
tranfer teknologi produksi yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan basis produksi dan daya saing industri manufaktur dalam negeri.
Meskipun demikian, strategi dan kebijakan ekspor tersebut perlu pula
mempertahankan keseimbangannya dengan kepentingan pembangunan nasional yang
strategis. Dalam kaitan ini, strategi dan kebijakan pengembangan ekspor perlu
diintegrasikan dengan pengembangan sistem jaringan perdagangan dalam negeri
terutama terhadap produk- produk pertanian agar tercipta ketahanan ekonomi yang
lebih kokoh.
Jaminan keamanan atas asset perusahaan, investor juga merasakan tidak ada
jaminan atas asset yang telah diinvestasikan. Hal ini banyak terjadi disektor
perkebunan di daerah Jambi, kurangnya komunikasi antara pemerintah daerah,
investor dan masyarakat, sering terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan, sehingga
banyak claim masyarakat atas lahan yang diusahakan oleh investor diperkebunan.
Kesakralan kontrak, investor sering merasakan ketidakkonsistenan pemerintah
daerah dalam menjalan nota kesepakatan yang telah ditandatangani. Kontrak yang
telah dibuat bersama, dalam perjalanannya sering dilanggar oleh kedua belah pihak,
terutama dari patner local dari investor tersebut. Hal ini dapat menjadi suatu
kendala dalam mendorong peningkatan investasi di Provinsi Jambi pada masa-masa
mendatang.
Permasalahan pokok yang menyebabkan penurunan kinerja ekspor di
Provinsi Jambi, yaitu berkenaan dengan :
a). Biaya ekonomi tinggi.
b). Rendahnya infrastuktur ekspor seperti pelabuhan, peti kemas dan angkutan kapal
laut serta rendahnya infrastruktur jalan ke pelabuhan.
c). Ketergantungan pada produk primer (nilai tambah rendah), penurunan ekspor
produk kayu olahan dan karena keterbatasan bahan baku, berpengaruh besar
terhadap kinerja ekspor Jambi.
d). Masih besarnya ketergantungan pasar ekspor pada negara tertentu seperti
Singapura
e). Keragaman ekspor yang masih rendah
f). Meningkatnya hambatan non tarif.
g). Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitasi
h). Keterbatasan dan menurunnya kualitas infrastruktur
i). Lemahnya sistem jaringan informasi pasar ekspor terutama dalam mendukung
peningkatan daya saing ekspor.

-9
Agenda Pembangunan

B. Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor
non-migas adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya iklim investasi yang sehat dengan reformasi kelembagaan ekonomi di


berbagai instansi di tingkatan pemerintahan yang mampu mengurangi praktik
ekonomi biaya tinggi. Reformasi dimaksud mencakup upaya untuk menuntaskan
sinkronisasi sekaligus deregulasi peraturan antarsektor dan antara Pemerintah
Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota serta peningkatan kapasitas
kelembagaan untuk implementasi penyederhanaan prosedur perijinan untuk start
up bisnis, penyempurnaan sistem perpajakan dan kepabeanan, penegakan hukum
untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban berusaha.
2. Peningkatan efisiensi pelayanan ekspor-impor kepelabuhanan, kepabeanan, dan
administrasi (verifikasi dan restitusi) perpajakan ke tingkatan efisiensi.
3. Pemangkasan prosedur perijinan start up dan operasi bisnis ke tingkatan efisiensi
di Provinsi tetangga perekonomiannya relative cepat berkembang. Dalam 2 (dua)
tahun pertama, diharapkan deregulasi didalam perizinan investasi ini telah
tercapai semuanya.
4. Meningkatnya investasi secara bertahap sehingga peranannya terhadap
pembentukan modal tetap bruto (PMTDB) dalam PDRB meningkat dari 14 persen
tahun 2000 meningkat menjadi 30 persen tahun 2010, sedangkan target nasional
27,4 persen tahun 2009.
5. Meningkatnya pertumbuhan ekspor secara bertahap dari sekitar 3,4 persen pada
tahun 2004 menjadi sekitar 10,5 persen pada tahun 2010 dengan komposisi
produk yang lebih beragam dan kandungan teknologi yang semakin tinggi,
sehingga mendorong meningkatnya nilai tambah produk ekspor tersebut.
6. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi daerah, tertib niaga dan
kepastian berusaha untuk mewujudkan perdagangan dalam negeri yang kondusif
dan dinamis.

C. Arah Kebijakan

Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi penciptaan


iklim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekpor nasional adalah sebagai
berikut:

1. Mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi baik untuk tahapan
memulai (start up) maupun tahapan operasi suatu bisnis. Inti dari kegiatan ini
adalah pemangkasan birokrasi peraturan dan prosedur perijinan dan
pengembangan kapasitas lembaga publik pelaksananya, sehingga tercipta efisiensi
dalam biaya dan waktu pengurusan.
2. Menjamin kepastian usaha dan meningkatkan penegakan hukum, terutama
berkenaan dengan kepentingan untuk menghormati kontrak usaha, menjaga hak
kepemilikan (property rights), bagi investor melalui perbaikan sistem pelayanan
investasi, dan penataan kelembagaan investasi dengan mengoptimalkan peran
Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Provinsi Jambi, Jambi Info
Trade Centre (JITC) dan Jambi Indoguna Incorporated (JII).
3. Dukungan kebijakan daerah di sector keuangan, industri dan tata niaga untuk
menumbuhkan kegiatan investasi berskala luas, menjalin kerjasama investasi
regional dan internasional melalui forum Kerjasama Pembangunan Sumatera dan

- 10
Agenda Pembangunan

IMS GT dan memberdayakan wadah Jambi Indoguna Incorporated (JII) dan Jambi
Info Trade Centre (JITC).
4. Mengembangkan industri pengolahan strategis berorientasi ekspor, (Industri
pengolahan CPO, Crumb Rubber, Kelapa (VICO), Cassiavera, Coklat dan lain-lain)
termasuk industri kecil dan menengah.
5. Dalam rangka mendukung perkuatan daya saing produk ekspor, arah kebijakan
bidang perdagangan luar negeri adalah meningkatkan akses dan perluasan pasar
ekspor serta perkuatan kinerja eksportir. Aspeknya meliputi:

a. Mendorong secara bertahap perluasan bisnis produk ekspor yang diarahkan


untuk memperkuat basis ekspor daerah.
b. Peningkatan kualitas dan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari
dominasi bahan mentah (sektor primer) ke dominasi barang setengah jadi dan
barang jadi.
c. Revitalisasi kelembagaan promosi ekspor Jambi di Singapura dan perkuatan
kapasitas kelembagaan pelatihan eksportir kecil;
6. Di bidang perdagangan dalam negeri, kebijakan diarahkan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas sistem distribusi perdagangan, tertib niaga, kepastian
berusaha dan perlindungan konsumen. Langkah-langkahnya mencakup:

a. Harmonisasi kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,


penyederhanaan prosedur, perijinan yang menghambat kelancaran arus
barang serta pengembangan kegiatan jasa perdagangan;
b. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi barang Kabupaten/Kota dan
daerah terpencil serta sarana penunjang perdagangan melalui pengembangan
jaringan informasi produksi dan pasar serta perluasan pasar lelang lokal; dan
c. Perkuatan kelembagaan perdagangan yaitu kelembagaan perlindungan
konsumen, kemetrologian, bursa berjangka komoditi di daerah, serta
Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib ukur, dan
perkuatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa di daerah

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Peningkatan Iklim Dan Pelayanan Perizinan Investasi Daerah

Program ini bertujuan menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global. Untuk
mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok dalam lima tahun ke depan
adalah sebagai berikut :

1. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan daerah di bidang investasi.


2. Penyederhanaan prosedur pelayanan penanaman modal.
3. Pemberian insentif penanaman modal yang lebih menarik;
4. Konsolidasi perencanaan penanaman modal ditingkat Provinsi dan
kabupaten/kota;
5. Penerapan standar pelayanan operasional (SOP) yang prima
6. Perkuatan kelembagaan penanaman modal di Kabupaten/Kota;
7. Melakukan kajian kebijakan penanaman modal baik dari dalam dan luar negeri.
8. Pembinaan perizinan PMA dan PMDN
9. Penerapan dan pelaksanaan surat persetujuan (SP) dan rencana realisasi
PMDN/PMA.
10. Penguatan kelembagaan institusi penaman modaldi daerah kabupaten/kota.

- 11
Agenda Pembangunan

11. Penerapan sisitem informasi penanaman modal antara provinsi dan


kabupaten/kota

2. Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi

Program ini bertujuan membangun citra Provinsi Jambi sebagai negara tujuan
investasi yang menarik. Untuk mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok
dalam lima tahun kedepan adalah:

1. Penyiapan potensi sumberdaya, sarana dan prasarana daerah yang terkait dengan
investasi.
2. Fasilitasi terwujudnya kerjasama strategis antara usaha besar dengan UKMK.
3. Promosi investasi yang terkoordinasi baik di dalam dan di luar negeri.
4. Revitalisasi kelembagaaan promosi ekspor di luar negeri;
5. Membangun suasana yang kondusif, peraturan yang jelas dan transparan serta
penegakan hukum.
6. Penerapan sistem informasi terpadu.
7. Membuat data base potensi dan peluang investasi dalam bentuk provil dan audio
visual.

3. Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor

Tujuan dari program ini adalah mendukung upaya peningkatan daya saing global
produk
Jambi serta meningkatkan peranan ekspor barang dan jasa dalam memacu
pertumbuhan ekonomi. Untuk mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok
yang akan dilakukan dalam lima tahun ke depan adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan strategi pemantapan ekspor dan peningkatan kerjasama dengan


mitra dagang;
2. Pengembangan Penerapan SNI dan ISO untuk produk-produk yang dihasilkan
industri di Jambi terutama yang berorientasi ekspor
3. Pengembangan produk (product development) dan pengembangan pasar (market
development) untuk produk ekspor dari Jambi.
4. Mendorong industri pengolahan yang terintegrasi antara industri hulu dan industri
hilir berbasis pertanian, perkebunan dan sumber daya alam melakukan
diversifikasi produk untuk menunjang ekspor.
5. Mengembangkan usaha kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan
produksi dan ekspor pengolahan hasil perikanan dari Jambi,
6. Pengembangan industri kecil, menengah dan besar sebagai penghasil barang
antara dan produk akhir yang berorientasi ekspor.
7. Harmonisasi kebijakan ekspor antar-instansi terkait dan dunia usaha;
8. Peningkatan kualitas pelayanan kelembagaan Pusat Promosi ekspor Jambi dan
perkuatan kapasitas kelembagaan promosi daerah;
9. Peningkatan kualitas pelayanan kepada para eksportir dan calon eksportir melalui
pendekatan support at company level;
10. Fasilitasi peningkatan nilai tambah (added value) dan mutu produk komoditi
pertanian, perikanan dan industri pengolahan yang berpotensi ekspor dan
sertifikasi sistem mutu produk;
11. Melanjutkan deregulasi dan debirokratisasi melalui penyederhanaan prosedur
ekspor dan impor ke arah penyelenggaraan konsep single document;
12. Perkuatan kapasitas laboratorium penguji produk ekspor-impor;

- 12
Agenda Pembangunan

13. Peningkatan jaringan informasi ekspor dan impor agar mampu merespon
kebutuhan dunia usaha terutama eksportir kecil dan menengah; dan
14. Pengembangan dan implementasi fasilitasi ekspor dan impor seperti kelembagaan
trade financing untuk ekspor.
15. Pengembangan pelabuhan ekspor serta sarana dan prasarana nya
16. Pelatihan dan pengembangan SDM eksportir.

4. Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan

Tujuan program ini adalah untuk memberdayakan konsumen, penguatan


lembaga perlindungan konsumen, dan peningkatan kapasitas kelembagaan metrologi
legal serta optimalisasi pengawasan barang beredar terutama terhadap barang-
barang strategis, obat dan makanan. Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas,
kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam lima tahun ke depan adalah:

1. Pemberdayaan konsumen dan peningkatan kapasitas lembaga perlindungan


konsumen termasuk kapasitas lembaga penyelesaian sengketa konsumen.
2. Perkuatan sistem dan pelaksanaan pengawasan barang beredar terutama
terhadap pengawasan barang-barang strategis, obat dan makanan;
3. Peningkatan pelayanan informasi dan advokasi terhadap kebijakan perlindungan
konsumen guna meningkatkan kesadaran konsumen terhadap pentingnya standar
barang dan jasa, terutama di bidang obat dan makanan;
4. Sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan standar dan laboratorium metrologi
legal serta pelaksanaan pengawasan ukuran, takaran, timbangan, dan
perlengkapannya (UTTP);

5. Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Daerah

Tujuan program ini adalah meningkatkan kelancaran distribusi barang dan jasa
yang lebih efisien dan efektif serta mengembangkan sistem usaha dan lembaga
perdagangan yang efektif dan efisien, yang berpihak pada usaha kecil, menengah,
dan koperasi. Untuk mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok yang akan
dilakukan adalah:

1. Deregulasi dan debirokratisasi peraturan daerah dalam rangka mengurangi


hambatan perdagangan.
2. Promosi penggunaan produksi dalam negeri di daerah;
3. Peningkatan efektivitas dan ketersediaan jaringan informasi distribusi baik di
tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota.
4. Peningkatan pengawasan dan pembinaan usaha, kelembagaan dan kemitraan di
bidang perdagangan.
5. Pemberdayaan dagang kecil dan menengah melalui peningkatan SDM, akses pasar
dan kemitraan usaha danmelakukan temu usaha.
6. Pemantapan dan pengembangan Pasar Lelang dan sarana alternatif pembiayaan
melalui Sistem Resi Gudang (SRG).
7. Pembangunan pasar desa/rakyat.
8. Monitoring pupuk bersubsidi, barang penting dan strategis.
9. Penyusunan statistik harga eceran bahan pokok yang strategis.
10. Tera ulang UTTP dan pengawasan barang beredar

- 13
Agenda Pembangunan

2.1.3. Peningkatan Lapangan Usaha dan Kesempatan Kerja

A. Permasalahan

Meningkatnya jumlah pengangguran dan pencari kerja. Kondisi perekonomian


yang mengalami konjungtur sangat tidak kondusif bagi perkembangan dunia usaha
dimana tenaga kerja terserap. Dimulai dengan kondisi krisis moneter tahun 1998
hingga gejolak harga BBM tahun ini berdampak negatif bagi iklim ketenaga kerjaan
daerah Jambi. Pada tahun 2001 jumlah pencari kerja adalah sebanyak 11.144 orang
dan mengalami peningkatan sebesar 75,6% per tahun hingga menjadi 27.994 pada
tahun 2003. Peningkatan juga terjadi pada jumlah pengannguran, baik setengah
pengangguran maupun pengangguran terbuka. Pada tahun 2001 jumlah total
pengangguran adalah 557.357 orang dan meningkat sebesar 3,87% per tahun atau
menjadi 600.539 orang.
Menciutnya lapangan kerja formal. Pasca krisis moneter yang disertai dengan
berbagai kondisi ekonomi yang tidak kondusif, seperti depresiasi nilai rupiah dan
kenaikan harga BBM dunia, memaksa industri lebih mempertimbangkan aspek
efisiensi dan peningkatan produktivitas. Salah satu kebijakan yang biasanya diambil
adalah perbaikan teknik produksi yang mengarah pada capital intensif.
Konsekuensinya adalah terjadi penciutan jumlah tenaga kerja. Secara makro kondisi
demikian lebih merugikan tenaga kerja.
Pekerja bekerja di sektor kurang produktif. Banyaknya pekerja yang bekerja di
sektor yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan yang
menyebabkan pekerja rawan terjatuh di bawah garis kemiskinan (near poor). Pekerja
yang bekerja pada sektor yang kurang produktif dapat dilihat melalui banyaknya
jumlah pekerja setengah penganggur yaitu orang yang bekerja kurang dari 35 jam per
minggu. Pada tahun 2001 jumlah tenaga kerja setengah penganggur adalah 541.569,
meningkat menjadi 584.5047 pada tahun 2004. Pekerjaan dengan produktivitas
rendah secara umum terdapat di sektor pertanian di daerah perdesaan.
Perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal dan informal.
Sebelum krisis ekonomi tahun 1998, upah pekerja informal mengikuti pola upah
pekerja formal. Bila upah pekerja formal meningkat maka upah pekerja informal ikut
meningkat pula. Para pekerja yang bekerja di industri besar upahnya cenderung
meningkat. Sedangkan upah pekerja informal cenderung tidak meningkat.
Peningkatan upah pekerja di industri besar tanpa mempertimbangkan produktivitas
akan diikuti oleh tingkat pengangguran yang tinggi serta tekanan bagi upah pekerja
informal.
Adanya indikasi menurunnya produktivitas di industri pengolahan.
Produktivitas pekerja merupakan salah satu cerminan dari besaran nilai tambah
yang dihasilkan dan tingkat upah yang diterima per pekerja. Semakin menurun
tingkat produktivitas maka semakin kecil peluang berkembangnya industri dan akan
berpeluang menurunkan kesejahteraan tenaga kerja, baik melalui penurunan upah
maupun keterbatasan lapangan kerja. Kondisi demikian terjadi pada industri
pengolahan di Jambi. Pada tahun 2001 tingkat produktivitas tenaga kerja sebesar
7,48 menurun menjadi 6,17 pada tahun 2004. Penurunan tersebut semakin
mempersempit peluang dan ketersediaan lapangan kerja di Provinsi Jambi.
Mempertimbangkan kondisi diatas serta memperhatikan kondisi pasar kerja
yang ada maka ada 2 tantangan besar yang dihadapi adalah:
Pertama adalah upaya menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern
yang seluas-luasnya. Keadaan angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan
rendah serta berusia muda ini diperkirakan sulit berubah sampai 20 tahun
mendatang. Dengan demikian lapangan kerja yang akan diciptakan seyogianya

- 14
Agenda Pembangunan

mempertimbangkan tingkat ketrampilan pekerja yang tersedia kalaupun harus


dilakukan upaya pelatihan tidaklah membutuhkan dana yang besar. Oleh karenanya
menjadi tantangan bagi pemerintah untuk terus mendorong kebijakan pasar kerja
yang fleksibel.
Kedua adalah memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja dapat
meningkatkan produktivitasnya lebih tinggi. Berkembangnya sektor informal dan
formal sehingga mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Penciptaan lapangan
kerja formal dapat dilakukan melalui pengembangan industri padat pekerja, industri
kecil, dan industri yang berorientasi ekspor.

B. Sasaran

Sasaran dari perbaikan iklim ketenagakerjaan adalah menurunkan tingkat


pengangguran dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

C. Arah Kebijakan

Kebijakan dalam ketenagakerjaan di arahkan pada upaya penciptaan dan


perluasan lapangan pekerjaan, baik pada sektor formal maupun informal dimana
terdapat kondisi yang kondusif dan prospektif baik dari sisi tenaga kerja maupun
pengusaha.

Untuk mencapai hal tersebut akan dilaksanakan melalui kebijakan :

1. Menciptakan dinamika pasar kerja dengan memperbaiki aturan ketenagakerjaan


yang berkaitan dengan rekruitmen, outsourcing, pengupahan, PHK.
2. Menciptakan kesempatan kerja melalui proyek yang memiliki keterkaitan kedepan
maupun kebelakang terhadap sektor lainnya dalam penyerapan tenaga kerja.
Dalam hal ini pemerintah perlu memberikan iklim usaha yang kondusif kepada
pihak swasta yang berinvestasi. Disamping aspek stabilitas ekonomi, politik,
keamanan dan kepastian hukum, hal yang terkait dengan yang mempengaruhi
biaya produksi juga perlu menjadi perhatian (insentif bebas pajak, kawasan
berikat)
3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Yang dibutuhkan saat ini adalah
lembaga pendidikan yang memiliki spesialisasi/kejuruan dan kemampuan praktis
sesuai dengan kebutuhan pasar pada tingkatan diploma (Diploma agribisnis,
kehutanan, perikanan, industri)
4. Melakukan revisi dan reorientasi berbagai program perluasan kesempatan kerja
yang dilakukan oleh pemerintah. Utamanya program pekerjaan umum, kredit
mikro, pengembangan UKM, serta program-program pengentasan kemiskinan.
5. Menyempurnakan program pendukung pasar kerja dengan mendorong
terbentuknya informasi pasar kerja, membentuk berbagai bursa kerja, serta
memperbaiki sistem pelatihan bagi pencari kerja.

D. Program-Program Pembangunan

Arah kebijaksanaan ketenagakerjaan tersebut dijabarkan ke dalam program


pembangunan sebagai berikut :

- 15
Agenda Pembangunan

1. Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas kesempatan kerja


yang berada di perdesaan dan perkotaan yang disertai dengan peningkatan
produktivitas pada setiap bidang usaha.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini difokuskan antara lain pada :

1. Pelaksanaan pelatihan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja


2. Pemantauan dan Penciptaan informasi pasar kerja yang akurat dan komunikatif
melalui penyempurnaan peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan
3. Penggalian potensi sumber daya alam potensial berskala teknologi tepat guna
4. Pendayagunaan tenaga kerja dan pengembangan usaha mandiri melalui sektor
informal
5. Pengembangan infrastruktur pelayanaan umum dalam rangka kegiatan pendukung
pasar kerja
6. Peningkatan kerjasama antara lembaga bursa kerja, lembaga pendidikan dengan
industri/perusahaan untuk pengembangan pasar tenaga kerja dan kesejahteraan
tenaga kerja.

2. Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja

Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, keahlian, dan


kompetensi tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan di berbagai sektor,
dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, mengisi lowongan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar negeri, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini difokuskan antara lain pada:

1. Penerapan standar kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga


kerja.
2. Penyelenggaraan program-program pelatihan kerja berbasis kompetensi dengan
sistim kemitraan antar stakeholder.
3. Peningkatan fasilitas pelaksanaan uji kompetensi yang terbuka bagi semua tenaga
kerja.
4. Peningkatan sarana, prasarana serta relevansi dan kualitas lembaga pelatihan
kerja.
5. Peningkatan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur pelatihan kerja.

3. Perlindungan Dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja

Program ini bertujuan menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis


antara pelaku produksi, melalui peningkatan pelaksanaan hubungan industrial yang
merupakan sarana untuk mempertemukan aspirasi pekerja dengan kemampuan
perusahaan.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini difokuskan antara lain pada :

1. Pemberian pemahaman dan penyamaan persepsi atas isi dan maksud


peraturan/kebijakan ketenagakerjaan daerah antara tenaga kerja dan pengusaha

- 16
Agenda Pembangunan

2. Peningkatan pengawasan, perlindungan, dan penegakkan hukum terhadap aturan


ketenaga kerjaan yang berlaku melalui optimalisasi kinerja petugas.
3. Mendorong berfungsinya secara aktif lembaga-lembaga ketenagakerjaan dan
peningkatan mutu sumberdaya manusia.
4. Penciptaan suasana yang seimbang dalam interaksi antara pekerja dan pemberi
kerja.
5. Fasilitasi penyelesaian permasalahan industrial secara adil, konsisten, dan
transparan.

2.1.4. Peningkatan Daya Saing Agroindustri

A. Permasalahan

Lemahnya nilai tukar produk pertanian terutama produk-produk berupa bahan


primer memaksa kita semua untuk dapat meningkatkan nilai tambah dari sebuah
komoditi pertanian berupa bahan primer menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Hal
ini juga didukung dengan semakin luasnya upaya ekstensifikasi perkebunan sawit yang
diperkirakan akan terjadi booming pada awal tahun 2010. Kondisi demikian jika tidak
diimbangi dengan upaya peningkatan dan pengembangan industri pengolahan sawit
yang tidak hanya sebatas penyulingan menjadi minyak sawit mentah (Cruid Palm Oil)
maka keterpurukan sektor pertanian yang ditandai dengan relatif miskinnya para
petani Jambi, terus berdampak negatif terhadap sektor dan sub sektor lainnya.
Meskipun selama kurun waktu lima tahun terakhir perkembangan perekonomian
Provinsi Jambi sangat prospektif. Dimana terlihat dari struktur perekonomian,
Provinsi Jambi masih didominasi oleh sektor pertanian. Pada tahun 1999, kontribusi
sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga
konstan baru berkisar 27,65 persen kemudian meningkat drastis mencapai 30,22
persen pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa peran sektor pertanian
terhadap perekonomian daerah tetap terbesar dalam arti kata pertumbuhan ekonomi
yang berbasis ekonomi kerakyatan telah dapat diimplementasikan. Akan tetapi
kontribusi sektor pertanian tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kontribusi
sektor industri pengolahan, dimana selama kurun waktu tersebut perkembangan
kontribusi sektor industri pengolahan relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa
tidak terjadi pengembangan industri pengolahan atau dengan kata lain produk-
produk pertanian lebih banyak dipasarkan oleh petani dalam bentuk bahan primer
yang tidak mempunyai nilai tambah, baik untuk pasar lokal, regional maupun ekspor.
Meskipun berdasarkan data penduduk miskin yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik Jakarta (2004), jumlah penduduk miskin Provinsi Jambi pada tahun
2002/2003 berada pada ranking ketiga se-wilayah Sumatera, setelah Bangka Belitung
(1) dan Sumatera Barat (2), akan tetapi jika dibandingkan jumalh keluarga petani
miskin, Provinsi Jambi termasuk dengan proporsi terbesar dibandingkan dengan
jumlah penduduk dari masing-masing provinsi di Sumatera. Ini berarti kondisi
keluarga petani kita relatif miskin dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Dari
hasil-hasil penelitian baik yang dilakukan oleh berbagai Perguruan Tinggi, baik
Perguruan Tinggi daerah maupun yang berasal dari luar daerah, termasuk penelitian
yang dilakukan oleh beberapa LSM, diketahui bahwa tertinggalnya petani Jambi
dibandingkan dengan petani daerah lain di Sumatera paling tidak disebabkan oleh
dua faktor, yaitu : (1) kualitas sumberdaya manusia (SDM) masyarakat pertanian yang
rendah dan (2) posisi tawar yang lemah.
Sehubungan dengan permasalahan di atas paling tidak terdapat dua program
prioritas dan mendasar dalam upaya mengentaskan kemiskinan keluarga petani,
yaitu : (1) Meningkatkan kualitas sumberdaya menusia masyarakat pertanian dan (2)

- 17
Agenda Pembangunan

Meningkatkan posisi tawar petani yang salah satunya dengan jalan meningkatkan nilai
tambah produk pertanian melalui industri pengolahan hasil pertanian (agro-industri).
Dengan kata lain melalui peningkatan dan pengembangan industri hilir yang mampu
mengolah produk pertanian menjadi bahan jadi atau setengah jadi sesuai dengan
permintaan pasar, baik lokal, domestik maupun pasar manca negara.
Berdasarkan kondisi yang ada selama ini permasalahan yang paling mendasar
untuk mengembangkan industri pengolahan berbagai produk pertanian Provinsi Jambi
adalah : (1) buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam
kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas
harga yang menyebabkan kurangnya gairah investor untuk berinvestasi, terutama
investor manca negara, (2) kurang tanggapnya kelembagaan pemerintahan dalam
mengembangkan kebijakan terutama dalam perizinan untuk berinvestasi di daerah
Jambi, (3) belum ada jaminan konsistensi dan suistainable dari berbagai produk
pertanian yang berhubungan dengan kuantitas maupun kualitas produk, (4) jaminan
keamanan dan stabilitas politik yang belum menentu, (5) lambannya pengembangan
berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha yang kondusif dan lemahnya
koordinasi antar dinas/instansi terkait, (6) belum tersedianya infra struktur
pendukung yang memadai, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar,
dan (7) relatif rendahnya kualitas SDM masyarakat pertanian yang merupakan bagian
terbesar dari populasi masyarakat.

B. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai dalam peningkatan daya saing agro-industri adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya produktivitas komoditi pertanian pangan, hortikultura, peternakan,
perikanan, perkebunan dan kehutanan sesuai dengan kondisi ekologis kawasan
dan pengembangan wilayah sesuai dengan komoditi unggulan masing-masing;
2. Meningkatnya nilai tambah yang diterima oleh masyarakat pertanian sebagai
dampak proses pengolahan terhadap hasil-hasil pertanian dari bahan primer
manjadi bahan jadi atau setengah jadi;
3. Sektor agro-industri ditargetkan tumbuh dengan laju rata-rata di atas 5,0 persen
per tahun sampai pada tahun 2010. Dengan target peningkatan kapasitas utilisasi
khususnya sub-sektor yang masih berdaya saing akan meningkat ke titik optimum
yaitu sekitar 80 persen, terutama untuk industri pengolahan yang dinilai memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif;
4. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari industri primer ke agro-industri
dalam lima tahun mendatang adalah minimal 30 persen dari total tenaga kerja
yang bekerja di sektor pertanian dalam arti luas;
5. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif dan kompetitif, baik bagi industri
yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum
yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan
adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendukung;
6. Meningkatnya pangsa sektor industri pengolahan hasil-hasil pertanian di pasar
domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya
saing sektor ini dalam menghadapi produk-produk luar daerah maupun impor;
7. Meningkatnya volume ekspor produk agro-industri dari total ekspor keseluruhan,
terutama pada produk ekspor agro-industri yang daya saingnya masih potensial
untuk ditingkatkan;
8. Meningkatnya proses alih teknologi dari foreign direct investment (FDI) yang
dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal;

- 18
Agenda Pembangunan

9. Meningkatnya penerapan standardisasi produk agro-industri sebagai faktor


penguat daya saing produk daerah; dan
10. Meningkatnya investasi swasta, baik swasta domestik maupun manca negara di
bidang agro-industri.

C. Arah Kebijakan

Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi penciptaan


iklim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing agro-industri adalah sebagai
berikut :

1. Upaya peningkatan kinerja daya saing agro-industri secara berkelanjutan


membutuhkan landasan ekonomi yang kuat sebagai kondisi yang dipersyaratkan
(necessary condition) bagi keberhasilan peningkatan kinerja daya saing agro-
industri yang ingin diwujudkan.
2. Perbaikan iklim usaha di segala matarantai produksi dan distribusi akan
senantiasa dipantau dan diperbaiki.
3. Diperlukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan kemitraan dengan
swasta perlu terus ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
ditemukan.
4. Untuk mencapai pertumbuhan lebih besar dari 5,0 persen per tahun, maka dalam
lima tahun mendatang pengembangan sektor agro-industri perlu difokuskan pada
pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif.
5. Semua bentuk fasilitasi pengembangan diarahkan lebih banyak pada upaya untuk
memperkuat struktur industri, meningkatkan dan memperluas pemanfaatan
teknologi, serta meningkatkan nilai pengganda (multiplier) di masingmasing sub-
sektor yang telah ditetapkan.
6. Kemampuan kapasitas pasar (terutama dalam negeri) yang menyerap kenaikan
produksi perlu ditingkatkan melalui pengamanan pasar daerah dari produk-produk
impor ilegal, penggalakan penggunaan bahan baku/antara dari dalam negeri, dan
berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor.
7. Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan terbatasnya kemampuan
sumberdaya pemerintah, fokus utama pengembangan agro-industri ditetapkan
pada beberapa subsektor yang antara lain: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii)
memenuhi kebutuhan dasar daerah dan dalam negeri; (iii) mengolah hasil
pertanian dalam arti luas; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor.
8. Berdasarkan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif, maka prioritas dalam
lima tahun ke depan adalah pada penguatan klaster-klaster: (1) industri makanan
dan minuman; (2) industri pengolahan kelapa sawit; (3) industri kerajinan kayu
(termasuk rotan dan bambu); (4) industri pengolahan karet dan barang karet; (5)
industri pulp dan kertas;dan (6) industri pengolahan hasil-hasil kelautan dan
perikanan.
9. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan kawasan sentra-sentra produksi
dengan menetapkan pembagian perwilayahan sesuai dengan potensi dan daya
dukung masing-masing wilayah.
10. Mengembangkan pendekatan yang berimbang antara mekanisme pasar, tata nilai
dan regulasi dalam pengelolaan sumberdaya pertanian.
11. Mendorong pengembangan lembaga informasi dan komunikasi untuk
mempermudah para investor berinvestasi serta mengembangkan mitra usaha
antara pengusaha kecil, menengah dan investor.

- 19
Agenda Pembangunan

12. Upaya khusus perlu dilakukan untuk merumuskan strategi dan langkah-langkah
untuk masing-masing prioritas. Strategi dan langkah-langkah tersebut selanjutnya
dituangkan secara rinci ke dalam strategi daerah (dinas/instansi) yang secara
komprehensif memuat pula strategi pengembangan subsektor industri yang
terkait (related industries) dan sub-sektor industri penunjang (supporting
industries.

D. Program-Program Pembangunan

Peningkatan daya saing agro-industri di Provinsi Jambi selama lima tahun ke


depan dijabarkan ke dalam 7 (tujuh) program pembangunan yang terdiri atas 2 (dua)
program unggulan dan 5 (lima) program penunjang. Program unggulan, yaitu : (1)
Pengembangan agribisnis dan (2) Peningkatan kapasitas infrastruktur. Program-
program penunjang, yaitu : (1) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan SDM, (2)
Peningkatan standarisasi produk agro-industri, (3) Peningkatan kemampuan teknologi
industri, (4) Penataan struktur industri, dan (5) Optimalisasi administrasi dan insentif
perpajakan.

1. Pengembangan Agribisnis )*

Program ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan produktivitas komoditi


pertanian dalam arti luas, khususnya komoditi pertanian sebagai pendukung usaha
agro-industri dan (2) memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup
usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir dan usaha jasa pendukungnya. Kegiatan
pokok yang akan dilakukan adalah :

1. Mengembagkan sarana dan prasarana pertanian dan perdesaan yang berkeadilan


sesuai dengan daya dukung wilayah;
2. Meningkatkan akses terhadap sumber daya produktif, terutama permodalan;
3. Memberdayakan masyarakat pertanian dalam memanfaatkan teknologi dan
informasi pertanian;
4. Melakukan promosi ekspor komoditas pertanian yang memiliki keunggulan
kompetitif;
5. Mengembangkan komoditi pertanian yang memiliki prospek pasar domestik dan
internasional yang dapat dijadikan bahan baku usaha agro-industri;
6. Memfasilitasi dan mendorong usaha milik daerah yang berskala besar untuk
berperan aktif dalam pengembangan agribisnis;
7. Meningkatkan kualitas layanan publik di bidang agribisnis termasuk
pengembangan lembaga informasi, penyuluhan, investasi, laboratorium
pengawasan mutu barang serta pelayanan lainnya;
8. Meningkatkan dan mengembangkan riset di bidang pertanian dan industri; dan
9. Mengurangi hambatan perdagangan antar wilayah dan antar negara.

2. Peningkatan Kapasitas Infrastruktur )*

Program ini bertujuan untuk mendukung segala aktivitas yang berhubungan


dengan peningkatan dan pengembangan agro-industri. Sehingga dengan demikian
upaya menumbuhkembangkan agro-industri bukan merupakan program yang berdiri
sendiri, akan tetapi saling terkait dan bergantung satu sama lain dengan berbagai
program pembangunan di Provinsi Jambi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara
lain meliputi :

- 20
Agenda Pembangunan

1. Kegiatan-kagiatan yang behubungan dengan peningkatkan dan pengembangan


sarana transportasi (darat, laut dan udara);
2. Kegiatan-kagiatan yang behubungan dengan peningkatkan dan pengembangan
sarana infomasi dan komunikasi;
3. Kegiatan-kagiatan yang behubungan dengan peningkatkan dan pengembangan
sarana investasi;
4. Kegiatan-kagiatan yang behubungan dengan peningkatkan dan pengembangan
serta pengelolaan dan pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral; dan
5. Kegiatan-kagiatan yang behubungan dengan peningkatkan dan pengembangan
sarana permodalan.

3. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan SDM

Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, keahlian, dan


kompetensi tenaga kerja sektor pertanian dan industri sehingga mampu
meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian dan industri yang mampu bersaing
di pasar kerja nasional dan global. Sejalan dengan itu juga akan terjadi peningkatan
kapasitas masyarakat pertanian, terutama bagi para petani yang tidak dapat
menjangkau akses terhadap sumberdaya usaha pertanian. Kegiatan pokok yang
dilakukan adalah :

1. Melakukan program-program pendidikan dan pelatihan bagi para penyuluh


pertanian;
2. Memberdayakan kembali keberadaan para penyuluh lapangan pertanian dan
memberikan kewenangan yang lebih luas dan jelas termasuk dalam mementukan
wilayah kerja;
3. Menyelenggarakan program-program pendidikan dan pelatihan kerja berbasis
kompetensi;
4. Menumbuhkembangkan lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan
posisi tawar masyarakat tani;
5. Memperkuat kelembagaan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Badan
Penerapan Teknologi Pertanian (BPTP) daerah;
6. Meningkatkan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur pelatihan kerja;
7. Mengembangkan lembaga pendidikan kejuruan di daerah yang dapat memberikan
kontribusi terhadap pengembangan kinerja pertanian dan industri; dan
8. Meningkatkan sarana dan prasarana lembaga latihan kerja.

4. Peningkatan Standardisasi Produk Agro-Industri

Program ini bertujuan untuk : (1) memperkuat daya saing produk-produk agro-
industri, (2) meningkatkan kualitas produk-produk tersebut agar sesuai dengan
permintaan pasar di dalam maupun di luar negeri, dan (3) memberikan perlindungan
yang pasti kepada konsumen. Kegiatan pokok pada program di atas yang terkait
dengan peningkatan standardisasi produk agro-industri terutama mencakup :

1. Mengembangkan infrastruktur kelembagaan standardisasi daerah yang berkenaan


dengan produk agro-industri;
2. Mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) melalui pembukaan cabang
untuk daerah Jambi untuk produk agro-industri;
3. Menyelenggarakan pelatihan dan demonstrasi (praktek kerja/lapangan) untuk
mendapatkan produk yang sesuai standar yang diinginkan; dan
4. Meningkatkan persepsi masyarakat, terutama untuk standar produk agro-industri.

- 21
Agenda Pembangunan

5. Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan industri dalam


mencipta, mengembangkan, dan menerapkan pengetahuan baik dalam uji
komersialisasi hasil litbang, rancang produk baru, maupun proses produksi. Kegiatan-
kegiatan pokok yang dilakukan meliputi antara lain :

1. Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi industri


baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi terutama untuk usaha kecil,
menengah, dan koperasi;
2. Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang
memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup serta teknik
produksi yang ramah lingkungan (clean production);
3. Memperluas penerapan standar produk agro-industri yang sesuai (compliance)
dengan standar internasional;
4. Memperkuat kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran dan penetapan,
standardisasi, pengujian, dan kualitas (MSTQ/ measurement, standardisasi,
testing, and quality);
5. Mengembangkan klaster industri berbasis teknologi; dan
6. Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar mampu
mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan lembaga litbang
pemerintah.

6. Penataan Struktur Industri

Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki struktur industri daerah baik
dalam hal konsentrasi penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan
pemasok bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengah-jadi
bagi industri hilir. Untuk mewujudkan tujuan program ini dalam memperbaiki
konsentrasi industri, pemerintah harus melakukan upaya-upaya untuk menegakkan
prinsip-prinsip tata pengelolaan korporasi yang baik dan benar (good corporate
governance) secara sistematis dan konsisten, dan menurunkan besarnya hambatan
masuk unit usaha baru ke pasar yang monopolistis. Perlu pula ditingkatkan iklim
persaingan secara sehat untuk mendorong perusahaan berkompetisi sehubungan
dengan semakin ketatnya persaingan global. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
antara lain mencakup :

1. Pengembangan sistem informasi potensi produksi dari industri penunjang dan


industri terkait;
2. Mendorong terjalinnya kemitraan antara industri penunjang dan industri terkait;
3. Mengembangkan industri penunjang dan industri terkait terutama dalam
menetapkan kesepakatan akan kebutuhan dan kontribusi masing-masing;
4. Memperkuat kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang
terampil sesuai kebutuhan;
5. Memfasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama prasarana
teknologinya; dan
6. Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusat-pusat
pertumbuhan klaster industri dari berbagai daerah.

- 22
Agenda Pembangunan

7. Optimalisasi Administrasi Dan Insentif Perpajakan

Program ini bertujuan untuk memberikan layanan yang prima dan berbagai
kemudahan bagi upaya-upaya penanaman modal dalam mengembangkan agro-
industri, terutama yang berhubungan dengan administrasi (birokrasi) dan perpajakan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan penyelenggaraan reformasi perpajakan dan reformasi
kepabeanan serta program pengembangan kelembagaan keuangan yang di dalamnya
mempunyai langkah-langkah untuk memberikan dukungan terhadap peningkatan
penyaluran kredit bagi usaha-usaha yang bergerak di sektor agro-industri.

2.1.5. Pemberdayaan Koperasi, Dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Instrumen yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak adalah melalui pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan
koperasi. Proses peningkatan taraf hidup tersebut terutama sekali terfokus pada
sektor-sektor yang menjadi andalan perekonomian di Provinsi Jambi. Peranan UMKM
dan Koperasi pada sektor industri yang berbasis pertanian memiliki kecenderungan
yang lebih tinggi berdampak positif terhadap perekonomian Provinsi Jambi, yaitu
dengan angka multiplier rata-rata sebesar 7,55. Ini berarti, bila UMKM dan Koperasi
pada sektor industri diberi injeksi sebesar 1 milyar maka output perekonomian
Provinsi Jambi akan meningkat sebesar 7,55 milyar.
Hal yang perlu menjadi perhatian dari peranan yang besar oleh UMKM dan
Koperasi tersebut adalah adanya ketimpangan distribusi pendapatan antara tenaga
kerja dengan pemilik modal. Bila ini terus dibiarkan maka tujuan dari pengembangan
UMKM dan Koperasi dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak menjadi
terkendala. Karena yang ditemui adalah terjadinya ketimpangan pendapatan yang
semakin melebar. Hal ini terindikasi lebih besarnya angka multiplier pendapatan
pengusaha (0,83) dibandingkan pendapatan tenaga kerja (0,80).
Pemahaman yang diperlukan dalam pengembangan UMKM dan Koperasi
berikutnya adalah perkembangan yang terjadi pada UMKM dan Koperasi harus
memberi dampak positif terhadap pendapatan pemerintah. Dalam artian,
perkembangan pada UMKM dan Koperasi secara ideal harus disertai dengan
peningkatan pendapatan pemerintah. Kondisi ideal seperti ini baru dalam tahap
pengupayaan di Provinsi Jambi.

A. Permasalahan

Rendahnya produktivitas dan pendapatan. Perkembangan dari segi kuantitas


belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM dan Koperasi yang memadai,
khususnya skala usaha mikro. Masalah yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas
SDM pada UMKM dan Koperasi. Kondisi ini membawa konsekuensi pada rendahnya
pendapatan yang mereka terima. Bila proses ini dibiarkan maka akan menimbulkan
kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha dan tenaga kerja pada UMKM dan
Koperasi sendiri. Kesenjangan akan juga terjadi antara UMKM dan Koperasi dengan
usaha besar. Kondisi demikian berkaitan dengan: (a) rendahnya kualitas sumber daya
manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan
teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM.
Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan
antarpelaku, antargolongan pendapatan dan antar daerah, termasuk penanggulangan
kemiskinan, selain sekaligus mendorong peningkatan daya saing daerah Jambi.

- 23
Agenda Pembangunan

Terbatasnya akses UMKM dan Koperasi kepada Sumberdaya Produktif. Akses


UMKM kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi,
informasi dan pasar masih sangat terbatas. Dalam hal pendanaan, produk jasa
lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk
kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan
kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Disamping
persyaratan pinjamannya yang tidak mudah dipenuhi, dunia perbankan juga masih
memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi.
Pada sisi lain, penguasaan teknologi yang terkait dengan penguasaan teknik
produksi yang efisien, manajemen pengelolaan usaha, informasi dan aksesbilitas
pasar masih sangat tebatas dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk dikelola
secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa
di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran
masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang,
karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.
Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Tugas pokok
dan fungsi dari setiap SDM yang terlibat dalam kelembagaan koperasi
mengindikasikan kekurang jelasan. Hal ini terlihat dari masih adanya jabatan dan
fungsi rangkap dalam pelaksanaan organisasi koperasi. Kondisi ini mempersulit
koperasi sebagai organisasi dalam mencapai tujuan. Hingga saat ini juga masih
ditemui adanya beberapa koperasi yang tidak memiliki manajer.
Tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi.
Pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur
kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang
unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya masih dirasa sangat kurang. Disamping
itu, masih kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi
yang benar (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar
yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian. Pertama, koperasi yang
terbentuk lebih bersifat temporer dalam mengantisipasi suatu kondisi yang
menguntungkan sesaat, tanpa didasari kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama
dan prinsip kesukarelaan dari para anggotanya. Kedua, banyak koperasi yang tidak
dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi
moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha. Ketiga, masih terdapat
kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi. Kondisi yang
kurang kondusif tersebut memberi akibat : (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam
perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya, dan (ii) citra
koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut
mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian dan dukungan masyarakat
kepada koperasi.
Kurang kondusifnya iklim usaha. Koperasi dan UMKM pada umumnya juga
masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang
kondusif, di antaranya adalah: (a) terjadinya ekonomi biaya tinggi yang disebabkan
oleh ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan ; (b) praktik bisnis dan
persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam
pemberdayaan koperasi dan UMKM. Pada era otonomi daerah ini timbul
kecenderungan menerbitkan beberapa peraturan yang ditujukan dalam upaya
peningkatan PAD. Kondisi ini dirasa kurang kondusif bagi pengembangan iklim usaha
UMKM dan Koperasi. Semestinya yang dilakukan adalah pemberian stimulus guna
memacu perkembangan UMKM dan Koperasi sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan PAD. Untuk itu, pengidentifikasian yang telah dilakukan terhadap
peraturan-peraturan yang menghambat pengembangan UMKM dan Koperasi perlu
ditindaklanjuti. Diantaranya melalui peningkatan pelayanan kepada koperasi dan

- 24
Agenda Pembangunan

UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap. Oleh karena itu, aspek
kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dalam rangka
memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal
mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM.

B. Sasaran

Peranan Koperasi dan UMKM mempercepat perubahan struktural dalam


peningkatan taraf hidup rakyat banyak menempati posisi yang strategis. Sebagai
wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi
diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat,
sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak
eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu UMKM berperan dalam
memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan.
Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi
daerah. Dengan perspektif peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan koperasi
dan UMKM dalam lima tahun mendatang adalah:
1. Meningkatnya kualitas manajemen kelembagaan dan organisasi koperasi sehingga
meningkatkan daya saing UMKM dan Koperasi dalam dunia usaha..
2. Meningkatnya produktivitas UMKM dan Koperasi yang disertai dengan peningkatan
pendapatan dan distribusi pendapatan antar masyarakat.
3. Berkembangnya produk unggulan yang berbasis karakteristik lokal pada setiap
wilayah UMKM dan Koperasi guna meningkatkan pemasaran produk UMKM dan
Koperasi pada tingkatan regional dan ekspor.
4. Meningkatkan fungsi dan sistem kelembagaan yang menumbuh kembangkan
wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Meningkatkan eksistensi dari usaha mikro dan kecil formal.

C. Arah Kebijakan

Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan koperasi dan UMKM


akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut :

1. Mengembangkan usaha, kecil dan menengah (UMKM) yang diarahkan untuk


memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan
pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi
dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan
rendah.
2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata perusahaan
yang baik dan berwawasan gender terutama untuk :

a. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan;


b. Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan;
c. Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan
fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa diklat dan pengembangan usaha,
teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru
berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan
penciptaan lapangan kerja terutama dengan :

- 25
Agenda Pembangunan

· Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan


adopsi penerapan tekonologi;
· Mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan
agroindustri melalui komoditas unggulan berkarakteristik lokal disertai
pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara
meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi
kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;
· Mengembangkan umkm untuk makin berperan dalam proses industrialisasi,
perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan
peningkatan kualitas SDM;
· Mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan
regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di
setiap daerah.
4. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan
jasa pada pasar lokal yang semakin berdaya saing dengan produk luar, khususnya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
5. Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk:
(i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi
di tingkat makro, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha
yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin
terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan
usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan
pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii) meningkatkan
kemandirian gerakan koperasi.

D. Program-Program Pembangunan

Sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM tersebut diatas
dijabarkan ke dalam program pembangunan yang merupakan strategi implementasi
pada tataran makro dan mikro.

1. Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro

Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang


bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha
mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh
pendapatan yang tetap. Dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas usaha
sehingga menjadi lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.
Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan
pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan dan
pembinaan usaha.

Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup :

1. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam


perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal;
2. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai
instansi dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional dan institusional disertai
dengan dukungan kemitraan;
3. Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif (sistem bagi-hasil dari dana bergulir,
sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai
pengganti anggunan) dengan tanpa mendistorsi pasar serta memberi dukungan

- 26
Agenda Pembangunan

terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga


keuangan mikro (LKM);
4. Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, dan bimbingan
teknis manajemen usaha disertai dengan bantuan modal awal dan pengembangan.
5. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin
melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan
penyediaan infrastruktur yang makin memadai. Pengembangan terutama sekali
dilakukan di pedesaan, terutama di daerah tertinggal dan kantong-kantong
kemiskinan.
6. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama
di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi
maupun asosiasi usaha lainnya dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan
efisiensi usaha;

2. Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi UMKM

Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya iklim usaha


yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-diskriminatif bagi
kelangsungan dan peningkatan kinerja UMKM. Kondisi yang diharapkan dari program
ini adalah berkurangnya beban administratif, biaya operasional dan iklim usaha yang
kondusif. Sehingga dapat meningkatkan skala usaha, mutu layanan dan partisipasi
stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM.
Program penciptaan iklim usaha bagi UMKM dan Koperasi ini memuat kegiatan-
kegiatan pokok sebagai berikut :

1. Penyempurnaan peraturan daerah, terutama yang terkait dengan Usaha Kecil dan
Menengah dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan
melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan
terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM,
termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha,
baik yang sektoral maupun spesifik daerah;
2. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan
dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
3. Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk
pengembangan jaringan pelayanan informasinya.
4. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian
regulasi, kebijakan dan program;
5. Pengembangan pelayanan perijinan usaha yang mudah, murah dan cepat
termasuk melalui perijinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan
pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi
UMKM;
6. Penilaian dampak regulasi/kebijakan daerah terhadap perkembangan dan kinerja
UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/regulasi.

3. Program Pengembangan Kewirausahaan Dan Keunggulan Kompetitif UMKM

Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan


serta meningkatkan profesionalisme SDM guna meningkatkan daya saing UMKM.
Diharapkan lebih berkembangkan sikap kewirausahaan yang berbasis pengetahuan
dan teknologi yang disertai dengan sikap profesionalitas, meningkatnya produktivitas,
yang disertai dengan bertambahnya jumlah dan ragam produk-produk unggulan UMKM
yang semakin memiliki daya saing.

- 27
Agenda Pembangunan

Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup :

1. Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat


kewirausahaan. Perlunya dilakukan reorientasi kurikukulum pendidikan/pelatihan
dan pengembangan sistem insentif yang terkait dengan pengembangan wirausaha
baru.
2. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitas untuk memacu
pengembangan UMKM (wirausaha)berbasis teknologi, utamanya UMKM yang
mengembangkan produk unggulan berkarakteristik lokal dan berorientasi ekspor
terutama yang terkait dengan agribisnis/agroindustri dan pemanfaatan sumber
daya lokal secara optimal;
3. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan
inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas istitusi
litbang melalui kemitraan publik, swasta dan masyarakat;
4. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan
jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi,
pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar UMKM dalam wadah koperasi
serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan
5. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan
kemitraan investasi antar UMKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi
bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat
penguasaan teknologi dan pasar;
6. Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas
pengusaha kecil dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha
tangguh yang memiliki semangat kooperatif.
7. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan
jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan;
8. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UMKM
tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang diikuti upaya peningkatan
perlindungan HaKI milik UMKM;

4. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UMKM

Program ini bertujuan untuk mempermudah dan memperluas akses UMKM


kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan setiap peluang dan
potensi sumber daya lokal yang ada secara optimum sesuai tuntutan pasar. Sistem
pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa
pengembangan usaha atau melakukan reorientasi visi, sistim dan kurikulum
pendidikan. Sistem pendukung yang bermutu akan meningkatkan akses UMKM
terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal,
pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi
intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.

Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup :

1. Penyediaan fasilitasi dengan membangun sistem dan penyediaan dana untuk


mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk
sumber daya alam;
2. Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat atau mengembangkan pola
kemitraan synergis dalam penyediaan jasa layanan teknologi, manajemen,
pemasaran, informasi dan konsultan usaha.

- 28
Agenda Pembangunan

3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan


Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP) antara
lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam
perijinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM
dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi
KSP/USP/LKM sekunder;
4. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit
investasi bagi koperasi dan UMKM, dan peningkatan peran lembaga keuangan
bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan
kredit koperasi dan UMKM di daerah, disertai dengan pengembangan jaringan
informasinya;
5. Peningkatan efektivitas dan efisiensi melalui revaluasi sistem selama ini dalam
penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai
instansi dan BUMN.
6. Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi dan perkuatan lembaga-
lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan;
7. Pengembangan dan revitalisasi yang disertai dengan dukungan pendanaan
terhadap unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan
informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan
sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM.
8. Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota
koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran,
jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi
usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing
tinggi.

5. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan


organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat
sesuai dengan jati dirinya menjadi wadah kepentingan bersama bagi anggotanya
untuk memperoleh efisiensi kolektif. Secara organisasi usaha, diharapkan memiliki
daya saing ekonomi sebanding dengan badan usaha lainnya. Dengan demikian
diharapkan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat primer dan sekunder
tertata dan berfungsi dengan baik; infrastruktur pendukung pengembangan koperasi
semakin lengkap dan berkualitas; lembaga gerakan koperasi semakin berfungsi
efektif dan mandiri; serta praktek berkoperasi yang baik (best practices) semakin
berkembang di kalangan masyarakat luas.

Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup :

1. Penyempurnaan peraturan-peraturan yang terkait dengan pengembangan


koperasi.
2. Peninjauan, penyempurnaan dan konsistensi dalam pelaksanaan terhadap evaluasi
dan revisi yang dilakukan pada berbagai peraturan lainnya yang kurang kondusif
bagi koperasi.
3. Pengembangan dan reorientasi visi, kurikulum dan sistem pendidikan, pelatihan
dan penyuluhan perkoperasian bagi anggota dan pengelola koperasi, calon
anggota dan kader koperasi termasuk di lembaga pendidikan formal, terutama
untuk menanamkan nilai-nilai dasar, prinsip-prinsip koperasi dan profesionalisme
dalam kehidupan koperasi.

- 29
Agenda Pembangunan

4. Pemberian dukungan dan kemudahan kepada gerakan koperasi untuk melakukan


penataan dan perkuatan organisasi serta modernisasi manajemen koperasi primer
dan sekunder untuk meningkatkan pelayanan anggota;
5. Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan infrastruktur
pendukung pengembangan koperasi di bidang pendidikan dan pelatihan,
penyuluhan, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pembiayaan, teknologi,
informasi, promosi dan pemasaran
6. Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan
kerjasama usaha dan kemitraan antar koperasi.
7. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan,
pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program
pembangunan koperasi dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait.
8. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan penilaian dampak regulasi,
kebijakan dan program pembangunan koperasi.
9. Penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas yang disertai dengan
pemasyarakatan contoh-contoh koperasi sukses yang dikelola sesuai dengan nilai-
nilai dan prinsip-prinsip koperasi.

2.1.6. Peningkatan Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan infrastuktur adalah bagian integral dari pembangunan wilayah.


Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Kegiatan sektor
transportasi merupakan tulang punggung pola distribusi baik barang maupun
penumpang. Infrastruktur lainnya seperti kelistrikan dan telekomunikasi terkait
dengan upaya modernisasi dan merupakan salah satu aspek terpenting untuk
meningkatkan produktivitas sektor produksi. Ketersediaan sarana perumahan dan
permukiman, antara lain air minum dan sanitasi, secara luas dan merata, serta
pengolahan sumberdaya air berkelanjutan menentukan tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Di sisi lain, kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur yang meliputi
transportasi, ketenagalistrikan, energi, pos, telekomunikasi, dan informatika,
sumberdaya air serta perumahan, pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan,
mengalami penurunan baik kuantitas maupun kualitasnya. Berkurangnya kualitas dan
pelayanan dan tertundanya pembangunan infrastruktur baru dapat menghambat laju
pembangunan suatu wilayah. Rehabilitasi dan pembangunan kembali berbagai
infrastruktur yang rusak, serta peningkatan kapasitas dan fasilitas baru akan
menyerap biaya yang sangat besar sehingga tidak dapat dipikul oleh pemerintah
sendiri. Untuk itu, mencari solusi inovatif guna menanggulangi masalah perawatan
dan perbaikan infrastruktur yang rusak merupakan masalah yang mendesak untuk
diselesaikan.
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, pada 5 (lima) tahun ke depan perlu
dipertegas penanganan/rehabilitasi, dan pembangunan infrastruktur. Kegiatan–
kegiatan yang terkait dengan PSO menjadi kewajiban pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun daerah. pelaksanaannya akan disesuaikan dengan kemampuan
pendanaan. Untuk ini perlu adanya sinkronisasi penanganan program melalui APBN
dan APBD.
Untuk kegiatan yang sepenuhnya dapat dilakukan oleh usaha swasta perlu
diperjelas peraturan perundang-undangan yang terkait, terutama menyangkut garansi
dan sistem tarif. Berkaitan dengan keikutsertaan swasta membangun infrastruktur
perlu diperjelas kewenangan masing-masing investor swasta dengan BUMN/D terkait,
serta menghindarkan hak monopoli untuk berusaha pada bidangnya.

- 30
Agenda Pembangunan

2.1.6.1. Sumberdaya Air

A. Permasalahan Sumberdaya Air

Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan


waktu. Dari segi distribusi waktu sepanjang tahun, 80 persen air tersedia pada musim
hujan yang berdurasi lima bulan, sedangkan 20 persen lainnya tersedia pada musim
kemarau dengan durasi tujuh bulan. Ketersediaan air yang sangat melimpah pada
musim hujan, yang selain menimbulkan manfaat, pada saat yang sama juga
menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan berupa banjir. Sedangkan pada musim
kemarau, kelangkaan air telah menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan lainnya
berupa kekeringan yang berkepanjangan. Awal tahun 2002, banjir telah melanda
sebagian besar wilayah Provinsi Jambi dan secara ironis pada akhir tahun yang sama
terjadi kekeringan.
Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumberdaya air,
baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat
kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah
Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang memprihatinkan
adalah indikasi tejadinya proses percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air.
Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah pemukiman
dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan
dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampung air
menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan
penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan kualitas
operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan prasarana
sumberdaya air menurun semakin tajam.
Intrusi air laut ke daratan dengan volume yang sangat besar dalam waktu yang
singkat telah mengakibatkan pencemaran sumber–sumber air dan mengganggu
penyediaan air baku bagi masyarakat, terutama di wilayah Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.

B. Arah Kebijakan Pembangunan Sumberdaya Air

Pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian


antara konservasi dan pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan air
permukaan dan air tanah, antara pengelolaan demand dan pengelolaan supply, serta
antara pemenuhan kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang.
Pada masa lalu fokus pembangunan lebih ditujukan pada pendayagunaan. Ke depan
upaya konservasi akan lebih diutamakan sehingga akan terjadi keseimbangan antara
upaya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan upaya untuk memenuhi
kebutuhan jangka panjang. Selain itu, pola hubungan hulu–hilir akan terus
dikembangkan agar tercapai pola pengelolaan yang lebih berkeadilan. Pengembangan
dan penerapan sistem conjuctive use antara pemanfaatan air permukaan dan air
tanah akan digalakkan terutama untuk menciptakan sinergi dan menjaga
keberlanjutan ketersediaan air tanah. Untuk itu, pemanfaatan air tanah akan
dibatasi, terutama untuk pemenuhan kebutuhan air baku rumah tangga dan usaha
pertanian yang secara finansial mempunyai prospek menguntungkan.
Pendayagunaan sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi pada
lima tahun ke depan difokuskan pada upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi yang
sudah diangun, rehabilitasi pada areal irigasi berfungsi yang mengalami kerusakan,
dan peningkatan kinerja operasi dan pemeliharaan. Upaya peningkatan fungsi
jaringan akan dilakukan hanya pada areal yang ketersediaan airnya terjamin dan

- 31
Agenda Pembangunan

petani penggarapnya sudah siap, dengan prioritas areal irigasi di wilayah lumbung
padi. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi diselenggarakan dengan berbasis
partisipasi masyarakat dalam seluruh proses kegiatan. Untuk mengendalikan
kecenderungan meningkatnya alih fungsi lahan, akan dikembangkan berbagai skema
insentif kepada petani agar bersedia mempertahankan lahan sawahnya.
Pendayagunaan sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku
diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga di wilayah rawan
defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis. Pemanfaatan air tanah untuk
pemenuhan kebutuhan air baku akan dikendalikan dan sejalan dengan itu akan
dilakukan upaya peningkatan penyediaan air baku dari air permukaan.

C. Program–Program Pembangunan Sumberdaya Air

Untuk mencapai sasaran umum dan melaksanakan kebijakan di atas dilakukan


kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam 5 (lima) program, yaitu : (1) pengembangan,
pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan sumber air lainnya; (2)
pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengairan
lainnya; (3) penyediaan dan pengelolaan air baku; (4) pengendalian banjir dan
pengamanan pantai; dan (5) penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan.

1. Program Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan


Sumber Air Lainnya

Program ini ditujukan untuk meningkatkan keberlanjutan fungsi dan


pemanfaatan sumberdaya air, mewujudkan keterpaduan pengelolaan serta menjamin
kemampuan keterbaharuan dan keberlanjutan sehingga dapat dicapai pola
pengelolaan sumberdaya air yang terpadu dan berkelanjutan; dan eksploitasi air
tanah yang terkendali.
Adapun kegiatan–kegiatan yang akan dilakukan adalah : (1) penatagunaan
sumberdaya air; (2) menyelenggarakan konservasi air tanah pada wilayah kritis air,
antara lain, Kabupaten Tanjab Timur dan Tanjab Barat (3) operasi dan pemeliharaan
danau dan bangunan penampung air lainnya; (4) pembangunan penampung air lainnya
dalam skala kecil terutama di wilayah rawan air; (5) peningkatan pemanfaatan
potensi kawasan dan potensi air danau dan bangunan penampung air lainnya,
termasuk untuk pengembangan wisata tirta; (6) melaksanakan pembiayaan
kompetitif untuk konservasi air; (7) menggali dan mengembangkan budaya
masyarakat dalam konservasi air; (8) pembangunan balai pengelolaan sumberdaya
air; (9) pengembangan teknologi tepat guna; serta (10) penyusunan Norma, Standar,
Pedoman, dan Manual (NSPM).

2. Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi dan Jaringan


Pengairan Lainnya

Program ini ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan jaringan irigasi dan


jaringan pengairan lainnya dalam rangka mendukung program ketahanan pangan
daerah sehingga mampu memenuhi kebutuhan air untuk pertanian dan pemanfaatan
air tanah untuk irigasi dapat terkendali.
Adapun kegiatan–kegiatan yang akan dilakukan adalah : (1) pemberdayaan
petani pemakai air terutama dalam pengelolaan jaringan irigasi; (2) peningkatan
jaringan irigasi yang belum berfungsi; (3) rehabilitasi jaringan irigasi terutama pada
daerah penghasil pangan dan jaringan rawa; (4) pengelolaan jaringan irigasi dan

- 32
Agenda Pembangunan

jaringan pengairan lainnya yang tersebar di wilayah kabupaten/kota; dan (5)


optimalisasi pemanfaatan lahan irigasi yang telah dikembangkan.

3. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku

Program ini ditujukan untuk meningkatkan penyediaan air baku untuk


memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendukung kegiatan perekonomian sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemenuhan air baku untuk rumah tangga, permukiman, dan industri.
Adapun kegiatan–kegiatan yang akan dilakukan adalah : (1) operasi dan
pemeliharaan serta rehabilitasi saluran pembawa dan prasarana air baku lainnya; (2)
pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembawa air baku terutama pada
kawasan-kawasan dengan tingkat kebutuhan air baku tinggi; (3) pembangunan sumur–
sumur air tanah dengan memperhatikan prinsip–prinsip conjuctive use pada daerah–
daerah rawan air dan daerah tertinggal; (4) sinkronisasi kegiatan antara penyedia air
baku dengan memprioritaskan distribusi; dan (5) pembangunan prasarana air baku
dengan memprioritaskan pemanfaatan air tanah pada daerah–daerah yang tercemar
air laut.

4. Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai

Program ini ditujukan untuk mengurangi tingkat risiko dan periode genangan
banjir, serta menanggulangi akibat bencana banjir dan abrasi pantai yang menimpa
daerah produksi, permukiman dan sarana publik lainnya sehingga dampak bencana
banjir dan kekeringan dapat dikurangi dan terlindunginya daerah pantai dari abrasi
air laut.
Adapun kegiatan–kegatan yang akan dilakukan adalah : (1) operasi dan
pemeliharaan serta perbaikan alur sungai terutama Sungai Batanghari; (2)
rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana pengendali banjir dan pengamanan
pantai di Tanjab Barat dan Tanjab Timur; (3) pembangunan prasarana pengendali
banjir dan pengamanan pantai; (4) mengendalikan aliran air permukaan di daerah
tangkapan air dan badan-badan sungai melalui pengaturan dan penegakan hukum; (5)
menggali dan mengembangkan budaya masyarakat setempat dalam megendalikan
banjir; serta (6) melakukan pengamanan daerah pantai dengan memprioritaskan pada
penanaman tanaman bakau pada daerah pantai.

5. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

Program ini ditujukan untuk mewujudkan kelembagaan yang efektif sehingga


potensi konflik air dapat dikendalikan; partisipasi masyarakat, kualitas koordinasi dan
kerjasama antar instansi meningkat; pola pembiayaan yang berkelanjutan dapat
tercipta; tersedia data dan sistem informasi yang aktual, akurat, dan berkelanjutan.
Adapun kegiatan–kegiatan yang akan dilakukan adalah : (1) penyusunan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sumberdaya Air; (2) Keputusan Gubernur
tentang Pembentukan Dewan Sumberdaya Air Provinsi; (3) Penataan dan perkuatan
kelembagaan pengelola sumberdaya air tingkat Provinsi, maupun Kabupaten/Kota;
(4) pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumberdaya air tingkat Provinsi,
tingkat SWS, dan/atau tingkat Kabupaten/Kota; (5) membangun sistem informasi dan
pengelolaan data yang dapat memenuhi kebutuhan data dan informasi yang akurat,
aktual dan mudah diakses; (6) pembentukan jaringan dan kelembagaan pengelola
data dan sistem informasi serta penyiapan dan pengoperasian decision support sistem
(DSS); (7) peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan, pengelolaan dan

- 33
Agenda Pembangunan

konservasi sungai, danau, dan sumber air lainnya; (8) peningkatan kemampuan dan
pemberdayaan masyarakat dan perkumpulan petani pemakaian air dalam hal teknis,
organisasi, dan administrasi pengembangan dan pengelolaan irigasi dan sumberdaya
air lainnya; serta (9) penegakan hukum dan peraturan terkait dengan pengelolaan
sumberdaya air.

2.1.6.2. Transportasi

Secara umum, kendala yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek


kapasitas, kondisi, jumlah dan kuantitas prasarana dan sarana fisik; kelembagaan dan
peraturan; sumberdaya manusia; teknologi; pendanaan/investasi; serta manajemen,
operasi dan pemeliharaan. Sehingga sasaran umum pembangunan transportasi dalam
lima tahun mendatang adalah : (1) meningkatnya kondisi dan kualitas prasarana dan
sarana dengan menurunkan tingkat backlog pemeliharaan; (2) meningkatnya jumlah
dan kualitas pelayanan transportasi, terutama keselamatan transportasi regional; (3)
meningkatnya kualitas pelayanan transportasi yang berkesinambungan dan ramah
lingkungan, serta sesuai dengan standar pelayanan yang disyaratkan; (4)
meningkatnya mobilitas dan distribusi wilayah; (5) meningkatnya pemerataan dan
keadilan pelayanan transportasi baik antar wilayah maupun antar golongan
masyarakat perkotaan, perdesaan maupun daerah terpencil dan perbatasan; dan (6)
meningkatnya akuntabilitas pelayanan transportasi melalui pemantapan sistem
transportasi regional, wilayah dan lokal.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kebijakan umum pembangunan
transportasi adalah : (1) kebijakan pembangunan prasarana dan sarana transportasi;
(2) kebijakan untuk meningkatkan keselamatan transportasi regional secara terpadu;
(3) kebijakan untuk meningkatkan mobilitas dan distribusi regional; (4) kebijakan
pembangunan transportasi yang berkelanjutan; (5) kebijakan pembangunan
transportasi terpadu yang berbasis pengembangan wilayah; (6) kebijakan peningkatan
data dan informasi serta pengembangan audit prasarana dan sarana transportasi
regional; (7) kebijakan membangun dan memantapkan terwujudnya sistem
transportasi regional, wilayah dan lokal secara bertahap dan terpadu; (8) kebijakan
untuk melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan peraturan perundangan
transportasi dan peraturan pelaksanaannya; dan (9) kebijakan untuk mendorong
pengembangan industri jasa transportasi yang bersifat komersial di daerah yang telah
berkembang dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat dan
meningkatkan pembinaan pelaku transportasi regional.

2.1.6.2.1. Prasarana Jalan

A. Permasalahan

Secara umum permasalah transportasi jalan adalah : (1) Pelayanan jasa


transportasi yang belum merata di setiap pusat kegiatan di Provinsi Jambi; (2)
Kurangnya keterpaduan antar dan intra moda yang mengakibatkan kurang efektifnya
pelayanan jasa angkutan; (3) Masih rendahnya disiplin dan ketertiban para pengguna
jasa angkutan jalan, penyedia jasa dan masyarakat dalam mentaati ketentuan yang
berlaku; (4) Masih tingginya kerusakan jalan akibat pelanggaran muatan lebih; (5)
Belum adanya penetapan dan pengaturan jaringan trayek dan jaringan lintas untuk
pelayanan dalam provinsi; (6) Masih terbatasnya pengembangan SDM di bidang LLAJ
baik di tingkat regulator maupun oprator; (7) Rendahnya kuantitas dan kualitas
angkutan umum yang menyebabkan penurunan kualitas pelayanan, dan (8)
Terbatasnya dana untuk pembangunan sarana dan prasarana keselamatan jalan.

- 34
Agenda Pembangunan

B. Sasaran Pembangunan

Sasaran umum pembangunan prasarana jalan adalah : (1) terpeliharanya dan


meningkatnya daya dukung, kapasitas, maupun dan kualitas pelayanan prasarana
jalan untuk daerah–daerah yang perekonomiannya berkembang pesat: (2)
meningkatnya aksesibilitas wilayah yang sedang dan belum berkembang melalui
dukungan pelayanan prasarana jalan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan
transportasi baik dalam hal kecepatan mupun kenyamanan khususnya pada koridor–
koridor utama, wilayah KAPET, perdesaan, wilayah perbatasan, terpencil, maupun
pulau–pulau kecil;(3) serta terwujudnya partisipasi aktif pemerintah, BUMN/D,
maupun swasta dalam penyelenggaran pelayanan prasarana jalan melalui reformasi
dan restrukturisasi baik di bidang kelembagaan maupun regulasi diantaranya
merampungkan peraturan pelaksanaan Undang–undang nomor 38 tahun 2004 tentang
jalan sesuai dengan tantangan dan perkembangan yang akan dihadapi dalam era
globalisasi dan otonomi daerah.

C. Arah Kebijakan

Secara umum arah kebijakan pembangunan prasaran jalan adalah : (1)


Meningkatkan keterjangkauan pelayanan transportasi umum bagi masyarakat luas; (2)
Meningkatkan keterpaduan antar moda dan efisiensi dalam mendukung mobilitas
manusia, barang dan jasa; (3) Meningkatkan kondisi pelayanan prasaran jalan melalui
penanganan muatan lebih secara komprehensif; (4) Meningkatkan kualitas pelayanan
jasa angkutan jalan, fasilitas keselamatan dan angkutan jalan demi terciptanya
pelayanan angkutan tertib, teratur dan terjangkau; (5) Meningkatkan pembinaan dan
pengembangan transportasi jalan yang menyeluruh baik di perkotaan, pedesaan,
antar kota dalam provinsi maupun antar kota antar provinsi; (6) Terciptanya
optimalisasi peranan dan pemanfaatan prasarana/sarana transportasi darat dalam
mendukung pengembangan ekonomi; dan (7) Meningkatkan kemampuan SDM,
pemantapan kelembagaan serta koordinasi antar instansi.

D. Program dan Kegiatan Pembangunan

1. Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Peningkatan dan Pembangunan LLAJ

Program ini ditujukan untuk mempertahankan sistem jaringan jalan yang ada
agar tetap dalam kondisi yang memadai terutama pada ruas-ruas yang merupakan
jalur utama perekonomian dan memiliki prioritas tinggi serta untuk pemulihan
kondisi prasarana jalan yang hancur dan terputus akibat bencana alam.
Program ini meliputi kegiatan–kegiatan utama antara lain : (1) pengadaan dan
pemasangan rambu dan marka jalan, RPPJ, deliniator, pagar pengaman dan trafict
libht; (2) pemilihan awak kendaraan umum, penguji teladan dan lomba tertib lalu
lintas; (3) pengaturan dan pengendalian angkutan haji, lebaran, natal dan tahun baru
serta pengawasan angkutan umum; (4) operasional UPTD jembatan timbang
kendaraan bermotor; dan (5) pembangunan jembatan timbang.

2. Program Pengembangan SDM, Sosialisasi dan Pemasyarakatan Perundang-


undangan Perhubungan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas SDM perhubungan


(khususnya jalan) dan terciptanya tertib berlalu lintas serta meningkatnya kualitas
pelayanan angkutan jalan bagi masyarakat. Program ini meliputi kegiatan-kegiatan

- 35
Agenda Pembangunan

utama antara lain : (1) penyelenggaraan pelatihan orientasi LLAJ; (2) konsultasi
publik penyusunan Perda perhubungan; (3) pembinaan dan monitoring jasa-jasa
perhubungan; dan (4) pengendalian dan pengawasan keselamatan perhubungan.

3. Program Penyusunan Rencana Teknis dan Pengendalian Pembangunan


Perhubungan

Program ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan keselamatan


masyarakat sebagai pengguna prasarana jalan sebagai sarana angkutan dan
terkendalinya pelaksanaan pembangunan sektor perhubungan yang efektif dan
efisien. Guna mencapai sasaran program tersebut maka dilakukan kegiatan-kegiatan
pokok sebagai berikut : (1) penyusunan penetapan jaringan trayek dan jaringan
lintas; (2) pemutakhiran data base sektor perhubungan; (3) peningkatan konsultasi
dan koordinasi perhubungan, pos dan telekomunikasi; (4) penyiapan sistem jaringan
terpadu; (5) penyusunan jaringan transportasi jalan, rencana terminal peti kemas,
dan kebutuhan angkutan bus kota; dan (6) penyusunan amdal lalu lintas

2.1.6.2.2. Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan

A. Permasalahan

Dalam bidang lalu lintas sungai, danau dan penyeberangan di Provinsi Jambi
adalah sebagai berikut : (1) Masih terbatasnya jumlah prasarana dan sarana serta
fasilitas keselamatan ASDP; (2) Masih rendahnya kesadaran para pemilik kapal untuk
memenuhi kelengkapan dokumen dan keselamatan kapal, dan (3) Belum adanya
penetapan jaringan trayek/lintas antar kabupaten/kota setelah pelaksanaan otonomi
daerah dan semakin terbukanya akses jalan raya.

B. Sasaran Pembangunan

Adalah agar terwujudnya pembangunan dan pemeliharaan sarana, prasarana


dan fasilitas keselamatan ASDP.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan

a. Memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana serta


pengelolaan angkutan ASDP;
b. Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di lintas yang telah jenuh dan
memperbaiki tatanan pelayanan angkutan antarmoda dan kesinambungan
transportasi darat yang terputus dengan pelayanan point to point ; sejalan
dengan sistem transportasi lokal.
c. Diarahkan untuk mendukung pariwisata dan angkutan lokal pada lintas
penyeberangan antarprovinsi seperti Sarolangun–Batanghari-Muara Sabak–Nipah
Panjang–Kuala Tungkal-Mendahara.
d. Pengembangan lintas penyeberangan antar kabupaten/kota diperlukan
keterpaduan antarmoda dan dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan
permintaan pada jaringan transportasi jalan.
e. Meningkatkan aksebilitas pelayanan ASDP : (1) mengembangkan angkutan sungai
terutama di wilayah yang telah memiliki sungai cukup besar; dan (2)
mengembangkan angkutan danau untuk menunjang program wisata.

- 36
Agenda Pembangunan

D. Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan


Penyeberangan

Dalam 5 (lima) tahun ke depan program pembangunan bidang ASDP meliputi :


(1) rehabilitasi prasarana dermaga sungai, danau dan penyeberangan; (2)
pembangunan dermaga sungai, danau dan penyeberangan; (3) pengembangan
aksesibilitas pelayanan ASDP; dan (4) restrukturisasi dan reformasi kelembagaan
ASDP. Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : (1) Pembangunan dan
rehabilitasi Dermaga sungai, danau dan penyeberangan, (2) Pengembangan sarana
dan aksesibilitas pelayanan ASDP, (3) Pembersihan alur sungai, (4) Penyusunan
rencana pengembangan jaringan angkutan sungai, (5) Penataan sistem transportasi
darat antarmoda secara terpadu dalam Sistranas dan Sistrawil, (6) Koordinasi
perencanaan dan penataan sistem jaringan pelayanan terpadu (7) sosialisasi dan
pengelolaan prasarana dan sarana angkutan sungai dan danau, (8) Perencanaan
konsep pembangunan transportasi sungai terpadu dengan program penghijauan dan
lingkungan hidup, program kebersihan sungai, irigasi dan SDA, program pariwisata
dan pertamanan, (9) Pengembangan pemanfaatan teknologi kanal dan pintu
air/sistem pengawasan dan keselamatan alur sungai, persyaratan teknis dan
pengerukan, (10) Peningkatan SDM, pembangunan kelembagaan dan manajemen yang
didukung sistem informasi di bidang perencanaan, pengembangan dan pengawasan
angkutan sungai dan danau, dan (11) Pengembangan peningkatan dermaga sungai
yang merupakan swadaya masyarakat yang tidak memadai menjadi dermaga yang
permanen seperti dermaga di sungai Batanghari, Merangin, Pengabuan dan sungai-
sungai lain yang berada di Jambi.

2.1.6.2.3. Transportasi Laut

Transportasi laut mempunyai peranan sangat penting pada perekonomian


Provinsi Jambi. Hal ini terlihat pada tahun 2002 lebih dari 99 persen kegiatan ekspor–
impor sebesar 296 juta ton dan 95 persen dari ekspor–impor tersebut senilai US $
88,4 miliar diangkut dengan menggunakan transportasi laut.

A. Permasalahan Transportasi Laut

Permasalahan dalam transportasi laut yang paling menonjol adalah terpuruknya


peran armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan dan belum diberlakukan
sepenuhnya Azas Cabotage. Rata–rata pangsa pasar armada nasional pada angkutan
dalam negeri dan ekspor–impor antara tahun 1996 – 2003 masing–masing hanya 51,4
persen dan 3,6 persen. Secara garis besar masalah transportasi laut di Jambi adalah :
(1) Masih terbatasnya jumlah prasarana dan sarana serta fasilitas keselamatan; (2)
Tingginya tingkat sedimentasi pantai; (3) Kurangnya aksesibilitas menuju pelabuhan
laut dengan angkutan jalan raya, dan (4) Belum adanya back area dan fasilitas
penunjang pelabuhan Muara Sabak.

B. Sasaran Pembangunan Transportasi Laut

Sasaran pembangunan transportasi laut adalah : (1) Meningkatnya pangsa


pasar armada pelayanan angkutan laut, baik untuk angkutan laut dalam negeri
maupun ekspor-impor; (2) Meningkatnya kinerja dan efisiensi pelabuhan khususnya
yang ditangani oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena sebagian besar muatan
ekspor-impor dan angkutan dalam negeri ditangani oleh pelabuhan yang ada di bawah
pengelolaan BUMN; (3) Semakin lengkap prasarana SBNP (sarana bantu navigasi

- 37
Agenda Pembangunan

pelayaran) dan fasilitas pemeliharaannya, dan (4) Terselesaikannya uji materil PP


Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran khususnya yang berkaitan dengan keharusan
bekerjasama dengan BUMN.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Transportasi Laut

1. Meningkatkan peran armada pelayaran baik untuk angkutan dalam negeri maupun
ekspor-impor dengan memberlakukan azass cabotage.
2. Menghapuskan pungutan-pungutan tidak resmi di pelabuhan sehingga tarif yang
ditetapkan otoritas pelabuhan tidak jauh berbeda dengan biaya yang secara riil
dikeluarkan oleh pengguna jasa.
3. Memenuhi standar pelayaran internasional yang dikeluarkan oleh IMO
(International Maritime Organization) maupun IALA guna meningkatkan
keselamatan pelayaran.
4. Merestrukturisasi peraturan dan perundang-undangan serta kelembagaan di
subsektor transportasi laut guna menciptakan kondisi yang mampu menarik minat
swasta dalam pembangunan prasarana transportasi laut.
5. Menyerahkan secara bertahap aset pelabuhan lokal yang dikelola UPT/Satuan
Kerja kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
6. Mendukung pelaksanaan arah pengembangan Sistranas dan tatanan kepelabuhan
nasional.
7. Melanjutkan pelayanan angkutan laut perintis.

D. Program Pembangunan Transportasi Laut

Dalam 5 (lima) tahun ke depan program pembangunan transportasi laut adalah :


(1) rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana transportasi laut ; (2) pembangunan
prasarana transportasi laut; dan (3) restrukturisasi kelembagaan dan peraturan
transportasi laut.

1. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Transpotasi Laut

Meliputi kegiatan-kegiatan Rehabilitasi SBNP : menara suar 94 unit, rambu suar


279 unit, dan pelampung suar 72 unit, rehabilitasi kapal navigasi 49 unit, rehabilitasi
Dermaga 493 M2 milik UPT Ditjen Perhubungan Laut, rehabilitasi 15 unit kapal marine
surveyor, kantor UPT Administrator Pelabuhan di 15 lokasi, rehabilitasi kapal patroli
97 unit, rehabilitasi atau pembersihan kolam pelabuhan dari kerangka kapal di 3
lokasi, dan rehabilitasi dermaga 27.104 M2 milik BUMN.

2. Program Pembangunan Prasarana Transportasi Laut

Meliputi kegiatan-kegiatan Pembangunan SBNP menara suar, rambu suar, dan


pelampung suar, pembangunan kapal navigasi, pembangunan Global Maritime
Distress and Safety sistem, Dermaga UPT Ditjen Perhubungan Laut, dan dermaga
untuk kapal navigasi serta dermaga untuk pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai
(PLP), pembangunan kapal marine surveyor, pembangunan gedung kantor
kenavigasian, gedung tertutup, gedung terbuka, gedung bengkel, taman pelampung
dan peralatan bengkel serta alat angkut, pengadaan oil boom atau gelang cemar,
pembangunan dermaga berikut alat bongkar muat dan pelayanan angkutan laut
perintis di wilayah terisolir.

- 38
Agenda Pembangunan

3. Program Restrukturisasi Kelembagaan dan Peraturan Transportasi Laut

Meliputi kegiatan pengembangan sistem informasi kelaiklautan kapal, sosialisasi


peraturan bidang kelaiklautan kapal, evaluasi dan kajian peraturan bidang
kelaiklautan kapal, peningkatan SDM, uji petik dan verifikasi kelaiklautan kapal,
marpol (Marine Pollution) exercise, dan pemberlakuan azas cabotage sepenuhnya
untuk angkutan dalam negeri sehingga armada pelayaran lokal dapat mengangkut
semua muatan angkutan dalam negeri.

2.1.6.2.4. Transportasi Udara

A. Permasalahan Transportasi Udara

Permasalahan di subsektor transportasi udara yang paling menonjol adalah : (1)


terbatasnya prasarana bandara dan fasilitas keselamatan penerbangan dan fasilitas
pendukung lainnya, (2) terbatasnya rute pelayanan dari dan ke Bandara Sultan
Thaha, dan (3) peningkatan demand angkutan udara belum didukung oleh
peningkatan layanan.

B. Sasaran Pembangunan Transportasi Udara

Sasaran pembangunan transportasi udara adalah terjaminnya keselamatan,


kelancaran dan kesinambungan pelayanan akibat tercapainya pembangunan dan
pemeliharaan sarana, prasarana dan fasilitas keselamatan yang memadai.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Transportasi Udara

a. Memenuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan yang dikeluarkan


oleh International Civil Aviation Organization guna meningkatkan keselamatan
penerbangan baik selama penerbangan maupun di bandara di wilayah Provinsi
Jambi.
b. Meningkatkan persaingan usaha industri penerbangan nasional yang lebih
transparan dan akuntabel sehingga perusahaan penerbangan yang ada mempunyai
landasan yang kokoh untuk kesinambungan operasi penerbangannya.
c. Mendukung pelaksanaan arah pengembangan Sistrans dan tata kebandarudaraan
nasional.
d. Melanjutkan pelayanan angkutan udara perintis di Kabupaten Kerinci.

D. Program Pembangunan Transportasi Udara

Dalam 5 (lima) tahun ke depan program pembangunan transportasi udara


adalah : (1) rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana transportasi udara; (2)
pembangunan prasarana transportasi udara; (3) pembangunan pendukung
transportasi udara.

1. Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Transportasi Udara

Dilakukan dengan kegiatan penggantian dan rekondisi kendaraan Penolong


Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran bandara, dan rehabilitasi fasilitas
landasan.

- 39
Agenda Pembangunan

2. Pembangunan Prasarana Transportasi Udara

Dilakukan melalui Pembangunan Prasarana antara lain (1) sistem navigasi


udara, (2) pelaksanaan Automated Dependent Surveillance-Broadcas, (3) pengadaan
dan pemasangan peralatan CNS/ATM (Communication, Navigation, Surveillance/Air
Traffic Management), dan (3) pengadaan dan pemasangan Instrument Landing Sistem
dan Runway Visual Range, serta pelayanan angkutan penerbangan perintis di
Kabupaten Kerinci.
Selain program/kegiatan pokok tersebut di atas, terdapat program/kegiatan
pendukung pada Sektor Transportasi, antara lain : (1) Program pengembangan
transportasi antarmoda; (2) Program peningkatan sarana dan prasarana; (3) Program
pencarian dan penyelamatan; (4) Program pengelolaan kapasitas SDM aparatur dan
pendidikan kedinasan; dan (5) Program pengawasan aparatur Negara.

a) Pengembangan Transportasi Antarmoda

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM di sektor transportasi,


meteorologis dan geofisika khususnya dalam rangka peningkatan dukungan terhadap
pencapaian tujuan sektor transportasi, meteorology dan geofisika yang telah
ditentukan dan pelayanan terhadap masyarakat luas.
Kegiatan–kegiatan pokok yang dilakukan meliputi : (1) Penyusunan peraturan
bidang pos; (2) Sosialisasi peraturan bidang transportasi; (3) Kajian perencanaan,
evaluasi dan kebijakan serta kajian strategis perhubungan dan transportasi
intermoda; (4) Penyusunan evaluasi dan operasional pemantauan kinerja keuangan
dan pendanaan transportasi; dan (5) Penyusunan pembinaan kinerja kepegawaian.

b) Peningkatan Sarana dan Prasarana

Program ini bertujuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana di Sektor


Transportasi. Kegiatan-kegiatan pokok antara lain pelaksanaan peningkatan sarana
dan prasarana perhubungan sistem, prosedur dan standar administrasi, penyediaan
fasilitas pendukung pelayanan operasional serta penyelenggaraan koordinasi dan
konsultasi rencana dan program kerja dinas/lembaga.

c) Pencarian dan Penyelamatan

Program ini bertujuan meningkatkan pelayanan pencarian dan penyelamatan


terhadap masyarakat yang mengalami musibah terutama meningkatkan kemampuan
dan kecepatan tindak awal, sehingga korban musibah dapat tertangani dengan cepat
dan tepat, serta membantu melaksanakan pencarian dan penyelamatan korban
musibah.
Program pencarian dan penyelamatan mencakup kegiatan–kegiatan : (1)
Penyusunan dan penyiapan petunjuk teknis; (2) Evaluasi dan pembinaan proyek SAR;
(3) Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, pemeliharaan dan pembangunan fasilitas,
sarana dan operasional pencarian dan penyelamatan; dan (4) Pembinaan dan
pengembangan prasarana dan sarana pencarian dan penyelamatan.

d) Pengelolaan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur dan Pendidikan


Kedinasan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM di sektor transpotrasi,


yang dilakukan melalui kegiatan dan program pendidikan dan pelatihan.

- 40
Agenda Pembangunan

Program pengelolaan kapasitas SDM aparatur dan pendidikan kedinasan


mencakup kegiatan-kegiatan : (1) Pelaksanaan kajian di bidang transportasi,
manajemen, transportasi intermoda, transportasi udara, dan pos telekomunikasi; (2)
Penyusunan program monitoring dan evaluasi; dan (3) Pengembangan kelembagaan
pendidikan dan pelatihan.

e) Pengawasan Aparatur Negara

Program pengawasan aparatur negara mencakup kegiatan-kegiatan : (1) menata


dan menyempurnakan sistem, struktur dan pengawasan yang efektif, efesien, dan
transparan; (2) meningkatkan intensitas pelaksanaan pengawasan internal,
fungsional, dan masyarakat; dan (3) meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan
secara hukum.

2.1.6.3. Energi, Ketenaga Listrikan, Pos dan Telematika

2.1.6.3.1. Energi

Krisis ekonomi mengakibatkan berbagai perubahan mendasar pada


perekonomian, pola supply-demand energi dan biaya operasi penyediaan energi.
Dengan terjadinya krisis ekonomi terjadi ketimpangan biaya produksi yang
dipengaruhi oleh nilai tukar valuta asing dengan pendapatan sektor energi. Disisi lain,
penyesuaian harga energi tidak dapat dihindari dan merupakan komitmen pemerintah
dalam rangka mengurangi subsidi harga energi.
Dengan terbatasnya cadangan energi, perlu dimulai pemanfaatan energi
alternatif secara bertahap dan berorientasi pasar menuju pola bauran energi yang
terpadu, optimal dan bijaksana. Upaya pemanfaatan energi alternatif dimaksudkan
untuk pengurangan penggunaan bahan bakar minyak yang semakin mahal dan
ketersediaannya semakin menipis. Sebagai alternatif dapat dipergunakan panas gas
bumi, batu bara, dan energi terbarukan seperrti panas bumi, tenaga air, tenaga
nuklir, tenaga surya, tenaga angin, dan biomasa. Sebagai wilayah yang dikaruniai
kekayaan alam yang melimpah, Provinsi Jambi memiliki potensi sumber energi yang
cukup banyak dan beragam namun produksi bagi pemanfaatan kurang seimbang.
Potensi sumber energi dan produksi berdasarkan data tahun 2003 dapat diuraikan
sebagai berikut :

1. Potensi gas alam tersebar di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan
Tanjung Jabung Timur sebesar 178,13 triliun kaki kubik (TCF) terdiri dari 91,17
TCF cadangan terbukti dan 86,69 TCF cadangan potensi. Potensi tenaga air
dengan besaran kurang lebih 75 ribu MW namun produksinya baru mencapai 4.200
MW karena beragamnya kapasitas, tingginya investasi, serta persoalan sosial dan
dampak lingkungan.
2. Potensi batu bara sebesar 50 miliar ton, dengan daerah penghasil terbesar adalah
Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bungo.
3. Potensi energi panas bumi yang dimiliki oleh Provinsi Jambi terdapat di sepanjang
wilayah pesisir pantai timur dengan tingkat produksi hanya mencapai 807 MW.
4. Energi terbarukan yang meliputi tenaga matahari, angin, biomasa, biogas, dan
gambut mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Angka rata-
rata radiasi harian sinar matahari bervariasi dari 4,10 sampai 5,75 kWh per meter
persegi; energi dengan kecepatan rata-rata yang bervariasi dari 2,39 meter per
detik sampai 5,5 meter per detik pada ketinggian 24 meter di atas tanah; energi
biomasa setara dengan 50 GW yang terdiri dari solid bio mass, dan liquid bio mass

- 41
Agenda Pembangunan

berasal dari sektor kehutanan, pertanian, dan perkebunan energi biogas yang
berasal dari limbah sektor perternakan dengan besaran sekitar 684,8 MW; tanah
gambut yang diperkirakan sebesar 97,93 triliun MJ3 tersebar di Kabupaten
TanjabBarat dan Tanjab Timur.

A. Permasalahan Energi

Pembangunan energi di Provinsi Jambi dihadapkan pada masalah pokok


berupa kesenjangan antara potensi sumber energi dan konsumsi berbagai jenis
energi. Permasalahan lain yang dihadapi adalah sistem penetapan harga energi yang
belum mencerminkan nilai ekonominya sehiingga tidak mendorong penggunaan energi
secara maksimal dan tidak mengembangkan prakarsa masyarakat untuk melakukan
penghematan energi. Sebagai contoh, transportasi merupakan sektor yang boros
dalam mengkonsumsi BBM.
Masih rendahnya tingkat diversifikasi energi juga merupakan salah satu
permasalahan. Hal ini di tunjukkan dengan ketergantungan terhadap BBM masih
tinggi. Pembangunan dan pangsa penggunaan energi selama ini masih bertumpu pada
pengguna energi tidak terbarukan seperti minyak bumi, padahal cadangan minyak
bumi senakin menipis serta belum efisiennya pemanfaatan energi oleh konsumen
rumah tangga, industri, dan transportasi.
Secara rinci permasalahannya adalah (1) Terbatasnya Infrastruktur Energi.
Kapasitas infrastruktur terbangun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi
final, (2) Belum Terencananya Prospek Bisnis Energi. Bisnis energi masih terlalu
berorientasi untuk mendapatkan revenues secara cepat dan sangat bergantung pada
komoditi minyak bumi, khususnya minyak mentah, (3) Belum Efektifnya Manajemen
Resiko. Prediksi terhadap risiko proyek pembangunan energi sangat tinggi, khususnya
karena minim dan kurang akuratnya data yang tersedia, (4) Belum Tuntasnya
Regulasi. UU Minyak dan Gas Bumi 22/ 2001 telah diminta untuk direvisi oleh
Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004 terutama pasal-pasal yang berkaitan dengan
kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Namun demikian,
UU Migas juga masih mempunyai masalah seperti terlambatnya penyiapan PP hilir,
belum berfungsi efektifnya Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas, dan belum
diterbitkannya Master Plan transmisi dan distribusi gas nasional, (5) Kurang
Menariknya Iklim Investasi. Karakteristik dari proyek pembangunan infrastruktur
energi yang membutuhkan biaya besar, teknologi tinggi, waktu yang lama sebelum
beroperasi; terlalu beratnya beban fiscal dalam tahap ekplorasi dan di sisi hulu;
kendala prosedur, regulasi, waktu, dan biaya yang menurunkan minat inventasi;
terbatasnya equity yang menurunkan kemampuan memperoleh pinjaman; minat
perbankan domestik yang masih rendah untuk menanamkan modalnya dalam
pembangunan proyek infrastruktur, (6) Besarnya Ketergantungan Kepada
Pemerintah. Dominasi sektor energi oleh BUMN yang masih sangat bergantung
kepada pemerintah, pola monopoli/duopoli yang berjalan menghambat tumbuhnya
pola kompetisi, beban asset dan kinerja operasi korporat belum menunjukkan
efisiensi yang layak, dan (7) Belum Efektifnya Kelembagaan. Belum sinkronnya
pelaksanaan pembagian wewenang dari pusat ke daerah, pemerintah dan swasta,
serta sektor dan regional.

B. Sasaran Pembangunan Energi

Sasaran dengan rencana jangka menengah sampai dengan tahun 2010, dengan
asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen per tahun dan dengan elastisitas
energi sekitar 1,2, maka sasaran permintaan energi total diproyeksikan naik sebesar

- 42
Agenda Pembangunan

7,1 persen per tahunnya. Dengan adanya upaya peningkatan efisiensi dan rehabilitasi
infrastruktur energi diharapkan pertumbuhan permintaan energi dapat ditekan.
Selain itu sesuai dengan kebijakan diversifikasi diperlukan penganekaragaman
pemakaian energi non-BBM, agar dapat mengurangi beban pemerintah untuk
mensubsidi BBM. Untuk itu diperlukan pembangunan infrastruktur energi yang
mencakup fasilitas processing (kilang minyak, pembangkit tenaga listrik), fasilitas
transmisi dan distribusi pipa (gas dan BBM) dan fasilitas depot penyimpanan.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Energi

Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk masa datang dalam jumlah
yang memadai dan dalam upaya menyediakan akses berbagai macam jenis energi
untuk segala lapisan masyarakat, maka perlu diciptakan suatu sistem baru
penyediaan dan transportasi energi yang lebih menyeluruh, terpadu dan kompetitif
serta mencerminkan harga pasar. Hal ini dapat ditempuh dengan menyiapkan sarana
dan prasarana lintas sektor, menghilangkan monopoli baik di sisi bisnis hulu maupun
di sisi bisnis hilir untuk sektor migas, maupun di sisi pembangkit, transmisi dan
distribusi di sektro energi baru dan terbarukan lainnya.

D. Program-Program Pembangunan Energi

Program–program pembangunan energi terdiri atas : (1) Program Peningkatan


Kualitas Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Energi; (2) Program Penyempurnaan
Restrukturisasi dan Reformasi Sarana dan Prasarana Energi; (3) Program Peningkatan
Aksesibilitas Pemerintah Daerah, Koperasi dan Masyarakat terhadap Jasa Pelayanan
Sarana dan Prasarana Energi; dan (4) Program Penguasaan Aplikasi Teknologi Energi.
Program Pembangunan ini melibatkan Pemerintah, swasta dan Masyarakat.

1. Peningkatan Kualitas Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Energi

Program ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas jasa pelayanan sarana


dan prasarana agar aksesibilitas masyarakat untuk mengkonsumsi segala produk
energi semakin mudah, efisien dan harga yang terjangkau. Kegiatan-kegiatan pokok
yang dilakukan dalam program ini mencakup :
1. Di sisi hilir, perluasan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi gas bumi
dengan memberikan paket insetif pajak yang disesuaikan dengan Master Plan
Asean Gas Grid, pengembangan trasportasi batu bara, pengkajian pemanfaatan
batu bara untuk memenuhi peningkatan kebutuhan industri padat energi.
2. Di sisi hulu, peningkatan kapasitas kilang minyak bumi untuk mengelola produk
minyak yang efisien dan harga yang terjangkau. Untuk antisipasi peningkatan
pemakaian BBM dengan pemanfaatan energi alternatif yang cadangannya
berlimpah dengan optimal.
3. Peningkatan pemanfaatan gas bumi dalam rangka mengurangi ketergantungan
akan BBM.
4. Mendukung pembangunan jaringan pipa gas di wilayah Sumatera.

2. Penyempurnaan Restrukturisasi dan Reformasi Sarana dan Prasarana Energi

Program ini bertujuan untuk menciptakan industri energi yang mandiri, efisien,
dan berdaya saing tinggi di pasar energi. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan :
penyehatan industri yang ada, privatisasi, mengatur pemain dengan unbundling dan
pendatang baru serta kompetisi, melanjutkan program restrukturisasi dan revisi

- 43
Agenda Pembangunan

Undang – Undang Minyak dan Gas, kajian untuk menentukan struktur industri energi
dalam rangka mendorong pengembangan sektor ekonomi, serta peninjauan kembali
UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang Pemberlakuan PPN bagi Kontraktor dalam tahap
Eksplorasi, dan pemberlakuan beaa masuk terhadap barang-barang impor migas.

3. Peningkatan Aksesibilitas Pemerintah Daerah, Koperasi dan Masyarakat


Terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Energi

Program ini ditujukan untuk lebih memberikan kesempatan kepada pemerintah


daerah swasta, masyarakat dan koperasi untuk lebih terlibat dalam pengelolaan
usaha energi.
Kegiatan pokoknya untuk meningkatkan partisipasi pemerintah daerah, swasta,
koperasi dan masyarakat dapat membangun infrastruktur dan penyaluran energi
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagi contoh, pelaku juga dapat melakukan
bisnis di hulu untuk gas dan batu bara termasuk briket dan UBC. Agar hal ini dapat
berjalan dengan baik perlu upaya pemisahan yang jelas antara wilayah kompetisi dan
nonkompetisi berikut kriteria – kriteria pembatasan untuk wilayah dimaksud.

4. Penguasaan Aplikasi Teknologi Energi

Program ini tujukan untuk memberi kesempatan kepada dunia bisnis, BUMN dan
Koperasi serta masyarakat untuk berpartisipasi sebagai penyedia, pengelola dan
pemberi energi, khususnya dalam penguasaan teknologi, manajemen, serta
pemasaran produk energi.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi : pengembangan teknologi tepat
guna yang diarahkan pada barang-barang mass production; pemaketan pelelangan di
sisi hulu untuk menjamin kelansungan industri dalam negeri, melalui prioritas
penggunaan produksi dalam negeri; standardisasi dan pengawasan kualitas produksi
dalam negeri; kajian pengembangan teknologi Coal Bed Methane untuk meningkatkan
pemanfaatan batu bara; serta kajian penelitian cadangan migas baru dan kajian
teknologi pengelolah limbah migas.

2.1.6.3.2. Ketenagalistrikan

Pembangunan ketenagalistrikan dihadapkan pada berbagai tantangan antara


lain kondisi geografis yang luas dan kondisi demografi dengan densitas yang sangat
variatif antar berbagai wilayah sehingga sulit untuk mengembangkan sistem
kelistrikan yang optimal dan efisien. Begitu pula dengan potensi energi primer untuk
pembangkit listrik, sekalipun memiliki potensi yang cukup besar namun umumnya
berada di daerah pedalaman yang jauh dari pusat beban sehingga untuk
pembangunannya memerlukan biaya yang besar terutama untuk pembangunan
infrastruktur pendukungnya.

A. Permasalahan Ketenagalistrikan

Permasalahan pembangunan bidang ketenagalistrikan antara lai adalah : (1)


Keterbatasan Kapasitas Pembangkit, (2) Keterbatasan Kemampuan Pendanaan, (3)
Kurangnya Kemandirian Industri Ketenagalistrikan, (4) Tingginya Ketergantungan
Terhadap BBM, (5) Rendahnya Kinerja Sarana dan Prasarana, (6) Belum Tercapainya
Tingkat Tarif yang Ekonomis, dan (7) Rendahnya Partisipasi Pemerintah Daerah dan
Masyarakat.

- 44
Agenda Pembangunan

B. Sasaran Pembangunan Ketenagalistrikan

Sasaran pembangunan ketenagalistrikan dalam 5 (lima) tahun ke depan


meliputi : (1) Penambahan kapasitas pembangkit, (2) Peningkatan rasio elektrifikasi
tahun 2010 meningkat menjadi 67,9 persen, (3) Meningkatnya rasio elektrifikasi desa
pada akhir tahun 2010 sebesar 90 persen, (4) Meningkatnya efisiensi di sarana
pembangkit melalui rehabilitasi dan repowering;, (5) Berkurangnya susut jaringan
terutama nonteknis melalui pelaksanaan kegiatan berbasis teknologi informasi, (6)
Terlaksananya penyempurnaan restrukturisasi ketenagalistrikan, (7) Meningkatnya
pemanfaatan potensi gas, batu bara dan panas bumi, serta energi baru terbarukan,
(8) Meningkatnya partisipasi masyarakat, koperasi dan swasta baik sebagai penyedia,
pembeli dalam bentuk curah maupun konsumen listrik sebagai pelanggan dan
pengelola usaha penunjang ketenagalistrikan, dan (9) Berkembangnya ilmu
pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya manusia yang mendukung industri
ketenagalistrikan.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Ketenagalistrikan

Kebijakan pembangunan ketenagalistrikan Provinsi Jambi dalam 5 (lima) tahun


ke depan diarahkan pada :
1. Pemenuhan kebutuhan tenaga listrik untuk menjamin ketersediaan pasokan dan
keandalannya terutama di daerah terpencil dan perdesaan.
2. Peningkatan partisipasi investasi swasta, pemerintah daerah, koperasi, dan
masyarakat dalam menyediakan sarana dan prasarana ketenagalistrikan.
3. Peningkatan infrastruktur tenaga listrik yang efektif dan efisien, terutama upaya
peningkatan diversifikasi energi untuk pembangkit, pengurangan losses,
peremajaan infrastruktur yang kurang efisien.
4. Peningkatan kemandirian industri ketenagalistrikan daerah dengan mendorong
peningkatan kemampuan SDM dan pemakaian barang dan jasa produksi dalam
negeri.
5. Penyesuaian tarif secara bertahap dan sistematis sampai mencapai nilai
keekonomiannya.
6. Peningkatan keselamatan pemakaian peralatan listrik dan menjaga dampak
lingkungan dalam pembangunan ketenagalistrikan nasional.

D. Program–Program Pembangunan Ketenagalistrikan

1. Peningkatan Kualitas Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana

Program ini bertujuan untuk memulihkan kualitas jasa pelayanan sarana dan
prasarana ketenagalistrikan guna menjamin ketersediaan tenaga listrik yang memadai
sehingga aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh tenaga listrik semakin mudah
dengan semakin memperhatikan keandalan sistem, efektivitas, dan efisiensi dengan
harga yang wajar.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi antara lain :

1. Pembangunan pembangkit serta jaringan transmisi dan distribusi termasuk


pembangunan listrik perdesaan.
2. Penyusunan kebijakan pendanaan pembangunan termasuk penyesuaian tarif,
diversifikasi dan konservasi energi primer untuk pembangkit tenaga listrik, serta

- 45
Agenda Pembangunan

pengurangan losses terutama pada sisi transmisi dan distribusi baik yang teknis
maupun nonteknis.
3. Peningkatan pembangunan listrik perdesaan yang diarahkan terutama untuk
ekstensifikasi dan intensifikasi jaringan listrik perdesaan melalui pembangunan
sarana penyediaan tenaga listrik di daerah perdesaan dan daerah yang belum
berkembang.

2. Penyempurnaan Restrukturisasi dan Reformasi Sarana dan Prasarana


Ketenagalistrikan

Program ini bertujuan menciptakan industri ketenagalistrikan yang mandiri,


efisien, dan berdaya saing tinggi. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini
meliputi berbagai langkah penyempurnaan peraturan perundangan disesuaika dengan
kondisi daerah Jambi. Dengan diberlakukannya kembali UU Nomor 15 Tahun 1985
tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989, dalam
rangka menciptakan industri ketenagalistrikan yang sehat dan efisien serta
menciptakan iklim yang menarik bagi partisipasi investasi swasta, pemda, koperasi
maupun masyarakat, diperlukan langkah–langkah penyempurnaan undang-undang
tentang ketenagalistrikan yang baru serta berbagai peraturan pelaksanaannya.

3. Peningkatan Aksesibilitas Pemerintah Daerah, Koperasi, dan Masyarakat


Terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Ketenagalistrikan

Program ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan pada pemerintah


daerah, swasta, masyarakat, dan koperasi sebagai pelaku untuk lebih terlibat dalam
pengelolaan usaha kelistrikan. Khusus untuk pemerintah daerah, akan diberlakukan
penerusan pinjaman sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK/2001
dan akan diberlakukan jika memungkinkan untuk pelaku lainnya.
Kegiatan pokok program ini adalah mendorong swasta, koperasi, pemda, dan
masyarakat sebagai pelaku penyedia tenaga listrik terutama daerah yang belum
dilistriki sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan untuk daerah yang sudah
terinterkoneksi jaringan listrik, pelaku dapat menjual listriknya dengan PT. PLN.

4. Penguasaan Aplikasi Teknologi serta Bisnis Ketenagalistrikan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan industri


ketenagalistrikan daerah dalam mengembangkan produksi fasilitas ataupun material
penunjang ketenagalistrikan. Kegiatan yang akan dilakukan meliputi pengembangan
teknologi tepat guna yang diarahkan pada barang-barang mass production. Begitu
pula mendorong industri dalam negeri melalui pemaketan pelelangan di sisi hulu
untuk menjamin kelangsungan industri dalam negeri, melaui prioritas penggunaan
produksi dalam negeri.

2.1.6.3.3. Telekomunikasi dan Informasi

Dalam era globalisasi dimana informasi mempunyai nilai ekonomi, kemampuan


untuk mendapatkan, memanfaatkan, dan megolah informasi mutlak dimiliki suatu
daerah untuk memicu pertumbuhan ekonomi sekaligus mewujudkan daya saing
daerah.

- 46
Agenda Pembangunan

A. Permasalahan Komunikasi dan Informasi

Tingkat kesiapan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan


memanfaatkan informasi ditentukan oleh dua aspek, yaitu supply yang terkait dengan
kemampuan pembangunan penyedia infrastruktur informasi, dan demand yang terkait
dengan kebutuhan masyarakat pengguna. Secara rinci permasalahan yang dihadapi
adalah : (1) Terbatasnya ketersediaan infrastruktur informasi, (2) Tidak meratanya
penyebaran infrastruktur informasi, (3) Terbatasnya kemampuan pembiayaan
penyedia infrastruktur informasi, (4) Belum terjadinya kompetisi yang setara dalam
penyelenggaraan pos dan telematika, (5) Kurang optimalnya pemanfaatan
infrastruktur, (6) Terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi, dan (7)
Terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengakses dan mengelolah informasi
menjadi peluang ekonomi.

B. Sasaran Pembangunan Komunikasi dan Informasi

Sarana komunikasi dan informasi mempunyai arti strategis karena tidak saja
berperan dalam percepatan pembangunan ekonomi, tetapi juga dalam berbagai
aspek lain seperti peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta pendukung aspek
politik dan pertahanan keamanan. Dalam rangka menjamin kelancaran arus
komunikasi dan informasi, perlu dilakukan perluasan jangkauan serta peningkatan
kapasitas dan kualitas penyelenggaraannya.
Sasaran umum yang hendak dicapai adalah : (1) Terwujudnya penyelenggaraan
komunikasi dan informasi yang efesien, yaitu yang mampu mendorong produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi daerah, (2) Meningkatnya aksessibilitas masyarakat akan
layanan komunikasi, dan (3) Meningkatnya kapasitas serta kemampuan masyarakat
dalam mendayagunakan teknologi bersangkutan.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Komunikasi dan Informasi

Untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan lima tahun mendatang,


arah kebijakan yang di tempuh adalah : (1) Restrukturisasi penyelenggaraan
komunikasi dan informasi, (2) Peningkatan efesiensi pemanfaatan dan pembangunan
infrastruktur komunikasi dan informasi, dan (3) Peningkatan pengembangan dan
pemanfaatan aplikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

D. Program Pembangunan Komunikasi dan Informasi

Pembangunan komunikasi dan informasi dilaksanakan melalui tiga program,


yaitu (1) Program penyelesaian restrukturisasi; (2) Program pengembangan,
pemerataan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana, dan (3) Program
penguasaan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi.

1. Penyelesaian Restrukturisasi

Program ini bertujuan untuk (a) menciptakan efesiensi dalam penyelenggaraan


komunikasi dan informasi; (b) menciptakan kompetisi yang sehat dan setara; (c)
menciptakan iklim investasi yang kondusif; (d) membuka peluang bagi penyelenggara
baru yang dinilai layak dan berkemampuan; serta (e) menyehatkan dan meningkatkan
kinerja penyelenggara.

- 47
Agenda Pembangunan

2. Pengembangan, Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana

Program ini bertujuan untuk (a) meningkatkan aksesibilitas masyarakat


terhadap layanan komunikasi dan informasi; (b) meningkatkan kualitas pelayanan,
dan (c) mempertahankan dan meningkatkan kondisi sarana dan prasarana.
Kegiatan-kegiatan utama yang akan dilakukan adalah : (1) Pembangunan baru
fasilitas telekomunikasi sekurang-kurangnya 160 ribu sambungan telepon tetap, 50
ribu sambungan bergerak, dan 430 sambungan di daerah perdesaan; (2) Peningkatan
efisiensi pengalokasian dan pemanfaatan spectrum frekuensi; (3) Evaluasi,
monitoring, dan pengaturan standar operasional dan pelayanan; (5) Pengujian
perangkat komunikasi; (6) Fasilitasi pembangunan titik akses komunitas, termasuk
pemberdayaan kelembagaan sebagai titik akses komunitas; serta (7) Revitalisasi
infrastruktur.

3. Penguasaan Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi

Program ini bertujuan untuk (a) mendayagunakan informasi serta teknologi


informasi dan komunikasi beserta aplikasinya guna mewujudkan tata pemerintahan
yang lebih transparan, efisien, dan efektif; (b) meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam memanfaatkan informasi serta teknologi informasi dan komunikasi guna
meningkatkan taraf dan kualitas hidup; dan (c) mewujudkan kepastian dan
perlindungan hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Kegiatan utama yang akan dilakukan adalah : (1) Pengembangan aplikasi e–
government; (2) Fasilitasi penyediaan komputer murah sebanyak 100 ribu unit
pertahun bagi laboratorium komputer di sekolah–sekolah; (3) Peningkatan
penggunaan open source sistem ke seluruh institusi pemerintahan dan lapisan
masyarakat; dan (4) Fasilitasi peningkatan keterhubungan rumah sakit, puskesmas,
perpustakaan, pusat penelitian dan pengembangan, pusat kebudayaan, museum,
pusat kearsipan dengan teknologi informasi dan komunikasi.

2.1.6.3.4. Perumahan dan Permukiman

A. Pembangunan Perumahan

1. Permasalahan Pembangunan Perumahan

Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan.


Penyediaan prasarana dan sarana dasar oleh pemerintah terhadap kawasan rumah
sederhana dan rumah sederhana sehat yang dihuni oleh masyarakat berpendapatan
rendah dilakukan untuk menurunkan harga jual rumah di kawasan tersebut.
Diharapkan masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah mempunyai
kemampuan untuk memiliki rumah yang layak huni dalam kawasan yang sehat.
Namun demikian, kemampuan pemerintah untuk mendukung penyediaan prasarana
dan sarana tersebut masih terbatas.
Menurunnya kualitas permukiman. Terutama yang dihuni oleh masyarakat
berpenghasilan rendah sehingga mengakibatkan kurang mampunya masyarakat untuk
memelihara sarana dan prasarana lingkungan.
Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan
perumahan dan permukiman. Kelembagaan penyelenggara pembangunan
perumahan belum berada pada tingkat kinerja yang optimal untuk menjalankan
fungsi, baik sebagai pembangun maupun pemberdaya.

- 48
Agenda Pembangunan

Masih rendahnya efesiensi dalam pembangunan perumahan. Tingginya biaya


administrasi perijinan yang dikeluarkan dalam pembangunan perumahan merupakan
satu persoalan yang senantiasa dihadapi dalam pembangunan perumahan. Biaya
perijinan untuk pembangunan perumahan saat ini mencapai 20 persen dari nilai
rumah. Hal ini menimbulkan ketidakefesienan pasar perumahan, dan masih adanya
perumahan belum layak huni dengan fasilitas yang sangat minim.

2. Sasaran Pembangunan Perumahan

Untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat yang mempergunakan kredit


pemilikan rumah sebagai cara untuk memiliki rumah maka sasaran umum
pembangunan perumahan adalah pemenuhan kebutuhan hunian bagi masyarakat
melalui terciptanya pasar primer yang sehat, efesien, akuntabel, tidak diskriminatif,
dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat yang di dukung oleh sistem
pembiayaan perumahan jangka panjang yang market friendly, efesien, dan
akuntabel.
Bagi masyarakat yang berpendapatan rendah yang terbatas kemampuannya,
maka sasaran umum yang harus dicapai adalah terbentuknya pola subsidi yang tepat
sasaran, tidak mendistorsi pasar, akuntabel, dan mempunyai kepastian dalam hal
ketersediaan setiap tahun. Sasaran lain yang juga hendak dicapai adalah
terbentuknya pola pembiayaan untuk perbaikan dan pembangunan rumah baru yang
berbasis swadaya masyarakat.

3. Arah Kebijakan Pembangunan Perumahan

Arah kebijakan yang akan dikembangkan untuk mencapai sasaran sebagaimana


telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana dasar bagi kawasan rumah


sederhana dan rumah sederhana sehat;
2. Mengembangkan kawasan perumahan skala besar;
3. Meningkatkan penyediaan hunian bagi masyarakat berpendapatan rendah;
4. Meningkatkan fasilitasi dan pemberdayaan masyarakat berpendapatan rendah
dalam penyediaan lahan, sumber pembiayaan dan prasarana dan sarana
lingkungan melalui pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat;
5. Mengembangkan kredit mikro pembangunan dan perbaikan rumah yang terkait
dengan kredit mikro peningkatan pendapatan dalam rangka pemberdayaan usaha
ekonomi masyarakat miskin dan penciptaan lapangan kerja;
6. Menciptakan pola subsidi baru yang lebih tepat sasaran;
7. Mengembangkan lembaga yang bertanggung jawab dalam pembangunan
perumahan dan permukiman pada semua tingkatan;
8. Mengembangkan intensif fiscal bagi swasta yang menyediakan hunian bagi buruh/
karyawannya;
9. Meningkatkan pengawasan dan pembinaan teknis keamanan dan keselamatan
gedung;
10. Menciptakan kepastian hukum dalam bermukim (secure tenure);
11. Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana lingkungan pada kawasan
kumuh perkotaan dan pesisir.

- 49
Agenda Pembangunan

4. Program–Program Pembangunan Perumahan

Untuk mencapai sasaran dan arah kebijakan sebagaimana disebutkan diatas


maka kegiatan-kegiatan pokok akan dilakukan melalui 2 (dua) program, yaitu
program pengembangan perumahan dan program pemberdayaan komunitas
perumahan.

Ø Pengembangan Perumahan

Program ini bertujuan untuk mendorong pemenuhan kebutuhan rumah yang


layak, sehat, aman, dan terjangkau, dengan menitikberatkan kepada masyarakat
miskin dan berpendapatan rendah, melalui pemberdayaan dan peningkatan kinerja
pasar primer perumahan; pengembangan sistem pembiayaan perumahan jangka
panjang; pengembangan kredit mikro dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan dalam program ini meliputi :

1. Penyediaan prasarana dan sarana dasar bagi kawasan rumah sederhana dan
rumah sederhana sehat termasuk didalamnya penyediaan prasarana dan sarana
dasar bagi perumahan PNS dan masyarakat berpendapatan rendah sebagai dasar
bagi pengembangan kawasan siap bangun;
2. Pengembangan pola subsidi yang tepat sasaran, efesien, dan efektif sebagai
pengganti subsidi selisih bunga;
3. Peningkatan akses masyarakat kepada kredit mikro untuk pembangunan dan
perbaikan rumah yang berbasis swadaya masyarakat;
4. Pengembangan lembaga kredit mikro untuk mendukung perumahan swadaya untuk
penanggulangan kemiskinan;
5. Pembangunan rumah susun sederhana milik bagi masyarakat berpendapatan
rendah;
6. Deregulasi dan reregulasi peraturan perundang-undangan pertanahan, perbankan,
perpajakan, pengembang, dan pasar modal yang terkait dengan upaya
pemantapan pasar primer perumahan;
7. Revitalisasi BKP4D dan pembentukan lembaga pembiayaan perumahan beserta
instrumen regulasi pendukungnya;
8. Revitalisasi kawasan perkotaan yang mengalami degradasi kualitas permukiman;
9. Pengembangan tata keselamatan dan keamanan gedung dan peningkatan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara;
10. Penyusunan norma, standar, peraturan, dan manual dalam pembangunan
perumahan dan keselamatan bangunan gedung;
11. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan dan rehabilitasi rumah akibat bencana alam
dan kerusuhan sosial.

Ø Pemberdayaan Komunitas Perumahan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas perumahan melalui


penguatan lembaga komunitas dalam rangka pemberdayaan sosial kemasyarakatan
agar tercipta masyarakat yang produktif secara ekonomi dan berkemampuan
mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang sehat, harmonis, dan
berkelanjutan.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan dari program ini adalah :
1. Peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan kumuh, desa tradisional, desa
nelayan, dan desa eks transmigrasi;

- 50
Agenda Pembangunan

2. Fasilitasi dan bantuan teknis perbaikan rumah pada kawasan kumuh, desa
tradisional, desa nelayan,dan desa eks transmigrasi;
3. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan swadaya yang berbasis
pemberdayaan masyarakat;
4. Pengembangan sistem penanggulangan kebakaran ( fire fighting sistem );
5. Pemberdayaan masyarakat miskin di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;
6. Penataan, peremajaan, dan revitalisasi kawasan;
7. Penyusunan NSPM pemberdayaan komunitas perumahan pemberdayaan
masyarakat miskin di perkotaan; serta
8. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan yang tanggap terhadap bencana.

2.1.6.4. Pembangunan Air Minum dan Air Limbah

A. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Air Limbah

Permasalahan dalam pembangunan air minum dan air limbah adalah sebagai
berikut : (1) Rendahnya kualitas pengelolaan air minum yang dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), (2) Stagnasi dalam penurunan tingkat
kebocoran air minum, (3) Permasalahan tarif yang tidak mampu mencapai kondisi
pemulihan biaya, (4) Belum diolahnya lumpur tinja, dan (5) Menurunnya persentase
masyarakat di kawasan perkotaan yang mendapatkan pelayanan sistem pembuangan
air limbah.

B. Sasaran Pembangunan Air Minum dan Air Limbah

Sasaran umum pembangunan air limbah adalah open defecation free untuk
semua kabupaten/kota hingga akhir tahun 2010 yang berarti semua rumah tangga
minimal mempunyai jamban sebagai tempat pembuangan faeces dan meningkat
kualitas air permukaan yang dipergunakan sebagai air baku bagi air minum. Selain
itu, sasaran pembangunan air limbah adalah meningkatnya utilitas IPLT dan IPAL yang
telah dibangun hingga mencapai minimal 60 persen pada akhir tahun 2010 serta
pengembangan lebih lanjut sungai akibat pembuangan tinja hingga 50 persen. Selain
itu, untuk kota besar seperti kota Jambi secara bertahap dikembangkan sistem air
limbah terpusat (sewerage sistem).

C. Arah kebijakan Pembangunan Air Minum dan Air Limbah

Pelayanan yang ingin dikembangkan dalam pembangunan air minum dan air
limbah hingga akhir tahun 2010 adalah pelayanan air minum dan air limbah yang
berkualitas, efisien, dengan harga terjangkau, menjangkau semua lapisan
masyarakat,dan berkelanjutan yang akan dilaksanakan melalui kebijakan sebagai
berikut :

1. Menciptakan kesadaran seluruh stake holder terhadap pentingnya peningkatan


pelayanan air minum dan air limbah dalam pengembangan sumberdaya manusia
dan produktivitas kerja.
2. Meningkatnya peran serta seluruh stake holder dalam upaya mencapai sasaran
pembangunan air minum dan air limbah hingga akhir tahun 2010.
3. Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha untuk turut berperan serta
secara aktif dalam memberikan pelayanan air minum dan air limbah melalui
deregulasi dan regulasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
kemitraan.

- 51
Agenda Pembangunan

4. Mendorong terbentuknya regionalisasi pengelolaan air minum dan air limbah


sebagai upaya meningkatkan efisiensi pelayanan dan efisiensi pemanfaatan
sumberdaya air.
5. Meningkatkan kinerja pengelola air minum dan air limbah melaui restrukturisasi
kelembagaan yang mengatur BUMD air minum dan air limbah.
7. Meningkatkan kualitas SDM pengelola pelayanan air minum dan air limbah melalui
uji kompetensi, pendidikan, pelatihan,dan perbaikan pelayanan kesehatan.
8. Mengurangi tingkat kebocoran pelayanan air minum hingga mencapai ambang
batas normal sebesar 20 persen hingga akhir tahun 2010.
9. Memulihkan pelayanan air minum dan air limbah yang rusak akibat bencana alam.

D. Program–Program Pembangunan Air Minum dan Air Limbah

Untuk mencapai sasaran dan melaksanakan kebijakan di atas maka dilakukan


kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam 3 (tiga) program, yaitu : (1) program
pengembangan pemberdayaan masyarakat, (2) program pengembangan kelembagaan,
(3) program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah.

1. Pemberdayaan Masyarakat

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap


pentingnya peranan air minum dan air limbah dalam meningkatnya kualitas
sumberdaya manusia dan produktivitasnya dengan sasaran yang akan dicapai,
meliputi (1) meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perlunya perilaku hidup
bersih dan sehat, (3) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan
pengelolaan air minum dan air limbah. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut
akan dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Kampanye publik, mediasi, dan fasilitasi kepada masyarakat mengenai perlunya


perilaku hidup bersih dan sehat;
2. Peningkatan peran sekolah dasar dalam mendukung perilaku hidup bersih dan
sehat;
3. Pelaksanaan percontohan dan pengembangan peran masyarakat dalam menjaga
kelestarian sumber air baku;
4. Pelaksanaan percontohan dan pengembangan peran masyarakat dalam
meningkatkan kualitas lingkungan;
5. Pelestarian budaya dan kearifan lokal yang mendukung pelestarian dan penjagaan
kualitas air baku;
6. Pengembangan budaya penghargaan dan hukuman terhadap partisipasi
masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan;
7. Peningkatan peran charity fund dan LSM;
8. Peningkatan kapasitas masyarakat dengan berdasar kepada pendekatan tanggap
kebutuhan (demand responsive approach/demand driven), partisipatif, pilihan
yang diinformasikan, keberpihakan masyarakat miskin, gender, pendidikan, dan
swadaya; serta
9. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan awal, desain kontruksi maupun operasi
dan pemeliharaan.

2. Pengembangan Kelembagaan

Program ini ditujukan untuk melakukan penataan kembali peraturan


perundang-undangan dan pengembangan kelembagaan yang terkait dengan

- 52
Agenda Pembangunan

pembangunan air minum dan air limbah untuk mewujudkan sistem kelembagaan dan
tata laksana pembangunan air minum dan air limbah yang efektif dengan sasaran
pokok sebagai berikut : (1) Meningkatnya koordinasi dan kerjasama antar kegiatan
dan antar wilayah dalam pembangunan air minum dan air limbah; (2) Terciptanya
peraturan perundang-undangan yang mengatur kemitraan pemerintah-swasta dalam
pembangunan minum dan air limbah; (3) Meningkatkan peranan badan usaha milik
swasta dalam pembangunan dan pengelolaan air minum dan air limbah; (4)
Tersedianya sumber pembiayaan yang murah dan berkelanjutan, dan (5)
Terselesaikannya revisi peraturan perundang-undangan yang melakukan pengaturan
terhadap BUMD yang bergerak dalam pembangunan dan pengelolaan air minum dan
air limbah. Untuk mencapai sasaran tersebut akan dilakukan kegiatan :

1. Penyusunan Keputusan Gubernur tentang kerjasama antarwilayah dalam


pembangunan dan pengelolaan air minum dan air limbah;
2. Penyusunan Keputusan Gubernur tentang kerja sama antara BUMN/BUMD dengan
BUMS;
3. Peningkatan kerjasama BUMD dengan BUMS yang saling menguntungkan,
akuntabel, dan transparan;
4. Pengembangan water supply and waste water fund;
5. Penyusunan Keputusan Gubernur tentang penerbitan obligasi oleh BUMD; serta
6. Pemberian bantuan teknis pada lembaga pengelola pelayanan air minum dan air
limbah pada Kabupaten /Kota pemekaran.

3. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah

Program ini ditujukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum dan
air limbah yang dilaksanakan oleh badan usaha milik daerah dan yang dilaksanakan
oleh komunitas masyarakat secara optimal, efisien, dan berkelanjutan. Sasaran yang
hendak dicapai dalam program ini adalah : (1) meningkatnya cakupan pelayanan air
minum dan air limbah, (2) meningkatnya kinerja BUMD pengelola air minum dan air
limbah hingga berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian, (3) meningkatnya cakupan
pelayanan air minum dan air limbah yang dikelola secara langsung oleh masyarakat.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka akan dilaksanakan kegiatan sebagai berikut :

1. Restrukturisasi manajemen PDAM dan PDAL;


2. Peningkatan jumlah PDAM dan PDAL yang berpredikat WTP di kota besar dan
menengah;
3. Capacity building bagi PDAM dan PDAL melalui uji kompetisi, pendidikan dan
pelatihan, optimasi rasio pegawai dan pelanggan;
4. Revisi peraturan mengenai struktur dan penentuan tarif;
5. Penurunan kebocoran melalui penggantian pipa bocor dan berumur, penggantian
pipa air, penegakan hukum terhadap sambungan liar, peningkatan efisiensi
penagihan;
6. Peningkatan operasi dan pemeliharaan;
7. Penurunan kapasitas tidak terpakai (idle capacity);
8. Refurbishment terhadap sistem penyediaan air minum dan pembuangan air
limbah yang telah terbangun;
9. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan air
minum dan air limbah;
10. Pengembangan pelayanan air minum dan air limbah yang berbasis masyarakat;
11. Pengembangan pelayanan sistem pembuangan air limbah dengan sistem terpusat
pada Kota Jambi;

- 53
Agenda Pembangunan

12. Penyediaan air minum dan prasarana air limbah bagi kawasan perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah;
13. Pengembangan teknologi pengelolaan lumpur tinja dan air minum;
14. Restrukturisasi utang PDAM dan PDAL khususnya yang terkait dengan dengan
pinjaman luar negeri melalui subsidiary loan agreetment (SLA); serta
15. Perbaikan prasarana dan sarana air minum dan air limbah yang rusak serta
pembangunan di beberapa permukiman baru.

2.1.6.5. Pembangunan Persampahan dan Drainase

A. Permasalahan Pembangunan Persampahan dan Drainase

Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat meningkatnya jumlah sampah


yang berasal dari rumah tangga dan nonrumah tangga yang dibuang ke sungai dan
dibakar. Persentase sampah yang di buang ke sungai dan dibakar pada tahun 1998
sebesar 65 persen dan meningkat menjadi 68 persen pada tahun 2001. Walaupun
kenaikannya relatif kecil namun diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
semakin sulitnya mendapatkan lahan untuk dimanfaatkan sebagai tempat
pembuangan akhir (TPA).
Menurunnya kualitas manajemen TPA dengan berubahnya sistem pengelolaan
TPA yang didesain sebagai sanitary landfill dan control landfill menjadi open
dumping mencerminkan penurunan kinerja tersebut.
Tidak berfungsinya saluran drainase sebagai pematus air hujan. Kelangkaan
lokasi untuk pembuangan sampah menyebabkan masyarakat membuang sampah ke
saluran drainase. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan persentase kawasan
tergenang dan persentase terhambatnya fungsi drainase.

B. Sasaran Pembangunan Persampahan dan Drainase

Sasaran pembangunan dan pengelolaan persampahan yang hendak dicapai


adalah meningkatnya jumlah sampah terangkut hingga 75 persen hingga akhir tahun
2010 serta meningkatnya kinerja pengelolaan TPA yang berwawasan lingkungan di
semua kota-kota besar dan kota sedang.
Sasaran umum pembangunan drainase adalah terbatasnya saluran-saluran
drainase dari sampah sehingga mampu meningkatkan fungsi saluran drainase sebagai
pematus air hujan dan berkurangnya wilayah genangan permanen dan temporer
hingga 75 persen.

C. Arah Kebijakan Pembangunan Persampahan dan Drainase

Pelayanan yang akan dikembangkan dalam pembangunan persampahan dan


drainase hingga akhir tahun 2010 adalah pelayanan persampahan dan drainase yang
berkualitas, terjangkau, efisien, menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta
berwawasan lingkungan yang akan dilaksanakan melalui kebijakan-kebijakan sebagai
berikut :
a) Menciptakan kesadaran seluruh stakeholder terhadap pentingnya peningkatan
pelayanan persampahan dan drainase;
b) Meningkatkan peran serta seluruh stakeholder dalam upaya mencapai sasaran
pembangunan persampahan dan drainase hingga akhir tahun 2010;
c) Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha untuk turut berperan aktif
dalam memberikan pelayanan persampahan, baik dalam handling-transportation
maupun dalam pengelolaan TPA;

- 54
Agenda Pembangunan

d) Menciptakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kemitraan


pemerintah-swasta dalam pengelolaan persampahan;
e) Mendorong terbentuknya regionalisasi pengelolaan persampahan dan drainase;
f) Meningkatkan kinerja pengelola persampahan dan drainase melalui restrukturisasi
kelembagaan dan revisi peraturan perundang-undangan yang terkait;
g) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengelola persampahan dan drainase
melalui uji kompetisi, pendidikan, pelatihan, dan perbaikan pelayanan
kesehatan; serta
h) Meningkatkan kinerja dalam pengelolaan TPA dengan sistem sanitary landfill.

D. Program–Program Pembangunan Persampahan dan Drainase

Untuk mencapai sasaran dan arah kebijakan sebagaimana telah disebutkan


diatas maka dilakukan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam 3 (tiga) program,
yaitu : (1) program pemberdayaan masyarakat, (2) program pengembangan
kelembagaan, (3) program peningkatan kinerja pengelolaan persampahan dan
drainase.

1. Pemberdayaan Masyarakat

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam


penanganan persoalan persampahan dan drainase dengan sasaran khusus yang hendak
dicapai adalah berkurangnya timbulan sampah, menurunnya perambahan terhadap
sungai, kanal, dan saluran drainase, dan meningkatnya peran serta masyarakat dalam
penanganan persampahan dan drainase. Kegiatan- kegiatan yang akan dilakukan
guna mencapai sasaran khusus tersebut antara lain :
1. Kampanye penyadaran publik 3 R (reduce, reuse, recycle);
2. Pengembangan pusat daur ulang (recycle center) yang berbasis masyarakat di
kota besar;
3. Permasyarakatan struktur pembiayaan dalam penanganan permasalahan dan
drainase;
4. Pengembangan kapasitas bagi pemulung dan lapak di kota besar;
5. Pengembangan vermin compost dan pengomposan yang berbasis masyarakat di
kota besar dan kota sedang;
6. Proyek percontohan pengembangan produk pertanian organik skala kecil sebagai
upaya pengembangan pasar kompos;
7. Kampanye penyadaran publik mengenai perlunnya saluran drainase dalam
mengurangi genangan di kota metropolitan, kota besar, dan kota sedang;
8. Peningkatan pemeliharaan dan normalisasi saluran drainase yang berbasis
masyarakat pada kawasan-kawasan kumuh di kota besar, dan kota sedang; serta
9. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan awal, desain, konstruksi maupun
operasi dan pemeliharaan, khususnya di daerah eks bencana alam sebagai upaya
pemulihan.

2. Pengembangan Kelembagaan

Program ini ditujukan untuK mewujudkan tata kelembagaan yang efektif,


akuntabel, dan transparan. Sasaran khusus yang hendak dicapai adalah tersedianya
perangkat perundang-undangan yang mengatur hubungan kerja sama antara
pemerintah dan swasta dalam pengelolaan persampahan dan drainase, terciptanya
sumber-sumber pembiayaan baru bagi penanganan persampahan dan drainase,
meningkatnya kualitas koordinasi dan kerja sama antarwilayah dalam penanganan

- 55
Agenda Pembangunan

persampahan dan drainase. Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk


mencapainya antara lain :

1. Review dan revisi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan persoalan


persampahan dan drainase;
2. Penyusunan naskah akademik peraturan daerah ( PERDA ) persampahan;
3. Penyusunan kebijakan, strategi, dan rencana tindak penanggulangan sampah ;
4. Pelaksanaan proyek percontohan regionalisasi penanganan persampahan dan
drainase;
5. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan;
6. Proyek percontohan kerjasama pemerintah dan BUMS dalam pengelolaan
persampahan; serta
7. Pemberian bantuan teknis pada lembaga pengelola pelayanan persampahan dan
drainase pada daerah eks bencana alam.

3. Peningkatan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase

Program ini bertujuan untuk mencapai sasaran sebagaimana telah disebutkan


di atas secara cepat, tepat, bermanfaat, efisien, dan berwawasan lingkungan.
Sasaran khusus yang hendak dicapai adalah meningkatnya cakupan pelayanan
persampahan, berkurangnya luasan wilayah tergenang, meningkatnya pemanfaatan
teknologi tepat guna, meningkatnya kinerja pengelola persampahan dan drainase.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan antara lain :

1. Restrukturisasi dan komporisasi PD Kebersihan dan Dinas Kebersihan yang


menangani persampahan;
2. Pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan bagi
aparat maupun pegawai institusi yang menangani persampahan dan drainase;
3. Peningkatan kualitas dan kuantitas pengangkutan persampahan;
4. Pengembangan pemisahan sampah organik dan anorganik;
5. Penerapan teknologi tinggi untuk pengurangan volume sampah di kota Jambi;
5. Peningkatan kualitas pengelolaan tempat pembuangan akhir dengan standar
sanitary landfill system untuk Kota Jambi;
6. Penyusunan studi kelayakan pemanfaatan WTE – incenerator (waste to energy)
dalam pengelolaan sampah;
7. Peningkatan kapasitas bagi industri yang menangani pembangunan dan
pemeliharaan drainase;
8. Penegakan hukum terhadap permukiman liar yang memanfaatkan lahan jaringan
drainase;
9. Peningkatan dan normalisasi saluran drainase;
10. Pembangunan jaringan drainase primer dan sekunder bagi kota besar dan
menengah;
11. Peningkatan operasi dan pemeliharaan jaringan drainase primer dan sekunder;
12. Peningkatan kerja sama antara pemerintah dan BUMS baik melalui kontrak
manajemen (contract management), sewa beli (leasing), BOT, dan BOO dalam
pengelolaan persampahan dan drainase;
13. Pengembangan teknologi tepat guna bidang persampahan dan drainase; serta
14. Perbaikan prasarana dan sarana persampahan serta sistem drainase yang rusak
serta pembangunan di beberapa pemukiman baru pada lokasi eks bencana alam.

- 56
Agenda Pembangunan

2.1.7. Peningkatan Kualitas Pengelolaan BUMD

BUMD merupakan salah satu institusi yang diharapkan berperan strategis dan
memiliki tanggung jawab moral bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah
Jambi, khususnya dibidang ekonomi. Diperlukan upaya menjadikan BUMD agar
mampu menjadi instrumen pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara optimal melalui unit usaha, jaringan kerja dan kemitraan baik secara
langsung ataupun tidak langsung dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Hal ini dapat
terwujud jika terpenuhinya prasyarat efisiensi, kejelasan misi, ketepatan strategi
dan meningkatnya kinerjanya BUMD. Hal utama yang perlu dihindari adalah
terjadinya dampak negatif ganda yaitu economy cost dan social cost sebagai akibat
tidak berhasilnya BUMD sebagai institusi bisnis dan institusi yang mengemban misi
sosial kemasyarakatan dalam pencapaian kesejahteraan rakyat daerah Jambi.

A. Permasalahan

Orientasi Misi Ekonomi Dan Sosial Kemasyaratan. Hal yang perlu disadari dari
keberadaan dan pendirian BUMD oleh Pemerintah Provinsi Jambi adalah
pengembanan misi ekonomi dan sekaligus mengemban misi sosial kemasyarakatan.
Dua hal tersebut harus diupayakan untuk dicapai seiring dengan berkembangnya
BUMD. Namun saat ini dirasakan kedua hal tersebut belum dapat dicapai secara
maksimal.
Masih diperlukan kejelasan, ketegasan dan kesadaran dari BUMD bahwa sebagai
institusi yang mengemban misi pemerintah daerah, BUMD harus mampu memberi
manfaat ekonomi bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Disamping itu, BUMD juga harus menyadari bahwa keberadaannya juga berdampak
terhadap aspek sosial kemasyarakatan.
Strategi Yang Berbasis Kebutuhan Ekonomi Masyarakat. Salah satu faktor
yang menyebabkan tidak optimalnya dampak dari keberadaan BUMD adalah strategi
yang diterapkan dalam operasionalisasi bisnis tidak berbasis pada kebutuhan ekonomi
masyarakat. BUMD seharusnya dapat mengambil peranan dalam mengatasi beberapa
persoalan dasar ekonomi masyarakat, seperti mengatasi masalah ketersediaan sarana
produksi di sektor pertanian, masalah tataniaga, masalah produksi dan masalah
pemasaran. Dengan demikian, unit bisnis yang dikembangkan seharusnya terkait
secara langsung dalam mengatasi hal tersebut.
Pengoptimalisasian Kinerja BUMD. Saat ini kinerja BUMD secara umum telah
menunjukkan adanya peningkatan. Yang diperlukan saat ini adalah peningkatan
kinerja secara lebih optimal berdasarkan potensi yang ada. Kinerja BUMD
mempunyai pengaruh di sisi pendapatan dan di sisi pengeluaran daerah. Disisi
pendapatan, BUMD menyumbang pada penerimaan daerah baik penerimaan pajak
maupun bukan pajak. Sedangkan disisi pengeluaran, jika BUMD memiliki kinerja yang
rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran daerah. Salah
satu upaya yang harus dilakukan adalah melalui pelaksanaan konsolidasi dan
revitalisasi bisnis BUMD diharapkan mampu meningkatkan kinerja BUMD.
Masih banyak kendala serta permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan
BUMD dan upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan tersebut antara lain
disebabkan masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal
perusahaan dengan kebijakan industrial serta lingkungan eksternal BUMD. Belum
terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar
BUMD dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance
secara utuh. Di samping itu, belum optimalnya kesatuan pandangan dalam kebijakan

- 57
Agenda Pembangunan

privatisasi di antara stakeholder yang ada berpotensi memberikan dampak negatif


dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan kebijakan ini.
Secara ideal yang diharapkan dari keberadaan BUMD adalah kemampuan yang
semakin meningkat dalam memberikan penerimaan bagi kas daerah serta semakin
meningkatnya pelayanan pada masyarakat. Dalam iklim persaingan dunia usaha yang
semakin ketat, BUMD dituntut menjadi lebih sehat, efisien serta berdaya saing tinggi,
baik dalam maupun luar negeri.

B. Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMD lima tahun mendatang
adalah meningkatnya kinerja dan daya saing BUMD dalam rangka memperbaiki
pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan
daerah.

C. Arah Kebijakan

Arah kebijakan pengelolaan BUMD adalah sebagai berikut :


1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan
kebijakan industrial dan pasar BUMD terkait. Hal ini diperlukan dalam kerangka
reformasi BUMD yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan internal BUMD
harus disertai dengan kebijakan sektoral yang umumnya menyangkut masalah
proteksi, monopoli atau struktur pasar, subsidi dan peran pemerintah.
2. Memetakan BUMD yang ada ke dalam kelompok BUMD public service obligation
(PSO) dan kelompok BUMD komersial (business oriented), sehingga kinerja BUMD
tersebut dapat meningkat dan pengalokasian anggaran pemerintah akan semakin
efisien dan efektif, serta kontribusi BUMD dapat meningkat.
3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif
terhadap orientasi dan fungsi BUMD tersebut. Langkah restrukturisasi ini dapat
meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem prosedur.
4. Melanjutkan langkah privatisasi yang selektif dan sesuai arah pengembangan BUMD
terkait agar daya saing, kualitas dan kuantitas pelayanan, serta kontribusi kepada
keuangan daerah dari BUMD tersebut dapat meningkat.
5. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu
transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMD
PSO maupun BUMD komersial.

D. Program-program Pembangunan

Arah kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam program pembangunan sebagai


berikut :

1. Program Pembinaan dan Pengembangan Badan Usaha Milik Daerah

Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja BUMD. Kegiatan-kegiatan


pokok yang dilakukan dalam program ini adalah:
(i) Melakukan pemetaan fungsi masing-masing BUMD, sehingga fungsi BUMD terbagi
secara jelas menjadi BUMD PSO dan BUMD komersial.
(ii) Pemantapan upaya revitalisasi BUMD, antara lain melalui penerapan (Good
Corporate Governance) GCG dan Statement of Corporate Intent (SCI).
(iii) Pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMD, termasuk melanjutkan
privatisasi dan divestasi.

- 58
Agenda Pembangunan

2. Program Peningkatan Kinerja BUMD

(i) Pengkajian ulang terhadap Business Plan BUMD dalam upaya merumuskan
kembali strategi bisnis yang berbasis pada potensi ekonomi masyarakat.
(ii) Pengembangan unit bisnis yang terkait langsung dengan upaya mengatasi
masalah yang dihadapi langsung dalam aktivitas ekonomi masyarakat, seperti
yang terkait dengan bisnis penyediaan saprodi, tataniaga dan pemasaran.
Dengan fokus pada aktivitas bisnis tersebut diharapkan BUMD lebih memiliki
efisiensi.
(iii) Penataan terhadap manajemen sumber daya manusia BUMD yang berorientasi
pada profesionalisme.

2.2. MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAERAH

2.2.1. Peningkatan Kemampuan dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi

Pemgembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya


ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menjadikan kehidupan yang lebih
baik (better life). Sejalan dengan paradigma baru di era globalisasi yaitu Tekno-
Ekonomi (Techno-Economy Paradigm), teknologi menjadi faktor penentu dan
berkontribusi sangat signifikan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Implikasi paradigma ini adalah terjadinya proses transisi perekonomian yang semula
berbasiskan pada sumber daya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian
yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy). Pada Knowledge Base
Economy, kekuatan kita diukur dari kemampuan iptek sebagai faktor primer ekonomi
menggantikan modal, lahan untuk peningkatan daya saing.
Bagi provinsi Jambi peran IPTEK pada hakekatnya terbagi dalam dua sudut
pandang. Pertama, peran IPTEK dalam mendayagunakan IPTEK untuk memberikan
dukungan dan percepatan pelaksanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
Dalam hal ini IPTEK diposisikan sebagai alat dan sarana dalam memberikan
percepatan pencapaian tujuan daerah, antara lain dengan meningkatkan daya saing
SDM serta produk yang dihasilkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di
Provinsi Jambi (science and technology for development).
Sudut pandang kedua terkait pada pembangunan dan pengembangan serta
peningkatan kemampuan penguasaan IPTEK termasuk pengembangan prasarana dan
sarana IPTEK itu sendiri. Berkaitan dengan ini, kita memposisikan IPTEK sebagai
sasaran pembangunan (development of science and technology) untuk meningkatkan
penguasaan dan pemanfaatan IPTEK dalam kerangka mensejajarkan provinsi Jambi
dengan daerah yang lebih maju. Disamping itu, dalam pembangunan dan
pemanfaatan IPTEK, yang sangat perlu mendapat perhatian adalah menempatkan
manusia sebagai tumpuan utama dalam menentukan keberhasilan upaya
pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK untuk melahirkan sistim inovasi
daerah untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan nilai tambah di Provinsi
Jambi.
Sampai saat ini, keterbatasan pembiayaan pembangunan daerah (budget
constraint) telah mengakibatkan porsi anggaran untuk membiayai kegiatan IPTEK
tidak memadai. Untuk itu, ke depan diperlukan upaya untuk mensinergikan kegiatan-
kegiatan penelitian yang melibatkan pihak-pihak terkait (Perguruan Tinggi, BPTP,
Balitbangda dan Lembaga penelitian lainnya) sehingga mencapai hasil lebih konkrit
dan berpotensi untuk menciptakan lapangan kerja, added value sehingga dapat

- 59
Agenda Pembangunan

meningkatkan pendapatan per kapita dan kesejahteraan petani/masyarakat provinsi


Jambi.

A. Permasalahan

Lemahnya daya saing dan kemampuan iptek daerah ditunjukkan oleh sejumlah
indikator, antara lain :

1. Masih Rendah Kontribusi Iptek Disektor Hulu (Up Stream) Dan Hilir (Down
Stream).

Untuk provinsi Jambi, perkembangan pemanfaatan hasil riset bidang pertanian


cukup menggembirakan terutama riset dan teknologi pada proses produksi. Hal ini
terlihat dari terjadinya peningkatan produktivitas padi dari 34,01 kw/ha tahun 1999
menjadi 39,18 kw/ha tahun 2004 dengan laju pertumbuhan 2,871 % per tahun.
Demikian juga terhadap palawija seperti jagung pada tahun 1999 produktivitasnya
baru mencapai 16,17 kw/ha dan terus meningkat menjadi 30,94 kw/ha tahun 2004
dengan laju pertumbuhan 13,87 % per tahun. Hal yang sama juga terjadi pada
kedele, dimana produktivitasnya hanya 10,38 kw/ha tahun 1999 menjadi 14,00 kw/ha
tahun 2004 dengan laju pertumbuhan 6,96 % per tahun. Peningktan produktivitas ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan pemanfaatan IPTEK dan aktivitas diseminasi
hasil penelitian pada masyarakat pertanian di Provinsi Jambi.
Akan tetapi peningkatan produktivitas ini belum diikuti peningkatan
penguasaan teknologi pada sektor hilir (pasca panen) dan sektor hulu. Di sektor hulu
(up stream) sampai saat ini Provinsi Jambi belum dapat memenuhi kebutuhan
saprodi, seperti bibit di sektor perkebunan sawit dan karet yang selama ini
pasokannya dipenuhi dari luar provinsi. Tingginya permintaan memberi peluang yang
sangat besar beredarnya sawit asalan (bukan unggul). Hal serupa juga terjadi pada
penyediaan bibit ternak yang sebahagian besar kebutuhan bibitnya harus didatangkan
dari luar provinsi dimana untuk memenuhi kebutuhan daging Provinsi Jambi,
sebanyak 10.769 ekor (61,20%) sapi potong, kerbau 5.965 ekor (54,48%) dan kambing
4.894 ekor (23,32%) yang harus didatangkan dari provinsi lain pada tahun 2003.
Sementara itu pada sektor perkebunan di bagian on farm (budidaya) walaupun
terjadi peningkatan produksi produk unggulan Jambi yang signifikan sampai tahun
2004, seperti karet dengan produksi 241.704 ton, sawit dengan produksi CPO 664.164
ton, namun pada sektor hilir (down stream) untuk komoditi unggulan Jambi tersebut
belum banyak tersentuhnya oleh pemanfaatan IPTEK sehingga yang dihasilkan baru
berupa produk primer seperti crude palm oil (CPO) untuk sawit dan lateks untuk
karet. Untuk kedepan sangat perlu semua produk primer ini diberi muatan processing
yang bermuatan IPTEK sehingga dapat meningkatkan daya saing produk di pasar
global serta juga dapat meningkatkan mata rantai nilai tambah (value chain) dan
berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani. Sedangkan untuk produk
palawija sudah perlu dipikirkan pengembangan dalam proses pasca panen
(pengolahan, pengemasan, pemasaran) sehingga menambah nilai tambah produk dan
dapat meningkatkan pendapatan petani. Jadi, masih rendahnya kontribusi IPTEK
terutama disektor hilir ini mengakibatkan hampir semua produk pertanian dari
provinsi Jambi di ekspor dalam bentuk produk primer. Hal ini mengakibatkan nilai
tambah diperoleh dari produk yang dihasilkan lebih banyak berada di luar Provinsi
Jambi.

- 60
Agenda Pembangunan

2. Masih rendahnya Daya Saing Provinsi Jambi dan kemampuan IPTEK Daerah.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 2 ayat 3 telah dijelaskan bahwa
Pemerintahan daerah dalam menjalankan otonomi seluas-luasnya, bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berkaitan dengan daya saing tersebut, secara nasional daya saing kita juga
belum menggembirakan . Hal yang sama juga terjadi untuk tingkat Asean saja, pada
tahun 2002 peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi ke 47, jauh dibawah
beberapa negara ASEAN seperti Malaysia (2), Thailand (34), dan Filipina (40).
Sedangkan untuk Provinsi Jambi dilaporkan Abdullah dkk. (2002) dimana daya saing
Provinsi Jambi secara Nasional hanya berada di tingkat 15 dari 26 Provinsi yang
menunjukkan secara umum keadaan yang tidak begitu baik atau masih dibawah rata-
rata. Salah satu penyebab utama rendahnya daya saing adalah rendahnya tingkat
penguasaan, ketersediaan dan aksesibilitas teknologi sebagai penggerak sektor
industri dan pertanian diprovinsi Jambi. Keadaan tersebut juga tidak terlepas dari
lemahnya tingkat koordinasi antar lembaga IPTEK daerah dan Pusat serta lembaga
penelitian lainnya seperti Perguruan Tinggi dan BPTP.
Terkait dalam hal meningkatkan daya saing daerah termasuk SDM dan produk
yang dihasilkan untuk provinsi Jambi masih terkendala oleh arah penguasaan
teknologi yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dunia usaha/masyarakat.
Hal ini menyebabkan para usahawan/masyarakat masih enggan menggunakan
teknologi yang dihasilkan oleh para peneliti, relatifnya terbatasnya tingkat
penguasaan teknologi oleh lembaga litbang pemerintah dan lembaga penghasil IPTEK
lainnya seperti lembaga perguruan tinggi, belum efektifnya lembaga intermediasi
dalam komersialisasi hasil penelitian karena kurangnya wawasan kewirausahaan.
Keadaan ini disebabkan kita belum mempunyai strategi dan program yang
komprehensif dan berkesinambungan dalam pengembangan, pemanfaatan dan
penguasaan IPTEK untuk mendukung pembangunan daerah.

3. Masih Rendahnya peran IPTEK pada pemerintahan, dunia usaha dan


masyarakat

Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dalam akhir dua dekade ini telah
membawa perubahan paradigma yang mendasar pada sistem dan mekanisme
pemerintahan. Dalam kaitannya dengan globalisasi telah terjadi revolusi teknologi
dan informasi yang akan mempengaruhi terjadinya perubahan dalam bidang
pemerintahan. Akan tetapi sampai saat ini di Provinsi Jambi penggunaan Teknologi
Informasi untuk keperluan pelayanan publik belum menjadi bagian sistim yang utuh.
Hal ini disebabkan masih terbatasnya kuantitas dan kualitas SDM yang menguasai TI
sehingga belum membudaya pemakaian pemanfaatan TI dikalangan aparatur.
Keadaan ini diperburuk belum begitu tingginya komitmen para pimpinan terhadap
pemanfaatan TI disamping itu infrastruktur yang tidak memadai dalam pemanfaatan
TI sehingga proses pelayanan publik masih banyak dilakukan secara manual.
Pelayanan manual tersebut tidak hanya menjadi penyebab tidak primanya layanan
yang diberikan, tapi juga cendrung menyebabkan terjadinya penyalahgunaan
kewenangan dalam setiap rantai pelayanan dalam birokrasi yang dikarenakan
terjadinya kontak secara langsung antara konsumen dan para pelayan publik di
birokrasi. Untuk ke depan untuk optimalisasi pelayanan publik dan seiring dengan
pesatnya perkembangan teknologi TI, maka pemanfaatan TI dalam bentuk e-
government, untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih transparan
dan lebih murah perlu untuk segera diterapkan baik untuk masyarakat umum maupun
kalangan dunia usaha yang akhirnya dapat memacu investasi di Provinsi Jambi.

- 61
Agenda Pembangunan

Disamping itu, untuk meningkatkan kualitas SDM Provinsi Jambi juga sudah
saatnya dibudidayakan penggunaan teknologi informasi dalam bentuk Cyber-net
(internet) disamping kelengkapan laboratoriumnya, terutama untuk pelajar di semua
jenjang pendidikan. Pengenalan Cyber-net atau internet sejak dini bagi pelajar, akan
memudahkan mereka untuk mengakses informasi untuk keperluan dalam
penyelesaian pendidikan mereka. Namun sampai saat ini, penggunaan cyber-net
dikalangan pelajar di semua jenjang pendidikan di Provinsi Jambi masih sangat
terbatas. Hal ini disebabkan masih sangat terbatasnya fasilitas cyber-net di sekolah-
sekolah. Saat ini, pemberian akses internet dengan biaya yang terjangkau di pusat-
pusat pendidikan dan sekolah sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka
percepatan peningkatan dan pengembangan kualitas SDM di Provinsi Jambi.
Kemajuan IPTEK dalam dunia kesehatan juga sangat pesat perkembangannya
akhir-akhir ini. Namun bagi masyarakat provinsi Jambi akses untuk memperoleh
manfaat dari kemajuan IPTEK di bidang kesehatan ini sangat jauh dari ideal. Hal ini
disebabkan belum memadainya fasilitas kesehatan dengan peralatan yang
representatif di Provinsi Jambi disamping pelayanan rumah sakit yang sangat jauh
dari sikap hospitality (keramahan). Keadaan tersebut menyebabkan sebagian
masyarakat Jambi yang berpunya terpaksa berobat ke pusat ibukota negara (Jakarta)
atau ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kedepan penyediaan rumah
sakit yang representatif dan mengikuti perkembangan teknologi kesehatan sudah
mutlak harus di hadirkan di Provinsi Jambi dalam rangka pemenuhan dan peningkatan
kualitas kesehatan masyarakat.

B. Sasaran

Sasaran dari peningkatan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan


dan teknologi adalah :

1. Meningkatnya penguasaan terhadap penemuan iptek baru yang dapat


dimanfaatkan bagi peningkatan nilai tambah dalam sistem produksi.
2. Meningkatnya ketersediaan, hasil guna, dan daya guna sumberdaya (SDM, sarana,
prasarana dan kelembagaan) iptek.
3. Menguatnya institusi IPTEK daerah
4. Tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil
penelitian oleh dunia usaha, industri dan masyarakat.
5. Meningkatnya pemanfaatan IPTEK dalam pelayanan publik, pendidikan dan
kesehatan serta terciptanya budaya pemanfaatan IPTEK dikalangan masyarakat.

B. Arah Kebijakan

Arah kebijakan dari peningkatan penguasaan dan pemanfaatan ilmu


pengetahuan dan teknologi adalah untuk :

1. Peningkatan pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian bagi peningkatan


nilai tambah dalam sistim produksi ,
2. Penguatan institusi IPTEK dalam rangka peningkatan kapasitas dan kapabilitas
iptek dengan memperkuat kelembagaan, sumberdaya dan jaringan iptek.
3. Penyebaran luasan informasi teknologi melalui intermediasi iptek untuk
peningkatan pemanfaatan hasil teknologi (pertanian, peternakan, perikanan,
pemerintahan, pendidikan, kesehatan).
4. Menanamkan dan menumbuhkembangkan budaya iptek untuk meningkatkan
kualitas kehidupan yang lebih baik (better life).

- 62
Agenda Pembangunan

5. Tertatanya mekanisme intermediasi untuk meningkatkan pemanfaatan hasil


litbang oleh dunia usaha, industri dan masyarakat.

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Tujuan program ini adalah meningkatkan fokus dan mutu kegiatan penelitian
dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan
kebutuhan pembangunanan daerah.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pelaksanaan penelitian terapan (tepat guna) dalam meningkatkan peran


penggunaan iptek dalam pengelolaan sumberdaya alam.
2. Pengkajian sistim usahatani, inventarisasi, pengelolaan dan pengembangan
sumberdaya pertanian spesifik lokasi (rawa lebak, karet, kelapa, padi, integrasi
ternak & tanaman) dan agribisnis unggulan daerah
3. Pelaksanaan penelitian kebijakan (policy research) sebagai dasar analisis dan
penyususnan kebijakan daerah termasuk pengkajian dan analisis kebijakan
pembangunan pertanian di provinsi Jambi.
4. Pengembangan penelitian dan pengembangan teknologi atau bioteknologi dalam
pertanian, peternakan, perikanan, energi baru dan terbarukan.
5. Pengembangan iptek tepat guna bagi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

2. Program Difusi Dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Tujuan program ini adalah mendorong proses diseminasi hasil penelitian serta
pemanfaatannya oleh dunia usaha, industri, dan masyarakat.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Diseminasi hasil penelitian ke dunia usaha, industri dan masyarakat melalui


penyediaan informasi iptek.
2. Pengembangan sistem komunikasi, koordinasi dan pola kemitraan antar
kelembagaan penghasil dan pengguna iptek (perguruan tinggi, lembaga litbang,
dunia usaha dan lembaga pendukung).
3. Peningkatan peran pemerintah dalam pengembangan pola kemitraan iptek bagi
semua stakeholder.
4. Peningkatan apresiasi dan peran serta masyarakat dalam pembudayaan iptek
melalui pengembangan techno-education; techno-exhibition.
5. Peningkatan kapasitas (capasity building) bagi pengelola iptek.
6. Peningkatan pemanfaatan teknologi TI di bidang pemerintahan (pelayanan publik)
melalui pengembangan dan peningkatan SDM dan Sarana dan Prasarana serta
pemanfaatan Aplikasi Data Base dalam Kependudukan, Tenaga Kerja,
Transmigrasi, Pendidikan dan Potensi Daerah.
7. Pengembangan peran unit pelayanan teknis serta klinik agribisnis dalam fungsi
intermediasi IPTEK;
8. Pengembangan program rintisan dan pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian.
9. Peningkatan pemanfaatan teknologi di bidang pendidikan dan kesehatan

- 63
Agenda Pembangunan

10. Pengembangan sumberdaya informasi, komunikasi, diseminasi dan penjaringan


umpan balik iptek.

3. Program Penguatan Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Daerah

Tujuan program ini adalah meningkatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga


iptek dalam perekonomian daerah.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pembentukan dan optimalisasi Dewan Riset Daerah (DRD) dalam penentuan


produk unggulan daerah dan perumusan kebijakan pengembangan iptek daerah;
2. Penyempurnaan sistem insentif dan pola pembiayaan iptek;
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas, serta optimalisasi dan mobilisasi potensi SDM
iptek melalui kerjasama yang saling menguntungkan.
4. Pembentukan jaringan penelitian iptek, antara kebupaten/kota dan pusat,
perguruan tinggi serta lembaga swadaya masyarakat lainnya.

4. Program Peningkatan Kapasitas IPTEK Dalam Kehidupan Masyarakat dan Sistem


Produksi

Tujuan program ini adalah mendorong peningkatan kapasitas teknologi pada


sistem produksi di dunia usaha dan industri serta peningkatan sinergi antar berbagai
komponen sistem inovasi.

Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah :

Peningkatan Pemanfaatan iptek dalam dunia usaha


1. Peningkatan pemanfaatan iptek dalam dalam dunia usaha dan pelayanan publik
2. Pengembangan dukungan pemerintah dalam pembuatan kebijakan
pengembangan iptek.
3. Pengembangan dukungan kebijakan yang kondusif bagi usaha kecil, menengah,
dan koperasi;
4. Peningkatan kemampuan industri kecil menengah dan koperasi yang berbasis
teknologi melalui pemanfaatan jaringan sistem informasi teknologi dan asistensi
teknis, pelatihan kerja, mendorong kemitraannya dengan industri besar, dan
mengembangkan berbagai sistem insentif.

2.2.2. Peningkatan Kemampuan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian


Lingkungan Hidup

Dalam perpektif pembangunan yang berkelanjutan, sumber daya alam dan


lingkungan hidup tidak hanya dapat dijadikan sebagai modal pertumbuhan ekonomi
(resource based economy) tapi juga berfungsi sebagai penopang sistem kehidupan
(life support system). Bagi Provinsi Jambi , sumber daya alam seperti pertambangan
dan pertanian sangat berperan sebagai sumber perekonomian daerah, dan masih
sangat signikan perannya di masa mendatang. Khusus untuk pertanian perannya
sangat besar dalam perekonomian Provinsi Jambi. Hal ini terindikasi oleh cukup
tingginya kontribusi sektor pertanian (tanamanan pangan, kehutanan, perkebunan,
peternakan dan perikanan). Sampai tahun 2004 kontribusinya mencapai 28,29 persen
dari produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Jambi, dan menyerap cukup
banyak tenaga kerja atau 60% dari total angkatan kerja yang ada. Namun untuk

- 64
Agenda Pembangunan

Provinsi Jambi, secara umum pengelolaan SDA yang yang dikelola masih belum
berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup, bahkan
cendrung agresif, exploitatif dan expansif sehingga daya dukung lingkungan menurun,
ketersediaan SDA menipis, bahkan cendrung sudah berada pada tahap yang sangat
mengkuatirkan. Hal ini sangat terlihat sampai saat ini masih sangat maraknya
kejadian pembalakan liar (illegal logging), tebang berlebih (over cutting) serta
penyeludupan kayu ke luar negeri yang telah mempercepat pengurangan sebagian
besar hutan di Provinsi Jambi.

A. Permasalahan

Berbagai permasalahan muncul dan memicu terjadinya kerusakan sumber daya


alam dan lingkungan hidup sehingga dikhawatirkan akan berdampak besar
keseimbangan ekosistim dan kehidupan masyarakat di Provinsi Jambi. Beberapa
permasalahan pokok dapat digambarkan berikut ini:

Terus menurunnya kondisi hutan Provinsi Jambi. Pegelolaan hutan yang tidak
berkelanjutan yang telah dipraktekkan dalam dekade terakhir telah menimbulkan
dampak negatif. Hal ini terlihat dari sangat tingginya lajunya penurunan luas hutan
di Provinsi Jambi yang mencapai -2,44% per tahun dalam kurun waktu 13 tahun
terakhir. Kalau pada tahun 1991, luas kawasan hutan Provinsi Jambi mencapai
2.888.718 ha maka pada tahun 2003 menurun menjadi 2.148.950 ha. Dalam kurun
waktu 13 tahun telah terjadi penurunan kawasan hutan seluas 739.768 ha. Bahkan
hasil protret citra satelit menunjukkan sampai tahun 2004, Provinsi Jambi telah
kehilangan hutan lebih kurang 1 juta hektar (Bakorsultanal, 2004). Kondisi ini juga
berimplikasi pada degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) yang diakibatkan
kerusakan hutan dan sedimentasi yang tinggi menyebabkan kapasitas daya tampung
sungai Batanghari dan anak-anaknya semakin menurun. Kejadian ini sangat
berdampak pada meningkatnya debit air sungai secara tidak terkendali di musim
hujan. Hal ini berakibat pada meningkatnya frekwensi banjir sepanjang tahun.
Seringnya banjir sangat berdampak pada pola tanam dan sangat berpengaruh pada
produktivitas hasil pertanian masyarakat. Bahkan tidak jarang tingginya frekwensi
banjir yang datang secara tiba-tiba telah menghancurkan sumber kehidupan
(pertanian) yang merupakan sumber ekonomi dan mata pencarian sebagian besar
masyarakat di Provinsi Jambi.
Dimasa lalu sistem pengelolaan hutan didominasi oleh pemberian hak
pengusahaan hutan (HPH) kepada pihak-pihak tertentu secara tidak transparan tanpa
mengikutsertakan masyarakat setempat, masyarakat adat, maupun pemerintah
daerah. Kondisi ini diperparah dengan dengan tidak berjalannya kontrol sosial,
pemegang HPH cenderung mengejar keuntungan jangka pendek sebesar-besarnya.
Kerena Pengelolan yang tidak berkelanjutan satu demi satu perusahaan HPH di
Provinsi Jambi berguguran. Hal ini terlihat, memasuki tahun 2001 masih terdapat 14
perusahaan HPH di Provinsi Jambi. Namun pada pertengahan 2003, hanya ada dua
perusahaan HPH yang masih aktif, sedangkan hutan tanaman industri (HTI), dari 10
perusahaan, hanya tiga yang masih aktif. Hak pengusahaan hutan yang sekarang
tidak beroperasi lagi kini meninggalkan permasalahan yang kompleks. Pada HPH dan
HTI yang tidak beroperasi ini lahan yang ditinggalkan rawan perambahan dan
menjadi persoalan tersendiri sehingga perlu dipikirkan dimasa mendatang. Disamping
itu banyaknya lahan-lahan tak bertuan yang kondisinya tidak memungkinkan lagi
sebagai daya dukung satwaliar dan fungsi ekologis yang baik. Tidak adanya
pengelolaan yang baik akan semakin memperparah kondisi mengingat perlu waktu
dan biaya yang sangat besar untuk mengembalikan kondisi seperti semula. Untuk ke

- 65
Agenda Pembangunan

depan rehabilitasi Ex HPH ini sangat mendesak dilakukan untuk mengembalikannya


sebagaimana fungsi hutannya seperti semula.
Permasalahan lainnya yang perlu diantisipasi dalam pengelolaan kehutanan ini
adalah sangat lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal
logging), perambahan dan okupasi kawasan hutan, perburuan satwa dan tumbuhan
liar yang dilindungi, pembakaran hutan, peredaran hasil hutan illegal, tebang
berlebih (over cutting), penyelundupan kayu ke luar negeri, dan tindakan illegal
lainnya banyak terjadi. Diperkirakan kegiatan-kegiatan illegal tersebut saja telah
menyebabkan dan mempercepat hilangnya hutan di Provinsi Jambi seluas 739.768 ha
selama satu dekade terakhir. Selain penegakan hukum yang lemah, juga disebabkan
oleh aspek penguasaan lahan yang sarat masalah, praktik pengelolaan hutan yang
tidak lestari, dan terhambatnya akses masyarakat terhadap sumber daya hutan.
Disamping itu rendahnya kapasitas pengelola kehutanan, sarana-prasarana,
kelembagaan, sumber daya manusia, demikian juga insentif bagi pengelola
kehutanan sangat terbatas bila dibandingkan dengan cakupan luas kawasan yang
harus dikelolanya berkontribusi terhadap sulitnya penanggulangan masalah kehutanan
seperti pencurian kayu, kebakaran hutan. Di samping itu, partisipasi masyarakat
untuk ikut serta mengamankan hutan juga sangat rendah.
Permasalahan selanjutnya adalah sistim pemanfaatan hutan terutama hasil
hutan non kayu dan jasa lingkungan dari ekosistem hutan, seperti nilai hutan sebagai
sumber air, keanekaragaman hayati, keindahan alam (wisata alam) yang memiliki
potensi ekonomi, belum berkembang seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil
penelitian, nilai jasa ekosistem hutan jauh lebih besar dari nilai produk kayunya.
Diperkirakan nilai hasil hutan kayu hanya sekitar 7 persen dari total nilai ekonomi
hutan, sisanya adalah hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan. Dewasa ini
permintaan terhadap jasa lingkungan mulai meningkat, khususnya untuk air minum
kemasan, obyek penelitian, wisata alam.
Permasalahan lainnya dalam pengelolan hutan ini adalah masyarakat sekitar
hutan kurang dilibatkan dalam pengusahaan dan penataan batas kawasan hutan.
Masyarakat lokal (adat) yang banyak berada di sekitar kawasan hutan dan di dalam
juga merupakan potensi yang baik sekaligus menjadi potensi permasalahan jika
dalam pengelolaan hutan tersebut di abaikan, sehingga yang muncul adalah klaim
terhadap lahan hutan. Sebagai contoh permasalahan yang terjadi adalah penunjukkan
suatu kawasan menjadi hutan konservasi atau hutan lindung seringkali mengabaikan
partisipasi masyarakat setempat. Tanpa ada pengakuan partisipasi masyarakat
setempat sulit terwujud pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.

Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Pengelolan hutan yang tidak berkelanjutan
di Provinsi Jambi seperti Illegal logging (pembalakan liar), over cutting (tebang
berlebih) serta tejadi konversi lahan perkebunan seperti sawit telah meningkatkan
kerusakan ekosistim dalam tatanan DAS. Pada saat ini diperkirakan DAS Batangahari
sudah berada dalam kondisi kritis. Kerusakan DAS ini juga dipacu oleh pengelolaan
DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaannya yang masih
lemah. Keadaan ini dapat memepengaruhi dan mengancam keseimbangan ekosistem
secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk
irigasi, industri, dan konsumsi rumah tangga. Untuk mengakomodir keseimbangan
ini perlu dirancang suatu modus pengelolaan yang mencakup lima kriteria yang
diformulasikan kedalam suatu bingkai Sustainable, Multistakeholders, Acceptable,
Realistic, dan Technologi Base (SMART) watersed management.
Sumberdaya alam Provinsi Jambi lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah
daerah kawasan pesisir dan laut seperti di Kabupaten Tanjab Barat dan Tanjab
Timur. Dengan diterapkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

- 66
Agenda Pembangunan

luas perairan pesisir Provinsi Jambi mencapai 12 mil laut dari garis pantai Pulau
Berhala. Di perairan yang cukup luas ini hidup beraneka ragam sumberdaya hayati
yang berpotensi sebagai lahan budidaya ikan juga terdapat potensi hutan mangrove
dengan jenis bakau, pidada, serta jenis lainnya yang sangat potensial untuk menjaga
kondisi pantai dari erosi air laut. Sumberdaya kelautan dan pesisir di Provinsi Jambi
tersebar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Luas lautan Provinsi Jambi mencapai 425,5 km2 telah menghasilkan 51.426 ton ikan
tahun 2004. Kegiatan perikanan laut telah memberikan lapangan kerja bagi 3.159
orang yang terdiri dari nelayan penuh 2.053 orang, nelayan sambilan utama 631
orang dan sambilan tambahan 474 orang. Sesuai dengan luas wilayah perairan,
jumlah nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur mencapai 2.114 orang atau
66,91% dari total nelayan Provinsi Jambi. Namun yang perlu mendapat perhatian ke
depan adalah ekosistem pesisir dan laut semakin rusak dan terjadinya ekspolitasi
sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak terkendali sehingga menyebabkan
kerusakan ekosistim.. Disamping itu pengeloaan sumberdaya pesisir dan laut
cendrung tidak efisien dan mengancam biota-biota laut dilindungi. Keadaan ini juga
diperburuk oleh pencurian ikan serta penangkapan yang tidak ramah lingkungan atau
penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bahan
peledak dan racun (potasium) masih banyak terjadi sehingga merusak ekosistem
terumbu karang yang merupakan habitat ikan yang sangat penting. Disamping itu
paradigma pembangunan pesisir dan laut masih cendrung terpisah dari pembangunan
daratan. Hal ini diperburuk oleh upaya pengendalian dan pengawasan yang belum
optimal akibat kurangnya sarana dan alat penegakan hukum di laut. Selain itu,
jumlah dan kapasitas petugas pengawas, sistem pengawasan, partisipasi masyarakat,
dan koordinasi antar instansi terkait juga masih lemah.
Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan/pantai mangrove serta
terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang telah mengakibatkan erosi
pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Untuk ke depan
sangat diperlukan upaya meningkatkan konservasi pesisir dan laut, serta rehabilitasi
ekosistem yang rusak. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sistem
pengendalian dan pengawasan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di
wilayah pesisir dan laut. Disamping itu penataan industri perikanan dan kegiatan
ekonomi masyarakat di wilayah pesisir juga sangat penting diperhatikan.
Disamping itu, laju sedimentasi yang cukup tinggi juga sangat berperan
merusak kwasan pesisir timur provinsi Jambi yang merupakan muara sungai Batang
Hari. Hal ini terlihat dari terjadinya pendangkalan yang cukup cepat, yang
disebabkan cukup tingginya laju sedimentasi sebagai akibat kegiatan pengelolan
lahan hutan yang tidak berkelanjutan di kawasan hulu sungai terutama yang dilalui
sungai Batang Hari dan anak-anaknya. Disamping itu pencemarannya yang cukup
memprihatinkan juga perlu diperhatikan terutama pecemaran yang berasal dari dari
kegiatan industri, rumah tangga, pertanian, kegiatan perhubungan.
Dengan beroperasi dan akan dibukanya beberapa pertambangan, seperti
tambang batubara di beberapa kabupaten perlu mendapat perhatian ke depan.
Karena selama ini citra pertambangan selalu dipersepsikan dengan citra yang selalu
merusak lingkungan. Hal ini disebabkan karena sifat usaha pertambangan terutama
pertambangan batubara, khususnya pertambangan yang sifatnya terbuka (open pit
mining), selalu merubah bentangan alam sehingga mempengaruhi ekosistim dan
habitat aslinya. Pertambangan terbuka ini akan dapat mengganggu keseimbangan
fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia sehingga
keberadaan pertembangan semacam ini selalu di tolak atau menimbulkan pro dan
kontra di tengah masyarakat. Kondisi ini, khususnya untuk provinsi Jambi di perburuk
dengan maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di sepanjang DAS Batang hari dan

- 67
Agenda Pembangunan

anak-anak sungainya. Aktivitas PETI yang juga menggunakan ‘Air Raksa atau
Mercury’’ ini disamping akan mencemari air sungai yang sangat dibutuhkan untuk
keperluan sehari-hari, juga akan dapat mencemari air untuk kegiatan pertanian dan
perikanan.
Disamping itu dalam permasalahan pertambangan juga perlu diwaspadai adalah
terjadinya penurunan hasil tambang sejak beberapa tahun belakangan ini. Hal ini
terlihat dari jumlah hasil minyak mentah yang dihasilkan dari tahun 2000 mencapai
8.905.570 barrel turun menjadi 4.108.653 barrel tahun 2003. Hal yang sama juga
terjadi pada produksi gas alam dari 667.465 MMBTU tahun 2000 menjadi hanya 27.020
MMBTU tahun 2003. Sedangkan produksi batubara juga terjadi penurunan dari 60.585
ton tahun 2000 menjadi hanya tinggal 8.206 ton tahun 2003. Fenomena terjadinya
penurunan produksi hasil tambang ini perlu didalami dan dipertanyakan apakah hal
ini disebabkan memang cadangan hasil tambang kita yang mulai menipis sehingga
hasil tambang menurun secara signifikan. Atau saat ini tidak banyak lagi dilakukan
explorasi terhadap sumber-sumber tambang baru karena iklim investasi yang kurang
kondusif seperti retribusi atau perpajakan, pembagian saham, serta peraturan
lainnya yang memperpanjang rantai perijinan usaha pertambangan yang harus dilalui
untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi di Provinsi Jambi.
Di sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli juga belum berjalan baik. Kerusakan
ekosistem dan perburuan satwa dan tumbuhan yang dilindungi secara liar, yang
dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama bagi
keanekaragaman hayati dan tanaman obat-obatan. Tingginya ancaman terhadap
keanekaragaman hayati (biodiversity) perlu diantisipasi ke depan, terutama yang
berpotensi tetapi belum banyak dimanfaatkan seperti tanaman obat-obatan yang
berjumlah 68 jenis di areal Taman Nasional Bukit Dua Belas dan kawasan hutan
lainnya.
Selanjutnya penurunan kualitas udara di Provinsi Jambi terutama kota Jambi
sudah berada pada tahap yang mengkuatirkan, karena kota Jambi beserta lima kota
lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Pekan Baru dalam
satu tahun hanya menikmati udara bersih selama 22 sampai 62 hari saja. Dalam
penurunan kualitas udara ini, senyawa yang perlu mendapat perhatian serius adalah
partikulat (PM10), karbon monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). Adapun
sumber pencemaran udara terutama berasal dari buang kendaraan dan kebakaran
hutan.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah dalam wewenang dan tanggungbjawab
pengelolaan kehutanan, peraturan perundang-udangan yang kurang memadai, terjadi
berbagai penafsiran aturan dalam pengelolaan kehutanan. Hal mengakibatkan
percepatan laju kerusakan hutan , karena besarnya tekanan terhadap kehutanan. Hal
ini sebagai akibat karena belum adanya kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan
hutan belum jelas. Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan lebih menekankan pada bagaimana idealnya hutan dikelola, dilain pihak
kewenangan dalam pengelolaan tidak terwadahi dengan jelas siapa yang berwenang
mengelola hutan. Kemudian saat ini telah adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur hubungan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam hal kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian, bagi hasil, penyerasian lingkungan dan tata ruang,
namun UU pemerintah daerah tersebut masih perlu peraturan perundang-undangan
lebih lanjut untuk kejelesan kewenangan pengelolaan kehutanan.
Dalam satu dekade terakhir ini, terjadinya kecendrungan peningkatan yang
signifikan pencemaran akibat limbah padat, cair, maupun gas, tidak terlepas dari
terjadinya peningkatan pendapatan dan perubaan gaya hidup masyarakat di

- 68
Agenda Pembangunan

perkotaan disamping peningkatan jumlah penduduk. Untuk limbah padat, hal ini
membebani sistem pengelolaan sampah, khususnya tempat pembuangan akhir
sampah (TPA). Selain itu, sampah juga belum diolah dan dikelola secara sistematis,
hanya ditimbun begitu saja (land fill), sehingga mencemari tanah maupun air, dan
mengancam kesehatan masyarakat. Terjadinya penurunan kualitas air di badan-
badan air akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan industri juga memerlukan
upaya pengelolaan limbah cair yang terpadu antar sektor terkait. Keadaan ini
diperburuk oleh sangat kurangnya koordinasi lintas daerah/pusat dalam pengelolaan
LH akibat mispersepsi OTDA.
Untuk Provinsi Jambi terutama di perkotaan semakin tingginya intensitas
kegiatan industri, kebakaran hutan dan kontribusi asap kendaraan bermotor menjadi
pemicu memburuknya kualitas udara. Ke depan, pengaturan mengenai sistem
pengelolaan dan pengendalian gas buang (emisi), baik industri maupun transportasi
diperlukan sebagai upaya peningkatan perbaikan kualitas udara. Selain itu, limbah
yang berasal dari rumah sakit, industri, dan permukiman juga belum dikelola secara
serius dan mendesak untuk dibenahi segera.
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan hasil tambang sangat dirasakan masih
kurangnya akurasi data potensi bahan galian tambang di Provinsi Jambi sehingga
potensi tambang belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan dalam
pengelolaan pertambangan terlihat kurangnya perhatian dan tanggung jawab
masyarakat pelaku tambang dalam aspek K3 dan lingkungan hidup disamping
maraknya kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) . Secara umum dapat dikatakan
dalam pengelolaan penambangan terlihat tanggung jawab sosial dan ekonomi
perusahaan pertambangan terhadap masyarakat (community development) disekitar
lingkaran tambang belum optimal.
Sampai saat ini kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan masih
rendah dan bahkan beranggapan bahwa sumber daya alam akan tersedia selamanya
dalam jumlah yang tidak terbatas, secara cuma-cuma. Air, udara, iklim, serta
kekayaan alam lainnya dianggap sebagai anugerah Tuhan yang tidak akan pernah
habis. Demikian pula pandangan sebagian masyarakat bahwa lingkungan hidup akan
selalu mampu memulihkan (recovery) daya dukung dan kelestarian fungsinya sendiri.
Pandangan tersebut menjadikan masyarakat tidak termotivasi untuk ikut serta
memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup di sekitarnya. Keadaan juga
diperpuruk oleh permasalahan lainnya seperti seperti kebodohan, kemiskinan dan
keserakahan.

B. Sasaran

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas,


sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek
pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi atau resource
based economy (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral
terhadap PDRB Provinsi Jambi ) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian
fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan (life support sustem).
Dengan terjadinya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan
pembangunan di Provinsi Jambi. Dengan demikian, memprioritaskan azas
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor terkait
sudah menjadi suatu yang mutlak dan mendesak untuk dilakukan. Pembangunan
yang berkelanjutan atau sustainable development dapat dimaknai berupaya untuk
memenuhi kebutuhan generasi masa kini dengan juga memikirkan kepentingan
kebutuhan dan hak generasi selanjutnya. Berdasarkan konsep pembangunan yang

- 69
Agenda Pembangunan

berkelanjutan, pembangunan harus di lakukan secara seimbang yaitu secara ekonomi


menguntungkan (economically viable), secara sosial dapat di terima (socially
acceptable) serta berwawasan lingkungan (environmentally sound). Untuk itu azas
yang telah dikemukakan di atas harus dijabarkan dalam bentuk kebijakan dan aturan
yang dapat menciptakan suasana yang kondusif dan untuk mendorong investasi
pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan
sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup, sebagaimana berikut
ini:

Di bidang kehutanan sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah sebagai


berikut :

1. Terwujudnya penegakan hukum terutama dalam pemberantasan pembalakan liar


(illegal logging), turunnya penyalahgunaan izin eksploitasi hasil hutan dan
peredaran/perdagangan hasil hutan illegal.
2. Menurunnya pembukaan kawasan hutan untuk areal budidaya non kehutanan dan
okupasi kawasan oleh badan usaha serta menurunnya perburuan satwa/tumbuhan
liar yang dilindungi serta peredarannya serta turunnya tingkat kebakaran hutan.
3. Terciptanya industri kehutanan yang tangguh serta terwujudnya struktur industri
pengolahan yang efisien dan berwawasan lingkungan.
4. Ditetapkannya batasan luar kawasan hutan dalam tata-ruang di Provinsi Jambi.
5. Meningkatnya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan terutama Ex HPH.
dan sepanjang DAS Batanghari untuk menjamin pasokan air dan sistem penopang
kehidupan lainnya.
6. Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu.
7. Meningkatnya hasil hutan non-kayu seperti rotan manau, madu dan tanaman
obat-obatan.
8. Terjalinnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam
pengelolaan hutan lestari.
9. Diterapkannya iptek yang inovatif pada sektor kehutanan.

Di bidang kelautan sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah :

1. Turunnya angka pelanggaran dan perusakan sumber daya pesisir dan laut.
2. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir dan laut yang berbasis masyarakat.
3. Terselenggaranya pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang efisien dan
berkelanjutan.
4. Meningkatnya luas kawasan konservasi laut dan meningkatnya jenis/genetik biota
laut langka dan terancam punah.
5. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah.
6. Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang terjaga kebersihan, kesehatan, dan
produktivitasnya.

Di bidang pertambangan dan sumberdaya mineral sasaran pembangunan yang ingin


dicapai adalah :

1. Optimalisasi peran migas dan mineral atau hasil tambang lainnya dalam
penerimaan PAD untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatnya investasi pertambangan dan sumber daya mineral dengan perluasan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
3. Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan.

- 70
Agenda Pembangunan

4. Meningkatnya keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan.


5. Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI) dan usaha-usaha
pertambangan yang merusak dan menimbulkan pencemaran.
6. Meningkatnya kesadaran masyarakat dan perusahaan pertambangan dalam aspek
K3 dan lingkungan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.
7. Terlaksananya kegiatan usaha pertambangan yang baik dan benar sesuai aturan
dan perundangan-undangan (Good Mining Practice).
8. Dilakukannya usaha pertambangan yang mencegah timbulnya pencemaran dan
kerusakan lingkungan.

Dibidang pembangunan lingkungan hidup sasaran yang ingin dicapai adalah :

1. Meningkatnya kualitas air permukaan dan kualitas air tanah.


2. Terkendalinya pencemaran pesisir dan laut.
3. Meningkatnya kualitas udara khususnya di kawasan perkotaan dan Provinsi Jambi
umumnya.
4. Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
5. Meningkatnya upaya pengelolaan sampah perkotaan.
6. Terjalinnya koordinasi lintas daerah daerah/pusat dan lintas sektoral dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
7. Meningkatnya upaya penegakan hukum lingkungan.
8. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara sumber daya
alam dan lingkungan hidup.

C. Arah Kebijakan

Pembangunan kehutanan diarahkan untuk :

1. Penurunan kegiatan penebangan liar (illegal logging) dan perdagangan kayu


illegal, pembakaran hutan serta perambahan dan okupasi kawasan hutan.
2. Memperbaiki sistem pengelolaan hutan melalui meningkatkan keterlibatan
masyarakat secara langsung di dalam dan disekitar hutan.
3. Meningkatkan koordinasi dan penguatan kelembagaan dalam wilayah DAS, serta
meningkatkan pengawasan dan penegakan hukumnya.
4. Peningkatan pelaksanaan Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan.
5. Mengefektifkan sumber daya yang tersedia dalam pengelolaan hutan.
6. Memanfaatkan hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungannya secara optimal.

Pembangunan kelautan diarahkan untuk :

1. Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir secara lestari
berbasis masyarakat.
2. Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumber
daya laut dan pesisir, yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat.
3. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir serta merehabilitasi ekosistem yang
rusak.
4. Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir,
laut, perairan tawar.
5. Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya laut dan pesisir.

Pembangunan pertambangan diarahkan untuk :

- 71
Agenda Pembangunan

1. Meningkatkan eksplorasi dalam upaya menambah cadangan migas dan sumber


daya mineral lainnya.
2. Meningkatkan eksploitasi dengan selalu memperhatikan aspek pembangunan
berkelanjutan, khususnya mempertimbangkan kerusakan hutan, keanekaragaman
hayati dan pencemaran lingkungan.
3. Meningkatkan akurasi data, promosi, dan pelayanan informasi mineral, batubara,
air bawah tanah dan panas bumi.
4. Menerapkan Good Mining Practice di lokasi tambang yang sudah ada.
5. Menginventarisasi dan merehabilitasi lahan dan kawasan pasca tambang.
6. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan pengelolaan pertambangan.
7. Meningkatkan pelayanan dan informasi pertambangan.

Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk :

1. Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan


ke seluruh bidang pembangunan.
2. Meningkatkan koordinasi lintas daerah/pusat dalam pengelolaan lingkungan hidup
(LH).
3. Meningkatkan penegakan hukum secara konsisten terhadap pencemar lingkungan.
4. Meningkatkan pembinaan terhadap dunia usaha dalam pengelolaan LH.
5. Meningkatkan kapasistas kelembagaan pengelola LH.
6. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan
pembangunan.
7. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan
berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Pemantapan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan

Program ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi hutan secara lebih efisien,
optimal, adil, dan berkelanjutan dengan mewujudkan unit-unit pengelolaan hutan
produksi lestari dan memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM);

Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi :

1. Pemberantasan dan penertiban penebangan liar dan hasil hutan illegal serta
penegakan hukum.
2. Perlindungan dan penertiban penggunaan kawasan hutan, peredaran,
perdagangan dan pemilikan satwa/tumbuhan liar yang dilindungi.
3. Penataan ulang dan penetapan kawasan hutan.
4. Optimalisasi penerimaan bukan pajak dari sumber daya alam sektor kehutanan.
5. Pengendalian peralatan pengusahaan hutan dalam rangka menuju sustainable
forest management.
6. Revitalisasi industri kehutanan.
7. Pengembangan hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungannya.
8. Rehabilitasi dan Konservasi sumber daya hutan.
9. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengamanan hutan.

- 72
Agenda Pembangunan

2. Program Pengembangan Dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan

Program ini bertujuan untuk mengelola dan mendayagunakan potensi sumber


daya laut, pesisir secara optimal, adil, dan lestari melalui keterpaduan antar
berbagai pemanfaatan sehingga memberikan kontribusi pembangunan daerah, dan
peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kegiatan pokok yang tercakup, antara lain :

1. Pengelolaan sumber daya pesisir dan lautl secara efisien, dan lestari berbasis
masyarakat.
2. Pengembangan sistem MCS (monitoring, controlling, and surveillance) dalam
pengendalian dan pengawasan, termasuk pemberdayaan masyarakat dalam sistem
pengawasan.
3. Peningkatan penguasaan dan pemanfaatan teknologi kelautan.
4. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi laut, dan rehabilitasi habitat
ekosistem yang rusak seperti terumbu karang, hutan mangrove.
5. Peningkatan peran aktif masyarakat melalui kemitraan dalam pengelolaan sumber
daya laut dan pesisir.
6. Penataan dan peningkatan kelembagaan, termasuk lembaga masyarakat di tingkat
lokal.
7. Penegakan hukum secara tegas bagi para pelanggar dan perusak sumber daya laut
dan pesisir.
8. Pengembangan wawasan kelautan, terutama bagi generasi muda dan anak-anak
sekolah.

3. Program Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara

Program ini bertujuan untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan sumber daya


mineral, batubara, dan air tanah yang bekelenjutan melalui usaha pertambangan
dengan prinsip good mining practice, Pembinaan usaha pertambangan serta
Pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam usaha pertambangan.

Kegiatan pokoknya antara lain :

1. Pembinaan dan pengawasan kegiatan usahapenambangan mineral dan batubara


melalui bimbingan teknis dan administrasi serta peraturan kegiatan usaha
pertambangan.
2. Pemetaan potensi pertambangan, pembuatan data base mineral, batubara dan
panas bumi serta studi perhitungan bagi hasil migas.
3. Pengawasan produksi, pemasaran, dan pengelolaan mineral dan batubara, panas
bumi dan air tanah.
4. Evaluasi pelaksanaan kebijakan program pengembangan masyarakat community
development (CD) di wilayah pertambangan.
5. Evaluasi, pengawasan, dan penertiban kegiatan pertambangan rakyat yang
berpotensi mencemari lingkungan khususnya penggunaan bahan merkuri dan
sianida dalam usaha pertambangan emas rakyat termasuk pertambangan tanpa
ijin (PETI) dan bahan kimia tertentu sebagai bahan pembantu pada industri kecil.
6. Pengkajian Pengembangan usaha pertambangan skala kecil dengan rakyat
setempat.
7. Bimbingan dan bantuan teknis explorasi/eksploitasi kegiatan pertembangan skala
kecil.

- 73
Agenda Pembangunan

8. Pengelolaan data dan informasi mineral dan batubara, air tanah.


9. Peningkatan manfaat dan nilai tambah hasil pertambangan.
10. Pemulihan lingkungan pasca tambang dan penerapan kebijakan pengelolaan pasca
tambang dan produksi migas yang berwawasan lingkungan.

4. Program Perlindungan Dan Konservasi Sumber Daya Alam

Tujuan program ini adalah untuk melindungi sumber daya alam dari kerusakan
dan mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin kualitas
ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan
baik.

Kegiatan pokok yang tercakup antara lain :

1. Perlindungan sumber daya alam dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak
terkendali terutama di kawasan konservasi, serta kawasan lain yang rentan
terhadap kerusakan.
2. Perlindungan hutan dari kebakaran.
3. Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan DAS terpadu.
4. Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan,
baik yang ada di daratan, maupun di pesisir dan laut.
5. Pengembangan kemitraan dengan perguruan tinggi, masyarakat setempat,
lembaga swadaya masyarakat, legislatif, dan dunia usaha dalam perlindungan dan
pelestarian sumber daya alam.
6. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan
sumber daya alam.
7. Pengembangan hak-paten jenis-jenis keanekaragaman hayati asli provinsi dan
sertifikasi jenis.
8. Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

5. Program Rehabilitasi Dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam

Program ini bertujuan untuk merehabilitasi alam yang telah rusak dan
mempercepat pemulihan cadangan sumber daya alam, sehingga selain berfungsi
sebagai penyangga sistem kehidupan juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan
secara berkelanjutan.

Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan meliputi :

1. Penetapan wilayah prioritas rehabilitasi pertambangan, hutan, lahan, dan


kawasan pesisir.
2. Peningkatan kapasitas kelembagaan, sarana, dan prasarana rehabilitasi hutan,
lahan, dan kawasan pesisir.
3. Peningkatan efektivitas reboisasi yang dilaksanakan secara terpadu.
4. Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di kawasan hutan, pesisir (terumbu
karang, mangrove), perairan, bekas kawasan pertambangan.
5. Pengkayaan atau restocking sumber daya pertanian/perikanan.
6. Rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin pasokan air irigasi pertanian dan
mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi di wilayah sungai dan pesisir.

- 74
Agenda Pembangunan

6. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan


Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya


alam dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik (good environmental
governance) berdasarkan prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.

Kegiatan pokoknya meliputi :

1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola sumber daya alam (SDA) dan


lingkungan hidup, termasuk lembaga masyarakat adat.
2. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup melalui pola kemitraan.
3. Pengembangan sistem pendanaan alternatif untuk lingkungan hidup.
4. Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus perusakan sumber
daya alam dan lingkungan hidup.
5. Pendirian Komisi Keanekaragaman Hayati.
6. Pengkajian kembali dan penerapan kebijakan pembangunan melalui internalisasi
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
7. Peningkatan pendidikan lingkungan hidup formal dan non formal.

7. Program Peningkatan Kualitas Dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses informasi sumber
daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan
sumber daya alam dan perlindungan fungsi lingkungan hidup.

Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi :

1. Penyususunan data SDA baik data potensi maupun data daya dukung kawasan
ekosistim.
2. Penyusunan Model SMART Batanghari Watershed Management.
3. Penyebaran dan peningkatan akses informasi kepada masyarakat dan dunia usaha
terhadap potensi SDA dan LH.
4. Pengembangan valuasi sumber daya alam meliputi hutan, air, pesisir, dan
cadangan mineral.
5. Penyusunan data potensi sumber daya hutan.
6. Penyebaran dan peningkatan akses informasi kepada masyarakat terhadap potensi
sumber daya alam dan lingkungan.
7. Peningkatan pelibatan peran masyarakat dalam bidang informasi dan pemantauan
kualitas lingkungan hidup.

8. Program Pengendalian Pencemaran Dan Perusakan Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam


upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup baik di darat,
perairan tawar dan laut, maupun udara sehingga masyarakat memperoleh kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi :

- 75
Agenda Pembangunan

1. Pemantauan kualitas udara dan air tanah dan air permukaan khususnya di
perkotaan dan kawasan industri; kualitas air permukaan terutama pada kawasan
sungai padat pembangunan.
2. Pengawasan penataan baku mutu limbah, emisi atau gas buang dan pengelolaan
B3.
3. Peningkatan fasilitas laboratorium lingkungan serta fasilitas pemantauan udara
(ambient).
4. Sosialisasi penggunaan teknologi bersih dan eko-efisiensi di berbagai kegiatan
manufaktur dan transportasi.
5. Peningkatan produksi dan penggunaan pupuk kompos yang berasal dari limbah
domestik perkotaan.
6. Peningkatan peran masyarakat dan sektor informal khususnya pemulung dan lapak
dalam upaya pemisahan sampah dan 3R (Reduce, Reuse, Recycle);
7. Pengkajian pendirian perusahaan TPA.
8. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif terhadap kegiatan-kegiatan yang
berpotensi mencemari lingkungan seperti industri dan pertambangan.
9. Pengembangan dan penerapan berbagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup
termasuk tata ruang, kajian dampak lingkungan dan perijinan.
10. Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, termasuk teknologi
tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah, dan
teknologi industri yang ramah lingkungan

2.2.3. Pencepatan Pembangunan Perdesaan

Sebagaimana halnya bagian terbesar penduduk Indonesia, 71,93 pesen


(1.783.388 orang) penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2002, masih bertempat
tinggal di daerah perdesaan. Selama ini daerah perdesaan dicirikan antara lain oleh
rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan,
rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, dan rendahnya kualitas lingkungan
permukiman perdesaan. Rendahnya produktivitas tenaga kerja di perdesaan bisa
dilihat dari besarnya tenaga kerja yang ditampung sektor pertanian (62,84% dari
988.779 penduduk yang bekerja), padahal sumbangan sektor pertanian dalam
perekonomian daerah menurun menjadi 28,5 persen pada tahun 2002 dari 55 persen
pada awal Pelita I.
Sementara itu tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan bisa ditinjau baik dari
indikator jumlah dan persentase penduduk miskin (head count), maupun tingkat
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin
adalah 325.000 orang (12,5%), di mana sebagian besar terdapat di perdesaan (91.227
keluarga). Dengan penduduk dan angkatan kerja perdesaan yang akan terus
bertambah sementara pertumbuhan luas lahan pertanian relatif tidak meningkat
secara signifikan, maka penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menjadi tidak
produktif. Karena itu sangat penting untuk mengembangkan lapangan kerja non
pertanian (non-farm activities) guna menekan angka kemiskinan. Pengembangan
ekonomi lokal yang bertumpu pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dan
Koperasi, dan berbasis sumberdaya perdesaan serta terkait dengan kegiatan di
kawasan perkotaan berpotensi menyediakan lapangan kerja berkualitas bagi
penduduk perdesaan. Bersamaan dengan usaha pertanian yang makin modern, UMKM
dan Koperasi yang berkembang sehat di perdesaan akan membentuk landasan yang
tangguh bagi transformasi jangka panjang dari masyarakat agraris ke arah masyarakat
industri. Sejalan dengan itu, ketersediaan infrastruktur di perdesaan juga perlu
ditingkatkan, baik yang berfungsi untuk mendukung aktivitas ekonomi maupun
peningkatan kualitas lingkungan permukiman di perdesaan. Kawasan perdesaan yang

- 76
Agenda Pembangunan

mampu menyediakan lapangan kerja produktif dan lingkungan permukiman yang


sehat dan nyaman akan menjadi penahan bagi berpindahnya penduduk dari desa ke
kota.

A. Permasalahan

Kawasan perdesaan menghadapi berbagai masalah internal dan eksternal yang


menghambat terwujudnya kawasan permukiman perdesaan yang produktif, berdaya
saing dan nyaman sebagaimana diuraikan dalam butir-butir berikut:
Terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas. Kegiatan ekonomi di luar
sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah hasil pertanian (termasuk
pengolahan hasil perikanan) maupun industri kerajinan dan jasa penunjang lainnya
sangat terbatas. Sebagian besar kegiatan ekonomi di perdesaan masih mengandalkan
produksi komoditas primer, sehingga nilai tambah yang dihasilkan juga kecil.
Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun
spasial. Kondisi ini tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian
(primer) dengan sektor industri (pengolahan/agro industri) dan jasa penunjang
(layanan perbankan), serta keterkaitan pembangunan antara kawasan perdesaan dan
kawasan perkotaan. Kota-kota kecil dan menengah yang berfungsi melayani kawasan
perdesaan di sekitarnya belum berkembang sebagai pusat pasar komoditas pertanian;
pusat produksi, koleksi dan distribusi barang dan jasa; pusat pengembangan usaha
mikro, kecil dan menengah non pertanian; dan penyedia lapangan kerja alternatif
(non pertanian).
Timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antardaerah.
Dalam era otonomi daerah muncul kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) dalam bentuk pengenaan pajak dan retribusi (pungutan) yang
mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, di antaranya pungutan yang dikenakan dalam
aliran perdagangan komoditas pertanian antardaerah yang akan menurunkan daya
saing komoditas pertanian. Kita dapat melihat dengan kasat mata pengutan–pungutan
yang dilakukan di sepanjang jalan utama menuju kabupaten/kota dalam Provinsi
Jambi. Meskipun pungutan tersebut bersifat resmi menegakkan perda yang sudah
dibuat, namun perlu dicermati tentang arus masuk dana dan jenis-jenis pengutan
yang berdampak biaya tinggi terhadap barang-barang pertanian/periknan.
Tingginya risiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di
perdesaan. Petani dan pelaku usaha di kawasan perdesaan sebagian besar sangat
bergantung pada alam. Kondisi alam yang tidak bersahabat akan meningkatkan risiko
kerugian usaha seperti gagal panen karena banjir, kekeringan, maupun serangan
hama penyakit. Pada kondisi demikian, pelaku industri kecil yang bergerak di bidang
pengolahan produk-produk pertanian otomatis akan terkena dampak sulitnya
memperoleh bahan baku produksi (karena tidak ada jaminan bahan baku dapat
tersedia dalam jumlah cukup, kualitas yang baik dan waktu yang tepat). Risiko ini
masih ditambah lagi dengan fluktuasi harga dan struktur pasar yang tidak
menguntungkan.
Rendahnya akses masyarakat perdesaan terhadap pemodalan. Ini terlihat
dari relatif masih banyaknya rumah tangga yang tidak memiliki tanah pertanian
(36,41%) dari 625.997 rumah tangga pada tahun 2002. Hal ini ditambah lagi dengan
masih rendahnya akses masyarakat perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti
lahan/tanah, permodalan, input produksi, keterampilan dan teknologi, informasi,
serta jaringan kerjasama. Khusus untuk permodalan, sebagai gambaran pada tingkat
nasional, bahwa salah satu penyebab rendahnya akses masyarakat perdesaan ke
pasar kredit adalah minimnya potensi kolateral yang tercermin dari rendahnya
persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki sertifikat tanah yang diterbitkan

- 77
Agenda Pembangunan

BPN, yaitu hanya mencapai 21,63 persen (tahun 2001). Di Provinsi Jambi program
sertifikasi ini telah dirintis oleh HKTI Provinsi Jambi, tetapi masih mengalami
hambatan struktural dan teknis yang tidak memungkinkan program sertifikasi
berjalan, meskipun sudah dianggarkan dalam APBD Provinsi Tahun 2004. Masalah lain
adalah minimnya skses masyarakat perdesaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
Tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, pertambangan dan
pesisir masih tergolong rendah, bahkan sebagian besar tergolong miskin.
Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan. Ini tercermin
dari jumlah rumah tangga yang ada di Provinsi Jambi tidak memiliki akses fasilitas air
minum 26,60% atau sebanyak 166.488 rumah tangga, yang menggunakan fasilitas
sendiri sebesar 51,99 persen, fasilitas bersama dan umum sebesar 10,77 persen,
jaringan leding sebesar 17,77 persen dan yang masih mengkonsumsi air sungai dan air
hujan sebesar 24,18 persen, jumlah rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas
listrik PLN mencapai 10,12 persen (63.3979 rumah tangga), 21,28 persen tidak
memiliki prasarana tempat buang air besar, 13,82 persen menggunakan failitas
bersama dan umum, serta 34,49 persen membuang tinja ke sungai. Selain itu,
sebagai gambaran yang terjadi dapat diamati bahwa pada tingkat nasional, total area
kerusakan jaringan irigasi yang mencapai sekitar 30 persen, rasio elektrifikasi
kawasan perdesaan yang baru mencapai 78 persen (tahun 2003), jumlah desa yang
tersambung prasarana telematika baru mencapai 36 persen (tahun 2003), persentase
rumah tangga perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan air minum
perpipaan baru mencapai 6,2 persen (tahun 2002), persentase rumah tangga
perdesaan yang memiliki akses ke prasarana air limbah baru 52,2 persen (tahun
2002), meningkatnya fasilitas pendidikan yang rusak, terbatasnya pelayanan
kesehatan, dan fasilitas pasar yang masih terbatas.
Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketrampilan
rendah (low skilled). Ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk
Provinsi Jambi yang berusia 10 tahun ke atas pada tahun 2003 baru mencapai 6,77
tahun atau rata-rata tamat SD/MI. Sebagai gambaran pada tingkat nasional, bahwa
proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan
SMP/MTs ke atas hanya 23,8 persen, jauh lebih rendah dibanding penduduk
perkotaan yang jumlahnya mencapai 52,9 persen. Kemampuan keaksaraan penduduk
perdesaan juga masih rendah yang ditunjukkan oleh tingginya angka buta aksara yang
masih sebesar 13,8 persen atau lebih dari dua kali lipat penduduk perkotaan yang
angkanya sudah mencapai 5,49 persen (Susenas 2003). Angka-angka persentase
tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan gambaran tentang kualitas SDM
masyarakat perdesaan Jambi di luar kawasan transmigrasi.
Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi
peruntukan lain. Di Provinsi Jambi terdapat kawasan budidaya seluas 4.048.066 ha
(79,37%), dari jumlah tersebut 54,28 persen merupakan kawasan pertanian dan non
pertanian serta sisanya merupakan kawasan hutan produksi. Dewasa ini, di samping
terjadinya peningkatan luas lahan kritis akibat erosi dan pencemaran tanah dan air,
isu paling kritis terkait dengan produktivitas sektor pertanian adalah penyusutan
lahan sawah, terutama pada kabupaten lumbung padi seperti Kabupaten Kerinci,
Tanjab Timur dan Tanjab Barat. Kondisi ini selain didorong oleh timpangnya nilai
land rent pertanian dibanding untuk permukiman, juga diakibatkan lemahnya
penegakan peraturan yang terkait dengan RTRW di tingkat lokal.
Meningkatnya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sumber
daya alam dan lingkungan hidup sebenarnya merupakan aset yang sangat berharga
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dan dimanfaatkan
secara optimal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Namun
demikian, potensi ini akan berkurang bila praktek-praktek pengelolaan yang

- 78
Agenda Pembangunan

dijalankan kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.


Sebagai gambaran, laju kerusakan hutan di Provinsi Jambi cukup signifikan mencapai
–2,44 persen setiap tahun dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Jika pada tahun 1991
luas kawasan hutan Provinsi mencapai 2.888.718 ha maka pada tahun 2003 menurun
menjadi 2.148.950 ha. Artinya dalam kurun waktu 13 tahun telah terjadi
pengurangan luas kawasan seluas 739.768 ha. Kondisi ini berimplikasi pada degradasi
dayadukung daerah aliran sungai (DAS) yang diakibatkan kerusakan hutan dan
sedimentasi yang tinggi menyebabkan kapasitas dayatampung Sungai Batanghari dan
anak-anaknya semakin menurun. Masalah tersebut diperparah lagi oleh adanya
aktivitas PETI (penambangan emas tanpa izin) yang menggunakan air raksa dan
mercury di sepanjang DAS Batanghari dan anak-anak sungainya.
Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat. Ini tercermin
dari kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat
untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta dalam memperkuat posisi tawar
masyarakat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat permasalahan
masih terbatasnya akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan
pembangunan di perdesaan yang antara lain disebabkan masih kuatnya pengaruh
nilai-nilai sosial budaya yang patriarki (yang negatif), yang menempatkan perempuan
dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
Lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan
perdesaan. Pembangunan perdesaan secara terpadu akan melibatkan banyak aktor
meliputi elemen pemerintah (provinsi dan kabupaten/kota), masyarakat, dan swasta.
Di pihak pemerintah sendiri, koordinasi semakin diperlukan tidak hanya untuk
menjamin keterpaduan antar sektor tetapi juga karena telah didesentralisasikannya
sebagian besar kewenangan kepada pemerintah daerah. Lemahnya koordinasi
mengakibatkan tidak efisiennya pemanfaatan sumber daya pembangunan yang
terbatas jumlahnya, baik karena tumpang tindihnya kegiatan maupun karena tidak
terjalinnya sinergi antar kegiatan. Sebagai gambaran bahwa masing-masing sektor
memiliki kawasan pembangunan seperti kawasan perkebunan, kawasan transmigrasi,
kawasan agropolitan dan kawasan peternakan dan lain-lain kawasan yang secara
geografis keberadaannya tumpangtindih tidak saling sinergis di dalam wilayah
perdesaan.

B. Sasaran

Dalam lima tahun mendatang, sasaran yang hendak dicapai dalam


pembangunan perdesaan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya peran dan kontribusi kawasan perdesaan sebagai basis


pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari meningkatnya peran sektor
pertanian dan non pertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan produk-
produk berbasis perdesaan;
2. Terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja
non pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka
dan setengah pengangguran;
3. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat perdesaan yang ditandai dengan
berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan dan
kesehatan, terutama perempuan dan anak;
4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur di kawasan permukiman di
perdesaan yang ditandai dengan antara lain: (i) adanya pembangunan fasilitas
telekomunikasi perdesaan; (ii) meningkatnya persentase desa yang mendapat
aliran listrik; (iii) meningkatnya persentase rumah tangga perdesaan yang

- 79
Agenda Pembangunan

memiliki akses terhadap pelayanan air minum; dan (iv) seluruh rumah tangga
telah memiliki jamban sehingga tidak ada lagi yang melakukan ”open defecation”
(pembuangan di tempat terbuka);
5. Meningkatnya akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam
kegiatan pembangunan perdesaan yang ditandai dengan terwakilinya aspirasi
semua kelompok masyarakat dan meningkatnya kesetaraan antara perempuan
dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan
pembangunan.

C. Arah Kebijakan

Kebijakan pembangunan perdesaan diarahkan untuk meningkatkan


kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat perdesaan melalui langkah-langkah
kebijakan sebagai berikut :

1. Mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan dengan


merangsang pertumbuhan aktivitas ekonomi non pertanian (industri perdesaan
dan jasa penunjang), diversifikasi usaha pertanian ke arah komoditas pertanian
bernilai ekonomis tinggi, dan memperkuat keterkaitan kawasan perdesaan dan
perkotaan;
2. Meningkatkan promosi dan pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan
lainnya untuk meningkatkan kontinuitas pasokan, khususnya ke pasar kab/kota
terdekat serta industri olahan berbasis sumber daya lokal;
3. Memperluas akses masyarakat, terutama kaum perempuan, ke sumber daya-
sumber daya produktif untuk pengembangan usaha seperti lahan, prasarana sosial
ekonomi, permodalan, informasi, teknologi dan inovasi; serta akses masyarakat
ke pelayanan publik dan pasar;
4. Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan
kualitasnya, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan, serta
penguatan kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan berupa jaringan
kerjasama untuk memperkuat posisi tawar;
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan memenuhi hak-hak
dasar atas pelayanan pendidikan dan kesehatan serta meminimalkan risiko
kerentanan baik dengan mengembangkan kelembagaan perlindungan masyarakat
petani maupun dengan memperbaiki struktur pasar yang tidak sehat (monopsoni
dan oligopsoni);
6. Mengembangkan praktek-praktek budidaya pertanian dan usaha non pertanian
yang ramah lingkungan dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan sebagai bagian dari upaya mempertahankan daya dukung
lingkungan.

D. Program-Program Pembangunan

Pelaksanaan arah kebijakan di atas akan dilakukan terutama melalui program-


program dan kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan di kawasan perdesaan
sebagai berikut :

- 80
Agenda Pembangunan

I. Program-Program Unggulan

I.1.Program-Program Terkait Peningkatan Infrastruktur Perdesaan

Program-program ini ditujukan untuk: (1) meningkatkan kuantitas dan kualitas


infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi produktif di kawasan perdesaan; dan (2)
meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur permukiman untuk mewujudkan
kawasan perdesaan yang layak huni.

Kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung Pembangunan Perdesaan adalah :

1. Peningkatan prasarana jalan perdesaan yang menghubungkan kawasan perdesaan


dan perkotaan, serta kawasan transmirasi;
2. Percepatan pembangunan infrastruktur sektor pertambangan dan energi termasuk
listrik perdesaan;
3. Peningkatan sarana dan prasarana pos dan telematika (telekomunikasi dan
informasi) di perdesaan;
4. Optimalisasi jaringan irigasi dan jaringan pengairan lainnya; dan
5. Peningkatan pelayanan prasarana permukiman, seperti pelayanan air minum, air
limbah, persampahan dan drainase.

I.2.Program-Program Terkait Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Di


Perdesaan

Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas sumber daya manusia
perdesaan melalui peningkatan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar
dan menengah yang bermutu dan terjangkau di kawasan perdesaan; (2)
meningkatkan relevansi antara pendidikan dan pasar tenaga kerja melalui pendidikan
kecakapan hidup termasuk kecakapan vokasional yang sesuai potensi dan karakter di
tingkat lokal; (3) memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung Pembangunan Perdesaan meliputi :

1. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan menengah termasuk


pendidikan menengah kejuruan yang berkualitas dan terjangkau untuk daerah
perdesaan, disertai rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasarana yang rusak;
2. Perluasan akses dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan
fungsional bagi penduduk buta aksara di perdesaan;
3. Peningkatan pendidikan kecakapan hidup termasuk kecakapan vokasional yang
sesuai potensi dan karakter di tingkat lokal;
4. Peningkatan pendidikan non formal untuk meningkatkan keterampilan kerja;
5. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi penduduk
perdesaan;
6. Promosi pola hidup sehat dan perbaikan gizi masyarakat; dan
7. Peningkatan pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi di
kawasan perdesaan.

I.3.Program Perlindungan Dan Konservasi Sumber Daya Alam

Program ini bertujuan untuk melindungi sumber daya alam dari kerusakan dan
mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin keragaman ekosistem
agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.

- 81
Agenda Pembangunan

Kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung Pembangunan Perdesaan meliputi :

1. Perlindungan sumber daya alam dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak
terkendali, terutama kawasan-kawasan konservasi dan kawasan lain yang rentan
terhadap kerusakan;
2. Perbaikan pengelolaan SDA adan pelestarian fungsi lingkungan pasca usaha
pertambangan;
3. Optimalisasi pemanafaatan SDA yang berwawasan lingkunga termasuk sumberdaya
kelautan;
4. Rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumberdaya alam;
5. Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan;
6. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam perlindungan dan konservasi
sumber daya alam;
7. Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan sumber
daya alam; dan
8. Pengembangan dan pemasyarakatan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

II. Program-Program Penunjang

II.1.Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan

Program ini bertujuan untuk: (1) membangun kawasan perdesaan melalui


peningkatan keberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan; dan (2) meningkatkan
kapasitas pemerintahan di tingkat lokal dalam mengelola pembangunan perdesaan
sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.

Kegiatan pokok yang dilakukan untuk membangun kawasan perdesaan adalah :

1. Pengembangan lembaga perlindungan petani, peternak dan nelayan dan pelaku


usaha ekonomi di perdesaan;
2. Peningkatan penyuluhan dan pelatihan keterampilan usaha bagi masyarakat
perdesaan;
3. Reformasi agraria untuk meningkatkan akses masyarakat pada lahan dan
pengelolaan sumber daya alam;
4. Penyederhanaan sertifikasi tanah di kawasan perdesaan;
5. Peningkatan akses masyarakat perdesaan pada informasi;
6. Penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat, seperti paguyuban
petani, koperasi, lembaga adat dalam menyuarakan aspirasi masyarakat;
7. Pemantapan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan
perdesaan dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik;
8. Peningkatan partisipasi masyarakat perdesaan, terutama kaum perempuan dan
masyarakat miskin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
pembangunan perdesaan;
9. Pengembangan kelembagaan untuk difusi teknologi ke kawasan perdesaan,
terutama teknologi tepat guna dan ramah lingkungan;
10. Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam memfasilitasi dan
mengkoordinasikan peran stakeholder dalam pembangunan kawasan perdesaan;
11. Penyempurnaan manajemen dan sistem pembiayaan daerah untuk mendukung
pembangunan kawasan perdesaan; dan
12. Pemantapan kerjasama dan koordinasi antar pemerintah daerah lintas wilayah
administrasi.

- 82
Agenda Pembangunan

II.2.Program Pengembangan Ekonomi Lokal

Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
usaha ekonomi di kawasan perdesaan; (2) mendorong penciptaan lapangan kerja
berkualitas di perdesaan terutama di sektor non pertanian; dan (3) meningkatkan
keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa berbasis sumber
daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan dalam kerangka meningkatkan sinergi
dan keterkaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.

Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi :

1. Pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh;


2. Pengembangan perdesaan dan pengairan;
3. Peningkatan pengembangan usaha agribisnis mencakup pertanian pangan,
perkebunan, perikanan dan peternakan, yang meliputi mata rantai subsektor hulu
(pasokan input), on farm (budidaya), hilir (pengolahan), dan jasa penunjang;
4. Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro dan menengah sektor pertambangan;
5. Pemantapan dan pengembangan kawasan agropolitan yang strategis dan
potensial;
6. Peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan di perdesaan;
7. Penguatan rantai pasokan bagi industri perdesaan dan penguatan keterkaitan
produksi berbasis sumber daya lokal;
8. Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan terutama bagi angkatan kerja
muda perdesaan;
9. Pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi tepat guna dalam kegiatan
usaha ekonomi masyarakat perdesaan;
10. Pengembangan jaringan kerjasama usaha;
11. Pengembangan kemitraan antara pelaku usaha besar dan usaha mikro/rumah
tangga;
12. Pengembangan sistem outsourcing dan sub kontrak dari usaha besar ke UMKM dan
koperasi di kawasan perdesaan;
13. Peningkatan peran perempuan dalam kegiatan usaha ekonomi produktif di
perdesaan;
14. Perluasan pasar dan peningkatan promosi produk-produk perdesaan;
15. Peningkatan pelayanan lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan mikro,
kepada pelaku usaha di perdesaan;
16. Peningkatan jangkauan layanan lembaga penyedia jasa pengembangan usaha
untuk memperkuat pengembangan ekonomi lokal; dan
17. Pengembangan kapasitas pelayanan lembaga perdagangan bursa komoditi (PBK),
pasar lelang, dan sistem resi gudang (SRG) yang bertujuan meningkatkan potensi
keuntungan serta meminimalkan risiko kerugian akibat gejolak harga yang
dihadapi petani dan pelaku usaha perdesaan.

2.2.4. Revitalisasi Pertanian

Untuk Provinsi Jambi, sektor pertanian dalam arti luas (Tanaman Pangan dan
bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan)
masih merupakan penopang keberlanjutan pembangunan. Keadaan ini terlihat sampai
tahun 2004 sektor pertanian masih memberikan kontribusinya 28,29% dari produk
domestic regional bruto (PDRB) Provinsi Jambi. Sektor pertanian bagi provinsi Jambi
juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan ketersedian
pangan. Dalam hal penyangga dalam penyerapan tenaga kerja, terlihat lebih separuh

- 83
Agenda Pembangunan

jumlah tenaga kerja bekerja di sektor pertanian, karena pada tahun 2003, jumlah
yang bekerja di sektor pertanian mencapai 687 ribu orang atau 64,4% dari seluruh
tenaga kerja (Sensus Pertanian, 2003). Sedangkan untuk pemenuhan ketersedian
pangan serta dalam rangka memenuhi hak atas pangan bagi masyarakat Jambi,
sampai 2004 belum semua komoditi di sektor pertanian mampu dalam penyediaaan
pangan seperti beras untuk konsumsi sebanyak 343.517 ton dengan surplus 20.248
ton, jagung 25.147 ton dengan surplus 24.430 ton, daging ruminansia 4.268 ton
dengan surplus 2.073 ton, ikan 53.947 ton dengan surplus 5.585 ton. Namun
penyediaan kedelai hanya mampu disediakan 2.312 ton sedangkan kebutuhannya
mencapai 12.667 ton ton atau minus -10.355 ton. Hal yang sama juga terjadi pada
penyediaan daging non ruminansia yang hanya mampu disediakan sebanyak 7.503 ton
atau ketersediaanya minus -619 ton, demikian juga halnya dengan ketersediaan telur
6.496 ton dan mengalami minus -8.571 ton (Badan Bimas Ketahanan Pangan 2004).

A. Permasalahan

Walaupun sampai tahun 2004, sektor pertanian masih dapat memenuhi


ketersediaan pangan provinsi Jambi terutama makanan pokok beras, namun secara
keseluruhan terlihat bahwa sektor pertanian mengalami penurunan kontribusinya
dalam hal penyediaan pangan. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan luas panen
padi sawah dan padi ladang dari 178.307 Ha tahun 1999 menjadi 156.803 Ha tahun
2004 dengan laju penurunan -2,54% setiap tahunnya. Namun karena terjadinya
kenaikan produktivitas padi sawah dan ladang dari 27,28 kw/ha tahun 1999 menjadi
31,62 kw/ha, maka penurunan luas panen ini belum mengakibatkan penurunan
produksi atau terjadi kenaikan produksi dari 553.641 ton tahun 1999 menjadi 579.404
ton tahun 2004. Kondisi ini menjadikan provinsi Jambi masih mengalami marketable
surplus beras 14.890 ton tahun 2004. Gejala penurunan luas panen juga terjadi pada
palawija dari 44.837 Ha tahun 1999 menurun menjadi 19.909 Ha tahun 2004 dengan
laju penurunan -14,99 setiap tahunnya. Walaupun tertjadi kenaikan produktivitas
palawija, penurunan luas panen palawija ini secara langsung mempengaruhi produksi
palawija dari 138.899 ton tahun 1999 menjadi 105.030 ton tahun 2004 dengan laju
penurunan -5,44% per tahun.(Dinas Pertanian dan tanaman Pangan, 2004).
Terjadinya penurunan luas panen dan produksi padi dan palawija di atas tidak
terlepas dari tidak menguntungkannya untuk melakukan usaha tani lagi baik untuk
padi sawah maupun palawija. Kondisi ini diperparah oleh telah stagnasinya dunia
penyuluhan beberapa tahun belakangan ini. Namun yang perlu mendapat perhatian
adalah dimana penurunan luas panen ini juga disebabkan terkonversinya lahan-lahan
subur pertanian untuk ditanam dengan komoditi perkebunan yang terutama sawit.
Terkonversinya lahan subur ini disebabkan komoditi sawit dirasakan lebih
memberikan keuntungan dibanding usaha tanaman pangan.
Bagi Provinsi Jambi, potensi sektor pertanian ini masih memungkinkan untuk
dikembangkan, karena menurut sensus pertanian tahun 2003 masih terdapat lebih
kurang 724.721 Ha atau 13.64% dari total lahan yang belum diusahakan (lahan tidur).
Disamping itu sektor pertanian akan dapat ditingkatkan jika dapat teratasinya
permasalahan pokok pertahian seperti keterbatasan infrastruktur pertanian, efisiensi
usaha, terbatasnya permodalan. Sedangkan untuk sarana dan prasarana perikanan di
wilayah timur provinsi Jambi seperti Tanjab Barat dan Timur potensinya cukup besar
namun belum dimanfaatkan secara optimal. Secara umum permasalahan dan kendala
yang dihadapi sektor pertanian saat ini dan ke depan adalah (i) relatif masih
rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan cukup tingginya angka kemiskinan petani
dan nelayan; (ii) Semakin menyempitnya lahan yang dikuasasi petani; (iii) sangat
terbatasnya akses terhadap permodalan (iv) Masih rendahnya penguasaan teknologi

- 84
Agenda Pembangunan

dan kualitas SDM pertanian; (v) pengelolaan sumberdaya perikanan belum optimal
dilakukan, (vi) terdapatnya penurunan hasil hutan (kayu) sedangkan pemanfaatan
hasil non kayu belum optimal, serta (vii) lemahnya infrastruktur (fisik dan non fisik)
di sektor pertanian.

Relatif masih rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan cukup tingginya angka
kemiskinan petani dan nelayan. Untuk provinsi Jambi, walaupun kontribusi sektor
pertanian mencapai 28,29% dari PDRB dan 64,40% dari seluruh tenaga yang bekerja di
sector pertanian, namun kesejahteraan belum mengalami peningkatan berarti sampai
saat ini. Hal ini disebabkan belum mengalami perubahan yang berartinya nilai tukar
petani (NTP) dari produk-produk yang dihasilkan petani dalam beberapa tahun
terakhir. NTP merupakan ratio antara indeks harga yang diterima petani dengan
indeks harga yang dibayarkan petani dan jika NTP nilainya lebih besar dari 100
berarti tingkat daya beli petani membaik sehingga dapat disimpulkan petani lebih
sejahtera dan demikian sebaliknya. Pada tahun 2000 NTP di Provinsi Jambi sebesar
92,9 dan pada tahun 2004 sebesar 94,5. Berdasarkan angka NTP di atas dapat
disimpulkan walaupun terjadi kanaikan nilai tukar petani, namun dengan tingkat NTP
masih 94,5 tahun 2004, dapat diterjemahkan bahwa tingkat kesejahteraan petani di
provinsi Jambi belum menggembirakan sesuai dengan harapan. Rendahnya tingkat
kesejahteraan petani juga dapat dilihat dari masih rendahnya upah buruh tani di
banding upah buruh bangunan/industri. Rendahnya kesejahteraan terbut juga
terindikasi atau terlihat dari rata-rata upah nominal buruh tani pada tahun 2003
sebesar Rp. 13.250,- per hari sedangkan upah buruh bangunan/industri per kotaan
telah mencapai 35.000 per hari (Sensus Pertanian, 2003). Jadi untuk Provinsi Jambi,
dapat dikatakan walaupun sektor pertanian cukup beperan dan kontribusinya
mencapai 28,29% dari produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Jambi, namun
berdasarkan angka NTP di atas terlihat bahwa kesejahteraan petani dan nelayan
tidak mengalami perubahan beberapa tahun belakangan ini.
Selanjutnya, telah diketahui bahwa secara umum sekitar 60 persen kelompok
masyarakat miskin berusaha dibidang pertanian, perikanan dan kehutanan, yang
masih tradisional dan bersifat subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan
sumber permodalan, menyebabkan masyarakat petani/nelayan, dan masyarakat
pesisir tidak dapat mengembangkan usahanya secara layak ekonomi. Keadaan ini juga
sangat erat kaitannya dengan rata-rata tingkat pendidikan mereka umumnya hanya
tamat Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat SD, sehingga sulit untuk
mengadopsi adopsi inovasi teknologi dan perbaikan usaha yang diberikan.

Semakin menyempitnya lahan yang dikuasasi petani. Berdasarkan hasil Sensus


Pertanian di Indonesia, jumlah petani dalam kurun waktu 1983-2003 meningkat
namun dengan jumlah lahan pertanian menurun, sehingga rata-rata pemilikan lahan
per petani menyempit dari 1,30 ha menjadi 0,70 ha per petani. Penurunan ke
pemilikan lahan per petani juga tejadi di Provinsi Jambi. Pada tahun 2003 rata-rata
penguasaan lahan oleh rumah tangga pertanian hanya sebesar 2,03 hektar, dimana
dalam komposisi pemanfaatan lahan 87,5% digunakan untuk pertanian, sedangkan
sisanya untuk rumah, pekarangan serta lainnya. Namun kalau ditelusuri lebih lanjut,
rumah tangga pertanian yang menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 Ha
persentasenya mencapai 20,22%. Kemudian persentase rumah tangga pertanian yang
mengusai lahan antara 0,50 – 1,0 sebesar 13,11 persen dan antara 1,0-1,50 sebesar
16,13%. Dari data di atas kalau diklasifikan lebih lanjut terlihat hampir 50% rumah
tangga pertanian mempunyai lahan seluas kurang 1,5 Ha. Dengan kondisi ini,
walaupun petani selalu berusaha meningkatkan produktivitasnya, namun dengan luas
lahan yang hanya kurang dari 1,5 Ha tersebut, tidak akan pernah dicapai skala

- 85
Agenda Pembangunan

ekonomis sehingga tidak pernah memberikan pendapatan yang memadai untuk


keperluan rumah tangga petani sehari-hari termasuk dalam pengembangan usaha
taninya. Tidak cukupnya pendapatan berusaha di bidang pertanian terutama padi dan
palawija akhirnya kurang memotivasi petani dalam peningkatan produksinya. Bahkan
sewaktu petani dihadapkan pada pilihan komoditi yang lebih menguntungkan seperti
sawit yang digalakkan pemerintah dengan program sawit sejuta hektarnya,
menjadikan petani secara cepat meresponnya dengan menkonversi lahan subur
(prime agriculture land) menjadi lahan perkebunan sawit. Kondisi ini juga
merupakan tantangan dalam mempertahankan ketahanan atau ketersedian pangan di
Provinsi Jambi.

Masih sangat terbatasnya akses petani dan nelayan terhadap permodalan dan
pemasaran produknya. Dukungan kredit untuk sektor pertanian dalam mendukung
kebutuhan modal usaha petani dan nelayan masih terbatas. Upaya yang dilakukan
selama ini dalam penguatan modal petani adalah melalui kredit usaha penguatan
ekonomi masyarakat (KUPEM) dengan dana 15 miliar yang sejak tahun 2001. Selama
2001-2004 telah terealisasi penyaluran dana KUPEM pada nasabah dengan usaha
peternakan, pertanian, perikanan serta industri perdagangan dan jasa. Sampai pada
posisi September Tahun 2004 dana KUPEM yang dianggarkan untuk pengusaha kecil
dan menengah sebesar 15 M milliard rupiah dan telah tersalurkan sebesar
Rp.12.626.590.000 (84,17%) sampai posisi 30 September 2004 di 10 Kabupaten Kota.
Dengan telah disalurkannya dana KUPEM disamping dapat memberikan penguatan
modal kepada kelompok untuk berusaha juga akan dapat memberi peluang untuk
menjadikan kelompok menjadi lembaga mikro di pedesaan. Namun kalau
dibandingkan dengan jumlah petani yang membutuhkan, dari kredit yang disalurkan
sangat jauh dari memadai, sehingga kredit KUPEM ini masih hanya berfungsi sebagai
stimulan saja. Karena sejak diluncurkannya KUPEM tahun 2001 sampai pertengahan
tahun 2003, nasabah atau petani yang dapat kredit hanya mencapai 1.654 nasabah
(KK) atau hanya 0,47% dari jumlah rumah tangga pertanian di Provinsi Jambi. Untuk
ke depan peluncuran kredit lunak semacam KUPEM perlu ditingkatkan jumlahnya
sehingga lebih banyak yang dapat diperkuat permodalannya dalam berusaha.
Sebab dengan terbatasnya permodalan tidak akan memotivasi petani atau
nelayan untuk mengadopsi inovasi teknologi dalam rangka meningkatkan
produktivitas, dan peningkatan added value produk yang dihasilkan, disamping
terjeratnya petani pada kredit tengkulak. Disamping permodalan, juga aksebilitas
petani terhadap prasarana dan sarana transportasi khususnya di kawasan sentra
dalam pemasaran produk yang dihasilkan akan menurunkan harga jual produk.

Masih Rendahnya nilai tambah (added value) produk karena rendahnya


penguasaan dan pemanfaatan teknologi pertanian. Walaupun terjadinya
peningkatan nilai ekspor komoditi pertanian Provinsi Jambi seperti ikan dari $620.033
tahun 2000 menjadi $2.446.490 tahun 2003, Pinang dari $ 225.108 tahun 2000
menjadi $ 408.780 tahun 2003, kopra dari $193.232 tahun 2000 menjadi $204.043
tahun 2003 (Sensus Pertanian Provinsi Jambi, 2003). Namun demikian, nilai tambah
komoditas ini masih rendah karena pada umumnya ekspor dilakukan dalam bentuk
segar (produk primer). Selanjutnya perkembangan industri hasil pertanian dan
perikanan belum optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri
hasil pertanian dan perikanan. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dan
perikanan melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan teknologi pengolahan
yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk
dari luar negeri, baik yang masuk melalui jalur legal maupun ilegal.

- 86
Agenda Pembangunan

Pengembangan sumberdaya perikanan belum optimal. Pegembangan budidaya air


tawar, tambak dan laut masih terbatas, karena adanya permasalahan penyediaan
bahan baku pakan ikan, benih ikan unggul, jaringan irigasi yang kurang memadai,
kurangnya informasi dan jaringan pemasaranan, terbatasnya akses permodalan, serta
kurangnya penyuluhan perikanan.

Rendahnya nilai hasil hutan non kayu yang sebenarnya berpotensi untuk
meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat sekitar kawasan hutan. Peran
hutan umumnya hanya dipandang dari sisi produksi hasil kayunya saja. Padahal
beberapa penelitian menyebutkan bahwa nilai hutan dari hasil kayu hanya 7 persen,
sementara selebihnya berasal dari hasil hutan non kayu. Namun demikian sampai
sekarang yang dimanfaatkan masih terkonsentrasi pada kayu. Hal ini tercermin dari
belum tercatatnya nilai ekspor hasil hutan non kayu seperti rotan manau, madu di
provinsi Jambi (Sensus Pertanian Provinsi Jambi, 2003). Hasil hutan nonkayu yang
cukup potensial antara lain adalah rotan, tanaman obat-obatan, dan madu. Pada hal
Data FAO 2001 menunjukkan bahwa Indonesia mendominasi perdagangan rotan dunia
hingga 80 persen sampai 90 persen pasokan rotan dunia. Sementara itu, tanaman
obat dan hasil hutan non kayu lainnya belum cukup dihargai dan belum
terdokumentasi dengan baik karena tidak muncul dalam transaksi di pasar resmi.
Sementara, hasil sensus pertanian provinsi Jambi tahun 2003 terdapat sebanyak
18.769 KK atau diperkirakan 93.840 jiwa yang secara langsung mengandalkan
hidupnya pada kehutanan. Sebagian besar masyarakat ini hidup dari kegiatan
perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan menjual kayu, serta
mengumpulkan hasil hutan non kayu. Dengan pola pengusahaan yang masih
tradisional ini, potensi hasil hutan non kayu tidak dapat berkembang secara optimal
sehingga berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
sekitar dan bergantung dari hutan.

Pemanfaatan hutan yang melebihi daya dukung sehingga membahayakan pasokan


air yang menopang keberlanjutan produksi hasil pertanian. Berkurangnya kawasan
hutan provinsi Jambi yang mencapai 739.768 ha selama satu dekade terakhir
khususnya di daerah hulu sungai menyebabkan terganggunya siklus hidrologi yang
berdampak terganggunya keseimbangan persedian air (water balance), berkurangnya
ketersediaan air tanah, membesarnya aliran permukaan, dan juga terjadinya
pendangkalan air sungai Batang Hari. Meningkatnya banjir pada musim penghujan dan
kekeringan pada musim kemarau akhirnya mengganggu produksi hasil pertanian.

Sementara itu, di bidang pangan, masih dihadapi masalah masih tingginya


ketergantungan pada beras (nabati). Tingginya ketergantungan konsumsi pada beras
sehingga tekanan terhadap peningkatan produksi padi semakin tinggi pula. Tingkat
produksi beras provinsi Jambi telah memenuhi atau melebihi kebutuhan konsumsi
sehingga provinsi Jambi mengalami surplus beras (marketable surplus)
sebanyak.14.890 ton pada tahun 2004. Sumber bahan pangan pokok karbohidrat lain
adalah palawija dan sumber protein yang berasal dari daging, telur dan susu, namun
tingkat konsumsinya masih rendah. Pada tahun 2003, tingkat ketersediaan energi
telah mencapai mencapai sebesar 2.804 kkal sudah melebihi yang dianjurkan pola
pangan harapan (PPH) yakni sebesar 2.500 kkal. Akan tetapi dengan tingkat
ketersediaan tersebut belum memenuhi skor yang ideal, karena ketergantungan yang
tinggi terhadap konsumsi karbohidrat terutama beras dan masih sangat kurang pada
pangan hewani, sayur dan buah. Konsumsi sumber energi dari nabati sebesar 2.672
kkal/kap/hari atau 95,53% dan energi yang berasal dari bahan hewani hanya sebesar
132 kkal/kap/hari atau hanya 4,70%. Tingkat ketersediaan protein telah mencapai

- 87
Agenda Pembangunan

67,90 gram/kap/hari atau telah melebihi standar ketersedian protein 55 gram


/kap/hari. Namun kontribusi protein nabati mencapai 50,26 gram dan protein hewani
hanya 17,63 gram/kap/hari. Pola ketersediaan bahan yang dikonsumsi seperti ini
belum dapat dikatakan ideal untuk mendukung pengembangan kualitas sumberdaya
manusia.

B. Sasaran

Sasaran dari Revitalisasi Pertanian adalah :

1. Mampunya petani menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi.


2. Tersedianya beras dengan tingkat produksi yang cukup atau surplus untuk
pemenuhan kebutuhan lokal (swasembada pangan) serta berperannya kembali
lumbung-lumbung beras di Provinsi Jambi.
3. Meningkatnya diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan untuk
menurunkan ketergantungan pada beras.
4. Meningkatnya produksi dan produktivitas hasil pertanian dan perikanan.
5. Meningkatnya ketersediaan pangan asal ternak dan ikan bagi masyarakat
6. Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dengan harga terjangkau.
7. Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap protein hewani yang berasal dari
ternak dan ikan.
8. Meningkatnya daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan.
9. Meningkatnya nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu dan non kayu secara
optimal

C. Arah Kebijakan

Ada empat langkah pokok yang ditempuh dalam Revitalisasi pertanian yakni
peningkatan kemampuan petani serta penguatan lembaga pendukungnya,
pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi dan daya saing
produk pertanian dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha
dan mendukung produksi pangan.

Kebijakan dalam pengamanan ketahanan pangan (swasembada pangan)


diarahkan untuk:

1. Mempertahankan tingkat produksi beras yang surplus dari kebutuhan dengan


melakukan pengamanan lahan sawah terutama lahan subur (prime land for
agriculture) di daerah irigasi berproduktivitas tinggi.
2. Meningkatkan ketersediaan pangan ternak dan ikan melalui peningkatan populasi
hewan dan produksi pangan hewani (ikan) agar ketersediaannya lebih terjamin
untuk mendukung peningkatan kualitas SDM.
3. Meningkatkan dan melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan
ketergantungan pada beras dengan memodifikasi pola konsumsi masyarakat
dengan melalui peningkatan minat dan konsumsi pangan alternatif.
Kebijakan dalam Peningkatan kemampuan petani dan nelayan, pelaku
pertanian dan perikanan lain serta penguatan lembaga pendukungnya, diarahkan
untuk:
1. Melaksanakan revitalisasi penyuluhan dan melakukan pendampingan terhadap
petani, termasuk peternak, nelayan, dan pembudidaya ikan.
2. Memperkuat dan menghidupkan lembaga pertanian dan perdesaan untuk
meningkatkan akses petani dan nelayan terhadap sarana produktif.

- 88
Agenda Pembangunan

3. Meningkatkan skala usaha yang dapat meningkatkan posisi tawar petani dan
nelayan.

Kebijakan dalam peningkatan produktivitas, produksi dan daya saing produk


pertanian dan perikanan diarahkan untuk :

1. Peningkatan pemanfaatan sumberdaya pertanian dan perikanan dalam


mendukung ekonomi dan tetap menjaga kelestariannya, melalui: (1) penataan
dan perbaikan lingkungan perikanan budidaya; (2) penataan industri perikanan
dan kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah pesisir; (3) perbaikan dan
peningkatan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap; (4) peningkatan peran
aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya pertanian dan
perikanan; (5) peningkatan kualitas pengolahan dan nilai tambah produk
pertanian dan perikanan melalui pengembangan teknologi pasca tangkap/panen;
(6) peningkatan kemampuan SDM dan penyuluh pertanian dan perikanan; (7)
Pengembangan usaha pertanian dengan pendekatan kewilayahan terpadu dengan
konsep pengembangan agribisnis.
2. Penyusunan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk pertanian
dan perikanan dengan mendorong untuk peningkatan pasca panen dan pengolahan
hasil pertanian dan perikanan, keamanan pangan dan melindungi petani dan
nelayan dari persaingan yang tidak sehat.
3. Penguataan sistem pemasaran dan manajemen usaha untuk mengelola resiko
usaha pertanian serta untuk mendukung pengembangan agroindustri.

Pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi


pangan dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan hutan alam dan pengembangan
hutan tanaman dan hasil hutan non kayu dengan kebijakan yang diarahkan pada :

1. Peningkatan nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu;


2. Peningkatan partisipasi kepada masyarakat luas dalam pengembangan hutan
tanaman;
3. Peningkatan produksi hasil hutan non kayu (rotan, tanaman obat dan madu) untuk
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

D. Program-program Pembangunan

Arah kebijakan tersebut di dijabarkan dalam program-program pembangunan


sebagai berikut.

1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan

Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan


ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi :

1. Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi yang berbasiskan lokal;


2. Peningkatan distribusi pangan dan ketersediaan stock pangan secara merata di
setiap kabupaten;
3. Peningkatan efisiensi system dan jaringan distribusi pangan yang menjamin
keterjangkauan harga bahan pangan;

- 89
Agenda Pembangunan

4. Pengembangan Model Site-Spesific dan alat pengambilan keputusan untuk usaha


padi sawah
5. Peningkatan Produktivitas dan produksi pangan serta diversifikasi komoditi
penghasil pangan pada areal perkebunan
6. Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil serta peningkatan diversifikasi
pangan
7. Pengembangan sistem perlindungan tanaman dan hewan melalui penerapan dan
perluasan upaya pengendalian hama, penyakit dan gulma secara terpadu.
8. Pengembangan kawasan sentra peternakan dan integrasi ternak tanaman serta
pengelolaan lahan dan air (padang pengembalaan ternak, kebun hijauan makan
ternak, sertifikasi padang pengembalaan).
9. Koordinasi Pemantauan, Analisis, Evaluasi dan Penyususnan Data Base/Statistik
Ketahan Pangan Wilayah serta Pengembangan Desa Mandiri Pangan.

2. Program Pengembangan Agribinis

Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis


yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir dan usaha jasa
pendukungnya.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi :

1. Pengembangan komoditi pertanian yang memiliki prospek pasar domestik dan


internasional.
2. Peningkatan Program pendidikan dan pelatihan bagi para petugas pertanian dan
petani.
3. Pengembangan Sentra Buah-buahan unggulan, tanaman pangan dan sayuran
spesifik lokasi.
4. Rahabilitasi, intensifikasi dan ekstensifikasi komoditi perkebunan.
5. Pengawasan peredaran dan penggunaan pupuk dan pestisida
6. Pengembangan diversifikasi usahatani dan perlindungan usaha perkebunan
7. Penyediaan dan pengawasan peredaran dan penggunaan bibit bermutu
8. Peningkatan nilai tambah produk pertanian/perikanan melalui pasca panen,
peningkatan mutu, pengolahan hasil dan pemasaran;
9. Pengembangan infrastruktur (sarana prasarana) pertanian, peternakan, perikanan
serta perdesaan;
10. Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan berupa
bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat atau bergulir.
11. Pengembangan agribisnis peternakan melalui pengembangan sentra, agropolitan,
sistim informasi peternakan, penerapan teknologi pemasaran hasil, kelembagaan
dan kemitraan usaha.

3. Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pertanian

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing


masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau akses terhadap
sumberdaya usaha pertanian.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini adalah :

1. Pemberdayaan masyarakat pertanian dalam memanfaatkan teknologi dan


informasi pertanian melalui pelatihan dan studi banding.

- 90
Agenda Pembangunan

2. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan;


3. Penumbuhan dan penguatan lembaga pertanian dan perdesaan untuk
meningkatkan posisi tawar petani dan nelayan dan pembudidaya ikan;
4. Pemberdayaan Petani melalui peltihan dan penguatan assisiasi perkebunan.
5. Penyederhanaan mekanisme dukungan kepada petani dan pengurangan hambatan
usaha pertanian/perikanan.
6. Pengembangan upaya pengentasan kemiskinan melalui perdayaan petani.

4. Program Pengembangan Sumberdaya Perikanan

Program ini bertujuan untuk mengelola, mengembangkan, dan memanfaatkan


sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan
nilai tambah hasil perikanan serta pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan
masyarakat pesisir.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi :

1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir;


2. Pengembangan kawasan budidaya laut, air payau, dan air tawar;
3. Penataan kembali usaha budidaya tambak (air payau) dan air tawar;
4. Penyempurnaan sistem perbenihan serta peningkatan pembangunan sarana
prasarana perikanan;
5. Peningkatan usaha perikanan skala kecil dan peningkatan pemasaran, mutu, dan
nilai tambah produk perikanan;

5. Program Pemantapan Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan

Program ini bertujuan untuk lebih memanfaatkan potensi sumberdaya hutan,


secara efisien, optimal, adil dan berkelanjutan.

Kegiatan pokok yang dilakukan melalui program ini meliputi :

1. Pengembangan produk-produk kayu bernilai tinggi;


2. Pemberian hak pengelolaan untuk periode tertentu atau HPH kepada masyarakat
untuk mengembangkan hutan tanaman dan hasil hutan non kayu;
3. Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang
hidup di sekitar hutan (peladang berpindah, pionir hutan atau transmigran) dalam
pengembangan hutan tanaman yang lestari,
4. Peningkatan rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin ketersediaan pasokan air
irigasi untuk pertanian.

Untuk mendukung revitalisasi pertanian juga diperlukan dukungan program-


program dan kegiatan sebagai berikut :

6. Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh; Pengurangan


Ketimpangan Pembangunan Daerah), dengan kegiatan pokok :

1. Memfasilitasi daerah untuk mengembangkan kawasan-kawasan yang strategis dan


cepat tumbuh, melalui pemberian bantuan teknis dan pendampingan kepada
pelaku usaha, pengrajin, petani dan nelayan.

- 91
Agenda Pembangunan

2. Mendorong pertumbuhan agroindustri yang berdaya saing melalui pemberian


insentif yang menarik untuk penanaman modal seperti kemudahan perpajakan,
perizinan
3. Mengembangkan pasar bagi produk hasil segar dan hasil olahan, melalui
peningkatan akses terhadap informasi pasar dan jaringan pemasaran.
4. Peningkatan akses petani dan pengusaha kecil dan menengah kepada sumber-
sumber permodalan.

7. Program Pengembangan Perkotaan dan Perdesaan dengan kegiatan pokok :

1. Pemantapan dan pengembangan kawasan agropolitan yang strategis dan


potensial.
2. Pengembangan prasarana ekonomi perdesaan terutama prasarana pertanian dan
transportasi penghubung dengan kawasan perkotaan.
3. Pemantapan kelembagaan masyarakat dan pemerintahan perdesaan dalam
pengelolaan kegiatan pertanian, kelautan, perikanan, agrobisnis, dan
agroindustri.

2.2.5. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah dan Kawasan

Salah satu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi


regional adalah memberikan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan
program-program pembangunan regional, sehingga seluruh pertanggungjawaban,
pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh pemerintah daerah. Namun
sebagaimana diketahui meskipun ada otonomi daerah, pembangunan ekonomi
didaerah tidak hanya berasal dari program pembangunan regional (sebagai
manifestasi dari azas desentralisasi), tapi juga berasal dari program sektoral (sebagai
perwujudan azas dekonsentrasi). Kedua program itu dijalankan secara bersama-sama
oleh pemerintah dalam rangka menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan
ekonomi antardaerah. Tetapi, sampai saat ini program sektoral masih mendominasi
program regional, sehingga otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung
jawab belum terwujud sepenuhnya.
Laju pertumbuhan rata-rata PDRB Provinsi Jambi periode 1993-1999 sebesar
8,50 persen (berdasarkan harga konstan 1993), kemudian periode 2000-2004
mencapai 5,53 berdasarkan harga konstan tahun 2000, namun pertumbuhan yang
tinggi tersebut belum sepenuhnya dinikmati secara merata oleh lapisan masyarakat
di daerah. Keragaman ekonomi antardaerah tersebut antara lain disebabkan karena
tingkat perbedaan yang cukup berarti dalam laju pertumbuhan antardaerah, potensi
antardaerah yang telah dikembangkan, laju pertumbuhan penduduk, laju inflasi,
penyerapan tenaga kerja menurut sektor, kualitas sumberdaya manusia, fasilitas
yang tersedia antardaerah dan tingkat produktivitas tenaga kerja antar daerah.
Di samping itu ketimpangan antarwilayah terjadi karena struktur ekonomi yang
berbeda, dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor
lain yang pada gilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Pertumbuhan ekonmi yang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya
kontribusinya pada PDRB Provinsi.
Kebijaksanaan pemerataan pembangunan daerah untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan yang terpadu antar
sektor maupun regional. Keterpaduan antar perencanaan pembangunan daerah dan
perencanaan nasional merupakan keharusan agar tidak terjadi kesenjangan
pembangunan antar dan intra daerah.

- 92
Agenda Pembangunan

Kajian terhadap pembangunan daerah menjadi sangat penting pada saat ini
terutama karena masih adanya berbagai perbedaan yang mendasar. Pada tahun 1990,
PDRB perkapita di Provinsi terkaya (Kalimantan Timur) mencapai sekitar 16 kali lipat
dari Provinsi termiskin (Nusa Tenggara Timur). Bahkan setelah sektor migas tidak
diperhitungkanpun perbedaan tersebut masih tetap besar. Demikian juga kepadatan
penduduk beberapa daerah padat di Pulau Jawa angkanya melebihi 1000 orang
perkilometer persegi pada tahun 1990 sedangkan pada tahun 1999 sudah diatas 5.000
orang per km persegi. Hal yang sangat berbeda dengan keadaan daerah terpencil di
Irian Jaya yang kepadatan penduduknya hanya 4 orang, sementara kepadatan di
Kalimantan hanya 9 orang perkilometer persegi.
Isu daerah menjadi penting untuk beberapa alasan, salah satunya bersifat
politis. Secara politis, permasalahan etnis di Indonesia merupakan isu yang paling
sensitif bagi keutuhan persatuan dan kesatuan. Hal ini terbukti pada saat ini dimana
semangat persatuan kenegaraan mulai melemah dan rasa sentimen kedaerahan mulai
menguat. Sebagian masalah muncul akibat ketidakmerataan distribusi sumberdaya
alam serta keharusan bahwa penghasilan dari sumberdaya alam daerah harus
diserahkan hampir seluruhnya kepada pusat dan bukannya kepada daerah penghasil
itu sendiri. Atas dasar ini tidak heran kalau kemudian muncul ketidakpuasan pada
Provinsi-Provinsi yang kaya mineralnya seperti Irian Jaya, Aceh, Kalimantan Timur
dan Riau.
Alasan lain mengapa daerah sangat penting untuk Indonesia adalah berkaitan
dengan dinamika spasial yang terjadi didaerah-daerah. Terutama dalam konteks
penerapan otonomi daerah. Sejarah menunjukkan bahwa masalah kedaerahan di
Indonesia memperlihatkan adanya ketidakseimbangan yang mencolok antara Jawa
dan Pulau-pulau lainnya di luar Jawa. Pulau Jawa yang luasnya hanya 6% lebih
sedikit dari luas Indonesia dipadati lebih dari 60% penduduk Indonesia.
Provinsi Jambi merupakan suatu daerah yang sangat dinamis, baik dari segi
ekonomi maupun demografi. Di pihak lain, sifat khas banyak segi pertumbuhan
ekonomi yang dihasilkan melalui investasi berskala besar dan bercorakkan enclave
mengakibatkann banyak orang mempertanyakan mengenai interaksi yang sebenarnya
antara dinamisme ekonomi ini dan kesejahteraan sosial rakyat banyak. Kehadiran
beberapa industri besar di Jambi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
wilayah dan meyeimbangkan struktur ekonomi daerah dari ketergantungan pada
sektor primer ke industri yang berbasis pada industri pengolahan yang berasal dari
sektor pertanian (agroindustri).
Dalam konteks negara berkembang ketimpangan dan ketidakseimbangan
(disparities and imbalances) saling berkaitan dan melekat dalam struktur ekonomi
dan secara bersamaan menjadi kendala utama bagi proses akumulasi dan alokasi
serta menimbulkan kesenjangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan.
Ketimpangan dan ketidakseimbangan tersebut diatas menyangkut keempat rupa
sumberdaya produksi yang sekaligus merupakan dinamika dalam perkembangan
jangka panjang, yaitu: sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi,
sumberdaya alam, kapasitas produksi yang terpasang serta pemanfaatannya dan
perawatannya (Djodjohadikusumo, 1994).
Dalam perkembangan dewasa ini tampak adanya dua dimensi tambahan pada
transformasi dalam proses pembangunan, yaitu ekonomi daerah regional/spasial
(regional economics/spatial development) sebagai belahan yang inheren dalam
sistem ekonomi nasional dan pemeliharaan ekosistem yang kini lazim disebut sebagai
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut pola dan
arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam wilayah
negara kesatuan atau Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam

- 93
Agenda Pembangunan

sumberdaya manusia dan investasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya
akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan
perkapita antardaerah di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya
perbedaan dan ketimpangan pada pola, laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita
antar berbagai kawasan dalam suatu wilayah dalam satu negara. Dalam rangka
memperkecil ketimpangan pembangunan antar daerah perlu diambil langkah-langkah
untuk menyempurnakan sistem perencanaan pembangunan daerah sebagaimana yang
berlaku dewasa ini. Dalam kaitan ini pengertian pembangunan daerah harus
diperluas dari sekedar sebuah sektor dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional, menjadi sebuah perencanaan pembangunan daerah terpadu.
Penetapan kerangka perencanaan pembangunan daerah sebagai sebuah sektoral
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari proses
perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah adalah semua kegiatan
pembangunan yang ada atau dilakukan di daerah, yang unsur-unsurnya terdiri dari (1)
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek pembangunan nasional yang ada di daerah itu
sendiri, (2) kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek pembangunan daerah sendiri, diluar
yang sudah direncanakan oleh pemerintah pusat.
Usaha-usaha untuk melakukan pemerataan pembangunan antar daerah ingin
dicapai dengan mempergunakan jalur proyek-proyek. Walaupun dalam hal tertentu
usaha-usaha ini mampu mengurangi disparitas penyediaan sarana pelayanan sosial,
tetapi peranannya di dalam pembangunan daerah masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan program dan proyek-proyek sektoral.
Sejak tahun 1999 pertumbuhan ekonomi mulai meningkat, namun karena
sebagian besar daerah kabupaten masih mengandalkan pertumbuhan ekonominya
pada sektor primer seperti sumberdaya alam dan migas, menyebabkan tingkat
kesenjangan pendapatan antardaerah juga meningkat. Hal ini tergambar dari
kontribusi sektor primer masih relatif besar untuk terutama migas, untuk Provinsi
Jambi kontribusinya terus meningkat, bahkan pada saat ini sektor pertambangan
telah memberikan kontribusi sebesar 13,5 persen terhadap PDRB, dengan laju
pertumbuhan rata-rata selama periode 2000-2003 sebesar 18,36 persen per tahun.
Keadaan ini sebenarnya jika tidak disikapi dengan arif, akan berpengaruh pada
struktur ekonomi Provinsi Jambi yang pada gilirannya ketergantungan pada migas
menjadi besar, dan kreativitas untuk mendorong sektor lain dapat berkurang.
Dengan demikian jika dihubungkan dengan trend meningkatnya tingkat
kesenjangan pendapatan antardaerah, yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya
koefisien Williamson terutama tahun 1998 sampai tahun 2003 memberikan indikasi
bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat kesenjangan pendapatan antar
daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi, untuk beberapa periode.
Karateristik wilayah yang sangat berbeda antara wilayah barat dan timur
membutuhkan penanganan yang berbeda pula, baik dalam pembangunan
infrastruktur maupun sumberdaya manusianya.

A. Permasalahan

Banyak Wilayah-Wilayah Yang Masih Tertinggal Dalam Pembangunan.


Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak
tersentuh oleh program–program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan
sosial, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah di
sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di
wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar
dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah
tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain: (1)

- 94
Agenda Pembangunan

terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan


wilayah yang relatif lebih maju; (2) kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar;
(3) kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya
manusia; (4) belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh
pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah
(PAD) secara langsung; (5) belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk
pengembangan wilayah-wilayah ini.
Belum Berkembangnya Wilayah-Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh. Banyak
wilayah-wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum
dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain: (1) adanya
keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk unggulan;
(2) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku
pengembangan kawasan di daerah; (3) belum optimalnya dukungan kebijakan
nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha swasta; (4) belum
berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan
pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah; (5) masih
lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerjasama diantara pelaku-pelaku pengembangan
kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, dan masyarakat, serta
antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dalam upaya meningkatkan
daya saing produk unggulan; (6) masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha
skala kecil terhadap modalpengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi,
dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerjasama
investasi; (7) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam
mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (8) belum
optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar wilayah maupun antar negara
untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan. Sebenarnya,
wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan secara lebih cepat,
karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika sudah berkembang,
wilayah-wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai penggerak bagi
pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya yang miskin sumber daya dan
masih terbelakang.
Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih Terbelakang. Wilayah
perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam
yang cukup besar, namun pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih
sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan dalam wilayah. Kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga masyarakat daerah tetangga. Hal
ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan
yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan
sosial.
Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan
adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung
berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya
menjadi halaman belakang dari pembangunan daerah. Akibatnya, wilayah-wilayah
perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh
pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu pulau-pulau kecil yang ada di Jambi
sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau.
Diantaranya banyak yang sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh
oleh pelayanan dasar dari pemerintah.
Kurang Berfungsinya Kota-kota sebagai motor penggerak (engine of
development) dalam Pengembangan Wilayah. Pembangunan wilayah pada dasarnya
berlangsung di wilayah perkotaan dan perdesaan di seluruh Provinsi Jambi.

- 95
Agenda Pembangunan

Pembangunan perkotaan dan perdesaan ini saling terkait membentuk suatu sistem
pembangunan wilayah yang sinergis. Namun hal ini belum sepenuhnya terjadi di
Provinsi Jambi karena peran kota-kota sebagai ‘motor penggerak’ (engine of
development) belum berjalan dengan baik, terutama kota-kota di Muara Jambi,
Tanjung Jabung Timur, Muara Tebo dan Muara Bulian. Disamping itu pembangunan
kota-kota yang hirarkis juga belum sepenuhnya terwujud sehingga belum dapat
memberikan pelayanan yang efektif dan optimal bagi wilayah pengaruhnya.
Keterkaitan antar kota-kota dan antar kota-desa yang berlangsung saat ini tidak
semuanya saling mendukung dan sinergis. Masih banyak diantaranya yang berdiri
sendiri atau bahkan saling merugikan. Akibat nyata dari kesemua hal tersebut adalah
timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Ketidakseimbangan Pertumbuhan Antar Kota Jambi dengan Kota-kota
Menengah dan Kecil di Provinsi Jambi. Pertumbuhan kota Jambi saat ini relative
cepat, sedangkan pertumbuhan kota-kota kecil, terutama di luar Kota Jambi,
berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang ini
ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah menimbulkan
urbanisasi yang tidak terkendali.
Sejalan itu Myrdal (1957) menyatakan, bahwa dari masa ke masa investasi akan
mengalir dari daerah yang relatif miskin ke daerah-daerah yang relatif kaya. Gejala
ini timbul sebagai akibat dari kombinasi dua faktor berikut (1) tabungan yang ada di
daerah miskin walaupun jumlahnya kecil, tidak dapat digunakan secara efektif
karena kurangnya permintaan investasi daerah tersebut, (2) tabungan akan
diinvestasikan ke daerah yang relatif lebih kaya, karena akan lebih terjamin dan
memberikan keuntungan yang lebih besar. Keadaan semacam ini oleh Hirschman
disebut sebagai polarization effect yang ternyata lebih kuat dibandingkan dengan
trickle down effect yaitu faktor-faktor yang dapat menimbulkan pengaruh
menguntungkan bagi pertumbuhan suatu daerah.
Kecenderungan perkembangan semacam ini berdampak negatif (negative
externalities) terhadap perkembangan kota Jambi itu sendiri, maupun kota-kota
kecil di wilayah lainnya. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan
metropolitan, antara lain adalah: (1) terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap
sumber daya alam di sekitar kota Jambi untuk mendukung dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi; (2) terjadinya secara terus menerus konversi lahan pertanian
produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri; (3) menurunnya
kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan lingkungan
dan timbulnya polusi; (4) menurunnya kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena
permasalahan sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar
perkotaan; (5) tidak mandiri dan terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga
justru menjadi tambahan beban bagi kota inti. Terjadinya permasalahan tersebut
diatas mengindikasikan telah berlangsungnya ‘diseconomies of scale’ karena terlalu
besarnya jumlah penduduk perkotaan dan terlalu luasnya wilayah yang perlu dikelola
secara terpadu.
Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota. Kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan
dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini merupakan konsekuensi dari
perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh
swasta maupun pemerintah (infrastruktur dan kelembagaan) cenderung
terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain dari pada itu, kegiatan ekonomi di wilayah
perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang
dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat
mendorong perkembangan perdesaan (trickling down effects), justru memberikan
dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan (backwash effects).

- 96
Agenda Pembangunan

Rendahnya Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Sebagai Acuan Koordinasi


Pembangunan Lintas Sektor dan Wilayah. Pembangunan yang dilakukan di suatu
wilayah saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya.
Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali
menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara
berkelebihan sehingga menurunkan kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi)
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, seringkali pula terjadi konflik
pemanfaatan ruang antar sektor, contohnya adalah terjadinya konflik antar
kehutanan dan pertambangan. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan
tersebut adalah karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum
menggunakan ’Rencana Tata Ruang’ sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi
pembangunan antar sektor dan antar wilayah.
Sistem Pengelolaan Pertanahan Yang Masih belum Optimal. Pengelolaan
pertanahan secara transparan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
Penataan ruang. Pada saat ini masih terdapat berbagai masalah dalam pengelolaan
pertanahan, antara lain: (a) sistem pengelolaan pengelolaan tanah yang belum
efektif dan efisien; (b) belum terwujudnya kelembagaan pertanahan yang efisien
dalam memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat; (c) masih rendahnya
kompetensi pengelola pertanahan; (d) masih lemahnya penegakan hukum terhadap
hak atas tanah yang menerapkan prinsip-prinsip yang adil, transparan, dan
demokratis.

B. Sasaran

Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan tertinggal sangat
membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari pemerintah, sehingga
diharapkan dapat mempercepat pembangunan di wilayah-wilayah ini yang pada
akhirnya dapat meningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Sasaran dari pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah
adalah :

1. Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan


strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu ‘sistem
wilayah pengembangan ekonomi’ yang terintegrasi dan sinergis;
2. Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota
menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan
di Provinsi Jambi;’
3. Terwujudnya percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama
di luar Kota Jambi, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai
‘motor penggerak’ pembangunan di wilayah-wilayah pengaruhnya dalam ‘suatu
sistem wilayah pengembangan ekonomi,’ termasuk dalam melayani kebutuhan
masyarakat warga kotanya;
4. Terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan
perdesaan dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang saling
menguntungkan;
5. Terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam suatu
‘sistem wilayah pembangunan yang berkelanjutan.’
6. Terwujudnya sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta terlaksananya
penegakan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat dengan menerapkan
prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi.

- 97
Agenda Pembangunan

C. Arah Kebijakan

Dalam rangka mencapai sasaran pengurangan ketimpangan pembangunan antar


wilayah dimaksud diatas, diperlukan arah kebijakan sebagai berikut :

1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis


dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di
sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang sinergis,
tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan
pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya
ini dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta
mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama
antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung
peluang berusaha dan investasi di daerah;
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan
berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan
pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu
dilakukan selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui
skema dana alokasi khusus, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan
ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem
wilayah pengembangan ekonomi’;
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan
pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi
outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu
gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan provinsi tetangga.
Pendekatan pembangunan yang dilakukan melalui pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach);
4. Menyeimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota dan desa. Oleh karena itu
perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi (forward and
backward linkages) sejak tahap awal mata rantai industri, tahap proses produksi
antara, tahap akhir produksi (final process), sampai tahap konsumsi (final
demand) di masing-masing kota sesuai dengan hirarkinya. Hal ini perlu didukung,
antara lain, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar
kabupaten;
5. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil di luar Kota Jambi,
sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor penggerak’
pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya, maupun dalam melayani kebutuhan
warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain,
memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan seseuai dengan tipologi kota
masing-masing;
6. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan
dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan secara sinergis (hasil produksi
wilayah perdesaan merupakan ‘backward linkages’ dari kegiatan ekonomi di
wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’;
7. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki perencanaan
(RTRWNasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai
acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah;
8. Merumuskan sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta melaksanakan
penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan demokrasi.

- 98
Agenda Pembangunan

D. Program-program pembangunan.

Program-program yang diperlukan untuk menerapkan arah kebijakan


pengurangan ketimpangan pembangunan tersebut diatas adalah sebagai berikut:

I. Program Unggulan

I.1. Program Pengembangan Wilayah Strategis Dan Cepat Tumbuh

Program ini bertujuan mendorong percepatan pembangunan kawasan-kawasan


yang berpotensi sebagai pusat-pusat pertumbuhan, agar dapat mengoptimalkan
pengembangan potensi sumber daya alamnya untuk mendukung upaya peningkatan
daya saing kawasan dan produk-produk unggulannya di pasar domestik dan
internasional, sehingga dapat mempercepat pembangunan ekonomi wilayah, yang
pada akhirnya diharapkan pula dapat mendorong dan mendukung kegiatan ekonomi di
wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’.
Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk-produk
unggulan di pasar regional, nasional, dan global, maka kegiatan pokok yang akan
dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :

1. Peningkatan pengembangan kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh,


khususnya kawasan yang memiliki produk unggulan, melalui pemberian bantuan
teknis dan pendampingan kepada Pemerintah Daerah, pelaku usaha, pengrajin,
petani dan nelayan;
2. Peningkatan penyediaan prasarana dan sarana, seperti pembangunan sistem
jaringan perhubungan termasuk outlet-outlet pemasaran yang efisien dalam
rangka menghubungkan kawasan strategis dan cepat tumbuh dengan pusat-pusat
perdagangan nasional dan internasional, termasuk upaya untuk meningkatkan
aksesibilitas yang menghubungkan dengan wilayah-wilayah tertinggal;
3. Pemberdayaan kemampuan pemerintah daerah untuk membangun klaster-klaster
industri, agroindustri, yang berdaya saing di lokasi-lokasi strategis melalui
pemberian insentif yang kompetitif sehingga dapat menarik investor domestik
maupun asing untuk menanamkan modalnya.
4. Penguatan pemerintah daerah untuk meningkatkan, mengefektifkan dan
memperluas kerjasama pembangunan ekonomi regional yang saling
menguntungkan antar Provinsi Jambi, dengan Provinsi Riau serta dengan negara-
negara tetangga, termasuk peningkatan kerjasama ekonomi sub-regional yang
selama ini sudah dirintis, yaitu IMS-GT;
5. Peningkatan kerja sama antar pemerintah daerah melalui sistem jejaring kerja
(networking) yang saling menguntungkan. Kerja sama ini sangat bermanfaat
sebagai sarana saling berbagi pengalaman (sharing of experiences), saling berbagi
manfaat (sharing of benefits), maupun saling berbagi dalam memikul tanggung
jawab pembiayaan pembangunan (sharing of burdens) terutama untuk
pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi yang menuntut
skala ekonomi (scale of economy) tertentu sehingga tidak efisien untuk dibangun
di masing-masing daerah;
6. Pemberdayaan pemerintah daerah dalam: (a) mengidentifikasi produk-produk
unggulan; (b) pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan; (b)
peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pelaku ekonomi; (c)
peningkatan akses petani dan pengusaha kecil menengah kepada sumber-sumber
permodalan; (d) perluasan jaringan informasi teknologi dan pemanfaatan riset

- 99
Agenda Pembangunan

dan teknologi yang difokuskan untuk mendukung produk unggulan;


(e)pengembangan kelembagaan pengelolaan pengembangan usaha;

I.2. Program Pengembangan Wilayah Tertinggal

Program ini ditujukan untuk mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di Provinsi Jambi,
termasuk di wilayah-wilayah yang dihuni komunitas adat terpencil.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah


adalah :

1. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan,


khususnya untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah
tertinggal melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan
pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), skema
pembiayaan lain baik kerjasama dengan Pemerintah maupun swasta.
2. Peningkatan kapasitas (capacity building) terhadap masyarakat, aparatur
pemerintah, kelembagaan, dan keuangan daerah. Selain dari pada itu, upaya
percepatan pembangunan SDM sangat diperlukan melalui pengembangan sarana
dan prasarana sosial terutama bidang pendidikan dan kesehatan;
3. Pemberdayaan komunitas adat terpencil untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemampuan beradaptasi dengan kehidupan masyarakat yang lebih kompetitif;
4. Pembentukan pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyediaan pelayanan umum, terutama untuk wilayah-wilayah yang
mempunyai kepadatan penduduk rendah dan tersebar. Hal ini antara lain dapat
dilaksanakan melalui transmigrasi lokal, maupun antar regional;
5. Peningkatan akses petani, nelayan, transmigran dan pengusaha kecil menengah
kepada sumbersumber permodalan, khususnya dengan skema dana bergulir dan
kredit mikro, serta melalui upaya penjaminan kredit mikro oleh pemerintah
kepada perbankan, salah satu seperti Kredit KUPEM
6. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan wilayah-
wilayah cepat tumbuh dan strategis, terutama pembangunan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkan antar wilayah.

I.3. Program Pengelolaan Pertanahan

Program penataan ruang tidak akan berjalan secara efektif tanpa disertai
program pengelolaan pertanahan. Program pengelolaan pertanahan ditujukan untuk:
(1) meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui
penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan secara konsisten; (2)
memperkuat kelembagaan pertanahan di provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat; (3) mengembangkan sistem pengelolaan
dan administrasi pertanahan yang transparan, terpadu, efektif dan efisien dalam
rangka peningkatan keadilan kepemilikan tanah oleh masyarakat; dan (4)
melanjutkan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah secara berkelanjutan sesuai dengan RTRW dan dengan
memperhatikan kepentingan rakyat.

Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah :

- 100
Agenda Pembangunan

1. Pembangunan sistem pendaftaran tanah yang efisien dan transparan, termasuk


pembuatan peta dasar dalam rangka percepatan pendaftaran tanah;
2. Penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang
berkeadilan, berkelanjutan, dan menjunjung supremasi hukum, dengan mengacu
pada rencana tata ruang wilayah dan kepentingan rakyat;
3. Peningkatan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan SDM pertanahan di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan penataan dan pelayanan
pertanahan yang sesuai dengan prinsipprinsip pembaruan agraria dan tata ruang
wilayah;
4. Penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan untuk meningkatkan
kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui sinkronisasi
peraturan-peraturan perundangan pertanahan;
5. Pengembangan sistem informasi pertanahan provinsi yang handal dan mendukung
terlaksananya prinsip-prinsip good governance dalam rangka peningkatan
koordinasi, pelayanan dan pengelolaan pertanahan.
6. Program subsidi sertifikasi tanah bagi petani untuk peningkatan kesejahteraan
petani dan sistem administarsi pertanahan yang baik.

II. Program Penunjang

II.1. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan

Program ini ditujukan untuk: (1) menjaga kesatuan wilayah Provinsi Jambi
melalui penetapan hak yang dijamin oleh hukum nasional; (2) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan
dengan provinsi tetangga.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :

1. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup


dan kesejahteraan masyarakat melalui: (a) peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi; (b) peningkatan kapasitas SDM; (c) pemberdayaan
kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan; (d) peningkatan mobilisasi
pendanaan pembangunan;
2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan,
terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema
pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus
(DAK), dan skema lainnya.

II.2. Program Pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah

Program ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan kemampuan pembangunan dan


produktivitas kota-kota kecil dan menengah; (2) meningkatkan fungsi eksternal kota-
kota kecil dan menengah dalam suatu ’sistem wilayah pengembangan ekonomi’ dan
memantapkan pelayanan internal kota- kota tersebut.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :

1. Peningkatan pertumbuhan industri kecil di kota-kota kecil, khususnya industri


yang mengolah hasil pertanian (agroindustry) dari wilayah-wilayah perdesaan,

- 101
Agenda Pembangunan

melalui: (a) pengembangan sentrasentra industri kecil dengan menggunakan


teknologi tepat guna; (b) peningkatan fungsi pasar lokal; (c) peningkatan
prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan kota-kota kecil dengan
wilayah-wilayah perdesaan; .
2. Penyiapan dan pemantapan infrastruktur sosial dasar perkotaan di kota-kota kecil
dan menengah untuk dapat melayani fungsi internal dan eksternal kotanya,
terutama wilayah-wilayah yang masuk dalam satuan wilayah pengembangan
ekonomi;
3. Pemberdayaan kemampuan: (a) profesionalisme aparatur dalam pengelolaan dan
peningkatan produktivitas kota; (b) kewirausahaan dan manajemen pengusaha
kecil dan menengah dalam meningkatkan kegiatan usaha, termasuk penerapan
‘good corporate governance’; (c) masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan kebijakan-kebijakan publik perkotaan di kota-kota kecil
dan menengah;
4. Penyempurnaan kelembagaan melalui reformasi dan restrukturisasi kelembagaan
dengan menerapkan prinsip-prinsip ‘good urban governance’ dalam pengelolaan
perkotaan kota-kota kecil dan menengah dalam rangka meningkatkan fungsi
pelayanan publik;
5. Pemberdayaan kemampuan pemerintah kota dalam memobilisasi dana
pembangunan melalui:
(a) peningkatan kemitraan dengan swasta dan masyarakat; (b) pinjaman langsung
dari bank komersial dan pemerintah provinsi dan pusat; (c) penerbitan obligasi
daerah (municipal bond); (d) ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dan retribusi;
6. Pemberdayaan kemampuan pengusaha kecil dan menengah, melalui: (a)
pemberian akses permodalan; (b) pengembangan informasi pasar bagi produk-
produk lokal; (c) pemberian bantuan teknologi tepat guna.

II.3. Program Penataan Tata Ruang Wilayah

Rencana tata ruang merupakan landasan atau acuan kebijakan spasial bagi
pembangunan lintas sektor maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis
dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) telah menetapkan
norma-norma spatial pemanfaatan ruang wilayah daerah. RTRW Provinsi berisikan:
(a) pola pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya di Provinsi
Jambi; (b) struktur pengembangan jaringan sarana dan prasarana wilayah, termasuk
pusat-pusat permukiman. Oleh karena itu, sangat penting untuk memanfaatkan RTRW
Provinsi Jambi sebagai acuan penataan ruang daerah, yang kemudian dijabarkan
kedalam RTRW Kabupaten/Kota.
Dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian ruang, program ini ditujukan
untuk: (1) menyerasikan peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang
terkait; (2) harmonisasi pembangunan penataan ruang antar wilayah kabupaten/kota;
(3) mengendalikan pemanfaatan ruang yang efektif dengan menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan keseimbangan pembangunan antar fungsi; (4)
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; serta
(5) mewujudkan sistem kelembagaan penataan ruang yang dapat meningkatkan
koordinasi dan konsultasi antar pihak.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Pelaksanaan sosialisasi RTRW Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota dan


stakeholder terkait, dalam rangka implementasi RTRW Provinsi tersebut.

- 102
Agenda Pembangunan

2. Pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjamin kesesuaian rencana dengan


pelaksanaan, penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, dan peningkatan
keseimbangan pembangunan antar fungsi;
3. Pemantapan koordinasi dan konsultasi antara provinsidan kabupaten/kota, antar
lembaga eksekutif dan legislatif, serta dengan lembaga dan organisasi masyarakat
yang terkait dalam kegiatan penataan ruang di tingkat Provinsi dan
kabupaten/kota

2.2.6. Pengurangan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Antar Golongan


Masyarakat

1. Permasalahan

Kemiskinan diartikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang


yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami
masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang
bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya
meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa
aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi
dalam kehidupan sosial-politik. Permasalahan kemiskinan akan dilihat dari aspek
pemenuhan hak dasar, beban kependudukan, dan ketidakadilan dan ketidaksetaraan
gender.

2. Kegagalan Pemenuhan Hak Dasar

Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan. Terbatasnya kecukupan dan mutu


pangan masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin di beberapa daerah.
Kesulitan dalam pemenuhan pangan ini disebabkan oleh (1) rendahnya daya beli, (2)
keterbatasan stok pangan di beberapa daerah (3) kondisi wilayah yang terisolir, dan
(4) rendahnya pengetahuan masyarakat akan mutu pangan. Ini berarti, masalah
kecukupan dan mutu pangan terkait dengan aspek ekonomi, produksi bahan pangan,
geografis dan pendidikan.
Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan. Masalah utama
yang menyebabkan rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin adalah
rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar atau terbatasnya akses pusat
layanan kesehatan terhadap masyarakat, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar,
kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan
kesehatan reproduksi.
Tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Kelompok masyarakat
berpendapatan rendah memiliki tingkat kesehatan yang masih rendah. Penyakit ISPA
merupakan penyakit utama yang masih banyak diderita masyarakat miskin. Tingkat
kesehatan masyarakat miskin diperburuk dengan masih tingginya penyakit menular
seperti malaria. Kondisi ini berdampak secara nyata terhadap kemampuan
masyarakat miskin dalam meningkatkan kemampuan ekonominya karena sangat
mempengaruhi produktivitas mereka.
Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat miskin juga disebabkan oleh (1)
perilaku hidup mereka yang tidak sehat, (2) jarak fasilitas layanan kesehatan yang
jauh dan (3) biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Masalah lainnya adalah
rendahnya mutu layanan kesehatan dasar yang disebabkan oleh terbatasnya tenaga
kesehatan, kurangnya peralatan, dan kurangnya sarana kesehatan. Utilisasi rumah

- 103
Agenda Pembangunan

sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung
memanfaatkan pelayanan di puskesmas. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk
sistem jaminan sosial sangat terbatas terjangkau oleh masyarakat miskin. Rendahnya
layanan kesehatan juga disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh pusat layanan kesehatan sehingga masyarakat miskin tidak mampu
mendapatkan layanan kesehatan yang baik. Peranan swasta sangat terbatas dari apa
yang diharapkan. Rendahnya mutu dan terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan
akan mengakibatkan tingginya angka kematian.
Terbatasnya Akses & Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan. Salah satu
penyebab terjadinya perangkap kemiskinan karena rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat. Diperlukan berbagai upaya guna memenuhi kebutuhan tingkat
pendidikan dasar hingga menengah. Terbatasnya akses, biaya pendidikan yang tidak
terjangkau, mutu layanan pendidikan yang rendah merupakan beberapa hal yang
perlu menjadi perhatian serius.
Pada saat ini masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antar kelompok
masyarakat terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin dan antara
perdesaan dan perkotaan. Bila kondisi ini terus berlangsung maka kemiskinan
struktural akan sulit untuk di atasi dan ketimpangan dalam berbagai hal akan
semakin meluas. Perkembangan ke arah yang sangat memprihatinkan tersebut
memerlukan antisipasi secara dini dan bijak.
Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar
terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun
tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan oleh
Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran
sekolah. Pengeluaran lain diluar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis,
seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi
masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Di samping itu saat ini
ketersediaan fasilitas pendidikan untuk jenjang SMP/MTs ke atas di daerah
perdesaan, daerah terpencil dan kepulauan masih terbatas. Hal tersebut menambah
keengganan masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya karena bertambahnya
biaya yang harus dikeluarkan.
Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha. Penyebab utama terjadinya
kemiskinan adalah terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang berusaha,
lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya
perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh
migran perempuan dan pembantu rumahtangga.
Keterpaksaan untuk mendapatkan pekerjaan menyebabkan lemahnya daya
tawar masyarakat miskin dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang
merugikan. Masyarakat miskin juga harus mau menerima pekerjaan dengan imbalan
yang terlalu rendah dengan sistem kontrak yang sangat rentan terhadap pemutusan
hubungan kerja secara sepihak oleh pemberi kerja. Kesulitan ekonomi juga memaksa
anak dan perempuan untuk bekerja. Pekerja perempuan, khususnya buruh migran
perempuan dan pembantu rumahtangga, serta pekerja anak menghadapi resiko yang
sangat tinggi untuk dieksplotasi secara berlebihan, tidak menerima gaji atau digaji
sangat murah, dan diperlakukan secara tidak manusiawi.
Terbatasnya Pengetahuan Mengenai Hunian Sehat dan Sanitasi. Rendahnya
pemahaman masyarakat miskin terhadap hunian yang sehat dan layak, mutu
lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan untuk mendapatkan dan
menghuni perumahan yang layak dan sehat. Penyebab utama dari kondisi demikian
lebih didominasi oleh kemampuan ekonomi dan pendidikan yang sangat rendah.
Mereka tidak memiliki akses dan informasi mengenai perumahan yang diperuntukkan
bagi golongan berpenghasilan rendah.

- 104
Agenda Pembangunan

Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan


pertanian lahan kering juga mengalami kesulitan memperoleh perumahan dan
lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Hal yang sama juga dialami oleh
penduduk lokal yang tinggal di pedalaman hutan. Masalah perumahan dan
permukiman tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari masalah keutuhan
ekosistem dan budaya setempat.
Terbatasnya Akses terhadap Air Bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air
bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap air bersih, terbatasnya
penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Keterbatasan akses
terhadap air bersih akan berakibat pada penurunan mutu kesehatan dan penyebaran
berbagai penyakit lain seperti diare. Akses terhadap air bersih masih menjadi
persoalan terutama bagi daerah di area pemukiman baru atau pemukiman di
sepanjang aliran sungai.
Masyarakat miskin juga mengalami masalah dalam mengakses sumber-sumber
air yang diperlukan untuk usaha tani dan menurunnya mutu air. Berkurangnya air
waduk akibat penggundulan hutan dan pendangkalan, serta menurunnya mutu saluran
irigasi mengakibatkan berkurangnya jangkauan irigasi. Masalah ini membuat lahan
tidak dapat diusahakan secara optimal, yang pada gilirannya mengurangi pendapatan
petani.
Lemahnya Kepastian Kepemilikan dan Penguasaan Tanah. Masyarakat miskin
menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta
ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah
tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan
mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Meningkatnya
jumlah petani gurem dan petani tunawisma mencerminkan kemiskinan di perdesaan.
Masalah tersebut bertambah buruk dengan struktur penguasaan lahan yang timpang
karena sebagian besar petani gurem tidak secara formal menguasai lahan sebagai hak
milik, dan kalaupun mereka memiliki tanah, perlindungan terhadap hak mereka atas
tanah tersebut tidak cukup kuat karena tanah tersebut seringkali tidak bersertifikat.
Tingkat pendapatan rumah tangga petani ditentukan oleh luas tanah pertanian yang
secara nyata dikuasai. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu
faktor penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumberdaya produktif
yang dapat diakses masyarakat miskin.
Sistem Pengelolaan Sumberdaya Alam Yang Buruk dan Menurunnya Mutu
Lingkungan. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir,
daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada
sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan. Namun dikarenakan sistem eksplorasi
yang dilakukan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan maka semakin
menurunkan kemampuan sumber daya alam memberi nilai ekonomi pada masyarakat
miskin secara berkelanjutan.
Pada sisi lain, masyarakat miskin seringkali terpinggirkan dalam pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya alam, seperti terjadi dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam oleh perusahaan besar dan proyek-proyek besar
pemerintah. Demikian juga dengan masyarakat miskin yang tinggal di sekitar daerah
pertambangan tidak dapat merasakan manfaat secara maksimal. Mereka hanya
menjadi buruh pertambangan tanpa ada hak atas kepemilikan terhadap areal
pertambangan yang dikuasai oleh para pemilik modal atas ijin dari negara.
Belum optimalnya penerapan sistim pastisipatif dalam kebijakan
pemerintah. Lemahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu penyebab kegagalan kebijakan dan
program pembangunan dalam mengatasi masalah kemiskinan. Masalah ilegal logging
dan penanganan suku anak dalam merupakan salah satu contoh yang menunjukkan

- 105
Agenda Pembangunan

belum optimalnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan


keputusan dan kebijakan pemerintah.
Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga
disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan
maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka. Secara
formal sosialisasi telah dilaksanakan, namun karena menggunakan sistem perwakilan,
seringkali informasi yang diperlukan tidak sampai ke masyarakat miskin.

3. Beban Ekonomi Kependudukan

Tekanan ekonomi saat ini semakin memberatkan kondisi masyarakat miskin.


Keadaan ini menjadi semakin berat dikarenakan besarnya tanggungan keluarga
rumahtangga miskin yang mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar
daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata-rata
mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumahtangga miskin di
pedesaan adalah 4,8 orang. Dengan beratnya beban rumahtangga, pemenuhan gizi
dan tingkat pendidikan menjadi terhambat. Produktivitas juga menjadi rendah
sehingga berdampak terhadap pendapatannya.

4. Ketidaksetaraan Dan Ketidakadilan Gender

Laki-laki dan perempuan memiliki pengalaman kemiskinan yang berbeda.


Dampak yang diakibatkan oleh kemiskinan terhadap kehidupan laki-laki juga berbeda
dari perempuan. Sumber dari permasalahan kemiskinan perempuan terletak pada
budaya patriarki yang bekerja melalui pendekatan, metodologi, dan paradigma
pembangunan. Sistem pemerintahan yang hirarki, hegemoni dan patriarki telah
meminggirkan perempuan secara sistematis melalui kebijakan, program dan lembaga
yang tidak responsif gender. Angka yang menjadi basis pengambilan keputusan,
penyusunan program dan pembuatan kebijakan, tidak mampu mengungkap dinamika
kehidupan perempuan dan laki-laki. Data tersebut dikumpulkan secara terpusat
tanpa memperhatikan kontekstualitas dan tidak mampu mengungkap dinamika
kehidupan perempuan-laki-laki sehingga kebijakan, program, dan lembaga yang
dirancang menjadi netral gender dan menimbulkan kesenjangan gender di berbagai
bidang kehidupan.
Budaya patriarki mengakibatkan perempuan berada pada posisi tawar yang
lemah, sementara suara perempuan dalam memperjuangkan kepentingannya tidak
tersalurkan melalui mekanisme pengambilan keputusan formal. Masalah keterwakilan
suara dan kebutuhan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk merumuskan
kebijakan publik tersebut sangat penting karena produk kebijakan yang netral gender
hanya akan melanggengkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan terhadap perempuan
yang berakibat pada pemiskinan kaum perempuan.

5. Sasaran

Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam lima tahun mendatang adalah


menurunnya jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan dan terpenuhinya hak-
hak dasar masyarakat miskin. Secara rinci, sasaran tersebut adalah :

1. Menurunnya persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan pada


tahun 2010.
2. Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau
3. Terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu

- 106
Agenda Pembangunan

4. Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata


5. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha
6. Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan sehat
7. Terpenuhinya kebutuhan air bersih dan aman bagi masyarakat miskin
8. Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan SDA dan terjaganya
kualitas lingkungan hidup.
9. Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah
10. Meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan

6. Arah Kebijakan

Untuk merespon permasalahan pokok dan sasaran di atas, maka arah kebijakan
yang diperlukan meliputi:

A. Kebijakan Pokok Pemenuhan Hak-Hak Dasar

a) Pemenuhan Hak Atas Pangan

Terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin yang dilakukan


dengan: (1) meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat miskin melalui perluasan
kesempatan kerja, produktivitas dan tingkat upah dalam upaya pemenuhan dasar
kebutuhan pangan (2) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan
pada penyempurnaan sistem penyediaan dan distribusi pangan secara merata dengan
harga terjangkau, (3) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan
yang diarahkan pada peningkatan kapasitas kelembagaan pendukung ketahanan
pangan berbasis masyarakat, (4) meningkatkan kapasitas masyarakat miskin melalui
kebijakan peningkatan sistem kewaspadaan dini dalam gizi dan rawan pangan, (5)
meningkatkan perlindungan sosial melalui kebijakan yang diarahkan pada
perlindungan dan jaminan kecukupan pangan pada kelompok yang rentan terhadap
goncangan ekonomi, sosial dan bencana alam.

b) Pemenuhan Hak Atas Layanan Kesehatan

Pemenuhan hak dasar masyarakat miskin atas layanan kesehatan yang bermutu
dilakukan dengan: (1) peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin,
termasuk realokasi anggaran kesehatan, dan meningkatkan ketersediaan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau (2) memberdayakan kelembagaan
masyarakat dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pelayanan kesehatan masyarakat miskin, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat
miskin dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan masyarakat miskin seperti
malaria, rendahnya status gizi dan akses pelayanan kesehatan reproduksi.

c) Pemenuhan Hak Atas Layanan Pendidikan

Pemenuhan hak masyarakat miskin untuk memperoleh layanan pendidikan yang


bebas biaya dan bermutu, tanpa diskriminasi gender dilakukan dengan: (1)
memperluas kesempatan masyarakat miskin memperoleh pendidikan yang layak
melalui kebijakan yang diarahkan pada pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
2008 dengan memberikan bantuan khusus bagi keluarga miskin, tanpa diskriminasi
gender, dan memperluas kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan SLTA
dan Perguruan Tinggi bagi anak yang berbakat dari keluarga miskin, (2)
memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang diarahkan pada

- 107
Agenda Pembangunan

peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan alternatif


dan pelatihan bagi masyarakat miskin, serta (3) meningkatkan perlindungan sosial
bagi kelompok rentan melalui peningkatan sarana dan prasarana pendidikan khusus
bagi anak dengan kemampuan berbeda (diffable), pekerja anak, anak jalanan, anak
korban konflik dan bencana alam, tanpa diskriminasi gender.

d) Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan

Pemenuhan hak masyarakat miskin atas pekerjaan dan pengembangan usaha


yang layak dilakukan dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang
diarahkan pada peningkatan akses masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja dan
mengembangkan usaha, dan arah kebijakan dalam pengembangan usaha mikro, kecil,
dan menengah (UMKM), (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui
kebijakan yang diarahkan pada pengembangan kelembagaan masyarakat miskin untuk
meningkatkan akses terhadap kesempatan dan perlindungan kerja, (3) meningkatkan
kapasitas masyarakat miskin yang dilakukan melalui kebijakan yang diarahkan pada
peningkatan kemampuan kerja, (4) meningkatkan perlindungan sosial melalui
kebijakan yang diarahkan pada perlindungan pekerja untuk menjamin
keberlangsungan, keselamatan dan kemanan kerja.

e) Pemenuhan Hak Atas Perumahan

Pemenuhan hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat
dilakukan dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan
pada peningkatan akses masyarakat miskin terhadap perumahan, permukiman, dan
sanitasi, (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang
diarahkan pada pengembangan forum lintas pelaku untuk menyelesaikan masalah
permukiman bagi masyarakat miskin, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat miskin
yang dilakukan melalui kebijakan yang diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat miskin tentang pentingnya rumah dan sanitasi yang sehat, (4)
meningkatkan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin melalui kebijakan yang
diarahkan pada pengembangan mekanisme relokasi permukiman ke tempat yang
layak, aman, dan sehat, serta mencegah penggusuran tanpa ada kompensasi.

f) Pemenuhan Hak Atas Air Bersih

Peningkatan akses masyarakat miskin atas air bersih dan aman dilakukan
dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan pada
peningkatan perlindungan terhadap sumberdaya air dan jaminan akses masyarakat
miskin memperoleh air bersih (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui
kebijakan yang diarahkan pada peningkatan peranserta lembaga dan organisasi
masyarakat lokal dalam mengelola, memanfaatkan serta mengontrol sumberdaya air
(3) meningkatkan kapasitas masyarakat miskin yang dilakukan melalui kebijakan yang
diarahkan pada peningkatan pengetahuan masyarakat miskin mengenai pengelolaan
sumberdaya air dan pentingnya air bersih, (4) meningkatkan perlindungan sosial bagi
masyarakat miskin melalui kebijakan yang diarahkan pada pengembangan mekanisme
penyediaan air bersih bagi kelompok rentan dan masyarakat miskin yang tinggal di
wilayah rawan air.

- 108
Agenda Pembangunan

g) Pemenuhan Hak Atas Tanah

Upaya menjamin dan melindungi hak perorangan dan komunal atas tanah
dilakukan dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan
pada peningkatan kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat miskin tanpa
diskriminasi gender, dan mengembangkan mekanisme redistribusi tanah secara
selektif, (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang
diarahkan pada peningkatan peranserta masyarakat miskin dan lembaga adat dalam
perencanaan dan pelaksanaan tata ruang, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat
miskin yang dilakukan melalui kebijakan yang diarahkan pada peningkatan
pengetahuan masyarakat miskin tentang aspek hukum pertanahan dan tanah ulayat,
serta (4) meningkatkan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin melalui kebijakan
yang diarahkan pada pengembangan mekanisme perlindungan terhadap hak atas
tanah bagi kelompok rentan.

h) Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup Dan SDA

Meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan


sumberdaya alam dan lingkungan hidup dilakukan dengan: (1) memperluas
kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan pada peningkatan akses masyarakat
miskin dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan, (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang
diarahkan pada peranserta organisasi dan lembaga masyarakat adat/lokal dalam
pengelolaan SDA dan LH, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat miskin yang
dilakukan melalui kebijakan yang diarahkan pada pengetahuan dan kemampuan
masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan LH yang berkelanjutan, (4)
meningkatkan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin melalui kebijakan yang
diarahkan pada pengembangan mekanisme perlindungan bagi masyarakat miskin dari
dampak bencana alam.

i) Pemenuhan Hak Untuk Berpartisipasi

Upaya peningkatan kemampuan dan partisipasi masyarakat miskin dalam


perumusan kebijakan publik dilakukan dengan: (1) memperluas kesempatan melalui
kebijakan yang diarahkan pada perluasan aksesibilitas masyarakat miskin terhadap
sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran program pembangunan, dan
memperluas aksesibilitas masyarakat miskin terhadap perencanaan dan pengelolaan
ruang publik (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang
diarahkan pada pelembagaan partisipasi publik.

C. Kebijakan Pendukung Pemenuhan Hak Dasar

a) Percepatan Pembangunan Perdesaan

Rendahnya tingkat pembangunan ekonomi di pedesaan, rendah aksesbilitas desa


dan kota serta keterbatasan sarana dan prasarana merupakan beberapa hal yang
mengakibatkan meningkatnya masyarakat miskin di pedesaan. Upaya untuk
memperluas kesempatan masyarakat miskin perdesaan dalam pemenuhan hak-hak
dasar dilakukan dengan: (1) pengembangan sentra-sentra ekonomi pedesaan dan
pengembangan industri pedesaan yang mampu menyerap tenaga kerja masyarakat
desa (2). peningkatan pembangunan prasarana transportasi, telekomunikasi dan

- 109
Agenda Pembangunan

listrik, (3) peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat desa dalam


perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan dalam pembangunan desa.

b) Pembangunan Perkotaan Berbasis Rakyat

Upaya dalam memperluas kesempatan masyarakat miskin perkotaan dalam


pemenuhan hak-hak dasar dilakukan dengan: (1) penyediaan tempat dan ruang usaha
bagi masyarakat miskin, (2) penghapusan berbagai aturan yang menghambat dan
penciptaan iklim kondusif bagi pengembangan usaha mikro dan kecil (3)
pengembangan lingkungan permukiman yang sehat (4) peningkatan akses masyarakat
kota terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, serta peningkatan rasa aman dari
tindak kekerasan (5) pengembangan forum lintas pelaku.

c) Kebijakan Percepatan Pembangunan Kawasan Tertinggal

Upaya dalam memperluas kesempatan bagi masyarakat miskin yang berada di


wilayah tertinggal dalam pemenuhan hak-hak dasar dilakukan dengan: (1)
pengembangan ekonomi lokal bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam, budaya
dan kearifan lokal secara berkelanjutan (2) pembangunan prasarana dasar listrik,
transportasi, jalan, air bersih, telekomunikasi dan informasi, serta (3) peningkatan
perlindungan terhadap aset masyarakat lokal.

7. Program Pembangunan

Penanganan masalah kemiskinan yang terstruktur membutuhkan tindakan


bertahap, sistimatis dan komprehensif. Hal ini dikarenakan permasalahan yang
dihadapi masyarakat miskin yang kompleks dan keterbatasan sumberdaya untuk
mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar tersebut. Langkah-langkah penanggulangan
kemiskinan tidak dapat ditangani sendiri oleh satu sektor tertentu secara sepihak
namun perlu juga memobilisasi stakeholder terkait untuk mengefektifkan program
yang dijalankan. Oleh sebab itu, langkah-langkah yang ditempuh dalam
penanggulangan kemiskinan dijabarkan ke dalam program-program sebagai berikut:

A. Program Prioritas

1. Program-Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Pangan

Tujuan program-program ini adalah meningkatkan kecukupan pangan dan status


gizi masyarakat miskin terutama ibu, bayi dan anak balita. Pencapaian tujuan
tersebut dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Peningkatan Ketahanan Pangan

i. Peningkatan ketersediaan stok pangan secara merata di setiap


daerah/Peningkatan distribusi pangan.
ii. Peningkatan efisiensi sistem dan jaringan distribusi pangan yang menjamin
keterjangkauan harga bahan pangan.
iii. Peningkatan produksi pangan dan diversifikasi pangan.
iv. Revitalisasi pertanian dan diversifikasi pangan.
v. Bantuan pangan untuk kelompok yang rentan terhadap goncangan ekonomi.
vi. Pemberantasan penyelundupan produk pangan dari negara tetangga.

- 110
Agenda Pembangunan

b) Program Perbaikan Gizi Masyarakat

i. Pengembangan pendidikan gizi keluarga; dan


ii. Pemberian bantuan makanan tambahan/makanan pendamping ASI, terutama
pada bayi, anak balita, dan ibu hamil.

2. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Layanan Kesehatan

Tujuan program-program ini adalah untuk memenuhi hak dasar masyarakat


miskin atas layanan kesehatan yang bermutu. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan
melalui program-program diantaranya :

a) Program Upaya Kesehatan Masyarakat

i. Peningkatan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat


miskin, termasuk realokasi anggaran untuk upaya kesehatan masyarakat .
ii. Perbaikan sistim pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan
jaringannya.
iii. Penyediaan dan pengawasan secara ketat biaya operasional dan pemeliharaan.
iv. Peningkatan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil,
tertinggal, dan terisolasi melalui peningkatan pemerataan mutu dan jumlah
tenaga medis, obat esensial dan perbekalan kesehatan.
v. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial;
vi. Peningkatan pengetahuan masyarakat miskin atas pelayanan kesehatan dasar
yang mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,
kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar;
vii. Pembinaan peranserta masyarakat dalam upaya kesehatan terutama
pemberdayaan perempuan dan keluarga, revitalisasi Posyandu dan UKBM
lainnya;
viii. Penetapan SPM (standar pelayanan minimum) bidang kesehatan sebagai tolok
ukur pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan;
ix. Pembinaan dan pengembangan sarana pelayanan kesehatan pada rumah sakit
swasta untuk memperluas jangkauan pelayanan masyarakat miskin; dan
x. Pengembangan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.

b) Program Upaya Kesehatan Perorangan

i. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit.

c) Program Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit

i. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit menular,


lingkungan sehat, kelangsungan dan perkembangan anak, dan kesehatan
reproduksi, bahaya merokok secara komprehensif.

d) Program Perbaikan Gizi Masyarakat

i. Peningkatan Pendidikan Gizi; dan Penanggulangan kurang energi protein, anemia


gizi besi, ganguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kekurangan gizi
mikro.

- 111
Agenda Pembangunan

3. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Layanan Pendidikan

Tujuan program-program ini adalah untuk memenuhi hak masyarakat miskin


untuk memperoleh layanan pendidikan yang bebas biaya dan bermutu, tanpa
diskriminasi gender.

Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Pendidikan Dasar 9 ( Sembilan ) Tahun

i. Reorientasi alokasi, peningkatan dan ketepatan penggunaan anggaran pendidikan


dasar dan lanjutan bagi masyarakat miskin, tanpa diskriminasi gender;
ii. Pembebasan berbagai pungutan, iuran, sumbangan apapun yang berbentuk uang,
pemberian bantuan yang berkenaan dengan penggunaan seragam sekolah, dan
sepatu bagi siswa dari keluarga miskin;
iii. Pelaksanaan program anak sekolah bergizi sehat;
iv. Pengadaan sarana belajar bagi anak usia pendidikan dasar dari keluarga miskin,
tanpa diskriminasi gender;
v. Peningkatan mutu dan kesejahteraan guru SD/MI, SLTP/MTs, dan Tutor Paket A
dan B yang melayani pendidikan untuk masyarakat miskin; dan
vi. Pengadaan dan perluasan beasiswa khusus anak miskin yang berbakat, baik laki-
laki maupun perempuan, pada jenjang SLTA/MA dan perguruan tinggi.

b) Program Pendidikan Nonformal

i. Penyelenggaraan Program Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP bagi


masyarakat miskin, tanpa diskriminasi gender;
ii. Peningkatan mutu lembaga pelatihan dan kursus yang dikelola masyarakat;
iii. Perluasan jangkauan kursus ketrampilan bagi keluarga miskin kota dan desa yang
diintegrasikan dengan usaha mikro dan kemitraan dengan pengusaha;
iv. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan bagi anak dengan kemampuan berbeda
(diffable), pekerja anak, anak jalanan, anak korban konflik dan bencana alam,
tanpa diskriminasi gender.

4. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan Dan Berusaha

Tujuan program-program ini adalah untuk memenuhi hak masyarakat miskin


atas pekerjaan dan berusaha yang layak. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan
melalui program-program diantaranya :

a) Program Penciptaan Fleksibilitas Pasar Kerja Dengan Memperbaiki Peraturan


Ketenagakerjaan (Pengupahan, Phk, Perlindungan Pekerja)

i. Pengembangan hubungan industrial yang dilandasi hak-hak pekerja terutama yang


terkait dengan pelaksanaan upah minimum, pasongan PHK dan asuransi
perlindungan pekerja.
ii. Peningkatan perlindungan hukum yang menjamin kepastian kerja, serikat
berkumpul dan perlakuan yang adil bagi pekerja.
iii. Pencegahan terhadap eksploitasi gender dan berbagai bentuk pekerjaan terburuk
anak
iv. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pasar kerja dalam dan luar negeri.

- 112
Agenda Pembangunan

b) Memperbaharui Pelaksanaan Berbagai Program Perluasan Kesempatan Kerja


Yang Dilakukan Pemerintah

i. Peningkatan akses kerja bagi laki-laki dan perempuan dengan kemampuan


berbeda;
ii. Perlindungan terhadap kebebasan berserikat dan hak atas perundingan bersama;
iii. Peningkatan jaminan keselamatan, kesehatan dan keamanan kerja.

c) Menyempurnakan Program Pendukung Pasar Kerja

i. Peningkatan kemampuan serikat pekerja dan organisasi pengusaha mikro dan


kecil dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

d) Program Penciptaan Iklim Usaha Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah

i. Pengembangan lembaga keuangan mikro pemerintah dan swadaya masyarakat


melalui peningkatan kepastian hukum dan perlindungan usaha;
ii. Pengembangan kemampuan dan perlindungan terhadap usaha mikro dan kecil;
dan
iii. Penyediaan perijinan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk
dalam perijinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal
bagi usaha skala mikro.

e) Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro

i. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap modal, faktor produksi,


informasi, teknologi dan pasar tanpa diskriminasi gender;
ii. Peningkatan ketrampilan usaha masyarakat miskin dengan kemampuan berbeda
sesuai dengan potensi yang ada;
iii. penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif tanpa mendistorsi pasar seperti
sistem bagi hasil, dana bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh
masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan;
iv. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai
instansu pusat, daerah, BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan
institusional;
v. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta
kemitraan usaha;
vi. Peningkatan dan penyebarluasan teknologi yang mampu meningkatkan
kemampuan kerja masyarakat miskin untuk menghasilkan produk yang lebih
banyak dan bermutu;
vii. Dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengarjin melalui
pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan
infrastruktur yang memadai;
viii. Pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam
rangka mendukung pengembangan ekonomi perdesan terutama di daerah
tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan.
ix. Fasilitasi untuk pembentukan wadah organisasi bersama diantara usaha mikro,
termasuk pedagang kaki lima dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi
usaha;

- 113
Agenda Pembangunan

5. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Perumahan

Tujuan program-program ini adalah untuk memenuhi hak masyarakat miskin


untuk dapat menempati/menghuni perumahan yang layak dan sehat. Pencapaian
tujuan tersebut dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Pengembangan Perumahan

i. Penetapan regulasi yang mengatur tentang wewenang dan tanggungjawab


mengenai perumahan dan permukiman masyarakat miskin, termasuk kelompok
rentan dan masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak
negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial;
ii. Penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi masyarakat
berpendapatan rendah;
iii. Pembangunan rumah susun sederhana sewa, rumah sederhana, dan rumah
sederhana sehat.

b) Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan

i. Pengembangan sistem pembiayaan perumahan bagi masyarakat miskin;


ii. Peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan kumuh, desa tradisional, desa
nelayan, dan desa eks transmigrasi;
iii. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan swadaya yang berbasis
pemberdayaan masyarakat;
iv. Faslitasi dan stimulasi pembangunan dan rehabilitasi rumah tidak layak huni
v. Penetapan standar sanitasi dan perbaikan lingkungan kumuh;
vi. Penyederhanaan prosedur perijinan dan pengakuan hak atas bangunan
perumahan masyarakat miskin;
vii. Revitalisasi kelembagaan lokal yang bergerak pada pembangunan perumahan
masyarakat, termasuk kelompok dana bergulir perumahan;
viii. Pendirian rumah penampungan/panti untuk orang jompo, anak jalanan, anak
terlantar, dan penyandang cacat/memiliki kemampuan berbeda serta
masyarakat miskin

c) Program Upaya Kesehatan Masyarakat

i. Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap tempat tinggal dan
lingkungannya di masyarakat miskin.

B. Program Penunjang

2. Program – Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Air Bersih

Tujuan program-program ini adalah untuk meningkatkan akses masyarakat


miskin atas air bersih. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui program-
program diantaranya:

a) Program Pengembangan Pengelolaan, Dan Konservasi Sungai, Dan Sumber Air


Lainnya

i. Penguatan hak masyarakat miskin atas Sumberdaya Air melalui peraturan


daerah;

- 114
Agenda Pembangunan

ii. Perlindungan sumber air bagi masyarakat miskin melalui sejenis Otoritas
Pengelola Air
iii. Pertukaran pengalaman dengan daerah yang lebih maju dalam sistem
pengelolaan sumber daya air yang berpihak pada masyarakat miskin.

b) Program Penyediaan Dan Pengelolaan Air Baku

i. Pembentukan mekanisme subsidi silang sebagai alternatif pembiayaan dalam


penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin;
ii. Pendekatan investasi bersama dalam hal penyediaan air bersih dan aman untuk
masyarakat miskin;
iii. Pemberian bantuan dan pelatihan teknis masyarakat perdesaan dalam operasi
dan pemeliharaan prasarana dan sarana air minum;
iv. Pemberian bantuan teknis dalam pengelolaan sumber air di wilayah rawan air;
v. Pembentukan mekanisme penyediaan air bersih dan aman bagi kelompok rentan
dan masyarakat miskin karena goncangan ekonomi, sosial, dan bencana alam.

c) Program Upaya Kesehatan Masyarakat

i. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam pemanfaatan air bagi
masyarakat miskin.

2. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Tanah

Tujuan program-program ini adalah menjamin dan melindungi hak perorangan


dan komunal atas penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah. Pencapaian tujuan
tersebut dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Pengelolaan Pertanahan

i. Penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan untuk meningkatkan


kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui sinkronisasi
peraturan perundangan pertanahan, penyelesaian konflik dan pengembangan
budaya hukum;
ii. Penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang
berkeadilan, berkelanjutan, dan menjunjung supremasi hukum;
iii. Pembentukan lembaga penyelesaian konflik agraria;
iv. Pembangunan sistem pendaftaran tanah yang transparan dan efisien termasuk
pembuatan peta dasar pendaftaran tanah dalam rangka percepatan pendaftaran
tanah;
v. Sertifikasi massal dan murah bagi masyarakat miskin dan penataan penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan,
berkelanjutan, dan menjunjung supremasi hukum;
vi. Perlindungan tanah ulayat masyarakat adat tanpa diskriminasi gender;
vii. Pembentukan forum lintas pelaku dalam penyelesaian sengketa tanah;
viii. Fasilitasi partisipasi masyarakat miskin dan lembaga adat dalam perencanaan
dan pelaksanaan tata ruang;
ix. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai hak-hak masyarakat miskin
terhadap tanah;
x. Pemberian jaminan kompensasi terhadap kelompok rentan yang terkena
penggusuran.

- 115
Agenda Pembangunan

3. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup Dan SDA

Tujuan program-program ini adalah untuk meningkatkan akses masyarakat


miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan

i. Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau, dan terumbu
karang, dll.) berbasis masyarakat; dan
ii. Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.

b) Program Perlindungan Dan Konservasi Sumber Daya Alam

i. Pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan


sumberdaya alam yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal;
ii. Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga lingkungan;
iii. Pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga masyarakat setempat dan
dunia usaha dalam pelestarian dan perlindungan sumber daya alam.
iv. Penguatan organisasi masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup.

c) Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup

i. Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan lapak dalam upaya
pemisahan sampah dan 3R;
ii. Penegakkan hukum bagi pihak yang merusak sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.

d) Program Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial

i. Pemberian bantuan jaminan hidup bagi masyarakat yang terkena bencana alam.

4. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Atas Rasa Aman

Tujuan program-program ini adalah untuk memenuhi hak masyarakat miskin


atas rasa aman dari gangguan keamanan, tindak kekerasan, dan konflik. Pencapaian
Tujuan Tersebut Dilakukan Melalui Program-Program Diantaranya :

a) Program Pelayanan Dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial

i. Meningkatkan Pembinaan, Pelayanan, Dan Perlindungan Sosial dan hukum bagi


anak terlantar termasuk anak jalanan, anak cacat, dan anak nakal; dan
ii. Melakukan pelatihan ketrampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar
termasuk anak jalanan, anak cacat, dan anak nakal.

b) Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (Kat), dan


Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya

i. Melakukan pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin;


ii. Membangun kerjasama kemitraan antara pengusaha dengan kelompok usaha
fakir miskin;

- 116
Agenda Pembangunan

iii. Melaksanakan pemberdayaan KAT secara bertahap, mengembangkan GIS bagi


pemetaan dan pemberdayaan KAT; dan
iv. Melakukan peningkatan kemampuan bagi petugas dan pendamping
pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin, KAT, dan PMKS lainnya.

c) Program Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial

i. Menyerasikan peraturan daerah dengan perundang-undangan dan kebijakan


tentang penyelenggaraan pelayanan perlindungan sosial;
ii. Menyempurnakan peraturan daerah yang berkaitan dengan bantuan sosial bagi
penduduk miskin dan rentan;
iii. Mengembangkan model pelembagaan bentuk-bentuk kearifan lokal perlindungan
sosial; dan
iv. Pembentukan unit/lembaga yang responsif dalam menangani kasus tindak
kekerasan terhadap masyarakat rentan.

b. Program Peningkatan Kualitas Hidup Dan Perlindungan Perempuan

i. Peningkatan perlindungan terhadap anak dan perempuan dari kekerasan dalam


rumah tangga;
ii. Meningkatkan upaya perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan,
eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk pencegahan dan penanggulangannya.

c. Program Peningkatan Kesejahteraan Dan Perlindungan Anak

i. Pengembangan sistem perlindungan bagi pekerja anak dan anak jalanan; dan
ii. Peningkatan upaya pencegahan perdagangan anak.

5. Program–Program Terkait Pemenuhan Hak Berpartisipasi

Tujuan program-program ini adalah untuk memperluas kesempatan bagi


masyarakat miskin untuk terlibat dalam kebijakan publik khususnya yang terkait
dengan peningkatan pelayanan masyarakat miskin. Pencapaian tujuan tersebut
dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

i. Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam


perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan
musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk di masing-masing
wilayah/Penyempurnaan mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan
dan perencanaan partisipatif daerah;
ii. Fasilitasi pembentukan forum-forum warga yang bisa mewakili kepentingan
masyarakat miskin.

b) Program Penataan Peran Pemerintah Dan Masyarakat, Program Peningkatan


Kapasitas, Kelembagaan Pemerintah Daerah

i. Memfasilitasi pulihnya fungsi-fungsi kelembagaan tradisional dan


memberdayakan kembali pranata-pranata adat dan lembaga sosial budaya
tradisional di daerah-daerah;

- 117
Agenda Pembangunan

ii. Fasilitasi forum lintas pelaku sosial budaya sebagai wahana partisipasi
masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan publik.

c) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Pemerintah Daerah

i. Mendorong kinerja kelembagaan daerah berdasarkan prinsip-prinsip organisasi


modern dan berorientasi pelayanan masyarakat;
ii. Mendorong peningkatan peran lembaga non pemerintah dan masyarakat dalam
setiap pengambilan keputusan
iii. Pelembagaan partisipasi masyarakat miskin melalui pelaksanaan perencanaan
dan penganggaran yang partisipatif;
iv. Fasilitasi proses penjaringan aspirasi masyarakat miskin dan sosialisasi

6. Program – Program Terkait Perwujudan Keadilan Dan Kesetaraan Gender

Tujuan program-program ini adalah untuk (1) menurunkan kesenjangan gender


yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi, (2) menjamin
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar perempuan sama
dengan laki-laki. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui program-program
diantaranya :

a) Program Peningkatan Kualitas Hidup Dan Perlindungan Perempuan

i. Meningkatkan partisipasi dan peluang bagi perempuan dalam peningkatan


kualitas hidup terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
sosial, dan ekonomi;
ii. Mengembangkan dan menyempurnakan perangkat peraturan dan kebijakan
peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan di berbagai bidang
pembangunan ;
iii. Perlindungan bagi perempuan dari kondisi kerja yang buruk
iv. Pencegahan dan penyelesaian permasalahan kekerasan dengan segala bentuk
akibatnya;
v. Peningkatan alokasi anggaran pemberdayaan perempuan untuk memastikan
kesetaraan dan keadilan gender.

b) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

i. Peningkatan pelaksanaan kualitas pelayanan publik dalam kebijakan, program,


dan kelembagaan sosial dan pemerintah dalam perspektif kesetaraan gender

C. Program Pendukung

1. Program–Program Terkait Percepatan Pembangunan Perdesaan

Tujuan program-program ini adalah untuk memperluas kesempatan masyarakat


miskin perdesaan baik laki-laki maupun perempuan dalam pemenuhan hak-hak dasar.
Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui program-program diantaranya :

a) Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan

i. Pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan dalam


pemanfaatan sumber daya setempat;

- 118
Agenda Pembangunan

ii. Pengembangan industri perdesaan yang didukung dengan peningkatan


kemampuan, pembinaan, regulasi yang tidak menghambat, dan akses pasar.
iii. Pengembangan pusat layanan informasi perdesaan berkaitan dengan pelayanan
kepada masyarakat miskin.

b) Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pertanian

i. Penumbuhan dan penguatan lembaga petani dalam mengoptimalkan


pemanfaatan nilai ekonomi potensi sumber daya pertanian pedesaan
ii. Peningkatan orientasi ekonomi masyarakat pertanian melalui perbaikan teknik
budidaya dan produksi, skala usaha dan posisi tawar petani;
iii. Pengembangan upaya-upaya secara sistematis dan berkelanjutan mengenai
pengentasan kemiskinan masyarakat petani.

c) Program Peningkatan Prasarana Dan Sarana Perdesaan

ii. Pembangunan dan perluasan sistem transportasi, listrik, air bersih,


telekomunikasi perdesaan.

d) Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah

i. Peningkatan kapasitas aparat pemerintah lokal dalam memfasilitasi dan


mengkoordinasikan peran stakeholder dalam pengembangan sumber daya
setempat.

2. Program–Program Terkait Revitalisasi Pembangunan Perkotaan

Tujuan program-program ini adalah untuk memperluas kesempatan


masyarakat miskin perkotaan baik laki-laki maupun perempuan dalam pemenuhan
hak-hak dasar. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui program-program
diantaranya :

a) Program Pengembangan Perkotaan

i. Pengembangan unit ekonomi mikro yang mengakomodir masyarakat miskin


perkotaan
ii. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan publik
iii. Meningkatkan perlindungan masyarakat miskin perkotaan.

b) Program Penataan Ruang

i. Penyediaan ruang publik dan lokasi usaha bagi peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat miskin perkotaan
ii. Peningkatkan peranserta masyarakat miskin perkotaan dalam perencanaan tata
ruang.

c) Program Pengembangan Perumahan

i. Pengembangan sistem pembiayaan perumahan bagi masyarakat miskin;


ii. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan swadaya yang berbasis
pemberdayaan masyarakat;
iii. Faslitasi dan stimulasi pembangunan dan rehabilitasi rumah tidak layak huni

- 119
Agenda Pembangunan

iv. Penetapan standar sanitasi dan perbaikan lingkungan kumuh;


v. Revitalisasi kelembagaan lokal yang bergerak pada pembangunan perumahan
masyarakat, termasuk kelompok dana bergulir perumahan;
vi. Pendirian rumah penampungan/panti untuk orang jompo, anak jalanan, anak
terlantar, dan penyandang cacat/memiliki kemampuan berbeda serta
masyarakat miskin
vii. Peningkatan kepastian penguasaan dan pemilikan perumahan dan permukiman
masyarakat miskin perkotaan.

d) Program Upaya Kesehatan Masyarakat

i. Peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin perkotaan tanpa


diskriminasi gender.
ii. Peningkatan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat
miskin, termasuk realokasi anggaran untuk upaya kesehatan masyarakat .
iii. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar melalui peningkatan pemerataan mutu
dan jumlah tenaga medis, obat esensial dan perbekalan kesehatan.
iv. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial;
v. Peningkatan pengetahuan masyarakat miskin atas pelayanan kesehatan dasar
yang mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,
kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar;
vi. Pembinaan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan terutama
pemberdayaan perempuan dan keluarga, revitalisasi Posyandu dan UKBM
lainnya;
vii. Pembinaan dan pengembangan sarana pelayanan kesehatan pada rumah sakit
swasta untuk memperluas jangkauan pelayanan masyarakat miskin; dan
viii. Pengembangan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.

e) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku

i. Menjamin ketersediaan air bersih dan aman secara merata bagi masyarakat
miskin perkotaan.
ii. Pembentukan mekanisme subsidi silang sebagai alternatif pembiayaan dalam
penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin;
iii. Pemberian bantuan dan pelatihan teknis bagi masyarakat dalam operasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana air minum;
iv. Pembentukan mekanisme penyediaan air bersih dan aman bagi kelompok rentan
dan masyarakat miskin karena goncangan ekonomi, sosial, dan bencana alam.

f) Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro

i. Pengembangan usaha mikro dan kemitraan di kalangan masyarakat miskin


perkotaan, baik laki-laki maupun perempuan dengan pengusaha.
ii. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap modal, faktor produksi,
informasi, teknologi dan pasar tanpa diskriminasi gender;
iii. Peningkatan ketrampilan usaha masyarakat miskin dengan kemampuan berbeda
sesuai dengan potensi yang ada;
iv. penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif tanpa mendistorsi pasar seperti
sistem bagi hasil, dana bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh
masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan;
v. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai
instansu pusat, daerah, BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional, dan
institusional;

- 120
Agenda Pembangunan

g) Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah

i. Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah perkotaan dalam pelayanan


dan koordinasi stakeholder dalam penanganan kemiskinan perkotaan.

3. Program–Program Terkait Pengembangan Ekonomi Kelautan Dan Kawasan


Pesisir

Tujuan program-program ini adalah untuk memperluas kesempatan masyarakat


miskin kawasan pesisir dalam pemenuhan hak-hak dasar.

Kegiatan-kegiatan tersebut dirangkum dalam program :

a) Program Pengembangan Sumber Daya Periakanan


i. Pengembangan perilaku masyarakat miskin di kawasan pesisir yang kontra
produktif bagi upaya peningkatan kesejahteraan hidupnya;
ii. Optimalisasi daya guna potensi sumber daya kelautan dan pesisir;
iii. Pemberdayaaan perempuan di kawasan pesisir untuk mendukung ekonomi rumah
tangga;
iv. Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat pesisir dalam mendukung
peningkatan kesejahteraan; dan

4. Program–Program Terkait Percepatan Pembangunan Kawasan Tertinggal

Tujuan program-program ini adalah untuk memperluas kesempatan bagi


masyarakat miskin yang berada di wilayah tertinggal meliputi pula daerah perbatasan
dan daerah terisolir dalam pemenuhan hak-hak dasar.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah :

a) Program Pengembangan Kawasan Tertinggal

i. Regulasi yang mengatur percepatan pembangunan kawasan tertinggal dan


perlindungan terhadap asset masyarakat lokal;
ii. Pengembangan ekonomi lokal bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam,
budaya, adat istiadat dan kearifan lokal secara berkelanjutan;
iii. Pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, sosial dan budaya; dan
iv. Peningkatan kapasitas masyarakat beserta kelembagaannya

2.3. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG


BERKUALITAS

2.3.1. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan Yang Berkualitas

A. Permasalahan

UUD 1945 pasal 31 ayat 1 mengamanatkan bahwa ”setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”. Berdasarkan amanat tersebut berbagai upaya telah dilakukan
termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang mulai
dilaksanakan pada tahun 1994.
Tingkat pendidikan penduduk Provinsi Jambi relatif masih rendah. Sampai
dengan tahun 2004 penduduk berusia sekolah yang terdaftar di berbagai lembaga

- 121
Agenda Pembangunan

pendidikan tercatat (1) Taman Kanak-Kanak 13.186 orang, (2) Sekolah Dasar 363.343
orang, (3) SLTP 81.638 orang dan (4) SLTA 51.519 orang. Ini berarti sebagian besar
anak usia sekolah hanya sampai pada pendidikan dasar (SD). Pada tahun ajaran
2003/2004 terdapat 0,58 persen anak putus sekolah pada SD/MI, 0,95 persen pada
SLTP/MTs, dan 0,97 persen pada SLTA/MA. Sementara itu angka buta aksara
penduduk usia 10-44 tahun terjadi penurunan selama kurun waktu lima tahun
terakhir. Pada tahun ajaran 1999/2000, jumlah penduduk buta aksara tercatat
sebanyak 62.150 orang, kemudian menurun pada tahun ajaran 2000/2001 menjadi
60.000 orang dan data terakhir pada tahun ajaran 2003/2004 jumlah penduduk yang
buta aksara turun lagi menjadi sebesar 53.900 orang. Dengan kata lain 96,6 persen
penduduk Provinsi Jambi sudah melek huruf. Ini berarti lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata nasional.
Angka Partisipasi Sekolah (APS)–rasio penduduk yang bersekolah menurut
kelompok usia sekolah-untuk penduduk usia 7-12 tahun sudah mencapai 98,35 persen
lebih baik dari pada rata-rata nasional sebesar 96,4 persen, namun APS penduduk
usia 13-15 tahun hanya 68,92 berarti lebih rendah dari pada rata-rata nasional
sebesar yang mencapai 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru
mencapai 39,15 persen berarti juga lebih rendah dari rata-rata nasional yang
mencapai 51,0 persen. Data tersebut juga memperkuat bahwa sebagian besar
penduduk Provinsi Jambi masih berpendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD/MI).
Secara rinci rata-rata APK dan APM anak-anak usia sekolah di Provinsi Jambi menurut
jenjang pendidikan selama lima tahu terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1.
Rata-rata APK dan APM Menurut Jenjang Pendidikan
Di Provinsi Jambi Tahun Ajaran 1999/2000 – 2003/2004.
Sekolah 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04
SD
- APK 90,2 92,80 94,90 97,20 98,35
- APM 105,31 110,21 112,46 116,36 117,62

SLTP
- APK 27,26 28,26 64,20 67,01 68,92
- APM 58,50 69,70 72,60 76,45 78,64

SLTA
- APK 13,63 29,50 32,52 37,15 39,15
- APM 29,75 32,65 37,77 41,96 44,23

Secara rinci permasalahan pokok pendidikan di Provinsi Jambi adalah sebagai


berikut :

1. Masih banyak anak usia sekolah yang tidak sekolah.


2. Belum meratanya sebaran pendidikan di kabupaten/kota yang menyebabkan
perbedaan APK/APM yang mencolok antara kabupaten dan kota.
3. Banyak jumlah sekolah yang rusak, 53.6% dari total 14.747 ruang kelas SD dan
19.6% dari total 2.260 ruang kelas SMP serta 27.37% dari total 1.030 ruang kelas
SMA.
4. Masih banyak jumlah penduduk yang buta aksara, sampai pada tahun 2004 lebih
kurang 51.540 orang dari total penduduk yang berumur 15 sampai 44 tahun.
5. Belum optimalnya proses belajar mengajar sebagai akibat sarana dan prasarana
seperti buku, alat-praktik, alat peraga dan alat-alat laboratorium yang belum
memadai.

- 122
Agenda Pembangunan

6. Belum mencukupi tenaga kependidikan sesuai dengan persyaratan minimal.


7. Belum tercapainya kesejahteraan tenaga pendidik sesuai dengan harapannya.
8. SIM di setiap kabupaten/kota yang bertugas dalam menyajika data dan informasi
belum berjalan dengan baik.
9. Belum mantapnya koordinasi antara dinas kabupaten/kota dengan dinas provinsi
terhadap perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi.
10. Pelaksanaan muatan lokal yang masih bersifat umum dan belum menyentuh
langsung terhadap kepentingan daerah masing-masing.
11. Distribusi tenaga pendidik yang tidak proporsional antar daerah maupun antara
sekolah pada daerah yang sama, terutama yang berhubungan dengan tenaga
pendidik bagi bidang ilmu tertentu.
12. Masih rendahnya serapan dunia usaha dan industri untuk menerima tenaga kerja
tingkat menengah karena masih dianggap kurang terampil dan kurang
profesional.

Begitu pula dengan dinamika perubahan struktur penduduk yang berpengaruh


pada pembangunan pendidikan. Penurunan penduduk usia muda terutama kelompok
usia 7-12 tahun sebagai dampak positif program Keluarga Berencana menyebabkan
penurunan jumlah siswa SD/MI dari tahun ke tahun. Pada saat yang sama terjadi pula
perubahan struktur usia siswa SD/MI dengan semakin menurunnya siswa berusia lebih
dari 12 tahun dan meningkatnya siswa berusia kurang dari 7 tahun. Hal tersebut terus
dipertimbangkan dalam menyediakan fasilitas pelayanan pendidikan sehingga
efisiensi dapat terus ditingkatkan. Pada saat yang sama terjadi peningkatan proporsi
penduduk usia dewasa. Dengan demikian penyediaan layanan pendidikan sepanjang
hayat melalui pendidikan non formal terus dikembangkan pula untuk dapat memberi
palayanan pendidikan sesuai kebutuhan mereka.
Masih terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup lebar
antarkelompok masyarakat seperti antara penduduk kaya dan penduduk miskin,
antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara penduduk di perkotaan
dan perdesaan. Sama halnya dengan kondisi umum pada tingkat nasional, bahwa
faktor ekonomi merupakan alasan utama masih terdapatnya anak putus sekolah atau
tidak melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi maupun tidak sampai
menamatkan pendidikannya pada satu tingkat pendidikan. Selain itu, sebaran sekolah
yang tidak merata juga menjadi penyebab banyaknya anak-anak usia sekolah yang
tidak mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, terutama di
daerah-daerah pedesaan dan kawasan terpencil.
Besarnya kesenjangan tingkat pendidikan antara penduduk laki-laki dan
perempuan di Provinsi Jambi tercermin dari rendahnya Indeks Pembangunan Gender
(IPG). Dari hasil perhitungan yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas, 2004) terbukti bahwa indeks pembangunan gender Provinsi
Jambi pada tahun 2002 berada pada peringkat ke duapuluh tujuh di Indonesia, ini
membuktikan bahwa partisipasi perempuan daerah dari segala aspek pembangunan
masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.
Masyarakat miskin menilai bahwa pendidikan masih terlalu mahal dan belum
memberikan manfaat yang signifikan atau sebanding dengan sumberdaya yang
dikeluarkan. Oleh karena itu pendidikan belum menjadi pilihan investasi. Meskipun
SPP telah secara resmi dihapuskan oleh pemerintah tetapi pada kenyataannya
masyarakat tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain di luar iuran
sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku
menjadi faktor penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan
anaknya. Beban masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya menjadi lebih
berat apabila anak mereka turut bekerja membantu orangtua.

- 123
Agenda Pembangunan

Fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan menengah


pertama dan yang lebih tinggi belum tersedia secara merata. Fasilitas pelayanan
pendidikan di daerah perdesaan dan kawasan terpencil masih sangat terbatas
menyebabkan sulitnya anak-anak untuk mengakses layanan pendidikan. Selain itu,
fasilitas dan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang mempunyai kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa yang juga belum tersedia secara memadai.
Kualitas pendidikan masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan
kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh: (1) ketersediaan
pendidik yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2)
kesejahteraan pendidik yang masih rendah, (3) fasilitas belajar belum tersedia secara
mencukupi, (4) sebaran lembaga pendidikan yang tidak proporsional dan (5) biaya
operasional pendidikan belum memadai. Upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan terus dilaksanakan selama kurun waktu lima tahun
terakhir, karena disadari bahwa kualitas tenaga pendidik sangat berpengaruh
terhadap kualitas pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi penyertaan para
guru mengikuti diklat, kursus-kursus, magang dan pendidikan lanjutan baik berupa
penyetaraan D II, D III dan D IV maupun ke jenjang S1 dan S2. Secara rinci tenaga
pendidik yang melanjutkan pendidikannya selama periode 99/2000 – 2003/2004 dapat
dilihat pada Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2.
Tenaga Pendidik Yang Mengikuti Penyetaraan
Dan Melanjutkan Pendidikan Periode 99/2000-2003/2004.
Pendidikan 99/2000 00/01 01/02 02/03 03/04
Tara DII-DIV 3.575 4.100 7.775 8.473 1.354
S1 875 905 583 692 1.239
S2 2 6 3 4 -

Diberlakukannya otonomi daerah yang antara lain dengan dilaksanakannya


desentralisasi pendidikan, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang
lebih luas dalam membangun pendidikan di masing-masing wilayah sejak dalam
penyusunan rencana, penentuan prioritas program serta mobilisasi sumberdaya untuk
merealisasikan rencana yang telah dirumuskan. Sejalan dengan itu, otonomi
pendidikan telah pula dilaksanakan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah
yang memberikan wewenang yang lebih luas pada satuan pendidikan untuk mengelola
sumberdaya yang dimiliki termasuk mengalokasikannya sesuai dengan prioritas
kebutuhan. Dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan diharapkan
daerah dan satuan pendidikan lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Namun
demikian pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan belum sepenuhnya
dapat dilaksanakan karena belum mantapnya pembagian peran dan tanggungjawab
masing-masing tingkat pemerintahan termasuk kontribusinya dalam penyediaan
anggaran pendidikan, serta belum terlaksananya standar pelayanan minimal yang
seharusnya ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota dengan acuan umum dari
pemerintah pusat. Disamping itu efektivitas peran dan fungsi dewan pendidikan dan
komite sekolah/madrasah juga belum optimal.
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Daerah yang mengamanatkan agar dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan minimal 20
persen dari APBD, serta mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah
menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa memungut biaya, anggaran pendidikan
pada tahun 2004 mendapat porsi yang lebih besar lagi. Namun demikian
kenyataannya sampai saat ini pemerintah daerah melalui APBD belum mampu

- 124
Agenda Pembangunan

menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara cuma-cuma dan anggaran


pendidikan yang dialokasikan kurang dari 20 persen. Kondisi yang sama juga dialami
oleh provinsi-provinsi lainnya di Indonesia, bahkan Provinsi Jambi relatif
mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
provinsi tetangga seperti Provinsi Riau.

B. Sasaran

Sasaran pembangunan pendidikan dalam 5 (lima) tahun mendatang adalah


meningkatnya akses masyarakat terhadap pendidikan, meningkatnya kesejahteraan
tenaga pendidik dan meningkatnya mutu pendidikan.

Secara lebih rinci sasaran pembangunan pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia dini.
2. Meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) : (a) usia 7-12 tahun sebesar 119,00%,
(b) usia 13-15 tahun sebesar 95,20%, dan (c) usia 16-18 sebesar 75,50%.
3. Meningkatnya proses belajar mengajar melalui peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan, tersedianya guru yang memenuhi persyaratan layak mengajar serta
pada tahun 2006/2007 semua sekolah sudah melaksanakan kurikulum 2004.
4. Menurunnya angka buta aksara penduduk usia 10 tahun ke atas.
5. Bertambahnya jumlah dan semakin meratanya sekolah yang melaksanakan
program unggul.
6. Meningkatnya keterampilan para lulusan siswa SMK untuk memasuki dunia kerja.
7. Meningkatnya daya tampung lembaga kependidikan dari semua jenjang dan jenis
kependidikan.
8. Meningkatnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan terutama bagi
anak kurang mampu.
9. Meningkatnya sumber bacaan untuk lembaga pendidikan dasar dan menengah baik
formal maupun non formal.
10. Meningkatnya kualitas lembaga pendidikan dasar dan menengah baik formal
maupun non formal.
11. Meningkatnya ilmu pengetahuan, wawasan keimanan dan ketaqwaan peserta
didik.
12. Meningkatnya kesetaraan pendidikan antar kelompok, terutama antara perkotaan
dan pedesaan.

C. Arah Kebijakan

1. Memperluas kesempatan dan pemerataan belajar bagi seluruh lapisan masyarakat


khususnya dalam menuntaskan program wajib belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
dan penyediaan tenaga kerja lulusan pendidikan menengah yang berkualitas;
2. Meningkatkan penyediaan dan pemerataan sarana pendidikan dan tenaga
pendidik;
3. Memberikan akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini
kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan seperti masyarakat miskin,
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, ataupun masyarakat penyandang
cacat;
4. Meningkatkan penyediaan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan ataupun
pendidikan non formal yang bermutu sesuai dengan potensi daerah masing-
masing;

- 125
Agenda Pembangunan

5. Meningkatkan pendidikan non formal yang merata dan bermutu untuk


memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin
terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi
masyarakat yang tidak pernah sekolah atau buta aksara dan putus sekolah;
6. Meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik agar lebih mampu mengembangkan
kompetensinya;
7. Menyempurnakan manajemen pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proses perbaikan mutu pendidikan;
8. Meningkatkan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan
pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada satuan
pendidikan dalam mengelola pendidikan secara sehat, bertanggung jawab, dan
akuntabel yang diikuti dengan sistem kontrol dan jaminan kualitas pendidikan
serta sistem penilaian kinerja sampai dengan satuan pendidikan;
9. Meningkatkan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan dari APBD I dengan sistem
pembiayaan pendidikan yang berprinsip keadilan, efisien, transparan dan
akuntabel mencapai 20 persen paling lambat pada tahun 2009 untuk melanjutkan
usaha-usaha pemerataan dan penyediaan layanan pendidikan yang berkualitas;
10. Meningkatkan kualitas kurikulum, terutama bagi pendidikan dasar dan menengah
serta pelaksanaannya yang didukung dengan penyediaan peralatan pendidikan
yang sesuai untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup agar peserta didik
mampu memecahkan berbagai masalah kehidupan secara kreatif dan menjadi
manusia produktif guna menyongsong era ekonomi dan masyarakat berbasis
pengetahuan;
11. Mengembangkan budaya baca guna menciptakan masyarakat belajar, berbudaya,
maju dan mandiri;
12. Meningkatkan penelitian dan mengembangkan pendidikan untuk penyusunan
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pendidikan dalam rangka
meningkatkan kualitas, jangkauan dan kesetaraan pelayanan, efektivitas dan
efisiensi manajemen pelayanan pendidikan.

D. Program-Program Pembangunan

Pembangunan bidang pendidikan Provinsi Jambi terdiri atas 8 (delapan)


program, yakni 1 (satu) program unggulan dan 7 (tujuh) program penunjang. Program
unggulan yaitu Peningkatan dan Pengembangan Wajar 9 Tahun, sedangkan program-
program unggulan adalah : (1) Pembinaan Sekolah Menengah, (2) Pembinaan
Pendidikan Non Formal, (3) Peningkatan Kesejahteraan dan Profesionalisme Tenaga
Pendidik, (4) Peningkatan Pendidikan Kedinasan, (5) Pengembangan Manajemen
Pelayanan Pendidikan, (6) Peningkatan Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan
Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan SDM dan Pengembangan IPTEK, dan (7)
Pengembangan Perpustakaan Daerah.

1. Peningkatan Dan Pengembangan Wajar 9 Tahun )*

Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses, pelayanan dan kualitas


pendidikan wajar 9 tahun guna meningkatkan lama masa sekolah melalui roses
pendidikan yang terjangkau bagi semua kelompok masyarakat.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:


1. Peningkatan akses pendidikan dilaksanakan melalui pembangunan dan rehabilitasi
unit dan kelas baru, rettirval siswa SD dan SMP dan pemberian beasiswa.

- 126
Agenda Pembangunan

2. Peningkatan kualitas pendidikan dilaksanakan melalui pengembangan


perpustakaan, laboratorium, perbaikan sarana dan prasarana penunjang melalui
imbal swadaya, school grant atau pengadaan langsung ke sekolah, penyetaraan
dan tes kompetensi guru SD, pelatihan guru dan kepala sekolah, perbaikan
kesejahteraan guru, seleksi guru berprestasi, dan melaksanakan kelas unggul.
3. Peningkatan efisiensi dan relevansi dilaksanakan melalui pendataan dan
penyajian informasi pendidikan, koordinasi dengan Dinas Pendidikan
kabupaten/kota dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan
wajar 9 tahun, penambahan guru kelas dan bidang studi.

2. Pembinaan Sekolah Menengah

Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses, pelayanan dan kualitas


pendidikan serta efisiensi dan relevansi dari proses pendidikan yang terjangkau bagi
semua kelompok masyarakat, melalui jalur formal bagi siswa-siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) guna memperoleh lulusan yang handal dan mampu berkompetisi
untuk memasuki perguruan tinggi terbaik, baik Perguruan Tinggi lokal maupun luar
daerah serta tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai tujuan jangka
panjangnya.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:

1. Peningkatan akses pendidikan dilaksanakan melalui pembangunan dan rehabilitasi


gedung dan kelas, retrival siswa, serta pemberian beasiswa kepada anak kurang
mampu yang berprestasi.
2. Peningkatan Kualitas Pendidikan Dilaksanakan Melalui Pembangunan Perpustakaan
Dan laboratorium, pengadaan ruang praktik/bengkel bagi SMK, peningkatan
sarana dan prasarana penunjang melalui imbal swadaya, school grant atau
pengadaan langsung ke sekolah sasaran antara lain : alat laboratorium Biologi,
Fisika dan Kimia, serta alat penunjang dan alat-alat peraga lainnya, penyetaraan
dan tes kompetensi guru, pelatihan guru dan kepala sekolah, olimpiade sains
tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional, perbaikan kesejahteraan dan
seleksi guru berdedikasi dan mengajar di daerah terpencil, melaksanakan kelas
unggul, pembinaan Sekolah Nasional bertaraf Internasional, p kompetensi siswa
kelas unggul dan keterampilan, pelatihan pustakawan dan laboran IPA, visitasi
akreditasi, koordinasi majelis pendidikan kejuruan Provinsi Jambi, pengembangan
pusat informasi dan komunikasi, akta guru dan magang guru produktif di berbagai
industri.
3. Peningkatan efisiensi dan relevansi dilaksanakan melalui pendataan dan
penyajian informasi pendidikan, koordinasi dengan Dinas Pendidikan
kabupaten/kota, penambahan guru kelas bidang studi, penyusunan kurikulum
muatan lokal dan penyusunan modul pembelajaran.

3. Pembinaan Pendidikan Non Formal

Program ini bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan baik untuk laki-
laki maupun perempuan sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan
formal guna mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan
di kawasan tertentu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

- 127
Agenda Pembangunan

1. Peningkatan akses pendidikan dilaksanakan melalui pengembangan pendidikan


kesetaraan yang diarahkan kepada anak usia wajar 9 tahun melalui paket A, B
serta pengembangan paket C, pengembangan keaksaraan fungsional bagi buta
aksara tanpa diskriminasi gender, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di
lingkungan pendidikan non formal, penyediaan biaya operasional, magang,
beasiswa atau kursus-kursus yang relevan, menyediakan sarana dan prasarana
PAUD, dan menyediakan biaya operasional PAUD.
2. Peningkatan kualitas pendidikan dilaksanakan melalui pelatihan tutor, penilik,
dan pamong, menyediakan modul, penguatan kelembagaan pengarusutamaan
gender dan anak, mengembangkan satuan PNF, model unggulan dan model
kompetitif untuk PAUD, mengembangkan kurikulum, bahan ajar dan model-model
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pendidikan non formal yang mengacu
pada standar nasional, dan menyediakan biaya operasional pendidikan dan subsidi
atau hibah, termasuk mencarikan mitra dengan dunia usaha yang tertarik
mengembangkan usahanya di sektor pendidikan.
3. Peningkatan efisiensi dan relevansi dilaksanakan melalui pendataan dan
penyajian informasi pendidikan, koordinasi dengan Dinas Pendidikan
kabupaten/kota dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan non
formal, advokasi, sosialisasi dan fasilitasi dalam PNF, seleksi dan menetapkan
jenis-jenis pendidikan non formal yang difokuskan terkait dengan pasar kerja dan
kebutuhan daerah, sehingga setiap lulusan lebih siap pakai.

4. Peningkatan Kesejahteraan dan Profesionalisme Tenaga Pendidik

Program ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan jumlah, kualitas, kompetensi


dan profesionalisme tenaga pendidik pada satuan pendidikan, negeri maupun swasta,
(2) agar setiap tenaga pendidik mendapatkan tunjangan dan penghasilan yang layak,
dan (3) meningkatkan jumlah, kualitas, kompetensi dan profesionalisme tenaga
kependidikan untuk mampu melaksanakan pengelolaan, pengembangan, pengawasan,
dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan yang pada akhirnya akan
terjadi peningkatan dalam kualitas anak didik lulusan sekolah.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Meningkatkan rasio pelayanan pendidik dan tenaga kependidikan melalui


pengangkatan, penempatan, dan penyebaran tenaga pendidik secara lebih adil
didasarkan pada ketepatan kualifikasi, jumlah, kompetensi dan sasaran.
2. Meningkatkan perbaikan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan di
luar gaji pokok yang diterimanya, terutama bagi guru-guru honorer di daerah
terpencil.
3. Mendukung pemberian kesempatan pendidikan lanjutan setara DII dan DIII bagi
guru-guru tingkat SD/MI dan S1 bagi guru-guru tingkat SLTP/SLTA dan berbagai
pelatihan mengajar bagi para guru.
4. Memberikan perlindungan hukum bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
dengan mengembangkan sistem remunerasi dan jaminan kesejahteraan sosial
yang pantas dan memadai, penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja,
dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan
intelektual; dan
5. Memberikan kartu anggota jaminan sosial sebagai tenaga pendidik untuk
mendapatkan kemudahan dalam berbagai layanan sosial seperti dalam layanan
kesehatan.

- 128
Agenda Pembangunan

5. Peningkatan Pendidikan Kedinasan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan


profesionalisme para pegawai dan calon pegawai negeri di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jambi dalam melaksanakan tugas kedinasannya yang diselenggarakan melalui
jalur pendidikan formal.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi :

1. Evaluasi pelaksanaan pendidikan kedinasan terhadap kebutuhan tenaga kerja


kedinasan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan kedinasan.
2. Meningkatkan kualitas, kompetensi dan profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan melalui pendidikan.
3. Mengembangkan kurikulum pendidikan kedinasan sesuai dengan tugas dan fungsi
dari dinas/instansi yang bersangkutan serta sejalan dengan kebutuhan
pemerintah daerah.
4. Mengembangkan sistem akreditasi melalui kerjasama antar daerah dalam provinsi
atau antar daerah antar provinsi; dan
5. Mengembangkan kebijakan, perencanaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan
pelaksanaan pendidikan kedinasan sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, partisipatif dan demokratis.
6. Pengembangan Manajemen Pelayanan Pendidikan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang tepat


guna dan tepat sasaran serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dan tidak
ada diskriminasi gender, yang berkeadilan, transparan dan demokratis.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi :

1. Penataan kembali pengelolaan pendidikan dan penyusunan sistem dan mekanisme


perencanaan dan pengelolaan pendidikan.
2. Penyusunan anggaran pendidikan dan pembiayaan satuan pendidikan berbasis
kinerja.
3. Pengaturan inventarisasi dan sistem dokumentasi sarana, prasarana dan aset
pendidikan.
4. Penguatan sistem informasi pendidikan di Provinsi Jambi dengan menggunakan
teknologi informasi (TI) dan menyediakan data terkini, lengkap dan akurat.
5. Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah.
6. Menciptakan sistem pengawasan yang profesional dan objektif melalui sistem
pengawasan yang aktif dan objektif mencegah terjadinya pemborosan.

7. Peningkatan Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Perguruan Tinggi Dalam


Peningkatan Kualitas Sdm Dan Pengembangan Iptek

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara pemerintah


daerah dan perguruan tinggi setempat dalam upaya mengoptimalkan kegiatan
penggalian dan pengembangan potensi sumberdaya alam daerah, mempersiapkan dan
meningkatkan sumberdaya manusia pembangunan di Provinsi Jambi. Kegiatan pokok
yang dilaksanakan antara lain meliputi berbagai kegiatan kerjasama dengan

- 129
Agenda Pembangunan

Universitas Jambi dan IAIN Sultan Thata Shaifuddin serta perguruan tinggi dan
akademi swasta lainnya dalam bentuk :

1. Melakukan pengkajian terhadap profil para alumni (tracer study).


2. Melaksanakan bantuan asistensi teknis (technical assistant support).
3. Memberikan bantuan dana penelitian dan pengajaran, terutama bagi para staf
pengajar yang melanjutkan pendidikan tarutama yang berhubungan dengan
pembangunan daerah; dan
4. Melibatkan para staf pengajar dari berbagai Perguruan Tinggi di Jambi untuk ikut
serta dalam penyusunan dokumen politis dan perencanaan daerah.

8. Pengembangan Perpustakaan Daerah

Program ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, baik


kalangan pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat umum dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui pelayanan yang berkualitas dan terjangkau
untuk semua lapisan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi :

1. Meningkatkan SDM aparatur pustakawan.


2. Meningkatkan sarana dan prasarana perpustakaan termasuk peningkatan
kelembagaannya.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan disiplin pegawai.
4. Meningkatkan pelayanan, seperti perpustakaan keliling.
5. Menjalin kerjasama dengan dunia pendidikan dan swasta.

2.3.2. Peningkatan Mutu dan Layanan Kesehatan

Pembangunan Kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak


dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan Undang–Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu
investasi untuk peningkatan kualitas SDM, yang antara lain diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu
komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan
investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting
dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan pada dasarnya menjalankan amanat UUD 1945 yang
merupakan kehendak dari seluruh rakyat Indonesia, dimana UUD 1945 pasal 34 ayat
(2) mengamanatkan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dengan adanya Undang-undang
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, merupakan landasan bagi pelaksanaan Otonomi Daerah dalam rangka
desentralisasi yang memberikan peluang yang besar kepada pemerintah daerah untuk
melanjutkan tugas-tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan termasuk didalamnya Pembangunan Bidang Kesehatan.
Permasalahan utama yang dihadapi saat ini adalah akses dan mutu pelayanan
kesehatan yang masih rendah, yang ditunjukan dengan Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang belum sebaiknya

- 130
Agenda Pembangunan

rata-rata Nasional, demikian juga status gizi kurang Balita serta beberapa penyakit
menular yang masih tinggi.

A. Keadaan dan Masalah

A.1. Disparitas status kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat ditunjukkan dengan


AKI, AKB dan AKABA, status gizi serta umur harapan hidup. Pencapaian derajat
kesehatan di Provinsi Jambi masih tertinggal dibanding angka Nasional, yaitu : AKB
(IMR) berdasarkan SDKI 2002, 41/1000 kelahiran hidup (Nasional = 42/1000); AKABA
(CMR) 51/1000 kelahiran hidup (Nasional = 54/1000) AKI (MMR) menurut Surkesnas =
219,7/100.000 kelahiran hidup (Nasional menurut SDKI 2002 = 307/100.000) dan usia
harapan hidup, Jambi = 67,37 tahun, Nasional 66,79 tahun.
Status gizi masyarakat masih rendah, terutama Balita dan Ibu Hamil. Angka
anemia ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 39% yang akan diturunkan menjadi
kurang dari 20% (2008). Angka status gizi buruk masih tinggi 2,1% akan diturunkan
menjadi 1% (2008). Keadaan status gizi balita beberapa tahun terakhir yang tersebar
di Kabupaten/Kota sebagai berikut :

Tabel 2.3
Status Gizi Balita di Provinsi Jambi Tahun 2003 – 2004

No. STATUS GIZI 2003 ( % ) 2004 ( % ) Nasional ( % )

1 Gizi Baik 89,4 88,1 71,83

2 Gizi Kurang 8,2 9,8 19,62

3 Gizi Buruk 2,3 2,1 8,53

Cakupan pelayanan ibu hamil (K1), pelayanan pemeliharaan ibu hamil (K4),
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan serta imunisasi TT2 pada ibu
hamil memberikan kontribusi terhadap angka kematian ibu dan angka kematian bayi
(Tabel 2). Begitu pula dengan kondisi penyakit menular di Provinsi Jambi dihadapkan
pada transisi epidemiologi. Disatu sisi masih dihadapkan pada penyakit menular
seperti penyakit malaria insiden 2004 = 16,77 per 1000 penduduk, sementara itu
telah ditemukan penyakit baru seperti HIV/AIDS, SARS dan sebagainya, seperti
terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4
Cakupan Pelayanan Ibu Hamil di Provinsi Jambi Tahun 2000 – 2004
TAHUN ( Persen)
No. KEGIATAN
2000 2001 2002 2003 2004 Nas.(2002)
1 Kunjungan Ibu Hamil (K1) 70,30 74,54 77,77 79,31 82,00 86,76
2 Pem. Ibu Hamil (K4) 57,12 61,76 62,38 64,00 70,00 79,44
3 Pertolongan Persal. Nakes 52,20 58,31 58,95 62,59 68,00 70,59
4 Imunisasi TT2 Ibu Hamil 91,52 83,11 83,39 86,88 64,70 68,84
5 BBLR - 0,58 - - - -

- 131
Agenda Pembangunan

Tabel 2.5
Indeksi Malaria DI Provinsi Jambi Tahun 2001 - 2004
TAHUN
No. INDIKATOR MALARIA
2001 2002 2003 2004

1 AMI (Per. 1000 Penduduk) 10,40 24,81 22,10 -

2 SPR ( % ) 42,77 30,90 26,04 -

Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit
infeksi menular seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria, diare, dan
penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah. Selain itu
Provinsi Jambi juga menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue
(DBD), HIV/AIDS, chikunguya. Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi
sehingga Provinsi Jambi menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan
(double burdens). Terjadinya beban ganda yang disertai dengan meningkatnya
jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan
meningkatnya penduduk usia produktif dan usia lanjut, akan berpengaruh terhadap
jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa
mendatang.

A.2. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. Faktor utama penyebab tingginya
angka kematian bayi di Provinsi Jambi sebenarnya dapat dicegah dengan intervensi
yang dapat terjangkau dan sederhana. Oleh karena itu kinerja pelayanan kesehatan
merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan
penduduk. Masih rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa
indikator, seperti proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi
bayi yang mendapatkan imunisasi campak, dan proporsi penemuan kasus (Case
Detection Rate) tuberculosis paru. Pada tahun 2004, cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan baru mencapai 68 persen. Imunisasi campak untuk anak umur 0-12 bulan
mencapai 96,85 persen. Sedangkan proporsi penemuan kasus penderita tuberculosis
paru pada tahun 2004 baru mencapai 57 persen.

A.3. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting
untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku masyarakat yang
tidak sehat dapat dilihat dari kebiasaan merokok, rendahnya pemberian air susu ibu
(ASI) eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada anak balita, serta
kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan
narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA) dan kematian akibat kecelakaan.
Proporsi penduduk dewasa yang merokok sebesar 32 persen. Sementara itu, proporsi
penduduk merokok yang mulai merokok pada usia dibawah 20 tahun meningkat dari
60 persen (1995) menjadi 65 persen (2004). Pada tahun 2004, persentase bayi usia 4–
5 bulan memperoleh ASI eksklusif baru mencapai 45,26 persen. Persentase gizi
kurang pada anak balita 9,8 persen (2004) sementara gizi lebih mencapai 2,5 persen
(2004). Kecelakaan termasuk sepuluh besar penyebab kematian umum, yaitu
penyebab ke–8 pada tahun 1995 dan meningkat menjadi penyebab ke–6 tahun 2004.

A.4. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Salah satu faktor penting lainnya
yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan

- 132
Agenda Pembangunan

yang tercermin antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi
dasar. Pada tahun 2004, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap
air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 65,48 persen, dan akses rumah
tangga terhadap sanitasi baru mencapai 51,72 persen. Kesehatan lingkungan yang
merupakan kegiatan lintas–sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan
kewilayahan.

A.5.Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.


Pada tahun 2004, rata–rata setiap 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 3,25
puskesmas. Selain jumlahnya yang kurang, kualitas, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan dipuskesmas masih menjadi kendala. Pada tahun 2004 terdapat
17 Rumah Sakit (RS), terdiri dari 12 RS milik pemerintah dan 5 RS milik swasta.
Walaupun rumah sakit terdapat di semua Kabupaten/Kota, namun kualitas pelayanan
sebagian RS pada umumnya masih di bawah standar. Pelayanan kesehatan rujukan
belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat. Masyarakat merasa kurang
puas dengan mutu pelayanan rumah sakit dan puskesmas, karena lambatnya
pelayanan, kesulitan administrasi dan lamanya waktu tunggu. Perlindungan
masyarakat di bidang obat dan makanan masih rendah. Dalam era perdagangan
bebas, kondisi kesehatan masyarakat semakin rentan akibat meningkatnya
kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
keamanan.
Sarana dan prasarana kesehatan di Provinsi Jambi pada saat ini masih belum
memadai baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Sarana pelayanan kesehatan
tingkat dasar yang ada antara lain ; Puskesmas sebanyak 136 unit dengan Puskesmas
Tempat Tidur 31 unit dan non Tempat Tidur 98 unit. Pustu 583 unit, Polindes 77 unit,
Pusling 118 unit.
Dari data diatas diketahui ratio Puskesmas terhadap penduduk adalah 1
Puskesmas per 19.261 penduduk, angka ini sudah melebihi angka ratio yang
diharapkan dalam kebijaksanaan Puskesmas bahwa 1 Puskesmas seharusnya dapat
melayani 30.000 penduduk. Keberadaan Puskesmas tersebut telah merata disetiap
kecamatan dengan 1,8 Puskesmas Perkecamatan. Namun aksesibilitas masyarakat
terhadap Puskesmas masih belum merata oleh karena penyebaran dan letaknya masih
ada yang kurang strategis dan tidak berada di pusat permukiman penduduk. Khusus
pelayanan terhadap masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang berjumlah
lebih kurang 3.658 kepala keluarga yang terdapat terutama di Kabupaten Muaro
Jambi, Batanghari, Tebo dan Merangin akses pelayanan kesehatan masih sangat
minim.
Sarana pelayanan kesehatan tingkat rujukan yang ada antara lain Rumah Sakit
17 Unit yang terdiri dari RS Pemerintah 9 unit, RS Jiwa 1 Unit, RD. TNI 1 Unit, RS
POLRI 1 Unit, RS BUMN 2 Unit, RS Swasta 5 Unit. RS Pemerintah tersebut sudah
tersebar pada setiap Kabupaten kecuali 1 Kabupaten yang masih dalam tahap
persiapan operasionalnya yakni RS Sarolangun. Indikator pelayanan RS Umum dan
Jiwa pada umumnya masih dibawah ideal yakni BOR rata-rata 46,8 % (angka ideal 60 –
85%) dan LOS rata-rata 7,2 hari (angka ideal 6–9 hari). Sementara kualitas pelayanan
RS Swasta dan Pemerintah pada tahun 2004 dari 17 RS yang ada, hanya 3 yang
terakreditasi (17,6%) masih jauh dibawah angka yang diharapkan (50%).
Sarana kesehatan tersebut ditunjang dengan telah adanya laboratorium
kesehatan baik yang melekat pada RS maupun laboratorium kesehatan daerah dan
laboratorium swasta, apotek, optikal, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan/Klinik
Swasta, Praktek Dokter/Dokter Gigi Swasta, Praktek Bidan, Praktek bersama dokter
spesialis, praktek pysioterapi swasta, pengobatan tradisional, toko obat dan
sebagainya.

- 133
Agenda Pembangunan

Dengan memperhatikan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004


tentang Pemerintah Daerahkhusus di bidang kesehatan Pemrintah Provinsi Jambi
dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi mempunyai kewenangan antara lain kebijakan
pelayanan kesehatan, perizinan dan akreditasi pada sarana dan prasarana kesehatan,
penetapan pedoman penggunaan, pengembangan dan pengendalian terhadap
penerapan teknologi kesehatan dan tanaman obat, pembinaan dan pengawasan
terhadap peredaran obat dan industri farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional.

A.6. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata. Jumlah Sumber
Daya Manusia (SDM) kesehatan belum memadai baik dari segi kuantitas maupun
kualitas dengan penyebaran yang tidak merata. Rasio tenaga kesehatan terhadap
jumlah penduduk masih rendah karena daya serap tenaga kesehatan oleh Pemerintah
daerah (jaringan pelayanan kesehatan) masih terbatas.
Kondisi tenaga kesehatan di Provinsi Jambi sampai tahun 2005 adalah ; Rasio
dokter terhadap jumlah penduduk 1 : 5.855 penduduk. Ratio Perawat terhadap
penduduk 1 : 925, Ratio Bidan terhadap jumlah penduduk 1 : 1.767 dan Ratio
Sanitarian terhadap jumlah penduduk 1 : 6.205 Produksi Perawar setiap tahun sekitar
350 orang produksi Bidan setiap tahun sekitar 80 orang dan produksi Sanitarian setiap
tahunnya 40 orang, sedangkan tenaga dokter sampai saat ini hanya menerima dari
luar Provinsi.
Penyebaran SDM Kesehatan sampai saat ini belum menggembirakan, walaupun
sejak beberapa Tahun belakang ini telah diterapkan kebijakan tenada dokter dan
bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas untuk kawasan
Kabupaten Induk, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kawasan kabupaten
pemekaran.

A.7. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin. Angka kematian bayi pada
kelompok termiskin adalah 61 dibandingkan dengan 17 per 1.000 kelahiran hidup
pada kelompok terkaya. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama
pada bayi dan balita, seperti ISPA, diare, tetanus neonatorum dan penyakit
kelahiran, lebih sering terjadi pada penduduk miskin. Penyakit lain yang banyak
diderita penduduk adalah TBC paru, malaria, dan HIV/AIDS. Rendahnya status
kesehatan penduduk miskin terutama disebabkan terbatasnya akses terhadap
pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya (cost barrier).
Sebagian besar (48,7 persen) masalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
adalah karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Utilisasi rumah sakit masih
didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung
memanfaatkan pelayanan puskesmas. Demikian juga persalinan oleh tenaga
kesehatan, penduduk miskin hanya 39,1 persen dibanding 82,3 persen penduduk
kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya
menjangkau 18,74 persen (2004) penduduk, yang sebagian besar diantaranya adalah
PNS. Walaupun Undang–Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah
ditetapkan, pengalaman managed care di berbagai wilayah menunjukan bahwa
keterjangkauan penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan belum cukup
terjamin. Gambaran 10 penyakit terbesar di Provinsi Jambi beberapa tahun terakhir
sebagai berikut :

- 134
Agenda Pembangunan

Tabel 2.6
Gambaran 10 Penyakit TerbesarDari Pelayanan Di Puskesmas
No. Jenis Penyakit 2000 2001 2002 2003
1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 20,24 19,95 21,20 26,46
2 Penyakit Lain Saluran pernafasan atas 9,38 9,30 9,11 12,28
3 Peny. Lain Pada Sistem otot dan 6,36 6,62 7,40 11,53
jaringan ikat
4 Penyakit Kulit Infeksi 6,28 5,97 5,67 11,14
5 Penyakit Kulit Alergi 4,83 5,09 4,30 6,69
6 Diare 4,83 4,19 4,40 8,77
7 Malaria Klinis 3,69 3,72 3,80 4,59
8 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 2,89 3,23 3,62 3,10
9 Penyakit Pulpa dan Jaringan Peripikal 2,74 2,67 2,83 1,02
10 Penyakit lainnya 42,15 39,26 37,67 14,49
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Jambi

A.8. Sumberdaya Obat dan Perbekalan Kesehatan. Industri Farmasi di Jambi


tercatat hanya satu buah dan sudah ada sejak lama, mutu produknya sudah berhasil
distandarisasi khusus untuk obat luar dengan telah diterimanya sertifikat Cara
Produksi Obat yang baik bagi sediaan obat luar. Perkembangan Obat Asli Indonesia di
Jambi saat ini tercatat hanya ada 2 Industri Kecil Obat Tradisional, satu hanya
memproduksi obat luar dan lainnya hanya memproduksi obat dalam, sedangkan
perbekalan kesehatan, Jambi telah memproduksi produk kesehatan rumah tangga
oleh 6 Produsen kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Dalam
distribusi obat dan perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, di Jambi saat ini tercatat
43 Pedagang Besar Farmasi (PBF) terdiri dari 21 PBF lokal dan 22 PBF cabang,
semuanya berlokasi di Kota Jambi. Jumlah apotik tercatat sebanyak 88 buah dan
toko obat berizin 123 buah. Jumlah rumah sakit 17 buah serta Puskesmas 136. Alokasi
dana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk pengadaan obat rata-rata
sebesar Rp. 4.000,- per kapita/tahun sedangkan nasional Rp. 5.000,- per
kapita/tahun. Ketersediaan obat untuk Pelayanan Kesehatan Dasar saat ini secara
umum cukup tapi distribusinya tidak merata, terutama untuk KAT, ada beberapa
kabupaten terasa berlebih sementara kabupaten lain kurang oleh karenanya perlu
ada koordinasi dan sinkronisasi serta perencanaan yang matang dan terkoordinir di
kabupaten/kota. Fungsi buffer stock yang ada di tingkat provinsi harus
dipertahankan dan ditingkatkan jumlahnya untuk mengantisipasi bila terjadi kasus
Kejadian Luar Biasa (KLB) atau hal lain yang sewaktu-waktu dan dapat dialokasikan
ke kabupaten/kota yang membutuhkan. Reposisi obat generik berlogo masih
diperlukan, sehingga pengadaan obat dari pemerintah terutama di kabupaten dan
kota tetap mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan nomor
085/Menkes/Perencanaan/I/1989 tentang Kewajiban Menulis Resep
dan/Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

A.9. Pemberdayaan Masyarakat ; Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak


terlepas dari partisipasi aktif masyarakat. Inisiatif masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatan di Provinsi Jambi telah lama dilakukan. Berbagai upaya kesehatan
berbasis masyarakat banyak didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu yang
berjumlah 2.622 yang terdiri dari 49,12% Posyandu Pratama, 35,85% Posyandu Madya,
13,58% Posyandu Purnama, dan 1,45 Posyandu Mandiri, Pondok Bersalin Desa
(Polindes) 77, Pos Obat Desa (POD) 194, Taman Obat Keluarga (TOGA) 25070, Pos

- 135
Agenda Pembangunan

Upaya Kesehatan Kerja (UKK) 66, tapi pemberdayaan masyarakat dalam bentuk
Warung Obat Desa belum ada. Sedangkan dalam pembiayaan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat diwujudkan melalui bentuk dana sehat yang berjumlah
263 kelompok, serta berbagai yayasan peduli kesehatan seperti PPTI, Yayasan
Jantung Provinsi Jambi dan lain-lain.
Dalam rangka mempercepat tercapainya Jambi Sehat 2008, pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan pula dalam berbagai bentuk, seperti Gebrak Malaria,
Gerakan Sayang Ibu (GSI), Gerakan Terpadu TAMBANG-Paru dan lain-lain. Banyak
upaya kesehatan berbasis masyarakat maupun yayasan atau gerakan-gerakan kurang
berjalan karena kurangnya kemampuan dalam menggali dana-dana.
Adanya kesan bahwa program peningkatan kesehatan masyarakat selama ini
dimonopoli oleh instansi kesehatan dan provider, menjadi upaya pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan kesehatan yang dilakukan oleh banyak pihak, seperti
NGOs dan kalangan swasta kurang mendapat respot yang positif. Jaringan kemitraan
antara sektor Pemerintah dan swasta, demikian juga antara Pemerintah dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) belum dikembangkan secara optimal dan belum
terinventarisasi LSM yang concern dibidang kesehatan. Kondisi ini menjadikan upaya
pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan kurang terkoordinasi dalam
mendukung kebijakan sistem kesehatan daerah.

B. Tujuan dan Sasaran

B.1. Tujuan ; Rencana Pembangunan jangka menengah selama tahun 2006–2010


Dinas Kesehatan Provinsi Jambi menetapkan tujuan adalah : meningkatkan kinerja
aparatur kesehatan melalui penerapan sistem administrasi dan pelayanan
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, hukum dan hubungan
Sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin dari indikator dampak (impact)
yaitu :

Ø Meningkatnya umur harapan hidup dari 67,37 tahun menjadi 70 tahun;


Ø Menurunnya angka kematian bayi dari 41 menjadi 30 per 1.000 kelahiran hidup;
Ø Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 215 menjadi 170 per 100.000
kelahiran
Ø Menurunnya prevalensi gizi buruk anak balita dari 2,1 persen menjadi < 1 persen.

C. Arah Kebijakan

Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan kesehatan


terutama diarahkan pada : (1) Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas
puskesmas; (2) Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; (3)
Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin; (4)
Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; (5)
Peningkatan promosi kesehatan melalui pendidikan kesehatan pada masyarakat
sejak usia dini; dan (6) Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan
dasar.
Pembangunan kesehatan memprioritaskan upaya promotif dan preventif yang
dipadukan secara seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Perhatian khusus
diberikan kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal dan
daerah bencana, dengan memperhatikan kesetaraan gender.

- 136
Agenda Pembangunan

D. Program–Program Pembangunan

Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat


tersebut dijabarkan dalam program – program pmbangunan sebagai berikut :

1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Program ini ditunjukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan


masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat seta
mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Kegiatan pokok yang
dilaksanakan dalam program ini antara lain :

Ø Pengembangan media promosi kesehatan teknologi komunikasi, informasi dan


edukasi ( KIE );
Ø Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat, seperti posyandu,
polindes, dan UKS dan generasi muda;
Ø Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat;
Ø Kemitraan dengan lintas sektor, LSM, Ormas, Organisasi profesi, dan lain-lain. .

2. Program Lingkungan Sehat

Program ini ditujukan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih
sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan lintas – sektor berwawasan kesehatan. Kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Penyehatan air dan lingkungan permukiman


Ø Pemanfaatan dan pengawasan kualitas lingkungan
Ø Pengawasan tempat-tempat umum
Ø Pembinaan dan pengawasan tempat kerja
Ø Pengendalian dampak resiko pencemaran
Ø Pengembangan wilayah sehat

3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat

Program ini ditujukkan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas


pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya meliputi puskesmas
pembantu, puskesmas keliling dan bidan di desa. Kegiatan pokok yang dilaksanakan
dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya;


Ø Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmasdan
jaringannya;
Ø Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generic esensial;
Ø Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang – kurangnya
promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,
kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar;
dan
Ø Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan.

- 137
Agenda Pembangunan

4. Program Upaya Kesehatan Perorangan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas


pelayanan kesehatan perorangan. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini
antara lain :

Ø Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit;


Ø Pembangunan sarana dan prasarana puskesmas, pustu dan polindes secara
selektif;
Ø Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit;
Ø Pengadaan obat dan perbekalan rumah sakit;
Ø Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan;
Ø Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan; dan
Ø Peningkatan peran serta sektor swasta dalam upaya kesehatan perorangan.

5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Program ini ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan


kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit
menular yang akan ditanggulangi adalah malaria, demam berdarah dengue, diare,
polio, filarial, kusta, tuberculosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit–penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang
ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan
kanker. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko;


Ø Peningkatan imunisasi;
Ø Penemuan dan tata laksana penderita;
Ø Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah; dan
Ø Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit.

6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam


upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak
balita. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Peningkatan pendidikan gizi;


Ø Penanggulangan kurang energi protein ( KEP ), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium ( GAKY ), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya;
Ø Penanggulangan gizi lebih;
Ø Peningkatan surveilens gizi; dan
Ø Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.

7. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan


biaya yang terkendali. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain
meliputi :

- 138
Agenda Pembangunan

Ø Menyusun kebijakan pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan;


Ø Melakukan advokasi, sarasehan dan koordinasi;
Ø Melakukan pengembangan kendali biaya dan mutu jaminan pemeliharaan
kesehatan melalui pengembangan dokter keluarga;
Ø Meningkatkan capability building pembiayaan dan JPK;
Ø Meningkatkan dukungan koordinasi dan operasional JPK, jaminan pembiayaan
kesehatan masyarakat secara kapitasi dan pra upaya terutama bagi masyarakat
miskin.

8. Program Sumber Daya Kesehatan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran


tenaga kesehatan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. Kegiatan
pokok yang dilakukan dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;


Ø Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan;
Ø Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di
puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit kota / kabupaten;
Ø Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir tenaga kesehatan;
dan
Ø Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan.

9. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan

Program ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu,


keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional,
perbekalan kesehatan rumah tangga, dan kosmetika. Kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan;


Ø Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan;
Ø Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan;
Ø Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama
untuk penduduk miskin; dan
Ø Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit.

10.Program Pengawasan Obat dan Makanan

Program ini ditujukan untuk menjamin terpenuhinya persyaratan mutu,


keamanan dan kemanfaatan/khasiat produk terapetik/obat, perbekalan kesehatan
rumah tangga, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dan produk pangan
dalam rangka perlindungan konsumen/masyarakat. Kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Peningkatan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;


Ø Peningkatan pengawasan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif
(NAPZA);
Ø Peningkatan pengawasan mutu, khasiat dan keamanan produk terapetik / obat,
perbekalan kesehatan rumah tangga, obat tradisional,suplemen makanan dan
produk kosmetika; dan

- 139
Agenda Pembangunan

Ø Penguatan kapasitas laboratorium pengawasan obat dan makanan.


11.Program Pengembangan Obat Asli Indonesia

Program ini ditujukan untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman obat


Indonesia. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi :

Ø Penelitian dan pengembangan tanaman obat;


Ø Peningkatan promosi pemanfaatan obat bahan alam Indonesia; dan
Ø Pengembangan standarisasi tanaman obat bahan alam Indonesia.

12.Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan

Program ini ditujukan untuk mengembangkan kebijakan dan manajemen


pembangunan kesehatan guna mendukung penyelenggaraan sistem kesehatan
nasional. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program antara lain meliputi :

Ø Pengkajian dan penyusunan kebijakan;


Ø Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta
hukum kesehatan;
Ø Pengembangan sistem informasi kesehatan;
Ø Pengembangan sistem kesehatan daerah; dan
Ø Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan masyarakat secara kapitasi dan pra
upaya terutam bagi penduduk miskin yang berkelanjutan.

13.Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi kesehatan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan
dan program pembangunan kesehatan. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam
program ini antara lain meliputi :

Ø Penelitian dan pengembangan;


Ø Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian; dan
Ø Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan.

2.3.3. Peningkatan Kesejahteraan Sosial dan Keluarga Kecil Berkualitas

A. Permasalahan

Masalah perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan permasalahan yang


perlu segera diatasi. Permasalahan tersebut, antara lain berupa keterlantaran baik di
kalangan anak-anak, remaja maupun lanjut usia, tunasusila, bencana alam dan
masalah sosial lainnya. Sesuai dengan yang diamanatkan oleh pasal 28 H ayat (1), (2),
dan (3) Perubahan Kedua dan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perubahan Keempat UUD
1945.
Di Provinsi Jambi, paling kurang ada 14 (empat belas) kriteria penduduk yang
dianggap sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang memerlukan
bantuan dan atau binaan dari instansi terkait maupun semua stake holder
pembangunan di daerah ini. Ke-14 kriteria tersebut adalah : (1) fakir miskin, (2)
korban tindak kekerasan, (3) korban bencana sosial, (4) tinggal di rumah tidak layak
huni, (5) warga lanjut usia, (6) anak-anak terlantar, (7) anak-anak nakal (gepeng), (8)

- 140
Agenda Pembangunan

eks pecandu narkoba, (9) eks narapidana, (10) penderita cacat, (11) mereka yang
rentan masalah sosial, (12) wanita tuna susila (WTS), (13) komunitas adat terpencil
(KAT), dan (14) suku anak dalam (SAD). Berdasarkan data yang ada, jumlah PMKS di
Provinsi Jambi terus meningkat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 jumlah
PMKS sebesar 2.722 orang, kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi 3.823
orang dan menurun pada tahun 2002 menjadi 3.342 orang. Selanjutnya meningkat
tajam pada tahun 2003 menjadi sebanyak 7.512 orang dan meningkat lagi menjadi
9.501 orang pada tahun 2004. Kondisi semacam ini akan menjadi persoalan yang
sangat mengganggu proses pembangunan di Provinsi Jambi jika tidak ditangani secara
seksama, tepat guna dan tepat sasaran.
Sama halnya dengan persoalan secara nasional, rendahnya kualitas penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan penyandang cacat masih
menghadapi kendala untuk kemandirian, produktivitas dan hak untuk hidup normal
yang meliputi antara lain akses ke pelayanan sosial dasar, terbatasnya jumlah dan
kualitas tenaga pelayanan sosial untuk berbagai jenis kecacatan, dan aksesibilitas
terhadap pelayanan umum untuk mempermudah kehidupan mereka. Masalah lainnya
adalah rendahnya kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan kesejahteraan
sosial dan belum serasinya kebijakan kesejahteraan sosial di tingkat kabupaten/kota.
Masih lemahnya penanganan korban bencana alam dan sosial antara lain
disebabkan karena peristiwa bencana alam merupakan kejadian yang sulit
diperkirakan secara tepat. Permasalahan pokok yang dihadapi adalah masih
terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya bencana alam. Selain itu, masih adanya sikap mental
sebagian warga masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah rawan bencana alam
yang menghambat kelancaran penanganan bencana. Penanganan eks-korban
kerusuhan sosial (pengungsi) yang terjadi di berbagai daerah sebagai akibat dari
kerusuhan dan gejolak sosial, seperti pengungsi Aceh, berjumlah cukup banyak dan
tersebar di berbagai lokasi, perlu terus diupayakan agar terjaga kelangsungan
hidupnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah lain, seperti penempatan kembali eks-
korban kerusuhan sosial di lokasi asal maupun baru, masalah sosial psikologis dan
kecemburuan sosial antara pendatang dengan penduduk setempat, dan keterlantaran
anak di lokasi pengungsian.

Secara rinci permasalahan kesejahteraan sosial di Provinsi Jambi adalah sebagai


berikut :

1. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha.


2. Terbatasnya konsultasi dan pendampingan bagi masyarakat miskin.
3. Terbatasnya akses terhadap air bersih.
4. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan.
5. Rendahnya perlindungan terhadap rasa aman dari perlakuan dan ancaman tindak
kekerasan sertaoerlindungan dan jaminan sosial.
6. Belum optimalnya penerapan sistem partisipasi dalam kebijakan pemerintah.
7. Terbatasnya pelayanan terhadap PMKS yang mengalami kemiskinan,
keterlantaran, kecacatan, ketunasusilaan dan bencana alam serta masih
lemahnya penangan bencana alam dan sosial.
8. Terbatasnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
kesejahteraan sosial.
9. Rendahnya kualitas penanganan PMKS dan kualitas manajemen serta
profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial dan belum serasinya kebijakan
kesejahteraan di tingkat kabupaten/kota.
10. Rendahnya tingkat pelayanan sarana dan prasarana pedesaan.

- 141
Agenda Pembangunan

11. Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan


rendah.
12. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat.
13. Rendahnya kualitas kehidupan dan penghidupan perempuan dari perlakuan dan
ancaman tindak kekerasan dan rendahnya perlindungan terhadap anak.
14. Meningkatnya jumlah pengangguran dan pencari kerja.
15. Menciutnya lapangan kerja formal.

B. Sasaran

Sasaran perlindungan dan kesejahteraan sosial pada tahun 2005-2010 adalah


sebagai berikut:

1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama bagi mereka sebagai


penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di seluruh kabupaten/kota
dalam Provinsi Jambi.
2. Terciptanya kondisi sosial yang dinamis yang berkeadilan dan merata menurut
wilayah, suku dan etnis.
3. Meningkatnya kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam
suatu komunitas.
4. Meningkatnya kualitas pelayanan, rehabilitasi, bantuan sosial, dan jaminan
kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
5. Meningkatnya mutu manajemen dan profesionalisme pelayanan kesejahteraan
sosial, termasuk kualitas kelembagaannya.
6. Tersusunnya sistem perlindungan sosial daerah yang mampu menjamin rasa aman
dan tentram bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial secara adil dan
konsisten.
7. Meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan sosial dasar melalui institusi
dan lembaga sosial; dan
8. Terjaminnya bantuan sosial bagi korban bencana alam dan masalah-masalaha
sosial lainnya.

C. Arah Kebijakan

Arah kebijakan perlindungan dan kesejahteraan sosial adalah untuk


meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan sosial melalui :

1. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja dan


mengembangkan usaha dan arah kebijakan dalam pengembangan.
2. Mengembangkan kelembagaan masyarakat miskin untuk meningkatkan akses
terhadap kesempatan dan perlindungan kerja.
3. Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin yang dilakukan melalui kebijakan yang
diarahkan pada peningkatan kemampuan kerja.
4. Memberdayakan masyarakat miskin melalui pedampingan dan aksesibilitas
terhadap lembaga keuangan.
5. Meningkatka perlindungan terhadap sumberdaya air dan jaminan akses
masyarakat miskin memperoleh air bersih.
6. Meningkatkan peran serta lembaga dan organisasi masyarakat lokal dalam
mengelola dan memanfaatkan serta mengendalikan sumberdaya air.
7. Meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin mengenai pengelolaan sumberdaya
air pentingnya air bersih.
8. Menyempurnakan sistem penyediaan dan distribusi pangan.

- 142
Agenda Pembangunan

9. Memberdayakan kelembagaan pendukung ketahanan pangan berbasis masyarakat.


10. Meningkatkan dan mengembangkan sistem perlindungan sosial.
11. Mengembangkan sistem jaminan sosial.
12. Memperluas aksesibilitas masyarakat miskin terhadap sistem dan mekanisme
perencanaan dan penganggaran pembangunan.
13. Memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang diarahkan pada
pelembagaan partisipasi publik.
14. Menyusun kebijakan kualitas pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PMKS.
15. Meningkatkan aksesibilitas dan kualitas hidup PMKS dan kelompok rentan lainnya
terhadap layanan dasar.
16. Mendorong dan membangun kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana alam.
17. Mengembangkan sistem perlindungan sosial daerah yang terarah, terpadu dan
terkendali.
18. Meningkatkan pemberdayaan bagi keluarga fakir miskin, KAT dan PMKS lainnya.
19. Mengembangkan kebijakan yang mendorong dan memperkuat kesetaraan dan
keadilan para penyandang cacat dalam setiap aspek kehidupan.
20. Meningkatkan kualitas manajemen dan SDM pelayanan kesejahteraan sosial.
21. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif sosial yang melibatkan semua unsur dan
komponen masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan kesejahteraan
sosial.
22. Meningkatkan pelestarian nilai keperintisan, kepahlawanan dan kejuangan.
23. Menumbuhkembangkan dan lebih memberdayakan potensi sumberdaya
kesejahteraan sosial.
24. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial.
25. Mengembangkan dan menyerasikan kebijakan untuk penanganan masalah-masalah
strategis yang menyangkut masalah kesejahteraan sosial.
26. Mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan dengan
merangsang pertumbuhan aktivitas ekonomi non pertanian dan memperkuat
keterkaitan kawasan perdesaan dan perkotaan.
27. Meningkatkan promosi dan pemasaran produk pertanian dan produk pedesaan
lainnya untuk meningkatkan kontunuitas pasokan khususnya ke pasar
kabupaten/kota terdekat.
28. Memperluas akses masyarakat terutama kaum perempuan ke sumberdaya-
sumberdaya produktif untuk mengembangkan usaha seperti lahan, prasarana
sosial ekonomi, permodalan, informasi, teknologi, dan inovasi.
29. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan memenuhi hak-hak
dasar atas pelayanan pendidikan dan kesehatan serta meminimalkan resiko
kerentanan, baik dengan mengembangkan kelembagaan maupun dengan
memperbaiki struktur pasar yang tidak sehat.
30. Mengembangkan praktek budidaya pertanian dan usaha non pertanian yang ramah
lingkungan dan sesuai dengan prinsip pembagunan berkelanjutan sebagai bagian
dari upaya mempertahankan daya dukung lingkungan.
31. Meningkatkan kesempatan berkehidupan bermasyarakat yang berwawasan
gender.
32. Memberdayakan peran keluarga dalam membentuk kesejahteraan keluarga.
33. Meningkatkan pelaksanaan peraturan yang mengatur mengenai hak-hak anak, dan
34. Melakukan revisi dan reorientasi berbagai program perluasan kesempatan kerja
yang dilakukan pemerintah.

- 143
Agenda Pembangunan

D. Program-Program Pembangunan

Pembangunan kesejahteraan sosial di Provinsi Jambi selama lima tahun ke


depan dijabarkan ke dalam 12 (dua belas) program sebagai berikut :

1. Peningkatan Layanan Dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial

Tujuan program ini untuk memulihkan fungsi sosial, memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS),
termasuk anak terlantar, untuk menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembangnya. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Memfasilitasi pembangunan rumah-rumah/panti-panti sebagai tempat masyarakat


penyandang masalah kesejahteraan (PMKS) di setiap kabupaten/kota dalam
provinsi.
2. Memebrikan perlindungan dan pemeliharaan bagi PMKS non potensial.
3. Menyusun kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS).
4. Meningkatkan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan
sosial bagi PMKS.
5. Meningkatkan jangkauan pelayanan rehabilitasi sosial.
6. Meningkatkan kualitas layanan, sarana dan prasarana rehabilitasi sosial bagi
PMKS.
7. Meningkatkan kualitas perlindungan sosial dan rehabilitasi sosial bagi anak
terlantar termasuk anak jalanan, anak cacat, anak nakal, korban kekerasan, tuna
sosial, korban napza dan lanjut usia.
8. Melakukan pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar
termasuk anak jalanan, anak cacat, dan anak nakal serta para pecandu narkoba.
9. Meningkatkan pembinaan, pelayanan dan perlindungan sosial dan hukum bagi
anak terlantar termasuk anak jalanan, anak cacat dan anak nakal serta korban
kekerasan dan eksploitasi.
10. Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi, mengenai anti eksploitasi,
kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, reintegrasi eks-penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan pencegahan penyalahgunaan napza.
11. Meningkatkan penyuluhan bahaya penyalahgunaan napza, dan
12. Meningkatkan kerjasama penanggulangan bahaya napza dengan lembaga terkait
dan BNP Provinsi Jambi.

2. Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT), Satu Anak Dalam
(SAD) dan Penyandang Masalah Sosial Lainnya.

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keberdayaan


sosial keluarga fakir miskin, komunitas adat terpencil (KAT), suku anak dalam (SAD)
dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya. Kegiatan pokok yang
dilaksanakan antara lain meliputi:

1. Melakukan pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin, tuna karya dan keluarga
rentan sosial ekonomi melalui pemberian/penguatan modal kerja dan pelatihan.
2. Melakukan kegiatan sarjana sukarela (enterfreneerships) sebagai pendampingan
bagi KAT dan keluarga fakir miskin dalam melakukan berbagai kegiatan
pembangunan di perdesaan.

- 144
Agenda Pembangunan

3. Membangun kerjasama kemitraan antara pengusaha dengan kelompok usaha fakir


miskin.
4. Melakukan pendampingan melalui satgas Konsultasi Keuangan Mitra Bank (KKMB).
5. Meningkatkan usaha ekonomi produktif keluarga fakir miskin, keluarga rentan
sosial ekonomi, KAT dan PMKS lainnya.
6. Melakukan pemberdayaan KAT melalui kegiatan permukiman dan stimulan.
7. Melakukan pembinaan mental spiritual dan tata kepemerintahan bagi KAT/SAD
purna bina.
8. Meningkatkan kemampuan petugas dan pendamping pemberdayaan sosial
keluarga fakir miskin, KAT, SAD dan PMKS lainnya.
9. Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap berbagai program pemberdayaan
bagi masyarakat PMKS, dan
10. Melakukan peningkatan kemampuan (capacity building) bagi petugas dan
pendamping pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, KAT, SAD dan PMKS
lainnya.

3. Peningkatan Dan Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial

Tujuan program ini adalah untuk penataan sistem dan mekanisme kelembagaan
serta pengembangan kebijakan perlindungan sosial di tingkat daerah, termasuk
pengkajian strategi pendanaan perlindungan sosial, terutama bagi penduduk miskin
dan rentan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Mengkaji dan menganalisis kebijakan dan pelaksanaan kegiatan perlindungan


sosial yang telah ada.
2. Menyerasikan peraturan perundang-undangan/perda dan kebijakan tentang
penyelenggaraan pelayanan perlindungan sosial.
3. Mengembangkan kebijakan dan strategi pelayanan perlindungan sosial, termasuk
sistem pendanaan.
4. Menyempurnakan kebijakan yang berkaitan dengan bantuan sosial bagi penduduk
miskin dan rentan.
5. Memfasilitasi dan memberikan contoh pelayanan perlindungan sosial kepada
kabupaten/kota; dan
6. Mengembangkan model pelembagaan bentuk-bentuk kearifan lokal perlindungan
sosial.

4. Peningkatan Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen dan


profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial di seluruh kabupaten/kota dalam
Provinsi Jambi. Selanjutnya dapat dijadikan program-program terobosan dan inovatif
dalam mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan pengendalian
kesejahteraan sosial. Program-program tersebut kemungkinan berbeda menurut
tempat, kondisi dan waktu. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Melakukan pengkajian, penelitian, pendidikan dan pelatihan manajemen


pelayanan kesejahteraan sosial bekerjasama dengan Perguruan Tinggi.
2. Menyusun dan menetapkan standardisasi pelayanan kesejahteraan sosial dan
melakukan penataan sistem dan mekanisme kelembagaan.
3. Mengembangkan sistem informasi, data dan publikasi pelayanan kesejahteraan
sosial.

- 145
Agenda Pembangunan

4. Melakukan evaluasi dan mengkaji ulang manajemen pelayanan kesejahteraan


sosial secara periodek.
5. Meningkatkan pembinaan hukum dan perundangan yang mendukung pelayanan
kesejahteraan sosial, dan
6. Meningkatkan perencanaan pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial.

5. Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan


pendayagunaan nilai dasar kesejahteraan sosial, dan ketahanan sosial masyarakat,
khususnya organisasi sosial, tenaga kesejahteraan sosial masyarakat/relawan sosial,
dan dunia usaha. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Meningkatkan kualitas SDM tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, relawan


sosial, organisasi sosial termasuk kelembagaan sosial di tingkat kabupaten/kota.
2. Meningkatkan peran aktif masyarakat, termasuk masyarakat adat dan dunia usaha
dalam mendukung upaya-upaya penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial
masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
3. Membentuk jaringan kerjasama pelaku-pelaku UKS masyarakat termasuk
organisasi sosial tingkat kabupaten/kota.
4. Meningkatkan peran serta generasi muda dalam pelaksanaan pembangunan
melalui kegiatan karang taruna.
5. Meningkatkan, mengembangkan dan memelihara organisasi lokal pelaksana UKS
yang berbasiskan masyarakat.
6. Meningkatkan pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan di
seluruh kabupaten/kota dalam provinsi Jambi, dan
7. Menciptakan jejaring kerjasama lintas sektor dan dunia usaha pada setiap tingkat
kabupaten/kota.

6. Peningkatan Kualitas Penyuluhan Kesejahteraan Sosial

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme


pelayanan kesejahteraan sosial, sehingga melalui program ini upaya-upaya
penanggulangan masalah kesejahteraan sosial akan lebih berdayaguna dan
berhasilguna. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Membentuk satgas penyuluhan kesejahteraan sosial dari berbagai elemen sesuai


dengan bidang keahliannya melalui kerjasama dengan pemerintah
kabupaten/kota di seluruh wilayah Provinsi Jambi.
2. Meningkatkan penyuluhan kesejahteraan sosial, khususnya di daerah kumuh,
pedesaan, kawasan terpencil, dan wilayah pesisir pantai.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan sosial melalui media massa cetak
dan elektronik serta media bauran lainnya, dan
4. Meningkatkan kualitas penyuluhan kesejahteraan sosial melalui pelatihan teknik
komunikasi dengan menggalakkan kesenian daerah masing-masing sebagai wadah
yang paling tepat, efisien dan mudah diterima oleh masyarakat.

7. Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial

Tujuan program ini adalah untuk memberikan bantuan dasar kesejahteraan


sosial bagi korban bencana alam dan sosial, dan memberikan jaminan kesejahteraan

- 146
Agenda Pembangunan

sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Kegiatan pokok yang
dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Menyusun berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan bantuan dan


jaminan kesejahteraan sosial.
2. Menyediakan bantuan dasar pangan, sandang, papan dan fasilitas bantuan
tanggap darurat dan stimulan bahan bangunan rumah bagi korban bencana alam,
bencana sosial dan PMKS lainnya.
3. Memberikan bantuan bagi korban tindak kekerasan melalui usaha ekonomi
produktif.
4. Menyelenggarakan bantuan dan jaminan bagi fakir miskin, komunitas adat
terpencil (KAT), suku anak dalam (SAD) dan masyarakat penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya.
5. Mencarikan alternatif pendanaan dari pihak ketiga seperti melalui community
development fund dari perusahaan-perusahaan yang ada di daerah.
6. Meningkatkan ketahanan masyarakat dalam pencegahan terjadinya musibah
bencana sosial, dan
7. Menyelenggarakan akses jaminan sosial melalui asuransi kesejahteraan sosial dan
bantuan kesejahteraan sosial permanen.

8. Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan

Tujuan program ini adalah untuk : (1) meningkatkan peran dan kontribusi
ekonomi daerah yang diukur dari meningkatnya peran sektor pertanian dan non
pertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan produk-produk berbasiskan
pedesaan, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditandai
dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan
dan kesehatan terutama perempuan dan anak, dan (3) meningkatnya kualitas dan
kuantitas infrastruktur di kawasan permukiman di perdesaan. Kegiatan-kegiatan
pokok yang dilaksanakan meliputi :
1. Meningkatkan penyuluhan dan pelatihan keterampilan berusaha bagi masyarakat
pedesaan.
2. Melakukan penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat.
3. Memantapkan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan
perdesaan.
4. Meningkatkan parsipasi masyarakat pedesaan terutama kaum perempuan dan
masyarakat miskin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
pembangunan desa.
5. Mengembangkan kelembagaan difusi teknologi ke kawasan perdesaan terutama
teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
6. Menyempurnakan manajemen dan sistem pembiayaan daerah untuk mendukung
pembangunan kawasan perdesaan.
7. Melestarikan dan memelihara nilai-nilai kegotongroyongan masyarakat, dan
8. Meningkatkan tatalaksana pemerintahan desa.

9. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia di Perdesaan

Tujuan program ini adalah untuk : (1) meningkatkan kualitas sumberdaya


manusia (SDM) masyarakat desa, tanpa adanya diskriminasi gender, (2) meningkatkan
peran serta masyarakat pedesaan dalam proses pembangunan, mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, dan (3) meningkatnya akses kontrol dan
partisipasi seluruh lemen masyarakat dalam kegiatan pembangunan di perdesaan

- 147
Agenda Pembangunan

yang ditandai dengan terwakilinya aspirasi semua kelompok masyarakat dan


meningkatnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan. Kegiatan-kegiatan
pokok yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pendidikan kecakapan hidup termasuk kecakapan vakasional yang


sesuai dengan potensi dan karakter tingkat lokal (kawasan setempat).
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan non formal sesuai dengan potensi
daerah, untuk meningkatkan keterampilan kerja terutama dalam meningkatkan
peran wanita dalam keluarga sejahtera.
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi
penduduk pedesaan serta meningkatkan dan revitalisasi posyandu, dan
4. Meningkatkan usaha ekonomi melalui kelompok dasa wisma.

10.Peningkatan Perlindungan Anak

Tujuan program ini adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan kualitas


kehidupan anak dari segala aspek, (2) menghindarkan anak-anak dari ancaman dan
tindak kekerasan baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam keluarganya, dan
(3) terlindungnya hak-hak anak. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan antara lain
adalah sebagai berikut :

1. Membentuk kelompok kerja yang terdiri atas berbagai elemen dalam masyarakat.
2. Memberikan makanan tambahan bagi anak-anak sekolah, termasuk anak-anak
yang tidak bersekolah (karena tidak mampu dan akibat lainnya) dengan
mekanisme tertentu, dan
3. Memberikan hak-hak sipil anak terutama bagi anak-anak kelompok masyarakat
marginal.

11.Peningkatan Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku

Tujuan program ini adalah untuk : (1) terpeliharanya sumber air bersih untuk
keperluan sehari-hari, terutama bagi masyarakat di kawasan kumuh dan pedesaan
dan (2) meningkatnya jumlah masyarakat miskin yang memperoleh pelayanan air
bersih. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Memberikan bantuan dan pelatihan teknis kepada masyarakat perdesaan dalam


operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana air minum.
2. Mencarikan dan mengembangkan sumber air di daerah pedesaan termasuk
pengadaan sarana dan prasarana penunjang, dan
3. Melakukan pembinaan sarana air bersih.

12.Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba

Tujuan program ini adalah untuk (1) meningkatkan partisipasi masyarakat


dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba, (2) menurunkan jumlah korban
penyalahgunaan narkoba, (3) membentuk dan memfungsikan kelompok swadaya
masyarakat anti narkoba, dan (4) meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang bahaya narkoba. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
adalah :

- 148
Agenda Pembangunan

1. Meningkatkan aktivitas penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba,


terutama di sekolah-sekolah dan di lingkungan permukiman yang dianggap rawan
dengan sasaran pada generasi muda.
2. Memfasilitasi terbentuknya organisasi dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang khusus bergerak dalam upaya memerangi penyalahgunaan narkoba.
3. Kerjasama dengan lembaga terkait (polisi) dan masyarakat melakukan razia-razia
ke tempat-tempat yang dianggap rawan penyalahgunaan narkoba, dan
4. Melaksanakan even-even kegiatan anti narkoba sehubungan dengan perayaan
hari-hari besar atau hari libur khusus, termasuk penayangan secara visual tentang
bahaya penggunaan narkoba.

2.3.4. Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama

A. Permasalahan

Pembangunan agama merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat, yaitu hak memeluk agama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing
sebagaimana diatur dalam UUD 1945, pasal 29 ayat (1) yang menegaskan bahwa
negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing.
Pembangunan agama merupakan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat melalui peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama serta
kehidupan beragama. Selain itu juga bertujuan untuk peningkatan tri kerukunan
kehidupan beragama dengan meningkatkan saling percaya dan harmonisasi dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini sangat penting artinya dalam kehidupan
masyarakat yang multikultur yang berada di Provinsi Jambi. Tri kerukunan hidup
beragama akan berdampak terhadap rasa toleransi, tenggang rasa dan harmonis.
Meskipun sejauh ini masalah kehidupan beragama belum menimbulkan persoalan
yang mendasar di Provinsi Jambi.
Pemahaman akan nilai-nilai agama yang mampu diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari akan mampu menghindarkan sekelompok masyarakat dari
masalah-masalah sosial dan ekonomi, seperti masalah penyalahgunaan wewenang,
penyalahgunaan obat-obat terlarang, pornografi dan pornoaksi serta masalah-
masalah kriminitas lainnya yang pada akhirnya akan mengganggu proses
pembangunan di suatu tempat. Akan tetapi juga dikatakan bahwa aktualisasi nilai-
nilai agama dalam kelompok masyarakat akan dapat berjalan apabila ditunjang oleh
kondisi lainnya yang terkait, seperti perekonomian, stabilitas politik dan penegakan
supremasi hukum yang benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.
Sejauh ini permasalahan agama yang paling mencolok adalah pada umumnya
lembaga pendidikan agama, khususnya agama islam yang merupakan agama
mayoritas penduduk Provinsi Jambi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
(khususnya pontren), masih memberikan pelajaran-pelajaran secara konseptual
dalam arti kata sedikit sekali yang memberikan materi pelajaran tentang masalah
aktualitas yang dihadapi sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai
kemajuan dan kemandirian duniawi secara islami. Sehingga para lulusan sekolah-
sekolah agama (khususnya pesantren) berpola pikir terlalu sempit terhadap masalah
keduniaan dan fanatisme agama yang sangat kuat, sehingga mereka sering tertinggal
dalam hal-hal yang berhubungan dengan IPTEK dan modernisasi.
Secara rinci permsalahan pembangunan agama di Provinsi Jambi antara lain
adalah sebagai berikut :

- 149
Agenda Pembangunan

1. Pembangunan agama masih dihadapkan pada gejala negatif di tengah-tengah


masyarakat yang sangat memprihatinkan, seperti : prilaku asusila, praktek
korupsi, kolusi, nepotisme dan penyalahgunaan narkoba serta perjudian.
2. Kecenderungan makin melemahknya pengalaman etika dan nilai-nilai agama,
prilaku permisif dan meningkatnya angka perceraian, ketidakharmonisan
keluarga, tawuran, pornografi dan porno aksi.
3. Dalam beberapa tahun terakhir muncul ketegangan sosial yang melahirkan konflik
interen dan antar umat beragama dengan memanfaatkan sentimen agama yang
diartikan secara sempit.
4. Lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan belum
sepenuhnya mampu memerankan fungsi sebagai agen perubahan sosial
masyarakat.

B. Sasaran

Berdasarkan berbagai tantangan dan permasalahan di atas, sasaran peningkatan


kualitas kehidupan beragama di Provinsi Jambi selama kurun waktu 2005-2010
adalah :

1. Meningkatnya kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama


dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kualitas
masyarakat dari sisi rohani semakin baik. Upaya ini ditempuh mulai dalam
kehidupan keluarga pada anak-anak usia dini, anak-anak peserta didik di semua
jalur, jenis dan jenjang pendidikan, sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran
agama dapat ditanamkan sejak dini pada anak-anak;
2. Meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban
membayar zakat, wakaf, infak, dan shodaqoh dengan meningkatkan kembali
peran BAZIS Jambi dalam rangka mengurangi kesenjangan dalam masyarakat;
3. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan
masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat sesuai agama dan kepercayaannya;
4. Peningkatan peranserta lembaga sosial keagamaan, para penceramah agama
(da’i) dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai agen pembangunan
masyarakat.
5. Terciptanya harmoni sosial dalam tri kerukunan hidup beragama yang toleran dan
saling menghormati dalam rangka menciptakan suasana yang aman dan damai,
sehingga konflik yang terjadi di beberapa daerah dapat diselesaikan dan tidak
terulang di daerah lain.

C. Arah Kebijakan

Sesuai dengan misi pembangunan daerah, kebijakan peningkatan kualitas hidup


beragama diarahkan untuk :

1. Meningkatkan dan memantapkan tri kerukunan hidup umat beragama di seluruh


wilayah kabupaten/kota dalam Provinsi Jambi.
2. Meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama
terutama kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak, dan
shodaqoh serta meningkatnya profesionalisme tenaga pengelola BAZIS.
3. Meningkatkan pengawasan dan penertiban terhadap kegiatan-kegiatan yang
mengarah kepada perusakan ahlak dan moral, terutama terhadap generasi
muda.

- 150
Agenda Pembangunan

4. Meningkatkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral,


spiritual dan etika.
5. Meningkatkan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua
jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
6. Peningkatan pendidikan anak usia dini yang lebih merata dan bermutu.
7. Peningkatan, perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar dan
menengah yang berkualitas.
8. Meningkatkan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga
pendidikan keagamaan.
9. Meningkatkan kualitas tenaga penyuluh agama (da’i) dan pelayanan keagamaan
lainnya.
10. Meningkatkan pembinaan pendidikan agama di lingkungan pendidikan formal,
non formal, dan keluarga.
11. Penyusunan upaya peningkatan kemampua adaptif dan kompetitif satuan
pendidikan
12. Membina keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sakinah) untuk menempatkan
keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika.
13. Memperlancar dan mempermudah pelayanan dan pengamalan agama bagi
masing-masing pemeluknya.
14. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kelembagaan agama;
dan
15. Meningkatkan peran dan fungsi peradilan agama sebagai instansi pemerintah
yang memiliki legalitas yang kuat dan dijamin oleh negara dan perundang-
undangan serta peraturan yang berlaku.

D. Program-Program Pembangunan

Arah kebijakan peningkatan kualitas kehidupan beragama dijabarkan ke dalam


7 (tujuh) program pembangunan sebagi berikut :

1. Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan Dan Pengembangan Nilai-


Nilai Keagamaan

Program-program tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,


penghayatan, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai agama bagi setiap warga
masyarakat dan penyelenggara pemerintahan di seluruh wilayah Provinsi Jambi.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Penyuluhan dan bimbingan keagamaan bagi masyarakat dan aparatur negara


melalui bantuan operasional untuk penyuluh agama; menyediakan sarana dan
prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan; pelatihan bagi penyuluh,
pembimbing, mubaligh/dai dan orientasi bagi pemuka agama; dan
mengembangkan materi, metodologi, manajemen penyuluhan dan bimbingan
keagamaan; serta memberikan bantuan paket dakwah untuk daerah tertinggal,
terpencil, dan bencana alam.
2. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuh kembangkan nilai-nilai
keagamaan di tempat-tempat umum dan permukiman masyarakat yang homogen
pada saat hari libur atau hari perayaan keagamaan.
3. Menyebarluaskan hasil rukyat pelaksanaan ibadah haji.
4. Melaksanakan penyuluhan/penyebaran program pembangunan lewat bahasa
agama.

- 151
Agenda Pembangunan

5. Pemberian bantuan penyelenggaraan musabaqah tilawatil qur’an (MTQ), tingkat


kabupaten/kota dan tingkat provinsi, bantuan dalam penyelenggaraan kegiatan
keagamaan lainnya seperti pameran dan sejenisnya; serta
6. Pembentukan jaringan dan kerjasama lintas sektor serta masyarakat untuk
memberantas pornografi, pornoaksi, praktik KKN, perjudian, penyalahgunaan
narkoba, prostitusi, dan berbagai jenis praktik asusila.

2. Peningkatan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan


dan pengamalan agama bagi peserta didik pada semua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan. Dengan demikian maka peseta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha esa serta berakhlak mulia dan membekali peserta
didik dengan nilai-nilai agama untuk menjadi bagian dari anggota masyarakat guna
mencapai kehidupan yang madani dan saling menghormati. Kegiatan-kegitan pokok
yang dilakukan meliputi :

1. Penataan ulang kurikulum dan materi pendidikan agama agar berwawasan


multikultural, pengembangan konsep etika sosial berbasis nilai-nilai agama.
2. Memberikan bantuan pembangunan/rehabilitasi bangunan pondok pesantren.
3. Memberikan bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan pondok pesantren
dan tempat-tempat pendidikan bagi agama lainnya.
4. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan olah raga dan seni pada para santri pondok
pesantren.
5. Pengembangan wawasan dan pendalaman materi melalui berbagai lokakarya,
workshop, seminar, studi banding dan orientasi; penataran dan penyetaraan D-II
dan D-III bagi guru agama pendidikan dasar dan S-1 bagi guru agama pendidikan
menengah serta dapat memenuhi kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan
agama.
6. Pelaksanaan perkemahan pelajar, lomba karya ilmiah agama, dan pementasan
seni keagamaan; menyelenggarakan pesantren kilat, dan membina dan
mengembangkan bakat kepemimpinan keagamaan bagi peserta didik, santri, dan
guru-guru agama.
7. Pemberian bantuan sarana, peralatan, buku pelajaran agama, buku bacaan
bernuansa agama lainnya pada sekolah umum dan lembaga pendidikan
keagamaan; serta
8. Melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk mengembangkan lembaga-
lembaga pendidikan agama dengan memberikan berbagai kemudahan seperti
perizinan dan pengaturan lainnya.

3. Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama

Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi
umat beragama dalam melaksanakan ajaran agamanya masing-masing, (2) mendorong
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan kehidupan
beragama, (3)meningkatkan peran lembaga keagamaan yang terkait dengan
kebutuhan masyarakat luas, (4) terlaksananya hari-hari besar keagamaan dan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang melibatkan masyarakat luas, (5) berdirinya
lembaga keuangan daerah yang sesuai dengan nilai-nilai keagamaan umat, dan (6)
optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana keagamaan yang ada. Kegiatan-
kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi :

- 152
Agenda Pembangunan

1. Memberikan bantuan pendanaan untuk pembangunan dan rehabilitasi tempat-


tempat ibadah dan pengembangan perpustakaan di tempat-tempat ibadah.
2. Memberikan bantuan pembangunan/rehabilitasi Balai Nikah dan Rujuk pada
wilayah pemekaran.
3. Melaksanakan pemeliharaan sarana dan prasarana penyelenggaraan ibadah haji.
4. Memberikan layanan umat atas produk makanan dan kosmetik halal kepada
produsen dan konsumen.
5. Memfasilitasi pelaksanaan perayaan hari-hari besar dan kegiatan-kegiatan
keagamaan.
6. Mempermudah urusan yang berhubungan dengan layanan keagamaan, seperti izin
pembangunan, sertifikasi tanah tempat ibadah dan perizinan lainnya.
7. Memfasilitasi pendirian lembaga keuangan daerah yang sesuai dengan nilai-nilai
agama.
8. Meningkatkan layanan pembinaan keluarga sakinah dan pelayanan nikah melalui
peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas KUA serta meningkatkan sarana
dan prasarana KUA termasuk pemberian insentif bagi para petugas di daerah
terpencil.
9. Meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta (LSM, Orsospol dan Ormas) dan
masyarakat dalam mengawasi jaminan produk halal yang beredaran di pasar dan
di lingkungan masyarakat.
10. Meningkatkan dan mengembangkan fungsi dan peran BAZIS daerah sebagai
lembaga yang mendapat pengakuan dari pemerintah dan masyarakat dalam
pengurusan hal-hal yang berhubungan dengan tugas dan fungsinya; dan
11. Mengembangkan sistem informasi keagamaan terutama di dinas/ instansi
pemerintah sehubungan dengan peningkatan layanan keagamaan.

4. Pembinaan Kualitas Pendidikan Agama

Program ini bertujuan untuk mencapai pemerataan status maupun pembiayaan


antara pendidikan agama dan umum, meningkatnya lembaga pendidikan keagamaan,
dan tersusunnya kurikulum yang bernuansa keagamaan. Kegiatan pokok yang
dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Mendukung pengembangan pendidikan keagamaan termasuk lembaga pendidikan


swasta dan nonformal yang terkait dengan kebutuhan masyarakat setempat.
2. Meningkatkan proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia dini.
3. Meningkatkan angka partisipasi sekolah dan angka partisipasi kasar.
4. Mendorong penyelenggaraan pembinaan pendidikan agama serta meningkatkan
penyuluhan keagamaan, dan
5. Melaksanakan akreditasi lembaga pendidikan keagamaan dalam rangka
penyetaraan dengan pendidikan umum lainnya.

5. Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan

Program ini bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kapasitas,


kualitas dan peran lembaga sosial keagamaan dalam menunjang perubahan sosial
masyarakat, dan mengurangi dampak negatif yang berhubungan dengan masalah
sosial keagamaan. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah :

- 153
Agenda Pembangunan

1. Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan, seperti kelompok jemaah


keagamaan, organisasi keagamaan, pengelola dana sosial keagamaan melalui
peningkatan kualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga sosial keagamaan;
2. Pemberian bantuan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan lembaga sosial
keagamaan; subsidi dan imbal-swadaya pembangunan dan rehabilitasi sarana
serta prasarana kepada lembaga sosial keagamaan; dan hibah dalam
pengembangan manajemen lembaga sosial keagamaan;
3. Pembangunan jaringan kerja sama dan sistem informasi lembaga sosial
keagamaan; dan melakukan kunjungan belajar antarlembaga sosial keagamaan;
serta
4. Melanjutkan upaya pengkajian, penelitian dan pengembangan dalam rangka
peningkatan mutu pembinaan lembaga-lembaga sosial keagamaan.

6. Peningkatan dan Pemantapan Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama

Program ini bertujuan untuk memantapkan penerapan dasar-dasar tri


kerukunan hidup umat beragama yang dilandasi dengan nilai-nilai luhur agama untuk
mencapai keharmonisan sosial masyarakat dalam suatu komunitas dan semangat yang
majemuk.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan adalah :

1. Meningkatkan dan memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama;


2. Mendorong suasana kehidupan yang dialogis dan harmonis antar umat beragama;
3. Internalisasi ajaran agama dan sosialisasi wawasan multikultural di kalangan umat
beragama;
4. Mendirikan sekretariat bersama antarumat beragama di seluruh kabupaten/ kota;
dan menyediakan data kerukunan umat beragama;
5. Meningkatkan potensi kerukunan hidup umat beragama melalui pemanfaatan
budaya setempat dan partisipasi masyarakat; dan mendorong tumbuh
kembangnya wadah-wadah kerukunan sebagai penggerak pembangunan;
6. Membentuk Forum Komunikasi Kerukunan Antarumat Beragama di tingkat
kabupaten/kota dan kecamatan; melanjutkan pembentukan jaringan komunikasi
kerukunan antarumat beragama dan meningkatkan peran jaringan kerjasama
antarumat beragama; dan melakukan silaturahmi antara pemuda agama,
cendekiawan agama, tokoh agama; dan
7. Pengembangan wawasan multikultural bagi guru-guru agama; dan peningkatan
kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama.

7. Penelitian dan Pengembangan Agama

Program ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi bagi


pengembangan kebijakan pembangunan agama, menyediakan data dan informasi bagi
masyarakat akedemik dan umum dalam rangka mendukung tercapainya program-
program pembangunan agama di daerah. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
adalah :

1. Pengkajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan dan


partisipasi masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan
beragama dan melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi,
globalisasi, dan perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks;
2. Identifikasi dan merumuskan indikator kinerja pembangunan bidang agama; serta

- 154
Agenda Pembangunan

3. Penyelenggaraan lomba-lomba penulisan/karya ilmiah, buku cerita, sketsa dan


komik keagamaan.

2.3.5.Pembangunan Kependudukan Dan Keluarga Kecil Berkualitas Serta Pemuda


dan Olahraga

Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah


penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Hal ini diselenggarakan
melalui pengendalian kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas insani dan sumber
daya manusia. Karakteristik pembangunan antara lain dilaksanakan melalui
pengendalian pertumbuhan penduduk, keluarga berencana, dan dengan cara
pengembangan kualitas penduduk, melalui perwujudan keluarga kecil yang
berkualitas dan mobilitas penduduk. Dalam kaitan itu, aspek penataan administrasi
kependudukan merupakan hal yang penting dalam mendukung perencanaan
pembangunan daerah. Adapun pemuda sebagai bagian dari penduduk merupakan aset
pembangunan daerah, terutama dalam bidang ekonomi dan olahraga. Guna
mendukung langkah di atas, menumbuhkan budaya olahraga yang lebih luas bagi
seluruh lapisan masyarakat menjadi aspek penting dalam peningkatan kualitas
penduduk Provinsi Jambi.

A. Permasalahan

Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil


Supas 1988 jumlah penduduk Provinsi Jambi adalah 2.446.606 jiwa, meningkat rata-
rata 3,14 persen per tahun dari keadaan tahun 1990, yaitu 2.020.568 jiwa.
Pertumbuhan tertinggi tercatat di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo dan
Kabupaten Batanghari. Tingginya pertumbuhan tersebut selain disebabkan oleh
pertumbuhan alamiah juga disebabkan oleh adanya program transmigrasi. Meskipun
telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk karena menurunnya angka kelahiran
(1,84 % selama periode 1990-2000) namun secara absolut pertambahan penduduk
Jambi masih akan meningkat. Hal ini disebabkan program tramigrasi, selain memang
belum terkendalinya angka kelahiran, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk
pasangan usia subur yang relatif lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya,
atau timbulnya momentum kependudukan.
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja
tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Menurut BKKBN Provinsi
Jambi (2004) hasil pendataan keluarga tahun 2003 terdapat 120.293 pasangan usia
subur (PUS) bukan peserta KB (24,34%), sementara tahun 2003 terdapat 113.728
(23,85%), dengan demikian terjadi kenaikan sebesar 0,49 persen, PUS yang hamil
mengalami penuruan sebesar 0,02 persen, sedangkan PUS yang tidak memakai
kontrasepsi (unmet need) sebanyak 51.834 (10,49%) atau naik sebesar 0,5 persen jika
dibandingkan dengan tahun 2002. Sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun
remaja belum memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Pemahaman dan
kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi remaja masih rendah dan tidak
tepat. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk membicarakan masalah
reproduksi secara terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih merasa
nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman. Pemahaman nilai-
nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan kesehatan reproduksi
sebagai hal yang tabu justru lebih populer. Sementara itu, pusat atau lembaga
advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang ada saat
ini masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan mutunya. Pendidikan
kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah belum sepenuhnya berhasil.

- 155
Agenda Pembangunan

Semua itu mengakibatkan banyaknya remaja yang kurang memahami atau


mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah kesehatan reproduksi.
Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini
menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari
akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka.
Masih rendahnya usia kawin pertama penduduk. Umur perkawinan pertama
memupunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tinggi atau rendahnya tingkat
fertilitas. Ini disebabkan oleh panjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur
pertama kali perempuan menikah. Artinya, makin muda usia perempuan pada
perkawinan pertama, maka ada kecenderungan untuk memiliki jumlah anak lebih
banyak. Di Provinsi Jambi, data Susenas menunjukkan bahwa sebesar 42,4 persen
perempuan yang pernah kawin melakukan perkawinan untuk pertama kali pada saat
mereka berusia 19 – 24 tahun. Di daerah perdesaan pola umur perkawinan pertama
perempuan mempunyai kecenderungan pada umur muda (10-16 tahun). Pada tahun
2000, persentase perempuan yang menikah pada umur 10-16 tahun di perdesaan
mencapai sebesar 32,5 persen, sementara di perkotaan hanya 14,3 persen. Usia
kawin pertama yang rendah pada dasarnya berkaitan dengan faktor sosial ekonomi
penduduk, terutama pendidikan. Di samping itu sebagian kelompok masyarakat dan
keluarga belum menerima dan menghayati norma keluarga kecil sebagai landasan
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB. Sebagaimana di Indonesia
umumnya, Provinsi Jambi juga telah mulai melaksanakan pembangunan yang
beorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender dalam ber-KB. Namun demikian,
partisipasi pria dalam ber-KB masih sangat rendah (sebagai gambaran pada tingkat
nasional sekitar 1,3 persen, SDKI 2002-2003). Hal ini selain disebabkan oleh
keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki, juga oleh keterbatasan
pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesetaraan dan
keadilan gender. Demikian pula, penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi masih
belum mantap dalam memperhatikan aspek kesetaraan dan keadilan gender.
Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB. Saat ini belum
semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB dan kesehatan
reproduksi. Sesuai dengan kesepakatan internasional, ICPD (International Conference
on Population and Development) 1994, pada tahun 2015, semua pelayanan kesehatan
primer harus dapat melayani KB. Di samping itu, masih banyak pasangan usia subur
yang menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang.
Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga. Kondisi lemahnya ekonomi
keluarga mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan membeli alat dan obat
kontrasepsi. Keluarga miskin pada umumnya mempunyai anggota keluarga cukup
banyak. Jumlah keluarga miskin menggunakan kriteria Keluarga Pra-Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera-I alasan ekonomi (Pendataan Keluarga BKKBN) Provinsi Jambi
pada tahun 2003 adalah 139.325 KK dengan 555.810 jiwa tergolong miskin.
Kemiskinan menjadikan mereka relatif tidak memiliki akses dan bersifat pasif dalam
berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri dan keluarganya. Pada gilirannya,
kemiskinan akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi keluarga miskin
tersebut. Demikian pula, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembinaan
ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh-kembang anak, masih lemah. Hal
di atas akan menghambat pembentukan keluarga kecil yang berkualitas.
Masih lemahnya institusi daerah dalam pelaksanaan KB. Salah satu isu penting
bagi kelangsungan pembangunan keluarga berencana adalah desentralisasi. Sesuai
dengan Kepres Nomor. 103/2001, yang kemudian diubah menjadi Kepres Nomor.
9/2004, bahwa sebagian kewenangan di bidang keluarga berencana diserahkan
kepada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini sejalan dengan esensi Undang-undang

- 156
Agenda Pembangunan

Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004),
yang memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk
menentukan program-program pembangunan yang diperlukan daerah sesuai dengan
kebutuhan, aspirasi, kemampuan, maupun sumber daya yang tersedia. Dengan
adanya peraturan tersebut, masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan KB sampai
saat ini adalah belum seluruh pemerintah kabupaten/kota menetapkan KB sebagai isu
strategis dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan pemenuhan hak-hak
reproduksi penduduk. Pemahaman bahwa pelayanan KB merupakan salah satu hak
azasi manusia, yaitu hak rakyat untuk mengatur proses reproduksinya, masih rendah.
Pembangunan KB juga belum dipandang sebagai suatu investasi yang mendukung
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi.
Belum serasinya kebijakan kependudukan dalam mendukung pembangunan
berkelanjutan. Jumlah penduduk Provinsi Jambi yang telah diproyeksikan mencapai
2.649.135 penduduk pada tahun 2005 merupakan beban pembangunan bila tidak
ditangani secara terpadu. Sampai saat ini belum tersusun suatu kebijakan dan
strategi pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas, dan pengarahan mobilitas
penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Belum tertatanya administrasi kependudukan dalam rangka membangun
sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Penataan sistem penyelenggaraan administrasi kependudukan telah dimulai sejak
tahun 1960-an, namun hingga saat ini belum terwujud. Di sisi lain peraturan
perundang-undangan tentang administrasi kependudukan yang akan melengkapi
Keppres Nomor 88 tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi
Kependudukan belum tersedia. Selanjutnya, kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya dokumen kependudukan dan tertib administrasi-pun belum memadai.
Demikian pula, bank data sebagai data basis kependudukan belum tersedia.
Rendahnya kualitas pemuda. Apabila kriteria BPS (penduduk yang berusia 18
tahun sampai dengan 35 tahun) digunakan untuk mengetahui jumlah pemuda, maka
diperkirakan jumlah pemuda di Provinsi Jambi sebanyak 1.020.000 jiwa atau sebesar
40 persen dari jumlah penduduk. Hal ini di satu sisi merupakan kekuatan bagi
pemerintah daerah, juga sekaligus sebagai kelemahan, karena berdasarkan Susenas
2002, sekitar 5 persen (angka nasional sebesar 2%) jumlah pemuda di Provinsi Jambi
tidak pernah sekolah, 21,09 persen masih bersekolah, dan 73,69 persen sudah tidak
bersekolah lagi. Masalah lainnya adalah rendahnya minat membaca di kalangan
pemuda; rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda; tingginya
tingkat pengangguran terbuka (16.129 orang) pemuda yang mencapai sekitar; dan
maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas,
premanisme, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan HIV/AIDS. Fakta di
atas menunjukkan bahwa peran dan partisipasi pemuda dalam pembangunan,
terutama yang berkaitan dengan kewirausahaan dan ketenagakerjaan masih rendah.
Realatif rendahnya budaya olahraga. Jika dilihat dari tingklat partisipasi,
ruang terbuka, sumber daya manusia, dan kebugaran di Provinsi Jambi, dapat
dikatakan bahwa kemajuan pembangunan olahraga di Jambi realtif masih rendah.
Kalaupun dilihat dari hasil perolehan mendali pada even olahraga terbesar di tanah
air, daerah jambi merupakan daerah yang cukup berhasil mengumpulkan medali pada
PON XV di Surabaya dan PON XVI di Palembang kontingen olahraga PON daerah Jambi
menduduki peringkat ke 6 dalam pengumpulan mendali, ini merupakan prestasi yang
sangat mengembirakan. Akan tetapi, jika dibandingkan daerah lain, pembangunan
bidang keolahragaan daerah Jambi masih jauh ketinggalan. Untuk itu, dalam rangka
menumbuhkan budaya olahraga untuk meningkatkan kemajuan pembangunan bidang
keolahragaan, beberapa permasalahan yang harus diatasi adalah: belum terwujudnya
peraturan perundang-undangan tentang keolahragaan, rendahnya kesempatan untuk

- 157
Agenda Pembangunan

beraktivitas olahraga karena semakin berkurangnya lapangan dan fasilitas untuk


berolahraga, dan lemahnya koordinasi lintaslembaga dalam hal penyediaan ruang
publik untuk lapangan dan fasilitas olahraga bagi masyarakat umum dan tempat
permukiman.

B. Sasaran

Untuk pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta


pemuda dan olahraga dalam lima tahun mendatang, disusun tiga sasaran pokok
sebagai berikut. Sasaran pertama adalah terkendalinya pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya keluarga kecil berkualitas ditandai dengan: (a) Menurunnya rata-rata
laju pertumbuhan dan fertilias penduduk; persentase pasangan usia subur yang tidak
terlayani (unmet need); (b) Meningkatnya peserta KB laki-laki; (c) Meningkatnya
penggunaan metode kontrasepsi yang efektif serta efisien; (d) Meningkatnya usia
perkawinan pertama perempuan; (e) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam
pembinaan tumbuh-kembang anak; (f) Meningkatnya jumlah Keluarga Pra-Sejahtera
dan Keluarga Sejahtera-I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif; dan (g)
Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Sasaran kedua adalah: (a)
Meningkatnya keserasian kebijakan kependudukan dalam rangka peningkatan
kualitas, pengendalian pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan mobilitas dan
persebaran penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan, baik di tingkat nasional maupun daerah; dan (b) Meningkatnya cakupan
jumlah kabupaten dan kota dalam pelaksanaan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan. Sasaran ketiga adalah: (a) Meningkatnya keserasian berbagai
kebijakan pemuda di tingkat nasional dan daerah; (b) Meningkatnya kualitas dan
partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan; (c) Meningkatnya keserasian
berbagai kebijakan olahraga di tingkat nasional dan daerah; (d) Meningkatnya
kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat serta prestasi olahraga; dan (e)
Mengembangkan dukungan sarana dan prasarana olahraga bagi masyarakat sesuai
dengan olahraga unggulan daerah.

C. Arah Kebijakan

Kebijakan pembangunan keluarga berencana di Provinsi Jambi untuk lima tahun


mendatang diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta
meningkatkan keluarga kecil berkualitas dengan :

1. Mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya memaksimalkan akses


dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah
terpencil; peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi bagi pasangan usia
subur tentang kesehatan reproduksi; melindungi peserta keluarga berencana dari
dampak negatif penggunaan alat dan obat kontrasepsi; peningkatan kualitas
penyediaan dan pemanfaatan alat dan obat kontrasepsi dan peningkatan
pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif serta efisien untuk jangka panjang.
2. Meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan
kehidupan berkeluarga yang lebih baik, serta pendewasaan usia perkawinan
melalui upaya peningkatan pemahaman kesehatan reproduksi remaja; penguatan
institusi masyarakat dan pemerintah yang memberikan layanan kesehatan
reproduksi bagi remaja; serta pemberian konseling tentang permasalahan remaja;
3. Meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam kemampuan
pengasuhan dan penumbuhkembangan anak, peningkatan pendapatan keluarga

- 158
Agenda Pembangunan

khususnya bagi keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera-I, peningkatan


kualitas lingkungan keluarga; dan
4. Memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB bekerjasama dengan
masyarakat luas, dalam upaya pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk dan pembudayaan keluarga kecil berkualitas.

Kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan untuk menata pembangunan


kependudukan melalui :

1. Penataan persebaran dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang sesuai


dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui peningkatan
pertumbuhan ekonomi wilayah;
2. Penataan administrasi kependudukan guna mendorong terakomodasinya hak-hak
penduduk dan meningkatkan kualitas dokumen, data, dan informasi penduduk,
dalam mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
serta pelayanan publik, antara lain melalui penyelenggaraan registrasi penduduk.

Kebijakan pembangunan pemuda dan olahraga di Provinsi Jambi diarahkan


untuk meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan dan menumbuhkan
budaya olahraga dan prestasi guna meningkatkan kualitas manusia Jambi melalui :

1. Mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan;


2. Memperluas kesempatan memperoleh pendidikan dan keterampilan;
3. Meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi,
budaya dan agama;
4. Meningkatkan potensi pemuda dalam kewirausahaan, kepeloporan dan
kepemimpinan dalam pembangunan;
5. Melindungi segenap generasi muda dari bahaya penyalahgunaan NAPZA, minuman
keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan
pemuda;
6. Meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat secara lebih luas dan merata
untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani serta membentuk watak
bangsa;
7. Meningkatkan sarana dan prasarana olahraga yang sudah tersedia untuk
mendukung pembinaan olahraga;
8. Meningkatkan upaya pembibitan dan pengembangan prestasi olahraga secara
sistematik, berjenjang dan berkelanjutan;
9. Meningkatkan pola kemitraan dan kewirausahaan dalam upaya menggali potensi
ekonomi olahraga melalui pengembangan industri olahraga; dan
10. Mengembangkan sistem penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan atlet,
pelatih, dan tenaga keolahragaan.

D. Program-Program Pembangunan

I. Program-Program Unggulan

I.1. Program Penataan Administrasi Kependudukan

Tujuan program ini untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya


mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk (untuk memperoleh hak dasar dalam
perlindungan hukum dan rasa aman), tertib administrasi penduduk, tersedianya data
dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu dengan konsep Relation Data Base

- 159
Agenda Pembangunan

Management System (RDBMS), perwujudan bank data kependudukan nasional dan


reformasi pelayanan registrasi penduduk dan peran serta masyarakat, dengan
memperhatikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan,
serta mendorong tertib pelayanan publik.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pembangunan aplikasi dan peningkatan data base kependudukan;


2. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mendukung administrasi
kependudukan antara lain UU Administrasi Kependudukan beserta turunan dan
peraturan tentang penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan catatan sipil;
3. Pelaksanaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan
informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
4. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan di daerah
termasuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; dan
5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi
kependudukan.

I.2. Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda

Tujuan program ini untuk meningkatkan kualitas pemuda sebagai insan pelopor
penggerak pembangunan, dan sumber daya manusia yang mampu menghadapi
berbagai tantangan dan memanfaatkan peluang untuk berperan serta dalam
pembangunan.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Peningkatan wawasan dan sikap mental pemuda dalam pembangunan;


2. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kewirausahaan pemuda;
3. Peningkatan kreativitas dan inovasi pemuda sebagai wadah penyaluran minat dan
bakat;
4. Peningkatan advokasi dan penyelamatan pemuda dari bahaya NAPZA dan
HIV/AIDS; dan
5. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana pembangunan kepemudaan.

II. Program-Program Penunjang

II.1. Program Keluarga Berencana

Tujuan program ini untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB


dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas, termasuk di dalamnya upaya-upaya
menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah
kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :

1. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan


edukasi (KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;
2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;
3. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien melalui penyediaan
sarana dan prasarana pelayanan kontrasepsi mantap dan berjangka panjang yang
lebih terjangkau dan merata;

- 160
Agenda Pembangunan

4. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga


miskin serta kelompok rentan lainnya; dan
5. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi
termasuk advokasi, komunikasi, informasi, edukasi, dan konseling.

I.2. Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Tujuan program ini untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan


perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna
meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan
berkeluarga dalam mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pengembangan pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi remaja;


2. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan
pencegahan IV/AIDS dan bahaya NAPZA, termasuk advokasi, komunikasi,
informasi, dan edukasi, dan konseling bagi masyarakat, keluarga, dan remaja;
dan
3. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.

II.3. Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga

Tujuan program ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan membina ketahanan


keluarga dengan memperhatikan kelompok usia penduduk berdasarkan siklus hidup,
yaitu mulai dari janin dalam kandungan sampai dengan lanjut usia, dalam rangka
membangun keluarga kecil yang berkualitas.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain :

1. Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak;


2. Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak;
3. Pengembangan dan memantapkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga;
4. Penyelenggaraan advokasi, KIE, dan konseling bagi keluarga tentang pola asuh
dan tumbuh-kembang anak, kebutuhan dasar keluarga, akses terhadap sumber
daya ekonomi, dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga;
5. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan melalui pelatihan
teknis dan manajemen usaha terutama bagi keluarga miskin dalam kelompok
usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS);
6. Pengembangan cakupan dan kualitas UPPKS melalui penyelenggaraan
pendampingan/magang bagi para kader/anggota kelompok UPPKS; dan
7. Pengembangan cakupan dan kualitas kelompok Bina Keluarga bagi keluarga
dengan balita, remaja, dan lanjut usia.

II.4. Program Penguatan Perkembangan Keluarga Kecil Berkualitas

Tujuan program ini untuk membina kemandirian dan sekaligus meningkatkan


cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, serta ketahanan dan

- 161
Agenda Pembangunan

pemberdayaan keluarga, terutama yang diselenggarakan oleh institusi masyarakat di


daerah perkotaan dan perdesaan, dalam rangka melembagakan keluarga kecil
berkualitas.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan;


2. Penguatan kelembagaan PUG dan anak;
3. Pengembangan sistem pengelolaan dan informasi termasuk personil, sarana dan
prasarana dalam era desentralisasi untuk mendukung keterpaduan program;
4. Peningkatan kemampuan tenaga lapangan dan kemandirian kelembagaan KB yang
berbasis masyarakat, termasuk promosi kemandirian dalam ber-KB;
5. Pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro; dan
6. Pengkajian dan pengembangan serta pembinaan dan supervisi pelaksanaan
program.

II.5. Program Keserasian Implementasi Kebijakan Kependudukan

Tujuan program ini untuk menyeserasikan implemetasi kebijakan kependudukan


yang berkelanjutan di berbagai bidang pembangunan baik di tingkat nasional maupun
di tingkat daerah.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pengkajian implementasi kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan


kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;
2. Pengkajian implementasi peraturan perundang-undangan yang mengatur
perkembangan dan dinamika kependudukan (kuantitas, kualitas, dan mobilitas
penduduk) di semua tingkat wilayah administrasi; dan
3. Pengembangan faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektoral dan
daerah.

II.6. Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Pemuda

Tujuan program ini untuk mewujudkan keserasian berbagai kebijakan


pembangunan bidang pemuda, di tingkat nasional dan daerah.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pengkajian kebijakan-kebijakan pembangunan di bidang pemuda;


2. Pengembangan kemitraan pemerintah dengan masyarakat dalam pembangunan
kepemudaan;
3. Peningkatan peran serta pemuda dalam kegiatan pembangunan secara
lintasbidang dan sektoral; dan
4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pemuda.

II.7. Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Olahraga

Tujuan program ini untuk mengembangkan dan menyerasikan berbagai


kebijakan pembangunan olahraga serta memperkuat kelembagaan olahraga di tingkat

- 162
Agenda Pembangunan

provinsi; meningkatkan jumlah dan mutu pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi
olahraga; serta meningkatkan jumlah, efektivitas dan efisiensi pembiayaan olahraga.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Penelitian dan/atau pengkajian kebijakan-kebijakan pembangunan olahraga;


2. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan olahraga;
3. Pembinaan manajemen olahraga;
4. Pembinaan kemitraan dan kewirausahaan untuk pengembangan industri olahraga;
dan

II.8. Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olahraga

Tujuan program ini untuk meningkatkan budaya olahraga, kesehatan jasmani,


mental dan rohani masyarakat dan anak didik mulai dari pendidikan dasar, menengah
hingga tinggi; mendorong dan menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan
menghayati langsung hakekat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup;
meningkatkan kegiatan olahraga termasuk olahraga masyarakat dan olahraga
tradisional; meningkatkan upaya pemanduan bakat dan pembibitan olahraga sejak
dini usia; serta mendukung upaya pencapaian prestasi olahraga yang setinggi-
tingginya dalam kaitan dengan pembangunan sosial dan ekonomi untuk meningkatkan
citra bangsa dan kebanggaan nasional.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Pemasalan olahraga bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat;


2. Peningkatan pemanduan bakat dan pembibitan olahraga;
3. Peningkatan prestasi olahraga;
4. Pembinaan olahraga yang berkembang di masyarakat;
5. Pembinaan olahraga untuk kelompok khusus;
6. Penataran dan pendidikan jangka pendek dan panjang termasuk magang;
7. Peningkatan profesionalisme pelatih, manajer, dan tenaga keolahragaan;
8. Pengembangan pengetahuan iptek olahraga dan meningkatkan keahlian yang
strategis bagi pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olahraga; dan
9. Pengembangan sistem penghargaan dan kesejahteraan bagi atlet, pelatih, dan
tenaga keolahragaan.

II..9. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga

Tujuan program ini untuk menyediakan, mengadakan, dan membangun sarana


dan prasarana olahraga untuk mendukung kegiatan pembinaan dan pengembangan
olahraga, serta pencapaian prestasi olahraga.

Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi :

1. Peningkatan partisipasi dunia usaha dan masyarakat untuk mendukung pendanaan


dan pembinaan olahraga; dan
2. Dukungan pembangunan sarana dan prasarana olahraga di provinsi, dan
kabupaten/kota sesuai dengan cabang olahraga prioritas daerah.

2.3.6. Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta


Kesejahteraan dan Perlindungan Anak

- 163
Agenda Pembangunan

Perempuan Anak merupakan segmen penting dalam pembangunan, karena


pertama, mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah penduduk Provinsi
Jambi. Kedua, dalam proses pembangunan selama ini partisipasi perempuan masih
rendah, di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap
perempuan. Di sisi lain tingkat kesejahteraan dan perlindungan terhadap perempuan
dan anak juga masih kurang. Hal ini antara lain diakibatkan nilai-nilai sosial budaya
yang bias jender.

A. Permasalahan

Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan. Masalah utama dalam


pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran
perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik.
Berkenaan dengan pendidikan dan ketenagakerjaan, berdasarkan Laporan Bappenas
tahun 2004, di Privinsi Jambi penduduk perempuan yang buta huruf masih mencapai
7,9%. Sedangkan penduduk laki-laki yang buta huruf hanya tinggal 2,7%. Rata-rata
lama sekolah penduduk perempuan baru mencapai 6,7 tahun. Sedangkag penduduk
laki-laki mencapai 8,0 tahun. Begitu pula dengan tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK) perempuan masih relatif rendah yaitu 33,2%, jauh lebih rendah dibandingkan
dengan laki-laki yang mencapai 66,8%. Di bidang kesehatan, sampai dengan tahun
2004 angka kematian ibu melahirkan masih tertinggi, yaitu 214,82 per 100.000
kelahiran hidup, status gizi buruk mencapai 2,3 dan status gizi kurang sebesar 8,2%.
Di bidang politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu
mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif, namun
hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di
lembaga legislatif Daerah, yaitu hanya 12,5% pada DPRD Provinsi. Kondisi yang sama
juga terlihat dari rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik.
Persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II, dan III sangat rendah,
dengan kecenderungan semakin tinggi jabatan publik semakin kecil keterlibatan
perempuan.
Tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Meskipun telah
banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah masyarakat (LSM) dalam rangka
menanggulangi masalah kekersan terhadap perempuan dananak, seperti
pembangunan ruang pelayanan khusus (RPK) di Polda dan Polres serta pusat
pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2), dan penyebaran informasi dan
kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun kesemua upaya
tersebut belum cukup untuk menekan tingginya tindak kekerasan dan eksploitasi
terhadap perempuan dan anak. Sayangnya data yang akurat tentang masalah ini di
Provinsi Jambi belum tersedia, karena banyak kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi
terhadap perempuan dan anak yang tidak dilaporkan, dengan anggapan bahwa
masalah tersebut adalah masalah domestik keluarga yang tidak perlu diketahui orang
lain.
Rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak. Upaya pemerintah daerah
dan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak yang
dilakukan selama ini belum menunjukkanhasil yang optimal. Di bidang pendidikan
angka partisipasi sekolah (APS) anak usia 7–12 tahun, sebasat 98,35; anak usia 13–15
tahun, mencapai 68,92. Sedangkan anak usia 16–18 tahun baru menapai 39,15. Di
bidang kesehatan, angka kematian bayi, angka kematian balita, prevalensi gizi
kurang pada anak balita, juga masih tinggi. Pada tahun 2004 angka kematian bayi
masih mencapai 30,2 perseribu kelahiran hidup. Berkaitan dengan perlindungan anak
masih pula ditemui banyaknya anak-anak yang terjun dunia kerja, meningkatnya

- 164
Agenda Pembangunan

jumlah anak-anak jalanan dan anak terlantar serta kurangnya perhaitan terhadap
tumbuh-kembang anak dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki.
Angka GDI (Gender-related Development Index) mengukur pencapaian dari dimensi
dan indikator yang sama dengan HDI (Human Development Index), namun dengan
memperhitungkan kesenjangan pencapaian antara perempuan dan laki-laki. GDI
adalah HDI yang disesuaikan oleh adanya kesenjangan gender, sehingga selisih yang
semakin kecil antara GDI dan HDI menyatakan semakin kecilnya kesenjangan gender.
Berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004, angka HDI (Human
Development Index) Provinsi Jambi tahun 2002 mencapai 67,1. Angka ini di atas
angka HDI Nasional sebesar 65,8. Sedangkan angka GDI (Gender-related Development
Index) baru mencapai 53,3, di bawah angka GDI Nasional sebesar 59,2 dan
menempati ranking 27 dari seluruh provinsi di Indonesia. Tingginya angka HDI
dibandingkan dengan angka GDI menunjukkan, bahwa keberhasilan pembangunan
sumber daya manusia secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti dengan
keberhasilan pembangunan gender, atau masih terdapat kesenjangan gender. Masih
rendahnya pembangunan jender di Provinsi Jambi juga terlihat jika dilihat dari GEM
(Gender Empowerment Measurement). Angka GEM Provinsi Jambi tahun 2002
sebesar 46,8, lebih rendah dari angka GEM nasional sebesar 54,6. Menduduki ranking
21 nasional.
Lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak,
termasuk ketersediaan data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah, baik baik level pemerintah Provinsi maupun kabupaten
kota telah membentuk kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, baik secara
struktural maupun fungsional. Meskipun demikian upaya pengarusutamaan gender
dan anak masih belum optimal. Di sisi lain dukungan dan partisipasi masyarakat juga
msaih rendah. Sementara itu program-program pembangunan pemberdayaan
perempuan dan anak merupakan program lintasbidang, yang memerlukan koordinasi
di tingkat nasional dan daerah serta antar daerah, mulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan dan evaluasi, termasuk dalam pemenuhan komitmen internasional
(seperti Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against
Women, Beijing Platform for Action, Convention on the Rights of the Child, dan
World Fit for Children). Masalah lainnya adalah belum tersedianya data
pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, sehingga sulit dalam
menemukenali masalah-masalah gender yang ada.

B. Sasaran

Dengan memperhatikan permasalahan pembangunan sebagimana diuraiakn di


atas, maka sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2006–2010 dalam
rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan
dan perlindungan anak adalah :

1. Terjaminnya keadilan gender dalam program pembangunan, dan kebijakan


publik;
2. Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak;
3. Meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan anak.
4. Menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-
laki, yang diukur oleh angka GDI dan GEM;
5. Menguatnya kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak.

- 165
Agenda Pembangunan

C. Arah Kebijakan

Dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan, dengan


memperhatikan kondisi yang bersifat kultural dan struktural maka diperlukan
tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di
berbagai bidang pembangunan. Untuk itu, diperlukan kemauan politik yang kuat agar
semua kebijakan dan program pembangunan memperhitungkan kesetaraan dan
keadilan gender, serta peduli anak. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan yang akan
ditempuh diarahkan untuk :

1. Meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik,


2. Meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang pembangunan
lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan;
3. Meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan
4. Meningkatkan penegakan hukum terhadap tindak kekerasan, eksploitasi, dan
diskriminasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga;
5. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan anak;
6. Meningkatkan pemerataan pembangunan dan berkurangnya kesenjangan hasil-
hasil pembangunan antara laki-laki dan perempuan
7. Memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di segala bidang,

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Peran Perempuan

Program ini merupakan program unggulan. Tujuan program ini untuk


meningkatkan kualitas hidup, peran, dan kedudukan perempuan di berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan, yang dicapai melalui :

a. Peningkatan kualitas hidup perempuan melalui aksi afirmasi, terutama di bidang


pendidikan, kesehatan, hukum, ketenagakerjaan, sosial, politik, lingkungan
hidup, dan ekonomi;
b. Pengembangan dan penyempurnaan kebijakan peningkatan kualitas hidup dan
perlindungan perempuan di berbagai bidang pembangunan ;
c. Pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) peningkatan kualitas hidup
dan perlindungan perempuan
d. Peningkatan usaha ekonomi produktif bagi perempuan rawan sosial ekonomi.
e. Maningkatkan pemantapan dan evaluasi program PP&KPA.
f. Peningkatan SDM pemberdayaan perempuan;
g. Peningkatan partisipasi dan koordinasi di tingkat nasional, regional dan Provinsi.
h. Peningkatan kerjasama organiasi perempuan, LSM dan Perguruan Tinggi
(PSW/PSG)

2. Program Peningkatan Perlindungan Perempuan

- 166
Agenda Pembangunan

Tujuan program ini untuk meningkatkan perlindungan bagi perempuan


terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi , yang dicapai
melalui :

a. Peningkatan upaya perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan,


eksploitasi dan diskriminasi, termasuk upaya pencegahan dan
penanggulangannya;
b. Penyusunan sistem pencatatan dan pelaporan, dan sistem penanganan dan
penyelesaian kasus tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap
perempuan;
c. Pembangunan pusat pelayanan terpadu berbasis rumah sakit dan berbasis
masyarakat di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota sebagai sarana perlindungan
perempuan korban kekerasan, termasuk perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga; dan
d. Peningkatan peran masyarakat dan media dalam penanggulangan pornografi dan
pornoaksi.

3. Program Peningkatan Kesejahteraan Dan Perlindungan Anak

Tujuan program ini untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan mewujudkan


anak yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia; serta melindungi anak
terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, yang dicapai
melalui :

a. Pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) peningkatan kesejahteraan


dan perlindungan anak;
b. Pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk menjamin dan
melindungi hak-hak anak;
c. Peningkatan upaya-upaya dalam rangka pemenuhan hak-hak anak, seperti
penyediaan akte kelahiran dan penyediaan ruang publik yang aman untuk
bermain;
d. Pengkajian dan pengembangan mekanisme perlindungan bagi anak dalam kondisi
khusus, seperti bencana alam dan sosial;
e. Pembentukan wadah-wadah guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan
harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan;
f. Pemberian makanan tambahan bagi anaksekolah.
g. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan tentang anak.

4. Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender Dan Anak

Tujuan program ini untuk memperkuat kelembagaan dan jaringan


pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA) di berbagai bidang pembangunan ,
yang dicapai melalui :

a. Penkajian dan pengembangan materi dan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan


edukasi tentang kesetaraan dan keadilan gender, dan kesejahteraan dan
perlindungan anak;
b. Peningkatan kapasitas dan jaringan kelembagaan pemberdayaan perempuan dan
anak di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota, termasuk Pusat Studi
Wanita/Gender, dan lembaga-lembaga penelitian, pemerhati dan pemberdayaan
anak;

- 167
Agenda Pembangunan

c. Penyusunan berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan PUG dan


PUA, di tingkat di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota;
d. Pemantauan, dan evaluasi PUG dan PUA.

5. Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak Dan Perempuan

Tujuan program ini untuk mewujudkan keserasian kebijakan di berbagai


bidang pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas anak dan perempuan, yang
dicapai melalui:
a. Kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan daerah yang
diskriminatif terhadap perempuan, bias gender, dan belum peduli anak;
b. Penyusunan kebijakan derah yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
perempuan dan melindungi perempuan dan hak-hak anak;
c. Pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kebijakan dan peraturan
perundang-undangan tentang perempuan dan anak; dan
d. Koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan
peraturan perundangan, dan program pembangunan pemberdayaan perempuan
dan kesejahteraan dan perlindungan anak, di tingkat daerah.

2.3.7. Peningkatan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Daerah

Perkembangan masyarakat yang sangat cepat sebagai akibat dari globalisasi dan
pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membutuhkan penyesuaian
tata nilai dan perilaku. Dalam suasana dinamis tersebut, pengembangan kebudayaan
daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi intergritas dan identitas
nasional guna perwujudan puncak-puncak kebudayaan bangsa. Selain itu,
pengembangan kebudayaan daerah dimaksudkan untuk mempercepat proses
adapatasi kebudayaan daerah dan masyarakat atas situasi dan kondisi yang sangat
dinamis melalui pemampuan nilai-nilai kearifan lokal (indegeneos knowledge)
merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai
kebangsaan sehingga dapat menciptakan iklim kondusif dan harmonis di daerah.

A. Permasalahan

Kurangnya kemampuan daerah dalam mengelola kekayaan budaya yang


kasat mata (tangible) dan yang tidak kasat mata (intangible). Dalam era otonomi
daerah, pengelolaan kekayaan budaya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Kualitas pengelolaan yang rendah tidak hanya disebabkan oleh kecilnya kapasitas
fiskal, namun juga kurangnya pemahaman, apresiasi, kesadaran, dan komitmen
pemerintah daerah terhadap kekayaan budaya daerah. Pengelolaan kekayaan budaya
ini juga masih belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik
(good governance). Sementara itu, apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap
budaya daerah dan produk daerah masih rendah, antara lain karena keterbatasan
informasi.
Terjadinya krisis nilai-nilai kebersamaan sebagai ciri budaya daerah. Budaya
bangsa adalah akumulasi puncak-puncak kebudayaan daerah yang terdiri dari
beragam suku-bsangsa. Nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan
sosial, dan rasa cinta sesama sebagai puncak-puncak budaya daerah, yang pernah
dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas budaya bangsa, makin pudar
bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme. Demikian pula yang terjadi
pada tingkat nasional, bahwa kebanggaan atas jati diri anak bangsa, seperti
penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar, makin terkikis oleh nilai-nilai

- 168
Agenda Pembangunan

yang dianggap lebih unggul. Nilai-nilai luhur meluntur oleh cepatnya penyerapan
budaya global yang negatif, dan tidak mampunya daerah sebagai bagian integral
pemerintah mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan
dan pembentukan karakter kebangsaan (nation and character building). Lajunya
pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh pembangunan karakter
kebangsaan telah mengakibatkan krisis budaya yang selanjutnya memperlemah
ketahanan budaya
Lemahnya kemampuan daerah dalam mengelola keragaman etnik. Gejala
tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan otonomi daerah kabupaten/kota (birokrasi)
maupun saat pilkada Gubernur dan Bupati, dimana telah terjadi penguatan orientasi
kelompok dan etnik yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bahkan
disintegrasi. Fenomena itu mengkhawatirkan karena Provinsi Jambi selain merupakan
daerah tujuan transmigrasi, juga sebagai daerah yang relatif plural.

B. Sasaran

Sasaran pengembangan kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur


adalah :

1. Menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antar kelompok masyarakat.


2. Semakin kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika;
3. Semakin berkembangnya penerapan nilai baru yang positif dan produktif dalam
rangka memantapkan budaya nasional yang terwujud dalam setiap aspek
kebijakan pembangunan; dan
4. Meningkatnya pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya.

C. Arah Kebijakan

Arah kebijakan pengembangan kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai


luhur adalah :

1. Reaktualisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai salah satu dasar pengembangan


etika pergaulan sosial untuk mengokohkan akar budaya daerah yang adaptif; dan
2. Meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap budaya dan produk-produk dalam
negeri.
3. Mendorong percepatan proses modernisasi yang dicirikan dengan terwujudnya
rasa kebangsaan dan menguatnya masyarakat sipil;
4. Mengembangkan modal sosial dengan mendorong terciptanya ruang yang terbuka
dan demokratis bagi dialog kebudayaan.

D. Program–Program Pembangunan

Arah kebijakan dalam Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan pada


Nilai-nilai Luhur dijabarkan ke dalam program-program sebagai berikut:

I. Program-Program Unggulan

I.1. Program Pengelolaan Kekayaan Budaya

- 169
Agenda Pembangunan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi dan kecintaan masyarakat


terhadap budaya daerah dan produk daerah yang bersifat kasat mata (tangible)
maupun tidak kasat mata (intangible).

Kegiatan pokok yang akan ditempuh antara lain :

1. Pelestarian kekayaan budaya yang meliputi sejarah, kepurbakalaan, dan benda


cagar budaya;
2. Pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan antara lain
peta budaya dan dokumen arsip daerah;
3. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pengelola kekayaan budaya;
4. Peningkatan kapasitas kelembagaan melalui pembenahan sistem manajerial
lembaga-lembaga yang mengelola kekayaan budaya sehingga memenuhi kaidah
tata pemerintahan yang baik (goodgovernance);
5. Pengembangan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan kekayaan
budaya, misalnya melalui pengembangan film kompetitif, dan pengembangan
pola insentif; dan
6. Review peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan kekayaan budaya.

II. Program-Program Penunjang

II.1. Program Pengembangan Nilai Budaya

Program ini bertujuan untuk memantapkan budaya daerah guna memberikan


kontribusi penguatan jati diri bangsa (identitas nasional). Tujuan tersebut dicapai
antara lain melalui upaya memperkokoh ketahanan budaya daerah sehingga mampu
berkontribusi dalam menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan
melakukan pengawalan proses adopsi dan adaptasi budaya asing yang bernilai positif
dan produktif. Di samping itu, diupayakan pula pembangunan moral masyarakat di
daerah yang mengedepankan nilai-nilai kejujuran, keteladanan, sportivitas, disiplin,
etos kerja, gotong-royong, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu dan
tanggungjawab. Tujuan tersebut dilaksanakan pula melalui mengedepankan nilai-
nilai budaya pada setiap aspek pembangunan daerah.
Kegiatan pokok yang akan ditempuh antara lain adalah aktualisasi nilai moral,
revitalisasi dan reaktualisasi budaya daerah yang bernilai luhur termasuk di dalamnya
transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk
memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya daerah, seperti: orientasi pada
peningkatan kinerja, budaya kritis, transparan, akuntabilitas dan penerapan iptek.

II.2. Program Pengelolaan Keragaman Budaya

Program ini bertujuan untuk menciptakan keserasian hubungan antarunit sosial


dan antarbudaya dalam rangka menurunkan ketegangan dan ancaman konflik
sekaligus memperkuat rasa kebangsaan.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain adalah :

1. Pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis;


2. Pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam
masyarakat, terutama di kawasan transmigrasi dan perbatasan;

- 170
Agenda Pembangunan

3. Pengembangan berbagai wujud ikatan rasa kebangsaan antara lain melalui


pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan akses transportasi dan
komunikasi lintas daerah dan lintas budaya;
4. Pelestarian dan pengembangan ruang publik untuk memperkuat modal sosial;
serta
5. Peningkatan penegakan hukum untuk menciptakan rasa keadilan antarunit budaya
dan antar unit sosial.

2.4. MENINGKATKAN DAYA SAING EKONOMI DAERAH

2.4.1 Penciptaan Tata Pemerintahan Daerah Yang Baik dan Bertanggungjawab

Menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa menjadi prioritas


dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jambi periode 2005-
2010. Pentingnya agenda ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : Pertama,
banyaknya permasalahan yang muncul berkaitan dengan penciptakan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa ini. Oleh sebab itu, agenda menciptakan
tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa menjadi agenda prioritas
pembangunan nasional 2004-2009 yang harus didukung secara konsistem
implementasinya di tingkat daerah. Kedua, keluarnya berbagai kebijakan baru dan
yang sedang dirancang oleh Pemerintah Pusat untuk menanggulangi berbagai
permasalahan yang muncul untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik antara
lain; prinsip keterbukaan, keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi,
menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang
dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-
langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem
ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan
pemeriksaan yang efektif.

A. Permasalahan

Masih lemahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh instansi


pemerintah daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota. Sampai saat ini,
hampir semua instansi unit pelayanan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota belum
optimal menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dalam
penyelenggaraan pelayanan publik terutama menyangkut asas transpransi dan
akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi pelayanan publik, menjunjung tinggi supremasi
hukum, dan membuka partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan.
Cerminannya antara lain tampak dari banyaknya pengaduan atau keluhan dari
masyarakat dan dunia usaha baik melalui surat pembaca di surat kabar lokal ataupun
media pengaduan lainnya, tentang prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang
berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang
konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana pelayanan, sehingga tidak
menjamin kepastian (hukum, waktu dan biaya) serta masih banyak dijumpai praktek
pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Ada beberapa penyebab lemahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh
instansi pemerintah daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota, yaitu:
Pertama, Pemerintah Provinsi Jambi (termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota)
belum memiliki Perda tentang Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri

- 171
Agenda Pembangunan

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/26/M.Pan/2/2004 Tanggal 24 Februari


2004. Kebutuhan terhadap peraturan daerah ini menjadi begitu mendesak dalam
rangka mengatur bagaimana suatu manajemen pelayanan publik diselenggarakan oleh
semua instansi pemerintahan daerah (termasuk BUMD) mulai dari prosedur
pelayanan, persyaratan teknis dan administratif pelayanan, rincian biaya pelayanan,
w aktu penyelesaian pelayanan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab, lokasi pelayanan, janji pelayanan, standar pelayanan publik, informasi
pelayanan, mekanisme pengaduan masyarakat, dan akuntabilitas pelayanan publik.
Kebutuhan lahirnya Perda tentang Transparansi dan Akuntabilitas Dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi
semakin memperoleh legitimasi yang kuat karena hal ini juga diamanatkan oleh RUU
Tentang Administrasi Pemerintahan. Di beberapa daerah lainnya di Indonesia,
keberadaan perda ini ternyata secara signifikan mampu meningkatkan kinerja
pelayanan publik di lingkungan instansi mereka.
Kedua, berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi
Daerah (PSHK-ODA, 2005) terhadap perda-perda perizinan yang diterbitkan oleh
Provinsi/ Kabupaten/Kota sepanjang tahun 2000 -2004, tidak ada perda-perda yang
secara utuh dan lengkap mengatur manejemen penyelenggaran perizinan di dalam
materi muatannya. Artinya, jarang sekali dalam perda perizinan tersebut mengatur
lebih rinci prosedur pelayanan perizinan, persyaratan teknis dan administratif
pelayanan perizinan, w aktu penyelesaian pelayanan perizinan, dan mekanisme
pengaduan masyarakat. Ketidakejelasan pengaturan tersebut, merupakan faktor
penyumbang melemahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh instansi
pemerintah daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota.
Ketiga, belum adanya survey secara teratur dan berkelanjutan tentang
penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat ( IKM ) atas pelayanan instansi Pemerintah
Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/2/2004 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Ketiadaan survey secara teratur dan berkelanjutan tersebut menyebabkan sulit untuk
mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan instansi Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota sehingga sulit untuk menerapkan sistem penghargaan
(reward) dan sanksi (punishmnet) kepada instansi dalam menyelenggarakan
pelayanan publik. Implikasinya, instansi tidak termotivasi untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publiknya secara berkelanjutan.
Masih banyaknya pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan, dan
praktek KKN di lingkungan di instansi pelayanan publik di lingkungan
pemerintahan baik pusat maupun daerah. Masalah-masalah tersebut antara lain
disebabkan: Pertama, rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan
aparatur di lingkungan Pemerintah. Kedua, masih rendahnya kesejahteraan PNS;
Ketiga, sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) organisasi
pemerintahan yang belum memadai. Keempat, belum efektifnya pengawasan
melekat, pengawasan eksternal, pengawasan masyarakat, dan pengawasan legislatif.
Belum dipahaminya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dalam
penyelenggaraan dan pembuatan keputusan administrasi pemerintahan. Asas-asas
tersebut meliputi asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas kesamaan, asas
kecermatan, asas motivasi, asas tidak melampaui dan atau mencampuradukan
kewenangan, asas bertindak yang wajar, asas keadilan, asas kewajaran dan
kepatutan, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-
akibat suatu keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi,
asas tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, dan asas kepentingan

- 172
Agenda Pembangunan

umum. Pentingnya pemahaman terhadap ke-18 asas-asas umum pemerintahan yang


baik tersebut berkorelasi dengan tujuan penciptaan tata pemerintahan yang bersih
dan berwibawa karena asas-asas tersebut memiliki multi fungsi yaitu untuk: 1)
menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan; 2) menciptakan
kepastian hukum; 3) mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang; 4) menjamin
akuntabilitas pejabat administrasi pemerintahan; 5) memberikan perlindungan
hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah; 6) memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Belum memadainya fasilitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan
publik. Di antara sarana dan prasarana yang sangat diperlukan dalam rangka
memberikan pelayanan publik yang lebih cepat dan murah adalah penerapan
penggunaan e-Government.

B. Sasaran

Secara umum sasaran penyelenggaraan pemerintahan daerah periode 2005–


2010 adalah terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa,
profesional, dan bertanggung jawab, yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku
birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima
kepada seluruh masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara khusus
sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran
(jajaran) pejabat yang paling atas;
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan daerah
yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel;
3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap
warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat;
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik di
daerah;
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak
bertentangan peraturan dan perundangan di atasnya.
C. Arah Kebijakan

Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan pemerintahan daerah


dalam mewujudkan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, maka kebijakan
periode 2005–2010 diarahkan untuk:
1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-
praktik KKN dengan cara:
a. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance)
pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan;
b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan
sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat;
d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan
bertanggung jawab;
e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan
pemeriksaan;
f. Peningkatan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha dan
masyarakat dalam pemberantasan KKN.
2. Meningkatkan kualitas penyelengaraan administrasi kelembagaan pemerintahan
daerah melalui:

- 173
Agenda Pembangunan

a. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan daerah agar dapat


berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proporsional,
ramping, luwes dan responsif;
b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada
semua instansi dan lini pemeritahan di lingkungan Pemerintahan Provinsi
Jambi;
c. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih
profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan
yang terbaik bagi masyarakat;
d. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier
berdasarkan prestasi;
e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government, dan
dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.
3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
dengan:
a. Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan
umum dan pelayanan unggulan;
b. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya,
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya
pemerintahan;
c. Peningkatan tranparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan
akses dan sebaran informasi.

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Tujuan program ini untuk mengembangkan manajemen pelayanan publik yang


bermutu, transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adil kepada
seluruh masyarakat guna menujang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta
mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Penyusunan Perda tentang Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi.
2. Survey berkala tentang penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat ( IKM ) pada unit
pelayanan instansi pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di lingkungan Provinsi
Jambi.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha.
4. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses
pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukung penerimaan
keuangan daerah;
5. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi;
6. Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam
perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan
musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk di masing-masing wilayah.
7. Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan;
8. Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas
aparat pelayanan publik;
9. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan
publik;
10. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat;

- 174
Agenda Pembangunan

11. Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan


pemerintah pusat, Provinsi dan kabupaten/kota kepada publik.
12. Pengkajian dan penyusunan Pakta Integritas Provinsi Jambi.

2. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur

Tujuan program ini untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas


sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas
kepemerintahan dan pembangunan yang dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Menata kembali sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan akan
jumlah dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS;
2. Menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur
terutama pada sistem karier dan remunerasi;
3. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur dalam pelaksanaan
tugas dan tanggungjawabnya;
4. Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen
kepegawaian.
5. Menyempurnakan sistem dan kualitas penyelenggaraan diklat PNS.
6. Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan
etika dan mekanisme penegakan hukum disiplin.

3. Program Peningkatan Pengawasan Dan Akuntabilitas Aparatus Negara Daerah

Tujuan program adalah untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem


pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur
pemerintahan daerah yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN yang dilakukan melalui
cara-cara sebagai berikut:
1. Meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal,
eksternal, dan pengawasan masyarakat;
2. Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan
prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan dan
terakunkan;
3. Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum;
4. Meningkatkan koordinasi pengawasan yang lebih komprehensif;
5. Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan.
6. Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja;
7. Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional;
8. Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong peningkatan
implementasinya pada seluruh instansi pemerintahan daerah;

4. Program Perencanaan Pembangunan Partisipatif

Tujuan program ini untuk meningkatkan keterpaduan dan keterlibatan


masyarakat alam proses perencanaan pembangunan sehingga dapat disusun
perencanaan yang terpadu, sinergis dan terintegrasi berbasis masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Penyusunan perencanaan pembangunan daerah.
2. Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah.
3. Penguatan kapasitas kelembagaan perencanaan.
4. Pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan.
5. Penyediaan data base perencanaan makro, mikro, data spasial, dan statistik.
6. Pengukuran indikator kinerja kebijakan yang bersifat kuantitaf dan kualitatif.

- 175
Agenda Pembangunan

5. Program Penataan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan

Tujuan program ini untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan
manajemen pemerintahan daerah dan memfasilitasi pelaksanaannya pada
pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Menyempurnakan sistem kelembagaan daerah yang efektif, ramping, fleksibel
berdasarkan prinsip-prinsip good governance;
2. Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan
efisien;
3. Menyelamatkan dan melestarikan dokumen/arsip negara.

6. Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur Negara

Tujuan program ini untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi


pemerintahan secara lebih efisien dan efektif serta terpadu. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan.
2. Meningkatkan fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk pengadaan,
perbaikan dan perawatan gedung dan peralatan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan keuangan negara.

7. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi

Tujuan program ini untuk meningkatkan mutu pelayanan dan arus informasi
kepada dan dari masyarakat untuk mendukung proses sosialisasi dan partisipasi
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Peningkatan profesionalisme aparat di bidang komunikasi dan informasi;
2. Pengembangan dan pendayagunaan jaringan teknologi informasi dan komunkasi
guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan pelayanan
masyarakat.

2.4.2. Peningkatan Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara dapat
hidup sesuai dengan kemanusiaannya. Hak asasi manusia melingkupi antara lain hak
atas kebebasan berpendapat, hak atas kecukupan pangan, hak atas rasa aman, hak
atas penghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup yang sehat serta hak-hak lainnya
sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan diatur
dalam UUD 1945.
Kesadaran hukum merupakan keharusan dalam upaya mewujudkan kepastian
dan kesebandingan hukum, serta perlindungan masyarakat yang damai dan sejahtera.
Terkait dengan hal tersebut perlu pula didukung dengan peningkatan pemahanan
dan budaya hukum dan penghormatan terhadap HAM serta penegakan hukum yang
konsisten dan bebas dari diskriminasi, sehingga ketertiban, kepastian, rasa aman,
tenteram, dan kehidupan yang rukun dapat diwujudkan.

A. Permasalahan

- 176
Agenda Pembangunan

1. Masih Rendahnya pemahaman dan pengehormatan terhadap hukum dan HAM


serta kurangnya keteladanan pemimpin.Pemahaman dan dan pengehormatan
terhadap HAM merupakan titik awal dari penegakan HAM. Sementara itu tingkat
pemahaman HAM masyarakat pada saat ini masih kurang. Akibatnya banyak
ditemui pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan, atau seseorang terhadap kelompok atau golongan, atau orang lainnya.
Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan
penghormatan terhadap HAM, sehingga dapat menekan terjadinya pelanggaran
HAM.
Perilaku taat hukum terbangun melalui proses pendidikan dalam masyarakat,
baik formal, non formal maupun informal, termasuk di dalamnya melalui
keteladanan dari para pemimpin diberbagai level. Masih kurangnya pendidikan
hukum, keteladanan yang tidak baik dari para pemimpin baik di jajaran eksekutif,
legis latif dan judikatif telah mengajarkan pada masyarakat tentang tata nilai dan
perilaku dualistis antara ketataatan dan toleransi terhadap pelanggaran hukum,
yang pada akhirnya menuju pada budaya hukum yang negatif. Masih tingginya
angka penyalahgunaan wewenang dari para pemimpin dan tingginya palanggaran
hukum di kalangan masyarat merupakan pertanda lemahnya budaya taat hukum.

2. Lemahnya pelayanan, perlindungan dan penegakan hukum dan


HAM.Pelayanan, dan penegakan hukum dan kepastian hukum belum sepenuhnya
dinikmati oleh masyarakat di Provinsi Jambi. Bagi sebagian masyarakat, malah
hukum dirasakan belum memberikan rasa keadilan, kesetaraan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia khususnya terhadap masyarakat kecil dan tidak
mampu. Penegakan hukum dan kepastian hukum masih melihat melihat status
sosial seseorang, demikian pula pelaksanaan putusan pengadilan yang seringkali
hanya memihak pada pihak yang kuat dan penguasa. Hukum dalam pengadilan
hanya sekedar diberlakukan sebagai aturan-aturan tertulis. Penggunaan
interpretasi hukum dan yurisprudensi belum digunakan secara optimal oleh hakim
untuk memberikan memberikan putusan yang sesuai dengan rasa keadilan
masyarakat. Hal ini tergambar dari sejumlah pelangaran HAM yang terjadi di
Provinsi Jambi tidak pernah mendapat penangan yang tuntas. Begitu juga dengan
berbagai pelanggaran hukumlainnya. Dari kasus pelanggaran hukum pidana yang
terjadi dalam kurun 1999-2003 sebanyak 17688 kasus hanya 10644 yang mendapat
penyelesaian. Dibidang hukum perdata darisejumlah 1233 kasus yang diajukan
penggugat hanya 983 kasus yang mendapatpenyelesaia. Begitu pula dalam kasus
penyimpangan anggaran. Dari sebanyak 705 temuan di tingkat instansi Provinsi
dan 6.246 di tingkat instasi kabupaten/kota, yang merugikan masyarakat dan
daerah, sangat kecil perkara dugaan korupsi yang mendapat penyelsaian hukum
di pengadilan.

B. Sasaran

Untuk mendukung upaya penghormatan dan pengakuan dan pembudayaan


terhadap hukum dan hak asasi manusia, sasaran yang ingin dicapai dalam kurun
waktu lima tahun ke depan adalah :

1. Meningkatnya pemahaman, kesadaran dan penghormatan terhadap hukum dan


HAM.
2. Meningkatnya kesadaran hukum dan keteladaan aparatur
3. Meningkatnya perlindungan, pelayanan dan penegakan hukum dan HAM, serta

- 177
Agenda Pembangunan

4. terlaksananya berbagai langkah-langkah Rencana Aksi yang terkait dengan


penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum dan HAM.

C. Arah Kebijakan

Upaya penghormatan dan pengakuan dan pembudayaan terhadap hukum dan


hak asasi manusia diarahkan pada kebijakan untuk meningkatkan pemahaman dan
menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsisten terhadap hak asasi
manusia, perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif dengan langkah-langkah :

1. Meningkatkan pemahaman, kesadaran dan penghormatan terhadap hukum dan


HAM.
2. Mewujudkan terciptanya kesadaran hukum aparatur dan masyarakat melalui
sosialiasi hukum, keteladanan
3. Meningkatkan perlindungan, pelayanan dan penegakan hukum dan HAM, serta
4. Pelaksanaan berbagai langkah-langkah Rencana Aksi yang terkait dengan
penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum dan HAM.

D. Program-Program Pembangunan

Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk meningkatkan penghormatan,


pengakuan dan penegakan atas hukum dan hak asasi manusia dijabarkan ke dalam
dua program utama, dengan program unggulan penegakan hukum.

1. Program Pengembangan Budaya Hukum Dan Ham

Program Pengembangan Budaya Hukum dan HAM bertujuan untuk meningkatan


pemahaman dan kesadaran hukum serta penghormatan terhadap HAM, agar
masyarakat mampu melakukan tindakan preventif dan korektif terhadap
penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang
terjadi di dalam proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, yang dicapai
melalui :

a. Sosialisasi hukum dan HAM kepada masyarakat dan aparatur pemerintah melalui
jalur pendidikan formal, informal dan nonformal; penyuluhan dan pembentukan
kelompok-kelompok sadar hukum dan kelompok-kelompok kajian HAM.
b. Pengkajian dan pengembangan hukum adat serta nilai-nilai kearifan lokal untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan aparat.
c. Fasilitasi pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kajian hukum dan
HAM.

2. Program Perlindungan, Pelayanan Dan Penegakan Hukum Dan Hak Asasi


Manusia*)

Program ini merupakan program unggulan. Program Penegakan Hukum dan Hak
Asasi Manusia bertujuan untuk melakukan tindakan preventif dan korektif terhadap
penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia , yang
dicapai melalui :

a. Fasilitasi pembentukan Kepanitiaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia


(RANHAM) pada tingkat provinsi dan di setiap kabupaten/kota dalam Provinsi
Jambi.

- 178
Agenda Pembangunan

b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2004–2009;


Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana
Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi; Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak
Indonesia (PNBAI) 2015;
c. Fasilitasi terhadap kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi
manusia;
d. Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan
hukum dan hak asasi manusia;
e. Fasilitasi bantuan dan pelayanan hukum terhadap pencari keadilan.

2.4.3. Perwujudan Peranan Pranata Demokrasi

Proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997 telah merubah arah
pembangunan politik menuju tatanan politik yang lebih terbuka, demokratis dan
menghormati hak-hak politik rakyat. Format politik ini diperkokoh dengan
diberlakukannya UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum, dan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam konteks pemerintahan di
daerah, kemajuan demokratisasi telah pula diperkuat dengan diberlakukannya UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Iklim keterbukaan dan
demokratisasi telah mampu mendorong partisipasi politik masyarakat. Hal ini terlihat
dari tingginya tingkat partisipasi dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif tahun
2004, maupun dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi tahun 2005.
Penggunaan hak-hak politik rakyat juga terlihat partisipasi masyarakat untuk
bergabung dalam kelembagaan politik dan kemasyarakatan, seperti Organisasi
kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Partai politik.

A. Permasalahan

1. Kurang berkembangnya budaya politik demokratis. Meskipun pada saat ini iklim
keterbukaan dan demokratisasi telah meningkat, namun demikian dalam
lingkup masyarakat daerah masih belum didukung dengan pengetahuan,
pemahaman dan budaya politik yang memadai. Belenggu otoritarian yang
berjalan cukup lama, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang teralif rendah,
nilai-nilai feodalisme dan premodialisme mengakibatkan budaya politik
demokrasi dan budaya beda pendapat kurang berkembang secara optimal.

2. Belum optimalnya implementasi peran dan fungsi kelembagaan politik.


Disahkannya berbagai peraturan perundangan yang ada dalam beberapa tahun
terakhir telah memberikan koridor hukum pelaksanaan peran dan fungsi
kelembagaan politik yang ada. Pelaksanaan peran dan fungsi lembaga-lembaga
dimaksud secara lebih optimal akan menciptakan hubungan kekuasaan yang
seimbang (checks and balances), dan pada gilirannya akan menentukan pula
keberhasilan pelaksanaan konsolidasi demokrasi. Kendati demikian dalam
implementasinya kelembagaan demokrasi di tingkat daerah belum berperan
secara optimal.

3. Belum optimalnya media massa menjalankan fungsinya secara otonom dan


independen. Dalam pelembagaan deokrasi media masa meiliki peran penting.
Kendati demikian, dalam prakteknya media massa masih seringkali disalahpahami

- 179
Agenda Pembangunan

sebagai pihak yang sengaja memperkeruh konflik dan mengadu domba pihak-
pihak yang berbeda pendapat, padahal peran media massa adalah memberitakan
secara obyektif realitas yang ada agar dapat diatasi sesuai dengan faktanya.
Sebaliknya, kriminalisasi terhadap media massa justru menyebabkan bahaya yang
jauh lebih besar, berupa distorsi informasi dan informasi yang berpihak kepada
kelompok yang lebih kuat dan berkuasa. Di sisi lain keterbatasan akses
masyarakat terhadap media massa juga telah menghambat penyerapan informasi
dan penyampai aspirasi yang berkembang dinamis dalam masyarakat.

4. Lemahnya kualitas Proses pemelihan pemilihan umum dan pemilihan Kepala


Daerah. Proses pemilihan umum (Pemilu), baik pemlu legislatif maupun pemilu
eksekutif serta pemilihan gubernur dan wakil gubernur begitu pula dengan
pemilihan kepala desa masih diwarnai dengan berbagai kelemahan. Hal ini
ditandai dengan bebagai pelanggaran, konflik dan perselisihan dalam berbagai
tahapan Pemilubelum berjalan Dalam proses pemilihan.

B. Sasaran

Dalam rangka mewujdukan peningkatan demokratiasi dalam penyelenggaraan


pemerintahan dan kemasyarakatan, maka sasaran yang ingin dicapai dalam kurun
waktu lima tahun ke depan adalah :

1. Berkembangnya budaya politik demokratis dan mantapnya jiwa nasionalisme


2. Terlaksananya peran dan fungsi kelembagaan politik dan lembaga
kemasyarakatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
3. Berkembangnya kebebasan media massa dalam mengkomunikasikan kepentingan
masyarakat
4. Terlaksananya pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang berkualitas.

C. Arah Kebijakan

Arah kebijakan dari Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh akan
ditempuh melalui kebijakan :

1. Mengembangkan budaya demokrasi dan memantapkan jiwa nasionalisme


2. Memperkuat peran dan implemntasi kelembagaan demokrasi di daerah yang
berdasarkan mekanisme checks and balances;
3. Menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan
kepentingan masyarakat.
4. Mewujudkan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang demokratis,
jujur dan adil.

D. Program-Program Pembangunan

Arah kebijakan dalam Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh


dijabarkan dalam
program-program pembangunan sebagai berikut:

1. Program Pemantapan Budaya Politik Demokratis dan Jiwa Nasionalisme

- 180
Agenda Pembangunan

Program ini bertujuan untuk mewujudkan peningkatan budaya politik yang


demokratis dan mandiri dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini mencakup :

a. Pendidikan poltik dan wawasan kebangsaan melalui jalurformal, informaldan


nonformal.
b. Pembinaan, penguatan dan peningkatan peran organisasi kemasyarakatan dalam
pengembangan dan implementasi budaya politik demokratis.
c. Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik.
d. Pelaksanaan mekanisme konsultasi publik dalam proses penyusunan kebijakan.

2. Program Penguatan Kelembagaan Demokrasi

Program ini bertujuan untuk mewujudkan pelembagaan peran dan fungsi serta
hubungan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga politik lainnya, serta
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang kokoh dan optimal, yang dicapai melalui :

a. Peningkatan kemampuan lembaga eksekutif yang profesional dan netral;


b. Fasilitasi peningkatan kualitas fungsi dan peran lembaga legislatif (DPRD);
c. Fasilitasi pemberdayaan partai politik dan LSM/ORMAS dalam melakukan
pengawasan terhadap proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan kebijakan
publik

3. Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa

Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran pers dan media massa dalam
memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara bebas, transparan
dan bertanggung jawab, serta dalam rangka meningkatkan peran pers sebagai sarana
kontrol sosial yang independen, dan dalam rangka mewujudkan masyarakat informasi
menuju masyarakat berbasis pengetahuan, yang dicapai melalui :
a. Fasilitasi peningkatan profesionalisme di bidang komunikasi dan informasi.
b. Pengkajian yang relevan dalam rangka pengembangan kualitas dan kuantitas
informasi dan komunikasi;
c. Fasiltiasi media pers, TVRI dan Radio daerah dalam memberikan pelayanan
informasi dan komunikasi pembangunan kepada masyarakat.
d. Peningkatan akses informasi dan komunikasi masyarakat, terutama untuk daerah
terpencil.

4. Program Peningkatan Kualitas Proses Politik

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas


penyelenggaraan pemilihan umum dan pelembagaan perumusan kebijakan publik
yang dicapai melalui :
a. Perwujudan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya memelihara dan
meningkatkan komunikasi politik yang sehat, bebas dan efektif;
b. Fasilitasi penyelenggaraan Pemilu Legislatif tahun 2009 dan pemilihan Presiden
wakil presiden tahun 2009 yang lebih berkualitas, demokratis, jujur dan adil;
c. Pelaksanaan Pemilihan Gubernur tahun 2010 yang lebih berkualitas, demokratis,
jujur dan adil;
d. Perwujudan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya Pemilihan Bupati
yang lebih berkualitas, demokratis, jujur dan adil;

- 181
Agenda Pembangunan

2.4.4. Pembenahan Hukum dan Perundang-Undangan Daerah

Peningkatan tata hukum dan perundang-undangan daerah dalam Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jambi menjadi prioritas
pembangunan periode 2005-2010. Pentingnya pembenahan hukum dan perundang-
undangan daerah disebabkan:
Pertama, karena hukum dan perundang-undangan menempati dua posisi
sekaligus, yaitu sebagai bidang yang dibangun dan sebagai arah dan landasan
pembangunan. Dengan posisi demikian, maka pembangunan hukum merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan daerah.
Kedua, hukum dan perundang-undangan daerah merupakan instrumen penting
dalam berotonomi. Sebab, segala kepentingan masyarakat pada dasarnya diatur dan
diurus oleh Daerah melalui peraturan perundang-undangan daerah. Apalagi dengan
terjadinya perubahan kedudukan dan peran Provinsi dalam konstruksi UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jika pada masa UU No. 22 Tahun 1999
kewenangan Provinsi sangat terbatas dan tidak ada hubungan hirakrkhis antara
Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam konstruksi UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan
Provinsi lebih luas. Undang-undang tersebut juga menegaskan bahwa antara Provinsi
dengan Kabupaten/Kota mempunyai keterkaitan dan hubungan hirarkhis satu sama
lain, baik dalam arti status kewilayahan maupun dalam sistem dan prosedur
penyelenggaraan pemerintahan. Dengan posisi semacam itu, peraturan perundang-
undangan daerah Provinsi menjadi perekat, acuan, dan sambungan yang
menentukan keberhasilan berbagai kebijakan nasional. Strategi, arah dan kebijakan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tidak akan mencapai
sasarannya jika strategi, arah dan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi tidak mendukungnya.
Ketiga, terjadinya reformasi pembentukan peraturan perundang-undangan
melalui UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan perundang-
undangan daerah) menurut UU No. 10 Tahun 20004 harus dilakukan secara
berencana, terpadu, dan sistematis mulai dari tahap perencanaan, persiapan, tehnik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengundangan, dan penyebarluasan.

A. Permasalahan

Memperhatikan dimensi masa lalu (pada masa berlakunya UU No. 22 Tahun


1999) dan masa kini yaitu kondisi objektif yang ada sekarang dengan lingkungan
strategisnya, terdapat tiga permasalahan menyangkut pembenahan hukum dan
perundang-undangan daerah meliputi substansi (materi hukum), struktur
(kelembagaan) hukum, dan kultur (budaya) hukum.

1. Substansi Hukum

Tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang-undangan. Tumpang


tindih dan inkonsistensi dapat terjadi antara peraturan daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota) dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
antara perda provinsi dengan perda kabupaten/kota atau antar perda
kabupaten/kota di lingkungan Provinsi Jambi. Inventarisasi yang dilakukan oleh Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah (PSHK-ODA) selama periode 2000-2002,
terdapat 33 perda (provinsi/kabupaten/kota) yang tumpang tindih dan inkonsistensi
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ditinjau dari jenis perda

- 182
Agenda Pembangunan

(pajak, retribusi, dan di luar pajak retribusi), tumpang tindih dan inkonsistensi
terbesar terjadi pada perda jenis retibusi 91,6 % dan di luar pajak dan retribusi
sebesar 7,6 %. Ditinjau dari sektor, tumpang tindih dan inkonsistensi terbesar terjadi
di sektor perkebunan dan kehutanan (51,4 %), sektor perhubungan (20 %), sektor
pertanian dan peternakan (17 %) dan 23, 6 % di sektor kelautan dan perikanan.
Secara nasional, hasil inventarisasi yang dilakukan oleh PSHK-ODA tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil kajian Badan Pengkajian Ekonomi dan Keuangan dan
Kerjasama Internasional Departemen Keuangan dari Agustsus 2003 sampai akhir
Desember 2004. Hasil kajian telah merekomendasikan pembatalan perda sebanyak
307 dari 3.967 perda yang dievaluasi. Perda-perda yang direkomendasikan untuk
dibatalkan tersebut 85 % mengenai retribusi, 9 % mengenai pajak, dan 6 % di luar
pajak dan retribusi. Dilihat dari sektor, objek perda yang dibatalkan tersebut
beragam mulai dari industri dan perdagangan (19 %), perhubungan (17 %), kehutanan
dan perkebunan (15 %), tenaga kerja (14 %), pertanian dan peternakan (13 %),
ekonomi dan sumber daya mineral (7 %), lingkungan hidup (6%) kelautan dan
perikanan serta sektor pariwisata masing-masing 1 %, dan lain-lain 7 %.
Pembentukan peraturan daerah tanpa perencanaan yang jelas dalam suatu
Program Legislasi Daerah (Progleda). Penyebab utama terjadinya tumpang tindih
dan inkonsistensi sebagaimana di uraikan di atas terjadi karena pembentukan
peraturan daerah (baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota) selama periode 2000-2004
tidak disusun secara berencana, terpadu dan sistematis dalam suatu Progleda. Hal ini
mengkibatkan pembentukan peraturan daerah lebih didasarkan pada kebutuhan
sesaat (dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah) dan bukan kebutuhan
jangka panjang untuk menata penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka
mewujudkan sistem hukum daerah yang menunjang sistem hukum nasional serta
mewujudkan visi dan misi daerah.
Pembentukan peraturan daerah tanpa melalui pengkajian yang mendalam
melalui penyusunan naskah akademik. Kondisi ini merupakan penyebab kedua
terjadinya tumpang tindih dan inkonsistensi sebagaimana di uraikan di atas. Selama
periode 2000-2004, hanya perda-perda yang menyangkut bidang perencanaan yang
melalui pengkajian yang mendalam yaitu Perda tentang Pola Dasar Pembangunan
Daerah, Perda tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda), Perda tentang
Rencana Strategis Daerah (Renstrada), Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jambi, dan Perda tentang APBD. Di luar itu, pembentukannya sebagian besar
“mengadopsi” perda-perda yang sudah diterbitkan daerah lain. Hal ini terjadi karena
belum ada peraturan tentang mekanisme yang mengharuskan instansi pemrakarsa di
lingkungan eksekutif untuk terlebih dahulu mengajukan naskah akademik raperda
(yang memuat latar belakang permasalahan sosial yang akan diatasi, tujuan dan
sasaran yang ingin diwujudkan, materi pokok/garis besar rancangan peraturan
daerah, perkiraan tentang dampak yang akan timbul jika rancangan perda itu tidak
dibuat, produk hukum yang terkait, dan lembaga-lembaga yag terkait dengan
pelaksanaan PERDA).
Pembentukan peraturan daerah belum aspiratif dan responsif. Selama
periode 1999-2004, belum ada upaya untuk melembagakan secara hukum pastisipasi
masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah. Amanat Propeda Provinsi
Jambi agar menyusun peraturan daerah tentang tata cara pembuatan peraturan
daerah yang aspiratif dan responsif, belum diwujudkan hingga akhir tahun 2004.
Akibatnya, peraturan daerah yang terbentuk umumnya tidak berlaku efektif di
lapangan. Sebab, masyarakat menganggap bahwa substansi peraturan daerah yang
terbentuk bukan merupakan kebutuhan hukum mereka dan kepentingan-kepentingan
mereka belum terakomodasi dalam substansi peraturan daerah.

- 183
Agenda Pembangunan

2. Struktur Hukum

Kurang berperannya Biro Hukum Daerah dalam menjalankan tugas dan


fungsinya. Sejalan dengan kewenangan Provinsi yang semakin luas dalam era UU No.
32 Tahun 2004 Tahun 2004, maka peran Biro Hukum Pemerintah Provinsi menjadi
salah satu unsur birokrasi yang memiliki peran cukup strategis dalam melakukan
upaya reformasi hukum dan pembinaan terhadap produk hukum yang dikeluarkan
oleh Kabupaten/kota di lingkungannya. Fungsi stregais tersebut menurut hasil
penelitian Bappenas (Reformasi Hukum di Indonesia, 1997) mencakup: 1)
perencanaan hukum; 2) dokumentasi dan informasi hukum; 3) pengkajian dan
penelitian hukum; 4) penyusunan rancangan akademik peraturan perundang-
undangan daerah; 5) penyusunan rancangan peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah, 6) membantu dinas/instansi dalam pembahasan rancangan peraturan daerah
di DPRD; 7) konsultasi hukum dan bantuan hukum, serta 8) penyebarluasan peraturan
perundang-undangan atau program penyuluhan hukum. Namun dalam kenyataan, Biro
Hukum Daerah kurang berfungsi menjalankan tugas dan fungsi tersebut. Mengacu
pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Komisi Hukum Nasional (Meningkatkan
Peran Biro Hukum Pemerintah, 2003), terdapat sembilan faktor yang menyebabkan
kurang berfungsinya Biro Hukum Daerah, yaitu: Pertama, belum jelasnya kewenangan
Biro Hukum dalam melakukan pengkajian dan penelitian empiris dalam rangka
menyusun perencanaan hukum (Progleda), penyusunan naskah akademik raperda,
dan memantau produk hukum yang dihasilkan. Kedua, Biro Hukum Daerah tidak
mempunyai peran yang signifikan terutama dalam pengkajian dan evaluasi terhadap
perda-perda yang diterbitkan Kabupaten/Kota. Ketiga,. Biro Hukum Daerah belum
difungsikan sebagai in-house lawyer yang mempunyai kewenangan dan bertindak
untuk memberikan pendapat hukum dalam penyusunan kontrak dan kebijakan daerah
yang melibatkan aktivitas berbagai instansi. Keempat, Biro Hukum Daerah belum
berfungsi dalam penyebarluasan rancangan peraturan daerah dalam upaya
memungkinkan masyarakat terlibat secara aktif dalam proses penyusunan peraturan
daerah. Kelima, belum terbangunnya sistem jaringan dokumentasi dan informasi
hukum (SJDI) sebagai media komunikasi dan telekomunikasi elektronis yang memuat
berbagai peraturan perundang-undangan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Keenam,
Biro Hukum Daerah belum difungsikan sebagai pintu masuk untuk menampung,
menangani dan menyelesaikan keluhan-keluhan masyarakat atas kinerja pemerintah
Provinsi. Ketujuh, Biro Hukum Daerah masih diberikan tugas tambahan di luar tugas
pokoknya yaitu di bidang Organisasi dan Tata Laksana sehingga terbebani dengan
tugas-tugas yang bersifat tambahan tersebut. Padahal, tugas dan fungsi di bidang
Organisasi dan Tata Laksana lebih tepat diserahkan kepada Biro Kepegawaian.
Kedelapan, belum ada staf di Biro Hukum Daerah (termasuk instansi di lingkungan
pemerintah Daerah Provinsi Jambi) yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga
fungsional perancangan peraturan perundang-undangan. Kesembilan, terbatasnya
sarana dan prasarana pada Biro Hukum Daerah yang menyulitkan mereka untuk
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.

Kurang berperannya lembaga penegak peraturan perundang-undangan


daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, lembaga penegak peraturan perundang-undangan
daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
mencakup Satuan Polisi Pamong Praja, Pegawai Penyidik Negeri Sipil (PPNS) dan
Polisi Khusus Kehutanan. Namun peran lembaga tersebut masih belum optimal.
Satuan Polisi Pamong Praja masih belum begitu berfungsi sebagai penegak peraturan
perundang-undangan daerah karena belum ada standar operasional prosedur yang

- 184
Agenda Pembangunan

dikembangkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja untuk mengakkan peraturan daerah
tersebut. Hal ini terjadi karena dalam proses penyusunan peraturan daerah, sangat
jarang Satuan Polisi Pamong Praja yang dilibatkan sehingga sulit untuk memahami
filosofi penagakan peraturan perundang-undangan daerah tersebut.
Kondisi serupa terjadi pada PPNS. Masalah mendasar di tubuh PPNS adalah
terbatasnya jumlah personil. Sampai akhir Juni tahun 2004, jumlah PPNS di
lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Jambi baru berjumlah 58 orang.
Dibandingkan dengan jumlah perda yang telah diterbitkan oleh Provinsi (66 Perda)
dan Kabupaten/Kota sebesar 465 perda (data sementara dari Biro Hukum dan
Organisasi Pemeritah Provinsi Jambi, Juni 2004) jelas jumlah tersebut sangat tidak
mencukupi. Akibatnya, penugasan PPNS tidak spesifik untuk menegakkan peraturan
darah tertentu, tetapi dapat mencakup semua peraturan daerah. Hal ini tidak begitu
sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah yang
mensyaratkan seorang PPNS harus diserahi tugas spesifik untuk menegakkan
peraturan daerah tertentu sehingga dalam melaksanakan tugasnya lebih profesional
karena memahami secara utuh peraturan daerah dimaksud. Masalah lainnya adalah
belum berjalannya pembinaan teknis oleh pihak Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia dan Kepolisian dan belum jelasya pembiayaan APBN dalam pembinaan
teknis sebagaimana dimaksud Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2003.
Namun agak berbeda dengan PPNS pada umumnya, peran yang sudah cukup baik
dijalankan oleh Polisi Khusus Kehutanan.

3. Budaya Hukum

Terbatasnya penyediaan dan penyebarluasan rancangan produk hukum


daerah dan produk hukum hukum daerah serta peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu instrumen
untuk meningkatkan kadar kesadaran hukum dan hak asasi manusia masyarakat
termasuk para penyelenggara daerah agar mereka mengetahui dan menyadari hak
dan kewajibannya adalah dengan memenuhi hak dasar atas informasi hukum. Namun
kondisi pada masa lalu, belum ada strategi dan upaya yang secara signifikan untuk
pemenuhan hak dasar atas informasi hukum tersebut. Beberapa permasalahan yang
terkait dengan hal ini antara lain: 1) rancangan peraturan daerah belum
disebarluaskan ke publik sebelum rancangan tersebut dibahas di DPRD sebagaimana
diamanatkan oleh UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan; 2) produk hukum daerah yang telah diterbitkan belum tersedia secara
cukup dan merata sehingga tidak setiap instansi/unit kerja di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jambi memilikinya (termasuk instansi terkait lainnya seperti kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, perguruan tinggi, dan instansi vertikal yang ada di daerah); 3)
belum tersedianya Berita Daerah sebagai wadah untuk mengumumkan peraturan atau
keputusan kepala daerah yang dianggap penting untuk diketahui oleh masyarakat; 4)
belum ada upaya untuk mengkompilasi dan menghimpun serta menyanjikan produk
hukum daerah secara menarik sehingga memudahkan stakeholder (terutama para
pelaku usaha/investor) untuk memahami dengan cepat ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan pelayanan perizinan dan investasi di daerah tersebut; 5) belum
tersedianya rancangan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dalam rangka menyesuaikan dan mengantisipasi secara cepat dan tepat
penerapannya di daerah; 6) terbatasnya anggaran yang dialokasikan untuk
pemenuhan hak dasar atas informasi hukum tersebut. Dampak dari berbagai
permasalahan tersebut menyebabkan daya berlaku produk hukum daerah menjadi
kurang dan/atau tidak efektif dalam praktek, menurunnya penghormatan terhadap

- 185
Agenda Pembangunan

wibawa produk hukum daerah serta tingginya potensi inkonsistensi antara produk
hukum daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Belum sinkronnya sosialisasi dan penyuluhan hukum peraturan perundang-


undangan. Selama ini, sosialisasi dan penyuluhan hukum peraturan perundang-
undangan yang dilakukan oleh banyak instansi baik instansi/dinas di lingkungan
pemerintah daerah, instansi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang ada
di daerah, kepolisian, kejaksaaan, pengadilan dan perguruan tinggi belum sinkron
dan terpadu. Kegiatan instansi tersebut berjalan sendiri-sendiri sehingga sasaran
akhir yang diharapkan yaitu meningkatkan kadar kesadaran hukum dan hak asasi
manusia masyarakat termasuk para penyelenggara daerah agar mereka mengetahui
dan menyadari hak dan kewajibannya menjadi tidak optimal. Permasalahnnya
menjadi agak kompleks karena selain terbatasnya kemampuan dan profesionalisme
tenaga penyuluh, juga metode peyampaian yang diterapkan masih konvensional dan
bersifat satu arah sehingga materinya agak sulit dipahami dan diterima dengan baik
oleh masyarakat.

Timbulnya degradasi hukum di lingkungan masyarakat. Gejala ini ditandai


dengn meningkatnya apatisme seiring dengan menurunnya tingkat apresiasi
masyarakat baik kepada substansi hukum maupun kepada struktur hukum yang ada.
Hal ini tercerminnya dari meningkatnya perkara pidana yang masuk ke pengadilan d
wilayah Provinsi Jambi pada tahun 2003 di banding tahun 1999 sebesar 54,03% (data
dari Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Jambi). Di bidang hukum ekonomi,
pelanggaran hukum tampak nyata dari maraknya kasus impor gula illegal, ekspor
minyak illegal, impor produk eletronik illegal. Selain itu sampai saat ini masih banyak
konflik pertanahan antara perusahaan perkebunan dengan warga masyarakat
setempat yang belum tuntas sementara konflik-konflik baru terus bermuculan, baik
dalam sekala kecil maupun skala yang lebih luas. Di bidang hubungan insdustrial, juga
masih sering konflik perburuhan. Di bidang lingkungan pelanggaran hukum juga masih
cukup meperihatinkan, hal ini antara lain terlihat dari masih banyaknya illegal
logging di Provinsi Jambi yang berdampak pada degradasi hutan. Data dari Dinas
Kehutanan Provinsi Jambi menunjukkan jika pada tahun 2003 hanya muncul 7 kasus,
sampai Oktober 2004 meningkat menjadi 33 kasus atau naik sebesar 212 %.
Berbagai realitas tersebut menunjukkan bahwa timbul degradasi budaya hukum
di lingkungan masyarakat. Di sisi lain kemampun aparat dalam menangani persoalan
tersebut juga masih sangat lemah. Degradasi budaya hukum juga terlihat dari
kurangnya kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai konflik hukum
melalui saluran hukum. Tidak jarang penyelesaian konflik hukum justru dilakukan
dengan cara-cara yang melanggar hukum dalam berbagai bentuknya, seperti dengan
cara kekerasan dan pengrusakan obyek sengketa. Hal ini tidak saja dilatar belakangi
oleh kurang fahamnya masyarakat terhadap hukum, tetapi juga sebagai akibat
semakin menurunnya kepercayaan terhadap aparatur pemerintah/hukum dan aturan
hukum yang berlaku.
Masih tingginya angka pelanggaran hukum merupakan persoalan yang cukup
kompleks. Keadaan ini dipicu oleh berbagai faktor, baik yang bersifat makro maupun
mikro. Pada skala makro hukum merupakan sub sistem dari sistem sosial yang lebih
luas, oleh karena itu adanya masalah pada sub sistem lainnya seperti ekonomi,
politik, pendidikan berimbas pula pada persoalan ketaatan hukum masyarakat. Dari
sisi mikro komponen hukum sendiri, masih banyak ditemui berbagai permasalahan
yang mengakibatkan kurangnya kepastian yang pada gilirannya berimbas kepada krisis
kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Sementara itu dalam rangka menyongsong

- 186
Agenda Pembangunan

era perdagangan bebas dan investor ke daerah Jambi, kepastian hukum menjadi
prasyarat yang harus dipenuhi.

B. Sasaran

Untuk mendukung pembenahan hukum dan perundang-undangan daerah,


sasaran yang ingin diwujudkan dalam tahun 2005-2010 adalah terciptanya sistem
hukum daerah yang adil, demokratis, dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi yang didukung oleh kelembagaan Biro Hukum
Daerah dan penegak peraturan daerah yang berwibawa dan profesional dalam upaya
memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan. Secara
rinci, sasaran tersebut adalah:
1. Menurunnya jumlah peraturan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
kepentingan umum. Dalam 2 (dua) tahun pertama, semua peraturan daerah
Provinsi Kabupaten/Kota yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum telah teridentifikasi dan
diagendakan untuk disempurnakan di dalam Progleda.
2. Berkurangnya konflik kewenangan antara Daerah dengan Pusat dan antar Daerah
di lingkungan Provinsi Jambi.
3. Tersusunnya Program Legislasi daerah (Progleda) Jambi yang dijadikan acuan oleh
semua pihak di lingkungan Provinsi Jambi termasuk oleh Kabupaten/Kota dalam
menyusun Progleda di Kabupaten/Kota.
4. Menguatnya peran Biro Hukum terutama dalam: a) perencanaan hukum; b)
dokumentasi dan informasi hukum; c) pengkajian dan penelitian hukum; d)
penyusunan naskah/rancangan akademik peraturan perundang-undangan daerah;
e) penyusunan rancangan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, f)
pemberian pendapat hukum dala penyusunan kontrak dan kebijakan daerah; g)
tugas pembantuan terhadap dinas/ instansi dalam pembahasan raperda di DPRD;
h) evaluasi dan pengkajian terhadap raperda Kabupaten/Kota, h) konsultasi
hukum dan bantuan hukum, i) penyebarluasan peraturan perundang-undangan
atau program penyuluhan hukum j) semakin meningkatnya jumlah tenaga
fungsional perancangan peraturan perundang-undangan di Biro Hukum dan
instansi lainnya I lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi.
5. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan peraturan
daerah Provinsi Jambi.
6. Meningkatnya angka Indeks Kepuasan Masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.

C. Arah Kebijakan

Pembenahan hukum dan perundang-undangan daerah dalam lima tahun


mendatang diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi hukum),
struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur (budaya) hukum melalui upaya:
1. Menata kembali subtansi hukum dan perundang-undangan daerah melalui
penyusunan program legislasi daerah (progleda) dan pembentukan peraturan
perundang-undangan daerah yang aspiratif dan responsif untuk mewujudkan
tertib perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hirarkhi
perundang-undangan dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan
hukum adat;
2. Melakukan pembenahan struktur hukum melalui penguatan kelembagaan Biro
Hukum Daerah dengan meningkatkan perannya sebagai pembentuk peraturan

- 187
Agenda Pembangunan

perundang-undangan daerah dan sebagai in hoese lawyer serta penguatan


kelembagaan penegak peraturan perundang-undangan daerah dengan
meningkatkan profesionalisme sumber daya aparaturnya.
3. Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi hukum
dan perundang-undangan daerah serta mensinkronkan kegiatan pendidikan dan
sosialisasi hukum oleh berbagai instansi secara terpadu.

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Legislasi Daerah

Tujuan program adalah menyusun program legislasi daerah (Progleda) sebagai


dokumen perencanaan hukum lima tahunan di bidang peraturan daerah yang berisi
skala prioritas pembentukan peraturan daerah untuk jangka 5 tahunan, 3 tahunan,
dan tahunan yang akan dijadikan acuan oleh semua pemangku kepentingan dalam
membentuk peraturan daerah Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara
sebagai berikut :
1. Inventarisasi dan evaluasi peraturan perundang-undangan daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota periode 2000-2005 terutama yang berkaitan dengan perda pajak
daerah dan retribusi daerah;
2. Penyusunan skala prioritas pembentukan peraturan daerah baik jangka 5 tahunan,
3 tahunan, dan tahunan melalui kegiatan diskusi dan konsultasi publik yang
melibatkan instansi/lembaga pemerintah daerah, DPRD, masyarakat dan dunia
usaha ke dalam Program Legislasi Daerah Provinsi Jambi 2006-2010.
3. Evaluasi, koordinasi, dan pemantapan Program Legislasi Daerah Tahunan bersama
Pemerintah Daerah dan DPRD.
4. Fasilitasi Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi dalam penyusunan
Program Legislasi Daerah dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi hukum;
5. Pembuatan Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah Kabupaten/ Kota dan
Pemantapan Program Legislasi Daerah Tahunan.

2. Program Pembentukan Peraturan Daerah

Tujuan program adalah membentuk peraturan daerah dengan mengacu pada


skala prioritas yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Daerah Provinsi Jambi
2006-2010. Pembentukan peraturan daerah dilakukan melalui proses yang aspiratif
dan responsif dengan memperhatikan batas-batas kewenangan Pemerintah Provinsi
sebagai Daerah Otonom dan asas-asas umum peraturan perundang-undangan yang
baik. Program ini diharapkan mampu mendorong pembentukan peraturan darah
secara sistematis, terencana, dan partisipatif sehingga peraturan daerah yang
dibentuk efektif, implementatif, responsif dan bersifat solutif bagi permasalahan
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Pengkajian dan penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah dengan
mengacu pada Program Legislasi Daerah Provinsi Jambi 2006-2010;
2. Penyelenggaraan konsultasi publik terhadap hasil pengkajian dan naskah
akademik rancangan peraturan daerah sebagai bagian dari proses pelibatan
masyarakat dalam proses penyusunan rekomendasi kebijakan daerah yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat;
3. Penyempurnaan dan perubahan atau pembaruan berbagai peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah yang tidak sesuai dan tidak sejalan dengan kebutuhan

- 188
Agenda Pembangunan

masyarakat dan pembangunan, serta yang masih berindikasi diskriminasi dan yang
tidak memenuhi prinsip kesetaraan dan keadilan;
4. Penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan daerah
berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur serta sesuai dengan pedoman
penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Pelaksanaan pengkajian hukum dalam rangka harmonisasi hukum (hukum tertulis
dan hukum tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan secara horizontal
(antar perda provinsi, antara perda Provinsi dengan perda Kabupaten) dan
pertentangan secara vertikal (antara Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi) yang mempunyai
implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan rakyat;
6. Memberikan pendapat hukum (legal opinion) dalam penyusunan kontrak dan
kebijakan daerah yang melibatkan aktivitas berbagai instansi di lingkungan
pemerintahan daerah;
7. Peningkatan kerjasama dengan perguruan tinggi, organisasi profesi dan lembaga
swadaya masyarakat dalam rangka pengkajian hukum dan penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan daerah.

3. Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan Akses Publik Terhadap Informasi


Hukum

Tujuan program adalah menumbuhkembangkan serta meningkatkan kadar


kesadaran hukum dan hak asasi manusia masyarakat termasuk para penyelenggara
pemerintahan daerah agar mereka tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan
kewajibannya, tetapi juga mampu berperilaku sesuai dengan kaidah hukum. Dengan
program ini diharapkan akan terwujud penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
bersih yang memperoleh dukungan dari masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Penyediaan dan peningkatan penyebarluasan rancangan peraturan daerah dan
produk hukum hukum daerah melalui beragam media dalam rangka pencapaian
sasaran penyadaran hukum pada berbagai lapisan masyarakat dan peningkatan
akses publik terhadap informasi hukum.
2. Meningkatkan sarana dan prasana sistem jaringan dokumentasi dan informasi
hukum (SJDI) sebagai media komunikasi dan telekomunikasi elektronis yang
memuat berbagai peraturan perundang-undangan daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota
3. Kompilasi produk hukum daerah secara menarik sehingga memudahkan
stakeholder (terutama para pelaku usaha/investor) untuk memahami dengan
cepat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pelayanan perizinan dan
investasi di daerah;
4. Penyediaan Lembaran Daerah dan Berita Daerah dan pendistribusiannya secara
cukup dan merata kepada stakeholder sebagai wadah untuk mensosialisasikan
peraturan daerah dan Peraturan kepala keputusan kepala daerah yang dianggap
penting untuk diketahui oleh masyarakat.
5. Memberikan bantuan hukum dan konsultasi hukum terhadap permasalahan dan
keluhan hukum yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah baik di
dalam maupun di luar pengadilan;
6. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi di luar pemerintahan
daerah (antara lain kepolisian, kejaksaan, departemen kehakiman dan HAM,
perguruan tinggi) dalam pemberian dan pelaksanaan sosialisasi atau penyuluhan
hukum kepada masyarakat.

- 189
Agenda Pembangunan

7. Pengkayaan dan pemantapan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran


hukum dan hak asasi manusia yang disusun berdasarkan pendekatan dua arah,
agar masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek pembangunan tetapi juga
sebagai subjek pembangunan serta benar-benar memahami dan menerapkan hak
dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku;

4. Program Peningkatan Peran Biro Hukum Daerah

Tujuan program adalah untuk memperkuat peran Biro Hukum Daerah sebagai
pembentuk peraturan perundang-undangan daerah dan sebagai in hoese lawyer.
Dengan program ini diharapkan menguatnya peran Biro Hukum Daerah yang mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam perencanaan hukum, dokumentasi dan
informasi hukum, pengkajian dan penelitian hukum, penyusunan rancangan akademik
peraturan perundang-undangan daerah, penyusunan rancangan peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah, membantu dinas/instansi dalam pembahasan rancangan
peraturan daerah di DPRD, pemantauan dan evaluasi produk hukum daerah
kabupaten/kota, pelayanan hukum, dan meningkatkan peran serta publik dalam
penyusunan peraturan daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara
sebagai berikut:
1. Peningkatan dan pemantapan peran Biro Hukum dalam perencanaan hukum,
dokumentasi dan informasi hukum, pengkajian dan penelitian hukum, penyusunan
rancangan akademik peraturan perundang-undangan daerah, penyusunan
rancangan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, membantu
dinas/instansi dalam pembahasan rancangan peraturan daerah di DPRD,
pemantauan dan evaluasi produk hukum daerah kabupaten/kota, pelayanan
hukum, dan meningkatkan peran serta publik dalam penyusunan peraturan
daerah;
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga fungsional perancang peraturan
perundang-undangan daerah;
3. Peningkatan sarana dan prasarana di Biro Hukum.
4. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi antara Biro Hukum Daerah dengan
instansi di lingkungan pemerintahan daerah dalam penyusunan produk hukum
daerah melalui kebijkan satu pintu (one gate policy);
5. Fasilitasi Biro Hukum Daerah Kabupaten/Kota dalam penyusunan produk hukum
daerah;

5. Program Profesionalisme Bagi Aparat Penegak Produk Hukum Daerah

Tujuan program adalah untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme aparat


penegak hukum yang meliputi Satuan Polisi Pamong Praja, Satuan Polisi Kehutanan,
dan pegawai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) serta instansi penegak hukum
lainnya di daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan di bidang hukum dan hak
asasi manusia terutama perancangan peraturan perundang-undangan daerah dan
teknis penyidikan bagi pegawai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS);
2. Peningkatan forum diskusi dan koordinasi antara lembaga penegak perundang-
undangan daerah dan kepolisian serta pihak terkait lainnya dalam penanganan
perkara pelanggaran peraturan perundang-undangan daerah; serta
3. Penyelenggaraan berbagai seminar dan lokakarya di bidang hukum dan hak asasi
manusia untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan aparatur hukum

- 190
Agenda Pembangunan

agar lebih tanggap terhadap perkembangan yang terjadi baik pada saat ini
maupun pada masa

2.4.5. Penguatan Implementasi Otonomi Darah

Penguatan implentasi otonomi daerah dalam Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Daerah Provinsi Jambi menjadi prioritas pembangunan periode 2005-2010.
Pentingnya penguatan implentasi otonomi daerah disebabkan karena perubahan yang
cukup mendasar dalam berpenyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana
diamanatkan UU No. 32 Tahun 20004 tentang Pemerintahan Daerah (menggantikan
UU No. 22 Tahun 1999) dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah (menggantikan UU No. 25 Tahun 1999).
Beberapa perubahan mendasar tersebut antara lain mencakup: 1) penataan
kewenangan antar tingkat pemerintahan yang lebih diperjelas kriterianya; 2)
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat; 3)
penataan hubungan tata kerja antara kepala daerah dan DPRD yang harmonis,
sinergis, dan kritis; 4) penataan kelembagaan perangkat daerah yang lebih
proporsional berdasarkan kebutuhan nyata daerah sehingga mampu memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat; 5) penataan keuangan daerah dengan prinsip
money follows function; 6) reformasi dalam pembentukan peraturan daerah mulai
dari tahap perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,
pengundangan, dan penyebarluasan; 7) penataan kepegawaian daerah dengan
meggunakan gabungan antara unified sistem dan separated sistem; dan 8)
pemantapan kewenangan Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di Daerah dalam
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota.

A. Permasalahan

Memperhatikan dimensi masa lalu (pada masa berlakunya UU No. 22 Tahun


1999), cukup banyak permalasahan yang muncul dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, yaitu :

Belum jelasnya kriteria pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat


dan Daerah dan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota. Permasalahan ini
merupakan implikasi dari pengaturan-pengaturan baru yang diatur dalam UU No. 22
Tahun 1999. Sebagai contoh adalah dianutnya otonomi luas sebagaimana dinyatakan
Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 9, dimana Daerah (terutama Kabupaten/Kota) cenderung
menafsirkan secara liiterlijk dan menganggap bahwa semua kewenangan di luar
kewenangan Pusat adalah kewenangan Daerah. Tafsiran dan anggapan itu menjadi
sulit diharmonisasikan karena pada saat yang sama, masih banyak kewenangan
daerah yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undang sektoral belum
didesentralisasikan dan disesuaikan dengan UU No. 22 Tahun 1999. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan baik antara Pusat dan Daerah,
antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota, dan antar daerah Kabupaten/Kota yang
pada skala lebih luas dan berlanjut menyebabkan terjadinya konflik, baik konflik
terselubung, konflik mencuat ke permukaan, atau konflik terbuka.
Di Provinsi Jambi, berdasarkan hasil penelitian Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Partnership For Governance Reform
in Indonesia (dalam kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Penyelesaian Sengketa
Otonomi Daerah, 2002), sepanjang tahun 2000–2002, telah terjadi 16 konflik yang
menonjol dengan rincian di bidang tata ruang/tapal batas (6 kasus), kehutanan (4
kasus), permukiman (2 kasus), pekerjaan umum (2 kasus), perikanan dan perkebunan

- 191
Agenda Pembangunan

1 kasus. Para pihak yang berkonflik adalah antar Kabupaten dengan Kabupaten/Kota
dan antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi. Dilihat dari sisi jenis, konflik di
permukaan 7 kasus dan 9 kasus lainnya merupakan konflik terbuka. Berbagai konflik
tersebut umumnya bermotif sama, yaitu bukan pada persoalan untuk memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat pada objek yang disengketakan, melainkan
bagaimana menguasai sumber-sumber pendapatan yang dihasilkan dari kewenangan
yang disengketakan tersebut. Awal dari konflik bermula ketika Kabupaten/Kota
tertentu atau Provinsi menerbitkan Peraturan Daerah. Pada satu sisi, Provinsi
menganggap bahwa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, objek tersebut
merupakan kewenangannya, sementara Kabupaten/Kota beranggapan sebaliknya.
Pada sisi yang lain, Kabupaten/Kota atau Provinsi menganggap bahwa peraturan
daerah yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota tertentu dianggap telah merugikan
Kabupaten/Kota tetangga atau dianggap menghambat arus perdagangan antar
daerah.
Kelemahan-kelemahan dalam pembagian kewenangan urusan pemerintahan
yang bersumber dari pengaturan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tersebut diperbaiki
oleh UU No. 32 Tahun 2004. UU No. 32 Tahun 2004 menggariskan bahwa urusan
pemerintahan dibedakan menjadi urusan yang bersifat absolut, yaitu urusan yang
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan urusan yang bersifat
concurrent (bersama) yaitu urusan yang dalam penaganganan bidang atau bagian
tertentu dilaksanakan secara bersama baik oleh Pusat, Provinsi, atau
Kabupaten/Kota. Kriteria pembagian urusan yang bersifat concurrent tersebut
didasarkan pada kriteria eksternalitas (dampak), akuntabilitas (kedekatan), dan
efisiensi (untung-rugi). Urusan pemerintahan daerah tersebut kemudian dibagi atas
urusan yang bersifat wajib (pelayanan dasar) yang mengacu pada standar pelayanan
minimal (SPM) dan urusan pilihan (didasarkan atas potensi unggulan daerah). Dengan
prinsip-prinsip tersebut, diharapkan tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan
perundang-undangan serta konflik kewenangan dapat diminimalisisir.

Berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan


desentralisasi dan otonomi daerah. Persepsi yang belum sama antar pelaku
pembangunan baik di jajaran Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan para pelaku
pembangunan lainnya telah menimbulkan berbegai permasalahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal yang paling menonjol terjadi di Indonesia
termasuk Provinsi Jambi adalah melemahnya peran Gubernur dalam koordinasi antar
Kabupaten/Kota di wilayahnya. Ini terjadi karena dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa masing-masing daerah
berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Ketentuan
tersebut kemudian dipersepsikan bahwa antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota tidak ada hubungan hirarkinya. Akibatnya, seringkali kebijakan
daerah Kabupaten/Kota dan hasil-hasil pembangunan serta penyelenggaraan
pemerintahan tidak dikoordinasikan dan dilaporkan kepada Gubernur namun langsung
kepada Pemerintah Pusat. Kondisi itu (hubungan hirarki secara langsung antara
pemerintah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Pusat) akan memperluas rentang
kendali manajemen pemerintahan dan pembangunan. Berbagai hal tersebut
berpotensi menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan pemanfaatan sumber
daya nasional.

Masih rendahnya kulitas kerjasama antar pemerintah daerah dan belum


terlembaganya mekanisme kerjasama antar Pemerintah Daerah dengan
BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat serta luar negeri. Kendati kerjasama antar
Pemerintah Daerah sudah dilakukan pada masa berlakunya UU No. 22 Tahun 1999,

- 192
Agenda Pembangunan

namun kerjasama yang dilakukan tersebut masih mempunyai beberapa kelemahan


dan permasalahan, antara lain: 1) objek kerjasama antar daerah belum menyentuh
urusan pelayanan dasar masyarakat khususnya pelayanan yang terdapat di daerah
yang berbatasan seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan (Puskesmas),
penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan
Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang dan lain-lain; 2) belum adanya
perencanaan yang komprehensif (data base kerjasama antar daerah) sehingga
komitmen keberlanjutannya menjadi tidak menentu/tidak pasti; 3) belum jelasnya
mekanisme pelibatan stakeholder kunci dalam menggagas kerjasama antar daerah
seperti permintaan persetujuan DPRD sebelum kesepakatan bersama ditandatangani
oleh eksekutif serta peran serta masyarakat dalam kerangka kerjasama tersebut; dan
4) belum jelasnya bentuk hukum pengaturan kerjasama antar daerah (apakah dalam
bentuk Keputusan Bersama, Memory of Under Standing/MoU, atau dalam bentuk
Perjanjian Kerjasama/Kontrak).
Dilihat dari sisi kuantitas, kerjasama antar Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota di Jambi dengan BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat jauh
lebih banyak dibandingkan dengan kerjasama antar pemerintah daerah. Bahkan ada
kerjasama yang dilakukan dengan pihak swasta di luar negeri. Masalah pokok
berkaitan dengan kerjasama ini adalah belum adanya peraturan daerah yang
dijadikan pedoman/standar dalam melakukan kerjasama, seperti pertimbangan
diadakannya kerjasama, tata cara kerjasama, objek kerjasama, persyaratan dan
pemilihan mitra kerjasama (antara lain harus melengkapi proposl studi kelayakan,
persetujuan prinsip, rencana teknis detail), proses kerjasama, penentuan mengenai
hasil usaha, jangka waktu, sanksi, dan pemutusan hubungan kerja. Ketiadaan
peraturan daerah tersebut menyebabkan transparansi dan akuntabilitas kerjasama
menjadi rendah. Masalah lain yang muncul di pihak Pemerinta Daerah adalah masih
lemahnya tenaga profesional perancangan kontrak kerjasama sehingga potensi
benefit yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah jauh lebih kecil dibandingkan dengan
mitra kerjasama.

Belum efektif dan efisiennya penyelenggaraan kelembagaan pemerintah


daerah. Peraturan Pemerintah (PP) No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah yang diterbitkan pada awal berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 telah
memberikan kekuasaan dan keleluasaan yang sangat besar kepada Pemerintah
Daerah dalam menyusun dan menetapkan organisasi perangkat daerahnya. Dalam
pedoman tersebut sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyusunan kelembagaan
perangkat daerah harus mempertimbangkan kewenangan yang dimiliki, karakteristik,
potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber
daya aparatur, dan pengembangan pola kemitraan antar daerah serta dengan pihak
ketiga. Namun, kewenangan dan keleluasaan tersebut pada tahap implementasi
diterjemahkan secara berbeda-beda oleh masing-masing Daerah dan cenderung
ditafsirkan sesuai dengan keinginan masing-masing. Berdasarkan hasil evaluasi
kelembagaan yang dilakukan Tim Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Departemen Dalam Negeri, ditemukan fakta adanya kecenderungan untuk
membentuk organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang sesuai pada
kebutuhan nyata Daerah yang bersangkutan. Temuan tersebut juga tampak pada
kelembagaan Pemerintah Provinsi Jambi yang ditetapkan dalam Perda Provinsi Jambi
No. 1 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah, Perda Provinsi Jambi No. 2 Tahun 2001
tentang Dinas Daerah, Perda Provinsi Jambi No. 5 Tahun 2001 tentang Lembaga
Teknis Daerah. Beberapa persoalan berkiatan dengan kelembagaan Pemerintah
Daerah Provinsi Jambi antara lain: 1) terjadinya pembengkakan organisasi perangkat
daerah secara sangat signifikan. Sebagai contoh adalah kelembagaan Lembaga Teknis

- 193
Agenda Pembangunan

Daerah yang berjumlah 9 LTD kurang sesuai dengan ketentuan PP No. 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (menggantikan ketentuan PP No. 84
Tahun 2000). Dalam PP No. 8 Tahun 2003 tegas disebutkan bahwa jumlah maksimal
Lembaga Teknis Daerah di tingkat Provinsi adalah 8 LTD; 2) terjadinya inefisiensi
alokasi anggaran yang tersedia pada masing-masing Daerah. Dana Alokasi Umum
(DAU) yang semestinya selain untuk belanja pegawai juga diperuntukkan bagi dana
pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana untuk kepentingan pelayanan
publik, sebagian besar untuk membiayai birokrasi Pemerintah Daerah. Menurut
Direktur Fasilitasi Kebijakan dan Pelaporan Otonomi Daerh Departemen Dalam Negeri
(2002), rata-rata Daerah di Indonesia mengalokasikan 80%-90% APBDnya habis untuk
membiayai overhead eksekutif dan legislatif daerah. Kondisi kelembagaan
Pemerintah Daerah semacam itu tentu kurang sejalan dengan makna, maksud, dan
tujuan otonomi daerah; 3) melebarnya rentang kendali dan kurang terintegrasinya
penanganan (institutional incoherency) karena fungsi yang seharusnya ditangani
dalam satu kesatuan unit harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang pada akhirnya
mengarah pada membengkaknya (proliferasi) birokrasi. Kondisi tersebut lebih jauh
akan berpotensi pada terjadinya disharmoni dan bahkan friksi antar unit organisasi
sebagai akibat tarik-menarik kewenangan. Sejalan dengan arahan UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penataan kelembagaan perangkat daerah
menjadi suatu keharusan sehingga terbentuk kelembagaan pemerintahan daerah yang
efektif dan efisien.

Belum terbangunnya hubungan kerja yang harmonis dan sinergis namun


tetap kritis antara Pemerintah Provinsi Jambi dan DPRD. Masalah ini merupakan
‘pekerjaan rumah’ yang belum terselesaikan pada masa berlakunya UU No. 22 Tahun
1999. Hingga saat ini, tata hubungan kerja antara Pemerintah Provinsi Jambi dan
DPRD secara umum diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Secara hukum,
Peraturan Tata Tertib DPRD hanya mengikat kedalam/internal anggota DPRD. Oleh
sebab itu, diperlukan landasan hukum yang lebih kuat berupa peraturan daerah.
Materi muatan peraturan daerah tersebut bukan hanya sekadar mengatur hubungan
tata kerja antara DPRD dan Pemerintah Provinsi Jambi, tetapi juga hubungannya
dengan masyarakat dan organisasi non-pemerintah.

Masih terbatasnya kapasitas aparatur pemerintah daerah dan masih


lemahnya manajemen kepegawaian daerah. Upaya-upaya peningkatan kapasitas
aparatur pemerintah daerah selama periode 1999-2004 sudah cukup banyak dilakukan
baik dalam bentuk diklat struktural/penjenjangan (SPATI/PIM I; SPAMEN/PIM II;
SPAMA/PIM III; ADUM/PIM IV), diklat tehnis fungsional, dan diklat manejemen
pemerintahan. Masalah-masalah yang harus diselesaikan berkaitan dengan
peningkatan kaspitas aparatur pemerintah daerah tersebut antara lain: 1) materi dan
metode pendidikan dan pelatihan (baik diklat tehnis fungsional dan diklat
manejemen pemerintahan) belum mampu membangun kualitas aparatur yang
profesional, kompeten, dan mampu menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan
yang baik; dan 2) materi pendidikan dan latihan belum banyak menyentuh tentang
peningkatan kemampuan dalam pelayanan publik yang lebih aplikatif, seperti
menyusun kebijakan daerah tentang pedoman dan standar pelayanan minimal di
bidang pemenuhan hak-hak dasar yaitu pemenuhan hak atas pangan, pemenuhan hak
atas layanan kesehatan, pemenuhan hak atas layanan pendidikan, pemenuhan hak
atas pekerjaan dan usaha, pemenuhan hak atas tanah, pemenuhan hak atas sumber
daya alam dan lingkungan hidup, pemenuhan hak atas rasa aman, dan pemenuhan
hak untuk berpartisipasi.

- 194
Agenda Pembangunan

Masalah lain adalah belum terselesaikannya penyusunan rencana pengelolaan


aparatur pemerintah daerah baik sistem rekruitmen, mutasi, dan pengembangan pola
karir. Untuk dapat mengatasi berbagai persoalan tersebut, maka kelembagaan
organisiasi Biro Kepegawaian yang berada di Sekretariat Daerah dikembangkan
menjadi Badan Kepegawaian Daerah yang sekaligus mengelola urusan organisasi yang
sebelumnya menjadi tugas Biro Hukum.

Masih terbatasnya kapasitas keuangan daerah. Hal ini ditandai dengan


terbatasnya efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber
penerimaan daerah, belum efisiennya prioritas alokasi belanja daerah secara
proporsional, serta terbatasnya kemampuan pengelolaannya termasuk dalam
melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme.

B. Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai dalam penguatan implementasi otonomi daerah


dalam lima tahun mendatang adalah:
1. Terciptanya keserasian hubungan kewenangan antar tingkatan pemerintahan baik
antara Pusat dan Daerah dan antara Provinsi Jambi dengan Kabupaten/Kota di
wilayahnya.
2. Meningkatnya kerjasama antar pemerintah daerah terutama kerjasama antara
Provinsi Jambi dengan Kabupaten/Kota di wilayahnya, kerjasama antar
Kabupaten dan atau Kota di wilayah Provinsi Jambi, dan kerjasama antar Provinsi
dengan luar negeri;
3. Meningkatnya kuantitas dan kualitas kerjasama antara Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota dengan BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat dalam
suatu kerangka kerjasama yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hak-hak
dasar masyarakat;
4. Terbentuknya kelembagaan Pemerintah Provinsi Jambi yang efektif, efisien, dan
akuntabel;
5. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur pemerintah daerah di
lingkungan Provinsi Jambi yang profesional dan kompeten;
6. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara transparan,
akuntabel, dan profesional.
C. Arah Kebijakan

Penguatan implementasi otonomi daerah diarahkan untuk mendukung


peningkatan kesejahteraan rakyat dalam hal pelayanan masyarakat, penyelenggaraan
otonomi daerah, dan pemerintahan daerah yang baik yang dilaksanakan melalui
kebijakan:
1. Memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan terutama
antara Provinsi Jambi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya baik kewenangan
mengenai tugas dan tanggung jawab maupun mengenai penggalian sumber dana
dan pembiayaan pembangunan yang didukung oleh semangat untuk mewujudkan
visi dan misi pembangunan Jambi;
2. Meningkatkan dan menfasilitasi pelaksanaan kerjasama antar Kabupaten/Kota di
lingkungan Provinsi Jambi terutama kerjasama pendidikan dasar, pelayanan
kesehatan (Puskesmas), penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian,
pengairan, penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang serta
kerjasama pengembangan potensi dan komoditi unggulan dari masing- asing
daerah yang beker- asama;

- 195
Agenda Pembangunan

3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kerjasama antara Pemerintah Provinsi/


Kabupaten/ Kota dengan BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat serta kerjasama
dengan luar negeri dalam suatu kerangka kerjasama yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar masyarakat dalam rangka peningkatan
pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat;
4. Menata kelembagaan Pemerintah Provinsi Jambi agar lebih proporsional
berdasarkan kebutuhan nyata daerah, ramping, hierarki yang pendek, bersifat
jejaring, bersifat fleksibel dan adaptif, diisi banyak jabatan fungsional, dan
terdesentralisasi kewenangannya, sehingga mampu memberikan pelayanan
masyarakat dengan lebih baik dan efisien, serta memperjelas hubungan kerja
yang lebih harmonis dan sinergis antara Pemerintah Provinsi Jambi dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan lembaga non pemerintah secara
optimal sesuai dengan peran dan fungsinya;
5. Meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pengelolaan
sumberdaya manusia pemerintah daerah berdasarkan standar kompetensi;
6. Meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah, termasuk pengelolaan
keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
profesionalisme, sehingga tersedia sumber dana dan pembiayaan yang memadai
bagi kegiatan pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan di daerah;

D. Program-Program Pembangunan

1. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah

Tujuan program adalah untuk menata kelembagaan Pemerintah Provinsi Jambi


agar lebih proporsional berdasarkan kebutuhan nyata daerah, ramping, hierarki yang
pendek, bersifat jejaring, bersifat fleksibel dan adaptif, diisi banyak jabatan
fungsional, dan terdesentralisasi kewenangannya, sehingga mampu memberikan
pelayanan masyarakat dengan lebih baik dan efisien, serta memperjelas hubungan
kerja yang lebih harmonis dan sinergis antara Pemerintah Provinsi Jambi dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan lembaga non pemerintah secara optimal
sesuai dengan peran dan fungsinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-
cara sebagai berikut:
1. Penataan kelembagaan pemerintahan daerah Provinsi agar sesuai dengan beban
pelayanan kepada masyarakat serta penyusunan dan pemantapan formasi jabatan
fungsional;
2. Penyusunan peraturan tentang hubungan kerja Pemerintah Provinsi Jambi dan
DPRD Provinsi Jambi, masyarakat dan oganisasi non pemerintah agar tercipta
kontrol dan keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
3. Pengkajian, penyusunan pedoman, dan fasilitasi pelaksanaan standar pelayanan
minimum, pengelolaan kewenangan daerah, dan sistem informasi pelayanan
masyarakat baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota;
4. Peningkatan partisipasi dan peran masyarakat dan organisasi non-pemerintah
dalam setiap pengambilan keputusan melalui penerapan prinsip tata
pemerintahan yang baik (good governance).
5. Fasilitasi penataan kelembagaan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota.
6. Penyusunan sistem dan prosedur kerja instansi/unit kerja di jajaran Pemerintah
Provinsi Jambi dalam rangka meningkatkan kinerja kelembagaan daerah Provinsi
berdasarkan prinsip-prinsip organisasi moderen dan berorientasi pelayanan
masyarakat.

2. Program Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah

- 196
Agenda Pembangunan

Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas


keuangan pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat,
penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan daerah yang baik
dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara
sebagai berikut:
1. Peningkatan efektivitas dan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah yang
berkeadilan termasuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi kegiatan dunia
usaha dan investasi;
2. Peningkatan efisiensi, efektivitas dan prioritas alokasi belanja daerah secara
proporsional;
3. Pengembangan transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme pengelolaan
keuangan daerah serta pengelolaan aset-aset daerah.

3. Program Penataan Kewenangan Daerah

Tujuan program adalah untuk: 1) memperjelas pembagian kewenangan antar


tingkat pemerintahan terutama antara Provinsi Jambi dan Kabupaten/Kota di
wilayahnya baik kewenangan mengenai tugas dan tanggung jawab maupun mengenai
penggalian sumber dana dan pembiayaan pembangunan yang didukung oleh semangat
untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan Jambi; 2) menyamakan persepsi dan
memantapkan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah baik dalam
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota,
koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan di Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas
pemantuan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Sosialisasi dan implementasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
2. Pengkajian dan fasilitasi penyusunan kewenangan Daerah Provinsi termasuk
kewenangan Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
terkait dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Peningkatan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah;
4. Pengkajian dan penyusunan pedoman pelaksanaan tugas Gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di Daerah baik di bidang pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota, koordinasi penyelenggaraan
urusan pemerintahan di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta koordinasi
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pemantuan di daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
5. Koordinasi, integrasi, sinkronisasi, perencanaan dan pengendalian pembangunan
Provinsi/Kabupaten/Kota;

4. Program Peningkatan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Dan Kerjasama


Kemitraan Antara Pemerintah Daerah dengan BUMN/BUMD, Swasta dan
Masyarakat serta Kerjasama Luar Negeri

- 197
Agenda Pembangunan

Tujuan program adalah untuk: 1) meningkatkan dan menfasilitasi pelaksanaan


kerjasama antar daerah di lingkungan Provinsi Jambi khususnya pelayanan yang
terdapat di daerah yang berbatasan seperti pendidikan dasar, pelayanan
kesehatan (Puskesmas), penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian,
pengairan, penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang dan
lain-lain; 2) meningkatkan kuantitas dan kualitas kerjasama antara Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota dengan BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat serta
kerjasama dengan luar negeri dalam suatu kerangka kerjasama yang berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Penyusunan data base potensi dan komoditi unggulan dari masing-masing
Kabupaten/Kota di lingkungan Provinsi Jambi dalam rangka kerjasama antar
Pemerintah Daerah dan antara Pemerintah Daerah dengan BUMN/BUMD, swasta
dan masyarakat serta kerjasama luar negeri;
2. Memfasilitasi kerjasama antar Kabupaten/Kota, Provinsi dengan Kabupaten/Kota,
antar Provinsi, Provinsi dengan Badan/Dinas/Instansi sektoral, serta kerjasama
luar negeri;
3. Memfasilitasi penataan batas Daerah Kabupaten/Kota dan menyelesaikan
perselisihan antar daerah.
4. Penyusunan peraturan tentang pedoman dan kriteria tentang kerjasama Antar
Daerah di lingkungan Provinsi Jambi.
5. Penyusunan peraturan tentang pedoman kerjasama antar Pemerintah Daerah
dengan BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat.
6. Pengoptimalan dan peningkatan efektivitas sistem informasi pemerintahan daerah
untuk memperkuat kerjasama antar pemerintah daerah dan kerjasama antar
pemerintah daerah dengan BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat serta kerjasama
luar negeri.

5. Program Peningkatan Profesionalisme Aparat Pemerintah Daerah

Tujuan program adalah untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintah


daerah melalui pengelolaan sumberdaya manusia pemerintah daerah berdasarkan
standar kompetensi sehingga tercapai aparatur pemerintah daerah yang kompeten
dan profesional. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai
berikut:
1. Pengkajian dan penyusunan pedoman standar kompetensi aparatur pemerintah
daerah;
2. Pengkajian dan penyusunan pedoman pengelolaan aparatur pemerintah daerah
termasuk sistem rekruitmen yang terbuka, mutasi dan pengembangan pola karir;
3. Fasilitasi penyediaan aparat pemerintah daerah, mutasi dan kerjasama aparatur
pemerintah daerah;
4. Penataan dan fasilitasi penyusunan formasi jabatan fungsional di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jambi.
5. Fasilitasi pengembangan kapasitas aparatur pemerintah daerah melalui
pendidikan dan latihan dengan prioritas peningkatan kemampuan dalam
pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar seperti pemenuhan hak atas pangan,
pemenuhan hak atas layanan kesehatan, pemenuhan hak atas layanan
pendidikan, pemenuhan hak atas pekerjaan dan usaha, pemenuhan hak atas
tanah, pemenuhan hak atas sumber daya alam dan lingkungan hidup, pemenuhan
hak atas rasa aman, dan pemenuhan hak untuk berpartisipasi.
6. Penataan dan pengembangan sistem dan mekanisme akuntabilitas kinerja instansi
Pemerintah Daerah di lingkungan Provinsi Jambi.

- 198
Agenda Pembangunan

7. Penyempurnaan sistem dan metode kerja, penyederhanaan dan penyusunan


prosedur kerja, tata hubungan kerja, tata keuangan dan tanggung jawab antar
instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, penyusunan pedoman teknis tata
naskah dinas dan administrasi umum.

2.4.6. Peningkatan Perlindungan Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat

Suasana aman, tertib dan tentram (Tramtib) merupakan prasyarat dalam


melakukan kegiatan pembangunan. Sementara itu berbagai gangguan Tramtib masih
juga ditemui, di antaranya dalam bentuk kriminalitas dan sengketa diantara
kelompok masyarakat. Kendati demikian gangguan tersebut secara umum masih
dalam tingkat yang terkendali.

A. Permasalahan

1. Belum optimalnya penanggulangan gangguan Tramtibmas. Gangguan


kriminalitas merupakan ancaman nyata bagi terciptanya Tramtib. Masih tingginya
angka kriminalitas, harus menjadi perhatian yang serius. Kondisi ini terbukti,
bahwa selama 1999 sampai dengan 2003 terjadi peningkatan berbagai indikator
kriminliatas. Dari sisi crime total meningkat 36,65%; crime index meningkat
48,08%, dan crime rate meningkat menjadi berjumlah 19,23%, serta semakin
singkatnya crime o’clock dari 4,31 di tahun 1999 menjadi 3,33 pada tahun 2003.
Di samping itu kasus kriminalitas yang dapat diselesaikan masih rendah, dari
tahun 1999 hingga 2003 rata-rata hanya 61% kasus dapat terselesaikan. Di sisi lain
aparat ketentraman dan ketertiban masih menunjukkan keterbatasan, baik dari
sisi kuantitas maupun kapasitasnya.

Tabel 2.7
Banyaknya Personil Satpol PP Provinsi Jambi Tahun 2004
PNS Banpol
Kabupaten / Kota Jumlah
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
1. Provinsi 157 52 3 97 5
2. Kota Jambi 143 22 3 86 32
3. Batanghari 51 13 - 38 -
4. Muaro Jambi 51 4 - 40 7
5. Tebo 54 24 - 30 -
6. Bungo 43 23 - 20 -
7. Merangin 45 12 - 33 -
8. Sarolangun 62 4 - 58 -
9. Tanjab Barat 29 13 1 15 -
10. Tanjab Timur 36 2 2 32 -
11. Kerinci 64 13 - 47 4
Jumlah / Total 2004 735 182 9 496 48
Sumber: Satpol PP Provinsi Jambi

2. Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Peredaran dan


penyalahgunaan narkoba juga merupakan masalah yang serius. Sejak tahun 1999
sampai tahun 2004 terungkap sebanyak 261 kasus. Dalam kasus ini berlaku
“fenomena gunug es,” di mana sebenarnya jumlah tersebut barulah puncak

- 199
Agenda Pembangunan

gunung yang dapat dilihat, sementara terdapat jumlah yang lebih besar lagi yang
belum terdeteksi. Kondisi seperti ini merupakan ancaman serius bagi
pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Provinsi Jambi pada khhususunya,
dan bangsa Indonesia pada umumnya. Kondisi tersebut lebih memperihatinkan
lagi jika dilihat dari para pecandunya, di mana lebih dari 85% merupakan
generasi muda. Dampak dari masalah narkoba mencakup dimensi yang kompleks,
meliputi dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan
meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan
keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan
perlikaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.

3. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dibidang sumberdaya kelautan


dan kehutanan. Provinsi Jambi memiliki wilayah laut yang cukup luas,
terbentang di pesisir timur Kabupaten Tajung Jabung Barat dan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur, dengan keanekaragaman hayati laut, dan kandungan
sumber daya kelautan. Namun dalam pemanfaatannya masih banyak yang
dilakukan secara ilegal yang antara lain berbentuk illegal fishing, baik yang di
lakukan oleh masyarakat domestik maupun warga asing. Pemanfaatan secara
ilegal sumber daya kelautan ini mengakibatkan kerugian yang tidak kecil baik bagi
masyarakat, daerah bangsa dan negara. Sementara itu, di samping keterbatasan
sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana, permasalahan dalam
koordinasi juga telah menyebabkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
di wilayah laut. Di samping sumber daya kelautan, Provinsi Jambi juga kaya
akan sumberdaya alam hutan, namun akibat pemanfaatan hutan yang berlebihan
untuk kepentingan jangka pendek dan berbagai tindak kejahatan terhadap
sumber daya kehutanan telah mengakibatkan deforestasi yang sangat merugikan
masyarakat, daerah, bangsa dan negara. Tindak kejahatan terhadap sumber daya
kehutanan yang marak pada akhir-akhir ini adalah perilaku tebang berlebih (over
cutting), pembalakan liar (illeggal logging), dan penyelundupan kayu antar
daerah hingga ke luar negeri (illegal trading). Bahkan pembalakan liar sudah
merampah sampai pada hutan yang dilindungi seperti Taman Nasional Kerinci
Sebelat di Kabupaten Kerinci, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Kabupaten
Tebo dan Tanjung Jabung Barat, Taman Nasional Bukti dua Belas di Kabupaten
Sarolangun dan Taman Nasional Berbak di KabupatenTajung Jabung Timur.
Permasalahan tersebut sebagai akibat dari lemahnya pengawasan dan penegakan
hukum dalam praktik pengelolaan sumber daya kehutanan, yang tidak bisa
terlepas dari kurangnya kapasitas dan konsistensi aparat penegak hukum, serta
tidak mencukupinya sarana dan prasarana penunjang tugas.

4. Kurangnya kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan dan disiplin masyarakat


terhadap hukum merupakan prasyarat sekaligus tantangan dalam menciptakan
kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat. Berbagai tindak kejahatan dan
pelanggaran hukum serta terjadinya konflik antar anggota masyarakat, atau antar
kelompok masyarakat yang berakibat pudarnya rasa aman masyarakat ini secara
mendasar disebabkan oleh turunnya kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap
hukum. Di sisi lain masyarakat dihadapkan pada berbagai persoalan yang dapat
menjadi faktor kriminogen seperti kondisi sosial, kesenjangan kesejahteraan,
tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan. Di samping itu tokoh panutan semakin
berkurang jumlahnya, sedangkan aparatur daerah dan penegak hukumsebagai
tokoh panutan dalam masyarakat tidak jarang justru memberikan keteladanan
yang tidak baik. Berbagaia faktor tersebut jika tidak dibina dan dikelola secara
baik dapat mendorong munculnya kejahatan. Faktor korelatif kriminogen ini

- 200
Agenda Pembangunan

hanya dapat diredam oleh sikap, perilaku dan tindakan masyarakat yang patuh
dan disiplin terhadap hukum.

B. Sasaran

Sasaran dari Peningkatan Tramtib adalah sebagai berikut :

1. Menurunnya angka pelanggaran hukum dan kriminalitas,


2. Meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas untuk menciptakan rasa aman
masyarakat;
3. Menurunnya angka peredaran dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
obat-obatan berbahaya lainnya.
4. Menurunnya angka pelanggaran terhadap penglolaan sumber daya laut dan
kehutanan, serta membaiknya praktek penegakan hukum dalam pengelolaan
sumber daya laut dan hutan.
5. Meningkatnya kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum dan
meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanganan Tramtibmas
6. Menurunnya angka kejadian konflik hukum dalam masyarakat

C. Arah Kebijakan

Dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan, dilakukan dengan


meningkatkan peran serta masyarakat dan meningkatkan profesionalisme institusi
dan koordinasi antar instansi yang terkait dengan peningkatan Tramtibmas dalam
rangka terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan yang akan ditempuh diarahkan
kepada :

1. Peningkatan kapasitas aparatu tramtib,


2. Pencegahan dan pengungkapan kasus kriminalitas dan peningkatan pengawasan
implementasi Perda.
3. Melakukan upaya sinergis komprehensif dalam menyeimbangkan dan memadukan
pengurangan pemasokan dan pengurangan permintaan narkoba;
4. Mencegah dan menindak pelaku usaha di bidang sumberdaya kelautan dan
kehutanan yang menyalahi peraturan dan perundangan yang berlaku;
5. Meningkatakan kepatuhan dan disiplin masyarakat serta menggalang partisipasi
masyarakat.
6. Peningkatan penyelesaian konflik hukum sumberdaya alam.

D. Program-Program Pembangunan

Arah kebijakan dalam Peningkatan Tramtib dijabarkan ke dalam program


pembangunan sebagai berikut :

1. Program Pengembangan Kapasitas Polisi Pamong Praja dan PPNS

Program ini ditujukan untuk mengembangkan SDM yang memadai dan


mencukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam rangka menciptakan
lembaga Polisi Pamong Praja dan PPNS yang profesional, yang dicapai melalui :

- 201
Agenda Pembangunan

a. Pengembangan kemampuan Polisi Pamong Praja dan PPNS melalui peningkatan


kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
b. Pengembangan kekuatan personil Polisi Pamong Praja dan PPNS melalui
rekruitmen anggota Polisi Pamong Praja dan PPNS.
c. Penataan kelembagaan Polisi Pamong Praja dan PPNS serta pengembangan
organisasi Polisi Pamong Praja dan PPNS
d. Peningkatan fungsi prasarana dan sarana Polisi Pamong Praja dan PPNS.

2. Program Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana

Program ini ditujukan untuk mewujudkan penegakan supremasi hukum dalam


menghadapi tindak kriminalitas serta pelanggaran hukum lainnya, yang dicapai
melalui :

a. Fasilitasi terhadap Intensifikasi penyelidikan dan penyelidikan tindak pidana serta


pelanggaran hukum.
b. Koordinasi dan pengawasan teknis penyidik pegawai negeri sipil.

3. Program Pencegahan Dan Pemberantasan Penyalah-Gunaan Dan Peredaran


Gelap Narkoba

Program ini ditujukan untuk mewujudkan masyarakat terbebas dari narkoba,


yang dicapai melalui :

a. Pengawasan dan pengamanan laut terpadu berbasis masyarakat dan aparatur;


b. Mevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari desentralisasi
kewenangan;
c. Peningkatan pengamanan hutan berbasis sumber daya masyarakat;
d. Koordinasi dan monitoring kawasan

4. Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemelihara-An Tramtibmas

Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan memantapkan keamanan dan


ketertiban wilayah wilayah laut untuk mencegah dan menanggulangi illegal fishing
serta kejahatan dan pelanggaran hukum di laut, serta kejahatan dan pelanggaran
hukum dalam pengelolaan sumber daya kehutanan, yang dicapai melalui :

a. Penggiatan upaya pengawasan dan pengamanan laut terpadu berbasis masyarakat


dan aparatur;
b. Merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari desentralisasi
kewenangan;
c. Peningkatan pengamanan hutan berbasis sumber daya masyarakat;
d. Intensifikasi upaya monitoring bersama aparatur dan masyarakat terhadap
kawasan hutan;

5. Program Pemberdayaan Potensi Tramtibmas Dalam Pemeliharaan Tramtibmas

Program ini ditujukan untuk membangun kemitraan antara polisi, Polisi Pamong
Praja, PPNS dan masyarakat agar masyarakat terdorong bekerjasama dengan melalui

- 202
Agenda Pembangunan

pembinaan kepada masyarakat dalam membantu menciptakan keamanan dan


ketertiban masyarakat , yang dicapai melalui :

a. Pemberdayaan anggota masyarakat untuk pengamanan swakarsa;


b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan keamanan.

6. Program Penyelesaian Konflik

Program ini ditujukan untuk mencegah dan menyelesaian konflik pertanahan


dan sumberdaya alam sehingga tercipta proses pembangunan yang berkeadilan dan
kepastian hukum dalam berusaha , yang dicapai melalui :

a. Pengkajian terhadap berbagai kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik.


b. Pengkajian terhadap Konflik pertanahan dan sumberdaya alam di Provinsi Jambi
c. Fasilitasi penyelesaian konflik.
d. Penyusunan kebijakan yang akomidatif dan sebagai antisipasi terjadinya konflik.

- 203

Anda mungkin juga menyukai