Agenda Pembangunan
Kondisi ekonomi Jambi menjelang akhir tahun 2005 adalah sebagai berikut.
Pertama, sejak memasuki tahun 2000 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan
yang cukup signifikan yaitu dari 2,9 persen tahun 1999, tumbuh menjadi 5,43 persen
tahun 2000 dan pada tahun 2004 pertumbuhannya mencapai 5,024 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut belum mampu mendorong
peningkatan kesempatan kerja, karena pertumbuhan ekonomi tersebut sebagian
besar didorong oleh konsumsi masyarakat. Kedua sektor keuangan dan perbankan di
Provinsi Jambi sejak tahun 2000 relatif stabil, hal ini didorong kondisi nasional
dimana stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan menguatnya nilai
tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta meningkatnya cadangan
devisa. Pertumbuhan dana pihak ketiga di Perbankan Jambi relatif tinggi yaitu dari
Rp 2,27 triliun tahun 1999 meningkat menjadi Rp 5,36 triliun tahun 2004 atau tumbuh
rata-rata 18,72 persen pertahun selama periode 1999-2004. Kredit yang disalurkan
juga meningkat dari Rp 1,413 triliun tahun 1999 menjadi Rp 3,011 tahun 2004 atau
tumbuh rata-rata sebesar 16,34 persen pertahun selama periode 1999-2004. Data
perkembangan kredit perbankan di Jambi sampai bulan September 2005 sebesar Rp
3,521 triliun, sedangkan total dana pihak ketiga sebesar Rp 5,472 triliun. Hal ini
mengindikasikan sektor keuangan dan perbankan di Jambi relatif baik dan tetap
terjaga. Ketiga, sektor riil mulai bergerak namun relatif lambat, hal ini tercermin
dari pertumbuhan ekspor non-migas yang hanya mencapai rata-rata 2,26 persen
pertahun dan tingkat realisasi investasi PMA rata-rata hanya 15 persen dan realisasi
investasi PMDN rata-rata sebesar 27 persen pertahun, namun tingkat pertumbuhan
realisasi relatif tinggi yaitu dari US $ 11,77 juta tahun 1999 meningkat menjadi US$
97,43 juta atau pertumbuhan rata-ratanya sebesar 52,61 persen pertahun untuk
investasi PMA, sedangkan untuk investasi PMDN dari Rp 5,6 triliun tahun 1999
meningkat menjadi Rp 8,53 triliun tahun 2004 atau tumbuh rata-rata sebesar 8,81
persen pertahun selama periode 1999 - 2004. Pertumbuhan realisasi investasi yang
relatif tinggi ini diharapkan pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan sektor
pertanian, industri, dan jasa-jasa.
Perekonomian Provinsi Jambi pada triwulan III Tahun 2005 ini tumbuh 2,11%
(quarter-to-quarter/angka sementara), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya 1,68% (q-t-q). Demikian juga pertumbuhan PDRB tahunan pada
triwulan laporan tumbuh 5,72% (year-on-year/y-o-y), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan PDRB tahunan pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,64% (y-o-y).
-1
Agenda Pembangunan
-2
Agenda Pembangunan
-3
Agenda Pembangunan
harus menjadi prasyarat untuk tercapai tujuan diatas. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tersebut diharapkan dapat menurunkan tingkat pengangguran tenaga kerja dari
6,5 persen total angkatan kerja tahun 2004 menjadi 3,5 persen dari total angkatan
kerja tahun 2010. Selama tahun 2006-2010 peningkatan penciptaan kesempatan kerja
yang cukup besar diharapkan terjadi disektor industri pengolahan agribisnis, seperti
industri hilir CPO, kelapa dan crumb rubber, sektor perdagangan, hotel dan restoran
diharapkan dapat menyerap tenaga kerja 300.000-500.00 orang selama periode 2006-
2010. Demikian juga untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dapat
menciptakan lebih banyak kesempatan kerja pada masa mendatang. Sedangkan untuk
sektor utilitas seperti listrik, gas dan air minum serta sektor transportasi, relatif kecil
menyerap tenaga kerja. Sedangkan penyerapan tenaga kerja pada sub sektor
perkebunan diperkirakan relatif stabil, karena kebijakan di sektor perkebunan
terutama tanaman karet adalah peningkatan produktivitas petani bukan perluasan
lahan. Dengan strategi ini diharapkan pendapatan petani dan kesejahteraan
meningkat.
Sejalan dengan menurunya tingkat pengangguran serta dengan dilaksanakannya
berbagai program mengatasi kemiskinan seperti bantuan langsung tunai (BLT) dan
program lainnya yang tertuang dalam Bab Penanggulangan Kemiskinan, maka jumlah
penduduk miskin diharapkan menurun secara drastis dari 12,45 persen tahun 2004
menjadi sekitar 5 persen tahun 2010.
-4
Agenda Pembangunan
telah mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 5,42% atau dalam kurun waktu 6 tahun
tersebut laju pertumbuhan rata-rata ekonomi Provinsi Jambi mencapai 4,72%
pertahun, selama periode 1999-2004. Namun pertumbuhan tersebut secara rata-rata
38 persen berasal dari sektor primer, sehingga efek multipliernya (multiplier effect)
kepada masyarakat relatif kecil. Pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,42
persen, berasal dari kontribusi sektor primer sebesar 39 persen, sehingga peranan
sektor primer masih relatif besar dalam mendorong pertumbuhan ekolnomi.
PDRB Perkapita atas harga berlaku menunjukkan peningkatan yang signifikan
yaitu dari Rp 3,39 juta tahun 1999 meningkat menjadi Rp 6,67 juta tahun 2004 atau
tumbuh rata-rata 13,88% per tahun. Kenaikan laju pertumbuhan ekonomi tersebut
tidak dibarengi dengan penurunan tingkat inflasi. Pada tahun 2000, tingkat inflasi
Provinsi Jambi sebesar 8,4%, tahun 2001 dan 2002 masing-masing tingkat inflasi
sebesar 10,11% dan 12,84% tetapi pada tahun 2003 tingkat inflasi dapat diturunkan
menjadi 3,79% dan inflasi tahun 2004 naik menjadi 7,25%, bahkan inflasi tahun 2005
diperkirakan mencapai sekitar 15 %.
Dari struktur perekonomian, Provinsi Jambi masih didominasi oleh sektor
pertanian. Hal ini telihat dari masih besar kontribusi sektor pertanian pada PDRB
Provinsi Jambi (30,22%), sedangkan sektor pertambangan menunjukkan kontribusinya
makin meningkat. Pada tahun 1999, sektor pertambangan hanya punya kontribusi
pada PDRB sebesar 10,18% dan tahun 2003 kontribusinya sudah mencapai 15,45%.
Akan tetapi sektor industri pengolahan relatif tetap selama 5 tahun terakhir. Namun
sektor jasa menunjukkan kenaikan. Kontribusi sektor jasa pada tahun 1999 sebesar
9,01% dan pada tahun 2003 telah meningkat menjadi 9,88%. Analisis kontribusi
sektoral terhadap PDRB tersebut didasarkan atas harga berlaku.
Gambaran umum dari perkembangan ekonomi Provinsi Jambi juga terlihat dari
peningkatan lembaga perbankan, khususnya perbankan swasta. Pada tahun 1999
hanya ada 5 bank swasta dan tahun 2003 telah menjadi 10 bank swasta. Penambahan
bank swasta tersebut juga akan bedampak terhadap jumlah dana pihak ketiga dan
jumlah kredit yang disalurkan perbankan dalam rangka menumbuh kembangkan
ekonomi Provinsi Jambi.
Dari sisi penyaluran kredit perbankan terjadi peningkatan dari Rp.1,41 trilyun
pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp.2,38 trilyun tahun 2003 atau meningkat
sebesar 68,79 persen. Penyaluran kredit sampai Agustus 2004 telah mencapai Rp.2,69
trilyun (naik 13,19%). Demikian juga untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) mengalami
peningkatan sebesar 256,56 persen atau meningkat rata-rata 54,83 persen pertahun,
yakni dari Rp.366 Milyar tahun 1999 menjadi Rp.1,305 trilyun tahun 2003 dan kredit
yang telah disalurkan sampai Agustus 2004 mencapai Rp.1,092 trilyun.
Dalam perdagangan internasional, aktivitas ekspor Provinsi Jambi meningkat
dalam selang waktu 5 tahun terakhir. Nilai Ekspor Provinsi Jambi tahun 1999 sebesar
US$ 468,32 juta meningkat menjadi US$ 529,23 juta pada tahun 2003 atau meningkat
13 persen. Sedangkan sampai akhir tahun 2004 diproyeksikan mencapai US$ 580,00
juta. Sementara Nilai Impor tahun 1999 sebesar US$ 41,48 juta, menjadi US$ 63,75
juta tahun 2003 atau meningkat 53,69 persen. Sedangkan tahun 2004 diproyeksikan
menurun menjadi US$ 43,73 juta. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan
internasional Provinsi Jambi mengalami surplus. Pada tahun 1999 surplus sebesar
US$ 426,84 dan meningkat menjadi US$ 465,48 juta tahun 2003 atau 9,05 persen,
sedangkan pada tahun 2004 ini diproyeksikan mencapai US$ 528 juta atau meningkat
26,44 persen.
Aktivitas industri dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini juga menunjukkan
peningkatan. Nilai produksi industri kecil dan menengah pada tahun 1999 hanya Rp
208,21 miliar,- tetapi tahun 2003 telah mencapai sebesar Rp 304,97 miliar. Untuk
industri besar juga meningkat. Tahun 1999, industri besar nilai produksi sebesar Rp
-5
Agenda Pembangunan
1.867,6 miliar,- dan tahun 2003 nilai produksi industri besar telah mencapai Rp
2.324,8 miliar,-.
Khusus untuk pengembangan ekonomi kerakyatan, telah pula dikucurkan kredit
usaha kecil (KUK) sebesar Rp 366 miliar tahun 1999 meningkat menjadi Rp 1.305
miliar tahun 2003 dan sampai Agustus 2004 mencapai Rp 1.092 miliyar. Trend
perkembangan KUK dan Industri Dagang Kecil dan Menengah (IDKM) selama 6 tahun
digambarkan pada grafik berikut ini.
Program ekonomi kerakyatan yang diluncurkan oleh pemerintah juga
didukung oleh KUK yang tumbuh rata-rata 37,41 % selama 5 tahun. Keberhasilan ini
juga mendorong pengembangan IDKM yang tumbuh rata-rata 10,04% per tahun, dan
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 48.640 orang tenaga kerja.
Dari sisi penyaluran kredit perbankan terjadi peningkatan dari Rp.1,41 trilyun
pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp.2,38 trilyun tahun 2003 atau meningkat
sebesar 68,79 persen. Penyaluran kredit sampai Agustus 2004 telah mencapai Rp.2,69
trilyun (naik 13,19%). Demikian juga untuk Kredit Usaha Kecil (KUK) mengalami
peningkatan sebesar 256,56 persen atau meningkat rata-rata 54,83 persen pertahun,
yakni dari Rp.366 Milyar tahun 1999 menjadi Rp.1,305 trilyun tahun 2003 dan kredit
yang telah disalurkan sampai Agustus 2004 mencapai Rp.1,092 trilyun.
Dari sudut tenaga kerja, jumlah pengangguran juga mengalami penurunan
selama 5 tahun belakang ini. Akibat krisis moneter, jumlah pengangguran terbuka
menjadi besar. Tahun 1999 saat masa krisis ekonomi dan moneter, di Provinsi Jambi
tercatat 28.792 orang penganggur tebuka. Berkat kebijakan ekonomi yang ikut
memberdayakan para penganggur serta peningkatan pertumbuhan ekonomi maka
jumlah penganggur telah berkurang mencapai 16.032 orang pada tahun 200, dan
sampai Oktober 2004 hanya tinggal 14.743 orang. Tingginya pengangguran terbuka
tahun 1999 disebabkan oleh dampak terjadinya krisis ekonomi, sehubungan dengan
itu pada pemerintah melakukan program jaring pengaman sosial (JPS) yang sifatnya
padat karya. Selain itu penurunan angka pengangguran ini disebabkan karena
meningkatnya pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,72 persen sehingga dapat
meningkatkan kesempatan kerja selama periode 1999-2004 sebesar 3,09 persen.
Berdasarkan data BPS Pusat tingkat unemployment rate Provinsi Jambi tahun 2002
sebesar (5,78) yaitu berada pada posisi no 2 terkecil di Sumatera setelah Bangka
Belitung (5,23 %). Hal ini juga dapat dibenarkan bahwa pertumbuhan ekonomi telah
berdampak terhadap pertumbuhan kesempatan kerja.
Peningkatan kesempatan kerja tersebut sangat dipengaruhi oleh peningkatan
investasi. Realisasi Investasi yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) mengalami peningkatan dari Rp.5,6 trilyun tahun 1999 menjadi Rp.8,41
trilyun tahun 2003 atau meningkat 50,16 persen. Sedangkan sampai akhir tahun 2004
diproyeksikan mencapai Rp.8,534 trilyun atau meningkat rata-rata 29,3 persen
selama periode 1999-2004. Demikian juga realisasi Penanaman Modal Asing (PMA)
pada Tahun 1999 hanya US$ 11,77 juta meningkat tajam menjadi US$ 95,96 juta
tahun 2003, sampai Oktober 2004 realisasi PMA sebesar US$ 97,43 juta atau
meningkat rata-rata 52,61 persen. Namun jika dilihat dari realisasi investasi PMDN
dan PMA selama periode 1999-2004 relatif rendah yaitu rata-rata hanya 27,5 persen
untuk PMDN dan 15,5 persen untuk PMA. Hal ini mengindikasikan prospek investasi di
Provinsi Jambi dari sisi investor tidak begitu menarik. Rendahnya realisasi investasi
PMDN dan PMA itu berimplikasi pada pertumbuhan sektor industri yang relatif
menurun, terutama dari sektor industri perkayuan.
-6
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
-7
Agenda Pembangunan
prosedur dengan waktu yang dibutuhkan hanya 30 hari dan biaya yang diperlukan
hanya sekitar 25 persen dari per capita income (sekitar US$ 945). Adapun untuk
memulai usaha di Filipina dan Thailand hanya membutuhkan waktu masing-masing
selama 50 hari dan 33 hari dengan biaya masing-masing sebesar 20 persen (sekitar
US$ 216) dan 7 persen (sekitar US$ 160) dari per capita income. Prosedur yang
panjang dan berbelit tidak hanya mengakibatkan ekonomi biaya tinggi tetapi juga
menghilangkan peluang usaha yang seharusnya dapat dimanfaatkan baik untuk
kepentingan perusahaan maupun untuk kepentingan daerah seperti dalam bentuk
penciptaan lapangan kerja. Prosedur perizinan seperti ini sudah merata di seluruh
wilayah Indonesia, termasuk di Jambi.
Rendahnya kepastian hukum. Rendahnya kepastian hukum tercermin dari
banyaknya tumpang tindih kebijakan antar pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota dan antar sektor. Belum mantapnya pelaksanaan program
desentralisasi mengakibatkan kesimpangsiuran kewenangan antara pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam kebijakan investasi. Disamping itu juga
terdapat keragaman yang besar dari kebijakan investasi antar kabupaten/kota.
Kesemuanya ini mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan investasi daerah yang pada
gilirannya akan menurunkan minat investasi. Suatu studi yang dilakukan oleh P4K
Universitas Jambi tahun 2003 menemukan 150 peraturan daerah yang tidak
mendorong kemajuan dunia usaha dan tingkat investasi di Provinsi Jambi. Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bekerjasama dengan The Asia
Foundation tahun 2002 pada 134 kabupaten/kota di Indonesia menyatakan bahwa
penerapan peraturan daerah (perda) pungutan lebih didorong oleh keinginan untuk
menaikkan PAD secara berlebihan yang dikuatirkan dapat merugikan pembangunan
daerah yang bersangkutan. Sebagian menyatakan bahwa penerapan perda tentang
pungutan (retribusi, pajak daerah, dan pungutan lainnya) kurang menunjang kegiatan
usaha (proporsinya: 38,1 persen distortif, 47,8 persen bisa diterima, dan 14,2 persen
menunjang). Berdasarkan penelitian LPEM UI Tahun 2003, pengeluaran perusahaan
untuk biaya “tambahan atau pungutan liar” telah mencapai 11 persen dari biaya
produksi.
Lemahnya insentif investasi. Provinsi Jambi, dibandingkan dengan provinsi
lain di Pulau Jawa dan Sumatera relatif tertinggal dalam menyusun insentif investasi,
termasuk insentif pajak daerah, dalam menarik penanaman modal ke Jambi.
Rendahnya infrastruktur dasar di Provinsi Jambi seharusnya dapat diimbangi dengan
insentif dan pelayanan yang prima bagi investor sehingga tertarik untuk menanamkan
modalnya di Provinsi Jambi. Sebagian besar investor yang masuk ke Jambi bergerak
disektor perkebunan, kehutanan (kayu) dan migas. Lahan yang tersedia di Provinsi
Jambi yang relatif luas, tidak menjadi daya tarik bagi investor, karena tidak
diimbangi dengan insentif bagi investor tersebut, disamping juga sering tumpah
tindih dengan masyarakat dan kepastian hukum yang rendah. Sistem perizinan,
retribusi dan perpajakan di Jambi kurang memberi insentif dalam upaya mendorong
investasi.
Kualitas SDM rendah dan terbatasnya infrastruktur. Rendahnya investasi
juga disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada di daerah, keadaan ini
berpengaruh pada daya saing dan kapasitas produksi kapasitas. Disamping itu
rendahnya jaringan infrastruktur juga berpengaruh pada minat investor masuk ke
Jambi. Sebagian besar jalan dan jembatan di Provinsi Jambi yang menghubungkan ke
sektor-sektor produksi mengalami kerusakan sehingga dapat mempengaruhi kinerja
dari perusahaan yang ada di daerah ini. Pengembangan manufaktur yang belum
berbasis pada kemampuan penguasaan teknologi dan masih relatif rendahnya
kemampuan SDM tenaga kerjanya memiliki implikasi yang tidak ringan. Sementara
itu, keterbatasan kapasitas infrastruktur berpengaruh pada peningkatan biaya
-8
Agenda Pembangunan
-9
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor
non-migas adalah sebagai berikut :
C. Arah Kebijakan
1. Mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi baik untuk tahapan
memulai (start up) maupun tahapan operasi suatu bisnis. Inti dari kegiatan ini
adalah pemangkasan birokrasi peraturan dan prosedur perijinan dan
pengembangan kapasitas lembaga publik pelaksananya, sehingga tercipta efisiensi
dalam biaya dan waktu pengurusan.
2. Menjamin kepastian usaha dan meningkatkan penegakan hukum, terutama
berkenaan dengan kepentingan untuk menghormati kontrak usaha, menjaga hak
kepemilikan (property rights), bagi investor melalui perbaikan sistem pelayanan
investasi, dan penataan kelembagaan investasi dengan mengoptimalkan peran
Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Provinsi Jambi, Jambi Info
Trade Centre (JITC) dan Jambi Indoguna Incorporated (JII).
3. Dukungan kebijakan daerah di sector keuangan, industri dan tata niaga untuk
menumbuhkan kegiatan investasi berskala luas, menjalin kerjasama investasi
regional dan internasional melalui forum Kerjasama Pembangunan Sumatera dan
- 10
Agenda Pembangunan
IMS GT dan memberdayakan wadah Jambi Indoguna Incorporated (JII) dan Jambi
Info Trade Centre (JITC).
4. Mengembangkan industri pengolahan strategis berorientasi ekspor, (Industri
pengolahan CPO, Crumb Rubber, Kelapa (VICO), Cassiavera, Coklat dan lain-lain)
termasuk industri kecil dan menengah.
5. Dalam rangka mendukung perkuatan daya saing produk ekspor, arah kebijakan
bidang perdagangan luar negeri adalah meningkatkan akses dan perluasan pasar
ekspor serta perkuatan kinerja eksportir. Aspeknya meliputi:
D. Program-Program Pembangunan
Program ini bertujuan menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global. Untuk
mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok dalam lima tahun ke depan
adalah sebagai berikut :
- 11
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan membangun citra Provinsi Jambi sebagai negara tujuan
investasi yang menarik. Untuk mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok
dalam lima tahun kedepan adalah:
1. Penyiapan potensi sumberdaya, sarana dan prasarana daerah yang terkait dengan
investasi.
2. Fasilitasi terwujudnya kerjasama strategis antara usaha besar dengan UKMK.
3. Promosi investasi yang terkoordinasi baik di dalam dan di luar negeri.
4. Revitalisasi kelembagaaan promosi ekspor di luar negeri;
5. Membangun suasana yang kondusif, peraturan yang jelas dan transparan serta
penegakan hukum.
6. Penerapan sistem informasi terpadu.
7. Membuat data base potensi dan peluang investasi dalam bentuk provil dan audio
visual.
Tujuan dari program ini adalah mendukung upaya peningkatan daya saing global
produk
Jambi serta meningkatkan peranan ekspor barang dan jasa dalam memacu
pertumbuhan ekonomi. Untuk mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok
yang akan dilakukan dalam lima tahun ke depan adalah sebagai berikut:
- 12
Agenda Pembangunan
13. Peningkatan jaringan informasi ekspor dan impor agar mampu merespon
kebutuhan dunia usaha terutama eksportir kecil dan menengah; dan
14. Pengembangan dan implementasi fasilitasi ekspor dan impor seperti kelembagaan
trade financing untuk ekspor.
15. Pengembangan pelabuhan ekspor serta sarana dan prasarana nya
16. Pelatihan dan pengembangan SDM eksportir.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kelancaran distribusi barang dan jasa
yang lebih efisien dan efektif serta mengembangkan sistem usaha dan lembaga
perdagangan yang efektif dan efisien, yang berpihak pada usaha kecil, menengah,
dan koperasi. Untuk mewujudkan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan pokok yang akan
dilakukan adalah:
- 13
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 14
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
D. Program-Program Pembangunan
- 15
Agenda Pembangunan
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini difokuskan antara lain pada :
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini difokuskan antara lain pada:
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini difokuskan antara lain pada :
- 16
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 17
Agenda Pembangunan
Meningkatkan posisi tawar petani yang salah satunya dengan jalan meningkatkan nilai
tambah produk pertanian melalui industri pengolahan hasil pertanian (agro-industri).
Dengan kata lain melalui peningkatan dan pengembangan industri hilir yang mampu
mengolah produk pertanian menjadi bahan jadi atau setengah jadi sesuai dengan
permintaan pasar, baik lokal, domestik maupun pasar manca negara.
Berdasarkan kondisi yang ada selama ini permasalahan yang paling mendasar
untuk mengembangkan industri pengolahan berbagai produk pertanian Provinsi Jambi
adalah : (1) buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam
kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas
harga yang menyebabkan kurangnya gairah investor untuk berinvestasi, terutama
investor manca negara, (2) kurang tanggapnya kelembagaan pemerintahan dalam
mengembangkan kebijakan terutama dalam perizinan untuk berinvestasi di daerah
Jambi, (3) belum ada jaminan konsistensi dan suistainable dari berbagai produk
pertanian yang berhubungan dengan kuantitas maupun kualitas produk, (4) jaminan
keamanan dan stabilitas politik yang belum menentu, (5) lambannya pengembangan
berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha yang kondusif dan lemahnya
koordinasi antar dinas/instansi terkait, (6) belum tersedianya infra struktur
pendukung yang memadai, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar,
dan (7) relatif rendahnya kualitas SDM masyarakat pertanian yang merupakan bagian
terbesar dari populasi masyarakat.
B. Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dalam peningkatan daya saing agro-industri adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya produktivitas komoditi pertanian pangan, hortikultura, peternakan,
perikanan, perkebunan dan kehutanan sesuai dengan kondisi ekologis kawasan
dan pengembangan wilayah sesuai dengan komoditi unggulan masing-masing;
2. Meningkatnya nilai tambah yang diterima oleh masyarakat pertanian sebagai
dampak proses pengolahan terhadap hasil-hasil pertanian dari bahan primer
manjadi bahan jadi atau setengah jadi;
3. Sektor agro-industri ditargetkan tumbuh dengan laju rata-rata di atas 5,0 persen
per tahun sampai pada tahun 2010. Dengan target peningkatan kapasitas utilisasi
khususnya sub-sektor yang masih berdaya saing akan meningkat ke titik optimum
yaitu sekitar 80 persen, terutama untuk industri pengolahan yang dinilai memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif;
4. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari industri primer ke agro-industri
dalam lima tahun mendatang adalah minimal 30 persen dari total tenaga kerja
yang bekerja di sektor pertanian dalam arti luas;
5. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif dan kompetitif, baik bagi industri
yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum
yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan
adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendukung;
6. Meningkatnya pangsa sektor industri pengolahan hasil-hasil pertanian di pasar
domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya
saing sektor ini dalam menghadapi produk-produk luar daerah maupun impor;
7. Meningkatnya volume ekspor produk agro-industri dari total ekspor keseluruhan,
terutama pada produk ekspor agro-industri yang daya saingnya masih potensial
untuk ditingkatkan;
8. Meningkatnya proses alih teknologi dari foreign direct investment (FDI) yang
dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal;
- 18
Agenda Pembangunan
C. Arah Kebijakan
- 19
Agenda Pembangunan
12. Upaya khusus perlu dilakukan untuk merumuskan strategi dan langkah-langkah
untuk masing-masing prioritas. Strategi dan langkah-langkah tersebut selanjutnya
dituangkan secara rinci ke dalam strategi daerah (dinas/instansi) yang secara
komprehensif memuat pula strategi pengembangan subsektor industri yang
terkait (related industries) dan sub-sektor industri penunjang (supporting
industries.
D. Program-Program Pembangunan
1. Pengembangan Agribisnis )*
- 20
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk : (1) memperkuat daya saing produk-produk agro-
industri, (2) meningkatkan kualitas produk-produk tersebut agar sesuai dengan
permintaan pasar di dalam maupun di luar negeri, dan (3) memberikan perlindungan
yang pasti kepada konsumen. Kegiatan pokok pada program di atas yang terkait
dengan peningkatan standardisasi produk agro-industri terutama mencakup :
- 21
Agenda Pembangunan
Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki struktur industri daerah baik
dalam hal konsentrasi penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan
pemasok bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengah-jadi
bagi industri hilir. Untuk mewujudkan tujuan program ini dalam memperbaiki
konsentrasi industri, pemerintah harus melakukan upaya-upaya untuk menegakkan
prinsip-prinsip tata pengelolaan korporasi yang baik dan benar (good corporate
governance) secara sistematis dan konsisten, dan menurunkan besarnya hambatan
masuk unit usaha baru ke pasar yang monopolistis. Perlu pula ditingkatkan iklim
persaingan secara sehat untuk mendorong perusahaan berkompetisi sehubungan
dengan semakin ketatnya persaingan global. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
antara lain mencakup :
- 22
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk memberikan layanan yang prima dan berbagai
kemudahan bagi upaya-upaya penanaman modal dalam mengembangkan agro-
industri, terutama yang berhubungan dengan administrasi (birokrasi) dan perpajakan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan penyelenggaraan reformasi perpajakan dan reformasi
kepabeanan serta program pengembangan kelembagaan keuangan yang di dalamnya
mempunyai langkah-langkah untuk memberikan dukungan terhadap peningkatan
penyaluran kredit bagi usaha-usaha yang bergerak di sektor agro-industri.
Instrumen yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak adalah melalui pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan
koperasi. Proses peningkatan taraf hidup tersebut terutama sekali terfokus pada
sektor-sektor yang menjadi andalan perekonomian di Provinsi Jambi. Peranan UMKM
dan Koperasi pada sektor industri yang berbasis pertanian memiliki kecenderungan
yang lebih tinggi berdampak positif terhadap perekonomian Provinsi Jambi, yaitu
dengan angka multiplier rata-rata sebesar 7,55. Ini berarti, bila UMKM dan Koperasi
pada sektor industri diberi injeksi sebesar 1 milyar maka output perekonomian
Provinsi Jambi akan meningkat sebesar 7,55 milyar.
Hal yang perlu menjadi perhatian dari peranan yang besar oleh UMKM dan
Koperasi tersebut adalah adanya ketimpangan distribusi pendapatan antara tenaga
kerja dengan pemilik modal. Bila ini terus dibiarkan maka tujuan dari pengembangan
UMKM dan Koperasi dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak menjadi
terkendala. Karena yang ditemui adalah terjadinya ketimpangan pendapatan yang
semakin melebar. Hal ini terindikasi lebih besarnya angka multiplier pendapatan
pengusaha (0,83) dibandingkan pendapatan tenaga kerja (0,80).
Pemahaman yang diperlukan dalam pengembangan UMKM dan Koperasi
berikutnya adalah perkembangan yang terjadi pada UMKM dan Koperasi harus
memberi dampak positif terhadap pendapatan pemerintah. Dalam artian,
perkembangan pada UMKM dan Koperasi secara ideal harus disertai dengan
peningkatan pendapatan pemerintah. Kondisi ideal seperti ini baru dalam tahap
pengupayaan di Provinsi Jambi.
A. Permasalahan
- 23
Agenda Pembangunan
- 24
Agenda Pembangunan
UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap. Oleh karena itu, aspek
kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dalam rangka
memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal
mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM.
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
- 25
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
Sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM tersebut diatas
dijabarkan ke dalam program pembangunan yang merupakan strategi implementasi
pada tataran makro dan mikro.
- 26
Agenda Pembangunan
1. Penyempurnaan peraturan daerah, terutama yang terkait dengan Usaha Kecil dan
Menengah dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan
melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan
terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM,
termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha,
baik yang sektoral maupun spesifik daerah;
2. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan
dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
3. Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk
pengembangan jaringan pelayanan informasinya.
4. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian
regulasi, kebijakan dan program;
5. Pengembangan pelayanan perijinan usaha yang mudah, murah dan cepat
termasuk melalui perijinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan
pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi
UMKM;
6. Penilaian dampak regulasi/kebijakan daerah terhadap perkembangan dan kinerja
UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/regulasi.
- 27
Agenda Pembangunan
- 28
Agenda Pembangunan
- 29
Agenda Pembangunan
- 30
Agenda Pembangunan
- 31
Agenda Pembangunan
petani penggarapnya sudah siap, dengan prioritas areal irigasi di wilayah lumbung
padi. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi diselenggarakan dengan berbasis
partisipasi masyarakat dalam seluruh proses kegiatan. Untuk mengendalikan
kecenderungan meningkatnya alih fungsi lahan, akan dikembangkan berbagai skema
insentif kepada petani agar bersedia mempertahankan lahan sawahnya.
Pendayagunaan sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku
diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga di wilayah rawan
defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis. Pemanfaatan air tanah untuk
pemenuhan kebutuhan air baku akan dikendalikan dan sejalan dengan itu akan
dilakukan upaya peningkatan penyediaan air baku dari air permukaan.
- 32
Agenda Pembangunan
Program ini ditujukan untuk mengurangi tingkat risiko dan periode genangan
banjir, serta menanggulangi akibat bencana banjir dan abrasi pantai yang menimpa
daerah produksi, permukiman dan sarana publik lainnya sehingga dampak bencana
banjir dan kekeringan dapat dikurangi dan terlindunginya daerah pantai dari abrasi
air laut.
Adapun kegiatan–kegatan yang akan dilakukan adalah : (1) operasi dan
pemeliharaan serta perbaikan alur sungai terutama Sungai Batanghari; (2)
rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana pengendali banjir dan pengamanan
pantai di Tanjab Barat dan Tanjab Timur; (3) pembangunan prasarana pengendali
banjir dan pengamanan pantai; (4) mengendalikan aliran air permukaan di daerah
tangkapan air dan badan-badan sungai melalui pengaturan dan penegakan hukum; (5)
menggali dan mengembangkan budaya masyarakat setempat dalam megendalikan
banjir; serta (6) melakukan pengamanan daerah pantai dengan memprioritaskan pada
penanaman tanaman bakau pada daerah pantai.
- 33
Agenda Pembangunan
konservasi sungai, danau, dan sumber air lainnya; (8) peningkatan kemampuan dan
pemberdayaan masyarakat dan perkumpulan petani pemakaian air dalam hal teknis,
organisasi, dan administrasi pengembangan dan pengelolaan irigasi dan sumberdaya
air lainnya; serta (9) penegakan hukum dan peraturan terkait dengan pengelolaan
sumberdaya air.
2.1.6.2. Transportasi
A. Permasalahan
- 34
Agenda Pembangunan
B. Sasaran Pembangunan
C. Arah Kebijakan
Program ini ditujukan untuk mempertahankan sistem jaringan jalan yang ada
agar tetap dalam kondisi yang memadai terutama pada ruas-ruas yang merupakan
jalur utama perekonomian dan memiliki prioritas tinggi serta untuk pemulihan
kondisi prasarana jalan yang hancur dan terputus akibat bencana alam.
Program ini meliputi kegiatan–kegiatan utama antara lain : (1) pengadaan dan
pemasangan rambu dan marka jalan, RPPJ, deliniator, pagar pengaman dan trafict
libht; (2) pemilihan awak kendaraan umum, penguji teladan dan lomba tertib lalu
lintas; (3) pengaturan dan pengendalian angkutan haji, lebaran, natal dan tahun baru
serta pengawasan angkutan umum; (4) operasional UPTD jembatan timbang
kendaraan bermotor; dan (5) pembangunan jembatan timbang.
- 35
Agenda Pembangunan
utama antara lain : (1) penyelenggaraan pelatihan orientasi LLAJ; (2) konsultasi
publik penyusunan Perda perhubungan; (3) pembinaan dan monitoring jasa-jasa
perhubungan; dan (4) pengendalian dan pengawasan keselamatan perhubungan.
A. Permasalahan
Dalam bidang lalu lintas sungai, danau dan penyeberangan di Provinsi Jambi
adalah sebagai berikut : (1) Masih terbatasnya jumlah prasarana dan sarana serta
fasilitas keselamatan ASDP; (2) Masih rendahnya kesadaran para pemilik kapal untuk
memenuhi kelengkapan dokumen dan keselamatan kapal, dan (3) Belum adanya
penetapan jaringan trayek/lintas antar kabupaten/kota setelah pelaksanaan otonomi
daerah dan semakin terbukanya akses jalan raya.
B. Sasaran Pembangunan
- 36
Agenda Pembangunan
- 37
Agenda Pembangunan
1. Meningkatkan peran armada pelayaran baik untuk angkutan dalam negeri maupun
ekspor-impor dengan memberlakukan azass cabotage.
2. Menghapuskan pungutan-pungutan tidak resmi di pelabuhan sehingga tarif yang
ditetapkan otoritas pelabuhan tidak jauh berbeda dengan biaya yang secara riil
dikeluarkan oleh pengguna jasa.
3. Memenuhi standar pelayaran internasional yang dikeluarkan oleh IMO
(International Maritime Organization) maupun IALA guna meningkatkan
keselamatan pelayaran.
4. Merestrukturisasi peraturan dan perundang-undangan serta kelembagaan di
subsektor transportasi laut guna menciptakan kondisi yang mampu menarik minat
swasta dalam pembangunan prasarana transportasi laut.
5. Menyerahkan secara bertahap aset pelabuhan lokal yang dikelola UPT/Satuan
Kerja kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
6. Mendukung pelaksanaan arah pengembangan Sistranas dan tatanan kepelabuhan
nasional.
7. Melanjutkan pelayanan angkutan laut perintis.
- 38
Agenda Pembangunan
- 39
Agenda Pembangunan
- 40
Agenda Pembangunan
2.1.6.3.1. Energi
1. Potensi gas alam tersebar di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan
Tanjung Jabung Timur sebesar 178,13 triliun kaki kubik (TCF) terdiri dari 91,17
TCF cadangan terbukti dan 86,69 TCF cadangan potensi. Potensi tenaga air
dengan besaran kurang lebih 75 ribu MW namun produksinya baru mencapai 4.200
MW karena beragamnya kapasitas, tingginya investasi, serta persoalan sosial dan
dampak lingkungan.
2. Potensi batu bara sebesar 50 miliar ton, dengan daerah penghasil terbesar adalah
Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bungo.
3. Potensi energi panas bumi yang dimiliki oleh Provinsi Jambi terdapat di sepanjang
wilayah pesisir pantai timur dengan tingkat produksi hanya mencapai 807 MW.
4. Energi terbarukan yang meliputi tenaga matahari, angin, biomasa, biogas, dan
gambut mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Angka rata-
rata radiasi harian sinar matahari bervariasi dari 4,10 sampai 5,75 kWh per meter
persegi; energi dengan kecepatan rata-rata yang bervariasi dari 2,39 meter per
detik sampai 5,5 meter per detik pada ketinggian 24 meter di atas tanah; energi
biomasa setara dengan 50 GW yang terdiri dari solid bio mass, dan liquid bio mass
- 41
Agenda Pembangunan
berasal dari sektor kehutanan, pertanian, dan perkebunan energi biogas yang
berasal dari limbah sektor perternakan dengan besaran sekitar 684,8 MW; tanah
gambut yang diperkirakan sebesar 97,93 triliun MJ3 tersebar di Kabupaten
TanjabBarat dan Tanjab Timur.
A. Permasalahan Energi
Sasaran dengan rencana jangka menengah sampai dengan tahun 2010, dengan
asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen per tahun dan dengan elastisitas
energi sekitar 1,2, maka sasaran permintaan energi total diproyeksikan naik sebesar
- 42
Agenda Pembangunan
7,1 persen per tahunnya. Dengan adanya upaya peningkatan efisiensi dan rehabilitasi
infrastruktur energi diharapkan pertumbuhan permintaan energi dapat ditekan.
Selain itu sesuai dengan kebijakan diversifikasi diperlukan penganekaragaman
pemakaian energi non-BBM, agar dapat mengurangi beban pemerintah untuk
mensubsidi BBM. Untuk itu diperlukan pembangunan infrastruktur energi yang
mencakup fasilitas processing (kilang minyak, pembangkit tenaga listrik), fasilitas
transmisi dan distribusi pipa (gas dan BBM) dan fasilitas depot penyimpanan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk masa datang dalam jumlah
yang memadai dan dalam upaya menyediakan akses berbagai macam jenis energi
untuk segala lapisan masyarakat, maka perlu diciptakan suatu sistem baru
penyediaan dan transportasi energi yang lebih menyeluruh, terpadu dan kompetitif
serta mencerminkan harga pasar. Hal ini dapat ditempuh dengan menyiapkan sarana
dan prasarana lintas sektor, menghilangkan monopoli baik di sisi bisnis hulu maupun
di sisi bisnis hilir untuk sektor migas, maupun di sisi pembangkit, transmisi dan
distribusi di sektro energi baru dan terbarukan lainnya.
Program ini bertujuan untuk menciptakan industri energi yang mandiri, efisien,
dan berdaya saing tinggi di pasar energi. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan :
penyehatan industri yang ada, privatisasi, mengatur pemain dengan unbundling dan
pendatang baru serta kompetisi, melanjutkan program restrukturisasi dan revisi
- 43
Agenda Pembangunan
Undang – Undang Minyak dan Gas, kajian untuk menentukan struktur industri energi
dalam rangka mendorong pengembangan sektor ekonomi, serta peninjauan kembali
UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang Pemberlakuan PPN bagi Kontraktor dalam tahap
Eksplorasi, dan pemberlakuan beaa masuk terhadap barang-barang impor migas.
Program ini tujukan untuk memberi kesempatan kepada dunia bisnis, BUMN dan
Koperasi serta masyarakat untuk berpartisipasi sebagai penyedia, pengelola dan
pemberi energi, khususnya dalam penguasaan teknologi, manajemen, serta
pemasaran produk energi.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi : pengembangan teknologi tepat
guna yang diarahkan pada barang-barang mass production; pemaketan pelelangan di
sisi hulu untuk menjamin kelansungan industri dalam negeri, melalui prioritas
penggunaan produksi dalam negeri; standardisasi dan pengawasan kualitas produksi
dalam negeri; kajian pengembangan teknologi Coal Bed Methane untuk meningkatkan
pemanfaatan batu bara; serta kajian penelitian cadangan migas baru dan kajian
teknologi pengelolah limbah migas.
2.1.6.3.2. Ketenagalistrikan
A. Permasalahan Ketenagalistrikan
- 44
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk memulihkan kualitas jasa pelayanan sarana dan
prasarana ketenagalistrikan guna menjamin ketersediaan tenaga listrik yang memadai
sehingga aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh tenaga listrik semakin mudah
dengan semakin memperhatikan keandalan sistem, efektivitas, dan efisiensi dengan
harga yang wajar.
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi antara lain :
- 45
Agenda Pembangunan
pengurangan losses terutama pada sisi transmisi dan distribusi baik yang teknis
maupun nonteknis.
3. Peningkatan pembangunan listrik perdesaan yang diarahkan terutama untuk
ekstensifikasi dan intensifikasi jaringan listrik perdesaan melalui pembangunan
sarana penyediaan tenaga listrik di daerah perdesaan dan daerah yang belum
berkembang.
- 46
Agenda Pembangunan
Sarana komunikasi dan informasi mempunyai arti strategis karena tidak saja
berperan dalam percepatan pembangunan ekonomi, tetapi juga dalam berbagai
aspek lain seperti peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta pendukung aspek
politik dan pertahanan keamanan. Dalam rangka menjamin kelancaran arus
komunikasi dan informasi, perlu dilakukan perluasan jangkauan serta peningkatan
kapasitas dan kualitas penyelenggaraannya.
Sasaran umum yang hendak dicapai adalah : (1) Terwujudnya penyelenggaraan
komunikasi dan informasi yang efesien, yaitu yang mampu mendorong produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi daerah, (2) Meningkatnya aksessibilitas masyarakat akan
layanan komunikasi, dan (3) Meningkatnya kapasitas serta kemampuan masyarakat
dalam mendayagunakan teknologi bersangkutan.
1. Penyelesaian Restrukturisasi
- 47
Agenda Pembangunan
A. Pembangunan Perumahan
- 48
Agenda Pembangunan
- 49
Agenda Pembangunan
Ø Pengembangan Perumahan
1. Penyediaan prasarana dan sarana dasar bagi kawasan rumah sederhana dan
rumah sederhana sehat termasuk didalamnya penyediaan prasarana dan sarana
dasar bagi perumahan PNS dan masyarakat berpendapatan rendah sebagai dasar
bagi pengembangan kawasan siap bangun;
2. Pengembangan pola subsidi yang tepat sasaran, efesien, dan efektif sebagai
pengganti subsidi selisih bunga;
3. Peningkatan akses masyarakat kepada kredit mikro untuk pembangunan dan
perbaikan rumah yang berbasis swadaya masyarakat;
4. Pengembangan lembaga kredit mikro untuk mendukung perumahan swadaya untuk
penanggulangan kemiskinan;
5. Pembangunan rumah susun sederhana milik bagi masyarakat berpendapatan
rendah;
6. Deregulasi dan reregulasi peraturan perundang-undangan pertanahan, perbankan,
perpajakan, pengembang, dan pasar modal yang terkait dengan upaya
pemantapan pasar primer perumahan;
7. Revitalisasi BKP4D dan pembentukan lembaga pembiayaan perumahan beserta
instrumen regulasi pendukungnya;
8. Revitalisasi kawasan perkotaan yang mengalami degradasi kualitas permukiman;
9. Pengembangan tata keselamatan dan keamanan gedung dan peningkatan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara;
10. Penyusunan norma, standar, peraturan, dan manual dalam pembangunan
perumahan dan keselamatan bangunan gedung;
11. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan dan rehabilitasi rumah akibat bencana alam
dan kerusuhan sosial.
- 50
Agenda Pembangunan
2. Fasilitasi dan bantuan teknis perbaikan rumah pada kawasan kumuh, desa
tradisional, desa nelayan,dan desa eks transmigrasi;
3. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan swadaya yang berbasis
pemberdayaan masyarakat;
4. Pengembangan sistem penanggulangan kebakaran ( fire fighting sistem );
5. Pemberdayaan masyarakat miskin di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;
6. Penataan, peremajaan, dan revitalisasi kawasan;
7. Penyusunan NSPM pemberdayaan komunitas perumahan pemberdayaan
masyarakat miskin di perkotaan; serta
8. Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan yang tanggap terhadap bencana.
Permasalahan dalam pembangunan air minum dan air limbah adalah sebagai
berikut : (1) Rendahnya kualitas pengelolaan air minum yang dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), (2) Stagnasi dalam penurunan tingkat
kebocoran air minum, (3) Permasalahan tarif yang tidak mampu mencapai kondisi
pemulihan biaya, (4) Belum diolahnya lumpur tinja, dan (5) Menurunnya persentase
masyarakat di kawasan perkotaan yang mendapatkan pelayanan sistem pembuangan
air limbah.
Sasaran umum pembangunan air limbah adalah open defecation free untuk
semua kabupaten/kota hingga akhir tahun 2010 yang berarti semua rumah tangga
minimal mempunyai jamban sebagai tempat pembuangan faeces dan meningkat
kualitas air permukaan yang dipergunakan sebagai air baku bagi air minum. Selain
itu, sasaran pembangunan air limbah adalah meningkatnya utilitas IPLT dan IPAL yang
telah dibangun hingga mencapai minimal 60 persen pada akhir tahun 2010 serta
pengembangan lebih lanjut sungai akibat pembuangan tinja hingga 50 persen. Selain
itu, untuk kota besar seperti kota Jambi secara bertahap dikembangkan sistem air
limbah terpusat (sewerage sistem).
Pelayanan yang ingin dikembangkan dalam pembangunan air minum dan air
limbah hingga akhir tahun 2010 adalah pelayanan air minum dan air limbah yang
berkualitas, efisien, dengan harga terjangkau, menjangkau semua lapisan
masyarakat,dan berkelanjutan yang akan dilaksanakan melalui kebijakan sebagai
berikut :
- 51
Agenda Pembangunan
1. Pemberdayaan Masyarakat
2. Pengembangan Kelembagaan
- 52
Agenda Pembangunan
pembangunan air minum dan air limbah untuk mewujudkan sistem kelembagaan dan
tata laksana pembangunan air minum dan air limbah yang efektif dengan sasaran
pokok sebagai berikut : (1) Meningkatnya koordinasi dan kerjasama antar kegiatan
dan antar wilayah dalam pembangunan air minum dan air limbah; (2) Terciptanya
peraturan perundang-undangan yang mengatur kemitraan pemerintah-swasta dalam
pembangunan minum dan air limbah; (3) Meningkatkan peranan badan usaha milik
swasta dalam pembangunan dan pengelolaan air minum dan air limbah; (4)
Tersedianya sumber pembiayaan yang murah dan berkelanjutan, dan (5)
Terselesaikannya revisi peraturan perundang-undangan yang melakukan pengaturan
terhadap BUMD yang bergerak dalam pembangunan dan pengelolaan air minum dan
air limbah. Untuk mencapai sasaran tersebut akan dilakukan kegiatan :
Program ini ditujukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum dan
air limbah yang dilaksanakan oleh badan usaha milik daerah dan yang dilaksanakan
oleh komunitas masyarakat secara optimal, efisien, dan berkelanjutan. Sasaran yang
hendak dicapai dalam program ini adalah : (1) meningkatnya cakupan pelayanan air
minum dan air limbah, (2) meningkatnya kinerja BUMD pengelola air minum dan air
limbah hingga berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian, (3) meningkatnya cakupan
pelayanan air minum dan air limbah yang dikelola secara langsung oleh masyarakat.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka akan dilaksanakan kegiatan sebagai berikut :
- 53
Agenda Pembangunan
12. Penyediaan air minum dan prasarana air limbah bagi kawasan perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah;
13. Pengembangan teknologi pengelolaan lumpur tinja dan air minum;
14. Restrukturisasi utang PDAM dan PDAL khususnya yang terkait dengan dengan
pinjaman luar negeri melalui subsidiary loan agreetment (SLA); serta
15. Perbaikan prasarana dan sarana air minum dan air limbah yang rusak serta
pembangunan di beberapa permukiman baru.
- 54
Agenda Pembangunan
1. Pemberdayaan Masyarakat
2. Pengembangan Kelembagaan
- 55
Agenda Pembangunan
- 56
Agenda Pembangunan
BUMD merupakan salah satu institusi yang diharapkan berperan strategis dan
memiliki tanggung jawab moral bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah
Jambi, khususnya dibidang ekonomi. Diperlukan upaya menjadikan BUMD agar
mampu menjadi instrumen pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara optimal melalui unit usaha, jaringan kerja dan kemitraan baik secara
langsung ataupun tidak langsung dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Hal ini dapat
terwujud jika terpenuhinya prasyarat efisiensi, kejelasan misi, ketepatan strategi
dan meningkatnya kinerjanya BUMD. Hal utama yang perlu dihindari adalah
terjadinya dampak negatif ganda yaitu economy cost dan social cost sebagai akibat
tidak berhasilnya BUMD sebagai institusi bisnis dan institusi yang mengemban misi
sosial kemasyarakatan dalam pencapaian kesejahteraan rakyat daerah Jambi.
A. Permasalahan
Orientasi Misi Ekonomi Dan Sosial Kemasyaratan. Hal yang perlu disadari dari
keberadaan dan pendirian BUMD oleh Pemerintah Provinsi Jambi adalah
pengembanan misi ekonomi dan sekaligus mengemban misi sosial kemasyarakatan.
Dua hal tersebut harus diupayakan untuk dicapai seiring dengan berkembangnya
BUMD. Namun saat ini dirasakan kedua hal tersebut belum dapat dicapai secara
maksimal.
Masih diperlukan kejelasan, ketegasan dan kesadaran dari BUMD bahwa sebagai
institusi yang mengemban misi pemerintah daerah, BUMD harus mampu memberi
manfaat ekonomi bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Disamping itu, BUMD juga harus menyadari bahwa keberadaannya juga berdampak
terhadap aspek sosial kemasyarakatan.
Strategi Yang Berbasis Kebutuhan Ekonomi Masyarakat. Salah satu faktor
yang menyebabkan tidak optimalnya dampak dari keberadaan BUMD adalah strategi
yang diterapkan dalam operasionalisasi bisnis tidak berbasis pada kebutuhan ekonomi
masyarakat. BUMD seharusnya dapat mengambil peranan dalam mengatasi beberapa
persoalan dasar ekonomi masyarakat, seperti mengatasi masalah ketersediaan sarana
produksi di sektor pertanian, masalah tataniaga, masalah produksi dan masalah
pemasaran. Dengan demikian, unit bisnis yang dikembangkan seharusnya terkait
secara langsung dalam mengatasi hal tersebut.
Pengoptimalisasian Kinerja BUMD. Saat ini kinerja BUMD secara umum telah
menunjukkan adanya peningkatan. Yang diperlukan saat ini adalah peningkatan
kinerja secara lebih optimal berdasarkan potensi yang ada. Kinerja BUMD
mempunyai pengaruh di sisi pendapatan dan di sisi pengeluaran daerah. Disisi
pendapatan, BUMD menyumbang pada penerimaan daerah baik penerimaan pajak
maupun bukan pajak. Sedangkan disisi pengeluaran, jika BUMD memiliki kinerja yang
rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran daerah. Salah
satu upaya yang harus dilakukan adalah melalui pelaksanaan konsolidasi dan
revitalisasi bisnis BUMD diharapkan mampu meningkatkan kinerja BUMD.
Masih banyak kendala serta permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan
BUMD dan upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan tersebut antara lain
disebabkan masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal
perusahaan dengan kebijakan industrial serta lingkungan eksternal BUMD. Belum
terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar
BUMD dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance
secara utuh. Di samping itu, belum optimalnya kesatuan pandangan dalam kebijakan
- 57
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMD lima tahun mendatang
adalah meningkatnya kinerja dan daya saing BUMD dalam rangka memperbaiki
pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan
daerah.
C. Arah Kebijakan
D. Program-program Pembangunan
- 58
Agenda Pembangunan
(i) Pengkajian ulang terhadap Business Plan BUMD dalam upaya merumuskan
kembali strategi bisnis yang berbasis pada potensi ekonomi masyarakat.
(ii) Pengembangan unit bisnis yang terkait langsung dengan upaya mengatasi
masalah yang dihadapi langsung dalam aktivitas ekonomi masyarakat, seperti
yang terkait dengan bisnis penyediaan saprodi, tataniaga dan pemasaran.
Dengan fokus pada aktivitas bisnis tersebut diharapkan BUMD lebih memiliki
efisiensi.
(iii) Penataan terhadap manajemen sumber daya manusia BUMD yang berorientasi
pada profesionalisme.
- 59
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
Lemahnya daya saing dan kemampuan iptek daerah ditunjukkan oleh sejumlah
indikator, antara lain :
1. Masih Rendah Kontribusi Iptek Disektor Hulu (Up Stream) Dan Hilir (Down
Stream).
- 60
Agenda Pembangunan
2. Masih rendahnya Daya Saing Provinsi Jambi dan kemampuan IPTEK Daerah.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 2 ayat 3 telah dijelaskan bahwa
Pemerintahan daerah dalam menjalankan otonomi seluas-luasnya, bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berkaitan dengan daya saing tersebut, secara nasional daya saing kita juga
belum menggembirakan . Hal yang sama juga terjadi untuk tingkat Asean saja, pada
tahun 2002 peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi ke 47, jauh dibawah
beberapa negara ASEAN seperti Malaysia (2), Thailand (34), dan Filipina (40).
Sedangkan untuk Provinsi Jambi dilaporkan Abdullah dkk. (2002) dimana daya saing
Provinsi Jambi secara Nasional hanya berada di tingkat 15 dari 26 Provinsi yang
menunjukkan secara umum keadaan yang tidak begitu baik atau masih dibawah rata-
rata. Salah satu penyebab utama rendahnya daya saing adalah rendahnya tingkat
penguasaan, ketersediaan dan aksesibilitas teknologi sebagai penggerak sektor
industri dan pertanian diprovinsi Jambi. Keadaan tersebut juga tidak terlepas dari
lemahnya tingkat koordinasi antar lembaga IPTEK daerah dan Pusat serta lembaga
penelitian lainnya seperti Perguruan Tinggi dan BPTP.
Terkait dalam hal meningkatkan daya saing daerah termasuk SDM dan produk
yang dihasilkan untuk provinsi Jambi masih terkendala oleh arah penguasaan
teknologi yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dunia usaha/masyarakat.
Hal ini menyebabkan para usahawan/masyarakat masih enggan menggunakan
teknologi yang dihasilkan oleh para peneliti, relatifnya terbatasnya tingkat
penguasaan teknologi oleh lembaga litbang pemerintah dan lembaga penghasil IPTEK
lainnya seperti lembaga perguruan tinggi, belum efektifnya lembaga intermediasi
dalam komersialisasi hasil penelitian karena kurangnya wawasan kewirausahaan.
Keadaan ini disebabkan kita belum mempunyai strategi dan program yang
komprehensif dan berkesinambungan dalam pengembangan, pemanfaatan dan
penguasaan IPTEK untuk mendukung pembangunan daerah.
Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dalam akhir dua dekade ini telah
membawa perubahan paradigma yang mendasar pada sistem dan mekanisme
pemerintahan. Dalam kaitannya dengan globalisasi telah terjadi revolusi teknologi
dan informasi yang akan mempengaruhi terjadinya perubahan dalam bidang
pemerintahan. Akan tetapi sampai saat ini di Provinsi Jambi penggunaan Teknologi
Informasi untuk keperluan pelayanan publik belum menjadi bagian sistim yang utuh.
Hal ini disebabkan masih terbatasnya kuantitas dan kualitas SDM yang menguasai TI
sehingga belum membudaya pemakaian pemanfaatan TI dikalangan aparatur.
Keadaan ini diperburuk belum begitu tingginya komitmen para pimpinan terhadap
pemanfaatan TI disamping itu infrastruktur yang tidak memadai dalam pemanfaatan
TI sehingga proses pelayanan publik masih banyak dilakukan secara manual.
Pelayanan manual tersebut tidak hanya menjadi penyebab tidak primanya layanan
yang diberikan, tapi juga cendrung menyebabkan terjadinya penyalahgunaan
kewenangan dalam setiap rantai pelayanan dalam birokrasi yang dikarenakan
terjadinya kontak secara langsung antara konsumen dan para pelayan publik di
birokrasi. Untuk ke depan untuk optimalisasi pelayanan publik dan seiring dengan
pesatnya perkembangan teknologi TI, maka pemanfaatan TI dalam bentuk e-
government, untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih transparan
dan lebih murah perlu untuk segera diterapkan baik untuk masyarakat umum maupun
kalangan dunia usaha yang akhirnya dapat memacu investasi di Provinsi Jambi.
- 61
Agenda Pembangunan
Disamping itu, untuk meningkatkan kualitas SDM Provinsi Jambi juga sudah
saatnya dibudidayakan penggunaan teknologi informasi dalam bentuk Cyber-net
(internet) disamping kelengkapan laboratoriumnya, terutama untuk pelajar di semua
jenjang pendidikan. Pengenalan Cyber-net atau internet sejak dini bagi pelajar, akan
memudahkan mereka untuk mengakses informasi untuk keperluan dalam
penyelesaian pendidikan mereka. Namun sampai saat ini, penggunaan cyber-net
dikalangan pelajar di semua jenjang pendidikan di Provinsi Jambi masih sangat
terbatas. Hal ini disebabkan masih sangat terbatasnya fasilitas cyber-net di sekolah-
sekolah. Saat ini, pemberian akses internet dengan biaya yang terjangkau di pusat-
pusat pendidikan dan sekolah sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka
percepatan peningkatan dan pengembangan kualitas SDM di Provinsi Jambi.
Kemajuan IPTEK dalam dunia kesehatan juga sangat pesat perkembangannya
akhir-akhir ini. Namun bagi masyarakat provinsi Jambi akses untuk memperoleh
manfaat dari kemajuan IPTEK di bidang kesehatan ini sangat jauh dari ideal. Hal ini
disebabkan belum memadainya fasilitas kesehatan dengan peralatan yang
representatif di Provinsi Jambi disamping pelayanan rumah sakit yang sangat jauh
dari sikap hospitality (keramahan). Keadaan tersebut menyebabkan sebagian
masyarakat Jambi yang berpunya terpaksa berobat ke pusat ibukota negara (Jakarta)
atau ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kedepan penyediaan rumah
sakit yang representatif dan mengikuti perkembangan teknologi kesehatan sudah
mutlak harus di hadirkan di Provinsi Jambi dalam rangka pemenuhan dan peningkatan
kualitas kesehatan masyarakat.
B. Sasaran
B. Arah Kebijakan
- 62
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
Tujuan program ini adalah meningkatkan fokus dan mutu kegiatan penelitian
dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan
kebutuhan pembangunanan daerah.
Tujuan program ini adalah mendorong proses diseminasi hasil penelitian serta
pemanfaatannya oleh dunia usaha, industri, dan masyarakat.
- 63
Agenda Pembangunan
- 64
Agenda Pembangunan
Provinsi Jambi, secara umum pengelolaan SDA yang yang dikelola masih belum
berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup, bahkan
cendrung agresif, exploitatif dan expansif sehingga daya dukung lingkungan menurun,
ketersediaan SDA menipis, bahkan cendrung sudah berada pada tahap yang sangat
mengkuatirkan. Hal ini sangat terlihat sampai saat ini masih sangat maraknya
kejadian pembalakan liar (illegal logging), tebang berlebih (over cutting) serta
penyeludupan kayu ke luar negeri yang telah mempercepat pengurangan sebagian
besar hutan di Provinsi Jambi.
A. Permasalahan
Terus menurunnya kondisi hutan Provinsi Jambi. Pegelolaan hutan yang tidak
berkelanjutan yang telah dipraktekkan dalam dekade terakhir telah menimbulkan
dampak negatif. Hal ini terlihat dari sangat tingginya lajunya penurunan luas hutan
di Provinsi Jambi yang mencapai -2,44% per tahun dalam kurun waktu 13 tahun
terakhir. Kalau pada tahun 1991, luas kawasan hutan Provinsi Jambi mencapai
2.888.718 ha maka pada tahun 2003 menurun menjadi 2.148.950 ha. Dalam kurun
waktu 13 tahun telah terjadi penurunan kawasan hutan seluas 739.768 ha. Bahkan
hasil protret citra satelit menunjukkan sampai tahun 2004, Provinsi Jambi telah
kehilangan hutan lebih kurang 1 juta hektar (Bakorsultanal, 2004). Kondisi ini juga
berimplikasi pada degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) yang diakibatkan
kerusakan hutan dan sedimentasi yang tinggi menyebabkan kapasitas daya tampung
sungai Batanghari dan anak-anaknya semakin menurun. Kejadian ini sangat
berdampak pada meningkatnya debit air sungai secara tidak terkendali di musim
hujan. Hal ini berakibat pada meningkatnya frekwensi banjir sepanjang tahun.
Seringnya banjir sangat berdampak pada pola tanam dan sangat berpengaruh pada
produktivitas hasil pertanian masyarakat. Bahkan tidak jarang tingginya frekwensi
banjir yang datang secara tiba-tiba telah menghancurkan sumber kehidupan
(pertanian) yang merupakan sumber ekonomi dan mata pencarian sebagian besar
masyarakat di Provinsi Jambi.
Dimasa lalu sistem pengelolaan hutan didominasi oleh pemberian hak
pengusahaan hutan (HPH) kepada pihak-pihak tertentu secara tidak transparan tanpa
mengikutsertakan masyarakat setempat, masyarakat adat, maupun pemerintah
daerah. Kondisi ini diperparah dengan dengan tidak berjalannya kontrol sosial,
pemegang HPH cenderung mengejar keuntungan jangka pendek sebesar-besarnya.
Kerena Pengelolan yang tidak berkelanjutan satu demi satu perusahaan HPH di
Provinsi Jambi berguguran. Hal ini terlihat, memasuki tahun 2001 masih terdapat 14
perusahaan HPH di Provinsi Jambi. Namun pada pertengahan 2003, hanya ada dua
perusahaan HPH yang masih aktif, sedangkan hutan tanaman industri (HTI), dari 10
perusahaan, hanya tiga yang masih aktif. Hak pengusahaan hutan yang sekarang
tidak beroperasi lagi kini meninggalkan permasalahan yang kompleks. Pada HPH dan
HTI yang tidak beroperasi ini lahan yang ditinggalkan rawan perambahan dan
menjadi persoalan tersendiri sehingga perlu dipikirkan dimasa mendatang. Disamping
itu banyaknya lahan-lahan tak bertuan yang kondisinya tidak memungkinkan lagi
sebagai daya dukung satwaliar dan fungsi ekologis yang baik. Tidak adanya
pengelolaan yang baik akan semakin memperparah kondisi mengingat perlu waktu
dan biaya yang sangat besar untuk mengembalikan kondisi seperti semula. Untuk ke
- 65
Agenda Pembangunan
Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Pengelolan hutan yang tidak berkelanjutan
di Provinsi Jambi seperti Illegal logging (pembalakan liar), over cutting (tebang
berlebih) serta tejadi konversi lahan perkebunan seperti sawit telah meningkatkan
kerusakan ekosistim dalam tatanan DAS. Pada saat ini diperkirakan DAS Batangahari
sudah berada dalam kondisi kritis. Kerusakan DAS ini juga dipacu oleh pengelolaan
DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaannya yang masih
lemah. Keadaan ini dapat memepengaruhi dan mengancam keseimbangan ekosistem
secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk
irigasi, industri, dan konsumsi rumah tangga. Untuk mengakomodir keseimbangan
ini perlu dirancang suatu modus pengelolaan yang mencakup lima kriteria yang
diformulasikan kedalam suatu bingkai Sustainable, Multistakeholders, Acceptable,
Realistic, dan Technologi Base (SMART) watersed management.
Sumberdaya alam Provinsi Jambi lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah
daerah kawasan pesisir dan laut seperti di Kabupaten Tanjab Barat dan Tanjab
Timur. Dengan diterapkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
- 66
Agenda Pembangunan
luas perairan pesisir Provinsi Jambi mencapai 12 mil laut dari garis pantai Pulau
Berhala. Di perairan yang cukup luas ini hidup beraneka ragam sumberdaya hayati
yang berpotensi sebagai lahan budidaya ikan juga terdapat potensi hutan mangrove
dengan jenis bakau, pidada, serta jenis lainnya yang sangat potensial untuk menjaga
kondisi pantai dari erosi air laut. Sumberdaya kelautan dan pesisir di Provinsi Jambi
tersebar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Luas lautan Provinsi Jambi mencapai 425,5 km2 telah menghasilkan 51.426 ton ikan
tahun 2004. Kegiatan perikanan laut telah memberikan lapangan kerja bagi 3.159
orang yang terdiri dari nelayan penuh 2.053 orang, nelayan sambilan utama 631
orang dan sambilan tambahan 474 orang. Sesuai dengan luas wilayah perairan,
jumlah nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur mencapai 2.114 orang atau
66,91% dari total nelayan Provinsi Jambi. Namun yang perlu mendapat perhatian ke
depan adalah ekosistem pesisir dan laut semakin rusak dan terjadinya ekspolitasi
sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak terkendali sehingga menyebabkan
kerusakan ekosistim.. Disamping itu pengeloaan sumberdaya pesisir dan laut
cendrung tidak efisien dan mengancam biota-biota laut dilindungi. Keadaan ini juga
diperburuk oleh pencurian ikan serta penangkapan yang tidak ramah lingkungan atau
penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bahan
peledak dan racun (potasium) masih banyak terjadi sehingga merusak ekosistem
terumbu karang yang merupakan habitat ikan yang sangat penting. Disamping itu
paradigma pembangunan pesisir dan laut masih cendrung terpisah dari pembangunan
daratan. Hal ini diperburuk oleh upaya pengendalian dan pengawasan yang belum
optimal akibat kurangnya sarana dan alat penegakan hukum di laut. Selain itu,
jumlah dan kapasitas petugas pengawas, sistem pengawasan, partisipasi masyarakat,
dan koordinasi antar instansi terkait juga masih lemah.
Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan/pantai mangrove serta
terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang telah mengakibatkan erosi
pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Untuk ke depan
sangat diperlukan upaya meningkatkan konservasi pesisir dan laut, serta rehabilitasi
ekosistem yang rusak. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sistem
pengendalian dan pengawasan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di
wilayah pesisir dan laut. Disamping itu penataan industri perikanan dan kegiatan
ekonomi masyarakat di wilayah pesisir juga sangat penting diperhatikan.
Disamping itu, laju sedimentasi yang cukup tinggi juga sangat berperan
merusak kwasan pesisir timur provinsi Jambi yang merupakan muara sungai Batang
Hari. Hal ini terlihat dari terjadinya pendangkalan yang cukup cepat, yang
disebabkan cukup tingginya laju sedimentasi sebagai akibat kegiatan pengelolan
lahan hutan yang tidak berkelanjutan di kawasan hulu sungai terutama yang dilalui
sungai Batang Hari dan anak-anaknya. Disamping itu pencemarannya yang cukup
memprihatinkan juga perlu diperhatikan terutama pecemaran yang berasal dari dari
kegiatan industri, rumah tangga, pertanian, kegiatan perhubungan.
Dengan beroperasi dan akan dibukanya beberapa pertambangan, seperti
tambang batubara di beberapa kabupaten perlu mendapat perhatian ke depan.
Karena selama ini citra pertambangan selalu dipersepsikan dengan citra yang selalu
merusak lingkungan. Hal ini disebabkan karena sifat usaha pertambangan terutama
pertambangan batubara, khususnya pertambangan yang sifatnya terbuka (open pit
mining), selalu merubah bentangan alam sehingga mempengaruhi ekosistim dan
habitat aslinya. Pertambangan terbuka ini akan dapat mengganggu keseimbangan
fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia sehingga
keberadaan pertembangan semacam ini selalu di tolak atau menimbulkan pro dan
kontra di tengah masyarakat. Kondisi ini, khususnya untuk provinsi Jambi di perburuk
dengan maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di sepanjang DAS Batang hari dan
- 67
Agenda Pembangunan
anak-anak sungainya. Aktivitas PETI yang juga menggunakan ‘Air Raksa atau
Mercury’’ ini disamping akan mencemari air sungai yang sangat dibutuhkan untuk
keperluan sehari-hari, juga akan dapat mencemari air untuk kegiatan pertanian dan
perikanan.
Disamping itu dalam permasalahan pertambangan juga perlu diwaspadai adalah
terjadinya penurunan hasil tambang sejak beberapa tahun belakangan ini. Hal ini
terlihat dari jumlah hasil minyak mentah yang dihasilkan dari tahun 2000 mencapai
8.905.570 barrel turun menjadi 4.108.653 barrel tahun 2003. Hal yang sama juga
terjadi pada produksi gas alam dari 667.465 MMBTU tahun 2000 menjadi hanya 27.020
MMBTU tahun 2003. Sedangkan produksi batubara juga terjadi penurunan dari 60.585
ton tahun 2000 menjadi hanya tinggal 8.206 ton tahun 2003. Fenomena terjadinya
penurunan produksi hasil tambang ini perlu didalami dan dipertanyakan apakah hal
ini disebabkan memang cadangan hasil tambang kita yang mulai menipis sehingga
hasil tambang menurun secara signifikan. Atau saat ini tidak banyak lagi dilakukan
explorasi terhadap sumber-sumber tambang baru karena iklim investasi yang kurang
kondusif seperti retribusi atau perpajakan, pembagian saham, serta peraturan
lainnya yang memperpanjang rantai perijinan usaha pertambangan yang harus dilalui
untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi di Provinsi Jambi.
Di sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli juga belum berjalan baik. Kerusakan
ekosistem dan perburuan satwa dan tumbuhan yang dilindungi secara liar, yang
dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama bagi
keanekaragaman hayati dan tanaman obat-obatan. Tingginya ancaman terhadap
keanekaragaman hayati (biodiversity) perlu diantisipasi ke depan, terutama yang
berpotensi tetapi belum banyak dimanfaatkan seperti tanaman obat-obatan yang
berjumlah 68 jenis di areal Taman Nasional Bukit Dua Belas dan kawasan hutan
lainnya.
Selanjutnya penurunan kualitas udara di Provinsi Jambi terutama kota Jambi
sudah berada pada tahap yang mengkuatirkan, karena kota Jambi beserta lima kota
lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Pekan Baru dalam
satu tahun hanya menikmati udara bersih selama 22 sampai 62 hari saja. Dalam
penurunan kualitas udara ini, senyawa yang perlu mendapat perhatian serius adalah
partikulat (PM10), karbon monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). Adapun
sumber pencemaran udara terutama berasal dari buang kendaraan dan kebakaran
hutan.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah dalam wewenang dan tanggungbjawab
pengelolaan kehutanan, peraturan perundang-udangan yang kurang memadai, terjadi
berbagai penafsiran aturan dalam pengelolaan kehutanan. Hal mengakibatkan
percepatan laju kerusakan hutan , karena besarnya tekanan terhadap kehutanan. Hal
ini sebagai akibat karena belum adanya kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan
hutan belum jelas. Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan lebih menekankan pada bagaimana idealnya hutan dikelola, dilain pihak
kewenangan dalam pengelolaan tidak terwadahi dengan jelas siapa yang berwenang
mengelola hutan. Kemudian saat ini telah adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur hubungan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam hal kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian, bagi hasil, penyerasian lingkungan dan tata ruang,
namun UU pemerintah daerah tersebut masih perlu peraturan perundang-undangan
lebih lanjut untuk kejelesan kewenangan pengelolaan kehutanan.
Dalam satu dekade terakhir ini, terjadinya kecendrungan peningkatan yang
signifikan pencemaran akibat limbah padat, cair, maupun gas, tidak terlepas dari
terjadinya peningkatan pendapatan dan perubaan gaya hidup masyarakat di
- 68
Agenda Pembangunan
perkotaan disamping peningkatan jumlah penduduk. Untuk limbah padat, hal ini
membebani sistem pengelolaan sampah, khususnya tempat pembuangan akhir
sampah (TPA). Selain itu, sampah juga belum diolah dan dikelola secara sistematis,
hanya ditimbun begitu saja (land fill), sehingga mencemari tanah maupun air, dan
mengancam kesehatan masyarakat. Terjadinya penurunan kualitas air di badan-
badan air akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan industri juga memerlukan
upaya pengelolaan limbah cair yang terpadu antar sektor terkait. Keadaan ini
diperburuk oleh sangat kurangnya koordinasi lintas daerah/pusat dalam pengelolaan
LH akibat mispersepsi OTDA.
Untuk Provinsi Jambi terutama di perkotaan semakin tingginya intensitas
kegiatan industri, kebakaran hutan dan kontribusi asap kendaraan bermotor menjadi
pemicu memburuknya kualitas udara. Ke depan, pengaturan mengenai sistem
pengelolaan dan pengendalian gas buang (emisi), baik industri maupun transportasi
diperlukan sebagai upaya peningkatan perbaikan kualitas udara. Selain itu, limbah
yang berasal dari rumah sakit, industri, dan permukiman juga belum dikelola secara
serius dan mendesak untuk dibenahi segera.
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan hasil tambang sangat dirasakan masih
kurangnya akurasi data potensi bahan galian tambang di Provinsi Jambi sehingga
potensi tambang belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan dalam
pengelolaan pertambangan terlihat kurangnya perhatian dan tanggung jawab
masyarakat pelaku tambang dalam aspek K3 dan lingkungan hidup disamping
maraknya kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) . Secara umum dapat dikatakan
dalam pengelolaan penambangan terlihat tanggung jawab sosial dan ekonomi
perusahaan pertambangan terhadap masyarakat (community development) disekitar
lingkaran tambang belum optimal.
Sampai saat ini kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan masih
rendah dan bahkan beranggapan bahwa sumber daya alam akan tersedia selamanya
dalam jumlah yang tidak terbatas, secara cuma-cuma. Air, udara, iklim, serta
kekayaan alam lainnya dianggap sebagai anugerah Tuhan yang tidak akan pernah
habis. Demikian pula pandangan sebagian masyarakat bahwa lingkungan hidup akan
selalu mampu memulihkan (recovery) daya dukung dan kelestarian fungsinya sendiri.
Pandangan tersebut menjadikan masyarakat tidak termotivasi untuk ikut serta
memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup di sekitarnya. Keadaan juga
diperpuruk oleh permasalahan lainnya seperti seperti kebodohan, kemiskinan dan
keserakahan.
B. Sasaran
- 69
Agenda Pembangunan
1. Turunnya angka pelanggaran dan perusakan sumber daya pesisir dan laut.
2. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir dan laut yang berbasis masyarakat.
3. Terselenggaranya pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang efisien dan
berkelanjutan.
4. Meningkatnya luas kawasan konservasi laut dan meningkatnya jenis/genetik biota
laut langka dan terancam punah.
5. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah.
6. Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang terjaga kebersihan, kesehatan, dan
produktivitasnya.
1. Optimalisasi peran migas dan mineral atau hasil tambang lainnya dalam
penerimaan PAD untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatnya investasi pertambangan dan sumber daya mineral dengan perluasan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
3. Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan.
- 70
Agenda Pembangunan
C. Arah Kebijakan
1. Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir secara lestari
berbasis masyarakat.
2. Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumber
daya laut dan pesisir, yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat.
3. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir serta merehabilitasi ekosistem yang
rusak.
4. Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir,
laut, perairan tawar.
5. Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya laut dan pesisir.
- 71
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
Program ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi hutan secara lebih efisien,
optimal, adil, dan berkelanjutan dengan mewujudkan unit-unit pengelolaan hutan
produksi lestari dan memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM);
1. Pemberantasan dan penertiban penebangan liar dan hasil hutan illegal serta
penegakan hukum.
2. Perlindungan dan penertiban penggunaan kawasan hutan, peredaran,
perdagangan dan pemilikan satwa/tumbuhan liar yang dilindungi.
3. Penataan ulang dan penetapan kawasan hutan.
4. Optimalisasi penerimaan bukan pajak dari sumber daya alam sektor kehutanan.
5. Pengendalian peralatan pengusahaan hutan dalam rangka menuju sustainable
forest management.
6. Revitalisasi industri kehutanan.
7. Pengembangan hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungannya.
8. Rehabilitasi dan Konservasi sumber daya hutan.
9. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengamanan hutan.
- 72
Agenda Pembangunan
1. Pengelolaan sumber daya pesisir dan lautl secara efisien, dan lestari berbasis
masyarakat.
2. Pengembangan sistem MCS (monitoring, controlling, and surveillance) dalam
pengendalian dan pengawasan, termasuk pemberdayaan masyarakat dalam sistem
pengawasan.
3. Peningkatan penguasaan dan pemanfaatan teknologi kelautan.
4. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi laut, dan rehabilitasi habitat
ekosistem yang rusak seperti terumbu karang, hutan mangrove.
5. Peningkatan peran aktif masyarakat melalui kemitraan dalam pengelolaan sumber
daya laut dan pesisir.
6. Penataan dan peningkatan kelembagaan, termasuk lembaga masyarakat di tingkat
lokal.
7. Penegakan hukum secara tegas bagi para pelanggar dan perusak sumber daya laut
dan pesisir.
8. Pengembangan wawasan kelautan, terutama bagi generasi muda dan anak-anak
sekolah.
- 73
Agenda Pembangunan
Tujuan program ini adalah untuk melindungi sumber daya alam dari kerusakan
dan mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin kualitas
ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan
baik.
1. Perlindungan sumber daya alam dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak
terkendali terutama di kawasan konservasi, serta kawasan lain yang rentan
terhadap kerusakan.
2. Perlindungan hutan dari kebakaran.
3. Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan DAS terpadu.
4. Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan,
baik yang ada di daratan, maupun di pesisir dan laut.
5. Pengembangan kemitraan dengan perguruan tinggi, masyarakat setempat,
lembaga swadaya masyarakat, legislatif, dan dunia usaha dalam perlindungan dan
pelestarian sumber daya alam.
6. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan
sumber daya alam.
7. Pengembangan hak-paten jenis-jenis keanekaragaman hayati asli provinsi dan
sertifikasi jenis.
8. Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Program ini bertujuan untuk merehabilitasi alam yang telah rusak dan
mempercepat pemulihan cadangan sumber daya alam, sehingga selain berfungsi
sebagai penyangga sistem kehidupan juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan
secara berkelanjutan.
- 74
Agenda Pembangunan
7. Program Peningkatan Kualitas Dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses informasi sumber
daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan
sumber daya alam dan perlindungan fungsi lingkungan hidup.
1. Penyususunan data SDA baik data potensi maupun data daya dukung kawasan
ekosistim.
2. Penyusunan Model SMART Batanghari Watershed Management.
3. Penyebaran dan peningkatan akses informasi kepada masyarakat dan dunia usaha
terhadap potensi SDA dan LH.
4. Pengembangan valuasi sumber daya alam meliputi hutan, air, pesisir, dan
cadangan mineral.
5. Penyusunan data potensi sumber daya hutan.
6. Penyebaran dan peningkatan akses informasi kepada masyarakat terhadap potensi
sumber daya alam dan lingkungan.
7. Peningkatan pelibatan peran masyarakat dalam bidang informasi dan pemantauan
kualitas lingkungan hidup.
- 75
Agenda Pembangunan
1. Pemantauan kualitas udara dan air tanah dan air permukaan khususnya di
perkotaan dan kawasan industri; kualitas air permukaan terutama pada kawasan
sungai padat pembangunan.
2. Pengawasan penataan baku mutu limbah, emisi atau gas buang dan pengelolaan
B3.
3. Peningkatan fasilitas laboratorium lingkungan serta fasilitas pemantauan udara
(ambient).
4. Sosialisasi penggunaan teknologi bersih dan eko-efisiensi di berbagai kegiatan
manufaktur dan transportasi.
5. Peningkatan produksi dan penggunaan pupuk kompos yang berasal dari limbah
domestik perkotaan.
6. Peningkatan peran masyarakat dan sektor informal khususnya pemulung dan lapak
dalam upaya pemisahan sampah dan 3R (Reduce, Reuse, Recycle);
7. Pengkajian pendirian perusahaan TPA.
8. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif terhadap kegiatan-kegiatan yang
berpotensi mencemari lingkungan seperti industri dan pertambangan.
9. Pengembangan dan penerapan berbagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup
termasuk tata ruang, kajian dampak lingkungan dan perijinan.
10. Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, termasuk teknologi
tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah, dan
teknologi industri yang ramah lingkungan
- 76
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 77
Agenda Pembangunan
BPN, yaitu hanya mencapai 21,63 persen (tahun 2001). Di Provinsi Jambi program
sertifikasi ini telah dirintis oleh HKTI Provinsi Jambi, tetapi masih mengalami
hambatan struktural dan teknis yang tidak memungkinkan program sertifikasi
berjalan, meskipun sudah dianggarkan dalam APBD Provinsi Tahun 2004. Masalah lain
adalah minimnya skses masyarakat perdesaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
Tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, pertambangan dan
pesisir masih tergolong rendah, bahkan sebagian besar tergolong miskin.
Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan. Ini tercermin
dari jumlah rumah tangga yang ada di Provinsi Jambi tidak memiliki akses fasilitas air
minum 26,60% atau sebanyak 166.488 rumah tangga, yang menggunakan fasilitas
sendiri sebesar 51,99 persen, fasilitas bersama dan umum sebesar 10,77 persen,
jaringan leding sebesar 17,77 persen dan yang masih mengkonsumsi air sungai dan air
hujan sebesar 24,18 persen, jumlah rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas
listrik PLN mencapai 10,12 persen (63.3979 rumah tangga), 21,28 persen tidak
memiliki prasarana tempat buang air besar, 13,82 persen menggunakan failitas
bersama dan umum, serta 34,49 persen membuang tinja ke sungai. Selain itu,
sebagai gambaran yang terjadi dapat diamati bahwa pada tingkat nasional, total area
kerusakan jaringan irigasi yang mencapai sekitar 30 persen, rasio elektrifikasi
kawasan perdesaan yang baru mencapai 78 persen (tahun 2003), jumlah desa yang
tersambung prasarana telematika baru mencapai 36 persen (tahun 2003), persentase
rumah tangga perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan air minum
perpipaan baru mencapai 6,2 persen (tahun 2002), persentase rumah tangga
perdesaan yang memiliki akses ke prasarana air limbah baru 52,2 persen (tahun
2002), meningkatnya fasilitas pendidikan yang rusak, terbatasnya pelayanan
kesehatan, dan fasilitas pasar yang masih terbatas.
Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketrampilan
rendah (low skilled). Ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk
Provinsi Jambi yang berusia 10 tahun ke atas pada tahun 2003 baru mencapai 6,77
tahun atau rata-rata tamat SD/MI. Sebagai gambaran pada tingkat nasional, bahwa
proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan
SMP/MTs ke atas hanya 23,8 persen, jauh lebih rendah dibanding penduduk
perkotaan yang jumlahnya mencapai 52,9 persen. Kemampuan keaksaraan penduduk
perdesaan juga masih rendah yang ditunjukkan oleh tingginya angka buta aksara yang
masih sebesar 13,8 persen atau lebih dari dua kali lipat penduduk perkotaan yang
angkanya sudah mencapai 5,49 persen (Susenas 2003). Angka-angka persentase
tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan gambaran tentang kualitas SDM
masyarakat perdesaan Jambi di luar kawasan transmigrasi.
Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi
peruntukan lain. Di Provinsi Jambi terdapat kawasan budidaya seluas 4.048.066 ha
(79,37%), dari jumlah tersebut 54,28 persen merupakan kawasan pertanian dan non
pertanian serta sisanya merupakan kawasan hutan produksi. Dewasa ini, di samping
terjadinya peningkatan luas lahan kritis akibat erosi dan pencemaran tanah dan air,
isu paling kritis terkait dengan produktivitas sektor pertanian adalah penyusutan
lahan sawah, terutama pada kabupaten lumbung padi seperti Kabupaten Kerinci,
Tanjab Timur dan Tanjab Barat. Kondisi ini selain didorong oleh timpangnya nilai
land rent pertanian dibanding untuk permukiman, juga diakibatkan lemahnya
penegakan peraturan yang terkait dengan RTRW di tingkat lokal.
Meningkatnya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sumber
daya alam dan lingkungan hidup sebenarnya merupakan aset yang sangat berharga
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dan dimanfaatkan
secara optimal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Namun
demikian, potensi ini akan berkurang bila praktek-praktek pengelolaan yang
- 78
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
- 79
Agenda Pembangunan
memiliki akses terhadap pelayanan air minum; dan (iv) seluruh rumah tangga
telah memiliki jamban sehingga tidak ada lagi yang melakukan ”open defecation”
(pembuangan di tempat terbuka);
5. Meningkatnya akses, kontrol dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam
kegiatan pembangunan perdesaan yang ditandai dengan terwakilinya aspirasi
semua kelompok masyarakat dan meningkatnya kesetaraan antara perempuan
dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan
pembangunan.
C. Arah Kebijakan
D. Program-Program Pembangunan
- 80
Agenda Pembangunan
I. Program-Program Unggulan
Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas sumber daya manusia
perdesaan melalui peningkatan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar
dan menengah yang bermutu dan terjangkau di kawasan perdesaan; (2)
meningkatkan relevansi antara pendidikan dan pasar tenaga kerja melalui pendidikan
kecakapan hidup termasuk kecakapan vokasional yang sesuai potensi dan karakter di
tingkat lokal; (3) memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.
Program ini bertujuan untuk melindungi sumber daya alam dari kerusakan dan
mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin keragaman ekosistem
agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.
- 81
Agenda Pembangunan
1. Perlindungan sumber daya alam dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak
terkendali, terutama kawasan-kawasan konservasi dan kawasan lain yang rentan
terhadap kerusakan;
2. Perbaikan pengelolaan SDA adan pelestarian fungsi lingkungan pasca usaha
pertambangan;
3. Optimalisasi pemanafaatan SDA yang berwawasan lingkunga termasuk sumberdaya
kelautan;
4. Rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumberdaya alam;
5. Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan;
6. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam perlindungan dan konservasi
sumber daya alam;
7. Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan sumber
daya alam; dan
8. Pengembangan dan pemasyarakatan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.
- 82
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
usaha ekonomi di kawasan perdesaan; (2) mendorong penciptaan lapangan kerja
berkualitas di perdesaan terutama di sektor non pertanian; dan (3) meningkatkan
keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa berbasis sumber
daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan dalam kerangka meningkatkan sinergi
dan keterkaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.
Untuk Provinsi Jambi, sektor pertanian dalam arti luas (Tanaman Pangan dan
bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan)
masih merupakan penopang keberlanjutan pembangunan. Keadaan ini terlihat sampai
tahun 2004 sektor pertanian masih memberikan kontribusinya 28,29% dari produk
domestic regional bruto (PDRB) Provinsi Jambi. Sektor pertanian bagi provinsi Jambi
juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan ketersedian
pangan. Dalam hal penyangga dalam penyerapan tenaga kerja, terlihat lebih separuh
- 83
Agenda Pembangunan
jumlah tenaga kerja bekerja di sektor pertanian, karena pada tahun 2003, jumlah
yang bekerja di sektor pertanian mencapai 687 ribu orang atau 64,4% dari seluruh
tenaga kerja (Sensus Pertanian, 2003). Sedangkan untuk pemenuhan ketersedian
pangan serta dalam rangka memenuhi hak atas pangan bagi masyarakat Jambi,
sampai 2004 belum semua komoditi di sektor pertanian mampu dalam penyediaaan
pangan seperti beras untuk konsumsi sebanyak 343.517 ton dengan surplus 20.248
ton, jagung 25.147 ton dengan surplus 24.430 ton, daging ruminansia 4.268 ton
dengan surplus 2.073 ton, ikan 53.947 ton dengan surplus 5.585 ton. Namun
penyediaan kedelai hanya mampu disediakan 2.312 ton sedangkan kebutuhannya
mencapai 12.667 ton ton atau minus -10.355 ton. Hal yang sama juga terjadi pada
penyediaan daging non ruminansia yang hanya mampu disediakan sebanyak 7.503 ton
atau ketersediaanya minus -619 ton, demikian juga halnya dengan ketersediaan telur
6.496 ton dan mengalami minus -8.571 ton (Badan Bimas Ketahanan Pangan 2004).
A. Permasalahan
- 84
Agenda Pembangunan
dan kualitas SDM pertanian; (v) pengelolaan sumberdaya perikanan belum optimal
dilakukan, (vi) terdapatnya penurunan hasil hutan (kayu) sedangkan pemanfaatan
hasil non kayu belum optimal, serta (vii) lemahnya infrastruktur (fisik dan non fisik)
di sektor pertanian.
Relatif masih rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan cukup tingginya angka
kemiskinan petani dan nelayan. Untuk provinsi Jambi, walaupun kontribusi sektor
pertanian mencapai 28,29% dari PDRB dan 64,40% dari seluruh tenaga yang bekerja di
sector pertanian, namun kesejahteraan belum mengalami peningkatan berarti sampai
saat ini. Hal ini disebabkan belum mengalami perubahan yang berartinya nilai tukar
petani (NTP) dari produk-produk yang dihasilkan petani dalam beberapa tahun
terakhir. NTP merupakan ratio antara indeks harga yang diterima petani dengan
indeks harga yang dibayarkan petani dan jika NTP nilainya lebih besar dari 100
berarti tingkat daya beli petani membaik sehingga dapat disimpulkan petani lebih
sejahtera dan demikian sebaliknya. Pada tahun 2000 NTP di Provinsi Jambi sebesar
92,9 dan pada tahun 2004 sebesar 94,5. Berdasarkan angka NTP di atas dapat
disimpulkan walaupun terjadi kanaikan nilai tukar petani, namun dengan tingkat NTP
masih 94,5 tahun 2004, dapat diterjemahkan bahwa tingkat kesejahteraan petani di
provinsi Jambi belum menggembirakan sesuai dengan harapan. Rendahnya tingkat
kesejahteraan petani juga dapat dilihat dari masih rendahnya upah buruh tani di
banding upah buruh bangunan/industri. Rendahnya kesejahteraan terbut juga
terindikasi atau terlihat dari rata-rata upah nominal buruh tani pada tahun 2003
sebesar Rp. 13.250,- per hari sedangkan upah buruh bangunan/industri per kotaan
telah mencapai 35.000 per hari (Sensus Pertanian, 2003). Jadi untuk Provinsi Jambi,
dapat dikatakan walaupun sektor pertanian cukup beperan dan kontribusinya
mencapai 28,29% dari produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Jambi, namun
berdasarkan angka NTP di atas terlihat bahwa kesejahteraan petani dan nelayan
tidak mengalami perubahan beberapa tahun belakangan ini.
Selanjutnya, telah diketahui bahwa secara umum sekitar 60 persen kelompok
masyarakat miskin berusaha dibidang pertanian, perikanan dan kehutanan, yang
masih tradisional dan bersifat subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan
sumber permodalan, menyebabkan masyarakat petani/nelayan, dan masyarakat
pesisir tidak dapat mengembangkan usahanya secara layak ekonomi. Keadaan ini juga
sangat erat kaitannya dengan rata-rata tingkat pendidikan mereka umumnya hanya
tamat Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat SD, sehingga sulit untuk
mengadopsi adopsi inovasi teknologi dan perbaikan usaha yang diberikan.
- 85
Agenda Pembangunan
Masih sangat terbatasnya akses petani dan nelayan terhadap permodalan dan
pemasaran produknya. Dukungan kredit untuk sektor pertanian dalam mendukung
kebutuhan modal usaha petani dan nelayan masih terbatas. Upaya yang dilakukan
selama ini dalam penguatan modal petani adalah melalui kredit usaha penguatan
ekonomi masyarakat (KUPEM) dengan dana 15 miliar yang sejak tahun 2001. Selama
2001-2004 telah terealisasi penyaluran dana KUPEM pada nasabah dengan usaha
peternakan, pertanian, perikanan serta industri perdagangan dan jasa. Sampai pada
posisi September Tahun 2004 dana KUPEM yang dianggarkan untuk pengusaha kecil
dan menengah sebesar 15 M milliard rupiah dan telah tersalurkan sebesar
Rp.12.626.590.000 (84,17%) sampai posisi 30 September 2004 di 10 Kabupaten Kota.
Dengan telah disalurkannya dana KUPEM disamping dapat memberikan penguatan
modal kepada kelompok untuk berusaha juga akan dapat memberi peluang untuk
menjadikan kelompok menjadi lembaga mikro di pedesaan. Namun kalau
dibandingkan dengan jumlah petani yang membutuhkan, dari kredit yang disalurkan
sangat jauh dari memadai, sehingga kredit KUPEM ini masih hanya berfungsi sebagai
stimulan saja. Karena sejak diluncurkannya KUPEM tahun 2001 sampai pertengahan
tahun 2003, nasabah atau petani yang dapat kredit hanya mencapai 1.654 nasabah
(KK) atau hanya 0,47% dari jumlah rumah tangga pertanian di Provinsi Jambi. Untuk
ke depan peluncuran kredit lunak semacam KUPEM perlu ditingkatkan jumlahnya
sehingga lebih banyak yang dapat diperkuat permodalannya dalam berusaha.
Sebab dengan terbatasnya permodalan tidak akan memotivasi petani atau
nelayan untuk mengadopsi inovasi teknologi dalam rangka meningkatkan
produktivitas, dan peningkatan added value produk yang dihasilkan, disamping
terjeratnya petani pada kredit tengkulak. Disamping permodalan, juga aksebilitas
petani terhadap prasarana dan sarana transportasi khususnya di kawasan sentra
dalam pemasaran produk yang dihasilkan akan menurunkan harga jual produk.
- 86
Agenda Pembangunan
Rendahnya nilai hasil hutan non kayu yang sebenarnya berpotensi untuk
meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat sekitar kawasan hutan. Peran
hutan umumnya hanya dipandang dari sisi produksi hasil kayunya saja. Padahal
beberapa penelitian menyebutkan bahwa nilai hutan dari hasil kayu hanya 7 persen,
sementara selebihnya berasal dari hasil hutan non kayu. Namun demikian sampai
sekarang yang dimanfaatkan masih terkonsentrasi pada kayu. Hal ini tercermin dari
belum tercatatnya nilai ekspor hasil hutan non kayu seperti rotan manau, madu di
provinsi Jambi (Sensus Pertanian Provinsi Jambi, 2003). Hasil hutan nonkayu yang
cukup potensial antara lain adalah rotan, tanaman obat-obatan, dan madu. Pada hal
Data FAO 2001 menunjukkan bahwa Indonesia mendominasi perdagangan rotan dunia
hingga 80 persen sampai 90 persen pasokan rotan dunia. Sementara itu, tanaman
obat dan hasil hutan non kayu lainnya belum cukup dihargai dan belum
terdokumentasi dengan baik karena tidak muncul dalam transaksi di pasar resmi.
Sementara, hasil sensus pertanian provinsi Jambi tahun 2003 terdapat sebanyak
18.769 KK atau diperkirakan 93.840 jiwa yang secara langsung mengandalkan
hidupnya pada kehutanan. Sebagian besar masyarakat ini hidup dari kegiatan
perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan menjual kayu, serta
mengumpulkan hasil hutan non kayu. Dengan pola pengusahaan yang masih
tradisional ini, potensi hasil hutan non kayu tidak dapat berkembang secara optimal
sehingga berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
sekitar dan bergantung dari hutan.
- 87
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
Ada empat langkah pokok yang ditempuh dalam Revitalisasi pertanian yakni
peningkatan kemampuan petani serta penguatan lembaga pendukungnya,
pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi dan daya saing
produk pertanian dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha
dan mendukung produksi pangan.
- 88
Agenda Pembangunan
3. Meningkatkan skala usaha yang dapat meningkatkan posisi tawar petani dan
nelayan.
D. Program-program Pembangunan
- 89
Agenda Pembangunan
- 90
Agenda Pembangunan
- 91
Agenda Pembangunan
- 92
Agenda Pembangunan
Kajian terhadap pembangunan daerah menjadi sangat penting pada saat ini
terutama karena masih adanya berbagai perbedaan yang mendasar. Pada tahun 1990,
PDRB perkapita di Provinsi terkaya (Kalimantan Timur) mencapai sekitar 16 kali lipat
dari Provinsi termiskin (Nusa Tenggara Timur). Bahkan setelah sektor migas tidak
diperhitungkanpun perbedaan tersebut masih tetap besar. Demikian juga kepadatan
penduduk beberapa daerah padat di Pulau Jawa angkanya melebihi 1000 orang
perkilometer persegi pada tahun 1990 sedangkan pada tahun 1999 sudah diatas 5.000
orang per km persegi. Hal yang sangat berbeda dengan keadaan daerah terpencil di
Irian Jaya yang kepadatan penduduknya hanya 4 orang, sementara kepadatan di
Kalimantan hanya 9 orang perkilometer persegi.
Isu daerah menjadi penting untuk beberapa alasan, salah satunya bersifat
politis. Secara politis, permasalahan etnis di Indonesia merupakan isu yang paling
sensitif bagi keutuhan persatuan dan kesatuan. Hal ini terbukti pada saat ini dimana
semangat persatuan kenegaraan mulai melemah dan rasa sentimen kedaerahan mulai
menguat. Sebagian masalah muncul akibat ketidakmerataan distribusi sumberdaya
alam serta keharusan bahwa penghasilan dari sumberdaya alam daerah harus
diserahkan hampir seluruhnya kepada pusat dan bukannya kepada daerah penghasil
itu sendiri. Atas dasar ini tidak heran kalau kemudian muncul ketidakpuasan pada
Provinsi-Provinsi yang kaya mineralnya seperti Irian Jaya, Aceh, Kalimantan Timur
dan Riau.
Alasan lain mengapa daerah sangat penting untuk Indonesia adalah berkaitan
dengan dinamika spasial yang terjadi didaerah-daerah. Terutama dalam konteks
penerapan otonomi daerah. Sejarah menunjukkan bahwa masalah kedaerahan di
Indonesia memperlihatkan adanya ketidakseimbangan yang mencolok antara Jawa
dan Pulau-pulau lainnya di luar Jawa. Pulau Jawa yang luasnya hanya 6% lebih
sedikit dari luas Indonesia dipadati lebih dari 60% penduduk Indonesia.
Provinsi Jambi merupakan suatu daerah yang sangat dinamis, baik dari segi
ekonomi maupun demografi. Di pihak lain, sifat khas banyak segi pertumbuhan
ekonomi yang dihasilkan melalui investasi berskala besar dan bercorakkan enclave
mengakibatkann banyak orang mempertanyakan mengenai interaksi yang sebenarnya
antara dinamisme ekonomi ini dan kesejahteraan sosial rakyat banyak. Kehadiran
beberapa industri besar di Jambi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
wilayah dan meyeimbangkan struktur ekonomi daerah dari ketergantungan pada
sektor primer ke industri yang berbasis pada industri pengolahan yang berasal dari
sektor pertanian (agroindustri).
Dalam konteks negara berkembang ketimpangan dan ketidakseimbangan
(disparities and imbalances) saling berkaitan dan melekat dalam struktur ekonomi
dan secara bersamaan menjadi kendala utama bagi proses akumulasi dan alokasi
serta menimbulkan kesenjangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan.
Ketimpangan dan ketidakseimbangan tersebut diatas menyangkut keempat rupa
sumberdaya produksi yang sekaligus merupakan dinamika dalam perkembangan
jangka panjang, yaitu: sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi,
sumberdaya alam, kapasitas produksi yang terpasang serta pemanfaatannya dan
perawatannya (Djodjohadikusumo, 1994).
Dalam perkembangan dewasa ini tampak adanya dua dimensi tambahan pada
transformasi dalam proses pembangunan, yaitu ekonomi daerah regional/spasial
(regional economics/spatial development) sebagai belahan yang inheren dalam
sistem ekonomi nasional dan pemeliharaan ekosistem yang kini lazim disebut sebagai
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut pola dan
arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam wilayah
negara kesatuan atau Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam
- 93
Agenda Pembangunan
sumberdaya manusia dan investasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya
akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan
perkapita antardaerah di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya
perbedaan dan ketimpangan pada pola, laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita
antar berbagai kawasan dalam suatu wilayah dalam satu negara. Dalam rangka
memperkecil ketimpangan pembangunan antar daerah perlu diambil langkah-langkah
untuk menyempurnakan sistem perencanaan pembangunan daerah sebagaimana yang
berlaku dewasa ini. Dalam kaitan ini pengertian pembangunan daerah harus
diperluas dari sekedar sebuah sektor dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional, menjadi sebuah perencanaan pembangunan daerah terpadu.
Penetapan kerangka perencanaan pembangunan daerah sebagai sebuah sektoral
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari proses
perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah adalah semua kegiatan
pembangunan yang ada atau dilakukan di daerah, yang unsur-unsurnya terdiri dari (1)
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek pembangunan nasional yang ada di daerah itu
sendiri, (2) kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek pembangunan daerah sendiri, diluar
yang sudah direncanakan oleh pemerintah pusat.
Usaha-usaha untuk melakukan pemerataan pembangunan antar daerah ingin
dicapai dengan mempergunakan jalur proyek-proyek. Walaupun dalam hal tertentu
usaha-usaha ini mampu mengurangi disparitas penyediaan sarana pelayanan sosial,
tetapi peranannya di dalam pembangunan daerah masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan program dan proyek-proyek sektoral.
Sejak tahun 1999 pertumbuhan ekonomi mulai meningkat, namun karena
sebagian besar daerah kabupaten masih mengandalkan pertumbuhan ekonominya
pada sektor primer seperti sumberdaya alam dan migas, menyebabkan tingkat
kesenjangan pendapatan antardaerah juga meningkat. Hal ini tergambar dari
kontribusi sektor primer masih relatif besar untuk terutama migas, untuk Provinsi
Jambi kontribusinya terus meningkat, bahkan pada saat ini sektor pertambangan
telah memberikan kontribusi sebesar 13,5 persen terhadap PDRB, dengan laju
pertumbuhan rata-rata selama periode 2000-2003 sebesar 18,36 persen per tahun.
Keadaan ini sebenarnya jika tidak disikapi dengan arif, akan berpengaruh pada
struktur ekonomi Provinsi Jambi yang pada gilirannya ketergantungan pada migas
menjadi besar, dan kreativitas untuk mendorong sektor lain dapat berkurang.
Dengan demikian jika dihubungkan dengan trend meningkatnya tingkat
kesenjangan pendapatan antardaerah, yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya
koefisien Williamson terutama tahun 1998 sampai tahun 2003 memberikan indikasi
bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat kesenjangan pendapatan antar
daerah dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi, untuk beberapa periode.
Karateristik wilayah yang sangat berbeda antara wilayah barat dan timur
membutuhkan penanganan yang berbeda pula, baik dalam pembangunan
infrastruktur maupun sumberdaya manusianya.
A. Permasalahan
- 94
Agenda Pembangunan
- 95
Agenda Pembangunan
Pembangunan perkotaan dan perdesaan ini saling terkait membentuk suatu sistem
pembangunan wilayah yang sinergis. Namun hal ini belum sepenuhnya terjadi di
Provinsi Jambi karena peran kota-kota sebagai ‘motor penggerak’ (engine of
development) belum berjalan dengan baik, terutama kota-kota di Muara Jambi,
Tanjung Jabung Timur, Muara Tebo dan Muara Bulian. Disamping itu pembangunan
kota-kota yang hirarkis juga belum sepenuhnya terwujud sehingga belum dapat
memberikan pelayanan yang efektif dan optimal bagi wilayah pengaruhnya.
Keterkaitan antar kota-kota dan antar kota-desa yang berlangsung saat ini tidak
semuanya saling mendukung dan sinergis. Masih banyak diantaranya yang berdiri
sendiri atau bahkan saling merugikan. Akibat nyata dari kesemua hal tersebut adalah
timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Ketidakseimbangan Pertumbuhan Antar Kota Jambi dengan Kota-kota
Menengah dan Kecil di Provinsi Jambi. Pertumbuhan kota Jambi saat ini relative
cepat, sedangkan pertumbuhan kota-kota kecil, terutama di luar Kota Jambi,
berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang ini
ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah menimbulkan
urbanisasi yang tidak terkendali.
Sejalan itu Myrdal (1957) menyatakan, bahwa dari masa ke masa investasi akan
mengalir dari daerah yang relatif miskin ke daerah-daerah yang relatif kaya. Gejala
ini timbul sebagai akibat dari kombinasi dua faktor berikut (1) tabungan yang ada di
daerah miskin walaupun jumlahnya kecil, tidak dapat digunakan secara efektif
karena kurangnya permintaan investasi daerah tersebut, (2) tabungan akan
diinvestasikan ke daerah yang relatif lebih kaya, karena akan lebih terjamin dan
memberikan keuntungan yang lebih besar. Keadaan semacam ini oleh Hirschman
disebut sebagai polarization effect yang ternyata lebih kuat dibandingkan dengan
trickle down effect yaitu faktor-faktor yang dapat menimbulkan pengaruh
menguntungkan bagi pertumbuhan suatu daerah.
Kecenderungan perkembangan semacam ini berdampak negatif (negative
externalities) terhadap perkembangan kota Jambi itu sendiri, maupun kota-kota
kecil di wilayah lainnya. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan
metropolitan, antara lain adalah: (1) terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap
sumber daya alam di sekitar kota Jambi untuk mendukung dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi; (2) terjadinya secara terus menerus konversi lahan pertanian
produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri; (3) menurunnya
kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan lingkungan
dan timbulnya polusi; (4) menurunnya kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena
permasalahan sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar
perkotaan; (5) tidak mandiri dan terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga
justru menjadi tambahan beban bagi kota inti. Terjadinya permasalahan tersebut
diatas mengindikasikan telah berlangsungnya ‘diseconomies of scale’ karena terlalu
besarnya jumlah penduduk perkotaan dan terlalu luasnya wilayah yang perlu dikelola
secara terpadu.
Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota. Kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan
dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini merupakan konsekuensi dari
perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh
swasta maupun pemerintah (infrastruktur dan kelembagaan) cenderung
terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain dari pada itu, kegiatan ekonomi di wilayah
perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang
dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat
mendorong perkembangan perdesaan (trickling down effects), justru memberikan
dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan (backwash effects).
- 96
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan tertinggal sangat
membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari pemerintah, sehingga
diharapkan dapat mempercepat pembangunan di wilayah-wilayah ini yang pada
akhirnya dapat meningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Sasaran dari pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah
adalah :
- 97
Agenda Pembangunan
C. Arah Kebijakan
- 98
Agenda Pembangunan
D. Program-program pembangunan.
I. Program Unggulan
- 99
Agenda Pembangunan
Program ini ditujukan untuk mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di Provinsi Jambi,
termasuk di wilayah-wilayah yang dihuni komunitas adat terpencil.
Program penataan ruang tidak akan berjalan secara efektif tanpa disertai
program pengelolaan pertanahan. Program pengelolaan pertanahan ditujukan untuk:
(1) meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui
penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan secara konsisten; (2)
memperkuat kelembagaan pertanahan di provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat; (3) mengembangkan sistem pengelolaan
dan administrasi pertanahan yang transparan, terpadu, efektif dan efisien dalam
rangka peningkatan keadilan kepemilikan tanah oleh masyarakat; dan (4)
melanjutkan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah secara berkelanjutan sesuai dengan RTRW dan dengan
memperhatikan kepentingan rakyat.
- 100
Agenda Pembangunan
Program ini ditujukan untuk: (1) menjaga kesatuan wilayah Provinsi Jambi
melalui penetapan hak yang dijamin oleh hukum nasional; (2) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan
dengan provinsi tetangga.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :
Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :
- 101
Agenda Pembangunan
Rencana tata ruang merupakan landasan atau acuan kebijakan spasial bagi
pembangunan lintas sektor maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis
dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) telah menetapkan
norma-norma spatial pemanfaatan ruang wilayah daerah. RTRW Provinsi berisikan:
(a) pola pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya di Provinsi
Jambi; (b) struktur pengembangan jaringan sarana dan prasarana wilayah, termasuk
pusat-pusat permukiman. Oleh karena itu, sangat penting untuk memanfaatkan RTRW
Provinsi Jambi sebagai acuan penataan ruang daerah, yang kemudian dijabarkan
kedalam RTRW Kabupaten/Kota.
Dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian ruang, program ini ditujukan
untuk: (1) menyerasikan peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang
terkait; (2) harmonisasi pembangunan penataan ruang antar wilayah kabupaten/kota;
(3) mengendalikan pemanfaatan ruang yang efektif dengan menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan keseimbangan pembangunan antar fungsi; (4)
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; serta
(5) mewujudkan sistem kelembagaan penataan ruang yang dapat meningkatkan
koordinasi dan konsultasi antar pihak.
- 102
Agenda Pembangunan
1. Permasalahan
- 103
Agenda Pembangunan
sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung
memanfaatkan pelayanan di puskesmas. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk
sistem jaminan sosial sangat terbatas terjangkau oleh masyarakat miskin. Rendahnya
layanan kesehatan juga disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh pusat layanan kesehatan sehingga masyarakat miskin tidak mampu
mendapatkan layanan kesehatan yang baik. Peranan swasta sangat terbatas dari apa
yang diharapkan. Rendahnya mutu dan terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan
akan mengakibatkan tingginya angka kematian.
Terbatasnya Akses & Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan. Salah satu
penyebab terjadinya perangkap kemiskinan karena rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat. Diperlukan berbagai upaya guna memenuhi kebutuhan tingkat
pendidikan dasar hingga menengah. Terbatasnya akses, biaya pendidikan yang tidak
terjangkau, mutu layanan pendidikan yang rendah merupakan beberapa hal yang
perlu menjadi perhatian serius.
Pada saat ini masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antar kelompok
masyarakat terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin dan antara
perdesaan dan perkotaan. Bila kondisi ini terus berlangsung maka kemiskinan
struktural akan sulit untuk di atasi dan ketimpangan dalam berbagai hal akan
semakin meluas. Perkembangan ke arah yang sangat memprihatinkan tersebut
memerlukan antisipasi secara dini dan bijak.
Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar
terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun
tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan oleh
Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran
sekolah. Pengeluaran lain diluar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis,
seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi
masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Di samping itu saat ini
ketersediaan fasilitas pendidikan untuk jenjang SMP/MTs ke atas di daerah
perdesaan, daerah terpencil dan kepulauan masih terbatas. Hal tersebut menambah
keengganan masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya karena bertambahnya
biaya yang harus dikeluarkan.
Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha. Penyebab utama terjadinya
kemiskinan adalah terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang berusaha,
lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya
perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh
migran perempuan dan pembantu rumahtangga.
Keterpaksaan untuk mendapatkan pekerjaan menyebabkan lemahnya daya
tawar masyarakat miskin dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang
merugikan. Masyarakat miskin juga harus mau menerima pekerjaan dengan imbalan
yang terlalu rendah dengan sistem kontrak yang sangat rentan terhadap pemutusan
hubungan kerja secara sepihak oleh pemberi kerja. Kesulitan ekonomi juga memaksa
anak dan perempuan untuk bekerja. Pekerja perempuan, khususnya buruh migran
perempuan dan pembantu rumahtangga, serta pekerja anak menghadapi resiko yang
sangat tinggi untuk dieksplotasi secara berlebihan, tidak menerima gaji atau digaji
sangat murah, dan diperlakukan secara tidak manusiawi.
Terbatasnya Pengetahuan Mengenai Hunian Sehat dan Sanitasi. Rendahnya
pemahaman masyarakat miskin terhadap hunian yang sehat dan layak, mutu
lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan untuk mendapatkan dan
menghuni perumahan yang layak dan sehat. Penyebab utama dari kondisi demikian
lebih didominasi oleh kemampuan ekonomi dan pendidikan yang sangat rendah.
Mereka tidak memiliki akses dan informasi mengenai perumahan yang diperuntukkan
bagi golongan berpenghasilan rendah.
- 104
Agenda Pembangunan
- 105
Agenda Pembangunan
5. Sasaran
- 106
Agenda Pembangunan
6. Arah Kebijakan
Untuk merespon permasalahan pokok dan sasaran di atas, maka arah kebijakan
yang diperlukan meliputi:
Pemenuhan hak dasar masyarakat miskin atas layanan kesehatan yang bermutu
dilakukan dengan: (1) peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin,
termasuk realokasi anggaran kesehatan, dan meningkatkan ketersediaan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau (2) memberdayakan kelembagaan
masyarakat dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pelayanan kesehatan masyarakat miskin, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat
miskin dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan masyarakat miskin seperti
malaria, rendahnya status gizi dan akses pelayanan kesehatan reproduksi.
- 107
Agenda Pembangunan
Pemenuhan hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat
dilakukan dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan
pada peningkatan akses masyarakat miskin terhadap perumahan, permukiman, dan
sanitasi, (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang
diarahkan pada pengembangan forum lintas pelaku untuk menyelesaikan masalah
permukiman bagi masyarakat miskin, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat miskin
yang dilakukan melalui kebijakan yang diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat miskin tentang pentingnya rumah dan sanitasi yang sehat, (4)
meningkatkan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin melalui kebijakan yang
diarahkan pada pengembangan mekanisme relokasi permukiman ke tempat yang
layak, aman, dan sehat, serta mencegah penggusuran tanpa ada kompensasi.
Peningkatan akses masyarakat miskin atas air bersih dan aman dilakukan
dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan pada
peningkatan perlindungan terhadap sumberdaya air dan jaminan akses masyarakat
miskin memperoleh air bersih (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui
kebijakan yang diarahkan pada peningkatan peranserta lembaga dan organisasi
masyarakat lokal dalam mengelola, memanfaatkan serta mengontrol sumberdaya air
(3) meningkatkan kapasitas masyarakat miskin yang dilakukan melalui kebijakan yang
diarahkan pada peningkatan pengetahuan masyarakat miskin mengenai pengelolaan
sumberdaya air dan pentingnya air bersih, (4) meningkatkan perlindungan sosial bagi
masyarakat miskin melalui kebijakan yang diarahkan pada pengembangan mekanisme
penyediaan air bersih bagi kelompok rentan dan masyarakat miskin yang tinggal di
wilayah rawan air.
- 108
Agenda Pembangunan
Upaya menjamin dan melindungi hak perorangan dan komunal atas tanah
dilakukan dengan: (1) memperluas kesempatan melalui kebijakan yang diarahkan
pada peningkatan kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat miskin tanpa
diskriminasi gender, dan mengembangkan mekanisme redistribusi tanah secara
selektif, (2) memberdayakan kelembagaan masyarakat melalui kebijakan yang
diarahkan pada peningkatan peranserta masyarakat miskin dan lembaga adat dalam
perencanaan dan pelaksanaan tata ruang, (3) meningkatkan kapasitas masyarakat
miskin yang dilakukan melalui kebijakan yang diarahkan pada peningkatan
pengetahuan masyarakat miskin tentang aspek hukum pertanahan dan tanah ulayat,
serta (4) meningkatkan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin melalui kebijakan
yang diarahkan pada pengembangan mekanisme perlindungan terhadap hak atas
tanah bagi kelompok rentan.
- 109
Agenda Pembangunan
7. Program Pembangunan
A. Program Prioritas
- 110
Agenda Pembangunan
- 111
Agenda Pembangunan
- 112
Agenda Pembangunan
d) Program Penciptaan Iklim Usaha Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah
- 113
Agenda Pembangunan
i. Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap tempat tinggal dan
lingkungannya di masyarakat miskin.
B. Program Penunjang
- 114
Agenda Pembangunan
ii. Perlindungan sumber air bagi masyarakat miskin melalui sejenis Otoritas
Pengelola Air
iii. Pertukaran pengalaman dengan daerah yang lebih maju dalam sistem
pengelolaan sumber daya air yang berpihak pada masyarakat miskin.
i. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam pemanfaatan air bagi
masyarakat miskin.
- 115
Agenda Pembangunan
i. Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau, dan terumbu
karang, dll.) berbasis masyarakat; dan
ii. Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.
i. Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan lapak dalam upaya
pemisahan sampah dan 3R;
ii. Penegakkan hukum bagi pihak yang merusak sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
i. Pemberian bantuan jaminan hidup bagi masyarakat yang terkena bencana alam.
- 116
Agenda Pembangunan
i. Pengembangan sistem perlindungan bagi pekerja anak dan anak jalanan; dan
ii. Peningkatan upaya pencegahan perdagangan anak.
- 117
Agenda Pembangunan
ii. Fasilitasi forum lintas pelaku sosial budaya sebagai wahana partisipasi
masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan publik.
C. Program Pendukung
- 118
Agenda Pembangunan
i. Penyediaan ruang publik dan lokasi usaha bagi peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat miskin perkotaan
ii. Peningkatkan peranserta masyarakat miskin perkotaan dalam perencanaan tata
ruang.
- 119
Agenda Pembangunan
i. Menjamin ketersediaan air bersih dan aman secara merata bagi masyarakat
miskin perkotaan.
ii. Pembentukan mekanisme subsidi silang sebagai alternatif pembiayaan dalam
penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin;
iii. Pemberian bantuan dan pelatihan teknis bagi masyarakat dalam operasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana air minum;
iv. Pembentukan mekanisme penyediaan air bersih dan aman bagi kelompok rentan
dan masyarakat miskin karena goncangan ekonomi, sosial, dan bencana alam.
- 120
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
UUD 1945 pasal 31 ayat 1 mengamanatkan bahwa ”setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”. Berdasarkan amanat tersebut berbagai upaya telah dilakukan
termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang mulai
dilaksanakan pada tahun 1994.
Tingkat pendidikan penduduk Provinsi Jambi relatif masih rendah. Sampai
dengan tahun 2004 penduduk berusia sekolah yang terdaftar di berbagai lembaga
- 121
Agenda Pembangunan
pendidikan tercatat (1) Taman Kanak-Kanak 13.186 orang, (2) Sekolah Dasar 363.343
orang, (3) SLTP 81.638 orang dan (4) SLTA 51.519 orang. Ini berarti sebagian besar
anak usia sekolah hanya sampai pada pendidikan dasar (SD). Pada tahun ajaran
2003/2004 terdapat 0,58 persen anak putus sekolah pada SD/MI, 0,95 persen pada
SLTP/MTs, dan 0,97 persen pada SLTA/MA. Sementara itu angka buta aksara
penduduk usia 10-44 tahun terjadi penurunan selama kurun waktu lima tahun
terakhir. Pada tahun ajaran 1999/2000, jumlah penduduk buta aksara tercatat
sebanyak 62.150 orang, kemudian menurun pada tahun ajaran 2000/2001 menjadi
60.000 orang dan data terakhir pada tahun ajaran 2003/2004 jumlah penduduk yang
buta aksara turun lagi menjadi sebesar 53.900 orang. Dengan kata lain 96,6 persen
penduduk Provinsi Jambi sudah melek huruf. Ini berarti lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata nasional.
Angka Partisipasi Sekolah (APS)–rasio penduduk yang bersekolah menurut
kelompok usia sekolah-untuk penduduk usia 7-12 tahun sudah mencapai 98,35 persen
lebih baik dari pada rata-rata nasional sebesar 96,4 persen, namun APS penduduk
usia 13-15 tahun hanya 68,92 berarti lebih rendah dari pada rata-rata nasional
sebesar yang mencapai 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru
mencapai 39,15 persen berarti juga lebih rendah dari rata-rata nasional yang
mencapai 51,0 persen. Data tersebut juga memperkuat bahwa sebagian besar
penduduk Provinsi Jambi masih berpendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD/MI).
Secara rinci rata-rata APK dan APM anak-anak usia sekolah di Provinsi Jambi menurut
jenjang pendidikan selama lima tahu terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1.
Rata-rata APK dan APM Menurut Jenjang Pendidikan
Di Provinsi Jambi Tahun Ajaran 1999/2000 – 2003/2004.
Sekolah 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04
SD
- APK 90,2 92,80 94,90 97,20 98,35
- APM 105,31 110,21 112,46 116,36 117,62
SLTP
- APK 27,26 28,26 64,20 67,01 68,92
- APM 58,50 69,70 72,60 76,45 78,64
SLTA
- APK 13,63 29,50 32,52 37,15 39,15
- APM 29,75 32,65 37,77 41,96 44,23
- 122
Agenda Pembangunan
- 123
Agenda Pembangunan
Tabel 2.2.
Tenaga Pendidik Yang Mengikuti Penyetaraan
Dan Melanjutkan Pendidikan Periode 99/2000-2003/2004.
Pendidikan 99/2000 00/01 01/02 02/03 03/04
Tara DII-DIV 3.575 4.100 7.775 8.473 1.354
S1 875 905 583 692 1.239
S2 2 6 3 4 -
- 124
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
1. Meningkatnya proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia dini.
2. Meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) : (a) usia 7-12 tahun sebesar 119,00%,
(b) usia 13-15 tahun sebesar 95,20%, dan (c) usia 16-18 sebesar 75,50%.
3. Meningkatnya proses belajar mengajar melalui peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan, tersedianya guru yang memenuhi persyaratan layak mengajar serta
pada tahun 2006/2007 semua sekolah sudah melaksanakan kurikulum 2004.
4. Menurunnya angka buta aksara penduduk usia 10 tahun ke atas.
5. Bertambahnya jumlah dan semakin meratanya sekolah yang melaksanakan
program unggul.
6. Meningkatnya keterampilan para lulusan siswa SMK untuk memasuki dunia kerja.
7. Meningkatnya daya tampung lembaga kependidikan dari semua jenjang dan jenis
kependidikan.
8. Meningkatnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan terutama bagi
anak kurang mampu.
9. Meningkatnya sumber bacaan untuk lembaga pendidikan dasar dan menengah baik
formal maupun non formal.
10. Meningkatnya kualitas lembaga pendidikan dasar dan menengah baik formal
maupun non formal.
11. Meningkatnya ilmu pengetahuan, wawasan keimanan dan ketaqwaan peserta
didik.
12. Meningkatnya kesetaraan pendidikan antar kelompok, terutama antara perkotaan
dan pedesaan.
C. Arah Kebijakan
- 125
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
- 126
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan baik untuk laki-
laki maupun perempuan sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan
formal guna mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan
di kawasan tertentu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :
- 127
Agenda Pembangunan
- 128
Agenda Pembangunan
- 129
Agenda Pembangunan
Universitas Jambi dan IAIN Sultan Thata Shaifuddin serta perguruan tinggi dan
akademi swasta lainnya dalam bentuk :
- 130
Agenda Pembangunan
rata-rata Nasional, demikian juga status gizi kurang Balita serta beberapa penyakit
menular yang masih tinggi.
Tabel 2.3
Status Gizi Balita di Provinsi Jambi Tahun 2003 – 2004
Cakupan pelayanan ibu hamil (K1), pelayanan pemeliharaan ibu hamil (K4),
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan serta imunisasi TT2 pada ibu
hamil memberikan kontribusi terhadap angka kematian ibu dan angka kematian bayi
(Tabel 2). Begitu pula dengan kondisi penyakit menular di Provinsi Jambi dihadapkan
pada transisi epidemiologi. Disatu sisi masih dihadapkan pada penyakit menular
seperti penyakit malaria insiden 2004 = 16,77 per 1000 penduduk, sementara itu
telah ditemukan penyakit baru seperti HIV/AIDS, SARS dan sebagainya, seperti
terlihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Cakupan Pelayanan Ibu Hamil di Provinsi Jambi Tahun 2000 – 2004
TAHUN ( Persen)
No. KEGIATAN
2000 2001 2002 2003 2004 Nas.(2002)
1 Kunjungan Ibu Hamil (K1) 70,30 74,54 77,77 79,31 82,00 86,76
2 Pem. Ibu Hamil (K4) 57,12 61,76 62,38 64,00 70,00 79,44
3 Pertolongan Persal. Nakes 52,20 58,31 58,95 62,59 68,00 70,59
4 Imunisasi TT2 Ibu Hamil 91,52 83,11 83,39 86,88 64,70 68,84
5 BBLR - 0,58 - - - -
- 131
Agenda Pembangunan
Tabel 2.5
Indeksi Malaria DI Provinsi Jambi Tahun 2001 - 2004
TAHUN
No. INDIKATOR MALARIA
2001 2002 2003 2004
Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit
infeksi menular seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria, diare, dan
penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah. Selain itu
Provinsi Jambi juga menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue
(DBD), HIV/AIDS, chikunguya. Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi
sehingga Provinsi Jambi menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan
(double burdens). Terjadinya beban ganda yang disertai dengan meningkatnya
jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan
meningkatnya penduduk usia produktif dan usia lanjut, akan berpengaruh terhadap
jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa
mendatang.
A.2. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. Faktor utama penyebab tingginya
angka kematian bayi di Provinsi Jambi sebenarnya dapat dicegah dengan intervensi
yang dapat terjangkau dan sederhana. Oleh karena itu kinerja pelayanan kesehatan
merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan
penduduk. Masih rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa
indikator, seperti proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi
bayi yang mendapatkan imunisasi campak, dan proporsi penemuan kasus (Case
Detection Rate) tuberculosis paru. Pada tahun 2004, cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan baru mencapai 68 persen. Imunisasi campak untuk anak umur 0-12 bulan
mencapai 96,85 persen. Sedangkan proporsi penemuan kasus penderita tuberculosis
paru pada tahun 2004 baru mencapai 57 persen.
A.3. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting
untuk mendukung peningkatan status kesehatan penduduk. Perilaku masyarakat yang
tidak sehat dapat dilihat dari kebiasaan merokok, rendahnya pemberian air susu ibu
(ASI) eksklusif, tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada anak balita, serta
kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan
narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA) dan kematian akibat kecelakaan.
Proporsi penduduk dewasa yang merokok sebesar 32 persen. Sementara itu, proporsi
penduduk merokok yang mulai merokok pada usia dibawah 20 tahun meningkat dari
60 persen (1995) menjadi 65 persen (2004). Pada tahun 2004, persentase bayi usia 4–
5 bulan memperoleh ASI eksklusif baru mencapai 45,26 persen. Persentase gizi
kurang pada anak balita 9,8 persen (2004) sementara gizi lebih mencapai 2,5 persen
(2004). Kecelakaan termasuk sepuluh besar penyebab kematian umum, yaitu
penyebab ke–8 pada tahun 1995 dan meningkat menjadi penyebab ke–6 tahun 2004.
A.4. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Salah satu faktor penting lainnya
yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan
- 132
Agenda Pembangunan
yang tercermin antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi
dasar. Pada tahun 2004, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap
air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 65,48 persen, dan akses rumah
tangga terhadap sanitasi baru mencapai 51,72 persen. Kesehatan lingkungan yang
merupakan kegiatan lintas–sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan
kewilayahan.
- 133
Agenda Pembangunan
A.6. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata. Jumlah Sumber
Daya Manusia (SDM) kesehatan belum memadai baik dari segi kuantitas maupun
kualitas dengan penyebaran yang tidak merata. Rasio tenaga kesehatan terhadap
jumlah penduduk masih rendah karena daya serap tenaga kesehatan oleh Pemerintah
daerah (jaringan pelayanan kesehatan) masih terbatas.
Kondisi tenaga kesehatan di Provinsi Jambi sampai tahun 2005 adalah ; Rasio
dokter terhadap jumlah penduduk 1 : 5.855 penduduk. Ratio Perawat terhadap
penduduk 1 : 925, Ratio Bidan terhadap jumlah penduduk 1 : 1.767 dan Ratio
Sanitarian terhadap jumlah penduduk 1 : 6.205 Produksi Perawar setiap tahun sekitar
350 orang produksi Bidan setiap tahun sekitar 80 orang dan produksi Sanitarian setiap
tahunnya 40 orang, sedangkan tenaga dokter sampai saat ini hanya menerima dari
luar Provinsi.
Penyebaran SDM Kesehatan sampai saat ini belum menggembirakan, walaupun
sejak beberapa Tahun belakang ini telah diterapkan kebijakan tenada dokter dan
bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas untuk kawasan
Kabupaten Induk, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kawasan kabupaten
pemekaran.
A.7. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin. Angka kematian bayi pada
kelompok termiskin adalah 61 dibandingkan dengan 17 per 1.000 kelahiran hidup
pada kelompok terkaya. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama
pada bayi dan balita, seperti ISPA, diare, tetanus neonatorum dan penyakit
kelahiran, lebih sering terjadi pada penduduk miskin. Penyakit lain yang banyak
diderita penduduk adalah TBC paru, malaria, dan HIV/AIDS. Rendahnya status
kesehatan penduduk miskin terutama disebabkan terbatasnya akses terhadap
pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya (cost barrier).
Sebagian besar (48,7 persen) masalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
adalah karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Utilisasi rumah sakit masih
didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung
memanfaatkan pelayanan puskesmas. Demikian juga persalinan oleh tenaga
kesehatan, penduduk miskin hanya 39,1 persen dibanding 82,3 persen penduduk
kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya
menjangkau 18,74 persen (2004) penduduk, yang sebagian besar diantaranya adalah
PNS. Walaupun Undang–Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah
ditetapkan, pengalaman managed care di berbagai wilayah menunjukan bahwa
keterjangkauan penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan belum cukup
terjamin. Gambaran 10 penyakit terbesar di Provinsi Jambi beberapa tahun terakhir
sebagai berikut :
- 134
Agenda Pembangunan
Tabel 2.6
Gambaran 10 Penyakit TerbesarDari Pelayanan Di Puskesmas
No. Jenis Penyakit 2000 2001 2002 2003
1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 20,24 19,95 21,20 26,46
2 Penyakit Lain Saluran pernafasan atas 9,38 9,30 9,11 12,28
3 Peny. Lain Pada Sistem otot dan 6,36 6,62 7,40 11,53
jaringan ikat
4 Penyakit Kulit Infeksi 6,28 5,97 5,67 11,14
5 Penyakit Kulit Alergi 4,83 5,09 4,30 6,69
6 Diare 4,83 4,19 4,40 8,77
7 Malaria Klinis 3,69 3,72 3,80 4,59
8 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 2,89 3,23 3,62 3,10
9 Penyakit Pulpa dan Jaringan Peripikal 2,74 2,67 2,83 1,02
10 Penyakit lainnya 42,15 39,26 37,67 14,49
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Jambi
- 135
Agenda Pembangunan
Upaya Kesehatan Kerja (UKK) 66, tapi pemberdayaan masyarakat dalam bentuk
Warung Obat Desa belum ada. Sedangkan dalam pembiayaan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat diwujudkan melalui bentuk dana sehat yang berjumlah
263 kelompok, serta berbagai yayasan peduli kesehatan seperti PPTI, Yayasan
Jantung Provinsi Jambi dan lain-lain.
Dalam rangka mempercepat tercapainya Jambi Sehat 2008, pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan pula dalam berbagai bentuk, seperti Gebrak Malaria,
Gerakan Sayang Ibu (GSI), Gerakan Terpadu TAMBANG-Paru dan lain-lain. Banyak
upaya kesehatan berbasis masyarakat maupun yayasan atau gerakan-gerakan kurang
berjalan karena kurangnya kemampuan dalam menggali dana-dana.
Adanya kesan bahwa program peningkatan kesehatan masyarakat selama ini
dimonopoli oleh instansi kesehatan dan provider, menjadi upaya pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan kesehatan yang dilakukan oleh banyak pihak, seperti
NGOs dan kalangan swasta kurang mendapat respot yang positif. Jaringan kemitraan
antara sektor Pemerintah dan swasta, demikian juga antara Pemerintah dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) belum dikembangkan secara optimal dan belum
terinventarisasi LSM yang concern dibidang kesehatan. Kondisi ini menjadikan upaya
pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan kurang terkoordinasi dalam
mendukung kebijakan sistem kesehatan daerah.
C. Arah Kebijakan
- 136
Agenda Pembangunan
D. Program–Program Pembangunan
Program ini ditujukan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih
sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan lintas – sektor berwawasan kesehatan. Kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program ini antara lain meliputi :
- 137
Agenda Pembangunan
- 138
Agenda Pembangunan
- 139
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 140
Agenda Pembangunan
eks pecandu narkoba, (9) eks narapidana, (10) penderita cacat, (11) mereka yang
rentan masalah sosial, (12) wanita tuna susila (WTS), (13) komunitas adat terpencil
(KAT), dan (14) suku anak dalam (SAD). Berdasarkan data yang ada, jumlah PMKS di
Provinsi Jambi terus meningkat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 jumlah
PMKS sebesar 2.722 orang, kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi 3.823
orang dan menurun pada tahun 2002 menjadi 3.342 orang. Selanjutnya meningkat
tajam pada tahun 2003 menjadi sebanyak 7.512 orang dan meningkat lagi menjadi
9.501 orang pada tahun 2004. Kondisi semacam ini akan menjadi persoalan yang
sangat mengganggu proses pembangunan di Provinsi Jambi jika tidak ditangani secara
seksama, tepat guna dan tepat sasaran.
Sama halnya dengan persoalan secara nasional, rendahnya kualitas penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan penyandang cacat masih
menghadapi kendala untuk kemandirian, produktivitas dan hak untuk hidup normal
yang meliputi antara lain akses ke pelayanan sosial dasar, terbatasnya jumlah dan
kualitas tenaga pelayanan sosial untuk berbagai jenis kecacatan, dan aksesibilitas
terhadap pelayanan umum untuk mempermudah kehidupan mereka. Masalah lainnya
adalah rendahnya kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan kesejahteraan
sosial dan belum serasinya kebijakan kesejahteraan sosial di tingkat kabupaten/kota.
Masih lemahnya penanganan korban bencana alam dan sosial antara lain
disebabkan karena peristiwa bencana alam merupakan kejadian yang sulit
diperkirakan secara tepat. Permasalahan pokok yang dihadapi adalah masih
terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya bencana alam. Selain itu, masih adanya sikap mental
sebagian warga masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah rawan bencana alam
yang menghambat kelancaran penanganan bencana. Penanganan eks-korban
kerusuhan sosial (pengungsi) yang terjadi di berbagai daerah sebagai akibat dari
kerusuhan dan gejolak sosial, seperti pengungsi Aceh, berjumlah cukup banyak dan
tersebar di berbagai lokasi, perlu terus diupayakan agar terjaga kelangsungan
hidupnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah lain, seperti penempatan kembali eks-
korban kerusuhan sosial di lokasi asal maupun baru, masalah sosial psikologis dan
kecemburuan sosial antara pendatang dengan penduduk setempat, dan keterlantaran
anak di lokasi pengungsian.
- 141
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
- 142
Agenda Pembangunan
- 143
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
Tujuan program ini untuk memulihkan fungsi sosial, memberikan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS),
termasuk anak terlantar, untuk menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembangnya. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :
2. Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT), Satu Anak Dalam
(SAD) dan Penyandang Masalah Sosial Lainnya.
1. Melakukan pemberdayaan sosial keluarga fakir miskin, tuna karya dan keluarga
rentan sosial ekonomi melalui pemberian/penguatan modal kerja dan pelatihan.
2. Melakukan kegiatan sarjana sukarela (enterfreneerships) sebagai pendampingan
bagi KAT dan keluarga fakir miskin dalam melakukan berbagai kegiatan
pembangunan di perdesaan.
- 144
Agenda Pembangunan
Tujuan program ini adalah untuk penataan sistem dan mekanisme kelembagaan
serta pengembangan kebijakan perlindungan sosial di tingkat daerah, termasuk
pengkajian strategi pendanaan perlindungan sosial, terutama bagi penduduk miskin
dan rentan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :
- 145
Agenda Pembangunan
- 146
Agenda Pembangunan
sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Kegiatan pokok yang
dilaksanakan antara lain meliputi :
Tujuan program ini adalah untuk : (1) meningkatkan peran dan kontribusi
ekonomi daerah yang diukur dari meningkatnya peran sektor pertanian dan non
pertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan produk-produk berbasiskan
pedesaan, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditandai
dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin serta meningkatnya taraf pendidikan
dan kesehatan terutama perempuan dan anak, dan (3) meningkatnya kualitas dan
kuantitas infrastruktur di kawasan permukiman di perdesaan. Kegiatan-kegiatan
pokok yang dilaksanakan meliputi :
1. Meningkatkan penyuluhan dan pelatihan keterampilan berusaha bagi masyarakat
pedesaan.
2. Melakukan penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat.
3. Memantapkan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan
perdesaan.
4. Meningkatkan parsipasi masyarakat pedesaan terutama kaum perempuan dan
masyarakat miskin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
pembangunan desa.
5. Mengembangkan kelembagaan difusi teknologi ke kawasan perdesaan terutama
teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
6. Menyempurnakan manajemen dan sistem pembiayaan daerah untuk mendukung
pembangunan kawasan perdesaan.
7. Melestarikan dan memelihara nilai-nilai kegotongroyongan masyarakat, dan
8. Meningkatkan tatalaksana pemerintahan desa.
- 147
Agenda Pembangunan
1. Membentuk kelompok kerja yang terdiri atas berbagai elemen dalam masyarakat.
2. Memberikan makanan tambahan bagi anak-anak sekolah, termasuk anak-anak
yang tidak bersekolah (karena tidak mampu dan akibat lainnya) dengan
mekanisme tertentu, dan
3. Memberikan hak-hak sipil anak terutama bagi anak-anak kelompok masyarakat
marginal.
Tujuan program ini adalah untuk : (1) terpeliharanya sumber air bersih untuk
keperluan sehari-hari, terutama bagi masyarakat di kawasan kumuh dan pedesaan
dan (2) meningkatnya jumlah masyarakat miskin yang memperoleh pelayanan air
bersih. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi :
- 148
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
Pembangunan agama merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat, yaitu hak memeluk agama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing
sebagaimana diatur dalam UUD 1945, pasal 29 ayat (1) yang menegaskan bahwa
negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing.
Pembangunan agama merupakan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat melalui peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama serta
kehidupan beragama. Selain itu juga bertujuan untuk peningkatan tri kerukunan
kehidupan beragama dengan meningkatkan saling percaya dan harmonisasi dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini sangat penting artinya dalam kehidupan
masyarakat yang multikultur yang berada di Provinsi Jambi. Tri kerukunan hidup
beragama akan berdampak terhadap rasa toleransi, tenggang rasa dan harmonis.
Meskipun sejauh ini masalah kehidupan beragama belum menimbulkan persoalan
yang mendasar di Provinsi Jambi.
Pemahaman akan nilai-nilai agama yang mampu diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari akan mampu menghindarkan sekelompok masyarakat dari
masalah-masalah sosial dan ekonomi, seperti masalah penyalahgunaan wewenang,
penyalahgunaan obat-obat terlarang, pornografi dan pornoaksi serta masalah-
masalah kriminitas lainnya yang pada akhirnya akan mengganggu proses
pembangunan di suatu tempat. Akan tetapi juga dikatakan bahwa aktualisasi nilai-
nilai agama dalam kelompok masyarakat akan dapat berjalan apabila ditunjang oleh
kondisi lainnya yang terkait, seperti perekonomian, stabilitas politik dan penegakan
supremasi hukum yang benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.
Sejauh ini permasalahan agama yang paling mencolok adalah pada umumnya
lembaga pendidikan agama, khususnya agama islam yang merupakan agama
mayoritas penduduk Provinsi Jambi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
(khususnya pontren), masih memberikan pelajaran-pelajaran secara konseptual
dalam arti kata sedikit sekali yang memberikan materi pelajaran tentang masalah
aktualitas yang dihadapi sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai
kemajuan dan kemandirian duniawi secara islami. Sehingga para lulusan sekolah-
sekolah agama (khususnya pesantren) berpola pikir terlalu sempit terhadap masalah
keduniaan dan fanatisme agama yang sangat kuat, sehingga mereka sering tertinggal
dalam hal-hal yang berhubungan dengan IPTEK dan modernisasi.
Secara rinci permsalahan pembangunan agama di Provinsi Jambi antara lain
adalah sebagai berikut :
- 149
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
- 150
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
- 151
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi
umat beragama dalam melaksanakan ajaran agamanya masing-masing, (2) mendorong
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan kehidupan
beragama, (3)meningkatkan peran lembaga keagamaan yang terkait dengan
kebutuhan masyarakat luas, (4) terlaksananya hari-hari besar keagamaan dan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang melibatkan masyarakat luas, (5) berdirinya
lembaga keuangan daerah yang sesuai dengan nilai-nilai keagamaan umat, dan (6)
optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana keagamaan yang ada. Kegiatan-
kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi :
- 152
Agenda Pembangunan
- 153
Agenda Pembangunan
- 154
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 155
Agenda Pembangunan
- 156
Agenda Pembangunan
Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004),
yang memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk
menentukan program-program pembangunan yang diperlukan daerah sesuai dengan
kebutuhan, aspirasi, kemampuan, maupun sumber daya yang tersedia. Dengan
adanya peraturan tersebut, masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan KB sampai
saat ini adalah belum seluruh pemerintah kabupaten/kota menetapkan KB sebagai isu
strategis dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan pemenuhan hak-hak
reproduksi penduduk. Pemahaman bahwa pelayanan KB merupakan salah satu hak
azasi manusia, yaitu hak rakyat untuk mengatur proses reproduksinya, masih rendah.
Pembangunan KB juga belum dipandang sebagai suatu investasi yang mendukung
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi.
Belum serasinya kebijakan kependudukan dalam mendukung pembangunan
berkelanjutan. Jumlah penduduk Provinsi Jambi yang telah diproyeksikan mencapai
2.649.135 penduduk pada tahun 2005 merupakan beban pembangunan bila tidak
ditangani secara terpadu. Sampai saat ini belum tersusun suatu kebijakan dan
strategi pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas, dan pengarahan mobilitas
penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Belum tertatanya administrasi kependudukan dalam rangka membangun
sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Penataan sistem penyelenggaraan administrasi kependudukan telah dimulai sejak
tahun 1960-an, namun hingga saat ini belum terwujud. Di sisi lain peraturan
perundang-undangan tentang administrasi kependudukan yang akan melengkapi
Keppres Nomor 88 tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi
Kependudukan belum tersedia. Selanjutnya, kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya dokumen kependudukan dan tertib administrasi-pun belum memadai.
Demikian pula, bank data sebagai data basis kependudukan belum tersedia.
Rendahnya kualitas pemuda. Apabila kriteria BPS (penduduk yang berusia 18
tahun sampai dengan 35 tahun) digunakan untuk mengetahui jumlah pemuda, maka
diperkirakan jumlah pemuda di Provinsi Jambi sebanyak 1.020.000 jiwa atau sebesar
40 persen dari jumlah penduduk. Hal ini di satu sisi merupakan kekuatan bagi
pemerintah daerah, juga sekaligus sebagai kelemahan, karena berdasarkan Susenas
2002, sekitar 5 persen (angka nasional sebesar 2%) jumlah pemuda di Provinsi Jambi
tidak pernah sekolah, 21,09 persen masih bersekolah, dan 73,69 persen sudah tidak
bersekolah lagi. Masalah lainnya adalah rendahnya minat membaca di kalangan
pemuda; rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda; tingginya
tingkat pengangguran terbuka (16.129 orang) pemuda yang mencapai sekitar; dan
maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas,
premanisme, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan HIV/AIDS. Fakta di
atas menunjukkan bahwa peran dan partisipasi pemuda dalam pembangunan,
terutama yang berkaitan dengan kewirausahaan dan ketenagakerjaan masih rendah.
Realatif rendahnya budaya olahraga. Jika dilihat dari tingklat partisipasi,
ruang terbuka, sumber daya manusia, dan kebugaran di Provinsi Jambi, dapat
dikatakan bahwa kemajuan pembangunan olahraga di Jambi realtif masih rendah.
Kalaupun dilihat dari hasil perolehan mendali pada even olahraga terbesar di tanah
air, daerah jambi merupakan daerah yang cukup berhasil mengumpulkan medali pada
PON XV di Surabaya dan PON XVI di Palembang kontingen olahraga PON daerah Jambi
menduduki peringkat ke 6 dalam pengumpulan mendali, ini merupakan prestasi yang
sangat mengembirakan. Akan tetapi, jika dibandingkan daerah lain, pembangunan
bidang keolahragaan daerah Jambi masih jauh ketinggalan. Untuk itu, dalam rangka
menumbuhkan budaya olahraga untuk meningkatkan kemajuan pembangunan bidang
keolahragaan, beberapa permasalahan yang harus diatasi adalah: belum terwujudnya
peraturan perundang-undangan tentang keolahragaan, rendahnya kesempatan untuk
- 157
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
- 158
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
I. Program-Program Unggulan
- 159
Agenda Pembangunan
Tujuan program ini untuk meningkatkan kualitas pemuda sebagai insan pelopor
penggerak pembangunan, dan sumber daya manusia yang mampu menghadapi
berbagai tantangan dan memanfaatkan peluang untuk berperan serta dalam
pembangunan.
- 160
Agenda Pembangunan
- 161
Agenda Pembangunan
- 162
Agenda Pembangunan
provinsi; meningkatkan jumlah dan mutu pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi
olahraga; serta meningkatkan jumlah, efektivitas dan efisiensi pembiayaan olahraga.
- 163
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 164
Agenda Pembangunan
jumlah anak-anak jalanan dan anak terlantar serta kurangnya perhaitan terhadap
tumbuh-kembang anak dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki.
Angka GDI (Gender-related Development Index) mengukur pencapaian dari dimensi
dan indikator yang sama dengan HDI (Human Development Index), namun dengan
memperhitungkan kesenjangan pencapaian antara perempuan dan laki-laki. GDI
adalah HDI yang disesuaikan oleh adanya kesenjangan gender, sehingga selisih yang
semakin kecil antara GDI dan HDI menyatakan semakin kecilnya kesenjangan gender.
Berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004, angka HDI (Human
Development Index) Provinsi Jambi tahun 2002 mencapai 67,1. Angka ini di atas
angka HDI Nasional sebesar 65,8. Sedangkan angka GDI (Gender-related Development
Index) baru mencapai 53,3, di bawah angka GDI Nasional sebesar 59,2 dan
menempati ranking 27 dari seluruh provinsi di Indonesia. Tingginya angka HDI
dibandingkan dengan angka GDI menunjukkan, bahwa keberhasilan pembangunan
sumber daya manusia secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti dengan
keberhasilan pembangunan gender, atau masih terdapat kesenjangan gender. Masih
rendahnya pembangunan jender di Provinsi Jambi juga terlihat jika dilihat dari GEM
(Gender Empowerment Measurement). Angka GEM Provinsi Jambi tahun 2002
sebesar 46,8, lebih rendah dari angka GEM nasional sebesar 54,6. Menduduki ranking
21 nasional.
Lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak,
termasuk ketersediaan data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah, baik baik level pemerintah Provinsi maupun kabupaten
kota telah membentuk kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, baik secara
struktural maupun fungsional. Meskipun demikian upaya pengarusutamaan gender
dan anak masih belum optimal. Di sisi lain dukungan dan partisipasi masyarakat juga
msaih rendah. Sementara itu program-program pembangunan pemberdayaan
perempuan dan anak merupakan program lintasbidang, yang memerlukan koordinasi
di tingkat nasional dan daerah serta antar daerah, mulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan dan evaluasi, termasuk dalam pemenuhan komitmen internasional
(seperti Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against
Women, Beijing Platform for Action, Convention on the Rights of the Child, dan
World Fit for Children). Masalah lainnya adalah belum tersedianya data
pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, sehingga sulit dalam
menemukenali masalah-masalah gender yang ada.
B. Sasaran
- 165
Agenda Pembangunan
C. Arah Kebijakan
D. Program-Program Pembangunan
- 166
Agenda Pembangunan
- 167
Agenda Pembangunan
Perkembangan masyarakat yang sangat cepat sebagai akibat dari globalisasi dan
pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi membutuhkan penyesuaian
tata nilai dan perilaku. Dalam suasana dinamis tersebut, pengembangan kebudayaan
daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi intergritas dan identitas
nasional guna perwujudan puncak-puncak kebudayaan bangsa. Selain itu,
pengembangan kebudayaan daerah dimaksudkan untuk mempercepat proses
adapatasi kebudayaan daerah dan masyarakat atas situasi dan kondisi yang sangat
dinamis melalui pemampuan nilai-nilai kearifan lokal (indegeneos knowledge)
merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai
kebangsaan sehingga dapat menciptakan iklim kondusif dan harmonis di daerah.
A. Permasalahan
- 168
Agenda Pembangunan
yang dianggap lebih unggul. Nilai-nilai luhur meluntur oleh cepatnya penyerapan
budaya global yang negatif, dan tidak mampunya daerah sebagai bagian integral
pemerintah mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan
dan pembentukan karakter kebangsaan (nation and character building). Lajunya
pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh pembangunan karakter
kebangsaan telah mengakibatkan krisis budaya yang selanjutnya memperlemah
ketahanan budaya
Lemahnya kemampuan daerah dalam mengelola keragaman etnik. Gejala
tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan otonomi daerah kabupaten/kota (birokrasi)
maupun saat pilkada Gubernur dan Bupati, dimana telah terjadi penguatan orientasi
kelompok dan etnik yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bahkan
disintegrasi. Fenomena itu mengkhawatirkan karena Provinsi Jambi selain merupakan
daerah tujuan transmigrasi, juga sebagai daerah yang relatif plural.
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
D. Program–Program Pembangunan
I. Program-Program Unggulan
- 169
Agenda Pembangunan
- 170
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
- 171
Agenda Pembangunan
- 172
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
- 173
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
- 174
Agenda Pembangunan
- 175
Agenda Pembangunan
Tujuan program ini untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan
manajemen pemerintahan daerah dan memfasilitasi pelaksanaannya pada
pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Menyempurnakan sistem kelembagaan daerah yang efektif, ramping, fleksibel
berdasarkan prinsip-prinsip good governance;
2. Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan
efisien;
3. Menyelamatkan dan melestarikan dokumen/arsip negara.
Tujuan program ini untuk meningkatkan mutu pelayanan dan arus informasi
kepada dan dari masyarakat untuk mendukung proses sosialisasi dan partisipasi
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara sebagai berikut:
1. Peningkatan profesionalisme aparat di bidang komunikasi dan informasi;
2. Pengembangan dan pendayagunaan jaringan teknologi informasi dan komunkasi
guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan pelayanan
masyarakat.
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara dapat
hidup sesuai dengan kemanusiaannya. Hak asasi manusia melingkupi antara lain hak
atas kebebasan berpendapat, hak atas kecukupan pangan, hak atas rasa aman, hak
atas penghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup yang sehat serta hak-hak lainnya
sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan diatur
dalam UUD 1945.
Kesadaran hukum merupakan keharusan dalam upaya mewujudkan kepastian
dan kesebandingan hukum, serta perlindungan masyarakat yang damai dan sejahtera.
Terkait dengan hal tersebut perlu pula didukung dengan peningkatan pemahanan
dan budaya hukum dan penghormatan terhadap HAM serta penegakan hukum yang
konsisten dan bebas dari diskriminasi, sehingga ketertiban, kepastian, rasa aman,
tenteram, dan kehidupan yang rukun dapat diwujudkan.
A. Permasalahan
- 176
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
- 177
Agenda Pembangunan
C. Arah Kebijakan
D. Program-Program Pembangunan
a. Sosialisasi hukum dan HAM kepada masyarakat dan aparatur pemerintah melalui
jalur pendidikan formal, informal dan nonformal; penyuluhan dan pembentukan
kelompok-kelompok sadar hukum dan kelompok-kelompok kajian HAM.
b. Pengkajian dan pengembangan hukum adat serta nilai-nilai kearifan lokal untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan aparat.
c. Fasilitasi pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kajian hukum dan
HAM.
Program ini merupakan program unggulan. Program Penegakan Hukum dan Hak
Asasi Manusia bertujuan untuk melakukan tindakan preventif dan korektif terhadap
penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia , yang
dicapai melalui :
- 178
Agenda Pembangunan
Proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997 telah merubah arah
pembangunan politik menuju tatanan politik yang lebih terbuka, demokratis dan
menghormati hak-hak politik rakyat. Format politik ini diperkokoh dengan
diberlakukannya UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum, dan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam konteks pemerintahan di
daerah, kemajuan demokratisasi telah pula diperkuat dengan diberlakukannya UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Iklim keterbukaan dan
demokratisasi telah mampu mendorong partisipasi politik masyarakat. Hal ini terlihat
dari tingginya tingkat partisipasi dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif tahun
2004, maupun dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi tahun 2005.
Penggunaan hak-hak politik rakyat juga terlihat partisipasi masyarakat untuk
bergabung dalam kelembagaan politik dan kemasyarakatan, seperti Organisasi
kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Partai politik.
A. Permasalahan
1. Kurang berkembangnya budaya politik demokratis. Meskipun pada saat ini iklim
keterbukaan dan demokratisasi telah meningkat, namun demikian dalam
lingkup masyarakat daerah masih belum didukung dengan pengetahuan,
pemahaman dan budaya politik yang memadai. Belenggu otoritarian yang
berjalan cukup lama, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang teralif rendah,
nilai-nilai feodalisme dan premodialisme mengakibatkan budaya politik
demokrasi dan budaya beda pendapat kurang berkembang secara optimal.
- 179
Agenda Pembangunan
sebagai pihak yang sengaja memperkeruh konflik dan mengadu domba pihak-
pihak yang berbeda pendapat, padahal peran media massa adalah memberitakan
secara obyektif realitas yang ada agar dapat diatasi sesuai dengan faktanya.
Sebaliknya, kriminalisasi terhadap media massa justru menyebabkan bahaya yang
jauh lebih besar, berupa distorsi informasi dan informasi yang berpihak kepada
kelompok yang lebih kuat dan berkuasa. Di sisi lain keterbatasan akses
masyarakat terhadap media massa juga telah menghambat penyerapan informasi
dan penyampai aspirasi yang berkembang dinamis dalam masyarakat.
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
Arah kebijakan dari Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh akan
ditempuh melalui kebijakan :
D. Program-Program Pembangunan
- 180
Agenda Pembangunan
Program ini bertujuan untuk mewujudkan pelembagaan peran dan fungsi serta
hubungan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga politik lainnya, serta
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang kokoh dan optimal, yang dicapai melalui :
Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran pers dan media massa dalam
memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara bebas, transparan
dan bertanggung jawab, serta dalam rangka meningkatkan peran pers sebagai sarana
kontrol sosial yang independen, dan dalam rangka mewujudkan masyarakat informasi
menuju masyarakat berbasis pengetahuan, yang dicapai melalui :
a. Fasilitasi peningkatan profesionalisme di bidang komunikasi dan informasi.
b. Pengkajian yang relevan dalam rangka pengembangan kualitas dan kuantitas
informasi dan komunikasi;
c. Fasiltiasi media pers, TVRI dan Radio daerah dalam memberikan pelayanan
informasi dan komunikasi pembangunan kepada masyarakat.
d. Peningkatan akses informasi dan komunikasi masyarakat, terutama untuk daerah
terpencil.
- 181
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
1. Substansi Hukum
- 182
Agenda Pembangunan
(pajak, retribusi, dan di luar pajak retribusi), tumpang tindih dan inkonsistensi
terbesar terjadi pada perda jenis retibusi 91,6 % dan di luar pajak dan retribusi
sebesar 7,6 %. Ditinjau dari sektor, tumpang tindih dan inkonsistensi terbesar terjadi
di sektor perkebunan dan kehutanan (51,4 %), sektor perhubungan (20 %), sektor
pertanian dan peternakan (17 %) dan 23, 6 % di sektor kelautan dan perikanan.
Secara nasional, hasil inventarisasi yang dilakukan oleh PSHK-ODA tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil kajian Badan Pengkajian Ekonomi dan Keuangan dan
Kerjasama Internasional Departemen Keuangan dari Agustsus 2003 sampai akhir
Desember 2004. Hasil kajian telah merekomendasikan pembatalan perda sebanyak
307 dari 3.967 perda yang dievaluasi. Perda-perda yang direkomendasikan untuk
dibatalkan tersebut 85 % mengenai retribusi, 9 % mengenai pajak, dan 6 % di luar
pajak dan retribusi. Dilihat dari sektor, objek perda yang dibatalkan tersebut
beragam mulai dari industri dan perdagangan (19 %), perhubungan (17 %), kehutanan
dan perkebunan (15 %), tenaga kerja (14 %), pertanian dan peternakan (13 %),
ekonomi dan sumber daya mineral (7 %), lingkungan hidup (6%) kelautan dan
perikanan serta sektor pariwisata masing-masing 1 %, dan lain-lain 7 %.
Pembentukan peraturan daerah tanpa perencanaan yang jelas dalam suatu
Program Legislasi Daerah (Progleda). Penyebab utama terjadinya tumpang tindih
dan inkonsistensi sebagaimana di uraikan di atas terjadi karena pembentukan
peraturan daerah (baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota) selama periode 2000-2004
tidak disusun secara berencana, terpadu dan sistematis dalam suatu Progleda. Hal ini
mengkibatkan pembentukan peraturan daerah lebih didasarkan pada kebutuhan
sesaat (dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah) dan bukan kebutuhan
jangka panjang untuk menata penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka
mewujudkan sistem hukum daerah yang menunjang sistem hukum nasional serta
mewujudkan visi dan misi daerah.
Pembentukan peraturan daerah tanpa melalui pengkajian yang mendalam
melalui penyusunan naskah akademik. Kondisi ini merupakan penyebab kedua
terjadinya tumpang tindih dan inkonsistensi sebagaimana di uraikan di atas. Selama
periode 2000-2004, hanya perda-perda yang menyangkut bidang perencanaan yang
melalui pengkajian yang mendalam yaitu Perda tentang Pola Dasar Pembangunan
Daerah, Perda tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda), Perda tentang
Rencana Strategis Daerah (Renstrada), Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jambi, dan Perda tentang APBD. Di luar itu, pembentukannya sebagian besar
“mengadopsi” perda-perda yang sudah diterbitkan daerah lain. Hal ini terjadi karena
belum ada peraturan tentang mekanisme yang mengharuskan instansi pemrakarsa di
lingkungan eksekutif untuk terlebih dahulu mengajukan naskah akademik raperda
(yang memuat latar belakang permasalahan sosial yang akan diatasi, tujuan dan
sasaran yang ingin diwujudkan, materi pokok/garis besar rancangan peraturan
daerah, perkiraan tentang dampak yang akan timbul jika rancangan perda itu tidak
dibuat, produk hukum yang terkait, dan lembaga-lembaga yag terkait dengan
pelaksanaan PERDA).
Pembentukan peraturan daerah belum aspiratif dan responsif. Selama
periode 1999-2004, belum ada upaya untuk melembagakan secara hukum pastisipasi
masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah. Amanat Propeda Provinsi
Jambi agar menyusun peraturan daerah tentang tata cara pembuatan peraturan
daerah yang aspiratif dan responsif, belum diwujudkan hingga akhir tahun 2004.
Akibatnya, peraturan daerah yang terbentuk umumnya tidak berlaku efektif di
lapangan. Sebab, masyarakat menganggap bahwa substansi peraturan daerah yang
terbentuk bukan merupakan kebutuhan hukum mereka dan kepentingan-kepentingan
mereka belum terakomodasi dalam substansi peraturan daerah.
- 183
Agenda Pembangunan
2. Struktur Hukum
- 184
Agenda Pembangunan
dikembangkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja untuk mengakkan peraturan daerah
tersebut. Hal ini terjadi karena dalam proses penyusunan peraturan daerah, sangat
jarang Satuan Polisi Pamong Praja yang dilibatkan sehingga sulit untuk memahami
filosofi penagakan peraturan perundang-undangan daerah tersebut.
Kondisi serupa terjadi pada PPNS. Masalah mendasar di tubuh PPNS adalah
terbatasnya jumlah personil. Sampai akhir Juni tahun 2004, jumlah PPNS di
lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Jambi baru berjumlah 58 orang.
Dibandingkan dengan jumlah perda yang telah diterbitkan oleh Provinsi (66 Perda)
dan Kabupaten/Kota sebesar 465 perda (data sementara dari Biro Hukum dan
Organisasi Pemeritah Provinsi Jambi, Juni 2004) jelas jumlah tersebut sangat tidak
mencukupi. Akibatnya, penugasan PPNS tidak spesifik untuk menegakkan peraturan
darah tertentu, tetapi dapat mencakup semua peraturan daerah. Hal ini tidak begitu
sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah yang
mensyaratkan seorang PPNS harus diserahi tugas spesifik untuk menegakkan
peraturan daerah tertentu sehingga dalam melaksanakan tugasnya lebih profesional
karena memahami secara utuh peraturan daerah dimaksud. Masalah lainnya adalah
belum berjalannya pembinaan teknis oleh pihak Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia dan Kepolisian dan belum jelasya pembiayaan APBN dalam pembinaan
teknis sebagaimana dimaksud Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2003.
Namun agak berbeda dengan PPNS pada umumnya, peran yang sudah cukup baik
dijalankan oleh Polisi Khusus Kehutanan.
3. Budaya Hukum
- 185
Agenda Pembangunan
wibawa produk hukum daerah serta tingginya potensi inkonsistensi antara produk
hukum daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
- 186
Agenda Pembangunan
era perdagangan bebas dan investor ke daerah Jambi, kepastian hukum menjadi
prasyarat yang harus dipenuhi.
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
- 187
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
- 188
Agenda Pembangunan
masyarakat dan pembangunan, serta yang masih berindikasi diskriminasi dan yang
tidak memenuhi prinsip kesetaraan dan keadilan;
4. Penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan daerah
berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur serta sesuai dengan pedoman
penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Pelaksanaan pengkajian hukum dalam rangka harmonisasi hukum (hukum tertulis
dan hukum tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan secara horizontal
(antar perda provinsi, antara perda Provinsi dengan perda Kabupaten) dan
pertentangan secara vertikal (antara Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi) yang mempunyai
implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan rakyat;
6. Memberikan pendapat hukum (legal opinion) dalam penyusunan kontrak dan
kebijakan daerah yang melibatkan aktivitas berbagai instansi di lingkungan
pemerintahan daerah;
7. Peningkatan kerjasama dengan perguruan tinggi, organisasi profesi dan lembaga
swadaya masyarakat dalam rangka pengkajian hukum dan penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan daerah.
- 189
Agenda Pembangunan
Tujuan program adalah untuk memperkuat peran Biro Hukum Daerah sebagai
pembentuk peraturan perundang-undangan daerah dan sebagai in hoese lawyer.
Dengan program ini diharapkan menguatnya peran Biro Hukum Daerah yang mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam perencanaan hukum, dokumentasi dan
informasi hukum, pengkajian dan penelitian hukum, penyusunan rancangan akademik
peraturan perundang-undangan daerah, penyusunan rancangan peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah, membantu dinas/instansi dalam pembahasan rancangan
peraturan daerah di DPRD, pemantauan dan evaluasi produk hukum daerah
kabupaten/kota, pelayanan hukum, dan meningkatkan peran serta publik dalam
penyusunan peraturan daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan cara-cara
sebagai berikut:
1. Peningkatan dan pemantapan peran Biro Hukum dalam perencanaan hukum,
dokumentasi dan informasi hukum, pengkajian dan penelitian hukum, penyusunan
rancangan akademik peraturan perundang-undangan daerah, penyusunan
rancangan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, membantu
dinas/instansi dalam pembahasan rancangan peraturan daerah di DPRD,
pemantauan dan evaluasi produk hukum daerah kabupaten/kota, pelayanan
hukum, dan meningkatkan peran serta publik dalam penyusunan peraturan
daerah;
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga fungsional perancang peraturan
perundang-undangan daerah;
3. Peningkatan sarana dan prasarana di Biro Hukum.
4. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi antara Biro Hukum Daerah dengan
instansi di lingkungan pemerintahan daerah dalam penyusunan produk hukum
daerah melalui kebijkan satu pintu (one gate policy);
5. Fasilitasi Biro Hukum Daerah Kabupaten/Kota dalam penyusunan produk hukum
daerah;
- 190
Agenda Pembangunan
agar lebih tanggap terhadap perkembangan yang terjadi baik pada saat ini
maupun pada masa
A. Permasalahan
- 191
Agenda Pembangunan
1 kasus. Para pihak yang berkonflik adalah antar Kabupaten dengan Kabupaten/Kota
dan antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi. Dilihat dari sisi jenis, konflik di
permukaan 7 kasus dan 9 kasus lainnya merupakan konflik terbuka. Berbagai konflik
tersebut umumnya bermotif sama, yaitu bukan pada persoalan untuk memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat pada objek yang disengketakan, melainkan
bagaimana menguasai sumber-sumber pendapatan yang dihasilkan dari kewenangan
yang disengketakan tersebut. Awal dari konflik bermula ketika Kabupaten/Kota
tertentu atau Provinsi menerbitkan Peraturan Daerah. Pada satu sisi, Provinsi
menganggap bahwa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, objek tersebut
merupakan kewenangannya, sementara Kabupaten/Kota beranggapan sebaliknya.
Pada sisi yang lain, Kabupaten/Kota atau Provinsi menganggap bahwa peraturan
daerah yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota tertentu dianggap telah merugikan
Kabupaten/Kota tetangga atau dianggap menghambat arus perdagangan antar
daerah.
Kelemahan-kelemahan dalam pembagian kewenangan urusan pemerintahan
yang bersumber dari pengaturan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tersebut diperbaiki
oleh UU No. 32 Tahun 2004. UU No. 32 Tahun 2004 menggariskan bahwa urusan
pemerintahan dibedakan menjadi urusan yang bersifat absolut, yaitu urusan yang
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan urusan yang bersifat
concurrent (bersama) yaitu urusan yang dalam penaganganan bidang atau bagian
tertentu dilaksanakan secara bersama baik oleh Pusat, Provinsi, atau
Kabupaten/Kota. Kriteria pembagian urusan yang bersifat concurrent tersebut
didasarkan pada kriteria eksternalitas (dampak), akuntabilitas (kedekatan), dan
efisiensi (untung-rugi). Urusan pemerintahan daerah tersebut kemudian dibagi atas
urusan yang bersifat wajib (pelayanan dasar) yang mengacu pada standar pelayanan
minimal (SPM) dan urusan pilihan (didasarkan atas potensi unggulan daerah). Dengan
prinsip-prinsip tersebut, diharapkan tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan
perundang-undangan serta konflik kewenangan dapat diminimalisisir.
- 192
Agenda Pembangunan
- 193
Agenda Pembangunan
Daerah yang berjumlah 9 LTD kurang sesuai dengan ketentuan PP No. 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (menggantikan ketentuan PP No. 84
Tahun 2000). Dalam PP No. 8 Tahun 2003 tegas disebutkan bahwa jumlah maksimal
Lembaga Teknis Daerah di tingkat Provinsi adalah 8 LTD; 2) terjadinya inefisiensi
alokasi anggaran yang tersedia pada masing-masing Daerah. Dana Alokasi Umum
(DAU) yang semestinya selain untuk belanja pegawai juga diperuntukkan bagi dana
pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana untuk kepentingan pelayanan
publik, sebagian besar untuk membiayai birokrasi Pemerintah Daerah. Menurut
Direktur Fasilitasi Kebijakan dan Pelaporan Otonomi Daerh Departemen Dalam Negeri
(2002), rata-rata Daerah di Indonesia mengalokasikan 80%-90% APBDnya habis untuk
membiayai overhead eksekutif dan legislatif daerah. Kondisi kelembagaan
Pemerintah Daerah semacam itu tentu kurang sejalan dengan makna, maksud, dan
tujuan otonomi daerah; 3) melebarnya rentang kendali dan kurang terintegrasinya
penanganan (institutional incoherency) karena fungsi yang seharusnya ditangani
dalam satu kesatuan unit harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang pada akhirnya
mengarah pada membengkaknya (proliferasi) birokrasi. Kondisi tersebut lebih jauh
akan berpotensi pada terjadinya disharmoni dan bahkan friksi antar unit organisasi
sebagai akibat tarik-menarik kewenangan. Sejalan dengan arahan UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penataan kelembagaan perangkat daerah
menjadi suatu keharusan sehingga terbentuk kelembagaan pemerintahan daerah yang
efektif dan efisien.
- 194
Agenda Pembangunan
B. Sasaran
- 195
Agenda Pembangunan
D. Program-Program Pembangunan
- 196
Agenda Pembangunan
- 197
Agenda Pembangunan
- 198
Agenda Pembangunan
A. Permasalahan
Tabel 2.7
Banyaknya Personil Satpol PP Provinsi Jambi Tahun 2004
PNS Banpol
Kabupaten / Kota Jumlah
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
1. Provinsi 157 52 3 97 5
2. Kota Jambi 143 22 3 86 32
3. Batanghari 51 13 - 38 -
4. Muaro Jambi 51 4 - 40 7
5. Tebo 54 24 - 30 -
6. Bungo 43 23 - 20 -
7. Merangin 45 12 - 33 -
8. Sarolangun 62 4 - 58 -
9. Tanjab Barat 29 13 1 15 -
10. Tanjab Timur 36 2 2 32 -
11. Kerinci 64 13 - 47 4
Jumlah / Total 2004 735 182 9 496 48
Sumber: Satpol PP Provinsi Jambi
- 199
Agenda Pembangunan
gunung yang dapat dilihat, sementara terdapat jumlah yang lebih besar lagi yang
belum terdeteksi. Kondisi seperti ini merupakan ancaman serius bagi
pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Provinsi Jambi pada khhususunya,
dan bangsa Indonesia pada umumnya. Kondisi tersebut lebih memperihatinkan
lagi jika dilihat dari para pecandunya, di mana lebih dari 85% merupakan
generasi muda. Dampak dari masalah narkoba mencakup dimensi yang kompleks,
meliputi dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan
meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan
keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan
perlikaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.
- 200
Agenda Pembangunan
hanya dapat diredam oleh sikap, perilaku dan tindakan masyarakat yang patuh
dan disiplin terhadap hukum.
B. Sasaran
C. Arah Kebijakan
D. Program-Program Pembangunan
- 201
Agenda Pembangunan
Program ini ditujukan untuk membangun kemitraan antara polisi, Polisi Pamong
Praja, PPNS dan masyarakat agar masyarakat terdorong bekerjasama dengan melalui
- 202
Agenda Pembangunan
- 203