Anda di halaman 1dari 17

DAYA SAING KOMPETITIF DAN KOMPARATIF UMKM IKAN KERING DI

PROVINSI BENGKULU

SKRIPSI

OLEH :

AHMAD RAMADAN IQBAL

E1D019020

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah laut yang lebih
luas daripada daratan. Jumlah pulau di Indonesia sebanyak 17.499 pulau dan garis pantai
sepanjang 95.181 km. Sekitar tiga perempat (5,8 juta ) wilayah Indonesia adalah
perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah
perairan laut teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta . Potensi wilayah perairan laut dan
garis pantai yang begitu luas menyimpan sumber daya alam yang cukup besar Potensi
perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton/tahun dan 57,7 juta ton merupakan potensi
perikanan budidaya. Potensi perikanan penangkapan di laut dan perairan umum (air tawar)
sebesar 7,3 juta ton yang terdiri dari 6,4 juta ton potensi penangkapan laut (Ghufran, 2015)
Provinsi Bengkulu merupakan salah satu Provinsi yang terletak di pantai barat Pulau
Sumatera pada 2⁰16’9” - 3⁰31’17” LS dan 101⁰1’0” - 103⁰41’5” BT. Provinsi Bengkulu
berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat di bagian Utara, dengan Samudera Indonesia dan
Provinsi Lampung di bagian Selatan, dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi di bagian
Timur serta berbatasan dengan Samudera Hindia di bagian Barat. Luas wilayah Provinsi
Bengkulu mencapai ± 32.254,53 km² dengan luas daratan ± 19.919,33 km² dan luas perairan
(laut) mencapai ± 12.335,2 km² dengan panjang garis pantai mencapai ± 525 km. Saat ini
Provinsi Bengkulu terdiri dari 9 Kabupaten dan 1 kota, dimana 6 kabupaten dan 1 kota
termasuk dalam wilayah pesisir. Dengan luas wilayah tersebut, Provinsi Bengkulu
mempunyai potensi di bidang kelautan dan perikanan baik perikanan tangkap, budidaya
maupun pengolahan perikanan yang cukup besar, sehingga dapat menjadi peluang investasi
yang menjanjikan (KKP, 2018)
Ikan kering adalah salah satu bentuk makanan olahan ikan yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang renyah juga mudah didapat. Ikan mudah
mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan, sehingga perlu dilakukan pengawetan
dengan cara penggaraman dan pengeringan. Proses pengeringan ikan yang ideal adalah 12
jam dengan suhu rata-rata 70 0C. Bahan bakar yang dipergunakan adalah gas agar lebih
efektif dan efisien pada saat proses pengeringan ikan dantemperature suhu pada ruang
pengering mudah terkontrol serta ikan kering yang dhasilkan lebih bersih tidak berjelaga.
Mutu ikan kering diuji sesuai dengan SNI 01-2721-1992 dengan parameter uji kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kenampakan, aroma, rasa dan
tekstur (Jantri Sirait, 2019)

Tabel 1.1 Produksi Ikan Kering di Provinsi Bengkulu

No Jenis Ikan Jumlah Produksi


(kg)
1 Kerong 8.771
2 Teri 6.625
3 Gleberan 5.141
4 Kase 2.209
5 Lidah lidah 1.804
6 Gaguk 544
Jumlah 19.953
Sumber : Survei Penelitian, 2022

Pada data tabel 1.1 dapat dilihat produksi ikan kering di Provinsi Bengkulu.
Produksi ikan kering yang dihasilkan di daerah penelitian terdiri dari 6 macam jenis ikan.
Ikan kerong memliki jumlah produksi yang paling tinggi yaitu sebesar 8.771 kg, ikan teri
6.625 kg, ikan gleberal 5.141 kg, ikan kase 2.209 kg, ikan lidah lidah 1.804, dan ikan
gaguk 544 kg.

Usaha pengolahan ikan kering ini dilakukan oleh penduduk yang tinggal di daerah
pesisir Kota Bengkulu dan Kabupaten Mukomuko. Usaha pengolahan ikan kering ini
sudah berlangsung sejak lama dan sekarang telah menjadi sumber penghasilan dan mata
pencaharian bagi sebagian penduduk yang tinggal di daerah penelitian. Ikan kering yang
didapat oleh penduduk di daerah penelitian ini diolah dari bahan baku ikan segar yang
diperoleh dengan cara membeli dari nelayan yang ada di sekitar daerah peneltian dan
juga dari hasil tangkapan sendiri.

Untuk mengetahui daya saing UMKM ikan kering di Provinsi Bengkulu, akan
dilakukan analisis keunggulan komparatif dan analisis keunggulan kompetitif. Menurut
A. Faroby (2008) perdagangan atau pertukaran terjadi karena adanya prinsip lokalisasi
produksi dan spesialisasi. Prinsip keunggulan komparatif adalah untuk menjelaskan
spesialisasi atau manfaat adanya perdagangan dari satu daerah (negara) dengan daerah
lain. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang lebih luas,
mencakup keunggulan harga, kualitas, strategi dan kebijakan. Keunggulan kompetitif,
merupakan kunci dari efisiensi produksi, pemasaran dan bagaimana memprediksi apa
yang diinginkan konsumen atau meningkatkan kepuasan konsumen.

Berdasarkan penjelasan diatas terhadap komoditi ikan kering di Provinsi


Bengkulu, makan perlu dilakukan sebuah penelitian yang berjudul “Daya Saing
Kompetitif dan Komparatif UMKM di Provinsi Bengkulu”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif UMKM ikan
kering di Provinsi Bengkulu?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap UMKM ikan kering di Provinsi
Bengkulu?
1.3. Tujuan Penelitan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis :
1. Keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif UMKM ikan kering di
Provinsi Bengkulu
2. Kebijakan pemerintah terhadap UMKM ikan kering di Provinsi Bengkulu
1.4. Manfaat Penelitan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan,
kebutuhan informasi, dan sumber pengetahuan bagi para pembaca maupun
peneliti yang nantinya ingin melakukan penelitian tentang topik atau judul yang
sama.
2. Hasil penelitan ini mampu menjadi bahan masukan dan pemikiran bagi pemilik
UMKM ikan kering dan pemerintah setempat terkait dalam menentukan
kebijakan tentang pengembangan UMKM ikan kering saat ini ataupun untuk masa
yang akan datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Ikan Kering
Ikan kering adalah salah satu bentuk makanan olahan ikan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang renyah dan mudah
didapat. Ikan merupakan komoditas yang mudah mengalami proses kemunduran
mutu dan pembusukan selama pasca tangkap. Pengolahan dan pengawetan
ikanmerupakan salah satu bagian penting bagi industri perikanan. Salah satu produk
ikan yang banyak di awetkan di Indonesia adalah ikan asin, hampir 65% produk
perikanan diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman.Pengaruh konsentrasi dan
waktu perendaman ikan sangat berpengaruh terhadap cita rasa ikan asin kering. Hasil
uji kenampakan ikan asin kawali dengan konsentrasi garam 20% dengan waktu
perendaman selama 4 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 61, kemudian waktu
perendaman selama 6 jam rat-rata nilai kesukaan adalah 75 dan perendaman selama 8
jam rata-rata nilai kesukaan adalah 48. Pada perendaman ikan dengan konsentrasi
40% dengan waktu perendaman selama 4 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 75,
kemudian waktu perendaman selama 6 jam rat-rata nilai kesukaan adalah 75 dan
perendaman selama 8 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 45. Pada konsentrasi garam
60% dan waktu perendaman 4 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 75, kemudian
perendaman 6 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 75 dan perendaman 8 jam rata-rata
nilai kesukaan adalah 45 (Tahitu dalam Jantri Sirait, 2019).
2. Daya Saing
Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang pertama
kali dikenal dengan model Ricardian. Hukum keunggulan komparatif (The Law of
Comparative Advantage) dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara
tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika
dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih
bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan
tidak ada perdagangan. Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga
kerja (labor theory of value) yang menyatakan bahwa hanya satu faktor produksi yang
penting yang menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu
komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang
diperlukan untuk menghasilkannya. Salah satu kelemahan teori Ricardo adalah
kenapa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi, kenapa output persatuan
input tenaga kerja dianggap konstan (Saptana, 2003)
Daya saing suatu komoditas dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu
tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi. Tingkat keuntungan yang
dihasilkan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial.
Pendekatan daya saing dapat dilihat dari dua indikator keunggulan kompetitif dan
keunggulan komparatif. Masing-masing keunggulan menunjukkan efisiensi
penggunaan faktor produksi (Nurayati dalam Imran, 2021).
3. Pengeringan
Pengeringan adalah cara pengawetan ikan dengan mengurangi kandungan air
pada jaringan ikan sebanyak mungkin sehingga aktivitas bakteri terhambat.
Pengeringan ikan didefenisikan sebagai pemanasan ikan dalam lingkungan yang
terkendali untuk membuang sebagian besar air yang terkandung pada ikan melalui
peristiwa penguapan. Di indonesia masih banyak masyarakat yang menggunakan cara
tradisional atau pemanfaatan alami untuk pengeringan ikan asin, yaitu dengan
pemanfaatan panas matahari dan tiupan angin. Akan tetapi pengeringan ikan asin
sebenarnya tidak harus selalu dilakukan dengan bantuan sinar matahari secara
langsung (penjemuran), ikan dapat dikeringkan tanpa bantuan sinar matahari
contohnya melalui pengeringan dalam kotak dengan bantuan pemanas buatan (Setya,
2019).
Proses pengeringan ikan kering rata-rata dilakukan para nelayan tradisional
adalah dengan cara memanfaatkan sinar matahari dan proses pembuatan ikan kering
dilakukan dengan cara memanggang dengan menggunakan kayu bakar atau
tempurung kelapa dan dilakukan di tempat terbuka sehingga higenitas ikan yang
dihasilkan kurang terjaga sehingga dapat menimbulkan tumbuhnya mikroba pada
ikan yang dikeringkan serta mengakibatkan daya simpan ikan kering tidak lama dan
cita rasanya kurang enak untuk dikonsumsi (Yunus et al.,2009).
4. UMKM
Di indonesia posisi usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) telah lama
diakui sebagai sektor usaha yang sangat penting, karena berbagai peranannya yang
riel dalam perekonomian. Mulai dari Sharenya dalam pembentukan PDB sekitar
63,58%, kemampuannya menyerap tenaga kerja sebesar 99,45% atau sangat besarnya
jumlah unit usaha yang terlibat yakni sekitar 99,84% dari seluruh unit usaha yang
ada, sehingga pada sharenya yang cukup signifikan dalam jumlah nilai eksport total,
yang mencapai 18,72% (Idris Yanto Niode, 2009)
Program pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
sebagai salah satu instrument untuk menaikkan daya beli masyarakat, pada akhirnya
akan menjadi katup pengaman dari situasi krisis moneter. Pengembangan UMKM
menjadi sangat strategis dalam menggerakkan perekonomian nasional, mengingat
kegiatan usahanya mencakup hampir semua lapangan usaha sehingga kontribusi
UMKM menjadi sangat besar bagi penngkatan pendapatan (Feni, 2013).
Dalam pengembangan UMKM, langkah ini tidak semata-mata merupakan
langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab
Pemerintah. Pihak UMKM sendiri sebagai pihak internal yang dikembangkan, dapat
mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Karena potensi yang
mereka miliki mampu menciptakan kreatifitas usaha dengan memanfaatkan fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah (Feni, 2013).
5. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan Kompetitif dapat diraih melalui pengendalian kualitas.
Pengendalian yang ketat, mulai dari merencanakan produk, proses produksi, hingga
produk tersebut sampai ke tangan pelanggan. Hal ini dilakukan untuk mencapai
kualitas yang diharapkan oleh pelanggan dan kualitas yang meningkat akan
mengurangi produk rusak bahkan pada tingkat nol persen, sehingga tidak hanya
meningkatkan kepuasan pelanggan, tetapi juga meningkatkan penjualan, serta
kemampuan kompetisi usaha kecil menengah (Alghamdi & Bach, 2013; Hossain,
Tasnim, Hasan, 2017; Singh, 2013 dalam Jaluanto, 2020).
Menurut Wigati dan Mildawati dalam Jaluanto (2020), kualitas memiliki
peran penting bagi suatu perusahaan, karena kualitas produk yang baik dapat
meningkatkan daya saing dan kemampuan mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tyoso dan Widyaningrum dalam
Jaluanto (2020) yaitu kualitas suatu produk menentukan berhasil atau tidaknya
produk tersebut menembus pasar.
6. Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh G. Haberler yang
menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakan untuk barang antara, sehingga
menurut G. Haberler teori biaya imbangan (theory opportunity cost) dipandang lebih
relevan. Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang
berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya disini menunjukkan produksi
komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang
bersangkutan. Selanjutnya, teori Heckscher Ohlin tentang pola perdagangan
menyatakanbahwa : Komoditas-komoditas yang dalam produksinya memerlukan
faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) di ekspor untuk
ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam proporsi
yang sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah di ekspor
dan faktor yang langka di impor (Lindert dan Kindleberger dalam Septana 2003).
Keunggulan komparatif adalah suatu ukuran relatif yang menunjukkan potensi
keunggulan komoditas tersebut dalam perdagangan di pasar bebas (bersaing
sempurna) atau pada kondisi pasar tidak mengalami distorsi sama sekali. Dalam
konteks tersebut maka faktor-faktor utama yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah: (1)
apakah keunggulan potensial dari komoditas tersebut di pasar juga memiliki
keunggulan kompetitif; (2) apakah memiliki prospek keberlanjutan yang memadai;
(3) bagaimana kekuatan dan kelemahan yang ada dalam sistem komoditas tersebut
dalam kaitannya dengan peluang dan ancaman yang dihadapi; dan (4) Kebijakan apa
yang harus ditempuh agar keunggulan komparatif tersebut terwujud dalam
keunggulan kompetitif dan berkelanjutan (Septana, 2003)
7. Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam Matrik PAM adalah transfer output, transfer
input, transfer faktor dan transfer bersih. Ukuran relatif ditunjukan oleh analisis
koefisien proteksi output nominal atau nominal protection coeficient on output
(NPCO), koefisien proteksi input nominal atau nominal protection coeficient on input
(NPCI), koefisien proteksi efektif atau effectif protection coeficient (EPC). Koefisien
profitabilitas atau profitability coeficient (PC) dan rasio subsidi bagi produsen atau
subsidy ratio to producen (SRP) (Septana, 2003)
8. Policy Analysis Matrix (PAM)
Dengan menggunakan PAM sebagai alat analisis, suatu kegiatan ekonomi
dapat dipandang dari dua sudut, yaitu: (a) sudut privat (private perspective) dan (b)
sudut sosial (social perspective). Perbedaan sudut pandang tersebut membawa
konsekuensi pada perbedaan perlakuan terhadap input dan output dari suatu kegiatan
usaha dalam penggunaan harga-harganya. Beberapa asumsi dasar yang digunakan
dalam analisis PAM adalah: (1) perhitungan berdasarkan harga privat untuk analisis
finansial; (2) perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yang
mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya untuk analisis ekonomi; (3)
output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam tradable input dan
domestic factor; (4) eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan,
dengan demikian dianggap nol (Septana, 2003).
Dalam PAM, input yang digunakan dalam proses produksi dapat dipisahkan
menjadi: (a) tradable goods, dan (b) domestic factor (non tradable goods). Input
kategori pertama adalah input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional,
sedangkan input kategori kedua adalah input yang tidak dapat diperdagangkan di
pasar interansional (Septana, 2003).
9. Kerangka Pemikiran
Analisis daya saing sebuah komoditi dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek
permintaan dan aspek penawaran. Kedua aspek tersebut sangat mempengaruhi dalam
menentukan harga (baik harga output maupun harga input), dimana harga merupakan
faktor yang sangat berpengaruh secara langsung terhadap daya saing dari suatu
produk atau komoditas. Analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif) mencakup tiga orientasi perdagangan, yaitu substitusi impor (SI),
perdagangan antar daerah (PAD) dan promosi ekspor (PE). Pada analisis substitusi
impor (SI), manfaat yang diperoleh dari kegiatan produksi adalah devisa yang
dihemat akibat berkurangnya impor. Pada analisis perdagangan antardaerah (PAD)
manfaat yang diperoleh berupa penghematan devisa, karena impor dari luar negeri
digantikan oleh perdagangan antardaerah. Sedangkan pada analisis promosi ekspor
(PE), manfaat yang diperoleh adalah nilai devisa yang bertambah jika hasil produksi
di ekspor.
Pada penelitian ini, suatu komoditas dianggap memiliki tingkat daya saing
apabila komoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan
komparatif. Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari private cost ratio (PCR). Nilai
private cost ratio (PCR) menggambarkan banyak sistem komoditas tersebut dapat
menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif
yakni break even setelah membayar keuntungan normal. Jika nilai PCR>1, berarti
sistem komoditas tersebut tidak mampu membiayai faktor domestiknya pada harga
privat. Sebaliknya jika nilai PCR1 menunjukkan bahwa tidak ada daya saing dalam
memproduksi suatu komoditas, karena biaya produksi yang dibutuhkan lebih tinggi
dari pada mengimpor komoditas tersebut. Jika tidak ada pertimbangan lain, maka
mengimpor komoditas tersebut lebih efisien daripada memproduksi sendiri.
Sebaliknya jika nilai DRCR maka sistem komoditas tersebut mampu membiayai
faktor domestiknya pada harga privat. Sedangkan keunggulan komparatif dapat
dilihat dari nilai domestic resources cost ratio (DRCR). Nilai domestic resources cost
ratio (DRCR) merupakan indikator kemampuan suatu sistem komoditas membiayai
faktor domestik pada tingkat harga sosial. Jika nilai DRCR>1 menunjukkan bahwa
tidak ada daya saing dalam memproduksi suatu komoditas, karena biaya produksi
yang dibutuhkan lebih tinggi dari pada mengimpor komoditas tersebut. Jika tidak ada
pertimbangan lain, maka mengimpor komoditas tersebut lebih efisien daripada
memproduksi sendiri. Sebaliknya jika nilai DRCR<1, berarti suatu komoditas
memiliki daya saing, karena biaya yang dibutuhkan untuk memproduksinya lebih
rendah daripada mengimpor komoditas tersebut.
IKAN KERING

Penerimaan
Biaya
variabel
Keuntungan
(Privat dan Sosial)

Daya Saing

Ikan Kering

Keunggulan Kompetitif Keunggulan Komparatif

Daya Saing dan Kebijakan

Ikan Kering
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan metode cluster sampling.
Penggunaan cluster sampling didasarkan karena peneliti memilih secara random lokasi
yang dipilih yaitu dengan memilih wilayah pengembangan ikan kering, yakni di Kota
Bengkulu dan Kabupaten Mukomuko. Pemilihan Kota Bengkulu dan Kabupaten
Mukomuko sebagai lokasi penelitian karena daerah tersebut merupakan penghasil ikan
kering terbanyak di provinsi Bengkulu.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah populasi UMKM ikan kering yang ada di
Kota Bengkulu dan Kabupaten Mukomuko. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik Sensus. Menurut Sugiyono (2008), sensus adalah teknik penentuan
sampel apabila semua anggota populasi diigunakan sebagai sampel.

No. Kabupaten/Kota Kecamatan Kelurahan/ Desa Ʃ Sampel (Orang)

1. Kota Bengkulu Kampung Melayu Sumber Jaya 93

2. Kabupaten Mukomuko Koto Jaya 64


Mukomuko

Sumber : Survei Penelitian, 2022

3.3 Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan
menggunakan alat bantu yaitu kuesioner pertanyaan. Sedangkan data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari sumber-sumber informasi yang berhubungan dengan
penelitian. Data sekunder penelitan dapat berupa artkel lmiah, jurnal, buku, dan informasi
dari internet.
3.4 Metode Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Matriks Analisis
Kebijakan (Policy Analysis Matrix atau PAM). Penggunaan model ini dengan pertimbangan
bahwa dengan model ini dapat menjawab tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu
menganalisis kebijakan pemerintah dan keunggulan komparatif serta kompetitif UMKM ikan
kering.
Dalam menguji hipotesis dalam penelitian Ini, maka digunakan analisis Model
Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix atau PAM) dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Matrik Analisis Kebijakan yang Digunakan untuk Analisis

Biaya
Keterangan Penerimaan Input Input non Keuntungan

tradable tradable
Harga Privat A B C D = A–B-C
Harga Sosial E F G H = E –F-G
Dampak
I=A–E J=B–F K=C–G
L=D–H=I–J–K
Kebijakan

Sumber: Scott Pearson, et al., dalam Rahmi (2017).

 Analisis Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial


a. Keuntungan Privat
D = A – (B+C)
Dimana :
D = Keuntungan privat
A = Penerimaan UMKM ikan kering pada harga privat
B = Biaya input diperdagangkan pada harga privat
C = Biaya input tidak diperdagangkan pada harga privat
Apabila D > 0 maka sistem komoditi itu memperoleh profit atas biaya
normal, yang mempunyai implikasi bahwa komoditi itu mampu
berekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditi
alternatif yang lebih menguntungkan.
b. Keuntungan Sosial
H = E – (F + G)
Dimana:
H = Keuntungan sosial
E = Penerimaan UMKM ikan kering pada harga sosial
F = Biaya input diperdagangkan pada harga sosial
G = Biaya input tidak diperdagangkan pada harga sosial
Apabila H > 0, berarti sistem komoditi memperoleh profit atas biaya normal
dalam harga sosial dan dapat diprioritaskan dalam pengembangan.
 Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
a. Keunggulan Komparatif
Analisis keunggulan komparatif dilakukan dengan pendekatan Biaya
Sumberdaya Domestik atau DRC. DRC digunakan untuk mengukur berapa
besar satu satuan devisa yang dapat dihemat apabila suatu komoditas
diproduksi di dalam negeri.

DRC =

Tolak ukur DRC (keunggulan komparatif) yaitu;


1. Komoditas mempunyai keunggulan komparatif jika DCR < 1, yang
berarti usaha efisien secara ekonomi dalam pemanfaatan
sumberdaya domestik sehingga pemenuhan permntaan domestik
lebih mengutungkan degan peningkatan produksi dalam negeri.
2. Komoditas tidak mempunyai keunggulan komparatif jika DCR > 1,
yang berarti usaha tidak efisien secara ekonomi dalam pemanfaatan
sumberdaya domestik sehingga pemenuhan permintaan domestik
lebih menguntungkan dengan melakukan impor.
b. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif dapat dianalisis dengan Koefisien Biaya
Sumberdaya Domestik (PCR). PCR menunjukkan kemampuan sistim
komoditi membiayai faktor domestik pada harga privat. Apabila nilai PCR
< 1 dan makin kecil, berarti sistem komoditi tersebut mampu membiayai
faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuan itu meningkat.

PCR =

Tolak ukur PCR yaitu :


1. Komoditas mempunyai daya saing jika PCR < 1, yang berarti usaha
efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumberdaya domestik
sehingga pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan
dengan peningkatan produksi dalam negeri.
Komoditas tidak mempunyai daya saing jika PCR > 1, yang berarti usaha tidak
efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumberdaya domestik sehingga pemenuhan
permintaan domestik lebih menguntungkan dengan melakukan impor.
3.5 Pengukuran Variabel Penelitian
Untuk mempermudah penelitian ini maka variabel-variabel penelitian
didefinisikan sebagai berikut :
1. UMKM adalah usaha produktif yang dimliki perorangan maupun badan usaha yang telah
memenuhi krteria sebagai usaha mikro.
2. Bahan baku adalah bahan mentah yang digunakan untuk membuat produk. Bahan baku
dalam penelitian ini adalah ikan segar yang kemudan diolah menjadi ikan kering.
3. Populasi dalam penelitan ini adalah pelaku usaha UMKM ikan kering yang berada di
Kota Bengkulu dan Kabupaten Mukomuko.
4. Produksi adalah proses menghasilan produk. Dalam penelitian ini produksi yang
dihasilkan adalah ikan kering.
5. Biaya merupakan semua pengeluaran untuk memproduksi ikan kering.
6. Penerimaan merupakan total pendapatan yang diterima oleh UMKM ikan kering yang
diperoleh dari penjualan ikan kering.
7. Keunggulan komparatif adalah keunggulan suatu wilayah atau negara dalam
memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari biaya
untuk komoditas yang sama di daerah yang lain dan diukur berdasarkan harga sosial.
8. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan dalam
kegiatan produksi yang efisien sehingga memiliki daya saing di pasar lokal maupun
internasional yang diukur berdasarkan harga privat.
9. Keuntungan privat adalah keuntungan yang dipengaruhi oleh adanya kebijakan
pemerintah
10. Keuntungan sosial adalah keuntungan yang pada kondisi tidak ada kebijakan pemerintah
maupun distorsi
11. Harga privat atau harga pasar adalah harga yang diterima dan dibayarkan oleh produsen
atau harga yang terjadi setelah ada kebijakan pemerintah, dinyatakan dalam rupiah
perbulan.
12. Harga Sosial berkaitan dengan Matriks Analisis Kebijakan, Layard dan Glaister (1994)
dalam Soetriono (2006) menjelaskan bahwa harga sosial dicerminkan dengan harga
bayangan (shadow price). Harga bayangan tersebut dipakai untuk menyesuaikan terhadap
harga pasar internasional dari beberapa faktor produksi atau hasil produksi.

Anda mungkin juga menyukai