Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG PEMIKIRAN ISLAM

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


ISLAM DAN SAINS
DARI DOSEN : Surahman, M.E

Disusun Oleh :

Farid Maulana (Nomor Induk Mahasiswa : 221410151)


Maziyah Farhah (Nomor Induk Mahasiswa : 221410161)
Bunga Ahista Rania (Nomor Induk Mahasiswa : 221410142)
Abdullah Malik Nurul Imam (Nomor Induk Mahasiswa : 221410145)
Marcelino Rizki Suryanto (Nomor Induk Mahasiswa : 221410149)
Nurul Hasanah (Nomor Induk Mahasiswa : 221410157)
Eneng Siti Sutihat (Nomor Induk Mahasiswa : 221410148)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM JURUSAN EKONOMI SYARIAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
Jalan Jendral Sudirman No. 30 Panancangan Cipocok Jaya, Sumurpecung, Kec. Serang, Kota
Serang, Banten 42118
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pemikiran Islam“ini. Makalah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Sains. Sebagai penulis
sekaligus penyusun makalah ini kami sangat berterimakasih terhadap pihak pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami berharap Makalah ini tidak hanya
sebagai tugas saja, namun kami berharap nantinya Makalah ini dapat digunakan dalam
referensi referensi dan dapat bermanfaat bagi khalayak ramai. Kami menyadari sebagai
penulis makalah ini merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
Makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah..................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi Esai.......................................................................................................2
B. Struktur Esai dan Unsur Esai............................................................................2
C. Langkah Langkah Menulis Esai.........................................................................2
D. Tujuan Penulisan Esai........................................................................................3
E. Ciri-ciri Esai.......................................................................................................4
F. Tipe Tipe Esai....................................................................................................4
G. Jenis Jenis esai dan contohnya...........................................................................6
BAB III : KESIMPULAN......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Definisi Pemikiran Islam


Sebuah defenisi yang benar harus memenuhi dua hal: ‘menyeluruh” (jâmi‘an) sekaligus
“mencegah” (mâni‘an). Yang dimaksud dengan menyeluruh (jaami’an) yaitu mencakup
seluruh bagian-bagian dan sifat-sifat dari sesuatu yang didefinisikan. Dan yang dimaksud
dengan mencegah (maani’an) yaitu mencegah masuknya makna asing ke dalam sesuatu yang
didefinisikan. Berdasarkan alasan di atas, saya mendefinisikan pemikiran Islam sebagai:
ْ ‫اَ ْلفِ ْك ُر ْاِإل ْسالَ ِمي ه َُو ْال ُح ْك ُم ع ََل ْال َواقِع ِم ْن ِوجْ هَ ٍة ن‬
‫َظ ِر ْاِإل ْسالَ ِم‬ ِ
Upaya menilai fakta dari sudut pandang Islam.
Dengan demikian, pemikiran Islam mengandung tiga hal, yakni: (1) fakta (al-wâqi‘); (2)
hukum (justifikasi); (3) keterkaitan fakta dengan hukum. Fakta dapat berupa benda maupun
perbuatan. Fakta berupa benda hanya memiliki dua macam hukum, yakni mubah (halal) dan
haram. Buah anggur, misalnya, hukumnya mubah, sedangkan khamar hukumnya haram.
Dalam konteks benda ini, ada sebuah kaidah syariat yang diambil dari nash-nash al-Qur’an
dan al-Hadis:
‫اَألصْ ُل فِي اَأل ْشيَا ِء اِإل بَا َحةُ َما تَ ْم يَ ِر ْد َدلِ ْي ُل التَّحْ ِري ِْم‬
Hukum asal setiap benda adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Sedangkan jika fakta itu berupa perbuatan, maka hukumnya ada lima, yakni fardhu (wajib),
mandub (sunnah), mubah, makruh dan haram. Misalnya, puasa Ramadhan hukumnya wajib,
shadaqah hukumnya sunnah (mandub), makan roti mubah, berbicara di WC makruh, dan riba
haram.
Kaidah syara yang dinisbahkan kepada perbuatan adalah:

ِ ‫اَْألصْ ُل فِي اَْأل ْف َع‬


‫ال التَّقَيَّ ُد‬
Hukum asal setiap perbuatan adalah terikat (dengan hukum syara).
Hukum atas fakta harus diambil dari dalil-dalil syara yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul, dan
apa-apa yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul, yaitu Ijma’ Sahabat dan Qiyas.
Pemikiran Islam ada dua macam, yaitu pemikiran yang berkaitan dengan aqidah, seperti
keimanan kepada Allah, kepada Rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari akhir. Dan
pemikiran yang berkaitan dengan hukum syara yang bersifat praktis, seperti jihad dan shalat.

Asas-Asas Pemikiran Islam


Pemikiran Islam dibangun di atas dua asas, yakni akal dan syara.
1. Akal
Islam telah memerintahkan manusia untuk memperguna-kan akalnya. Allah
mendorong manusia untuk memperhatikan alam semesta dan apa saja yang ada di
dalamnya dengan cermat, sehingga dapat menghantarkan kepada keimanan tentang
adanya Al-Khaliq, yang menciptakannya. Allah swt berfirman :
ِ ‫َوفِي َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأفَالَ تُب‬
َ‫ْصرُون‬
Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (TQS. Adz
Dzaariyaat [51]: 21).
َ ِ‫فَ ْليَ ْنظُ ِر ْاِإل ْن َسانُ ِم َّم ُخل‬
‫ق‬
Maka perhatikanlah manusia itu, dari apa dia diciptakan. (TQS. Ath-Thaariq [86]: 5)
Dengan pengamatan seperti ini, manusia bisa membuktikan
adanya al Khaliq Yang Maha Kuasa.

Dengan akalnya, manusia bisa menjangkau keberadaan al- Khaliq Yang Maha Esa
yang telah menciptakan makhluq. Dengan akalnya pula, manusia bisa membuktikan
bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, dan Mohammad adalah Rasulullah. Oleh karena
itu, akal merupakan asas bagi aqidah Islam. Sekaligus menunjukkan bahwa aqidah
Islam adalah aqidah aqliyyah. ‘Aqidah yang menjadi asas bagi pemikiran Islam.
‘Aqidah yang dibangun berdasarkan akal.
2. Syara’
Sumber pemikiran Islam, dengan seluruh bagiannya, adalah hukum syara yang
bersumber dari wahyu, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dan apa yang ditunjuk oleh
Al-Qur’an dan As-Sunnah yakni ijma sahabat dan qiyas. Syara merupakan asas
pemikiran Islam. Sampai kapanpun, pemikiran Islam tidak akan keluar dari syara.
Agar suatu pemikiran dianggap sebagai pemikiran Islam maka harus digali dari dalil-
dalil syara. Misalnya jihad, syura, dan iman kepada adanya jin. Semuanya merupakan
pemikiran Islam yang datang dari dalil-dalil kitabullah dan sunnah Rasul. Adapun
imperialisme, teori Darwin, ataupun pemikiran sosialisme, bukanlah pemikiran Islam.
Bahkan pemikiran Islam telah menjelaskan sikapnya terhadap pemikiran-pemikiran
semacam ini.
Ciri khas pemikiran Islam akan hilang jika terpisah –secara keseluruhan atau
sebagian- dari wahyu. Allah melarang kita untuk melakukan pemisahan ini. Firman
Allah:
َ‫َو َم ْن يَ ْيت َِغ َغ ْي َر ْاِإل ْسنًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوه َُو فِي اآل ِخ َر ِة ِمنَ ْال َخا ِس ِرين‬
Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka sekali-kali tidak akan
diterima darinya dan dia pada hari akhirat termasuk orang yang merugi. (TQS. Ali
Imran [3]: 85).
Pemikiran Islam tidak menerima tambal sulam, sebagaimana yang dilakukan sebagian
orang yang mengambil perekonomian Marxis atau Kapitalisme, sedangkan akhlaq
atau interaksi sosialnya diambil dari pemikiran Barat. Bahkan mereka terpesona
dengan setiap hal baru dan asing- kemudian menginsersikannya pada pemikiran
Islam.

Ciri Khas Pemikiran Islam


Pemikiran Islam memiliki beberapa ciri khas, antara lain: bersifat komprehensif
(syumuliyyah), luas, praktis (‘amaliy), dan manusiawi.
1. Kekomprehensifan Pemikiran Islam
Pemikiran Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia, seperti politik, sosial
kemasyarakatan, perekonomian, kebudayaan, dan akhlaq. Islam hadir dengan
membawa aturan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya,
dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Aturan yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya tercakup dalam aqidah dan ibadah. Sedangkan aturan yang
mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri tercakup dalam hukum-
hukum tentang makanan, pakaian, dan akhlaq. Selebihnya adalah aturan yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, semisal, masalah mu’amalah,
‘uqubaat, dan politik luar negeri. Allah swt berfirman:
‫َاب تِ ْبيَانًا لِ ُك ِّل َش ْي ٍء‬ َ ‫ك ْال ِكت‬ َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي‬
Dan Kami telah menurunkan kepadamu al kitab sebagai penjelas segala sesuatu.
(TQS. An Nahl [16]: 89)
‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْم‬ ُ ‫ْاليَوْ َم َأ ْك َم ْل‬
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah kucukupkan
untukmu nikmat-Ku. (TQS. Al Maa-idah [5]: 3)
Setelah memahami kedua ayat di atas seorang muslim tidak boleh menyatakan bahwa,
ada sebagian perbuatan manusia yang tidak ada status hukumnya dalam Islam.
2. Keluasan Pemikiran Islam
Keluasan pemikiran Islam, disebabkan karena, para ulama mungkin untuk melakukan
istinbath (menggali) hukum-hukum syar’iy dari nash-nash syara tentang perkara baru
apapun, baik perbuatan maupun benda. Dalil-dalil syara hadir dalam bentuk gaya
bahasa yang mampu mencakup perkara apa saja hingga hari kiamat. Apabila
ditanyakan kepada seorang muslim saat ini, apa dalil syara tentang kebolehan
mengendarai roket, pesawat, atau kapal selam, kemudian ia meneliti dalil-dalil syara
untuk mengetahui hukumnya, niscaya dia akan menemukannya dalam firman Allah:
‫ض َج ِميعًا‬ ِ ْ‫ت َو َما فِي اَْألر‬ ِ ‫َو َس َّخ َر لَ ُك ْم َما ِإل ي ال َّس َم َوا‬
Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang ada dibumi semua.
(TQS. Al Jaatsiyah [45]: 13).
Atau jika ada yang menanyakan, apakah umat Islam boleh memiliki bom atom, maka
dia akan menjumpai hukum syara tentang perkara itu dalam firman Allah:
‫اط ْال َخ ْي ِل تُرْ ِهبُونَ ب ِه َع ُد َّو هللاِ َو َع ُد َّو ُك ْم‬ ِ َ‫َوَأ ِع ُّدوا لَهُ ْم َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم ِم ْن قُ َّو ٍة َو ِم ْن ِرب‬
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu. (TQS. Al Anfaal [8]: 60).
3. Pemikiran Islam merupakan Pemikiran yang Bersifat Praktis (‘Amaliy)
Hukum-hukum Islam hadir untuk diterapkan dan dilaksanakan di tengah-tengah
kehidupan. Manusia tidak akan dibebani melebihi apa yang dia sanggupi. Allah
berfirman:
‫الَ يُ َكلِّفُ هللاُ نَ ْفسًا ِإالَّ ُو ْس َعهَا‬
Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. (TQS. Al
Baqarah [2]: 286).
Pada sebagian besar ayat-ayat Al-Qur’an, Allah swt telah mengkaitkan amal dengan
iman seperti firman Allah:
‫صب ِْر‬ َّ ‫صوْ ابِال‬َ ‫ق َوت ََوا‬ ِّ ‫اصوْ ا بِ ْال َح‬ َ ‫ت َوت ََو‬ ِ ‫ْر ~ ِإالَّ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬ ٍ ‫َو ْال َعصْ ِر~ ِإ َّن ْاِإل ْن َسانَ لَفِي ُخس‬
Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh. (TQS. Al‘Ashr [103]: 1-3).
4. Pemikiran Islam Merupakan Pemikiran Bersifat Manusiawi
Islam menyeru kepada manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia, tanpa melihat
lagi ras atau warna kulitnya. Firman Allah swt:
‫ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوُأ ْن َشى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا‬
Dan aku jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling
kenal mengenal. (TQS. Al Hujuraat [49]: 13).
Orang-orang selain orang Arab pun telah beriman kepada agama ini, seperti Persia,
Romawi, India dan sebagainya. Demikianlah, Islam telah mengeluarkan mereka dari
kegelapan menuju cahaya, dari keterpurukan menuju kebangkitan.

Keistimewaan Pemikiran Islam di Antara Seluruh Pemikiran Sebelumnya


Keistimewaan pemikiran Islam dibanding agama-agama samawi sebelumnya dan dari
pemikiran ‘ciptaan’ manusia adalah:
1. Agama-agama sebelumnya ditujukan kepada kelompok manusia tertentu dan jaman
tertentu. Sedangkan Islam ditujukan kepada seluruh manusia hingga hari kiamat. Para
rasul terdahulu (sebelum Rasulullah saw) diutus khusus untuk kaum mereka. Setelah
itu, para pengikutnya mengabaikan risalah rasulnya, dan merubah pemikiran-
pemikirannya, setelah rasulnya wafat. Sedangkan Muhammad saw diutus kepada
seluruh umat manusia. Beliau adalah penutup para Nabi.
2. Risalah-risalah rasul terdahulu hanya memecahkan beberapa bagian tertentu dari
persolan kehidupan manusia seperti aqidah, ibadah, hubungan laki-laki dan wanita
atau persoalan makanan. Sedangkan syari’at Islam hadir untuk memecahkan seluruh
aspek kehidupan manusia, dan mengatur seluruh interaksi manusia, baik ‘interaksi’
manusia dengan Tuhannya, hubungan dia dengan dirinya sendiri dan interaksinya
dengan orang lain.
3. Mu’jizat para rasul terdahulu bersifat temporal, akan berhenti dan lenyap bersamaan
dengan wafatnya rasul tersebut. Misalnya, mu’jizat tongkat Nabi Musa, kemampuan
menghidupkan orang mati yang dimiliki Nabi Isa, mu’jizat Nabi Sulaiman berupa
kemampuannya menundukkan burung, Jin dan angin, serta mu’jizat unta betinanya
Nabi Shalih. Sedangkan mu’jizat Nabi Muhammad saw bersifat kekal dan abadi
sampai hari kiamat. Mu’jizat itu berupa Al-Qur’an al-Kariim yang senantiasa
menantang manusia untuk membuat yang serupa dengannya. Inilah satu-satunya kitab
yang dijanjikan oleh Allah untuk dipelihara (dijaga), seperti dalam firmannya:
َ‫ِإنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر وَِإنَّا تَهُ لَ َحافِظُون‬
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al Qur’an dan kami pulalah yang akan
menjaganya. (TQS. Al Hijr [15]: 9).
4. Tiga keistimewaan di atas berhubungan dengan risalah samawiyyah. Adapun,
dibandingkan dengan pemikiran yang dibuat oleh manusia, Islam berbeda dengan
pemikiran-pemikiran tersebut. Sebab, Islam berasal dari Pencipta semesta alam.
Dialah Sang Pencipta yang mengetahui dan memahami karakteristik manusia. Oleh
karena itu, tak seorang pun yang sanggup membuat sistem yang bersifat menyeluruh,
sempurna dan rinci untuk mengatur kehidupan manusia layaknya aturan yang
diturunkan oleh Sang Pencipta kepada manusia. Demikianlah, apa yang dianggap baik
oleh sebagian manusia, kadang-kadang akan dianggap buruk oleh yang lain. Di sisi
lain, tidak mungkin secara bersamaan mereka rela dengan aturan yang dibuat orang
lain. Bahkan jika golongan yang tidak ridha tadi berhasil memegang tampuk
pemerintahan, niscaya mereka akan mengganti sistem -yang tadinya dibuat oleh orang
sebelumnya- sesuai dengan apa yang mereka sepakati dan inginkan.
Sebab lain yang menjadikan aturan buatan manusia, tidak sempurna dan tidak layak untuk
mengatur manusia secara keseluruhan, adalah tidak adanya pemahaman dari pencipta
sistem itu tentang perbedaan –karakter-- masing-masing individu yang hidup dalam
masyarakat. Mereka juga tidak memahami perkara-perkara apa saja yang akan muncul
dan berkembang di masa mendatang.
Sedangkan Allah, Dialah yang mengetahui apa yang akan terjadi. Islam telah mengatur
keseluruhan aktivitas manusia maupun benda yang digunakan sebagai pemuas kebutuhan
manusia, baik kebutuhan naluri maupun jasmani. Allah telah memaparkan nash-nash Al-
Qur’an dan As-Sunnah, dengan paparan yang komprehensif, untuk menjelaskan status
hukum bagi setiap perkara yang akan terjadi, baik yang menyangkut perbuatan manusia
maupun benda yang digunakan oleh manusia.

Transformasi yang Dihasilkan oleh Pemikiran Islam di Dalam Kehidupan


Manusia
1. Pemikiran Islam telah mengubah manusia dari penyembahan  terhadap selain Allah
seperti patung dan api, kepada  penyembahan terhadap Allah semata.
2. Pemikiran Islam telah mengubah pandangan mereka tentang  kehidupan, dari cara
pandang yang dangkal menuju cara  pandang yang mendalam lagi jernih (nazharatan
‘amiiqatan  mustaniiratan) yang merupakan cerminan dari aqidah Islam,  yaitu
pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia  dan kehidupan, dan apa yang
ada sebelum dan sesudah  kehidupan dunia, serta tentang hubungan antara kehidupan 
dunia dengan kehidupan sebelum dan sesudahnya. 
3. Pemikiran Islam telah mengubah ikatan-ikatan yang ada pada  mereka seperti ikatan
kepentingan (al mashlahiyyah),  kesukuan (al qabiliyyah), dan patriotisme (al
wathaniyyah)  kepada ikatan ideologis, sebagai sebuah sebuah ikatan yang  langgeng
lagi kokoh. Adapun ikatan-ikatan sebelumnya bersifat  temporal dan lemah. 
4. Pemikiran Islam telah mengubah tolok ukur aktivitas  kehidupan mereka dari
manfaat-egoisme kepada tolok ukur  halal dan haram. Apabila halal, mereka
mengerjakan dan  mengamalkannya, sedangkan jika haram, mereka segera  menjauhi
dan membencinya. 
5. Pemikiran Islam telah mengubah asas hubungan kenegaraan.  Sebelumnya, hubungan
kenegaraan dibangun di atas  kepentingan-kepentingan materi, ketamakan dan
kepongahan,  kemudian menjadi tegak di atas asas penyebaran pemikiran  Islam dan
mengembannya kepada seluruh umat manusia. 
6. Pemikiran Islam telah mengubah persepsi tentang kebahagiaan  pada diri umat.
Sebelumnya, kebahagiaan tercermin dalam  pemenuhan terhadap syahwat dan segala
bentuk kenikmatan  dunia. Setelah itu, persepsi kebahagiaan, beralih kepada  mencari
ridha Allah. Akhirnya, mereka tidak takut akan  kematian, dan berharap syahid di
jalan Allah. Sebab, mereka  telah memahami bahwa dunia ini hanyalah jalan menuju 
akhirat. Ini tercermin pada firman Allah swt:
‫َصيبَكَ ِمنَ ال ُّديَا‬ َ ‫ك هللاُ ال َّدا َر ْاآل ِخ َرةَ َوالَ تَ ْن‬
ِ ‫سن‬ َ ‫ َوا ْبت َِغ فِي َما َءاتَا‬...
Dan carilah dengan apa-apa yang diberikan Allah kepadamu  akan negeri akhirat dan
jangan lupakan bagianmu di dunia…  (TQS. Al Qashash [28]: 77).
Manhaj Pengembangan Pemikiran Islam
A. Asumsi Dasar Pengembangan Pemikiran Islam
Pengembangan pemikiran Islam dibangun dan dikembangkan berdasarkan anggapan dasar atau
paradigma tertentu. Di atas asumsi inilah berbagai perspektif dan metodologi pemikiran keislaman
ditegakkan. Demikian pula asumsi dasar penting bagi Muhammadiyah sebagai pondasi bagi
pengembangan pemikiran keislaman untuk praksis sosial. Karena itu, pembahasan asumsi mengenai
hakekat pandangan keagamaan – posisi Islam, sumber, fungsi dan metodologi pemikiran Islam —
sangat signfikan untuk menentukan cara kerja epistemologi pemikiran keislaman, baik pendekatan
maupun metode yang dipergunakan.
Posisi Islam dan pemikiran Islam. Membedakan antara Islam dan pemikiran Islam sangat penting
di sini. Pemikiran Islam bukanlah wilayah yang terbebas dari intervensi historisitas (kepentingan)
kemanusiaan. Kita mengenal perubahan dalam pemikiran Islam sejalan dengan perbedaan ruang dan
waktu. Pemikiran Islam tidak bercita-cita untuk mencampuri nash-nash wahyu yang tidak berubah (al-
nushushu al-mutanahiyah) melalui tindakan pengubahan baik penambahan dan pengurangan atau
bahkan pengapusan. Bagaimanapun kita sepakat bahwa Islam (obyektif) sebagai wahyu adalah
petunjuk universal bagi umat manusia. Pemikiran Islam juga tidak diarahkan untuk mengkaji Islam
subyektif yang ada dalam kesadaran atau keimanan setiap para pemeluknya. Karena dalam wilayah
ini, Allah secara jelas menyatakan kebebasan bagi manusia untuk iman atau kufur, untuk muslim atau
bukan (freedom of religion; Q.S. Al-Baqarah: 256; Al-Kafirun: 1-6). Pemikiran Islam lebih diarahkan
untuk mengkaji dan menelaah persoalan-persoalan dalam realitas keseharian umat muslim yang
“lekang dan lapuk oleh ruang dan waktu” (al-waqai’ ghairu mutanahiyah).
Dengan meletakkan Islam dalam tajdid wa al-iftikar, setiap muslim tidak perlu lagi khawatir
bahwa pembaharuan ekspresi, interpretasi dan pemaknaan Islam yang ditawarkan kepada komunitas
dalam locus dan tempus tertentu, tidak memiliki pretensi untuk mengganggu apalagi merusak Islam
sebagai wahyu ataupun keimanan secara langsung ataupun tidak. Tajdid wa al-iftikar merupakan
program pembaharuan terencana dan terstruktur yang diletakkan di atas bangunan refleksi motivitas
dan historisitas dan aplikasinya pada realitas kehidupan nyata Islam dalam kontek sosial-
kemasyarakatan dalam arti luas. Dengan program ini pula dimaksudkan agar Islam benar-benar
menjadi rahmatan lil alamin; sebuah proses menafsirkan universalitas Islam melalui kemampuan
membumikannya pada wilayah-wilayah partikularitas dengan segala keunikannya. Ini berarti pula
bahwa pemikiran Islam menerima kontribusi dari semua lapisan baik dalam masyarakat muslim
(insider) maupun non muslim (outsider).
Sumber pemikiran Islam. Setiap disiplin keilmuan dibangun dan dikembangkan melalui kajian-
kajian atas sumber pengetahuannya. Sumber pemikiran Islam adalah wahyu, akal, ilham atau intusi
dan realitas.
Fungsi Pemikiran Islam. Pemikiran Islam dibangun dan dikembangkan untuk mendukung
universalitas Islam sebagai petunjuk bagi manusia menuju kesalehan individual dan kesalehan sosial.
Kesalehan individual lebih berkaitan dengan persoalan-persoalan praktek-praktek keagamaan dalam
kehidupan sehari-hari. Sementara kesalehan sosial berhubungan erat dengan persoalan-persoalan
moralitas publik (public morality). Dalam wilayah kesalehan individual, pemikiran Islam berupaya
memberikan kontribusi berupa petunjuk-petunjuk praktis keagamaan (religious practical guidance),
ibadah mahdlah dan masalah-masalah yang menyangkut moralitas pribadi (private morality).
Sedangkan dalam wilayah kesalehan sosial, pemikiran Islam merespon wacana kontemporer, seperti
masalah sosial-keagamaan, sosial budaya, sosial ekonomi, globalisasi dan lokalisasi, iptek,
lingkungan hidup, etika dan rekayasa genetika serta bioteknologi, isu-isu keadilan hukum, ekonomi,
demokratisasi, HAM, civil society, kekerasan sosial dan agama, gender, dan pluralisme agama,
sekaligus merumuskan dan melaksanakan terapannya dalam praksis sosial.
Salah satu bidang kajian Islam yang secara intens dilakukan oleh kalangan akademisi,
ilmuwan, dan pemerhati Islam adalah tentang pembaruan dalam Islam. Hal ini terlihat dari banyaknya
kajian yang membicarakan tema tersebut, baik mengenai sejarahnya, maupun tokoh, serta pemikiran
pembaruannya. Perbincangan dan pengkajian tersebut, menunjukkan bahwa di kalangan umat Islam,
khususnya di kalangan para ilmuwan Islam, telah terbangun pandangan bahwa pembaruan Islam
merupakan suatu keniscayaan sekaligus sebagai konsekuensi logis dari pengalaman ajaran Islam.
Meskipun demikian, menurut Din Syamsudin, terdapat saling tarikmenarik yang menjadikan
isu pembaruan Islam aktual sekaligus kontroversial sepanjang sejarah pemikiran Islam. Ada yang
menganggap bahwa pembaruan Islam sebagai suatu keharusan untuk aktualisasi dan kontekstualisasi
ajaran Islam sebagaimana dengan yang melakukan penolakan dan penentangan terhadap pembaruan
Islam karena dipandang bahwa Islam adalah agama pembawa kebenaran mutlak sehingga upaya
pembaruan dipandang bertentangan dengan watak kemutlakan Islam tersebut. Di samping itu,
penolakan tersebut didasari oleh suatu pandangan bahwa pembaruan (modernitas) adalah produk
kebudayaan Barat, sedangkan Barat dipandang sebagai musuh Islam dan baik secara politik maupun
kultural.
Melihat perbedaan di atas, Din Syamsuddin berpandangan bahwa perbedaan mendasar antara
yang pro dan kontra pembaruan sesungguhnya terletak pada kerangka metodologis dalam memahami
Islam sehingga perbedaan antara keduanya berada dalam wilayah pemahaman atau penafsiran, bukan
dalam wilayah yang sangat prinsip. Oleh karenanya, pembaruan Islam pada level ini dapat dipandang
sebagai suatu keharusan. Dalam kosakata Islam, term pembaruan digunakan kata tajdid, kemudian
muncul berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan pembaruan, yaitu
modernisme, reformisme, puritanisme.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam bukan dalam hal yang menyangkut
dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan
untuk mengubah, memodifikasi, ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai
dengan selera jaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-
ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta semangat jaman. Terkait dengan ini,
maka dapat dipahami bahwa pembaruan merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan
sosial.
Senada dengan hal di atas, Din Syamsuddin mengatakan bahwa pembaruan Islam merupakan
rasionalisasi pemahaman Islam dan kontekstualisasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan. Sebagai
salah satu pendekatan pembaruan Islam, rasionalisasi mengandung arti sebagai upaya menemukan
substansi dan penanggalan lambang-lambang, sedangkan kontekstualisasi mengandung arti sebagai
upaya pengaitan substansi tersebut dengan pelataran sosial-budaya tertentu dan penggunaan lambang-
lambang tersebut untuk membungkus kembali substansi tersebut. Dengan ungkapan lain bahwa
rasionalisasi dan kontekstualisasi dapat disebut sebagai proses substansi (pemaknaan secara hakiki
etika dan moralitas) Islam ke dalam proses kebudayaan dengan melakukan desimbolisasi
(penanggalan lambang-lambang) budaya asal (baca: Arab), dan pengalokasian nilai-nilai tersebut ke
dalam budaya baru (lokal). Sebagai proses substansiasi, pembaruan Islam melibatkan pendekatan
substantifistik, bukan formalistik terhadap Islam

Anda mungkin juga menyukai