Anda di halaman 1dari 24

A.

Definisi Evaluasi Kinerja SDI


Kinerja adalah suatu proses atau seperangkat proses mengenai apa yang
akan dicapai dan bagaimana cara mencapainya, mengatur manusia dengan
sedemikian rupa, sehingga tujuan yang ingin dicapai akan menjadi lebih
terbuka. Dimana kinerja ini merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan yang dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan, perilaku nyata
yang ditampilkan oleh setiap orang sebagai sutu bentuk prestasi kerja yang
dihasilkan sesuai dengan perannya.
Evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengukur serta mengevaluasi perilaku karyawan secara
individual dan kinerja yang dicapai dalam suatu periode waktu tertentu. Dalam
artian lain evaluasi kinerja berarti proses aktif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi bidang-bidang yang memerlukan perbaikan.1
Proses evaluasi kinerja atau penilaian kinerja ada tiga langkah yaitu: (1)
melakukan penetapan standar dalam bekerja; (2) standar yang telah ditetapkan
oleh perusahaan relatif dalam menilai kinerja karyawannya; dan (3) dengan
adanya feedback yang diberikan bertujuan untuk membantu memperbaiki
kinerja yang kurang.2
Alasan perlunya penilaian atau evaluasi kinerja, yaitu: pertama,
memberikan informasi untuk menentukan kebijakan promosi dan besaran gaji.
Kedua, memberikan peluang kepada manajer dan bawahannya meninjau
kembali perilaku terkait dengan kinerja bawahan yang kemudian bersama-
sama mengoreksinya. Ketiga, menjadi masukan dalam pengembangan karir
karena kelebihan dan kekurangan karyawan dapat dilihat melalui evaluasi dan
penilaian tersebut.3
Evaluasi kinerja menurut Ivan Cevih mempunyai tujuan antara lain:

1
Kartawan Kartawan, Lina Marlina, dan Agus Susanto, “Manajemen Sumberdaya Insani,” dalam
Hasil Reviewer (Tasikmalaya: LPPM Universitas Siliwangi, 2018), 192,
http://repositori.unsil.ac.id/2018/.
2
Agus Koni dkk., Manajemen Sumber Daya Insani (Sebuah Konsep-konsep dan Implementasi)
(Widina Bhakti Persada, 2021), 114,
https://repository.penerbitwidina.com/tr/publications/352848/.
3
H. Kartawan, Lina Marlina, dan Agus Susanto, Manajemen Sumberdaya Insani, (LPPM
Universitas Siliwangi, 2018). 195-196
a. Pengembangan
Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu di-
training dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu
pelaksanaan conseling antara atasan dan bawahan, sehingga dapat dicapai
usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
b. Pemberian reward
Dapat digunakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif,
dan promosi. Beberapa organisasi juga menggunakannya untuk
pemberhentian pegawai.
c. Motivasi
Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan
inisiatif, dan rasa percaya diri dalam bekerja.
d. Perencanaan SDM
Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan,
serta perencanaan SDM.
e. Kompensasi
Dapat memberikan informasi yang akan digunakan untuk
menentukan apa yang harus diberikan kepda pegawai yang berkinerja
tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang
adil.
f. Komunikasi
Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan
antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.
Evaluasi kinerja (penilaian kinerja) dilihat dari perspektif
pengembangan perusahaan atau pengembangan SDM pada umumnya
mempunyai kegunaan, diantaranya:
a) Memperkuat posisi tawar antara perusahaan dengan karyawan.
b) Memperbaiki kinerja karyawan dan kinerja perusahaan.
c) Menyesuaikan pembayaran kompensasi kepada karyawan
d) Sebagai dasar pembuatan keputusan dalam penempatan karyawan
e) Sebagai dasar untuk menetapkan pelatihan dan pengembangan.
f) Sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan pengembangan karier
karyawan.
g) Sebagai dasar untuk melakukan evaluasi proses staffing.
h) Sebagai dasar defisiensi prosedur penempatan karyawan. 4

Menurut Cecep Darmawan unsur-unsur evaluasi kinerja adalah sebagai


berikut:

a. Aspek komitmen atau keimanan;


Aspek komitmen atau keimanan adalah hal yang sangat penting
untuk mengukur kinerja seorang pegawai, sebab keimanan seseorang
dalam bekerja harus tetap ada dalam koridor mencari ridha Allah SWT
dengan wujud bekerja dan mencari nafkah yang halal. Kualitas keimanan
inilah yang harus senantiasa dipantau. Sejalan dengan firman Allah SWT:
‫) َولَقَ> ْد فَتَنَّا الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم‬٢( َ‫ب النَّاسُ َأ ْن يُ ْت َر ُك>وا َأ ْن يَقُولُ>وا آ َمنَّا َوهُ ْم ال يُ ْفتَنُ>ون‬ َ >‫َأ َح ِس‬
)٣( َ‫ص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن ْال َكا ِذبِين‬
َ َ‫فَلَيَ ْعلَ َم َّن هَّللا ُ الَّ ِذين‬
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (Q.S. Al-
`Ankabût (29):2-3).
Hasil evaluasi ini diarahkan untuk mengetahui tingkat kualitas
komitmen atau keteguhannya dalam memegang prinsip kerja, memiliki
konsistensi (istiqamah) yang tinggi sebab teguh memegang prinsip nilai
atau moralitas dalam hidup secara konsisten adalah salah satu washilah
mencapai program kerja pribadi dan organisasi atau perusahaan.

b. Aspek pengetahuan (keterampilan);


4
Ma’ruf Abdullah, Manajemen dan evaluasi kinerja karyawan (Aswaja Pressindo, 2014), 21–22.
Aspek pengetahuan (keterampilan) merupakan salah satu aspek
yang harus dievaluasi sehingga kualitas kerja dan kualitas produk dapat
dipantau dengan baik. Allah SWT sendiri mengingatkan:
‫ص َ>ر َو ْالفَُؤا َد ُكلُّ ُأو ٰلَِئكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسُئواًل‬
َ َ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم ۚ ِإ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al-Isrâ’
(17):36).
Berdasarkan ayat diatas, pengetahuan akan dimintai pertanggung
jawaban. Karenanya, aspek pengetahuan atau keterampilan ini harus
dievaluasi secara periodik, mengingat perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu pesat membawa dampak terhadap perubahan sosial
yang cepat pula. Hanya manusia yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan mumpuni yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
atau perkembangan zaman.
c. Aspek etos kerja
Etos (ethos) berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta
keyakinan atas sesuatu yang tidak hanya dimiliki oleh individu, melainkan
juga oleh kelompok, bahkan masyarakat. Etos kerja perlu mendapat
perhatian sebab baik-buruknya etos kerja akan berpengaruh terhadap
sehat-tidaknya budaya kerja perusahaan. Dalam etos kerja, ada semacam
semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari dari
segala kerusakan (fasâd) sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil
pekerjaannya. Pribadi yang memiliki etos kerja sangat sadar bahwa tidak
ada satupun makhluk di muka bumi ini yang mampu berubah kecuali
dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:
َ‫َأ ْم َح ِس ْبتُ ْم َأ ْن تَ ْد ُخلُوا ْال َجنَّةَ َولَ َّما يَ ْعلَ ِم هَّللا ُ الَّ ِذينَ َجاهَدُوا ِم ْن ُك ْم َويَ ْعلَ َم الصَّابِ ِرين‬
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum
nyata orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali Imrân (3):142).
Dalam ayat tersebut, jihad dapat berarti: 1) berperang untuk
menegakkan Islam dan melindungi orang-orang Islam; 2) memerangi
hawa nafsu; 3) mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat
Islam;
d. Memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
Jihad juga berarti kesungguhan dalam melakukan amalan-amalan
yang mengarah kearah tersebut. Dampaknya adalah bahwa seseorang yang
memiliki kepribadian qurani akan menunjukkan etos kerja yang berbuat,
bersikap, dan menghasilkan sesuatu yang dilakukan dengan cara yang
sungguh-sungguh, tidak setengah hati (mediocore).
Aspek hasil kerja; Aspek hasil kerja merupakan salah satu hal yang
harus dievaluasi. Setiap orang harus memiliki kebiasaan mengevaluasi,
menimbang, dan mengukur hasil kerjanya. Hal ini secara implisit dapat
ditemui pada ayat sebagai berikut:
َ‫ازينُ>>>هُ فَُأولَِئكَ الَّ ِذين‬
ِ ‫ت َم َو‬ >َ ‫ازينُ>>>هُ فَُأولَِئ‬
ْ َّ‫) َو َم ْن َخف‬102( َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُ>>>ون‬ ْ َ‫فَ َم ْن ثَقُل‬
ِ ‫ت َم َو‬
)103( َ‫َخ ِسرُوا َأ ْنفُ َسهُ ْم فِي َجهَنَّ َم خَالِ ُدون‬
“Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka mereka
itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang
ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan
dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam” (Q.S. Al-
Mu’minûn (23):102-103).5
B. Indikator Penilaian Evaluasi Kinerja SDI
1. Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk
atau metode penilaianyang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil,
realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai
karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitandengan masalah prestasi
semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,

5
Kartawan Kartawan, Lina Marlina, dan Agus Susanto, “Manajemen Sumberdaya Insani,” dalam
Hasil Reviewer (Tasikmalaya: LPPM Universitas Siliwangi, 2018), 200–206,
http://repositori.unsil.ac.id/2018/.
promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering
muncul menurut Werther dan Davis adalah:
a) Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat
pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh
penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek
penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak
disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
b) Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung
beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai,
sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua
aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung
mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai
sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
c) Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan
juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-
tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan
penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
d) Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat
seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan
ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri
yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka
inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik
dibanding yang lainnya;
e) First impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan
tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung
akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka
waktu yang lama;
f) Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku
yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu
selama suatu jangka waktu tertentu.6
2. Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja Yang Efektif
Menurut Mondy & Noe karakteristik sistem penilaian yang efektif,
adalah:
a. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan kriteria yang digunakan untuk
menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.
b. Ekspektasi Kinerja
Sebelum periode penilaian, para manajer harus menjelaskan secara
gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.
c. Standardisasi
Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah
organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen
yang sama.
d. Penilaian yang Cakap
Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya
dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara
langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari
kinerja itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus
mendapatkan latihan yang memadai.
e. Komunikasi Terbuka
Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui
tentang seberapa baik kinerja mereka.
f. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian
Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaia
Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan. Menyediakan akses
terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk
mendeteksi setiap kesalahannya.

6
Amy Husna, “Tugas Makalah MSDM I Evaluasi Kinerja,” diakses 6 September 2022,
https://www.academia.edu/7247833/Tugas_Makalah_MSDM_I_Evaluasi_Kinerja.
g. Proses Pengajuan Keberatan (due process)
Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas
hasil penilaiannya, penetapan due process merupakan langkah
penting.7
3. Indikator Kinerja
Indikator dari kinerja menurut Bernadine, adalah sebagai berikut:
a. Kualitas
Tingkat dimana hasil efektifitas yang dilakukan mendekati
sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari
penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari
suatu aktivitas.
b. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus
aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang
diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yangbtersedia untuk aktivitas lain.
d. Efektivitas
Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi
dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan atau
mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi
kerjanya tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta
turut campur seorang pengawas untuk menghindari hasil yang
merugikan.8
4. Karakteristik Kinerja
7
Novia Ruth Silaen dkk., Kinerja Karyawan (Widina Bhakti Persada, 2021), 26,
https://repository.penerbitwidina.com/id/publications/344479/.
8
Die Wanunnahar, “Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Agen Asuransi Di PT.
Bumiputera Muda 1967 Cabang Medan” (skripsi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
2020), 25, http://repository.uinsu.ac.id/9685/.
Menurut Mangkunegara, karakteristik orang yang mempunyai kinerja
tinggi adalah sebagai berikut:
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi
b. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi
c. Memiliki tujuan yang realistis
d. Memiliki rencana kerja yang menyentuh dan berjuang untuk
merealisasikan tujuannya
e. Memanfaatkan umpan balik atau feedback yang konkrit dalam seluruh
kegiatan kerja yang dilakukannya
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.9
5. Indikator Penilaian Evaluasi Kinerja
Indikator penilaian kinerja merupakan ukuran kuantitatif maupun
kualitatif untuk menggambrakan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan
perusahaan, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan maupun
tahap setelah kegiatan selesai. Selain itu, indikator kinerja juga digunakan
untuk meyakinkan bahwa knerja hari demi hari menunjukkan kemajuan
dalam rangka menuju tercapainya sasaran maupun tujuan perusahaan yang
bersangkutan. Terdapat beberapa indikator penilaian kinerja, yaitu:
a. Loyalitas
Setiap karyawan yang memiliki tingkat loyalitas yang tinggi
pada perusahaan-perusahaan dimana mereka akan diberikan posisi
yang baik. Hal ini dapat dilihat melalui tingkat absensi ataupun kinerja
yang mereka miliki.
b. Semangat Kerja
Perusahaan harus menciptakan suasana dan lingkungan kerja
yang kondusif. Hal ini akan meningkatkan semangat kerja karyawan
dalam menjalankan tugas pada suatu perusahaan.
c. Kepemimpinan

9
Wanunnahar, 27.
Pimpinan merupakan leader bagi setiap bawahannya,
bertanggung jawab dan memegang peranan penting dalam mencapai
suatu tujuan. Pimpinan harus mengikut sertakan karyawan dalam
mengambil keptusan sehingga karyawan memiliki peluang untuk
mengeluarkan ide, pendapat, dan gagasan demi keberhasilan
perusahaan.
d. Kerjasama
Pihak perusahaan perlu membina dan menanamkan hubungan
kekeluargaan antara karyawan sehingga memungkinkan karyawan
untuk bekerja sama dalam lingkungan perusahaan.
e. Prakarsa
Prakarsa perlu dibina dan dimiliki baik itu dalam diri karyawan
ataupun daam lingkungan perusahaan.
f. Tanggung Jawab
Tanggung jawab harus dimiliki oleh setiap karyawan baik bagi
mereka yang berada pada level jabatan yang tinggi atau pada level
yang rendah.
g. Pencapaian Target
Dalam pencapian target biasanya perusahaan mempunyai
strategi-strategi tertentu dan masing-masing.10
Dengan pengadaan evaluasi kinerja dapat mengukur kinerja
pegawai untuk menentukan apakah ada perbedaan antara kinerja dan
standar kinerja pegawai. Beberapa indikator yang perlu dijelaskan dalam
evaluasi tersebut, antari lain:
a) Penilai, yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menilai kinerja
ternilai yang ditentukan oleh peraturan perusahaan, deskripsi
pekerjaan, dan undang-undang ketenagakerjaan. Pihak-pihak yang
dapat menjadi penilai yaitu; ternilai sendiri (self assesment),
supervisior, first line manager atau atasan langsung ternilai, manajer
atau atasan langsung dari atasan ternilai, bawahan (upward appraisal),

10
Wanunnahar, 30–31.
rekan sejawat, klien/pelanggan/nasabah, konsultan, multipel (360
degree feedback).
b) Pengumpulan informasi, dalam evaluasi kinerja juga merupakan proses
mengumpulkan informasi kinerja ternilai yang harus dilakukan dengan
menggunakan prinsip penelitian atau riset.
c) Kinerja (performance), merupakan hasil kerja ternilai yang dibutuhkan
oleh organisasi yang dapat terdiri dari hasil kerja, perilaku kerja, dan
karateristik pribadi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.
d) Ternilai (appraise), yaitu karyawan atau pegawai yang dinilai atau
sedang dievaluasi.
e) Dokumentasi, yaitu yang ditulis oleh manajer dan supervisor ketika
menilai bawahannya. Dapat berupa komentar, observasi, dan evaluasi
atau catatan yang ditulis oleh kolega atau rekan kerja mengenai kinerja
satu sama lain.
f) Membandingkan kinerja ternilai dengan standar atasannya, standar
tersebut merupakan tolak ukur atau benchmark untuk mengukur
kinerja seseorang.
g) Dilakukan secara periodik, yaitu melaksanakan penilaian kinerja
secara teratur bergantung pada jenis atau sifat pekerjaan maupun
organisasi.
h) Pengambilan keputusan manajemen SDM, hasil evaluasi yang
merupakan informasi tentang kinerja pegawai sebagai pendukung
pengambilan keputusan. Nilai yang baik dapat memberikan promosi
sedangkan nilai yang buruk dapat menyebabkan penurunan peringkat
atau demosi.11
C. Alur Evaluasi Kinerja SDI

Agar proses evaluasi atau pengukuran kinerja berjalan dengan tertib,


sistematis, dan logis, maka perlu diatur tahapan atau alur, misalnya didalam
organisasi (perusahaan) sudah tetrsedia bahan-bahan dan ketentuan untuk
11
Dalila Afif dkk., “Manajemen Sumber Daya Manusia di Sekolah Dasar Islam Abu Dzar
Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat,” Jurnal Riset Rumpun Ilmu Sosial, Politik Dan
Humaniora 1, no. 2 (14 Juli 2022): 86–87, https://doi.org/10.55606/jurrish.v1i2.161.
melaksanakan manajemen kinerja, perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja,
penilaian dan atau pengeukuran kinerja, wawancara evaluasi kinerja,
pembuatan hasil penilaian kinerja, banding dan sentra asesmen.

Berikut proses atau alur penilaian evaluasi kinerja yang dialakukan


bersama antara manajer dan pegawai:

1. Manjemen Kinerja

Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan sejumlah aspek


kinerja: Pertama, mencapai tujun yang telah ditetapkan oleh organisasi
(perusahaan) Kedua, kerja pegawai dalam mencapai tujuan berupaya
menciptakan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi karyawan secara terus-menerus. Ketiga, berupaya
meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pencapaian tujuan. Kempat,
mengukur kinerja individu karyawan, tim kerja, dan kinerja organisasi
(perusahaan) secara priodik.
2. Perencanaan Kinerja
Perencanaan kinerja merupakan kegiatan awal dari manajemen
kinerja. Perencanaan kinerja adalah hasil pertemuan antara karyawan
ternilai (appraise) dengan supervisornya atau penilai (appraiser) yang
antara lain membahas:
a) tugas-pekerjaan dan tanggung ternilai serta prosedur yang harus
diikuti dalam melaksanakan pekerjaan.
b) kompetensi yang diperlukan ternilai dalam melaksanakan pekerjaan,
serta perilaku kerja dan sifat pribadi yang harus dilakukan dan dimiliki
karyawan.
c) standar kinerja karyawan (ternilai) dalam melaksannnakan
pekerjaannya.
d) menentukan cara kerja karyawan dalam mencapai kinerja.
e) penilai dan ternilai harus memahami teknik pengukuran kinerja.
f) merencanakan pengembangan kompetensi ternilai, dan melatih ternilai
jika ternilai belum memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan
pekerjaan.
g) karyawan ternilai dan penilai juga harus memahami visi, misi, dan
tujuan atau sasaran kinerja.
3. Pelaksanaan Kinerja
Karyawan dan manajer masing-masing mempunyai tanggung jawab
dalam pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai kinerja yang sudah ditetapkan
dan disepakati bersama.
a. Karyawan mempunyai tanggung jawab:
1) Komitmen dalam pencapaian tujuan
2) Meminta feedback dan pelatihan kerja
3) Berkomunikasi secara terbuka dan teratur dengan manajer
4) Mengumpulkan dan berbagi data pekerjan
5) Mempersiapkan telaah kerja
b. Manajer penilai mempunyai tanggung jawab:
1) Menciptakan kondisi kerja yang memotivasi karyawan
2) Mengobservasi dan mendokumentasi kinerja karyawan
3) Menyesuaikan dan merevisi tujuan, standar kinerja, dan kompetensi
4) Memberikan feedback dan pelatihan sesuai keperluan
5) Menyediakan peluang pengembangan karyawan.
6) Mendukung perilaku yang efektif dari karyawan untuk kemajuan dan
pencapaian kinerja
4. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dilakukan secara formatif dan sumatif:
a) Penilaian formatif, adalah penilaian kinerja ketika para karyawan sedang
melakukan tugasnya. Penilaian formatif ini bertujuan untuk melihat
kemungkinan terjadinya ketimpangan antara kinerja karyawan
dibandingkan dengan standar kinerja dalam waktu tertentu. Jika terjadi
ketimpangan atau penyimpangan dari kinerja yang diharapkan maka
koreksi akan segera dilakukan.
b) Penilaian sumatif, adah penilaian yang dilakukan pada akhir priode
penilaian. Dalam penilaian ini manajer penilai membandingkan kinerja
akhir karyawan dengan standar kinerja yang sudah disepakati dan
ditetapkan. Hasil penilaian berupa kinerja akhir itu selanjutnya oleh
manajer dibahas bersama dengan karyawan yang bersangkutan.
5. Wawancara Evaluasi Kinerja
a. Tujuan

Wawancara dalam evaluasi kinerja perlu sekali dilakukan

karena ada tujuan yang sangat penting:

1) Untuk mengetahui dan menggali lebih jauh tentang sebab-

sebab kelemahan kinerja karyawan, sehingga dapat dicarikan

solusi untuk memperbaiki kinerja pada tahun kerja

berikutnya. Di beberapa instansi seperti di TNI, POLRI, dan

PNS terutama di PNS hasil penilaian kinerja dalam

prakteknya tidak ditindak lanjuti dengan wawancara, sehingga

menyebabkan karyawan tidak mengetahui kelemahannya,

meskipun dalam format DP3 PNS itu ada ruang bagi mereka

yang keberatan untuk menerima hasil penilaian kinerja oleh

atasannya. Namun tidak semua PNS yang merasa keberatan

itu bisa dan mau memanfaatkan ruang keberatan itu karena

tidak jelasnya kelemahan dan kekurangan mereka akibat

tidak adanya kesempatan wawancara. Inilah salah satu

kelemahan dalam sistem penilaian

kinerja PNS dengan menggunakan DP3.

2) Wawancara juga dilakukan untuk tujuan menyusun dan

menyepakati target kinerja tahun kerja yang baru yang akan

dimulai setelah berakhirnya tahun kerja yang berjalan. Ini


penting sekali dilakukan karena seorang manajer (atasan karyawan)
dalam sistem manajemen kinerja berkewajiban untuk membantu
karyawan dalam menyusun dan menyepakati rencana kinerja yang

akan dilaksanakan.
b. Keterampilan dan pengetahuan penilai.
Seorang pejabat penilai yang melaksanakan wawancara hasil kinerja
karyawan dituntut untuk memiliki ketrampilan teknis wawancara yang
baik sehingga dia bisa melakukan penilaian yang ojektif terhadap kinerja
karyawan yang ada dalam pembinaannya. Diantara keterampilan khusus
yang harus dimilikinya:
1) Memahami sistem evaluasi kinerja
2) Memahami kepemimpinan
3) Memahami keterampilan wawancara (mendengarkan,
berkomunikasi, dan kecerdasan emosional)
4) Kecedasan sosial (kesadaran sosial dan keterampilan negosiasi,
seperti persamaan, menghindari menyakiti hati orang lain)
c. Proses
Proses wawancara evaluasi kinerja perlu dirancang dan dengan
penuh kehati-hatian karena kalau kurang hati-hati menangani bisa
menimbulkan konflik antara penilai dengan ternilai. Terutama apabila
ternilai mendapat nilai yang kurang baik, padahal ia sudah merasa
bekerja dengan sebaik-baiknya. Untuk pelaksanaan proses ini perlu
memperhatikan hal-hal
berikut ini:
1) Persiapan, proses wawancara perlu dipersiapkan dengan cermat,
terjadwal, dan dengan agenda yang jelas, serta dilakukan diruangan
yang nyaman dan tenang.
2) Menyampaikan hasil evaluasi kinerja, pada tahap ini penilai
menyampaikan hasil penilaian kinerja ternilai yang termuat dalam
instrumen penilaian kinerja, disertai penjelasan mengenai nilai
tersebut dan dilengkapi data pendukung dari hasil observasi selama
penilaian berlangsung dalam kurun waktu penilaian kinerja yang
berjalan.
3) Sikap ternilai, pada tahap ini pejabat penilai harus memperhatikan
dengan sungguh-sungguh apakah ternilai menerima atau menolak
hasil penilaian itu. Apabila ternilai menerima, maka nilai yang
dihasilkan dari proses pengamatan dan penilaian selama kurun waktu
periode kinerja berjalan itu dapat diminta kepada ternilai untuk
ditanda tangani pada kolom yang tersedia, dan nilai itu ssudah
mempunyi kekuatan tetap. Sebalikinya jika ternilai keberatan
menerima, maka ternilai diminta menanda tangani di kolom
keberatan yang disediakan dalam format penilaian kinerja itu disertai
menuliskan alasan-alasan keberatannya.
6. Banding
Banding dalam evaluasi kinerja adalah upaya ternilai untuk
melaksanakan hak keberatannya terbahap hasil penilaian kinerja yang
diberikan oleh pejabat penilai dan yang bersangkutan meminta kepada
pejabat penilai, arbiter, atau komisi khusus (banding) untuk meninjau atau
melakukan penilaian ulang.
Selanjutnya proses penilaian banding dapat menempuh salah satu dari
dua cara berikut:
a. pemeriksaan secara langsung, dalam pemeriksaan secara langsung ini
penilai banding memanggil penilai dan ternilai dan melakukan dengar
pendapat dengan kedua belah pihak. Keduanya secara bergiliran
mengajukan argumentasi mengenai hasil evaluasi kinerja yang disertai
data pendukung. Berdasarkan data dan argument dari kedua belah pihak
itu kemudian penilai banding melakukan penilaian sendiri.
b. penilaian tidak langsung, pada penilaian ini penilai banding sebelum
melakukan penilaian lebih dahulu memanggil penilai dan ternilai secara
terpisah untuk mendengarkan argumen masing-masing berkenaan
dengan hasil penilaian kinerja. Setelah itu penilai banding melakukan
penilaian sendiri. Apapun hasilnya biasanya hasil penilai banding itu
tidak dapat lagi diganggu gugat (bersifat final).
7. Sentra Asesmen
Sentra asesmen merupakan evaluasi terstandar oleh assessor terhadap
perilaku assessee yang dilaksanakan berdasar berbagai masukan. Dalam
evaluasi tersebut sejumlah assessor terdidik dan teknik evaluasi digunakan.
Penilaian perilaku dilakukan berdasarkan situasi asesmen yang
dikembangkan secara khusus. Dimensi-dimensi variable yang dinilai oleh
para assessor didiskusikan dan diintegrasikan melalui analisis statistik.
Manfaat sentra asesmen itu antara lain:
a) untuk keperluan rekrutmen
b) untuk keperluan seleksi jabatan
c) untuk keperluan promosi dan transfer
d) untuk keperluan pengembangan SDM
e) untuk keperluan pengembangan organisasi
f) untuk keperluan perencanaan SDM.12
D. Metode Penilaian Kinerja Karyawan
Model Penilaian Kinerja Menurut Wirawan model umum dan instrumen
yang digunakan untuk penilaian kinerja dalam organisasi adalah sebagai
berikut:
a. Model Esai
Model esai adalah metode evaluasi kinerja yang penilainya
merumuskan hasil penilaiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan
kegiatan dan kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Model
ini menyediakan peluang yang sangat baik untuk melukiskan kinerja
ternilai secara terperinci. Pada model ini, sistem evaluasi kinerja
menentukan indikator-indikator kinerja yang harus dinilai dan definisi
operasional setiap indikator. Penilai hanya membuat esai mengenai
indikator-indikator tersebut dan tidak boleh menyimpang dari indikator

12
Ma’ruf Abdullah, Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,
2014), 199–207, https://idr.uin-antasari.ac.id/5011/.
dan dimensinya. Definisi setiap indikator berisi deskriptor level kinerja
setiap dimensi yang menunjukkan kinerja sangat baik sampai sangat
buruk untuk setiap dimensi. Esai mengenai kinerja pegawai, antara lain
berisi
1) Persepsi menyeluruh penilai mengenai kinerja ternilai termasuk
keunggulan dan kelemahan setiap indikator-indikator kinerja
2) Kemungkinan promosi ternilai
3) Jenis pekerjaan yang dapat dikerjakanternilai sekarang
4) Kekuatan dan kelemahan ternilai
5) Kebutuhan pengembangan SDM ternilai
b. Model Insiden Kritis
Pola Insiden kritis adalah kejadian penting yang dilakukan
karyawan dalam pelaksanaan tugasnya. Model ini mengharuskan penilai
untuk membuat catatan berupa pernyataan yang melukiskan perilaku baik
yaitu perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang harus dilakukan
sesuai dengan standar dan perilaku buruk yaitu perilaku yang tidak
diterima atau perilaku yang harus dihindari ternilai yang ada
hubungannya dengan pekerjaan. Insiden-insiden dicatat oleh penilai
sepanjang periode penilaian kinerja. Pernyataan tersebut juga berisi
penjelasan singkat mengenai apa yang terjadi dan apa yang dilakukan
karyawan ternilai. Dengan kata lain, setiap hari penilai harus
mengobservasi pegawai ternilai dan membuat catatan mengenai indikator
kinerjanya yang baik dan yang buruk. Setiap catatan yang baik dan yang
buruk mendapatkan nilai tertentu, perilaku yang baik diberi angka positif,
sedangkan perilaku yang tidak dapat diterima diberi angka negatif. Pada
akhir penilaian, keduanya dijumlahkan dan merupakan kinerja akhir
karyawan
c. Metode Pemeringkatan
Metode ranking yaitu mengurutkan pegawai yang nilainya tertinggi
sampai yang paling rendah. Metode ini dimulai dengan mengobservasi
dan menilai kinerja para karyawan, kemudian merangking kinerja
mereka.
d. Model Cheklist
Penilaian kinerja model Checklist berisi daftar indikator-indikator
hasil kerja, perilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam
melaksanakan pekerjaan. Dalam metode evaluasi kinerja checklist,
penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator yang
melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberikan tanda
checklist. Bentuk instrumen checklist beragam. Ada instrumen checklist
berbobot, yaitu metode checklist yang mencantumkan bobot nilai untuk
setiap indikator kinerja. Proses penilaian metode ini adalah penilai
mengobservasi, kemudian memberikan tanda checklist di indikator
kinerja yang ada di instrumen. Setiap indikator mempunyai bobot dan
jumlah bobot, kemudian dijumlahkan.
e. Skala Peringkat Grafis Model
Ciri dari model Peringkat grafis Sisik adalah penilaian kinerja
dengan membuat indikator kinerja karyawan beserta definisi singkat.
Selain itu, deskriptor level kinerja dikemukakan dalam bentuk skala yang
masing-masing mempunyai nilai angka. Dalam metode ini, penilai
mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi
tandacentang atau silang pada skala.
f. Model Distribusi Paksa
Model penilaian kinerja Dipaksa Distribusi adalah sistem penilaian
kinerja yang mengklasifikasikan karyawan menjadi 5 sampai 10
kelompok kurva normal dari yang sangat rendah sampai yang sangat
tinggi. Kelompok tersebut, misalnya kelompok I (nilainya sangat rendah)
berjumlah 10 %, kelompok II (nilainya rendah) berjumlah 20 %.
Kelompok III (nilainya sedang) berjumlah 20 %,kelompok IV (nilainya
baik ) berjumlah 20%, dan kelompok V (nilainya sangat baik)berjumlah
10 %. Penilai semula mengobservasi kinerja ternilai, kemudian
memasukkannya ke dalam kelompok karyawan dalam klasifikasi
karyawan.
g. Skala Pilihan Paksa Model
Dalam model ini, penilai dipaksa memilih beberapa set dari empat
perilaku yang disebut tetrads, perilaku mana yang paling baik melukiskan
ternilai dan mana yang paling tidak melukiskan perilakunya. Model
forched choices terdiri atas 15 – 50 tetrad bergantung pada level
pekerjaan yang dievaluasi dan kompleksitas dan tugas-tugas.
h. Peringkat Jangkar Perilaku Model Skala (BAR)
Sistem penilaian kinerja model BARS merupakan sistem penilaian
yang menggunakan pendekatan perilaku kerja yang menggabungkan
pendekatan perilaku kerja yang sering digabungkan dengan sifat pribadi.
BARS terdiri atas suatu seri, 5- 10 skala perilaku vertikal untuk setiap
indikator kinerja. Untuk setiap dimensi, disusun 5 – 10 anchor, yaitu
berupa perilaku yang menunjukkan kinerja untuk setiap dimensi. Anchor-
anchor tersebut disusun dari yang nilainya tinggi sampai yang nilainya
rendah. Anchor tersebut dapat berupa critical incident yang diperoleh
melalui analisa jabatan. Model BARS umumnya disusun oleh suatu tim
yang terdiri atas spesialis SDM, manajer, dan pegawai. Tim bertugas
mengidentifikasi karakteristik dimensi kinerja dan mengidentifikasi 5 –
10 kejadian khusus untuk setiap dimensi. Kemudian, kejadian khusus
tersebut ditelaah dan dinilai oleh anggota tim. Kejadian khusus
yangterpilih kemudian ditempatkan dalam skalatinggi sampai skala
rendah.
i. Skala Pengamatan Perilaku Model (BOS)
Pola penilaian kinerja BOS sama dengan BARS. Keduanya
didasarkan pada perilaku kerja, perbedaannya, dalam BOS penilai
diminta untuk menyatakan berapakali perilaku tersebut muncul. Penilai
mengobservasi perilaku ternilai berdasarkan anchor perilaku yang
tersedia, kemudian memberikan cek pada skala deskripsi level kinerja
yang tersedia. Selanjutnya, angka pada skala yang di cek dijumlahkan.
j. Model Skala Harapan Perilaku (BES)
Ketika merekrut seorang pegawai, organisasi/ perusahaan
mengharapkan (harapan) agar pegawai tersebut melaksanakan
pekerjaannya dengan baik. Seorang pegawai mendapat tugas tertentu
yang tercermin dalam uraian tugasnya. Ia harus menyelesaikan tugasnya
dengan cara tertentu, berperilaku sesuai dengan kode etik, dan mengikuti
prosedur tertentu agar mampu menciptakan kinerja sesuai dengan standar
kinerja yang disusun oleh organisasi. Untuk mengukur kinerja yang
diharapkanoleh organisasi, disusunlah instrumen evaluasi kinerja
Behavior Expectation Scale (BES) atau skala perilaku yang
diharapkanyang setiap anchornya dimulai dengan kata "dapat
diharapkan"atau "could be diharapkan" .

k. Manajemen Berdasarkan Tujuan (MBO)


Pemakaian konsep MBO dalam evaluasi kinerja dikemukakan
pertama kali oleh Douglas Mc Gregor tahun 1957. Dalam artikelnya, ia
mengkritik evaluasi kinerjatradisional yang pada masa itu berfokus pada
kepribadian dan sifat-sifat pribadi karyawan. Ia menyarankan mengubah
sistem tersebut dan menggunakan konsep MBO. Karyawan mempunyai
kewajiban menyusun konsep tujuan jangka pendek dan kemudian
menelaahnya dengan manajer. Jika diterima manajernya, tujuan tersebut
menjadi tolok ukur penilaian kinerja karyawan. Setiap perusahaan
mempunyai obyektif , yaitu tujuan atau sasaran yangakan dicapai dalam
tahun mendatang sebagai penjabaran dan tujuan dalam rencana strategis
perusahaan. Penilaian kinerja model MBO dapat dilaksanakan pada
pekerjaan yang keluarannya dapat diukur secara kuantitatif. Misalnya
untuk mengukur kinerja karyawan bagian produksi, kinerjanya dapat
dihitung atau diunit pelayanan pelanggan. Model MBO sulitdilakukan
untuk pegawai yang pengukurankinerjanya rumit karena terdiri atas
hasilkerja, perilaku kerja dan sifat pribadi yangada hubungannya dengan
pekerjaan. Misalnya, kinerja para guru dan dosen.
l. Penilaian Kinerja 360 Derajat Pola
Dalam model ini, penilaian kinerjayang digunakan adalah sistem
evaluasi esai, MBO, BARS, Checklist dan sebagainya. Hal yang
membedakan model evaluasi kinerja 360 derajat dengan sistem tersebut
adalah penilainya lebih dari satu atau penilai menggandakan. Penilainya
dapat terdiri dari atasan langsung, bawahan, teman sekerja, pelanggan,
nasabah, klien, dan diri sendiri. Formulir penilaian yang didistribusikan
kepada para penilai sering berada di tempat berbeda untuk menilai
kinerja ternilai. Sejumlah organisasi menggunakan Teknologi
Komunikasi Informasi, seperti e-mail, untuk mendistribusikan instrumen
evaluasi kinerja dan mengolah hasilnya, kemudian menyampaikan
hasilnya kepada ternilai. Selanjutnya, hasil penilaian penilai dianalisis
untuk mendapatkan nilai rata-rata yang kemudian diberikan kepada
ternilai sebagai umpan balik.
m. Perbandingan Pasangan Model
Sistem evaluasi kinerja model paired comparison adalah dengan
membandingkan kinerja setiap karyawan dengan karyawan lainnya,
sepasang demi sepasang. Dasar dari perbandingan adalah kinerja
menyeluruh atau nilai akhir dari kinerja karyawan. Jumlah pasangan
yang dibandingkan dapat dihitung dengan rumus berikut:
N(N-1)/2 dimana N adalah jumlah pegawai yang dibandingkan.
Teknik ini dapat dipakai untuk menyeleksi pegawai yang di PHK.13

13
Ayun Qurratu, “Penilaian Kinerja (Performance Appraisal) pada Karyawan di Perusahaan,” 76–
81, diakses 18 Oktober 2022,
https://www.academia.edu/22840576/Penilaian_Kinerja_Performance_Appraisal_pada_Karyawa
n_di_Perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ma’ruf. Manajemen dan evaluasi kinerja karyawan. Aswaja Pressindo,
2014.
———. Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2014. https://idr.uin-antasari.ac.id/5011/.
Afif, Dalila, Evi Satispi, Izzatusholekha, Aldira Lindawati, dan Dita Rahmaditiani
Junaidi. “Manajemen Sumber Daya Manusia Di Sekolah Dasar Islam Abu
Dzar Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat.” Jurnal Riset Rumpun Ilmu
Sosial, Politik Dan Humaniora 1, no. 2 (14 Juli 2022): 80–89.
https://doi.org/10.55606/jurrish.v1i2.161.
Husna, Amy. “Tugas Makalah MSDM I Evaluasi Kinerja.” Diakses 6 September
2022.
https://www.academia.edu/7247833/Tugas_Makalah_MSDM_I_Evaluasi_
Kinerja.
Kartawan, Kartawan, Lina Marlina, dan Agus Susanto. “Manajemen Sumberdaya
Insani.” Dalam Hasil Reviewer. Tasikmalaya: LPPM Universitas
Siliwangi, 2018. http://repositori.unsil.ac.id/2018/.
———. “Manajemen Sumberdaya Insani.” Dalam Hasil Reviewer. Tasikmalaya:
LPPM Universitas Siliwangi, 2018. http://repositori.unsil.ac.id/2018/.
Koni, Agus, H. Ade Albayan, Fenny Damayanti Rusmana, Irma Mandasari Hatta,
Juhadi Juhadi, dan Wawan Kurniawan. Manajemen Sumber Daya Insani
(Sebuah Konsep-konsep dan Implementasi). Widina Bhakti Persada, 2021.
https://repository.penerbitwidina.com/tr/publications/352848/.
Qurratu, Ayun. “Penilaian Kinerja (Performance Appraisal) pada Karyawan di
Perusahaan.” Diakses 18 Oktober 2022.
https://www.academia.edu/22840576/Penilaian_Kinerja_Performance_Ap
praisal_pada_Karyawan_di_Perusahaan.
Silaen, Novia Ruth, Syamsuriansyah Syamsuriansyah, Reni Chairunnisah, Maya
Rizki Sari, Elida Mahriani, Rahman Tanjung, Diana Triwardhani, dkk.
Kinerja Karyawan. Widina Bhakti Persada, 2021.
https://repository.penerbitwidina.com/id/publications/344479/.
Wanunnahar, Die. “Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Agen
Asuransi Di PT. Bumiputera Muda 1967 Cabang Medan.” Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2020.
http://repository.uinsu.ac.id/9685/.

Anda mungkin juga menyukai