PRE TEST
Select one:
a. Prinsip Periode Akuntansi
b. Prinsip Entitas Ekonomi
c. Prinsip Satuan Moneter (b)
d. Prinsip Konsistensi
Islam
Islam merupakan agama yang memiliki ajaran yang sangat sempurna. Semua masalah
diatur dalam Islam, sehingga tidak ada satu pun masalah yang tidak ada ketentuannya
dalam Islam. Kesempurnaan Islam ini ditunjang kedua sumber ajarannya, yakni al-Quran
dan Sunnah sebagai sumber ajaran pokoknya.
Islam artinya merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, nabi terakhir.
Menurut Islam, hidup dan kehidupan manusia di dunia adalah bagian kecil dari
perjalanan panjangnya menuju Allah. Kehidupan manusia, setelah diciptakan oleh Allah,
dimulai dari alam roh dan dilanjutkan di alam rahim ibu. Manusia, kemudian lahir dan
mulai hidup serta berkehidupan di alam dunia, sampai dia meninggal.
Syariah adalah aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau disyariatkan pokok-
pokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan
Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan
alam semesta, serta dengan kehidupan.
Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Meskipun demikian, ketiganya dapat
dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem keyakinan yang
bermuatan elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber dan hakikat
keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem hukum berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem nilai etika
menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena itu,
ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim.
Dari paparan di atas, dapat dinyatakan bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah
Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan,
analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-
Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam
Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya
adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak
yang memiliki hubungan muamalah, dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan
accountability.
Dengan mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan banyak manfaat yang besar
sebagai berikut:
Keberkahan
Tidak ada pihak yang dirugikan
Distribusi merata
Tahan krisis
Pertumbuhan entrepreneur tanpa riba
3. Tercapainya maslahah (puncak sasaran): Selamat agama, jiwa, akal, keluarga dan
keturunannya, harta benda.
POST TEST
Select one:
a. Tercapainya maslahah (puncak sasaran): Selamat agama, jiwa, akal, keluarga dan
keturunannya, harta benda.
b. benar semua (b)
c. Tegaknya keadilan didalam masarakat,
d. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
Lingkungannya,
Ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam dinamakan...
Select one:
a. Karya Islam
b. Keuangan Islam
c. Ekonomi Islam
d. Hukum Islam
Pendahuluan
Wacana akuntansi syari’ah tidak lahir dalam suasana yang vakum (vacuum condition),
tetapi distimulasi oleh banyak faktor yang berinteraksi begitu kompleks, non-linear,
dinamis dan berkembang. Faktor-faktor seperti kondisi perubahan sistem politik,
ekonomi, sosial dan budaya, peningkatan kesadaran keagamaan, semangat revival,
perkembangan ilmu pengetahuan, semuanya berinteraksi secara kompleks dan akhirnya
melahirkan paradigma syari’ah dalam dunia perakuntansian.
Sejarah Akuntansi
Akuntansi merupakan salah satu bentuk profesi tertua. Dari sejak jaman pra sejarah,
setiap keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian
yang harus mereka persiapkan dan mereka gunakan pada saat musim dingin. Ketika
masyarakat mulai mengenal adanya “perdagangan”, maka pada saat yang sama mereka
telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem moneter (monetary
system). Bukti tentang pencatatan (book keeping) tersebut dapat ditemukan dari mulai
kerajaan Babylonia (4500 SM), Firaun Mesir dan kode-kode Hammurabi (2250 SM),
sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi di Ebla, Syria Utara.
Menurut Vernon Kam (1990), ilmu akuntansi diperkenalkan pada zaman feodalisme
barat. Akuntansi pada masa kelahiran feodalisme di Eropa, mulai berkembang dan saling
menopang dengan perkembangan ekonomi kapitalis. Akuntansi melakukan kegiatan
pencatatan dan pemberian informasi bagi investor atau capitalist, sehingga ia dapat
memilih alternatif yang paling menguntungkan baginya. Dengan akuntansi, investor
dapat mengawasi asset perusahaannya, dan dapat mengembangkan modalnya sehingga
semakin besar dan meluas. Perkembangan ekonomi di Eropa menyebabkan para
investor sampai menjelajah ke benua Amerika, dan akhirnya seluruh belahan bumi ini
menjadi daerah tumbuh suburnya ilmu akuntansi sampai sekarang ini.
Akuntansi syariah ialah suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatn
transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at
dan jumlah-jumlahnya. Didalamnya tercantum catatan-catatan yang representatif, serta
berkaitan dengan pengukuran dengan hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada
transaksi-transaksi, tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan tersebut yang
bertujuan untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat.
Akuntansi Syariah sebagai praktek akuntansi yang bertujuan untuk membantu mencapai
keadilan sosial ekonomi “al falah”. Selain itu juga untuk mengenal sepenuhnya akan
kewajiban kepada Tuhan, Individu dan masyarakat yang berhubungan dengan pihak-
pihak terkait pada aktivitas ekonomi seperti akuntan, manajer, auditor, pemilik,
pemerintah sebagai sarana bentuk ibadah.
Menurut Napier
Akuntansi syariah ialah bidang akuntansi yang menekankan kepada dua hal yakni
kauntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin dari tauhid yakni dengan
menjalankan segala aktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan Allah. Sedang pelaporan
ialah bentuk pertanggung jawaban kepada Allah dan manusia.
1. Untuk menentukan hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga
keuangan syariah tersebut, termasuk hak dan kewajiban dari transaksi yang
belum selesai, terkait dengan penerapan, kewajaran dan ketaatan atas prinsip dan
etika syariat Islam.
2. Untuk menjaga aset dan hak-hak lembaga keuangan syariah.
3. Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga
keuangan syariah.
4. Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna
laporan keuangan sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam
berhubungan dengan lembaga keuangan.
5. Diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta
meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan
meningkatkan kepercayaan atas lembaga keuangan syariah.
6. Mendukung penyususnan standar akuntansi yang konsisten. Sehingga
meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
7. Sebagai laporan keuangan yang bertujuan menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
Karena dasar yang digunakan dalam akuntansi syariah ialah alquran, maka prinsip
pertanggungjawaban merupakan salah satu bentuk implementasi hal tersebut. Dimana
setiap hal yang dilakukan oleh manusia harus dipertanggungjawabkan. Secara kongkret
transaksi yang dilakukan seorang pebisnis harus dipertanggungjawabkan, nah salah
satunya ialah melalui laporan keuangan atau laporan akuntansi.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan dalam akuntansi ini memiliki dua pengertian. Pertama ialah keadilan
yang berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran yang merupakan faktor yang
sangat dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan
menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat.
Kedua kata adil bersifat lebih fundamental “dan tetap berpijak pada nilai-niali
etika/syari’ah dan moral”, pengertian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai
pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi
modern menuju pada bangun akuntansi “alternatif” yang lebih baik.
Prinsip Kebenaran
1. Transaksi syariah dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling
2. ridha;
3. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
4. (thayib);
5. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai,
6. bukan sebagai komoditas;
7. Tidak mengandung unsur riba;
8. Tidak mengandung unsur kezaliman;
9. Tidak mengandung unsur maysir;
10. Tidak mengandung unsur gharar;
11. Tidak mengandung unsur haram;
12. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
13. karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan
resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-
ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);
14. Transkasi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar
serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain
sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga satu akad
serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq)
dalam satu akad;
15. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan
16. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). Selain itu
menurut As-sa‟dy terdapat kaidah-kaidah dalam transaksi antara lain:
17. Keharaman riba,
18. Pengharaman transaksi yang mengandung unsur gharar dan bahaya,
19. Pengharaman transaksi yang mengandung unsur penipuan,
20. Transaksi dilakukan atas dasar saling ridha atanra penjual dan pembeli,
21. Transaksi hanya dilakukan oleh pemilik barang atau pihak yang mewakili,
22. Jika akad mengandung unsur yang dapat meninggalkan sesuatu yang
wajib atau melanggar sesuatu yang diharamkan, maka hukumnya haram dan
tidak sah.
Akuntansi syariah tidak memiliki sistem bunga, namun menggunakan sistem bagi hasil dengan
menanggung risiko bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat. Dengan menggunakan sistem
bagi hasil, keuntungan bisa dilihat dengan jelas, dan sistem pembagian hasil telah ditetapkan
sesuai kesepakatan di awal. Misalnya, terdapat dua pihak, di mana pihak pertama berperan
sebagai pemilik modal, dan pihak kedua sebagai pengelola modal. Kedua pihak ini akan
mengetahui bagaimana keuntungan datang dan pembagiannya sesuai dengan kesepakatan di awal.
Dalam transaksi jual beli, akuntansi syariah menerapkan sistem yang sesuai dengan
ketentuan agama islam. Misalnya transaksi antara Bank dan nasabah yang ingin
mengajukan kredit. Dengan prinsip murabahah, nasabah dan Bank akan membuat sistem
kerja berdasarkan kesepakatan awal yang dibicarakan di awal antara dua pihak yang
bersangkutan. Menerapkan prinsip ini berarti kedua belah pihak juga harus
membicarakan berapa bunga yang akan dibayar dan diterima oleh masing-masing pihak
tanpa melihat suku bunga yang berlaku
Select one:
a. penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.
b. suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatn transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan jumlah-jumlahnya
c. a, b, c benar
d. proses akuntansi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah, baik dalam siklus
akuntansinya maupun pencatatannya.
TOPIK 4
Akuntansi Murabbahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli
barang. Perbedaan yang nampak pada jual beli murabahah adalah penjual harus
mengungkapkan harga perolehan barang dan kemudian terjadi negoisasi keuntungan
yang akhirnya disepakati kedua belah pihak. Pada perjanjian murabahah, pihak penjual
membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh pembeli. Sebagai contoh,
transaksi murabahah yang dilakukan di Bank Syariah, Bank akan membelikan barang
yang dibutuhkan nasabah dari pemasok (supplier) dan kemudian menjualnya kepada
nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau mark-up
Mekanisme Murabahah
Mekanisme yang dilakukan dalam transaksi murabahah yang dilakukan di sector
Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual
adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko) ditambah keuntungan. Harga
jual dan jangka waktu pembayaran harus disepakati kedua belah pihak.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati, tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil).
Bila sudah ada barang, maka segara akan diserahkan kepada nasabah, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh.
Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Bank sebagai pemberi sewa, sedang nasabah
sebagai penyewa.
b. Objek Ijarah
Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebgai berikut :
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Dalam hal
ini, hendaklah fasilitas obek sewaan itu mempunyai nilai komersial, dengan demikian kita
dilarang menyewakan durian unuk sekedar mencium baunya. Hendaknya juga
penggunaan fasilitas objek sewaan tidak menghabiskan subtansinya, sebagai contoh
tidak boleh menyewakan lilin untuk penerangan atau sabun mandi.
3. Fasilitasnya mubah (dibolehkan). Dalam hal ini, menyewa tenaga atau faslitas untuk
maksiat atau sesuatu yang diharamkan adalah haram. Berdasarkan pedoman
pengawasan syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, disebutkan bahwa transaksi
multijasa yang biasanya digunakan akad ijarah dapat dalam bentuk pelayanan
pendidikan, kesehatan, ketenagaerjaan, dan kepariwisatawan.
4. Kesanggupan untuk memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
Dalam hal ini objek transaksi bisa diserahterimkan secara substansi dan syariat. Dengan
demikian, dilarang menyewa orang buta untuk penjagaan yang memerlukan penglihatan
atau menyewakan unta yang hlang karena secara substantive tidak aka dapat
menjalankan fungsinya. Begitu pula dilarang menyewa wanita haid membersihkan masjd
karena syaria tidak boleh masuk masjid dalam kondisi haid.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
keidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termaksud jangka waktunya.
Atau bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Untuk sesuatu yang tidak
aktif, kapasitas diketahuinya adalah waktu sewa. Untuk sesuatu yang aktif seperti
manusia dan binatang kapasitas diketahuinya adalah dasar pekrjaan dan waktu.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
dalam ijarah.
8. Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat
dan jarak.
Select one:
a. suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatn transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan jumlah-jumlahnya
b. proses akuntansi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah, baik dalam siklus
akuntansinya maupun pencatatannya.
c. penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.
d. a, b, c benar (B)
Post test 100
Murabahan adalah...
Select one:
a. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidak ada tambahan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
b. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. (B)
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Ijarah adalah..
Select one:
a. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
b. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri (B)
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidakmenambahkan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri
Topik 5
Pengertian Salam
Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan
di muka
atau
Salam dalam akuntansi syariah adalah akad jual beli barang pesanan dengan pengiriman
di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad
disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh
penjual dan pelunasannya dilakukan secara segera oleh pembelian sebelum barang
pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika
bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam peralel.
Salam parallel dapat dilakukan dengan syarat:
1. Akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan
pembeli akhir, dan
2. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Pada dasarnya akad istishna adalah kegiatan pemesanan suatu produk kepada produsen
produk tersebut. Kalau didengar sekilas, mungkin Anda akan membayangkan istishna
berlaku untuk barang kerajinan saja, namun sebenarnya banyak juga transaksi akad
istishna yang ada tanpa disadari.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan nantinya saat barang atau produk
pesanan sudah jadi. Oleh sebab itu, kriteria barang harus jelas dideskripsikan oleh
pemesan kepada produsen sejak awal.
Dalam akad istishna disebutkan bahwa barang penyerahan barang yang sudah selesai
dipesan tidak ditentukan. Apabila ditentukan, akadnya akan berubah menjadi akad
salam. Akan tetapi, hal tersebut diperdebatkan oleh ulama. Menurut tradisi, sebenarnya
penentuan penyerahan barang boleh dilakukan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa barang yang bisa ditransaksikan dengan akad
istishna adalah barang yang sejak dulu sudah ditransaksikan dengan akad tersebut.
Namun pendapat ini tidaklah kuat, menurut dalil-dalil tentang akad istishna dalam
Alquran dan As Sunnah, tidak ada batasan barang yang bisa menggunakan akad istishna.
Sedangkan secara istilah, mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh pemilik
modal kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersama antara
keduanya sesuai dengan persyaratan yang mereka buat.
Dalam mudharabah unsur terpenting adalah kepercayaan, yaitu kepercayaan dari pemilik
dana kepada pengelola dana. Kepercayaan itu penting karena dalam akad mudharabah,
pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang
dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut. Kecuali sebatas memberikan saran dan
melakukan pengawasan pada pengelola dana. Sedangkan apabila usaha tersebut
mengalami kerugian yang mengakibatkan sebagian atau mungkin seluruh modal yang
ditanam oleh pemilik dana itu habis maka yang menanggung kerugian adalah pemilik
dana. Namun jika kerugian terjadi karena kelalaian pengelola, maka pengelola harus
menanggung sendiri.
Jenis-jenis Mudharabah
Mudharabah Muqayyadah
1. Tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya;
2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin
atau jaminan;
Dalam praktik perbankan mudharabah Muqqayadah terdiri atas dua jenis yaitu
Mudharabah Muqqayadah Executing dan Mudharabah Muqqayadah Channeling. Pada
Mudharabah Muqqayadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana
dan dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek
investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi
terhadap calon mudharib (pengelola) yang layak mengelola dana tersebut. Sementara
itu, pada Mudharabah Muqqayadah Channeling, bank syariah tidak memiliki
kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut.
Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola
tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek
investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada
mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Dalam perbankan syariah
kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada
tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank sebagai
pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung.
Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang
menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana
untuk keperluan usahanya. Mudharabah mutlaqah biasa juga disebut dengan
mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat.
Mudharabah Musytarakah
Ketentuan bagi hasil untuk akad ini berdasarkan PSAK 105 dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu:
a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana
sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola
dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-
masing; atau
b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola
dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Faktor yang harus ada dalam Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
1. Transaktor
2. Objek mudharabah
3. Ijab-qabul
Transaktor
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik modal, dan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha.
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh
pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang
diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya.
Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, management
skill, dan lain-lain. Menurut Fatawan DSN No. 7 Tahun 2000, bahwa kegiatan usaha harus
memperhatikan:
a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktivitas itu.
Ijab kabul
Ijab kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan
wujud dari prinsip sama-sama rela (an-taraddim minkum). Di sini kedua belah pihak
harus secara rela bersepakat untuk megikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik
dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana
usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Adapun hal spesifik
dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar bagi hasil (revenue
sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil, pernyataan bank sebagai shahibul
mal untuk menanggung kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib,
pernyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat lainnya untuk
mengadakan pengawasan terhadap pembukuan, catatan- catatan, transaksi mudharib
yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua
belah pihak yang berakad.
Kedua, bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha yang
disepakati berdasarakan kesepakatan dan kemampuan terbaik.
Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan
metode perhitungan yang telah disepakati.
Karakteristik Mudharabah
Karakteristik mudarabah
1. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
2. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan
mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka
dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.
Select one:
a. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri (B)
b. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidakmenambahkan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri
Murabahan adalah...
Select one:
a. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri
b. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. (B)
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidak ada tambahan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Bank syariah sebagai pengelola menerima dana dan dari pemilik dana dengan
pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek investasi dinamakan...
Select one:
a. salam
b. murabbahah
c. mudharabah muqayyadah Executing (B)
d. Ijarah
Akad penyerahan modal oleh pemilik modal kepada pengelola untuk diperdagangkan
dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan yang
mereka buat dinamakan...
Select one:
a. Istishna
b. ijarah
c. Mudharabah (B)
d. Murabbahah
Topik 7
Ada dua jenis akad musyarakah, yaitu musyarakah permanen dan musyarakah menurun
(mutanaqhisa).
Musyarakah permanen adalah akad musyarakah dimana bagian dana setiap mitra
ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
Beberapa karakteristik yang terdapat pada akad musyarakah adalah sebagai berikut:
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
3. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama, jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
4. Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha.
5. Investasi dapat berbentuk kas atau setara kas maupun asset non kas.
6. Setiap mitra dapat meminta jaminan kepada mitra lainnya, karena dalam musyarakah
para pihak tidak dapat saling menjamin dana mitra lainnya
7. Pendapatan dapat dibagikan secara proporsional sesuai dana disetor maupun
sesuai nisbah, sedangkan kerugian dibagikan secara proporsional sesuai modal disetor.
8. Porsi jumlah bagi hasil untuk mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
Disepakati.
Pre post
Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan
dibagikan sesuai kesepakatan sedangkan resiko dibagikan berdasarkan porsi kontribusi
dinamakan...
Select one:
a. Musyarakah (B)
b. Mudharabah
c. Istishna
d. Murabbahah
Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, merupakan
salah satu karakteristik....
Select one:
a. Murabbahah
b. Musyarakah (B)
c. Mudharabah
d. Ijarah
Topik 9
Di Indonesia, sebenarnya koperasi berbasis nilai-nilai Islami lahir pertama kali dalam
bentuk paguyuban usaha bernama Sarikat Dagang Islam (SDI). SDI ini didirikan oleh H.
Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggotanya para pedagang muslim dan mayoritas
pedagang batik. Pada perkembangan selanjutnya, SDI berubah menjadi Sarikat Islam
yang lebih bernuansa politik. Koperasi syariah mulai booming seiring dengan
perkembangan dunia industri syariah di Indonesia yang dimulai dari pendirian Bank
Syariah pertama pada tahun 1992. Secara hukum koperasi syariah dinaungi oleh
Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91 tahun
2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
1. Pembiayaan
2. Aspek Pengawasan
3. Penyaluran Produk
Koperasi konvensional memberlakukan sostem kredit barang atau uang pada penyaluran
produknya, maksudnya adalah koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah uang
(barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan usaha mengalami rugi atau
tidak, nasabah harus tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah bunga
yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda di koperasi syariah, koperasi ini
tidak mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualn secara tunai maka transaksi
jual beli atau yang dikenal dengan murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang /
baramg yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan bunga, melainkan
bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami kerugian, koperasipun mendapatkan
pengurangan pengembalian uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil
yang diterapkan pada koperasi syariah.
4. Fungsi sebagai Lembaga Zakat
Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat,
sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena kopersai ini
juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf.
Prinsip Koperasi Syariah
Prinsip koperasi syariah yaitu:
1. Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun
secara mutlak;
2. Manusia diberi kebebasan buermuamalah selama bersama dengan ketentuan
syariah;
3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi;
4. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setisp bentuk riba dan pemusatan
sumber dana ekonomi pada seglintir orang atau sekelompok orang saja;
5. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
6. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen;
7. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional;
8. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil,sesuai dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.
Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya,makan sumber dana yang diperoleh harus
disalurkan kepada anggota maupun calon anggota.dengan menggunakan bagi hasil
(mudharabah atau musyarakah) dan juga dengan jual beli (piutang mudharabaah,
piutang salam, piutang istishna’ dan sejenisnya),bahkan ada juga yang bersifat jasa
umum,misalnya pengalihaan piutang (Hiwalah), sewa menyewa barang (ijarah) atau
pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.
1. Investasi/kerjasama
Dapat dilakukan didalam bentuk mudharabah dan musyaraakah. Dalam penyaluran dana
koperasi syariah berlaku sebagai pemilik dana (shahibul maal) sedangkan pengguna
dana adalah pengusaha (mudharib),kerja sama dapat dilakukan dengan menandai
sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk diberi modal. Contohnya: untuk pendirian
klinik, kantin.
2. Jual Beli (Al Bai’)
Pembiayaan jual beli dalam Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) pada koperasi syariah
memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:
Pertama: jual beli secara tangguh antara penjual dan pembeli dimana
kesepakatan harga si penjual menyatakan harga belinya dan si pembeli
mengetahui keuntungan penjual,transaksi ini disebut Bai Al Mudharabah.
Kedua: jual bei secara paralel yang dilakukan oleh 3 pihak. Jika koperasi
membayarnya di muka disebut Bai’Salam.
3. Jasa-jasa
Disamping itu produk kerjasama dan jual beli koperasi syariah juga dapat melakukan
kegiatan jasa layanan antara lain:
a. Jasa Al Ijarah (sewa)
Adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat barang atau jasa melalui pembayaran
upah sewa tanpa pemindahan hak milik atas barang itu sendiri,contoh:penyewaan
tenda,soundsistem,dan lain-lain
Dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan barang dalam Locker
karyawan atau penitipan sepeda motor, mobil dan lain-lain.
Pembiayaan ini ada karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang terhadap pihak
lain dan dialihkan kewajibannya kepada koperasi syariah.
d. Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Dalam koperasi syariah gadai ini tidak menggunakan bunga akan tetapi
mengenakan tarif sewa penyimpanan barang yang digadaikan tersebut, seperti gadai
emas.
e. Wakalah (Perwakilan)
Mewakilkan urusan yang dibutuhkan anggota kepada pihak koperasi seprti pengurusan
SIM,STNK. wakalah juga berarti penyerahan pendelegasian atau pemberian mandat.
f. Kafalah (penjamin)
Kafalah adalah jaminan yang diberikan koperasi (penanggung) pada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban anggotanya. Kafalah ada karena adanya transaksi anggota dengan
pihak lain dan pihak lain tersebut membutuhkan jaminan dari koperasi yang anggotanya
berhubungan.
Jasa ini termasuk kategori pinajaman lunak,dimana pinjaman yang harus dikembalikan
sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan.kecuali anggota mengembalikan
lebih tanpa persyaratan dimuka maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima
koperasi dan dikelompokkan dalam Qardh (atau Baitul maal). Umumnya dana ini diambil
dari simpanan pokok.
Sistem Keuangan Koperasi Syariah
Sumber Dana
1. Simpanan Pokok
Merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok
tersebut sama.Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk kategori akad musyarakah.
Yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama,masing-masing memberikan
dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dan berpartisipasi dalam
bobot yang sama.
2. Simpanan Wajib
Masuk dalam kategori modal koperasi sebagimana simpanan pokok dimana besar
kewaibannya diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota serta penyetorannya
dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari
keanggotaan koperasi syariah.
3. Simpanan Sukarela
Bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyimpannya di koperasi syariah. Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua
jenis karakter antara lain:
Bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat. Titipan terbagi atas
dua macam yaitu titipan amanah dan titipan yad dhomamah.
Bersifat investasi yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme
bagi hasil (mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit Sharing maupun profit and loss
sharing.
Pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang diterima koperasi syariah dibagi
kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau kepada pemilik modal yang
telah memberikan kepada koperasi dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan maka distribusi tersebut termasuk kategori
sisa hasil usaha (SHU) dalam aturan koperasi.
Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan atau pemberi
pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha yang riil yang diterima koperasi pada
saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan berdasarkan nisbah yaitu rasio keuntungan
antara koperasi syariah dan anggota atau pemberi pinjaman terhadap hasil riil usahanya.
Lain halnya dengan konvensional pendapatan dari jasa pinjaman koperasi disebut jasa
pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis
simpanan.maka dengan demikian pendapatan bagi hasil dari koperasi syariah bisa niak
turun sedangkan untuk konvensional bersifat stabil. Apabila koperasi syariah menerima
pinjaman khusus (restricted investment atau Mudharabah Muqayyadah), maka
pendapatan bagi hasil usaha tersebut hanya dibagikan kepada pemberi pinjaman dan
koperasi syariah. Bagi koperasi pendapatan tersebut dianggap pendapatan jasa atas
Mudharabah Muqqayyadah.
Begitu pula dengan pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa seperti Wakalah,
Hawalah, Kaafalah disebut Fee koperasi syariah dan pendapatan sewa (Ijarah) disebut
margin, sedangkan pendapatan hasil investasi ataupun kerjasama (Mudharaabah dan
Musyarakah) disebut pendapatan bagi hasil.
Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan koperasi yaitu diputuskan oleh
rapat anggota. Pembagian SHU tersebut telah dikurangi dana cadangan yang
dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
TOPIK 10
Pengertian Asuransi Syariah lebih spesifik disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang syariah adalah akad yang
tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat
Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum
lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa awal
Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Sistem aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu
tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk
memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja
dan untuk membebaskan hamba sahaya.
Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan asuransi syariah tidak terlepas adanya
asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya asuransi syariah
terdapat berbagai macan asuransi konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh non
muslim. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya
haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengadung
unsur gharar, maysir dan riba. Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal
seperti yusuf Qaradhawi (Guru besar Universitas Qatar), Sayyid Sabiq, Abdullah al Qalqili,
Muhammad Bakhil al Muthi’ie (Mufti Mesir 1854-1935), Abdul Wahab Khalaf, dll., namun
demikian karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian yang lain dari
mereka membolehkan beroperasinya asuransi konvensional.
Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka
kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa dihindari dari ketiga
unsur yang diharamkan Islam. Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum atau syariat
Isalam ternyata di dalam ajaran Islam memuat substansi perasuransian. Asuransi yang
termuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip
operasional asuransi dari unsur gharar, maisir dan riba.
Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang diperoleh
melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang
mengendalikan asuransi berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi
syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga berbagai perusahaan bukan
Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi syariah.
Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di negara-
negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip
operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang
diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai
berdirinya perusahaan asuransi syarian islamic insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic
Insurance Co. Ltd. Di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diiukuti oleh
berdirinya dar al mal al-islami di Genewa, swiss dan takaful Islami di Luxemburg dll.
Sampai akhirnya di Malaysia berdiri Syariat Takaful Sendirian Berhad tahun 1983. Di
Indonesia sendiri asuransi takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan
diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi
Takaful Umum pada tahun 1995.
Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya
sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah
diresmikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991. Dengan beroperasinya bank-bank
syariah dirasakan kebutuhan akan dihadirkannya jasa asuransi yang berdasarkan syariah
pula. Berdasatkan pemikiran tersebut ikataan cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
pada tanggal 27 Juli 1993 melalui yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat
Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian
asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia
(TEPATI).
TEPATI itulah yang kemudian menjadi perumus dan perealisir dari berdirinya
asuransi takaful Indonesia dengan mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi
Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi kerugian). Pendirian dua perusahaan asuransi
tersebut dimaksudkan untuk memenuhi pasal 3 UU Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan
asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah.
Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi yang
berdasarkan syariah adalah melakukan studi banding ke syariakat takaful malaysia
sendirian berhad Kuala Lumur pada tanggal 7 sampai dengan 10 September 1993. Hasil
studi banding ini diseminarkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1993 yang
merekomendasikan untuk segera dibentuk Asuransi Takaful Indonesia. Kemudian TEPATI
merumuskan dan menyusun konsep asuransi takaful serta mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi. Akhirnya
tanggal 23 Agustus 1994, Asuransi Takaful Indonesia berdiri secara resmi. Pendirian ini
dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin operasionalnya
diperoleh dari Departemen Keuangan melalui surat Keputusan nomor
Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994.
Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai
perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful
Umum dan Asuransi Mubarakah. Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi
konvensional yang membuka cabang syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta,
beringin Life, Bumi Putra, Dharmala dan Jasindo.
Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful
ditegakkan atas tiga prinsip utama :
Dalam AM. Hasan Ali, MA, dengan mengutip dari MA. Coudhury dalam
bukunya Contribution to Islamic Ekonomic Theory, prinsip dasar tersebut ditambah 5 lagi,
yaitu :
1. Tauhid (unity);
2. Keadilan (justice);
3. Kerja sama (cooperation);
4. Amanah (trustworthy);
5. Kerelaan (al-Ridha).
1. Pengelolaan Risiko
Pada dasarnya, dalam asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan
tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana
hibah (tabarru). Dengan begitu bisa dikatakan bahwa pengelolaan risiko yang dilakukan
di dalam asuransi syariah adalah menggunakan prinsip sharing of risk, di mana risiko
dibebankan/dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.
2. Pengelolaan Dana
Pengelolaan dana yang dilakukan di dalam asuransi syariah bersifat transparan dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang
polis asuransi itu sendiri.
3. Sistem Perjanjian
Di dalam asuransi syariah hanya digunakan akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada
sistem syariah dan dipastikan halal. Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad
yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli.
4. Kepemilikan Dana
Sesuai dengan akad yang digunakan, maka di dalam asuransi syariah dana asuransi
tersebut adalah milik bersama (semua peserta asuransi), di mana perusahaan asuransi
hanya bertindak sebagai pengelola dana saja. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi
konvensional, karena premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik
perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi akan
memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan pengalokasian dana asuransi.
5. Pembagian Keuntungan
Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan terkait
dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta asuransi tersebut. Namun
akan berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional, di mana seluruh keuntungan
yang didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut.
6. Kewajiban Zakat
Di dalam asuransi syariah, peserta bisa memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap di
rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Di sini diterapkan sistem penggunaan kartu
(cashless) dan membayar semua tagihan yang timbul.
Satu polis asuransi digunakan untuk semua anggota keluarga, sehingga premi yang
dikenakan oleh asuransi syariah juga akan lebih ringan. Hal ini tidak berlaku dalam
asuransi konvensional, di mana setiap orang akan memiliki polis sendiri dan premi yang
dikenakan tentu akan lebih tinggi.
Asuransi syariah juga memungkinkan kita untuk bisa melakukan double claim, sehingga
kita akan tetap mendapatkan klaim yang kita ajukan meskipun kita telah
mendapatkannya melalui asuransi kita yang lain.
8. Pengawasan
Di dalam asuransi syariah, pengawasan dilakukan secara ketat dan dilaksanakan oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk langsung oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan diberi tugas untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan prinsip ekonomi
syariah di Indonesia, termasuk mengeluarkan fatwa atau hukum yang mengaturnya. Di
setiap lembaga keuangan syariah, wajib ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
bertugas sebagai pengawas. DPS ini merupakan perwakilan dari DSN yang bertugas
memastikan lembaga tersebut telah menerapkan prinsip syariah secara benar.
DSN inilah yang kemudian bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap segala
bentuk operasional yang dijalankan di dalam asuransi syariah, termasuk menimbang
segala sesuatu bentuk harta yang diasuransikan oleh peserta asuransi, di mana hal
tersebut haruslah bersifat halal dan lepas dari unsur haram. Hal ini akan dilihat dari asal
dan sumber harta tersebut serta manfaat yang dihasilkan olehnya.
Berbeda halnya dengan asuransi konvensional, di mana asal dari objek yang
diasuransikan tidaklah menjadi sebuah masalah, karena yang dilihat oleh perusahaan
adalah nilai dan premi yang akan ditetapkan dalam perjanjian asuransi tersebut.
9. Instrumen Investasi
Hal ini juga menjadi sebuah perbedaan yang besar dalam asuransi syariah dan
konvensional. Di dalam asuransi syariah, investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai
kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengandung unsur
haram dalam kegiatannya. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah:
Ketentuan seperti ini tentu saja tidak berlaku di dalam asuransi konvensional, karena
pada dasarnya di dalam asuransi konvensional perusahaan akan melakukan berbagai
macam investasi dalam berbagai instrumen yang ditujukan untuk mendatangkan
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Hal ini bisa dilakukan tanpa
menggunakan/mempertimbangkan haram atau tidaknya instrumen investasi yang
dipilih, karena pada dasarnya di dalam asuransi konvensional dana yang dikelola adalah
benar-benar dana milik perusahaan dan bukan milik pemegang polis asuransi, dengan
begitu perusahaan memiliki kewenangan penuh dalam penggunaan dana tersebut,
termasuk dalam memilih jenis investasi yang akan digunakan.
10. Dana Hangus
Dalam Al Quran dan Hadits, hukum asuransi berbasis syariah dan penerapannya terdapat
dalam beberapa ayat, yaitu:
Awalnya, hukum asuransi konvensional bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini
membuat Majelis Ulama Indonesia pada 2001 mengeluarkan fatwa yang menyatakan
bahwa asuransi berbasis syariah diperbolehkan dalam ajaran Islam. Adapun fatwa
MUI yang menegaskan kehalalan asuransi syariah antara lain :
1. Takaful Individu
Takaful Individu adalah produk yang memberikan perlindungan dan perencanaan yang
bersifat pribadi. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa pilihan yaitu:
2. Takaful Kelompok
Takaful Kelompok adalah produk yang memberikan perlindungan dan perencanaan yang
bersifat kelompok dalam perusahaan. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa pilihan
yaitu:
1. Takaful al-Khairat dan Tabungan Haji: memberi perlindungan bagi karyawan yang
ingin menunaikan ibadah haji dengan pendanaan melalui iuran bersama dengan
keberangkatan bergilir;
2. Takaful Kecelakaan Siswa: proteksi pelajar dari risiko kecelakaan berakibat cacat
bahkan meninggal dunia;
3. Takaful Wisata dan Perjalanan: proteksi peserta wisata dari risiko kecelakaan yang
mengakibatkan cacat atau meninggal dunia;
4. Takaful Kecelakaan Group: proteksi santunan karyawan dalam perusahaan atau
organisasi;
5. Takaful Pembiayaan: proteksi pelunasan hutang bagi nasabah yang meninggal
dunia dalam masa perjanjian.
3. Takaful Umum
Takaful Umum adalah asuransi berbasis syariah yang memberikan perlindungan dan
perencanaan yang bersifat umum. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa yaitu:
Definisi akuntansi perbankan syariah tidak jauh bebeda dengan definisi akuntansi syariah
dan akuntansi konvensional, hanya menambah kata perbankan yang menjadi obyek
pembicaraan. Bisnis perbankan syariah adalah merupakan bisnis jasa keuangan, bukan
bisnis perusahaan barang. Perusahaan perbankan syariah sangat unik dan berbeda
dengan perusahaan barang lainnya, karena dunia perbankan, baik itu perbankan syariah
dan selain syariah diatur peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bank
sentral yang dinyatakan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Pada perbankan syariah diatur oleh 2 (dua) kepatuhan, yaitu kepatuhan syariah yang
dituangkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), dan kepatuhan oprasional yang
dituangkan dalam Peraturan Bank Indosesia. Dua kepatuhan ini harus seiring dan selaras
dalam menjalankan bisnis perbankan.
Dasar Hukum Perbankan Syariah
Dasar Hukum Islam (Al-Qur’an & Hadist)
1. QS Al-Baqarah Ayat 275
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beliitu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datanglarangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba),maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia,maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat de
mikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Pada tahun 1998,dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum
lebih kuat untuk perbankan syariah.Melaui UU No. 23 Tahun 1999 hingga disahkannya
UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perkembangan perbankan syariah
meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank/kantor yang
menggunakan prinsip syariah dan peningkatan jumlah asset yang dikelola. Untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat,sebelum 1992,telah didirikan beberapa lembaga
keuangan nonbank yang kegiatannya menerapkan sistem syariah .Selanjutnya melalui
UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam PP No. 72 tahun 1992,
pemerintahtelah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1992 telah secara spesifik mengatur mengenai bank
berdasarkan prinsip bagi hasil sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) dan
(2) sebagai berikut :
(1). Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat
yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.
(2). Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan pemerintah nomor 70 tahun 1992 tentang bank umum dan
peraturan pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang bank perkreditan rakyat serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank umum dan bank
perkreditan rakyat.
Karakteristik Bank Syariah Di Indonesia
Seperti Dilansir oleh Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik
utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi
landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi
nasabah yang telah loyal.
Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut :
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak;
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Prinsip – Prinsip syariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah
kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Maisir: Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut
istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja
keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian
seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,
seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.Judi dilarang dalam praktik
keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah sebagai
berikut:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan,
maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS
Al-Maaidah : 90)
Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.
Prinsip operasional syi'ariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat
adalah prinsip Wadi'ah dan Mudharabah.
1.) Prinsip wadi'ah
Prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadiah dhamananh berbeda dengan wadia'ah amanah.
Dalam wadia'ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh
yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi'ah yad dhamanah, pihak yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta
titipan tersebut.
2.) Prinsip Mudharabah
1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah
b. Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu:
Produk jasa perbankan lainnya yaitu layanan perbankan dimana bank syariah menerima
imbalan atas jasa perbankan diluar fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi
keuangan, seperti :
1. Wakalah
2. Kafalah
3. Sharf
4. Qardh
5. Rahn
6. Hiwalah
7. Ijarah
8. Al-Wadiah
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24 Februari 2015
terutama terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu pada revisi atas International
Financial Reporting Standards 9: Financial Instruments.
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan sukuk
mudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.
LATAR BELAKANG
Kemunculan sukuk pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya untuk menghindari praktik
riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari alternatif instrumen
pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai dengan syariah. Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 32/DSN-MUI/IX/2002 dan kebutuhan
investasi jangka panjang, maka para ahli dan praktisi ekonomi Islam berijtihad untuk
menciptakan sebuah produk atau instrumen keuangan baru yang bernama obligasi
syariah atau sukuk.
Sukuk semakin disukai karena upaya para investor, terutama di wilayah Timur Tengah,
untuk menarik modal dari lembaga perbankan Barat kembali ke lembaga keuangan
Islam. Dukungan solidaritas bagi kegiatan pasar modal syariah dilandasi oleh kesamaan
ideologi dan semangat negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar modal Islam
diterima secara luas karena investor non-Muslim memasuki pasar sukuk. Sukuk
dipandang sebagai target baru yang lebih menguntungkan. Popularitas sukuk ini tidak
lepas dari terbukanya akses permodalan dalam skala global, sehingga terjadi
pengelolaan likuiditas lintas batas.
Tetapi berbeda halnya dengan di Indonesia. Dimana dimasa sekarang banyak orang
yang belum familiar atas keberadaan sukuk itu sendiri. Di indonesia sendiri masih
beberapa perusahaan yang menerbitkan surat berharga syariah (sukuk) ini. Dan bahwa
tidak semua surat berharga berprinsip konvensional ada juga perhitungan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yaitu Akuntansi Sukuk seperti yang terdapat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110.
Berbeda dengan PSAK 110 yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110
(revisi 2015) memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan
investor. Investasi sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus kas
kontraktual.
Pada sisi investor, investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan
jika:
1. Investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk
memperoleh arus kas kontraktual; dan
2. Persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya.
1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial
title);
2. Imbal hasil yang diberikan berupa upah/sewa (ujrah), selisih harga lebih (margin),
dan bagi hasil, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan. Ada
beberapa jenis akad yaitu ijarah, mudharabah, wakalah, istishna, musyarakah dan
kafalah;
3. Terbebas dari unsur riba, ketidakpastian (gharar) dan/ atau judi (maisir);
4. Penerbitan melalui special purpose vehicle (SPV);
5. Memerlukan underlying asset;
6. Penggunaan proceeds harus sesuai dengan prinsip syariah.
Sukuk yang diterbitkan wajib disertai dengan pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan
Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli Syariah (TAS) yang memiliki lisensi Ahli Syariah
Pasar Modal.
Jenis-jenis Obligasi Syariah
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional pada tahun 2002, obligasi
syariah merupakan surat-surat berharga jangka panjang yang memiliki prinsip syariah di
dalamnya. Jenis-jenis obligasi berdasarkan syariah ini di antaranya adalah sukuk
mudharabah dan sukuk ijarah.
1. Imbal hasil: Imbal hasil yang diberikan oleh penerbit sukuk kepada investor, bisa
berupa bagi hasil, fee atau margin.
2. Capital Gain: keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual.
3. Ketenangan hati: berinvestasi di instrumen yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
Rating Obligasi Syariah
Obligasi syariah atau sukuk juga diperingkat oleh lembaga pemeringkat atau biasa
disebut sebagai rating agency. Biasanya di belakang peringkat diberikan kode (sy) untuk
menandakan bahwa obligasi tersebut adalah obligasi syariah. Misalnya idAAA(sy).
Pre test
Select one:
a. Sebagai pengelola investasi atas dana
b. Sebagai penerima amanah
c. Semua jawaban benar (B)
d. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa
Prinsip – Prinsip syariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah
kegiatan yang mengandung unsur-unsur ?
Select one:
a. Gharar (B)
b. Adil
c. Universal
d. Transparansi