Anda di halaman 1dari 52

AKUNTANSI SYARIAH

PRE TEST

Berikut merupakan prinsip dasar akuntansi, kecuali :

Select one:
a. Prinsip Periode Akuntansi
b. Prinsip Entitas Ekonomi
c. Prinsip Satuan Moneter (b)
d. Prinsip Konsistensi

Islam
Islam merupakan agama yang memiliki ajaran yang sangat sempurna. Semua masalah
diatur dalam Islam, sehingga tidak ada satu pun masalah yang tidak ada ketentuannya
dalam Islam. Kesempurnaan Islam ini ditunjang kedua sumber ajarannya, yakni al-Quran
dan Sunnah sebagai sumber ajaran pokoknya.

Islam artinya merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, nabi terakhir.
Menurut Islam, hidup dan kehidupan manusia di dunia adalah bagian kecil dari
perjalanan panjangnya menuju Allah. Kehidupan manusia, setelah diciptakan oleh Allah,
dimulai dari alam roh dan dilanjutkan di alam rahim ibu. Manusia, kemudian lahir dan
mulai hidup serta berkehidupan di alam dunia, sampai dia meninggal.

Syariah adalah aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau disyariatkan pokok-
pokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan
Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan
alam semesta, serta dengan kehidupan.

Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Meskipun demikian, ketiganya dapat
dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem keyakinan yang
bermuatan elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber dan hakikat
keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem hukum berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem nilai etika
menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena itu,
ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim.

Sistem Ekonomi Islam


Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu
kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At
Taubah ayat 105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu” 

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad


saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu
sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)

 Dari paparan di atas, dapat dinyatakan bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah
Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan,
analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. 

Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-
Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam
Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya
adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak
yang memiliki hubungan muamalah, dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan
accountability.

Pengertian ekonomi Islam dapat dipahami sebagai aktualisasi nilai-nilai Islam dalam


aktifitas kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia baik di
dunia maupun di akhirat. Jadi istilah ekonomi islam merupakan penamaan untuk
menunjukkan identitas tanpa merubah atau mempengaruhi makna ekonomi itu sendiri. 

Manfaat Penerapan Sistem Syariah


Dalam perspektif keyakinan seorang muslim setiap aktivitas apapun yang didasarkan
pada tuntunan syariah akan membawa manfaat bagi kehidupannya. 

Dengan mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan banyak manfaat yang besar
sebagai berikut: 

 Keberkahan
 Tidak ada pihak yang dirugikan
 Distribusi merata
 Tahan krisis
 Pertumbuhan entrepreneur tanpa riba

Akuntansi Dalam Islam


Dalam surat Al-Baqarah ayat 282, disebutkan kewajiban bagi umat mukmin untuk
menulis setiap transaksi yang masih belum tuntas (not completed atau non-cash). “Hai,
orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”. Dalam ayat ini jelas
sekali tujuan perintah ini untuk menjaga keadilan dan kebenaran, artinya perintah itu
ditekankan pada kepentingan pertanggung jawaban (accountability) agar pihak yang
terlibat dalam transaksi itu tidak dirugikan, tidak menimbulkan konflik, serta adil merata.
Al-Qur’an melindungi kepentingan masyarakat dengan menjaga terciptanya keadilan,
dan kebenaran. Oleh karena itu, tekanan dari akuntansi bukanlah pengambilan
keputusan (decision making) melainkan pertanggungjawaban (accountability).

Tujuan Akuntansi Syariah


1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
Lingkungannya, 

2. Tegaknya keadilan didalam masarakat, 

3. Tercapainya maslahah (puncak sasaran): Selamat agama, jiwa, akal, keluarga dan
keturunannya, harta benda.

POST TEST

Tujuan akuntansi Syariah adalah...

Select one:
a. Tercapainya maslahah (puncak sasaran): Selamat agama, jiwa, akal, keluarga dan
keturunannya, harta benda.
b. benar semua (b)
c. Tegaknya keadilan didalam masarakat, 
d. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
Lingkungannya, 

Ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam dinamakan...
Select one:
a. Karya Islam
b. Keuangan Islam
c. Ekonomi Islam
d. Hukum Islam
Pendahuluan
Wacana akuntansi syari’ah tidak lahir dalam suasana yang vakum (vacuum condition),
tetapi distimulasi oleh banyak faktor yang berinteraksi begitu kompleks, non-linear,
dinamis dan berkembang. Faktor-faktor seperti kondisi perubahan sistem politik,
ekonomi, sosial dan budaya, peningkatan kesadaran keagamaan, semangat revival,
perkembangan ilmu pengetahuan, semuanya berinteraksi secara kompleks dan akhirnya
melahirkan paradigma syari’ah dalam dunia perakuntansian.

Perkembangan ilmu Akuntansi


Akuntansi telah mengalami metamorfosa yang panjang untuk menjadi bentuknya yang
modern seperti sekarang ini. Bagaimanapun juga, tidak ada catatan yang dapat
digunakan untuk menunjuk langsung kapan akuntansi mulai dipraktikkan. Namun bisa
diperkirakan bahwa akuntansi telah dipergunakan sejak jaman pra masehi. Di masa
peradaban manusia cukup maju, maka tentunya pencatatan, peringkasan, pelaporan
telah menjadi bagian dari proses transaksi. 

Berdasarkan sejarah perkembangan tersebut. Sejumlah ahli mencoba menguraikan


periode sejarah perkembangan akuntansi, dimulai dari Bangsa Mesir sampai ke Eropa.
Periode Mesir dimulai dari 3000 tahun sebelum masehi (SM) sampai dengan 1000 tahun
SM, sedangkan periode Eropa dimulai dari abat ke 13 setelah masehi. Simpulan ini
dipertegas oleh Littleton yang mengatakan bahwa sejarah perkembangan akuntansi
dimulai dari bangsa Mesir, Babilonia, Sumeria, Yunani, Arab dan Roma.

Sejarah Akuntansi
Akuntansi merupakan salah satu bentuk profesi tertua. Dari sejak jaman pra sejarah,
setiap keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian
yang harus mereka persiapkan dan mereka gunakan pada saat musim dingin. Ketika
masyarakat mulai mengenal adanya “perdagangan”, maka pada saat yang sama mereka
telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem moneter (monetary
system). Bukti tentang pencatatan (book keeping) tersebut dapat ditemukan dari mulai
kerajaan Babylonia (4500 SM), Firaun Mesir dan kode-kode Hammurabi (2250 SM),
sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi di Ebla, Syria Utara.

Menurut Vernon Kam (1990), ilmu akuntansi diperkenalkan pada zaman feodalisme
barat. Akuntansi pada masa kelahiran feodalisme di Eropa, mulai berkembang dan saling
menopang dengan perkembangan ekonomi kapitalis. Akuntansi melakukan kegiatan
pencatatan dan pemberian informasi bagi investor atau capitalist, sehingga ia dapat
memilih alternatif yang paling menguntungkan baginya. Dengan akuntansi, investor
dapat mengawasi asset perusahaannya, dan dapat mengembangkan modalnya sehingga
semakin besar dan meluas. Perkembangan ekonomi di Eropa menyebabkan para
investor sampai menjelajah ke benua Amerika, dan akhirnya seluruh belahan bumi ini
menjadi daerah tumbuh suburnya ilmu akuntansi sampai sekarang ini.

Sejarah Kemunculan Akuntansi Syariah


Tinjauan historis yang membahas tentang latar belakang kemunculan akuntansi syari’ah
tidak lepas dari tinjauan kondisi akuntansi yang ada di tanah jazirah Arab sebelum Islam.
Dalam literatur sejarah peradaban bangsa Arab, perhatian bangsa Arab sangat besar
terhadap perdagangan. Kerena itu, mereka telah menggunakan dasar-dasar penggunaan
akuntansi yang bertujuan untuk menghitung transaksi mereka serta mengetahui
perubahan-perubahan dari jumlah aset. Jadi konsep akuntansi waktu itu dapat dilihat
pada pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan
aturan penjumlahan.

Sejarah Akuntansi Syariah di Indonesia


Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses
pendirian Bank Syariah. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan landasan
awal diterapkannya ajaran Islam menjadi pedoman bermuamalah. Pendirian ini dimulai
dengan serangkaian proses perjuangan sekelompok masyarakat dan para pemikir Islam
dalam upaya mengajak masyarakat Indonesia bermuamalah yang sesuai dengan ajaran
agama. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang tokoh Islam, Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pada waktu itu,
tahun 1990. Setelah didirikannya bank syariah, terdapat keganjilan ketika bank membuat
laporan keuangan. Dimana pada waktu itu proses akuntansi belumlah mengacu pada
akuntansi yang dilandasi syariah Islam. Maka selanjutnya munculah kebutuhan akan
akuntansi syariah Islam. Dan dalam proses kemunculannya tersebut juga mengalami
proses panjang.

Sekitar berapa tahun yang lalukah akuntansi ada?

Select one or more:


a. 3000
b. 2000
c. 4000
d. 1000
pengertian Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah ialah proses akuntansi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah,
baik dalam siklus akuntansinya maupun pencatatannya. Lebih jelasnya ialah suatu proses
akuntansi untuk transaksi-transaksi syariah seperti murabahah, musyrakah, mudharabah
dan lainnya.

Akuntansi syariah menurut beberapa pakar:

Menurut Dr. Omar Abdullah Zaid

Akuntansi syariah ialah suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatn
transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at
dan jumlah-jumlahnya. Didalamnya tercantum catatan-catatan yang representatif, serta
berkaitan dengan pengukuran dengan hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada
transaksi-transaksi, tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan tersebut yang
bertujuan untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat.

Menurut Sofyan S. Harahap

Akuntansi Syariah pada hakekatnya ialah penggunaan akuntansi dalam menjalankan


syariah Islam. Akuntansi syariah ada dua versi, Akuntansi syariah yang secara nyata telah
diterapkan pada era dimana masyarakat menggunakan sistem nilai Islami khususnya
pada era Nabi Saw, Khulaurrasyidin dan pemerintah Islam lainnya. Kedua Akuntansi
syariah yang saat ini muncul dalam era dimana kegiatan ekonomi dan sosial dikuasai
“dihegemony” oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam.

Menurut Adnan M. Akhyar

Akuntansi Syariah sebagai praktek akuntansi yang bertujuan untuk membantu mencapai
keadilan sosial ekonomi “al falah”. Selain itu juga untuk mengenal sepenuhnya akan
kewajiban kepada Tuhan, Individu dan masyarakat yang berhubungan dengan pihak-
pihak terkait pada aktivitas ekonomi seperti akuntan, manajer, auditor, pemilik,
pemerintah sebagai sarana bentuk ibadah.

Menurut Napier

Akuntansi syariah ialah bidang akuntansi yang menekankan kepada dua hal yakni
kauntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin dari tauhid yakni dengan
menjalankan segala aktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan Allah. Sedang pelaporan
ialah bentuk pertanggung jawaban kepada Allah dan manusia.

Menurut Toshikabu Hayashi


Akuntansi syariah ialah akuntansi yang berkonsep pada hukum syariah yang berasal dari
Tuhan yang bukan ciptaan manusia. Akuntansi syariah menuntut agar perusahaan
memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan pertanggungjawaban akhirat, dimana
setiap orang akan diminta pertanggungjawaban atas segala tindakannya di dunia.

Tujuan Akuntansi Syariah


Adapun tujuan akuntansi keuangan syariah adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga
keuangan syariah tersebut, termasuk hak dan kewajiban dari transaksi yang
belum selesai, terkait dengan penerapan, kewajaran dan ketaatan atas prinsip dan
etika syariat Islam.
2. Untuk menjaga aset dan hak-hak lembaga keuangan syariah.
3. Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga
keuangan syariah.
4. Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna
laporan keuangan sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam
berhubungan dengan lembaga keuangan.
5. Diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta
meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan
meningkatkan kepercayaan atas lembaga keuangan syariah.
6. Mendukung penyususnan standar akuntansi yang konsisten. Sehingga
meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
7. Sebagai laporan keuangan yang bertujuan menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.

Prinsip Akuntansi Syariah


 Prinsip Pertanggungjawaban

Karena dasar yang digunakan dalam akuntansi syariah ialah alquran, maka prinsip
pertanggungjawaban merupakan salah satu bentuk implementasi hal tersebut. Dimana
setiap hal yang dilakukan oleh manusia harus dipertanggungjawabkan. Secara kongkret
transaksi yang dilakukan seorang pebisnis harus dipertanggungjawabkan, nah salah
satunya ialah melalui laporan keuangan atau laporan akuntansi.

 Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan dalam akuntansi ini memiliki dua pengertian. Pertama ialah keadilan
yang berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran yang merupakan faktor yang
sangat dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan
menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat.

Kedua kata adil bersifat lebih fundamental “dan tetap berpijak pada nilai-niali
etika/syari’ah dan moral”, pengertian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai
pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi
modern menuju pada bangun akuntansi “alternatif” yang lebih baik.

 Prinsip Kebenaran

Berkesinambungan dengan prinsip keadilan, prinsip kebenaran akan menciptakan


keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Contohnya pada aktivitas pengakuan, pengukuran dan pelaporan yang tentu saja akan
berjalan dengan baik jika dibarengi dengan rasa kebenaran.

Karakteristik Akuntansi Syariah


Berikut ini adalah persyaratan dan kaarakteristik dalam implementasi transaksi akuntansi
syari’ah :

1. Transaksi  syariah  dilakukan  berdasarkan  prinsip  saling  paham  dan saling
2. ridha;
3. Prinsip  kebebasan  bertransaksi  diakui  sepanjang  objeknya  halal  dan baik
4. (thayib);
5. Uang  hanya  berfungsi  sebagai  alat  tukar  dan  satuan  pengukur  nilai,
6. bukan sebagai komoditas;
7. Tidak mengandung unsur riba;
8. Tidak mengandung unsur kezaliman;
9. Tidak mengandung unsur maysir;
10. Tidak mengandung unsur gharar;
11. Tidak mengandung unsur haram;
12. Tidak  menganut  prinsip  nilai  waktu  dari  uang  (time  value  of  money)
13. karena  keuntungan  yang  didapat dalam  kegiatan  usaha  terkait  dengan
resiko  yang  melekat  pada  kegiatan  usaha  tersebut  sesuai  dengan prinsip al-
ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);
14. Transkasi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar
serta  untuk  keuntungan  semua  pihak tanpa  merugikan  pihak  lain
sehingga  tidak  diperkenankan  menggunakan  standar  ganda  harga  satu akad
serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq)
dalam satu akad;
15. Tidak  ada  distorsi  harga  melalui  rekayasa  permintaan  (najasy), maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan
16. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). Selain itu
menurut As-sa‟dy terdapat kaidah-kaidah dalam transaksi antara lain:
17. Keharaman riba,
18. Pengharaman transaksi yang mengandung unsur gharar dan bahaya,
19. Pengharaman transaksi yang mengandung unsur penipuan,
20. Transaksi dilakukan atas dasar saling ridha atanra penjual dan pembeli,
21. Transaksi  hanya  dilakukan  oleh  pemilik  barang  atau  pihak  yang mewakili,
22. Jika  akad  mengandung  unsur  yang  dapat  meninggalkan  sesuatu  yang
wajib  atau  melanggar  sesuatu yang  diharamkan,  maka  hukumnya haram dan
tidak sah.

Kebaikan Akuntansi Syariah


Sistem Bagi Hasil

Akuntansi syariah tidak memiliki sistem bunga, namun menggunakan sistem bagi hasil dengan
menanggung risiko bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat. Dengan menggunakan sistem
bagi hasil, keuntungan bisa dilihat dengan jelas, dan sistem pembagian hasil telah ditetapkan
sesuai kesepakatan di awal. Misalnya, terdapat dua pihak, di mana pihak pertama berperan
sebagai pemilik modal, dan pihak kedua sebagai pengelola modal. Kedua pihak ini akan
mengetahui bagaimana keuntungan datang dan pembagiannya sesuai dengan kesepakatan di awal.

Menggunakan Prinsip Jual Beli Murabahah

Dalam transaksi jual beli, akuntansi syariah menerapkan sistem yang sesuai dengan
ketentuan agama islam. Misalnya transaksi antara Bank dan nasabah yang ingin
mengajukan kredit. Dengan prinsip murabahah, nasabah dan Bank akan membuat sistem
kerja berdasarkan kesepakatan awal yang dibicarakan di awal antara dua pihak yang
bersangkutan. Menerapkan prinsip ini berarti kedua belah pihak juga harus
membicarakan berapa bunga yang akan dibayar dan diterima oleh masing-masing pihak
tanpa melihat suku bunga yang berlaku

Akuntansi syariah adalah...

Select one:
a. penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.
b. suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatn transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan jumlah-jumlahnya
c. a, b, c benar
d. proses akuntansi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah, baik dalam siklus
akuntansinya maupun pencatatannya.
TOPIK 4

Akuntansi Murabbahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli
barang. Perbedaan yang nampak pada jual beli murabahah adalah penjual harus
mengungkapkan harga perolehan barang dan kemudian terjadi negoisasi keuntungan
yang akhirnya disepakati kedua belah pihak.  Pada perjanjian murabahah, pihak penjual
membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh pembeli. Sebagai contoh,
transaksi murabahah yang dilakukan di Bank Syariah, Bank akan membelikan barang
yang dibutuhkan nasabah dari pemasok (supplier) dan kemudian menjualnya kepada
nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau mark-up

Mekanisme Murabahah
Mekanisme yang dilakukan dalam transaksi murabahah yang dilakukan di sector
Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:

  Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual
adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko) ditambah keuntungan. Harga
jual dan jangka waktu pembayaran harus disepakati kedua belah pihak.
 Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati, tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil).
 Bila sudah ada barang, maka segara akan diserahkan kepada nasabah, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh.

Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Bank sebagai pemberi sewa, sedang nasabah
sebagai penyewa.

Beberapa transaksi yang berkaitan dengan pembiayaan ijarah diantaranya adalah

(1) biaya perolehan aset ijarah;

(2) penyusutan aset ijarah;

(3) pendapatan ujroh; dan

(4) biaya perbaikan aset.


Rukun transaksi ijarah
  Rukun Transaksi Ijarah
a.       Transaktor
Implikasi perjanjian sewa kepada bank syariah sebagai penyewa adalah sebagai berikut :
-  Menyediakan asset yang disewakan
-  Menanggung biaya pemeliharaan asset. Biaya ini meliputi biaya yang terkait langsung
dengan subtansi objek sewaan yang manfaatnya kembli kepada pembeli sewanya
(misalnya renovasi, penambahan fasiltas dan reparasi yang bersifat insidentral). Semua
biaya ini dibebankan kepada pemberi sewa. Jika pemberi sewa menolak menanggung,
maka sewa – menyewanya bersifat batal. Jika terdapat kelalaian penyewa, tanggung
jawab ada pada penyewa.
-  Menjamin bila terdapat cacat pada asset yang disewakan.
Adapun kewajiban nasabah sebagai penyewa adalah :
-  Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan asset yang disewa
serta menggunakannya sesuai kontrak.
-  Menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan (tidak materiil). Biaya ini
meliputi biaya yang berkaitan langsung dengan optimalisasi fasilitas yang disewa dan
kegunaannya adalah kewajiban penyewa (misal pemeliharaan rutin). Semua biaya ini
merupakan tanggung jawab penyewa. Misalnya mengisi bensin untuk kendaraan yang
disewa.
-  Jika asset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

b.      Objek Ijarah
Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebgai berikut :
1.      Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa.
2.      Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Dalam hal
ini, hendaklah fasilitas obek sewaan itu mempunyai nilai komersial, dengan demikian kita
dilarang menyewakan durian unuk sekedar mencium baunya. Hendaknya juga
penggunaan fasilitas objek sewaan tidak menghabiskan subtansinya, sebagai contoh
tidak boleh menyewakan lilin untuk penerangan atau sabun mandi.
3.      Fasilitasnya mubah (dibolehkan). Dalam hal ini, menyewa tenaga atau faslitas untuk
maksiat atau sesuatu yang diharamkan adalah haram. Berdasarkan pedoman
pengawasan syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, disebutkan bahwa transaksi
multijasa yang biasanya digunakan akad ijarah dapat dalam bentuk pelayanan
pendidikan, kesehatan, ketenagaerjaan, dan kepariwisatawan.
4.      Kesanggupan untuk memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
Dalam hal ini objek transaksi bisa diserahterimkan secara substansi dan syariat. Dengan
demikian, dilarang menyewa orang buta untuk penjagaan yang memerlukan penglihatan
atau menyewakan unta yang hlang karena secara substantive tidak aka dapat
menjalankan fungsinya. Begitu pula dilarang menyewa wanita haid membersihkan masjd
karena syaria tidak boleh masuk masjid dalam kondisi haid.
5.      Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
keidaktahuan yang akan mengakibatkan sengketa.
6.      Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termaksud jangka waktunya.
Atau bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Untuk sesuatu yang tidak
aktif, kapasitas diketahuinya adalah waktu sewa. Untuk sesuatu yang aktif seperti
manusia dan binatang kapasitas diketahuinya adalah dasar pekrjaan dan waktu.
7.      Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
dalam ijarah.
8.      Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat
dan jarak.

c.       Ijab dan Kabul


Ijab dan Kabul dalam akad ijarah merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, dengan cara penawaran dari pemilik asset (bank syariah) dan penerimaan
yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah). Perjanjian dapat dilakukan dengan lisan,
isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik
yang lazim di masyarakat dan menunjukan keridahaan satu pihak untuk menyewa dan
pihak lain untuk menyewakan tenaga / fasilias.
keunggulan Ijarah
Bagi bank syariah, transaksi ijarah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
jenis akad lainnya, yaitu :
1.      Dibandingkan dengan akad murabahah, akad ijarah lebih fleksibel dalam hal objek
transaksi. Pada akad murabahah, objek transaksi haruslah berupa barang sedangkan
pada akad ijarah, objek transaksi dapat berupa jasa kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan, pariwisata, dan ainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.
2.      Dibandingkan dengan investasi, akad ijarah mengandung resiko usaha yang lebih
rendah, yaitu adanya pendapatan ijarah yang relatif tetap.
Pre test 100

Akuntansi syariah adalah...

Select one:
a. suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatn transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syari’at dan jumlah-jumlahnya
b. proses akuntansi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah, baik dalam siklus
akuntansinya maupun pencatatannya.
c. penggunaan akuntansi dalam menjalankan syariah Islam.
d. a, b, c benar (B)
Post test 100

Murabahan adalah...

Select one:
a. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidak ada tambahan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
b. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) 
tanpa  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan  aset  itu sendiri
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. (B)
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) 
yang  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan  aset  itu sendiri.

Ijarah adalah..

Select one:
a. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
b. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) 
tanpa  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan  aset  itu sendiri (B)
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidakmenambahkan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) 
yang  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan  aset  itu sendiri
Topik 5

Pengertian Salam
Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan
di muka
atau
Salam dalam akuntansi syariah adalah akad jual beli barang pesanan dengan pengiriman
di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad
disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh
penjual dan pelunasannya dilakukan secara segera oleh pembelian sebelum barang
pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika
bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam peralel.
Salam parallel dapat dilakukan dengan syarat:
1.     Akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan
pembeli akhir, dan
2.     Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

Bank sebagai pembeli


Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dilihat kepada
penjual. Modal usaha salam dapat berupa kas dan aktiva non kas. Modal usaha salam
dapat berbentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha
salam dalam bentuk aktiva non kas diukur sebesar nilai wajar (nilai yang disepakati
antara bank dan nasabah).
Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
1.     Jika barang pesanan sesuai dengan akad dilihat sesuai nilai yang disepakati
2.     Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
a.      Barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan akad, jika nilai pasar (nilai
wajar jika nilaii pasar tidak tersedia) dari barang pesanan yang diterima nilainya sama
atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum didalam akad
b.     Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar
tidak tersedia) pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kelebihan, jika nilai pasar
dari barang pesanan lebih rendah dari barang pesanan yang tercantum dalam akad
3.     Jika bank tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh
tempo pengiriman, maka:
a.      Jika tanggal pengiriman diperpanjang nilai tercatat piutang salam sebesar bagian
yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad
b.     Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh nasabah sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi.
c.      Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan bank mempunyai jaminan
atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai tercatat
piutang salam dan hasil penjualan tersebut diakui sebagai piutang kepada nasabah yang
telah jatuh tempo.
d.     Bank dapat menggunakan denda kepada nasabah.

Bank sebagai penjual


Utang salam diakui pada saat bank menerima modal usaha salam yang diterima. Modal
usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aktiva non kas. Modal usaha salam
dalam bentuk aktiva non kas diukur sebesar nilai wajar
Rukun Salam
a.     Muslam (pembeli)
b.     Muslam ilaih atau penjual
c.      Modal atau uang
d.     Muslam fihi (barang)
e.      Sighat (ucapan)
Pengertian Istishna
Istishna adalah akad pemesanan suatu barang dari pihak 1 (pemesan) ke pihak 2
(produsen). Adapun dalam Istishna, pemesan memiliki kriteria sendiri untuk dibuatkan
barang tersebut oleh produsen. Dengan kata lain, produsen harus membuatkan barang
pesanan sesuai dengan keinginan pemesan.

Pada dasarnya akad istishna adalah kegiatan pemesanan suatu produk kepada produsen
produk tersebut. Kalau didengar sekilas, mungkin Anda akan membayangkan istishna
berlaku untuk barang kerajinan saja, namun sebenarnya banyak juga transaksi akad
istishna yang ada tanpa disadari.

 Rumah. Rumah apabila dipesan sesuai dengan keinginan Anda, termasuk dalam


akad istishna. Misalnya, ingin rumah dengan 3 kamar, desainnya minimalis, dan
ada kolam renangnya. Untuk memenuhi keinginan ini, Anda bisa memesan rumah
KPR di perbankan syariah yang menyediakan fasilitas tersebut.
 Pakaian. Apabila Anda ingin pakaian kustom sesuai dengan selara, juga termasuk
dalam istishna. Misalnya, Anda ingin memesan jersey sepak bola dengan desain
sendiri untuk 40 orang. 
 Sepatu. Apabila ukuran sepatu Anda jarang ada di pasaran, Anda pastinya akan
memesan ukuran tersebut ke tukang sepatu. Apabila melakukan transaksi
tersebut berdasarkan syariat islam, hal tersebut termasuk akad istishna.

Syarat-syarat Akad Istishna


 Kesepakatan kriteria barang disebutkan di awal

Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan nantinya saat barang atau produk
pesanan sudah jadi. Oleh sebab itu, kriteria barang harus jelas dideskripsikan oleh
pemesan kepada produsen sejak awal.

 Waktu penyerahan barang tidak ditentukan

Dalam akad istishna disebutkan bahwa barang penyerahan barang yang sudah selesai
dipesan tidak ditentukan. Apabila ditentukan, akadnya akan berubah menjadi akad
salam. Akan tetapi, hal tersebut diperdebatkan oleh ulama. Menurut tradisi, sebenarnya
penentuan penyerahan barang boleh dilakukan.

 Barang yang dipesan sudah biasa menggunakan akad istishna

Ada pendapat yang menyatakan bahwa barang yang bisa ditransaksikan dengan akad
istishna adalah barang yang sejak dulu sudah ditransaksikan dengan akad tersebut.
Namun pendapat ini tidaklah kuat, menurut dalil-dalil tentang akad istishna dalam
Alquran dan As Sunnah, tidak ada batasan barang yang bisa menggunakan akad istishna.

Pre test n post test


TOPIK 6

Defenisi dan tujuan Mudharabah


Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi.

Sedangkan secara istilah, mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh pemilik
modal kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersama antara
keduanya sesuai dengan persyaratan yang mereka buat.

Kemudian berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 105


mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

Dalam mudharabah unsur terpenting adalah kepercayaan, yaitu kepercayaan dari pemilik
dana kepada pengelola dana. Kepercayaan itu penting karena dalam akad mudharabah,
pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang
dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut. Kecuali sebatas memberikan saran dan
melakukan pengawasan pada pengelola dana. Sedangkan apabila usaha tersebut
mengalami kerugian yang mengakibatkan sebagian atau mungkin seluruh modal yang
ditanam oleh pemilik dana itu habis maka yang menanggung kerugian adalah pemilik
dana. Namun jika kerugian terjadi karena kelalaian pengelola, maka pengelola harus
menanggung sendiri.

Jenis-jenis Mudharabah
 Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya memberikan


batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau
sektor usaha. Dalam PSAK 105  par. 7 tantang mudharabah, batasan tersebut bisa
berupa:

1. Tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya;
2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin
atau jaminan;

Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan


oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi
yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.

Dalam praktik perbankan mudharabah Muqqayadah terdiri atas dua jenis yaitu
Mudharabah Muqqayadah Executing dan Mudharabah Muqqayadah Channeling. Pada
Mudharabah Muqqayadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana
dan dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek
investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi
terhadap calon mudharib (pengelola) yang layak mengelola dana tersebut. Sementara
itu, pada Mudharabah Muqqayadah Channeling, bank syariah tidak memiliki
kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut.

 Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola
tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek
investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada
mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Dalam perbankan syariah
kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada
tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank sebagai
pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung.
Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang
menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana
untuk keperluan usahanya. Mudharabah mutlaqah biasa juga disebut dengan
mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat.

 Mudharabah Musytarakah

Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana


menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad
yang disepakati adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah
berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu  dan kesepakatan dengan
pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha tersebut. Kemudian
akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad mudharabah
dan musyarakah.

Ketentuan bagi hasil untuk akad ini berdasarkan PSAK 105 dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu:

a)      Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana
sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola
dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-
masing; atau

b)      Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola
dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Faktor yang harus ada dalam Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah  adalah:

1.      Transaktor

2.      Objek mudharabah

3.      Ijab-qabul

Ketentuan dari rukun mudharabah yaitu sebagai berikut:

Transaktor

Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik modal, dan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha. 

Sedangkan untuk ketentuan syariahnya yaitu:

1. Pelaku harus cakap hukum dan baligh.


2. Dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim.
3. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh
mengawasi.

Objek mudharabah (modal dan kerja)

Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh
pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang
diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya.
Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, management
skill, dan lain-lain. Menurut Fatawan DSN No. 7 Tahun 2000, bahwa kegiatan usaha harus
memperhatikan:

a)      Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan  pengawasan.

b)      Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

c)      Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktivitas itu.

Ijab kabul
Ijab kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan
wujud dari prinsip sama-sama rela (an-taraddim minkum). Di sini kedua belah pihak
harus secara rela bersepakat untuk megikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik
dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana
usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Adapun hal spesifik
dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar bagi hasil (revenue
sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil, pernyataan bank sebagai shahibul
mal untuk menanggung kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib,
pernyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat lainnya untuk
mengadakan pengawasan terhadap pembukuan, catatan- catatan, transaksi mudharib
yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua
belah pihak yang berakad.

Alur transaksi Mudharabah


Pertama, dimulai dari permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir
permohonan pembiayaan.

Kedua, bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha yang
disepakati berdasarakan kesepakatan dan kemampuan terbaik.

Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan.

Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan
metode perhitungan yang telah disepakati.

Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah.

Karakteristik Mudharabah
Karakteristik mudarabah

1. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
2. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan
mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka
dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.

Dalam mudharabah muqayadah, contoh batasan antara lain:

1. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;


2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin, atau tanpa jaminan
3. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui
pihak ketiga.
Ijarah adalah.

Select one:

a. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri (B)

b. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidakmenambahkan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.

c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.

d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
yang diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri

Murabahan adalah...

Select one:
a. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) 
tanpa  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan  aset  itu sendiri
b. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. (B)
c. jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tidak ada tambahan
keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang.
d. Penyediaan dana oleh bank untuk nasabah dalam rangka pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) 
yang  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan  aset  itu sendiri.
Bank syariah sebagai pengelola menerima dana dan dari pemilik dana dengan
pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek investasi dinamakan...

Select one:
a. salam
b. murabbahah
c. mudharabah muqayyadah Executing (B)
d. Ijarah
Akad penyerahan modal oleh pemilik modal kepada pengelola untuk diperdagangkan
dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan yang
mereka buat dinamakan...

Select one:
a. Istishna
b. ijarah
c. Mudharabah (B)
d. Murabbahah

Topik 7

Karakteristik dan Jenis akad Musyarakah


Musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan akan dibagikan sesuai kesepakatan sedangkan resiko dibagikan berdasarkan
porsi kontribusi.

Ada dua jenis akad musyarakah, yaitu musyarakah permanen dan musyarakah menurun
(mutanaqhisa).

Musyarakah permanen adalah akad musyarakah dimana bagian dana setiap mitra
ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.

Sedangkan Musyarakah mutanaqisha adalah musyarakah dimana ketentuan bagian dana


entitas akan dialihkan kepada mitra secara bertahap, sehingga pada akhir masa akad,
mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.

Karakteristik Akad Musyarakah


KARAKTERISTIK AKAD MUSYRAKAH

Beberapa karakteristik yang terdapat pada akad musyarakah adalah sebagai berikut: 

1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). 

2. Pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum. 

3. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama, jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

 4. Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha.

5. Investasi dapat berbentuk kas atau setara kas maupun asset non kas.

6. Setiap mitra dapat meminta jaminan kepada mitra lainnya, karena dalam musyarakah
para pihak tidak dapat saling menjamin dana mitra lainnya
7. Pendapatan dapat dibagikan secara proporsional sesuai dana disetor maupun

sesuai nisbah, sedangkan kerugian dibagikan secara proporsional sesuai modal disetor.

8. Porsi jumlah bagi hasil untuk mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang

Disepakati.

9. Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan


investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.

Berakhirnya akad Musyarakah


BERAKHIRNYA AKAD MUSYRAKAH 

Beberapa kondisi yang menjadikan akad Musyarakah berakhir antara lain:

1. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri, meninggal dunia atau hilang


akal. Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh
salah seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila
disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.
2. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka musyarakah berakhir
pada waktu yang telah ditentukan. 
3. Modal sudah habis/tidak ada lagi.

Pre post

Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan
dibagikan sesuai kesepakatan sedangkan resiko dibagikan berdasarkan porsi kontribusi
dinamakan...
Select one:
a. Musyarakah (B)
b. Mudharabah
c. Istishna
d. Murabbahah

Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha, merupakan
salah satu karakteristik....

Select one:
a. Murabbahah
b. Musyarakah (B)
c. Mudharabah
d. Ijarah

Topik 9

Pengertian Koperasi Syariah


Koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Di Indonesia, sebenarnya koperasi berbasis nilai-nilai Islami lahir pertama kali dalam
bentuk paguyuban usaha bernama Sarikat Dagang Islam (SDI). SDI ini didirikan oleh H.
Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggotanya para pedagang muslim dan mayoritas
pedagang batik. Pada perkembangan selanjutnya, SDI berubah menjadi Sarikat Islam
yang lebih bernuansa politik. Koperasi syariah mulai booming seiring dengan
perkembangan dunia industri syariah di Indonesia yang dimulai dari pendirian Bank
Syariah pertama pada tahun 1992. Secara hukum koperasi syariah dinaungi oleh
Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91 tahun
2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Koperasi syariah berpedoman pada:

1. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah;


2. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2015 tentang
Pedoman Akuntansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi.

Pengembangan Koperasi Syariah


Tujuan Pengembangan Koperasi Syariah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya dan kesejahteraan masyarakat dan ikut serta dalam membangun
perekonomian Indonesia berdasarkan  prinsip-prinsip islam.

Fungsi dari koperasi syariah yaitu:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada


khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan
sosial ekonominya;
2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah,
professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam
menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi;
4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga
tercapai optimalisasi pemanfaatan harta;
5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama
melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif;
6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja;
7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.

Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional


Perbedaan Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional

Perbedaan-perbedaan dapat terlihat pada aspek, diantaranya sebagai berikut :

1. Pembiayaan

Koperasi konvensional memberikan bunga pada setiap nasabah sebagai keuntungan


koperasi. Sedangkan pada koperasi syariah, bagi hasil adalah cara yang diambil untuk
melayani para nasabahnya.

2. Aspek Pengawasan

Aspek pengawasan yang diterapkan pada koperasi konvensional adalah pengawasan


kinerja, ini berarti koperasi hanya diawasi kinerja para pengurus dalam mengelola
koperasi. Berbeda dengan koperasi syariah, selain diawasi pada pengawasan kinerjanya,
tetapi juga pengawasan syariah. Prinsip-prinsip syariah sangat dijunjung tinggi, maka
dari itu kejujuran para intern koperasi sangat diperhatikan pada pengawasan ini, bukan
hanya pengurus, tetapi aliran dana serta pembagian hasil tidak luput dari pengawasan.

3. Penyaluran Produk

Koperasi konvensional memberlakukan sostem kredit barang atau uang pada penyaluran
produknya, maksudnya adalah koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah uang
(barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan usaha mengalami rugi atau
tidak, nasabah harus tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah bunga
yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda di koperasi syariah, koperasi ini
tidak mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualn secara tunai maka transaksi
jual beli atau yang dikenal dengan murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang /
baramg yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan bunga, melainkan
bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami kerugian, koperasipun mendapatkan
pengurangan pengembalian uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil
yang diterapkan pada koperasi syariah.
4. Fungsi sebagai Lembaga Zakat

Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat,
sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena kopersai ini
juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf.
Prinsip Koperasi Syariah
Prinsip koperasi syariah yaitu:

1. Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun
secara mutlak;
2. Manusia diberi kebebasan buermuamalah selama bersama dengan ketentuan
syariah;
3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi;
4. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setisp bentuk riba dan pemusatan
sumber dana ekonomi pada seglintir orang atau sekelompok orang saja;
5. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
6. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen;
7. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional;
8. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil,sesuai dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.

Produk Koperasi Syariah


Produk Koperasi Syariah

Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya,makan sumber dana yang diperoleh harus
disalurkan kepada anggota maupun calon anggota.dengan menggunakan bagi hasil
(mudharabah atau musyarakah) dan juga dengan jual beli (piutang mudharabaah,
piutang salam, piutang istishna’ dan sejenisnya),bahkan ada juga yang bersifat jasa
umum,misalnya pengalihaan piutang (Hiwalah), sewa menyewa barang (ijarah) atau
pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.

Produk penyaluran dana kopersi syariah diantaranya:

1. Investasi/kerjasama

Dapat dilakukan didalam bentuk mudharabah dan musyaraakah. Dalam penyaluran dana
koperasi syariah berlaku sebagai pemilik dana (shahibul maal) sedangkan pengguna
dana adalah pengusaha (mudharib),kerja sama dapat dilakukan dengan menandai
sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk diberi modal. Contohnya: untuk pendirian
klinik, kantin.
 2. Jual Beli (Al Bai’)

Pembiayaan jual beli dalam Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) pada koperasi syariah
memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:

 Pertama: jual beli secara tangguh antara penjual dan pembeli dimana
kesepakatan harga si penjual menyatakan harga belinya dan si pembeli
mengetahui keuntungan penjual,transaksi ini disebut Bai Al Mudharabah.
 Kedua: jual bei secara paralel yang dilakukan oleh 3 pihak. Jika koperasi
membayarnya di muka disebut Bai’Salam.

3. Jasa-jasa

Disamping itu produk kerjasama dan jual beli koperasi syariah juga dapat melakukan
kegiatan jasa layanan antara lain:

a.  Jasa Al Ijarah (sewa)

Adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat barang atau jasa melalui pembayaran
upah sewa tanpa pemindahan hak milik atas barang itu sendiri,contoh:penyewaan
tenda,soundsistem,dan lain-lain

b.  Jasa Wadiah (titipan)

Dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan  barang dalam Locker
karyawan atau penitipan sepeda motor, mobil dan lain-lain.

c.  Hawalah (Anak piutang)

Pembiayaan ini ada karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang terhadap pihak
lain dan dialihkan kewajibannya kepada koperasi syariah.

d.  Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Dalam koperasi syariah gadai ini tidak menggunakan bunga akan tetapi
mengenakan tarif sewa penyimpanan barang yang digadaikan tersebut, seperti gadai
emas.

e.  Wakalah (Perwakilan)

Mewakilkan urusan yang dibutuhkan anggota kepada pihak koperasi seprti pengurusan
SIM,STNK. wakalah juga berarti penyerahan pendelegasian atau pemberian mandat.

f.  Kafalah (penjamin)
Kafalah adalah jaminan yang diberikan koperasi (penanggung) pada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban anggotanya. Kafalah ada karena adanya transaksi anggota dengan
pihak lain dan pihak lain tersebut membutuhkan jaminan dari koperasi yang anggotanya
berhubungan.

g.  Qardh (pinjaman lunak)

Jasa ini termasuk kategori pinajaman lunak,dimana pinjaman yang harus dikembalikan
sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan.kecuali anggota mengembalikan
lebih tanpa persyaratan dimuka maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima
koperasi dan dikelompokkan dalam Qardh (atau Baitul maal). Umumnya dana ini diambil
dari simpanan pokok.
Sistem Keuangan Koperasi Syariah
Sumber Dana

Untuk mengembangkan usaha koperasi syariah,maka para pengurus harus memiliki


strategi pencarian dana,sumber dana dapat diperoleh dari anggota,pinjaman atau dana-
dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat
diklasifikasikan sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan sekedar titipan saja.
Secara umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Simpanan Pokok

Merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok
tersebut sama.Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk kategori akad musyarakah.
Yakni sebuah usaha  yang didirikan secara bersama-sama,masing-masing memberikan
dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dan berpartisipasi dalam
bobot yang sama.

2. Simpanan Wajib

Masuk dalam kategori modal koperasi sebagimana simpanan pokok dimana besar
kewaibannya diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota serta penyetorannya
dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari
keanggotaan koperasi syariah.

3. Simpanan Sukarela

Bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyimpannya di koperasi syariah. Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua
jenis karakter antara lain:

Bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat. Titipan terbagi atas
dua macam yaitu titipan amanah dan titipan yad dhomamah.
Bersifat investasi yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme
bagi hasil (mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit Sharing maupun profit and loss
sharing.

4. Investasi Pihak Lain

Dalam melakukan operasionalnya lembaga koperasi syariah sebagaimana koperasi


konvensional pada umumnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar
dapat mengembangkan usahanya secara maksimal,prospek pasar koperasi syariah
teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh
karenanya,diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti bank syariah
maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip Mudharaabah maupun prinsip Musyarakah.

Distribusi Bagi Hasil

Pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang diterima koperasi syariah dibagi
kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau kepada pemilik modal yang
telah memberikan kepada koperasi dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan maka distribusi tersebut termasuk kategori
sisa hasil usaha (SHU) dalam aturan koperasi.

Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan atau pemberi
pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha yang riil yang diterima koperasi pada
saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan berdasarkan nisbah yaitu rasio keuntungan
antara koperasi syariah dan anggota atau pemberi pinjaman terhadap hasil riil usahanya.
Lain halnya dengan konvensional pendapatan dari jasa pinjaman koperasi disebut jasa
pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis
simpanan.maka dengan demikian pendapatan bagi hasil dari koperasi syariah bisa niak
turun sedangkan untuk konvensional bersifat stabil. Apabila koperasi syariah menerima
pinjaman khusus (restricted investment atau Mudharabah Muqayyadah), maka
pendapatan bagi hasil usaha tersebut hanya dibagikan kepada pemberi pinjaman dan
koperasi syariah. Bagi koperasi pendapatan tersebut dianggap pendapatan jasa atas
Mudharabah Muqqayyadah.

Begitu pula dengan pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa seperti Wakalah,
Hawalah, Kaafalah disebut  Fee koperasi syariah dan pendapatan sewa (Ijarah) disebut
margin, sedangkan pendapatan hasil investasi ataupun kerjasama (Mudharaabah dan
Musyarakah) disebut pendapatan bagi hasil.

Dalam rangka untuk menjaga likuiditas, koperasi diperbolehkan menempatkan dananya


kepada lembaga keuangan syariah diantaranya Bank Syariah, BPRS maupun koperasi
syariah lainnya. Dalam penempatan dana tersebut umumnya mendapatkan bagi hasil
juga.

Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan koperasi yaitu diputuskan oleh
rapat anggota. Pembagian SHU tersebut telah dikurangi dana cadangan yang
dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
TOPIK 10

Pengertian Asuransi Syariah


Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min (penanggung disebut mu’ammin,
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min) yang mempunyai arti memberi
perlindungan, ketenangan, rasa aman dari rasa takut dan islamic insurance (bahasa
Inggris). Sedangkan asuransi syariah atau takaful secara bahasa berasal dari kafala-
yakfulu-kafalatan, artinya menanggung. Menurut al-Fanjari asuransi syariah diartikan
dengan tadhamun, takaful, at ta’min dengan pengertian saling menanggung atau
tanggung jawab sosial.

Pengertian Asuransi Syariah lebih spesifik disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang syariah adalah akad yang
tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat

Sejarah dan Perkembangan Asuransi Syariah


Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak dikenal pada masa
awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat
dipandang sebagai praktik yang halal, walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi
ini tidak dikenal di masa Islam, akan tetapi dalam historisitas Islam, terdapat beberapa
aktifitas dari kehidupan pada masa Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip
asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sitem aqilah.

            Menurut Muhammad Syakir Sula dalam bukunya, disebutkan bahwa


sistem aqilah menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam, merupakan
suatu kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu bahwa jika
ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewaris korban
akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari
pembunuh saudara terdekat pembunuh tersebut yang disebut aqilah, harus membayar
uang darah atas nama pembunuh.

            Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum
lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa awal
Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Sistem aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu
tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk
memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja
dan untuk membebaskan hamba sahaya.

            Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan asuransi syariah tidak terlepas adanya
asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya asuransi syariah
terdapat berbagai macan asuransi konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh non
muslim. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya
haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengadung
unsur gharar,  maysir  dan riba. Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal
seperti yusuf Qaradhawi (Guru besar Universitas Qatar), Sayyid Sabiq, Abdullah al Qalqili,
Muhammad Bakhil al Muthi’ie (Mufti Mesir 1854-1935), Abdul Wahab Khalaf, dll., namun
demikian karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian yang lain dari
mereka membolehkan beroperasinya asuransi konvensional.

            Di Malaysia pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram


diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972. Hal tersebut disampaikan oleh Jawataan Kuasa
Fatwa Malaysia, begitu juga dengan Jawatan Fatwa Kecil Malaysia dalam kertas kerjanya
yang menyatakan bahwa asuransi masa kini cara pengelolaan barat dan sebagian
operasinya tidak sesuai dengan operasi Islam.

            Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka
kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa dihindari dari ketiga
unsur yang diharamkan Islam. Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum atau syariat
Isalam ternyata di dalam ajaran Islam memuat substansi perasuransian. Asuransi yang
termuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip
operasional asuransi dari unsur gharar, maisir dan riba.

            Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang diperoleh
melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang
mengendalikan asuransi berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi
syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga berbagai perusahaan bukan
Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi syariah.

            Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di negara-
negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip
operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang
diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai
berdirinya perusahaan asuransi syarian islamic insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic
Insurance Co. Ltd. Di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diiukuti oleh
berdirinya dar al mal al-islami di Genewa, swiss dan takaful Islami di Luxemburg dll.
Sampai akhirnya di Malaysia berdiri Syariat Takaful Sendirian Berhad tahun 1983. Di
Indonesia sendiri asuransi takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan
diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi
Takaful Umum pada tahun 1995.
            Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya
sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah
diresmikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991. Dengan beroperasinya bank-bank
syariah dirasakan kebutuhan akan dihadirkannya jasa asuransi yang berdasarkan syariah
pula. Berdasatkan pemikiran tersebut ikataan cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
pada tanggal 27 Juli 1993 melalui yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat
Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian
asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia
(TEPATI).

            TEPATI itulah yang kemudian menjadi perumus dan perealisir dari berdirinya
asuransi takaful Indonesia dengan mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi
Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi kerugian). Pendirian dua perusahaan asuransi
tersebut dimaksudkan untuk memenuhi pasal 3 UU Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan
asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah.

            Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi yang
berdasarkan syariah adalah melakukan studi banding ke syariakat takaful malaysia
sendirian berhad Kuala Lumur pada tanggal 7 sampai dengan 10 September 1993. Hasil
studi banding ini diseminarkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1993 yang
merekomendasikan untuk segera dibentuk Asuransi Takaful Indonesia. Kemudian TEPATI
merumuskan dan menyusun konsep asuransi takaful serta mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi. Akhirnya
tanggal 23 Agustus 1994, Asuransi Takaful Indonesia berdiri secara resmi. Pendirian ini
dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin operasionalnya
diperoleh dari Departemen Keuangan melalui surat Keputusan nomor
Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994.

            Perkembangan asuransi syariah di Indonesia termasuk hitungan terlambat


dibanding dengan perkembangan asurandi syariah di luar negeri. Pada akhir abad ke 20
negara non muslim telah membuka perusahaan asuransi yang bernuansa Islam seperti
Turki dengan berdirinya perusahaan Ihlas Sigarta As (1993),. Asutralia dengan berdirinya
Takaful Australia (1993), Bahamas dengan berdirinya perusahaan asuransi Islam Takaful
& Re-Takaful (1993), Ghana dengan berdirinya Asuransi Metropolitan Insurance Co. Ltd.
(1993), dll.

            Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai
perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful
Umum dan Asuransi Mubarakah. Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi
konvensional yang membuka cabang syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta,
beringin Life, Bumi Putra, Dharmala dan Jasindo.
Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful
ditegakkan atas tiga prinsip utama :

1. Saling bertanggung jawab; 


2. Saling bekerja sama atau saling membantu; 
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain.

Menurut Karnaen A. Perwataatmadja sebagaimana dikutip oleh Gemala Dewi


mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, beliau menambahkan satu
prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari unsur-unsur gharar, maysir,
dan riba. Sehingga terdapat 4 prinsip syariah yakni :

1. Saling bertanggung jawab;


2. Saling bekerja sama atau saling membantu;
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan 
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba.

Dalam AM. Hasan Ali, MA, dengan mengutip dari MA. Coudhury dalam
bukunya Contribution to Islamic Ekonomic Theory, prinsip dasar tersebut ditambah 5 lagi,
yaitu :

1. Tauhid (unity);
2. Keadilan (justice);
3. Kerja sama (cooperation);
4. Amanah (trustworthy);
5. Kerelaan (al-Ridha).

Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional


Dalam perkembangannya, asuransi syariah memiliki banyak keunggulan dan kelebihan
jika dibandingkan dengan asuransi konvensional. Hal ini tentu saja membuat adanya
perbedaan mendasar di antara kedua jenis asuransi tersebut. Berikut ini adalah
perbedaan yang terdapat di antara asuransi syariah dan asuransi konvensional :

1.       Pengelolaan Risiko

Pada dasarnya, dalam asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan
tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana
hibah (tabarru). Dengan begitu bisa dikatakan bahwa pengelolaan risiko yang dilakukan
di dalam asuransi syariah adalah menggunakan prinsip sharing of risk, di mana risiko
dibebankan/dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.

Sedangkan di dalam asuransi konvensional berlaku sistem transfer of risk, di mana resiko


dipindahkan/ dibebankan oleh tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan
asuransi yang bertindak sebagi penanggung di dalam perjanjian asuransi tersebut.

2.       Pengelolaan Dana

Pengelolaan dana yang dilakukan di dalam asuransi syariah bersifat transparan dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang
polis asuransi itu sendiri.

Di dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi akan menentukan jumlah besaran


premi dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu sendiri. 

3.       Sistem Perjanjian

Di dalam asuransi syariah hanya digunakan akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada
sistem syariah dan dipastikan halal. Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad
yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli.

4.       Kepemilikan Dana

Sesuai dengan akad yang digunakan, maka di dalam asuransi syariah dana asuransi
tersebut adalah milik bersama (semua peserta asuransi), di mana perusahaan asuransi
hanya bertindak sebagai pengelola dana saja. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi
konvensional, karena premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik
perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi akan
memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan pengalokasian dana asuransi.

5.       Pembagian Keuntungan

Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan terkait
dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta asuransi  tersebut. Namun
akan berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional, di mana seluruh keuntungan
yang didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut. 

6.       Kewajiban Zakat

Perusahaan asuransi syariah mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang


jumlahnya akan disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi konvensional.
7.       Klaim dan Layanan 

Di dalam asuransi syariah, peserta bisa memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap di
rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Di sini diterapkan sistem penggunaan kartu
(cashless) dan membayar semua tagihan yang timbul.

Satu polis asuransi digunakan untuk semua anggota keluarga, sehingga premi yang
dikenakan oleh asuransi syariah juga akan lebih ringan. Hal ini tidak berlaku dalam
asuransi konvensional, di mana setiap orang akan memiliki polis sendiri dan premi yang
dikenakan tentu akan lebih tinggi.

Asuransi syariah juga memungkinkan kita untuk bisa melakukan double claim, sehingga
kita akan tetap mendapatkan klaim yang kita ajukan meskipun kita telah
mendapatkannya melalui asuransi kita yang lain.

8.       Pengawasan

Di dalam asuransi syariah, pengawasan dilakukan secara ketat dan dilaksanakan oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk langsung oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan diberi tugas untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan prinsip ekonomi
syariah di Indonesia, termasuk mengeluarkan fatwa atau hukum yang mengaturnya. Di
setiap lembaga keuangan syariah, wajib ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
bertugas sebagai pengawas. DPS ini merupakan perwakilan dari DSN yang bertugas
memastikan lembaga tersebut telah menerapkan prinsip syariah secara benar.

DSN inilah yang kemudian bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap segala
bentuk operasional yang dijalankan di dalam asuransi syariah, termasuk menimbang
segala sesuatu bentuk harta yang diasuransikan oleh peserta asuransi, di mana hal
tersebut haruslah bersifat halal dan lepas dari unsur haram. Hal ini akan dilihat dari asal
dan sumber harta tersebut serta manfaat yang dihasilkan olehnya.

Berbeda halnya dengan asuransi konvensional, di mana asal dari objek yang
diasuransikan tidaklah menjadi sebuah masalah, karena yang dilihat oleh perusahaan
adalah nilai dan premi yang akan ditetapkan dalam perjanjian asuransi tersebut. 

9.       Instrumen Investasi

Hal ini juga menjadi sebuah perbedaan yang besar dalam asuransi syariah dan
konvensional. Di dalam asuransi syariah, investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai
kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengandung unsur
haram dalam kegiatannya. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah:

1. Perjudian dan permainan yang tergolong ke dalam judi.;


2. Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain: perdagangan yang
tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa, dan perdagangan dengan
penawaran/permintaan palsu;
3. Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga, dan perusahaan
pembiayaan berbasis bunga;
4. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan / atau judi
(maisir);
5. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
berbagai barang, seperti: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang
atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh
DSN-MUI. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

Ketentuan seperti ini tentu saja tidak berlaku di dalam asuransi konvensional, karena
pada dasarnya di dalam asuransi konvensional perusahaan akan melakukan berbagai
macam investasi dalam berbagai instrumen yang ditujukan untuk mendatangkan
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Hal ini bisa dilakukan tanpa
menggunakan/mempertimbangkan haram atau tidaknya instrumen investasi yang
dipilih, karena pada dasarnya di dalam asuransi konvensional dana yang dikelola adalah
benar-benar dana milik perusahaan dan bukan milik pemegang polis asuransi, dengan
begitu perusahaan memiliki kewenangan penuh dalam penggunaan dana tersebut,
termasuk dalam memilih jenis investasi yang akan digunakan. 

10.   Dana Hangus

Di dalam beberapa jenis asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi


konvensional, kita mengenal istilah “dana hangus” yang mana hal ini terjadi pada
asuransi yang tidak diklaim (misalnya asuransi jiwa yang pemegang polisnya tidak
meninggal dunia hingga masa pertanggungan berakhir). Namun hal seperti ini tidak
berlaku di dalam asuransi syariah, karena dana tetap bisa diambil meskipun ada
sebagian kecil yang diikhlaskan.
Landasan Hukum Asuransi Syariah
Hukum asuransi syariah merupakan panduan boleh tidaknya praktik asuransi syariah di
Indonesia. Dalam penerapannya, perusahaan asuransi berdiri dan beraktivitas sesuai
dengan hukum Islam yang telah disyariatkan dan disepakati oleh pemerintah. Meski
begitu, pertimbangan dalam berbagai sisi hukum dibagi menjadi beberapa sumber.

a. Hukum Asuransi Syariah dalam Agama Islam dan Sesuai Al Quran

Dalam Al Quran dan Hadits, hukum asuransi berbasis syariah dan penerapannya terdapat
dalam beberapa ayat, yaitu:

1. Al Maidah 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
2. An Nisaa 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir
terhadap mereka.”
3. HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim
suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari
kiamat.”

b. Hukum Asuransi Syariah Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Awalnya, hukum asuransi konvensional bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini
membuat Majelis Ulama Indonesia pada 2001 mengeluarkan fatwa yang menyatakan
bahwa asuransi berbasis syariah diperbolehkan dalam ajaran Islam. Adapun fatwa
MUI yang menegaskan kehalalan asuransi syariah antara lain :

1. Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah;


2. Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada
Asuransi Syariah;
3. Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi
Syariah dan Reasuransi Syariah;
4. Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

Jenis-jenis Asuransi Syariah


Jenis-jenis asuransi syariah sebagai berikut:

1. Takaful Individu

Takaful Individu adalah produk yang memberikan perlindungan dan perencanaan yang
bersifat pribadi. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa pilihan yaitu:

1. Takaful Dana Investasi Syariah: produk ini menjamin dan memberikan


perlindungan hari tua atau menjadi jaminan dana bagi ahli waris jika nasabah
meninggal dunia lebih awal; produk ini juga mencakup perlindungan untuk
keluarga;
2. Takaful Dana Haji: produk ini memberikan perlindungan dana perorangan yang
berencana untuk menunaikan ibadah haji;
3. Takaful Dana Siswa: produk ini menjamin dana pendidikan mulai dari sekolah
dasar hingga sarjana;
4. Takaful Dana Jabatan: produk ini menjamin santunan bagi ahli waris dari nasabah
yang menduduki jabatan penting jika nasabah meninggal dunia lebih awal.

2. Takaful Kelompok

Takaful Kelompok adalah produk yang memberikan perlindungan dan perencanaan yang
bersifat kelompok dalam perusahaan. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa pilihan
yaitu:
1. Takaful al-Khairat dan Tabungan Haji: memberi perlindungan bagi karyawan yang
ingin menunaikan ibadah haji dengan pendanaan melalui iuran bersama dengan
keberangkatan bergilir;
2. Takaful Kecelakaan Siswa: proteksi pelajar dari risiko kecelakaan berakibat cacat
bahkan meninggal dunia;
3. Takaful Wisata dan Perjalanan: proteksi peserta wisata dari risiko kecelakaan yang
mengakibatkan cacat atau meninggal dunia;
4. Takaful Kecelakaan Group: proteksi santunan karyawan dalam perusahaan atau
organisasi;
5. Takaful Pembiayaan: proteksi pelunasan hutang bagi nasabah yang meninggal
dunia dalam masa perjanjian.

3. Takaful Umum

Takaful Umum adalah asuransi berbasis syariah yang memberikan perlindungan dan
perencanaan yang bersifat umum. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa yaitu:

1. Takaful Kebakaran: perlindungan dari kerugian yang disebabkan api;


2. Takaful Kendaraan Bermotor: perlindungan terhadap kerugian pada kendaraan
bermotor;
3. Takaful Rekayasa: pelindungan terhadap kerugian pada pekerjaan pembangunan;
4. Takaful Pengangkutan: pelindungan kerugian pada semua barang setelah
diangkut melalui darat, laut, maupun udara;
5. Takaful Rangka Kapal: perlindungan pada kerusakan mesin kapal dan rangka
kapal yang disebabkan oleh kecelakaan atau musibah.

Kesehatan Keuangan Asuransi Syariah


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.010/211, perusahaan asuransi
syariah harus menjaga kesehatan keuangan dari dana tabarru yang dikumpulkan peserta
program asuransi dan sekaligus juga menjaga tingkat kesehatan keuangan dari dana
perusahaannya. Dana tersebut secara terpisah dihitung dan dilaporkan kesehatan
keuangannya  karena sebagaimana di jelaskan sebelumnya, dana tabarru' merupakan
kumpulan kontribusi peserta yang mekanisme penggunaannya harus dijalankan sesuai
dengan akad yang disepakati di awal.  Sementara, dana perusahaan berasal dari
pemegang saham dan asset perusahaan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan
usahanya.

Kesehatan Keuangan Dana Peserta

1. Kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk investasi;


2. Kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi;
3. Liabilitas dana tabarru;
4. Reasuransi;
5. Retensi sendiri.

Kesehatan Keuangan  Dana Pengelola

1. Kekayaan yang tersedia untuk pinjaman (Qardh);


2. Tingkat solvabilitas dana perusahaan;
3. Kebutuhan atas dana jaminan;
4. Pelaporan.

Rencana Penyehatan Keuangan

1. Rencana peningkatan tarif kontribusi;


2. Rencana restrukturisasi kekayaan, dan/atau liabilitas;
3. Rencana penambahan modal di setor atau modal kerja;
4. Rencana pemberian pinjaman (qardh) oleh pemegang saham;
5. Rencana pengalihan sebagian atau seluruh kepesertaan;
6. Rencana melakukan penggabungan badan usaha atau unit usaha.
TOPIK 11

Latar Belakang Akuntansi Perbankan Syariah


Perkembangan perbankan syariah yang demikian cepatnya ini tentunya sangat
membutuhkan sumber daya insani yang memadai dan mempunyai kompetensi dalam
bidang perbankan syariah. Agar pengembangan tersebut dapat dilakukan secara efektif
dan optimal, maka sumber daya insani terutama para petugas bidang pemasaran yang
merupakan pelaku yang paling depan dalam operasional bank syariah, untuk memahami
dengan benar konsep perbankan syariah.

Dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-


Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan serta dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank
Haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2003 banyak bank-bank yang
menjalankan prinsip syariah, ada yang melakukan konversi dari konsep konvensional
menjadi syariah. Ada bank konvensional membuka cabang syariah dan berdirinya Bank
Perkreditan Rakyat Syariah, karena bank syariah telah membuktikan memiliki berbagai
keunggulan dalam mengatasi dampak krisis ekonomi yang baru lalu serta mempunyai
potensi pasar yang cukup besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah
muslim dan masih banyak di kalangan umat Islam yang enggan berhubungan dengan
pihak bank yang menggunakan sistem ribawi.

Akuntansi Perbankan syariah adalah sebuah seni mencatat, mengklasifikasi, meringkas,


melaporkan dan menganalisa dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi
dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan berdasarkan nilai-nilai syariah
yang bertujuan memberikan informasi kuantitatif yang bersifat finansial mengenai suatu
bisnis keuangan perbankan syariah sebagai dasar pengambilan keputusan bagi
pemakainya.

Definisi akuntansi perbankan syariah tidak jauh bebeda dengan definisi akuntansi syariah
dan akuntansi konvensional, hanya menambah kata perbankan yang menjadi obyek
pembicaraan. Bisnis perbankan syariah adalah merupakan bisnis jasa keuangan, bukan
bisnis perusahaan barang. Perusahaan perbankan syariah sangat unik dan berbeda
dengan perusahaan barang lainnya, karena dunia perbankan, baik itu perbankan syariah
dan selain syariah diatur peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bank
sentral yang dinyatakan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).

Pada perbankan syariah diatur oleh 2 (dua) kepatuhan, yaitu kepatuhan syariah yang
dituangkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), dan kepatuhan oprasional yang
dituangkan dalam Peraturan Bank Indosesia. Dua kepatuhan ini harus seiring dan selaras
dalam menjalankan bisnis perbankan. 
Dasar Hukum Perbankan Syariah
Dasar Hukum Islam (Al-Qur’an & Hadist)
1. QS Al-Baqarah Ayat 275

“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan  mereka  yang demikian itu, adalah disebabkan  mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual  beliitu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datanglarangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba),maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”

2.  QS Ar-Rum Ayat 39

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada  harta
manusia,maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa
zakat  yang  kamu  maksudkan  untuk  mencapai  keridhaan  Allah,  maka  (yang  berbuat  de
mikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

Dasar Hukum Perundang-Undangan

Pada tahun 1998,dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum
lebih kuat untuk perbankan syariah.Melaui UU No. 23 Tahun 1999 hingga disahkannya
UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perkembangan perbankan syariah
meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank/kantor yang
menggunakan prinsip syariah dan peningkatan jumlah asset yang dikelola. Untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat,sebelum 1992,telah didirikan beberapa lembaga
keuangan nonbank yang kegiatannya menerapkan sistem syariah .Selanjutnya melalui
UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam PP No. 72 tahun 1992,
pemerintahtelah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1992 telah secara spesifik mengatur mengenai bank
berdasarkan prinsip bagi hasil sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) dan
(2) sebagai berikut :
(1). Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat
yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.
(2). Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan pemerintah nomor 70 tahun 1992 tentang bank umum dan
peraturan pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang bank perkreditan rakyat serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank umum dan bank
perkreditan rakyat.
Karakteristik Bank Syariah Di Indonesia
Seperti Dilansir oleh Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik
utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi
landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi
nasabah yang telah loyal.

Ketujuh karakteristik tersebut adalah :

1. Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang


tanpamemandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
2. Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan
sesuatusesuai dengan posisinya dan melaran adanya
unsur maysir  (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan),
haram, dan riba.
3. Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh
lapisanmasyarakat.
4. Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah
yangmencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil,
danMenengah)
5. Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan
6. Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum,
giro,deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan sewa, sampai
kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card,
syariah charge).
7. Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan
(qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi
antar bank syariah.

Fungsi & Tujuan Bank Syariah


Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank
konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiba
n moral yang disandangnya. Selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya
bank konvensional pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut :

1. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan


kualitaskehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pengumpulan modal dari
masyarakat dan pemanfaatannya kepada masyarakat diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan sosial guna tercipta peningkatan pembangunan
nasional yang semakin mantap. Metode bagi hasil ini akan memunculkan usaha-
usaha baru dan pengembangan usaha yang telah ada sehingga dapat
mengurangi pengangguran.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan karena
keengganan sebagian masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang
disebabkan oleh sikap menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah.
Metode perbankan yang efisien dan adil akan menggalakkan usaha ekonomi
kerakyatan.
3. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis
untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
4. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh
dan berkembang melebihi bank-bank dengan metode lain.

Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang


dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi
hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank;
2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/shahibul mal
sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana;
3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
4. Sebagai pengelola fungsi sosial, konsep perbankan syariah mengharuskan bank-
bank syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui Qardh (pinjaman
kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Prinsip - Prinsip Perbankan Syariah


Dalam operasionalnya, perbankan syariah harus selalu dalam koridor-koridor/prinsip-
prinsip sebagai berikut:

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak;
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Prinsip – Prinsip syariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah
kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Maisir:    Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut
istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja
keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian
seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,
seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.Judi dilarang dalam praktik
keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah sebagai
berikut:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan,
maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS
Al-Maaidah : 90)

Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika


melakukan perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi
secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan
keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan
ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar.
Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga
diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
2. Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut
istilah gharar berarti seduatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau
perjudian. Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada
dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya
membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih
dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. 
Pelarangan ghararkarena memberikan efek negative dalam kehidupan
karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara bathil. Ayat
dan hadits yang melarang gharar diantaranya :"Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 188).
3. Riba:  Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan,
pertumbuhan atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama
sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba
secara berlipat ganda. Sangatlah penting bagi kita sejak awal pembahasan bahwa
tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat Muslim mengenai
pengharaman Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat keterlibatan
dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan
sumber utama syariah, yaitu Al-Qur'an dan Sunah benar-benar mengutuk riba.
Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna dari riba atau apa saja yang
merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas
perekonomian dengan ajaran Syariah.
Konsep Operasional Perbankan Syariah
a.        Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.
Prinsip operasional syi'ariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat
adalah prinsip Wadi'ah dan Mudharabah.

1.)    Prinsip wadi'ah

Prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadiah dhamananh berbeda dengan wadia'ah amanah.
Dalam wadia'ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh
yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi'ah yad dhamanah, pihak yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta
titipan tersebut.

2.)    Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan bertindak


sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang telah
dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk
melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah
yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk
melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian
yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi semua (ada mudharib-ada pemilik dana, ada
usaha yang dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada ijab Kabul). Prinsip mudharabah ini
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dari deposito berjangka.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,


prinsip mudharabah terbagi dua yaitu:

1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah

b.        Penyaluran dana

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli,


2. Pembiayaan dengan prinsip sewa,
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil,
4. Pembiayaan dengan akad pelengkap.

c.        Produk Jasa Perbankan Lainnya

Produk jasa perbankan lainnya yaitu layanan perbankan dimana bank syariah menerima
imbalan atas jasa perbankan diluar fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi
keuangan, seperti :

1. Wakalah
2. Kafalah
3. Sharf
4. Qardh
5. Rahn
6. Hiwalah
7. Ijarah
8. Al-Wadiah

Unsur Laporan Keuangan Bank Syariah


Unsur Neraca

Aktiva = Kewajiban + Investasi Tidak Terikat + Ekuitas

Dana investasi tidak terikat dengan kriteria bahwa bank:

 punya hak menggunakan, menginvestasikan, dan mencampur dana;


 keuntungan atau kerugian sesuai nisbah; dan
 tidak berkewajiban mengembalikan dana jika rugi.

Unsur Laporan Laba Rugi

Pada dasarnya sama dengan yang berlaku umum, ditambah

 alokasi keuntungan/kerugian   kepada pemilik investasi tidak terikat (hak


bagi hasil untuk pemilik dana investasi tidak terikat).
 tidak dapat diperlakukan sebagai beban atau pendapatan.

Komponen Laporan Keuangan Syariah


1. Neraca + Off Balance Sheet  Laporan Laba Rugi
2. Laporan Arus Kas
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
5. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan
7. Catatan Laporan Keuangan
TOPIK 12

Pengertian Obligasi Syariah


Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa sertifikat atau
bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak
terpisahkan atau tidak terbagi atas; aset berwujud tertentu, manfaat atas aset berwujud
tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada, jasa yang sudah ada maupun yang
akan ada, aset proyek tertentu atau kegiatan investasi yang telah ditentukan).

Sejarah dan Latar Belakang Obligasi Syariah


SEJARAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110: Akuntansi Transaksi Asuransi


Syariah (PSAK 110) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) pada 26 Oktober 2011.

Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24 Februari 2015
terutama terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu pada revisi atas International
Financial Reporting Standards 9: Financial Instruments.

PSAK 110 mengatur mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan


transaksi sukuk ijarah dan sukuk mudharabah.

Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan sukuk
mudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.

LATAR BELAKANG

Kemunculan sukuk pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya untuk menghindari praktik
riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari alternatif instrumen
pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai dengan syariah. Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 32/DSN-MUI/IX/2002 dan kebutuhan
investasi jangka panjang, maka para ahli dan praktisi ekonomi Islam berijtihad untuk
menciptakan sebuah produk atau instrumen keuangan baru yang bernama obligasi
syariah atau sukuk.

Sukuk semakin disukai karena upaya para investor, terutama di wilayah Timur Tengah,
untuk menarik modal dari lembaga perbankan Barat kembali ke lembaga keuangan
Islam. Dukungan solidaritas bagi kegiatan pasar modal syariah dilandasi oleh kesamaan
ideologi dan semangat negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar modal Islam
diterima secara luas karena investor non-Muslim memasuki pasar sukuk. Sukuk
dipandang sebagai target baru yang lebih menguntungkan. Popularitas sukuk ini tidak
lepas dari terbukanya akses permodalan dalam skala global, sehingga terjadi
pengelolaan likuiditas lintas batas.

Tetapi berbeda halnya dengan di Indonesia. Dimana dimasa sekarang banyak orang
yang belum familiar atas keberadaan sukuk itu sendiri. Di indonesia sendiri masih
beberapa perusahaan yang menerbitkan surat berharga syariah (sukuk) ini. Dan bahwa
tidak semua surat berharga berprinsip konvensional ada juga perhitungan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yaitu Akuntansi Sukuk seperti yang terdapat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110.

Berbeda dengan PSAK 110 yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110
(revisi 2015) memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan
investor. Investasi sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus kas
kontraktual.

Pada sisi investor, investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan
jika:

1. Investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk
memperoleh arus kas kontraktual; dan
2. Persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya.

Tujuan Diterbitkannya Obligasi Syariah


Tujuan diterbitkannya obligasi syariah atau sukuk adalah

untuk memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara atau perusahaan,


mendorong pengembangan pasar keuangan
syariah, menciptakan brenchmark  di pasar keuangan syariah, diversifikasi basis investor, 
mengembangkan alternatif instrumen investasi, mengoptimalkan pemanfaatan,
dan memanfaatkan dana-dana masyarakat yang berlum terjaring oleh sistem obligasi
dan perbankan konvensional.

Karakteristik Obligasi Syariah


Menurut Fatah (2011) terdapat beberapa karakteristik obligasi syariah atau sukuk,
diantaranya :

1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial
title);
2. Imbal hasil yang diberikan berupa upah/sewa (ujrah), selisih harga lebih (margin),
dan bagi hasil, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan. Ada
beberapa jenis akad yaitu ijarah, mudharabah, wakalah, istishna, musyarakah dan
kafalah;
3. Terbebas dari unsur riba, ketidakpastian (gharar) dan/ atau judi (maisir);
4. Penerbitan melalui special purpose vehicle (SPV);
5. Memerlukan underlying asset;
6. Penggunaan proceeds harus sesuai dengan prinsip syariah.

Sukuk yang diterbitkan wajib disertai dengan pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan
Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli Syariah (TAS) yang memiliki lisensi Ahli Syariah
Pasar Modal.
Jenis-jenis Obligasi Syariah
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional pada tahun 2002, obligasi
syariah merupakan surat-surat berharga jangka panjang yang memiliki prinsip syariah di
dalamnya. Jenis-jenis obligasi berdasarkan syariah ini di antaranya adalah sukuk
mudharabah dan sukuk  ijarah.

 Obligasi syariah atau sukuk mudharabah

Obligasi syariah atau sukuk mudharabah merupakan jenis-jenis obligasi yang


menerapkan akad mudharabah  dalam persetujuannya. Akad mudharabah  adalah
bentuk kerja sama antara investor dan penerbit obligasi, di mana investor
memberikan modal penuh untuk pihak penerbit obligasi kelola demi
meningkatkan pendapatan atas investasi tersebut. Nantinya, pihak investor akan
mendapatkan keuntungan dari modal yang diberikan setelah mengetahui
pendapatan dari pihak penerbit obligasi sesuai dengan tempo yang ditentukan.

 Obligasi syariah atau sukuk  ijarah

Sedangkan obligasi atau syariah sukuk ijarah menggunakan akad ijarah yang


berarti akad sewa. Jenis obligasi syariah ini cukup identik dengan obligasi
berbasis kupon. Nantinya investor akan mendapatkan keuntungan
berdasarkan ijarah  yang bisa disepakati pada awal penerbitan obligasi.
Nantinya ijarah  atau keuntungan tersebut memiliki sifat yang tetap setelah
disetujui oleh pihak investor maupun pihak penerbit obligasi syariah.

Keuntungan, Resiko dan Rating Obligasi Syariah


Keuntungan Memiliki Obligasi Syariah

1. Imbal hasil: Imbal hasil yang diberikan oleh penerbit sukuk kepada investor, bisa
berupa bagi hasil, fee atau margin.
2. Capital Gain: keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual.
3. Ketenangan hati: berinvestasi di instrumen yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.

Risiko Memiliki Obligasi Syariah

1. Risiko gagal bayar /  default: ketidakmampuan penerbit obligasi membayar


imbal hasil maupun melunasi sukuk pada saat jatuh tempo.
2. Risiko suku bunga: pergerakan harga obligasi ditentukan oleh tingkat suku
bunga acuan dengan hubungan berbanding terbalik. Jika investor memperkirakan
suku bunga acuan akan turun maka investor umumnya memilih untuk memegang
obligasi atau membeli obligasi dan sebaliknya.
3. Risiko pasar: potensi kerugian (capital loss) bagi investor ketika harga sukuk di
pasar sekunder turun akibat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
keseluruhan dari pasar keuangan, antara lain perubahan suku bunga, perubahan
ekonomi dan kondisi politik yang tidak stabil.
4. Risiko Likuditas: risiko dimana obligasi tidak dapat dijual kembali di pasar
sekunder karena berbagai hal dan harus menunggu sampai jatuh tempo.

Rating Obligasi Syariah

Obligasi syariah atau sukuk juga diperingkat oleh lembaga pemeringkat atau biasa
disebut sebagai rating agency. Biasanya di belakang peringkat diberikan kode (sy) untuk
menandakan bahwa obligasi tersebut adalah obligasi syariah. Misalnya idAAA(sy).

Semakin baik peringkatnya maka semakin credible penerbit obligasi atau issuer. Sukuk


yang dianggap baik adalah yang masuk kategori layak investasi atau  investment grade.
Investor perlu mempertimbangkan peringkat terutama untuk meminimalkan risiko.

Pre test

Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi yaitu :

Select one:
a. Sebagai pengelola investasi atas dana
b. Sebagai penerima amanah
c. Semua jawaban benar (B)
d. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa
Prinsip – Prinsip syariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah
kegiatan yang mengandung unsur-unsur ?

Select one:
a. Gharar (B)
b. Adil
c. Universal
d. Transparansi

Anda mungkin juga menyukai