Anda di halaman 1dari 2

Hukum hukum dasar kimia

1. Hukum Lavoiser
Seorang ilmuan prancis bernama Antoine Lavoiser (1743-1794) mempelajari pengaruh
pemanasan beberapa logam di tempat terbuka. Dia menimbang logam itu sebelum
pembakaran dan sesudah pembakaran.
Ia mendapatkan bahwa logam yang di bakar di tempat terbuka, massanya lebih besar
daripada masa logam sebelum di bakar. Jika logam hasil pembakaran di panaskan dengan
batu bara, akan di peroleh massa logam semula.
Lavoiser berpendapat bahwa udara di tempat terbuka mengandung gas yang dapat
bereaksi dengan logam yang di panaskan. Ia menamakan gas tersebut oksigen. Dengan
demikian, dipirkan bahwa bertambahnya massa logam setelah dibakar disebabkan oleh
bereaksinya oksigen dengan logam yang dibakar. Massa oksigen dan massa logam yang
bereaksi sama dengan massa oksida logam yang terbentuk.
Eksperimen lavoiser tersebut menghasilkan hukum lavoiser yang terkenal dengan
hukum kekelan massa yang berbunyi.
Massa zat-zat sebelum reaksi sama dengan massa zat-zat hasil reaksi.

Contoh soal
1. Pemanasan sempurna 5,6 gram serbuk besi (Fe) dengan 3,2 gram serbuk belerang
(S) menghasilkan zat baru (FeS) sebanyak 8,8 gram . Tunjukkan bahwa reaksi
tersebut memenuhi hukum kekelan massa.
Penyelesaian:
Massa sebelum reaksi = massa Fe + massa S = 5,6 g + 3,2 g = 8,8 g
Massa setelah reaksi = massa FeS = 8,8 g
Massa sebelum reaksi sama dengan massa sesudah reaksi sehingga reaksi
tersebut memenuhi hukum kekekalan massa.

2. Persamaan Kimia
Untuk mencapai kestabilannya, suatu atom dapat bergabung dengan atom lain
membentuk suatu molekul atau suatu senyawa dengan formula tertentu. Setelah terbentuk
senyawa, senyawa tersebut dapat berubah membentuk senyawa lainnya. Perubahan suatu
senyawa menjadi senyawa lain pada dasarnya terjadi karena pergantian pasangan atom-
atom atau ion-ion (atom atau kelompok atom yang bermuatan). Selama terjadi
pembentukan senyawa baru, tidak ada atom yang hilang maupun atom baru yang terbentuk,
tetapi terjadi perubahan sifat zat baru (terjadi perubahan kimia). Misalnya, reaksi besi (Fe)
dengan oksigen (O2) menjadi karat besi (FeO.Fe2O3).
Pada saat terjadi reaksi, ikatan-ikatan antaratom pereaksi putus dan membentuk ikatan
baru untuk menghasilkan zat produk. Zat mula-mula sebelum terjadi perubahan disebut zat
pereaksi (reaktan), sedangkan zat baru yang terbentuk disebut hasil reaksi (produk).
Untuk menyatakan hubungan kuantiatif antara zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi,
digunakan istilah persamaan kimia. Dalam penulisan persamaan kimia, perlu di perhatikan
hal- hal berikut berikut.
1. Penulisan rumus kimia zat pereaksi maupun zat hasil reaksi harus benar.
2. Zat-zat pereaksi ditulis di sebelah kiri tanda panah, sedangkan zat hasil reaksi di tulis di
sebelah kanan tanda panah.
Pereaksi + pereaksi > produk + produk
3. Jumlah atom zat pereaksi sama dengan jumlah atom zat hasil reaksi (memenuhi teori
atom dalton).
4. Untuk menyamakan jumlah atom sebelum dan sesudah reaksi, kita tidak boleh
mengubah rumus zat kimia pereaksi dan zat hasil reaksi. Dengan demikian, bilangan
yang digunakan untuk mengalikan atom ditulis di depan rumus kimia. Bilangan-bilangan
di depan rumus kimia itu disebut koefisien reaksi (angka 1 biasa tidak di tulis ). koefisien
reaksi menyatakan perbandingan banyaknya atom atau molekul zat pereaksi maupun
zat hasil reaksi.

5. Jika dalam persamaan kimia terdapat tanda-tanda:


s (solid) berarti zat berwujud padat;
i (liquid) berarti zat berwujud air;
g (gas) berarti zat berwujud gas;
aq (aqueous) berarti zat terlarut dalam air (larutran).

Contoh soal
1. Padatan karbon (C) bereaksi dengsn gas oksigen (O 2) membentuk gas karbon
dioksida (CO2). Tuliskan persamaan kimianya.
Penyelesaian:
Jumlah atom C sebelum reaksi (sebelah kiri tanda panah) = 1.
Jumlah atom C sesudah reaksi (sebelah kanan tanda panah) = 1.
Jumlah atom O sebelum reaksi = 2, setelah reaksi = 2.
Dengan demikian, jumlah atom-atom yang bereaksi sudah sama dengan jumlah
atom-atom yang bereaksi sudah sama dengan jumlah atom-atom hasil reaksi.

Anda mungkin juga menyukai