Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Memahami pengawasan dalam manajemen Syari’ah Dibuat


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Syari’ah Dosen

Pengampu: Adib Fachri, ME, Sy

Disusun Oleh:

Ade Putra Nastawijaya (2151040143)


Ahmad Dapa Zailani (2151040152)
Aji Pratama (2151040157)
Amsal Hasan Nasution (2151040166)
Bagas Priangga Budi (2151040187)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI

DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah Swt. atas segala limpahan rahmat dan
karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
"Memahami pengawasan dalam manajemen Syari’ah”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini, berkat bantuan dan
tuntunan Allah Swt. dan tidak lepas juga dari bantuan berbagai pihak serta dosen pengampu
mata kuliah Manajemen Syari’ah Bapak Adib Fachri, ME, Sy. Untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna menyempurnakan makalah ini
kedepannya. Demikianlah pengantar makalah ini dan penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca, khususnya dalam pengajaran mata kuliah
Manajemen Syari’ah

Bandar Lampung, 29 November 2022

Kelompok 5,

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................................................

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................

C. Maksud dan Tujuan Penulisan ......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Islam dan Fungsi Pengawasan ......................................................................................

B. Pengawasan Yang Baik .................................................................................................

C. Praktik pengawasan pada zaman rasul..........................................................................

D. Dasar tindakan koreksi terhadap suatu kesalahan dalam islam ....................................

E. Percaya orang vs Mengawasi orang .............................................................................

F. Mekanisme Pengawasan ...............................................................................................

G. Pengawasan : Antara orang dan sistem.........................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................................................

B. Saran .............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengawasan merupakan salah satu aktivitas atau fungsi manajemen yang terkait
dengan fungsi lainnya, seperti perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, penetapan
dan pelaksanaan keputusan. Pengawasan merupakan fungsi derivasi yang bertujuan
untuk memastikan bahwa aktivitas manajemen berjalan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan dengan performa sebaik mungkin. Begitu juga untuk menyingkap
kesalahan dan penyelewengan, kemudian memberikan tindakan korektif.1 Pengawasan
terkadang bersifat internal (pengawasan internal), dalam arti masing-masing pegawai
memiliki kewajiban untuk mengontrol tanggung jawab manajemen yang diembannya.
Jadi, fungsi control (pengawasan) tidak hanya milik level manajemen biasanya
dijalankan divisi atau lembaga khusus untuk mengontrol kinerja perusahaan.
Fungsi utama pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pegawai yang
memiliki tanggung jawab bisa melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Kinerja
mereka dikontrol dengan sistem operasional dan prosedur yang berlaku, sehingga dapat
disingkap kesalahan dan penyimpangan. Selanjutnya, diberikan tindakan korektif
ataupun arahan kepada pakem yang berlaku. Untuk menjalankan fungsi ini harus
dipahami aspek psikologi seorang pegawai. Wewenang dan tanggung jawab harus
didelegasikan secara adil sesuai dengan kompetensi, tidak memberikan beban yang
berlebihan. Sehingga, kinerja mereka jelek dan tidak mampu merealisasikan tujuan yang
telah ditetapkan.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Islam memandang fungsi pengawasan ?


2. Bagaimana pengawasan yang baik itu ?
3. Seperti apa praktik pengawasan yang dilaksanakan pada zaman Rasul ?
4. Pengertian mekanisme pengawasan ?
5. Bagaimana mengawasi antara orang dan system ?

C. Tujuan

1. Mengetahui fungsi pengawasan dalam islam


2. Mengetahui cara pengawasan yang baik
3. Mengetahui praktik pengawasan yang dilaksanakan pada zaman Rasul
4. Mengetahui Pengertian mekanisme pengawasan

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Islam dan Fungsi Pengawasan


Pengawasan dalam Islam dilakukan untuk meluruskan yang bengkok, mengoreksi yang salah
dan membenarkan yang hak.1 Pengawasan (control) di dalam ajaran Islam (hukum syariah), paling
tidak terbagi kepada dua hal.
Dalam persepsi syariah pengawasan itu paling tidak dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama pengawasan yang berasal dari diri sendiri dan kedua pengawasan dari luar.
1. Pengawasan dari diri sendiri → pengawasan yang bersumber dari keimanan seseorang kepada
Allah swt. Seseorang yang kuat keimanannya yakin bahwa Allah pasti mengawasi semua
prilaku hambanya, maka ia akan selalu hati-hati ketika ia sendirian, ia yakin Allah yang kedua,
ketika ia berdua, ia yakin Allah yang ketiga, dan seterusnya. Perlunya pengawasan dari diri
sendiri ini yang terbangun dari keimanan seseorang kepada Allah SWT sejalan dengan
peringatan Allah SWT di dalam AlQur’an berikut:

َ َٰ َ َ َٰ َّ ُ ُ
‫ض ۖ َما َيكون ىمن ن ْج َو َى ث َلََ ث ٍة‬ ‫ر‬ْ َْ ََ ‫ٱل‬ َّ ‫لل ََ َي ْع َل ُم َما ف‬
ْ ‫ٱلس َم ََ ََٰ َ َٰو ََ ىت َو َما ف‬ َّ ‫َأ َل ْم َت َر َأ َّن ٱ ه‬
ِ ِ ‫ى‬ ِ ‫ى‬
َ ُ ُ ُ َ َّ
َ‫إلََ ه َو َرب ىعَ ُ ْم َو َّل‬ ‫ى‬
َ‫ىإلَ ََ ُهو‬ َ ْ َ َ َ َ َ ََٰ ََ َ
َّ ََ ََ ‫ث‬ َ َٰ َ َْ َ َ ُ ُ َ ‫ىإلَ ََ ُه‬ َّ ‫ىقم ََ ََٰ َسة‬َ ْ ‫ْٱل َخ‬
‫ىدسَ ُ ْم َولَ أدم ِنَََ ىمن ذ ىلك ولَ أ ك‬ ‫هو َسا‬ ٍ ‫ي‬
َ َ
َ ْ ‫وب َي َو‬ ُ َ َ ُ ُ‫َ ُ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ۟ ُ َّ ُ َ ِ ئ‬
۟ ‫ىمل‬ ‫بَ ُ م ى ما‬ ّ ‫معَ م أين ما كانوب ۖ ثم ين‬
َ َ َ ْ ِ ُ َ َّ َّ
‫شََ ٍء ََىلي‬ ‫َم ىة ۚ ىإن ٱللَ ىكل‬

Tidaklah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang
keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan
tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia
ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada
mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu (QS Al-Mujadilah [58]: 7).

2. Pengawasan dari diri sendiri → pengawasan dari luar diri yang bersangkutan ini adalah untuk
lebih efektifnya kegiatan organisasi dalam kehidupan sehari-hari di dunia dan kenyataannya
masih banyak orang yang dikalahkan oleh moral hazardnya, yang penting yang sekarang, soal
di akhirat itu soal nanti, sehingga terjadilah tindakan, perbuatan yang menyimpang,
menyalahgunakan, dan yang sejenisnya yang bertentangan dengan yang seharusnya. Oleh
karena itu pengawasan dari luar diri ini mutlak perlu, dan pengawasan ini lebih dikenal dengan
sebutan pengawasan menurut sistem.

1 Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 302.
v
3. Filosofi pengawasan dalam Islam → koreksi terhadap kesalahan dalam Islam sebenarnya sangat
persuasif dan edukatif. Cara persuasif dan edukatif ini dimaksudkan untuk tidak
mempermalukan yang bersangkutan. Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa hanya Allah
yang bersangkutan kalau sudah diberitahu segera membetulkan kembali kesalahannya dan ia
tidak lagi melakukannya. Koreksi yang persuasif dan edukatif ini dapat dilakukan dalam tiga
alternatif yaitu : tawa shaubil haqqi, tawa shaubil shabri, dan tawa shaubil marhamah. 1 Tawa
shaubil haqqi → saling menasehati atas dasar kebenaran sebagaimana firman Allah:

Ini adalah control yang paling efektif, yang berasal dari dalam diri. Ada sebuah hadis yang
menyatakan:2

(‫ )روبه بلطرثب ي ِن ن أر ين بلدردبء‬...‫ب ي ِن هللا حيثما كنت‬


"Bertakwalah Anda kepada Allah, di mana pun Anda berada".

Takwa itu tidak mengenal tempat. Takwa itu bukan sekadar di masjid, bukan sekadar di atas
sajadah, tetapi yang namanya takwa itu adalah juga ketika beraktivitas, ketika di kantor, ketika di
meja perundingan dan ketika melakukan berbagai macam perbuatan. Takwa semacam inilah yang
mampu menjadi control yang paling efektif. Takwa seperti ini hanya mungkin tercapai jika para
manajer bersama- sama dengan para karyawan, melakukan kegiatan-kegiatan ibadah secara intensif.
Intinya adalah bagaimana menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Itu disebut dengan
control yang sangat kuat, yang berasal dari dalam diri dan bukan semata-mata dari luar.

Kedua, suatu pengawasan akan lebih efektif kalau sistem peng- awasan itu dilakukan juga dari
luar diri. Sistem pengawasan itu dapat terdiri dari mekanisme pengawasan dari pimpinan yang
berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas
dengan perencanaan tugas, dan lainlain.

B. Pengawasan yang baik


Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang sudah "built in" dalam penyusunan program.
Dalam menyusun program, harus sudah ada unsur control di dalamnya. Tujuannya adalah agar
orang yang melakukan pekerjaan itu merasa bahwa pekerjaannya itu diperhatikan oleh atasan,
bukan pekerjaan yang diacuhkan atau yang dianggap enteng. Oleh karena itu, pengawasan yang
terbaik adalah pengawasan yang dibangun dari dalam diri orang yang diawasi dan dari sistem
pengawasan yang baik.
Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang sudah "built in" dalam penyusunan program

Sistem pengawasan yang baik tidak bisa dilepaskan dari pemberian punishment (hukuman) dan
reward (imbalan). Jika karyawan melakukan pekerjaannya dengan baik, maka karyawan tersebut
sebaiknya diberi reward. Bentuk reward itu tidak mesti berbentuk materi, tapi bisa pula dalam
bentuk pujian, penghargaan yang diutarakan di depan karyawan lain atau bahkan promosi (baik
promosi belajar maupun promosi naik pangkat/jabatan).

Jika karyawan melakukan pekerjaannya dengan berbagai kesalahan bahkan sampai merugikan
perusahaan, maka karyawan tersebut sebaiknya diberi punishment. Bentuk punishment juga
bermacam-macam, dimulai dari teguran, peringatan, skors, bahkan sampai pemecatan (resign).
Reward dan Punishment ini merupakan mekanisme pengawasan yang sangat penting.

2Marhum Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Mukhtarul Ahaadits wa Al-Hukmu al- Muhammadiyyah (Surabaya: Daar an-
Nasyr al-Misriyyah), hlm. 4.
vi
Ada satu hal yang harus dipahami oleh manajer, yaitu pengawasan akan terjadi dengan baik jika
masing-masing manajer berusaha memberikan contoh yang terbaik bagi bawahannya. Bagaimana
mungkin bawahan akan baik, jika pimpinannya tidak menjadikan dirinya sebagai figur-figur yang
patut dijadikan contoh oleh bawahan.

C. Praktik pengawasan pada zaman rasulullah


Berkaca pada sejarah hidup, Rasulullah melakukan pengawasan itu benar-benar menyatu dalam
kehidupan. Jika ada seseorang yang melakukan kesalahan, maka langsung pada saat itu juga
Rasulullah menegurnya. Sehingga tidak ada kesalahan yang didiamkan oleh Rasul saat itu.
Rasulullah pernah melihat orang yang wudhunya kurang baik, langsung ditegur saat itu juga. Ketika
ada seorang sahabat yang shalatnya kurang baik, langsung Rasulullah mengatakan; "Shalatlah Anda
karena sesungguhnya Anda adalah orang yang belum melaksanakan sholat", Jadi, dapat dilihat
bagaimana mekanisme control (pengawasan) itu diterapkan dalam tatanan kehidupan. Itulah cara
Rasul dalam melakukan pengawasan terhadap sahabat-sahabatnya.
Rasulullah melakukan pengawasan itu benar-benar menyatu dalam kehidupan.
Pada zaman Khulafaur Rasyidin banyak sekali diceritakan bagaimana fungsi pengawasan itu
dijalankan dalam manajemen pemerintahan. Diantaranya pada zaman khalifah Umar bin Khattab
r.a. ada beberapa kasus yang terkenal, diantaranya kasus Gubernur Mesir Amru bin Ash. Amr bin
Ash melakukan tindakan yang salah. Ia mengambil tanah orang Yahudi untuk membuat irigasi dan
jalan tanpa persetujuannya. Khalifah Umar memerintahkan Amr bin Ash untuk mengembalikan
tanah orang Yahudi itu. Ini contoh kesalahan yang tidak dibiarkan dan langsung dikoreksi pada saat
itu juga.3
Diriwayatkan pula khalifah Umar r.a mengangkat Sa’ad ibn Abi Waqqash sebagai
Gubernur Kufah. Saad membangun rumah dan menyuruh orang yang membangun rumah itu
pintunya serapat mungkin, sehingga ia tidak mendengar pembicaraan orang di pasar yang
mengganggunya. Sebagian masyarakat melaporkan bahwa Saad menyuruh orangorang membangun
rumah agar tidak mendengar lagi suara-suara rakyat. Rumah itu disebut istana Saad. Khalifah Umar
r.a mengutus Muhammad bin Musallamah ke Kufah untuk menyampaikan surat khalifah. Isinya;
“engkau membuat pintu penghalang antara engkau dengan rakyat. Rumah itu bukan istana tapi
benteng yang menghalangi rakyat untuk memasukinya, mempersulit mereka untuk memasukinya,
mempersulit mereka untuk mendapatkan hak, agar rakyat bisa menemui majelis dan tempat keluar
engkau dari pintu majelis. Tinggalah engkau di Baitul Maal dan kuncilah”.
Khalifah Umar r.a memandang jauhnya seorang pejabat dari rakyat, akan membuat ia lalai dengan
tugas pokoknya untuk memenuhi kebutuhan rakyat untuk itu khalifah memberikan hukuman yang
berat. Untuk kasus ini Dr. AlTantawi dalam bukunya Umar bin Khattab wa Ushul al Siyasiyah wa
al Idarah al Haditsah memberikan komentar;
“kecerdasan khalifah Umar r.a dalam manajemen tercermin dalam sikap ini”.4 (Cepat tanggap dan
segera meneliti terhadap laporan-laporan yang diterimanya).

Teknik-Teknik Pengawasan yang Dikembangkan Pada zaman Khulafa al Rasyidin ini,


khususnya sejak zaman khalifah Umar r.a telah dikembangkan beberapa teknik pengawasan,
terutama pengawasan terhadap organisasi pemerintahan, diantaranya :
1. Inspeksi → teknik ini dikembangkan karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas,
sedangkan pusat pemerintahan di Madinah. Untuk melihat dan mengetahui langsung
bagaimana keadaan pemerintahan dan rakyat di wilayah-wilayah yang jauh dari Madinah,
khalifah mengambil kebijakan untuk melakukan pengawasan langsung melalui inspeksi
(turun langsung) ke lokasi berbagai daerah guna mengecek bagaimana jalannya
pemerintah kepada para gubernur, dan untuk mendengar langsung keluhan masyarakat
mengenai kepemimpinan di wilayah tersebut. Mekanisme lain dalam pengawasan inspeksi
ini oleh khalifah dilakukan pula dengan membentuk sebuah lembaga yang bertugas

3 Ibid, h. 159.
4 Ahmad Ibrahim Abu Sin, Manajemen Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 185-186.
vii
mengawasi kinerja pemerintah (melalui pelbagai departemen), bagaimana departemen
tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat, mendengarkan keluhan rakyat, dan
bagaimana penyelesaiannya. Dan di zaman modern ini lembaga ini dikenal dengan nama
“The Ombudsman”5 yang sudah banyak dijalankan oleh negaranegara maju.
2. Membuka diri untuk kepentingan rakyat (open house) → teknik in dilakukan oleh khalifah
Umar r.a untuk memberi contoh (keteladanan) bagi pegawai dan pejabatnya untuk
membuka diri, membuka pintu rumahnya bagi rakyat yang membutuhkan pertolongannya.
Begitu konsennya khalifah dengan open house ini sampai-sampai beliau berkata kalau ada
pejabat atau pegawai yang menutup pintu dari kepentingan rakyat, maka beliau akan
membakar rumah tersebut.
3. Pengawasan publik → pengawasan ini dilakukan oleh masyarakat yang bersumber dari
ayat al-Qur’an berrikut:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung.
(QS. AliImran; 104).

Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan seseorang tanpa adanya kontrol


(pengawasan) akan membuahkan kerusakan. Banyak pemimpin yang ketika
mengawasi kepemimpinannya dengan nilai-nilai leadership seperti rendah hati, adil,
musyawarah, saling menasehati dan sebagainya, Namun dalam perjalanannya ia bisa saja
berubah karena pengaruh kekuasaan yang serba enak, lalu ia berbuat banyak kesalahan.
Kritik tidak dihiraukannya lagi, undang-undang dan pengawasan publik tidak
dihiraukannya lagi, lama-kelamaan ia akan berhadapan dengan kekuatan rakyat (people
power). Dalam kehidupan modern pengawasan publik ini semakin berkembang seperti
peran yang dilakukan oleh DPR pada bidang politik, BPK di bidang keuangan dan
sebagainya.
4. Lembaga hisbah → merupakan badan/lembaga pengawasan di bidang ekonomi dan
perdagangan dengan tugas-tugas sebagai berikut: mencegah tindakan menunda-nunda
dalam menunaikan hak dan utang, mencegah tindak kemungkaran dalam muamalah
seperti riba, jual beli yang batil, penipuan dalam jual beli, kecurangan dalam harga,
timbangan, ukuran dan takaran, mengawasi transaksi pasar, jalan umum dan penarikan
pajak, dan sebagainya.

D. Dasar tindakan koreksi terhadap suatu


kesalahan dalam islam
Suatu koreksi terhadap kesalahan, dilakukan atas dasar tiga hal dalam Islam.
ِ ْ َ ْ َ
Pertama, tawa shoubil haqqi ( ‫بص ْو ۟ب ىٱل َحق‬
َ ‫)ت َو‬, kedua, tawa shoubis shobri ( َ‫ٱلَّصث‬
َّ ۟ ْ َ َ
ِ ‫)توبصوب ى‬, dan

ketiga, tawa shoubil marhamah ( ‫)صا َ َو ِ ِِة ََِ ص َِ ص ص ِٱ ص صاو‬. Perhatikan Surah Al-Balad: 17,
Surah Al-'Ashr: 3.

1. Tawa shoubil haqqi (saling menasihati atas dasar kebenaran dan norma yang jelas).
viii
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran ....” (QS. Al-Ashr; 3)

Tidak mungkin pengendalian akan berlangsung dengan baik jika normanya tidak jelas. Norma
dan etika harus jelas. Norma dan etika itu sifatnya bukan individual, tetapi harus disepakati
bersama dengan aturan-aturan main yang jelas. Sebagai contoh, disepakati bahwa semua
pegawai masuk kantor pukul 08.00 WIB dan keluar kantor pukul 17.00 WIB. Jika seseorang itu
mendapatkan tugas tertentu keluar kota, maka akan mendapatkan SPJ tertentu dengan
ketentuan-ketentuan yang konkret dan ketentuan-ketentuan yang jelas. Inilah yang disebut tawa
shoubil haqqi.

2. Tawa shoubis shobri (saling menasihati atas dasar kesabaran).

“...dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ash; 3)

Pada umumnya, manusia sering mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Oleh
karena itu, diperlukan tawa shoubis shobri, atau berwasiat dengan kesabaran. Koreksi yang
diberikan harus berulang-ulang. Jangan menganggap bahwa mengoreksi kesalahan itu cukup
sekali. Di sinilah pentingnya kesabaran tersebut.

3. Tawa shoubil marhamah (saling menasihati atas dasar kasih sayang).

“dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar
dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (QS. Al-Balad: 17)

Hal ini ditetapkan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Balad: 17 yang artinya adalah saling
berwasiat atas dasar kasih sayang. Tujuan melakukan pengawasan, pengendalian dan koreksi
adalah untuk mencegah seseorang jatuh terjerumus kepada sesuatu yang salah. Tujuan lainnya
adalah agar kualitas kehidupan terus meningkat. Inilah yang dimaksud dengan tausiyah, dan
bukan untuk menjatuhkan.

E. Percaya orang vs mengawasi orang


Kepercayaan dan pengawasan, kedua-duanya tidak boleh dipisahkan. Seorang pimpinan boleh
percaya kepada bawahan, tetapi tetap dengan kontrol. Suatu kepercayaan yang diberikan tanpa
kontrol, maka kepercayaan itu sering disalahgunakan Sebagai contoh, karena percaya kepada
bawahan, maka tanpa ada kuitansi pun, pimpinan masih bersedia mengeluarkan uang. Akhirnya
terjadilah karyawan yang menerima uang itu mengaku belum menerima uang. Hal ini dapat
disebabkan karena terdesak oleh faktorfaktor kebutuhan, sehingga karyawan tadi mengambil uang
itu akibat tidak adanya kontrol oleh pimpinan.
Kepercayaan dan pengawasan, kedua-duanya tidak boleh dipisahkan. Seorang pimpinan boleh
percaya kepada bawahan, tetapi tetap dengan kontrol.
Banyak terjadi kasus orang kepercayaan yang tiba-tiba berkhianat. Hal ini terjadi karena
kepercayaan yang diberikan terlalu berlebihan, tidak ada mekanisme kontrol. Apalagi orang-orang
ix
Timur yang banyak menganut budaya 'sungkan-sungkan.
Kalau bertransaksi dengan rekanan bisnis, maka transaksi itu harus jelas, walaupun bukan satu dua
kali melakukan kegiatan usaha dengan rekanan tersebut. Jika sudah bicara masalah 'money' (uang),
maka segalanya harus jelas. Oleh karena itu, dalam Al-Qur'an dikemukakan bahwa yang namanya
transaksi harus dicatat, sebab kalau tidak, kepercayaan itu bisa hilang dan penyesalan akan timbul
belakangan:
"Kenapa orang yang dipercaya itu ternyata tidak mampu melaksanakan tugasnya?".

F. Mekanisme Pengawasan
Mekanisme pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengawasan langsung. Jika misalnya
seseorang ditunjuk untuk menjabat sebagai manajer di suatu perusahaan, maka pemilik perusahaan
mengirim orang untuk mengawasi langsung gerak-geriknya. Inilah yang disebut pengawasan
langsung.
Pengawasan yang sifatnya langsung memang pengawasan yang semestinya dilakukan pada
orang-orang baru, bukan pada orang-orang lama Kalau orang lama yang sudah teruji
kepercayaannya, amanahnya masih juga diawasi dengan cara mengirim orang lain mengawasi
langsung gerak-geriknya, maka akibatnya akan kurang baik.
Untuk orang lama, ada mekanisme pengawasan yang lebih elegan Misalnya dengan pelaporan yang
jelas, di mana semuanya tercatat terukur, bisa terkontrol dengan baik, dan ada alat-alat ukurnya.
Mekanisme kontrol dapat dilakukan dengan cara Pengawasan langsung bagi orang (pegawai)
baru dan sistem pelaporan bagi orang lama. Pengawasan terhadap orang yang sifatnya langsung,
sangat memerlukan pengawas-pengawas yang tegas tapi humanis. Ada peng- awas yang
menganggap bahwa orang yang diawasi itu selalu harus dicurigai Akibatnya bukan perkembangan
karyawan yang terjadi, tetapi ketidaknyamanan suasana yang jika berlarut-larut akan menimbulkan
konflik yang serius. Meskipun sebenarnya orang yang diawasi itu punya potensi, tapi karena yang
mengawasi itu tidak memberikan kesempatan terlebih dahulu, maka yang terjadi jauh dari yang
diharapkan. Oleh karena itu, faktor pengawas juga ikut menentukan.

G. Pengawasan antara orang dan system


Kedua-duanya, baik orang dan sistem harus dibenahi. Kalau misalnya yang dibenahi sistem
dulu tanpa membenahi orang, maka tidak akan berhasil. Jika dibuat sistem dan aturan tertentu,
tetapi kalau tidak dihayati, maka pengawasan itu tidak akan berhasil. Fenomena yang terjadi dan
sudah menjadi rahasia umum adalah bahwa begitu aturan baru dikeluarkan, maka orang sudah
berpikir bagaimana caranya dapat mengutak-atik aturan. Bagaimana orang supaya bisa melakukan
kesalahan, tetapi aturannya tidak terlanggar. Itulah yang disebut dengan utak-atik aturan. Karena
pada umumnya, peraturan bukan untuk diikuti, tetapi peraturan itu untuk dilanggar.

“Kedua-duanya, baik (ORANG) dan (SISTEM) harus dibenahi”

Contoh yang terdekat adalah di Negara Jiran Malaysia. Di Malaysia, orang terbiasa antre di
mana-mana, karena sistem dan aturannya harus antre. Artinya bahwa sebenarnya sistem itu harus
dibangun bersama- sama dengan membangun orang atau SDMnya. Jika orang korupsi harus
dihukum. Jika orang ketahuan mengedar narkoba, maka orang itu dihukum mati. Jika orang
melakukan kegiatan yang merugikan bagi masyarakat, dia segera dihukum tidak boleh bebas. Itulah
hal-hal yang harus dilakukan. Sehingga, sistem itu jalan dengan sendirinya dengan didukung oleh
orang-orang yang baik. Di beberapa negara yang sudah maju, orang-orang akan malu melanggar
aturan, karena akan diperhatikan oleh semua orang.

x
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengawasan dalam pandangan islam di lakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi
yang salah dan membenarkan yang hak, tujuan utama pengawasan yaitu mengusahakan supaya
apa yang di rencanakan menjadi kenyataan.

B. Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini masih banyak
kekurangan serta kesalahan-kesalahan baik itu tata cara penulis ataupun pembahasan di
dalamnya. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca sekalian demi
tersempurnanya makalah kami. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mannan. Membangun Islam Kaffah (Jakarta: Madina Pustaka, 2000).hlm. 152.

Marhum Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Mukhtarul Ahaadits wa Al-Hukmu al- Muhammadiyyah


xi
(Surabaya: Daar an-Nasyr al-Misriyyah), hlm. 4.

Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 302.

Ahmad Ibrahim Abu Sin, Manajemen Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 185-186.

xii
xiii

Anda mungkin juga menyukai