Disusun Oleh:
LAMPUNG2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah Swt. atas segala limpahan rahmat dan
karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
"Memahami pengawasan dalam manajemen Syari’ah”.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini, berkat bantuan dan
tuntunan Allah Swt. dan tidak lepas juga dari bantuan berbagai pihak serta dosen pengampu
mata kuliah Manajemen Syari’ah Bapak Adib Fachri, ME, Sy. Untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna menyempurnakan makalah ini
kedepannya. Demikianlah pengantar makalah ini dan penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca, khususnya dalam pengajaran mata kuliah
Manajemen Syari’ah
Kelompok 5,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawasan merupakan salah satu aktivitas atau fungsi manajemen yang terkait
dengan fungsi lainnya, seperti perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, penetapan
dan pelaksanaan keputusan. Pengawasan merupakan fungsi derivasi yang bertujuan
untuk memastikan bahwa aktivitas manajemen berjalan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan dengan performa sebaik mungkin. Begitu juga untuk menyingkap
kesalahan dan penyelewengan, kemudian memberikan tindakan korektif.1 Pengawasan
terkadang bersifat internal (pengawasan internal), dalam arti masing-masing pegawai
memiliki kewajiban untuk mengontrol tanggung jawab manajemen yang diembannya.
Jadi, fungsi control (pengawasan) tidak hanya milik level manajemen biasanya
dijalankan divisi atau lembaga khusus untuk mengontrol kinerja perusahaan.
Fungsi utama pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pegawai yang
memiliki tanggung jawab bisa melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Kinerja
mereka dikontrol dengan sistem operasional dan prosedur yang berlaku, sehingga dapat
disingkap kesalahan dan penyimpangan. Selanjutnya, diberikan tindakan korektif
ataupun arahan kepada pakem yang berlaku. Untuk menjalankan fungsi ini harus
dipahami aspek psikologi seorang pegawai. Wewenang dan tanggung jawab harus
didelegasikan secara adil sesuai dengan kompetensi, tidak memberikan beban yang
berlebihan. Sehingga, kinerja mereka jelek dan tidak mampu merealisasikan tujuan yang
telah ditetapkan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
iv
BAB II
PEMBAHASAN
َ َٰ َ َ َٰ َّ ُ ُ
ض ۖ َما َيكون ىمن ن ْج َو َى ث َلََ ث ٍة رْ َْ ََ ٱل َّ لل ََ َي ْع َل ُم َما ف
ْ ٱلس َم ََ ََٰ َ َٰو ََ ىت َو َما ف َّ َأ َل ْم َت َر َأ َّن ٱ ه
ِ ِ ى ِ ى
َ ُ ُ ُ َ َّ
َإلََ ه َو َرب ىعَ ُ ْم َو َّل ى
َىإلَ ََ ُهو َ ْ َ َ َ َ َ ََٰ ََ َ
َّ ََ ََ ث َ َٰ َ َْ َ َ ُ ُ َ ىإلَ ََ ُه َّ ىقم ََ ََٰ َسةَ ْ ْٱل َخ
ىدسَ ُ ْم َولَ أدم ِنَََ ىمن ذ ىلك ولَ أ ك هو َسا ٍ ي
َ َ
َ ْ وب َي َو ُ َ َ ُ َُ ُ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ۟ ُ َّ ُ َ ِ ئ
۟ ىمل بَ ُ م ى ما ّ معَ م أين ما كانوب ۖ ثم ين
َ َ َ ْ ِ ُ َ َّ َّ
شََ ٍء ََىلي َم ىة ۚ ىإن ٱللَ ىكل
Tidaklah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang
keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan
tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia
ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada
mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu (QS Al-Mujadilah [58]: 7).
2. Pengawasan dari diri sendiri → pengawasan dari luar diri yang bersangkutan ini adalah untuk
lebih efektifnya kegiatan organisasi dalam kehidupan sehari-hari di dunia dan kenyataannya
masih banyak orang yang dikalahkan oleh moral hazardnya, yang penting yang sekarang, soal
di akhirat itu soal nanti, sehingga terjadilah tindakan, perbuatan yang menyimpang,
menyalahgunakan, dan yang sejenisnya yang bertentangan dengan yang seharusnya. Oleh
karena itu pengawasan dari luar diri ini mutlak perlu, dan pengawasan ini lebih dikenal dengan
sebutan pengawasan menurut sistem.
1 Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 302.
v
3. Filosofi pengawasan dalam Islam → koreksi terhadap kesalahan dalam Islam sebenarnya sangat
persuasif dan edukatif. Cara persuasif dan edukatif ini dimaksudkan untuk tidak
mempermalukan yang bersangkutan. Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa hanya Allah
yang bersangkutan kalau sudah diberitahu segera membetulkan kembali kesalahannya dan ia
tidak lagi melakukannya. Koreksi yang persuasif dan edukatif ini dapat dilakukan dalam tiga
alternatif yaitu : tawa shaubil haqqi, tawa shaubil shabri, dan tawa shaubil marhamah. 1 Tawa
shaubil haqqi → saling menasehati atas dasar kebenaran sebagaimana firman Allah:
Ini adalah control yang paling efektif, yang berasal dari dalam diri. Ada sebuah hadis yang
menyatakan:2
Takwa itu tidak mengenal tempat. Takwa itu bukan sekadar di masjid, bukan sekadar di atas
sajadah, tetapi yang namanya takwa itu adalah juga ketika beraktivitas, ketika di kantor, ketika di
meja perundingan dan ketika melakukan berbagai macam perbuatan. Takwa semacam inilah yang
mampu menjadi control yang paling efektif. Takwa seperti ini hanya mungkin tercapai jika para
manajer bersama- sama dengan para karyawan, melakukan kegiatan-kegiatan ibadah secara intensif.
Intinya adalah bagaimana menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Itu disebut dengan
control yang sangat kuat, yang berasal dari dalam diri dan bukan semata-mata dari luar.
Kedua, suatu pengawasan akan lebih efektif kalau sistem peng- awasan itu dilakukan juga dari
luar diri. Sistem pengawasan itu dapat terdiri dari mekanisme pengawasan dari pimpinan yang
berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas
dengan perencanaan tugas, dan lainlain.
Sistem pengawasan yang baik tidak bisa dilepaskan dari pemberian punishment (hukuman) dan
reward (imbalan). Jika karyawan melakukan pekerjaannya dengan baik, maka karyawan tersebut
sebaiknya diberi reward. Bentuk reward itu tidak mesti berbentuk materi, tapi bisa pula dalam
bentuk pujian, penghargaan yang diutarakan di depan karyawan lain atau bahkan promosi (baik
promosi belajar maupun promosi naik pangkat/jabatan).
Jika karyawan melakukan pekerjaannya dengan berbagai kesalahan bahkan sampai merugikan
perusahaan, maka karyawan tersebut sebaiknya diberi punishment. Bentuk punishment juga
bermacam-macam, dimulai dari teguran, peringatan, skors, bahkan sampai pemecatan (resign).
Reward dan Punishment ini merupakan mekanisme pengawasan yang sangat penting.
2Marhum Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Mukhtarul Ahaadits wa Al-Hukmu al- Muhammadiyyah (Surabaya: Daar an-
Nasyr al-Misriyyah), hlm. 4.
vi
Ada satu hal yang harus dipahami oleh manajer, yaitu pengawasan akan terjadi dengan baik jika
masing-masing manajer berusaha memberikan contoh yang terbaik bagi bawahannya. Bagaimana
mungkin bawahan akan baik, jika pimpinannya tidak menjadikan dirinya sebagai figur-figur yang
patut dijadikan contoh oleh bawahan.
3 Ibid, h. 159.
4 Ahmad Ibrahim Abu Sin, Manajemen Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 185-186.
vii
mengawasi kinerja pemerintah (melalui pelbagai departemen), bagaimana departemen
tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat, mendengarkan keluhan rakyat, dan
bagaimana penyelesaiannya. Dan di zaman modern ini lembaga ini dikenal dengan nama
“The Ombudsman”5 yang sudah banyak dijalankan oleh negaranegara maju.
2. Membuka diri untuk kepentingan rakyat (open house) → teknik in dilakukan oleh khalifah
Umar r.a untuk memberi contoh (keteladanan) bagi pegawai dan pejabatnya untuk
membuka diri, membuka pintu rumahnya bagi rakyat yang membutuhkan pertolongannya.
Begitu konsennya khalifah dengan open house ini sampai-sampai beliau berkata kalau ada
pejabat atau pegawai yang menutup pintu dari kepentingan rakyat, maka beliau akan
membakar rumah tersebut.
3. Pengawasan publik → pengawasan ini dilakukan oleh masyarakat yang bersumber dari
ayat al-Qur’an berrikut:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung.
(QS. AliImran; 104).
ketiga, tawa shoubil marhamah ( )صا َ َو ِ ِِة ََِ ص َِ ص ص ِٱ ص صاو. Perhatikan Surah Al-Balad: 17,
Surah Al-'Ashr: 3.
1. Tawa shoubil haqqi (saling menasihati atas dasar kebenaran dan norma yang jelas).
viii
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran ....” (QS. Al-Ashr; 3)
Tidak mungkin pengendalian akan berlangsung dengan baik jika normanya tidak jelas. Norma
dan etika harus jelas. Norma dan etika itu sifatnya bukan individual, tetapi harus disepakati
bersama dengan aturan-aturan main yang jelas. Sebagai contoh, disepakati bahwa semua
pegawai masuk kantor pukul 08.00 WIB dan keluar kantor pukul 17.00 WIB. Jika seseorang itu
mendapatkan tugas tertentu keluar kota, maka akan mendapatkan SPJ tertentu dengan
ketentuan-ketentuan yang konkret dan ketentuan-ketentuan yang jelas. Inilah yang disebut tawa
shoubil haqqi.
Pada umumnya, manusia sering mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Oleh
karena itu, diperlukan tawa shoubis shobri, atau berwasiat dengan kesabaran. Koreksi yang
diberikan harus berulang-ulang. Jangan menganggap bahwa mengoreksi kesalahan itu cukup
sekali. Di sinilah pentingnya kesabaran tersebut.
“dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar
dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (QS. Al-Balad: 17)
Hal ini ditetapkan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Balad: 17 yang artinya adalah saling
berwasiat atas dasar kasih sayang. Tujuan melakukan pengawasan, pengendalian dan koreksi
adalah untuk mencegah seseorang jatuh terjerumus kepada sesuatu yang salah. Tujuan lainnya
adalah agar kualitas kehidupan terus meningkat. Inilah yang dimaksud dengan tausiyah, dan
bukan untuk menjatuhkan.
F. Mekanisme Pengawasan
Mekanisme pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengawasan langsung. Jika misalnya
seseorang ditunjuk untuk menjabat sebagai manajer di suatu perusahaan, maka pemilik perusahaan
mengirim orang untuk mengawasi langsung gerak-geriknya. Inilah yang disebut pengawasan
langsung.
Pengawasan yang sifatnya langsung memang pengawasan yang semestinya dilakukan pada
orang-orang baru, bukan pada orang-orang lama Kalau orang lama yang sudah teruji
kepercayaannya, amanahnya masih juga diawasi dengan cara mengirim orang lain mengawasi
langsung gerak-geriknya, maka akibatnya akan kurang baik.
Untuk orang lama, ada mekanisme pengawasan yang lebih elegan Misalnya dengan pelaporan yang
jelas, di mana semuanya tercatat terukur, bisa terkontrol dengan baik, dan ada alat-alat ukurnya.
Mekanisme kontrol dapat dilakukan dengan cara Pengawasan langsung bagi orang (pegawai)
baru dan sistem pelaporan bagi orang lama. Pengawasan terhadap orang yang sifatnya langsung,
sangat memerlukan pengawas-pengawas yang tegas tapi humanis. Ada peng- awas yang
menganggap bahwa orang yang diawasi itu selalu harus dicurigai Akibatnya bukan perkembangan
karyawan yang terjadi, tetapi ketidaknyamanan suasana yang jika berlarut-larut akan menimbulkan
konflik yang serius. Meskipun sebenarnya orang yang diawasi itu punya potensi, tapi karena yang
mengawasi itu tidak memberikan kesempatan terlebih dahulu, maka yang terjadi jauh dari yang
diharapkan. Oleh karena itu, faktor pengawas juga ikut menentukan.
Contoh yang terdekat adalah di Negara Jiran Malaysia. Di Malaysia, orang terbiasa antre di
mana-mana, karena sistem dan aturannya harus antre. Artinya bahwa sebenarnya sistem itu harus
dibangun bersama- sama dengan membangun orang atau SDMnya. Jika orang korupsi harus
dihukum. Jika orang ketahuan mengedar narkoba, maka orang itu dihukum mati. Jika orang
melakukan kegiatan yang merugikan bagi masyarakat, dia segera dihukum tidak boleh bebas. Itulah
hal-hal yang harus dilakukan. Sehingga, sistem itu jalan dengan sendirinya dengan didukung oleh
orang-orang yang baik. Di beberapa negara yang sudah maju, orang-orang akan malu melanggar
aturan, karena akan diperhatikan oleh semua orang.
x
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengawasan dalam pandangan islam di lakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi
yang salah dan membenarkan yang hak, tujuan utama pengawasan yaitu mengusahakan supaya
apa yang di rencanakan menjadi kenyataan.
B. Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini masih banyak
kekurangan serta kesalahan-kesalahan baik itu tata cara penulis ataupun pembahasan di
dalamnya. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca sekalian demi
tersempurnanya makalah kami. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mannan. Membangun Islam Kaffah (Jakarta: Madina Pustaka, 2000).hlm. 152.
Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 302.
Ahmad Ibrahim Abu Sin, Manajemen Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 185-186.
xii
xiii