Anda di halaman 1dari 7

KEIMANAN DAN KETAQWAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1) Mempelajari konsep keimanan dalam Islam
2) Mempelajari konsep ketaqwaan
3) Mempelajari hubungan antara iman dan taqwa
B. URAIAN MATERI
1. Keimanan
Iman merupakan pondasi dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu dalam perspektif ajaran Islam
manusia digolongkan berdasarkan keimanannya, yaitu menjadi golongan kafir dan mukmin. Kesahihan dan
ketajaman dalam memahami dan mencermati konsep tentang iman mempunyai relevansi dalam memahami
dan mencermati serta mengimplementasikan nilai-nilai Ilahiah dalam kehidupan manusia.
Iman yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah iman dalam pengertian istilah, yaitu kata yang
mempunyai pegertian khusus. Untuk memahami dalam pengertian iman dalam ajaran Islam dilakukan
dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang redaksionalnya terdapat kata iman. Atau kata lain
yang dibentuk dari kata tersebut yaitu amina, yu’manu, amanan yang berarti percaya. Didalam surat al-
Baqarah ayat 165 disebutkan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah
(asyaddu hubban lillah ).
Berdasarkan redaksi ayat tersebut iman identik dengan asyaddu hubban lillah. Hub artinya
kecintaan atau kerinduan. Asyaddu hubban berarti sikap yang menunjukkan kecintaan atau kerinduan luar
biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap Allah. Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman adalah sikap
atau attitude, yaitu kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap
Allah. Orangorang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya
kepada Allah. Iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan
dengan amal perbuatan. Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan,
dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, maka iman yang dimaksud
adalah iman dalam arti yang positif. Contoh : surat al-Baqarah :165.
َ‫َّ َِِّ اا بُح َُّ َد َش َان َنماَن ََنيِ َّذلا‬

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” ( QS. al-Baqarah: 165)
Jika iman diartikan percaya, maka ciri-ciri orang-orang yang beriman tidaka ada yang
mengetahuinya kecuali Allah, karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah. Karena pengertian iman
yang sesungguhnya adalah meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman
akan dapat diketahui, antara lain:
a. Tawakkal
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah (al-Qur’an) kalbunya terangsang untuk melaksanakannya.
Seperti dinyatakan antara lain pada surat al-Anfal:2 Allah berfirman:
ََۙ‫تَۙ َعلَ ْي ِه ْم َٰۙا ٰيتُهٗ َۙزَا َد ْت َۙهُ ْمَۙاِ ْي َمانًاَۙ َّوع َٰلىَۙ َربِّ ِه ْمَۙيَتَ َو َّكلُوْ ن‬
ْ َ‫تَۙقُلُوْ بُهُ ْمَۙ َواِ َذاَۙتُلِي‬ ٰ ٰ ‫اَۙال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ َۙالَّ ِذ ْينَ َۙاِ َذاَۙ ُذ ِك َر‬
ْ َ‫َّۙللاَُۙ َو ِجل‬ ْ ‫اِنَّ َم‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,” ( QS. al-Anfal : 2)
Tawakkal berarti senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang diperintahkan oleh Allah.
Dengan kata lain, orang yang bertawakkal adalah orang yang menyandarkan berbagai aktifitasnya pada
Allah. Seorang mukmin, apabila makan bukan didorong oleh perutnya yang lapar, akan tetapi karena sadar
akan perintah Allah “makanlah dan minumlah” al-Baqarah :187. Seseorang yang makan dan minum karena
didorong oleh perasaan lapar atau haus, maka mukminnya adalah mukmin batil, karena perasaanlah yang
menjadi pengeraknya.

b. Mawas Diri
Pengertian mawas di sini dimaksudkan agar seseorang tidak terpengaruh oleh berbagai kasus dari
manapun datangnya, baik dalam kalangan jin dan manusia, bahkan juga datang dari dirinya sendiri. ( suarat
al-Nas/114: 1-3. Mawas diri yang berhubungan dengan alam pikiran, yaitu bersikap kritis dalam menerima
informasi. Terutama dalam memahami nilai-nilai dasar keislaman. Hal ini diperlukan, agar terhindar dari
berbagai fitnah seperti dinyatakan di dalam surat Ali Imran/3: 7. Atas dasar pemikiran tersebut, hendaknya
seseorang tidak terlebih dahulu menyatakan sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih dahulu
permasahannya, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur’an antara lain surat al-Isra’/17: 36, Allah
berfirman:

ٰٰۤ ُ ُ
َۙ‫ولىِكََۙ َكانَ َۙ َع ْنهَُۙ َمسْـُوْ ًَل‬ ‫ص َرَۙ َو ْالفُؤَادََۙكلُّ َۙا‬
َ َ‫ْسَۙلَكََۙبِ ٖهَۙ ِع ْل ٌمَۙۗاِ َّنَۙال َّس ْم َعَۙ َو ْالب‬
َ ‫َو َََۙلَۙتَ ْقفُ َۙ َماَۙلَي‬
Artina: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” ( QS.
al-Isra’ :36)

c. Optimis
Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi kadang-kadang mengalami berbagai
rintangan dan tantangan yang memerlukan pemecahan dan jalan keluar. Jika suatu tantangan atau
permasalahan tidak dapat diselesaikan segera, tantangan tersebut akan semakin menumpuk. Jika seseorang
tidak dapat mengahadapi dan menyelesaikan suatu tantangan dan permasalahan, maka orang tersebut telah
dihinggapi penyakit psikhis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan, antara lain frustasi, nervous, depresi
dan lain sebagainya. Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk selalu bersikap optimis
karena pada hakikatnya tantangan, cobaan, merupakan pelajaran bagi setiap mausia. Hal tersebut
dinyatakan dalam surat al-Insyrah ayat 5-6.
Jika seseorang telah merasa melaksanakan sesuatu perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah
perlu memikirkan bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah merupakan akibat dari suatu perbuatan.
Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang hidupnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin,
adalah orang yang merugi dan jika hidupnya sama dengan hari kemarin berarti tertipu, dan yang bahagia
adalah orang yang hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jika optimisme merupakan suatu sikap
yang tercela. Sikap ini seharusnya tidak tercermin pada diri mukmin. Hal ni seperti dinayatakan dalam surat
Yusuf: 87. Sikap putus asa atau yang searti dengan kata tersebut hanya dimiliki orangorang kafir.
d. Menepati Janji.
Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang, sebaliknya ingkar janji adalah suatu
pengkhianatan. Himbauan untuk menepati janji dinyatakan antara lain dalam QS surat al-Maidah :1.

َۙ‫ٰيٰٓاَيُّهَاَۙالَّ ِذ ْينَ َٰۙا َمنُ ْٰٓواَۙاَوْ فُوْ اَۙبِ ْال ُعقُوْ ۗ ِدَۙ ُد‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, baik dengan sesama manusia maupun dengan
Allah. Seseorang mukmin adalah orang yang telah berjanji untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan
kehendak Allah. Seorang suami misalnya, ia telah berjanji untuk bertanggung jawab terhadap isteri dan
anak-anaknya. Sebaliknya istiripun demikian. Seorang mahasiswa ia telah berjanji untuk mengikuti
ketentuan-ketentuan yang berlaku di lembaga pendidikan dimana ia belajar, baik yang bersifat administratif
maupun akademis. Seorang pemimpin berjanji untuk mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Janji
terhadap lingkungan berarti memenuhi dan memelihara apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya, agar
tetap bermanfaat dan berhasil guna.

e. Tidak Sombong
Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela yang membahayakan
diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya. Seorang yang telah merasa dirinya pandai, karena
kesombongannya akan berbalik menjadi bodoh lantaran malas belajar, tidak mau bertanya kepada orang
lain yang dianggapnya bodoh. Karena ilmu pengetahuan itu amat luas dan berkembang terus, maka orang
yang merasa telah panadai, jelas menjadi bodoh. Al-Qur’an surat al-Lukman: 18. menyatakan suatu
larangan terhadap sikap dan sifat yang sombong firman Allah :

ٰ ٰ ‫ضَۙ َم َرح ًۗاَۙاِ َّن‬


َۙ‫َّۙللاَ َََۙلَۙيُ ِحبُّ َۙ ُكلََّۙ ُم ْختَا ٍلَۙفَ ُخوْ ٍر‬ ْ ِ‫شَۙف‬
ِ ْ‫ىَۙاَلَر‬ ِ َّ‫صعِّرْ َۙ َخ َّدكََۙلِلن‬
ِ ‫اسَۙ َو ََلَۙتَ ْم‬ َ ُ‫َو ََلَۙت‬
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri.” ( QS.Lukman: 18).

f. Pembinaan Iman
Kata pembinaan menurut etimologi berasal dari kata “bana” yang berarti membangun, sedangkan
kata binaan berarti pembangunan. Membangun sesuatu yang sama sekali belum ada menjadi ada, atau yang
telah ada. Dibongkar kemudian dibagun ulang, atau mengembangkan dari yang telah ada. Apabila iman
diartikan sebagai pandangan dan sikap hidup, maka pembinaan iman berarti membina manusia seutuhnya.
Seperti halnya cinta timbul melalui proses, diawali dan saling mengenal, kemudian meningkat menjadi
senang, rindu yang diikuti oleh berbagai konsekuensi, demikian pula halnya dengan iman. Iman itu
terbentuk melalui proses. Seluruh faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia sejak ia masih dalam
kandungan sampai saat di mana seseorang berada, akan berpengaruh kepada keimanannya.
Manusia lahir melalui tahapan. Proses kelahiran manusia diawali dengan nutfah (spermatozoid)
yang diproduksi oleh organ laki-laki. Setelah bertemu dengan buwaidlah (ovum) dalam rahim wanita,
nutfah tersebut kemugkinan meningkat menjadi ‘alaqh (semacam darah yang menggumpal, selanjutnya
menjadi mudghah ( semacam atau semacam gumpalan daging). Selanjutnya dilengkapi dengan tulang
belulang dengan berbagai organ. Setelah organ bilogisnya lengkap, roh dimasukkan ke dalamnya, dan pada
saatnya, dan pada saatnya sang bayi lahir. Kelahiran bayi tersebut akan sempurna apabila proses demi
proses dilalui dengan baik. Proses tersebut bukan saja hanya menyangkut organis biologis semata, akan
tetapi juga menyangkut fisik dan psikis.
Spermatozoid dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas prinsip ajaran Allah merupakan
benih yang baik. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil akan mempengaruhi jiwa yang
yang dikandungnya. Istiri yang sedang mengandung tidak terlepas dari pengaruh suaminya. Karena itu,
secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami yang akan berpengaruh terhadap fisik maupun
psikis janin yang ada dalam kandungan sang ibu. Oleh karenanya, jika seseorang menginginkan anaknya
kelak menjadi mukmin, maka suami istiri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang
diperintahkan Allah.
Pada dasarnya, seorang anak lahir tidak mempunyai ilmu. Ia hanya dilengkapi dengan pembawaan
yaitu pendengaran, penglihatan dan sarana inderawi lainnya. Dari sarana itu manusia mampu menanggapi
informasi dan pengaruh yang ada dilingkungannya. Segala sesuatu yang ada di lingkungannya itulah yang
selanjutnya turut mempengaruhi sikapnya. Fitrah ilahiyah yang dibawanya sejak dalam rahim, memerlukan
pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif,
besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap
seseorang akan mengarahkan kepribadian seseorang, baik pengaruhnya yang datang dari lingkungan
keluarga, masyarakat, pendidikan maupun lingkungan lain, termasuk benda-benda mati, seperti cuaca,
tanah, air dan lingkungan flora serta fauna.
Seseorang yang sejak lahir hidup dilingkungan hutan maka corak kepribadian yang mewarnai
dirinya adalah kepribadian manusia hutan. Geraknya untuk menanggulangi likuliku hidup di hutan amat
lincah dan terampil. Pengaruh pendidikan keluarga, baik langsung maupun tidak, disengaja maupun yang
tidak, amat berpegaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa
mmeberikan contoh dan tauladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk(tercela)
akan ditiru oleh anak-anak. Dalam hal ini Nabi bersabda, setiap anak lahir membawa fitrah, orang tuanyalah
yang berperan untuk menjadikan Yahudi, Nasrani, Majusi atau Muslim.
Pada dasarnya proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan, yang
sekaligus diiringi dengan latihan pengamalan, kemudian meningkat menjadi senang. Mengenai ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah dan
tidak pula mempraktekkan maka orang tersebut tidak mungkin akan beriman kepada-Nya. Jika seseorang
tidak mengenal dan mempelajarinya (al-Qur’an) maka tidak mungkin ia menjadi mukmin.
Kenal ajaran Allah tidak menjamin seseorang pasti beriman bahkan mungkin kebalikannya,
seseorang akan membencinya. Hal ini seperti dinyatakan dalam surat al-Baqarah: 146. Bahwa orang Yahudi
itu mengenal Nabi Muhammad berarti kenal dengan al-Qur’an, Allah berfirman :

َۙ‫ ََّۙ َوُُ ْمََۙۙيَ ْعلَ ُموْ َن‬ ْ َ‫ْرفُوْ نَ َۙاَ ْبن َٰۤا َءُُ ْمََۙۗۙ َواِ َّنَۙفَ ِر ْيقًاَۙ ِّم ْنهُ ْمَۙلَيَ ْكتُ ُم ْوَۙن‬
َّ ‫َۙال َح‬ ِ ‫ْرفُوْ نَهٗ َۙ َك َماَۙيَع‬
ِ ‫بَۙيَع‬ ْ ‫اَلَّ ِذ ْينَ َٰۙاتَ ْي ٰنهُ ُم‬
َ ‫َۙال ِك ٰت‬
Artinya: “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri AlKitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara
mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui”.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin yaitu manusia yang bertaqwa kepada
Allah, maka ajaran Allah yaitu al-Qur’an harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan
anak dari tingkat verbal yaitu tulis baca sampai dengan tingkat pemahamannya. Disamping proses
pengenalan, maka proses pembiasaan juga perlu diperhatikan karena dari pembiasaan, seseorang yag
semula benci bisa berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah danm menjauhi hal-halyang menjadi larangannya, agar setelah dewasa nanti menjadi
senang dan trampil melaksanakan ajaran-jaran Allah.

2. Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan


Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid
teoritis dan tauhid praktis12. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan
Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan
kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid
teoritis adalah pengakuanyang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud mutlak, yang menjadi
sumber semuawujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amalibadah manusia.
Tauhid praktis merupaka terapan dari tauhid teoritis. Kalimat La Ilahaillallah (tidak ada Tuhan selain Allah)
lebih menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada
Allah dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah
semata dengan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.

3. Implementasi Iman dan Taqwa dalam Kehidupan Modren.


Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan,
fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam
pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan
lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan
bertaqwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaha illa Allah, (Aku
bersaksibahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah
dan meninggalkan segala larangan-Nya.

4. Peran Iman dan Taqwa dalam menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modren

Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok
manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1) Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda. Orang yang beriman hanya percaya pada
kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan prtolongan, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka
tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan
demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang
kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan
pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah
surat al-al-Fatihah 1-7.
2) Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut. Takut menghadapi maut menyebabkan manusia
menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karenatakut
menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan
orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS. al-Nisa : 78.

ٍ ْ‫تَۙ َولَوْ َۙ ُك ْنتُ ْمَۙفِ ْيَۙبُرُو‬


َۙ‫جَۙ ُّم َشيَّ َد ٍة‬ ْ ‫اَ ْينَ َۙ َماَۙتَ ُكوْ نُوْ اَۙيُ ْد ِر ْك ُّك ُم‬
ُ ْ‫َۙال َمو‬

Artinya: “(Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh”.

3) Iman menanamkan sikap “self helf” dalam kehidupan. Rezeki atau mata pencaharian memegang
pernana penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena
kepentingan kehidupannya, kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual
kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepetingan materi. Pegangan orang
beriman dalam hal ini adalah firman Allah dalam QS. Hud: 6.

ٍ ‫َۙر ْزقُهَاَۙ َويَ ْعلَ ُمَۙ ُم ْستَقَ َّرَُاَۙ َو ُم ْستَوْ َد َعهَاََۙۗۙ ُكلٌَّۙفِ ْيَۙ ِك ٰت‬
َۙ‫بَۙ ُّمبِ ْي ٍن‬ ٰ ٰ َ ‫عل‬
ِ ِ‫ىَّۙللا‬ ََۙ َۙ‫ضَۙاِ ََّل‬ ْ ِ‫َو َماَۙ ِم ْنَۙد َٰۤابَّ ٍةَۙف‬
ِ ْ‫ىَۙاَلَر‬

Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

4) Iman memberikan ketenteraman jiwa. Sering kali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang
oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram
(mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah) seperti dijelaskan firman Allah dalam Q.S. al-Ra’du : 28.

ُ ْ‫َۙالقُلُو‬
َۙ‫ب‬ ٰ ٰ ‫َّۙللاََِۙۗۙاَ ََلَۙبِ ِذ ْك ِر‬
ْ ‫َّۙللاَِۙت‬
ْ ‫َط َم ِى ُّن‬ ٰ ٰ ‫َط َم ِى ُّنَۙقُلُوْ بُهُ ْمَۙبِ ِذ ْك ِر‬
ْ ‫الَّ ِذ ْينَ َٰۙا َمنُوْ اَۙ َوت‬
Artinya:“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.”

5) Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah). Kehidupan manusia yang baik adalah
kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini
dijelaskan Allah dalam Q.S al-Nahal: 97.

َۙ‫صالِحًاَۙ ِّم ْنَۙ َذ َك ٍرَۙاَوْ َۙاُ ْن ٰثىَۙ َوُ ُ َوَۙ ُم ْؤ ِم ٌنَۙفَلَنُحْ يِيَنَّهٗ َۙ َح ٰيوةًَۙطَيِّبَةًَۙ َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْمَۙاَجْ ََۙرُُ ْمَۙبِاَحْ َس ِنَۙ َماَۙ َكانُوْ اَۙيَ ْع َملُوْ َن‬
َ َۙ‫َم ْنَۙ َع ِم َل‬

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.”

6) Iman melahirkan ikhlas dan konsekuen. Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat
dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan
apa yang telah dikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman
pada firman Allah Q.S. al-An’am :162.
ََۙ‫َۙال ٰعلَ ِم ْين‬ ٰ ٰ ِ ‫يَۙ َو َم َماتِ ْي‬
ْ ِّ‫َۙلِلَِۙ َرب‬ َ َۙ‫قُلْ َۙاِ َّن‬
َ ‫ص ََلتِ ْيَۙ َونُ ُس ِك ْيَۙ َو َمحْ يَا‬

Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam”

7) Iman memberikan keuntungan.


Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah membimbing dan mengarahkan
pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang-orang yang
beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 5
ٰٰۤ ُ ٰٰۤ ُ
ْ ‫ولىِكََُُۙ ُم‬
َۙ‫َۙال ُم ْفلِحُوْ َن‬ ‫ولىِكََۙع َٰلىَُُۙدًىَۙ ِّم ْنَۙ َّربِّ ِه ْمََۙۙ َوا‬ ‫ا‬
Artinya: “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orangorang
yang beruntung.”

8) Iman mencegah penyakit Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis
tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.Jika karena pengaruh tanggapan, baik indra maupun
akal, terjadi perubahan fisiologis tubuh (keseimbangan terganggu), seperti takut, marah, putusasa, dan
lemah, maka keadaan ini dapat dinormalisir kembali oleh iman. Oleh karena itu orang-orang yang
dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkena penyakit modern, seperti darah tinggi, diabetes, dan
kanker.
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar
kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan
perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk
masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera.

C. SOAL UJI KOMPETISI


1. Jelaskan pengertian iman?
2. Jelaskan sikap-sikap yang dimiliki oleh orang beriman?
3. Jelaskan proses membanguan keimanan?
4. Bagaimana hubungan antara iman dan taqwa menurut anda?
5. Bagaimana menurut anda iman dan taqwa mengatasi problem manusia modern?

Anda mungkin juga menyukai