Anda di halaman 1dari 44

IMPLEMENTASI IMTAQ DALAM KEHIDUPAN MODERN

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Agama Islam (PAI 78) yang diampu Oleh:

MAKALAH
IMPLEMENTASI IMTAQ DALAM KEHIDUPAN MODERN

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Agama Islam (PAI 78) yang diampu Oleh:
DR. MUHTAR GOZALI, M.Pd.I
Disusun Oleh:

Rizkhy Permata Hartindya : 150210101085


Eka Apriliana : 150210101103
Dinda Maharani Widodo : 160210101011
Ruly Herlina : 160210101028

MATA KULIAH
MATA KULIAH WAJIB UMUM
UNIVERSITAS JEMBER
MARET 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia –NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pendidikan agama
islam yang berjudul “IMPLEMENTASI IMTAQ DALAM KEHIDUPAN
MODERN” dengan baik. Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan
dukungan dari berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang
terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun didalam pembuatannya kami
menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu  pengetahuan dan  keterampilan yang
dimiliki.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak DR. MUHTAR GOZALI, M.Pd.I selaku dosen pengampu Pendidikan Agama
Islam . Dan juga kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan dan
dorongan kepada kami. Kami menyadari  bahwa dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
kami butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga
apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman – teman dan
pihak yang berkepentingan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
1. Apa dan siapa Tuhan, bagaimana manusia mengenal Tuhan,.................................1
A. Pendahuluan...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. PEMBAHASAN......................................................................................................1
D. KESIMPULAN.......................................................................................................8
2. Konsep dan Filsafat Ketuhanan dalam Islam..........................................................10
A. PENDAHULUAN.................................................................................................10
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................10
C. PEMBAHASAN....................................................................................................10
D. KESIMPULAN.....................................................................................................20
3. KEIMANAN DAN KETAKWAAN DALAM ISLAM................................................21
A. Pendahuluan.........................................................................................................21
B. Rumusan masalah.................................................................................................21
C. Pembahasan..........................................................................................................22
D. Kesimpulan...........................................................................................................30
4. Implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern..........................................32
A. Pendahuluan............................................................................................................32
B. Rumusan masalah....................................................................................................32
C. Pembahasan.............................................................................................................32
D. Kesimpulan..............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................42

iii
1. Apa dan siapa Tuhan, bagaimana manusia mengenal Tuhan,

A. Pendahuluan
Iman kepada Allah Swt merupakan konsep dasar seseorang meyakini,
mempercayai tentang apa, siapa dan bagaimana manusia mengenal Tuhan sang
Pencipta alam semesta. Hal ini merupakan pondasi dasar keberagamaan seseorang
sehingga itu setiap mahasiswa perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang hal ini.
Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya
merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun
kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa
eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan
untuk mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu Nampak di depan
kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada. Sedangkan yang dimaksud
dengan transendensi pada eksistensi manusia merupakan sifat yang nampak
secara langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia, bukan hanya
sekedar tubuh yang nampak dalam ruang dan waktu bersama “ada” yang lain,
namun manusia adalah makhluk yang dapat melampaui dirinya melebihi dari
batas ruang dan waktu dalam kesadarannya. Keberadaan kebutuhan untuk
mengerti merupakan modus yang paling jelas dari transendensi kesadaran
manusia. Termasuk dalam kesadaran ini adalah bahwa manusia selalu terdorong
untuk selalu mempertanyakan hakikat dirinya dan dunianya. Karena hal inilah
kemudian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai dari mana ia dan dunianya
berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan ini akan bermuara pada wilayah
mengenai eksistensi Tuhan.
B. Rumusan Masalah
Apa dan siapa Tuhan, bagaimana manusia mengenal Tuhan ?
C. PEMBAHASAN
SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN

1
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah
konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah
maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman
batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori
yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama
kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock dan Javens1.

SIAPAKAH TUHAN ITU


Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai
untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan
manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 232,

‫َأض لَّهُ اللَّهُ َعلَ ٰى ِع ْل ٍم َو َختَ َم َعلَ ٰى مَسْعِ ِه‬


َ ‫َواهُ َو‬ ‫خَّت ِإهَٰل‬
َ ‫ت َم ِن ا َ َذ َهُ ه‬
َ ْ‫َرَأي‬
َ ‫َأف‬
‫ َب ْع ِد اللَّ ِه ۚ َأفَاَل تَ َذ َّك ُرو َن‬ ‫ص ِر ِه ِغ َش َاوةً فَ َم ْن َي ْه ِدي ِه ِم ْن‬
َ َ‫َل َعلَ ٰى ب‬
َ ‫ع‬ ‫ج‬
َ ‫و‬
َ
ِ ِ‫و َق ْلب‬
‫ه‬ َ
yaitu: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran?” Dalam QS 28 (Al-Qashash):38,

1
Rezky Fauzi Amir, diakses dari http://rezkyfausi.blogspot.com/2012/12/konsep-ketuhanan-dalam-
islam.html, pada tanggal 12 Maret 2019.
2
Pramana Ammanullah, dkk, diakses dari
https://www.academia.edu/37425086/Contoh_Makalah_Konsep_Ketuhanan_Dalam_Islam, pada
tanggal 12 Maret 2019

2
‫ت لَ ُكم ِّم ْن ِإٰلٍَه َغرْيِ ى فَ َْأوقِ ْد ىِل يَ َٰٰه َٰم ُن‬ ِ ِ َ َ‫وق‬
ُ ‫ال ف ْر َع ْو ُن ٰيََٓأيُّ َها ٱلْ َمُأَل َما َعل ْم‬ َ
‫وس ٰى َوِإىِّن َأَلظُنُّهُۥ ِم َن‬ ِ ٰ‫ِ ِإ ِإ‬ ِ ِّ‫ٱلط‬ ‫َعلَى‬
َ ‫ص ْر ًحا لَّ َعلِّىٓ َأطَّل ُع ىَل ٰ ٓ لَه ُم‬
َ ‫ٱج َعل ىِّل‬
ْ َ‫ني ف‬
ِٰ
َ ِ‫ٱلْ َكذب‬
‫ني‬
“Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian
buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat
Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk “
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan Allah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja).
Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad:
ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan
nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat3.
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-
Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di
dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat
memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang
ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah
memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah: yang dipuja dengan
penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya,
takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada
3
Pramana Ammanullah, dkk, diakses dari
https://www.academia.edu/37425086/Contoh_Makalah_Konsep_Ketuhanan_Dalam_Islam, pada
tanggal 12 Maret 2019

3
dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang
dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak
mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti
ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis
pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau
angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha
illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak
ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal
itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam
Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu
Tuhan, yaitu Allah.
Manusia Mengenal Tuhan-Nya
Untuk membuktikan keberadaan Allah swt, paling tidak digunakan tiga dalil
(bukti) yang bisa mendukung dan menguatkan bahwa Allah swt itu ada. Dalil
itu adalah dalil Naqli, Aqli dan Fitrah. Ini juga sebagaimana penegasan Allah
di dalam al-Qur’an sendiri4:

ِ ‫اق ويِف َأْن ُف ِس ِهم حىَّت يتَبنَّي َ هَلُم َأنَّهُ احْل ُّق َأومَل ي ْك‬ ِ ‫ِ يِف‬ ِ
‫ف‬ َْ َ َ ْ ََ َ ْ َ َ‫َسنُ ِريه ْم ءَايَاتنَا اآْل ف‬
‫ك َأنَّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِهي ٌد‬ َ ِّ‫بَِرب‬
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi
kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. Fushilat
(41): 53)
4
Agus Miswanto, MA, diakses dari http://agusnotes.blogspot.com/2008/09/bab-v-marifatul-mabda-
pengetahuan.html, pada tanggal 12 Maret 2019.

4
 Dalil Fitrah
Manusia sejak masih berada dalam alam ruh (arwah) telah ditanamkan
benih iman, kepercayaan dan penyaksian (syahadah) terhadap keberadaan
Allah swt. Dalam QS al-A’raf (7): ayat 172 Allah menegaskan

ِ ِ ِ ِ َ ُّ‫وِإ ْذ َأخ َذ رب‬


ُ ‫ك م ْن بَيِن ءَ َاد َم م ْن ظُ ُهو ِره ْم ذُِّريََّت ُه ْم َوَأ ْش َه َد ُه ْم َعلَى َأْن ُفس ِه ْم َألَ ْس‬
‫ت‬ َ َ َ
ِِ ِ ِ
َ ‫بَِربِّ ُك ْم قَالُوا َبلَى َش ِه ْدنَا َأ ْن َت ُقولُوا َي ْو َم الْقيَ َامة ِإنَّا ُكنَّا َع ْن َه َذا َغافل‬
‫ني‬
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"5. (QS
al-A’raf: 172)
Dalil Aqli
Fitrah bertuhan dalam arti keinginan untuk mengetahui dan mengenal
Allah, yang kemudian didukung oleh akal fikiran yang kritis dan radikal akan
melahirkan kegairahan yang luar biasa untuk menatap dan menguak ayat-ayat

‫سنُ ِري ِهمۡ ءايـٰتِنَا ىِف‬


Allah yang tergelar dalam jagad raya. QS Fushilat (41): 53,
ََ َ
ِ NNNNNNۡ‫َأفَاق وىِف ٓ َأن ُف ِسہِمۡ حىَّت ٰ يتَبنَّي َ هَلُمۡ َأنَّهُ ٱلۡح ُّ‌قۗ َأومَل ۡ يك‬
َ ِّ‫ف بَِرب‬
‫ك َأنَّهُ ۥ‬ ِ ‫ۡٱل‬
َ َ َ ََ َ َ
‫ ُك ِّل َشىۡ ٍ ۬ء َشہِي ٌد‬ ‫َعلَ ٰى‬

5
Agus Miswanto, MA, diakses dari http://agusnotes.blogspot.com/2008/09/bab-v-marifatul-mabda-
pengetahuan.html, pada tanggal 12 Maret 2019.

5
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi
kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?.
Al-Ghasyiah (88): 17-22,
ِ ‫الس م ِاء َكي‬ ِ
)18( ‫ت‬ َ ْ َ َّ ‫) َوِإىَل‬17( ‫ت‬
ْ ‫ف ُرف َع‬ َ ‫َأفَاَل َيْنظُ ُرو َن ِإىَل اِإْل بِ ِل َكْي‬
ْ ‫ف ُخل َق‬
ِ ِ ُ‫َال َكي ف ن‬ِ
‫) فَ َذ ِّك ْر ِإمَّنَا‬20( ‫ت‬
ْ ‫ف ُس ط َح‬ ْ ‫) َوِإىَل‬19( ‫ت‬
ِ ‫اَأْلر‬
َ ‫ض َكْي‬ ْ َ‫ص ب‬ َ ْ ِ ‫َوِإىَل اجْل ب‬
‫) ِإاَّل َم ْن َت َوىَّل َو َك َفَر‬22( ‫صْي ِط ٍر‬ ‫مِب‬
َ ُ ‫ت َعلَْي ِه ْم‬
َ ‫) لَ ْس‬21( ‫ت ُم َذ ِّكٌر‬
َ ْ‫َأن‬
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, dan
langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan,
karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kami
bukanlah orang yang berkuasa atas mereka6.
Al-Waqi’ah (56): 63-72,

ِ َّ ‫) َأَأْنتُ ْم َتْز َرعُونَهُ َْأم حَنْن‬63( ‫َأفَر َْأيتُ ْم مَا حَتْرثُو َن‬
ُ‫) ل َْو نَ َش اء‬64( ‫الزارعُ و َن‬ ُ ُ َ
‫ِإ‬ َّ
ْ )66( ‫) نَّا لَ ُم ْغَر ُم و َن‬65(  ‫جَلَ َع ْلنَاهُ ُحطَ ًام ا فَظَْلتُ ْم َت َفك ُه و َن‬
‫بَل حَنْ ُن‬

‫) َأَأْنتُ ْم َأنزلْتُ ُم وهُ ِم َن‬68( ‫َر َْأيتُ ُم الْمَاءَ الَّ ِذي تَ ْش َربُو َن‬
َ ‫) َأف‬67( ‫وم و َن‬
ُ ‫حَمْ ُر‬
( ‫لَوال تَ ْش ُك ُرو َن‬ ِ
ْ ‫اج ا َف‬
ً ‫ُأج‬
َ ُ‫لَو نَ َش اءُ َج َع ْلنَاه‬
ْ )69( ‫الْ ُم ْزن َْأم حَنْ ُن الْ ُم نزلُو َن‬

6
Agus Miswanto, MA, diakses dari http://agusnotes.blogspot.com/2008/09/bab-v-marifatul-mabda-
pengetahuan.html, pada tanggal 12 Maret 2019.

6
َّ ‫) َأفَر َْأيتُم الن‬70
ُ ُ‫َّار اليِت ت‬
‫) َأَأْنتُ ْم َأنْ َش ْأمُتْ َش َجَرَت َها َْأم حَنْ ُن‬71( ‫ورو َن‬ َ ُ َ
ِ ‫) حَن ن جع ْلناها تَ ْذكِر ًة ومت‬72( ‫الْمْن ِش و َن‬
َ ‫اعا ل ْل ُم ْق ِو‬
‫ين‬ ً ََ َ َ َ َ ََ ُ ْ ‫ُ ُئ‬
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang
menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya7 Kalau Kami
kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur; maka jadilah
kamu heran tercengang. (Sambil berkata).”Sesungguhnya kami benar-benar
menderita kerugian, bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil
apa-apa. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?.
Al-Mulk (67): 30,

ٍ ِ‫َأصبَح َماُؤ ُكم َغورا فَمن يَْأتِي ُكم مِب َ ٍاء َّمع‬
‫ني‬ ‫ِإ‬
َ ًْ ْ َ ْ ‫قُ ْل ََأر َْأيتُ ْم ْن‬
Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah
yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?
Al-Anbiya (21): 30-33,

‫ض َكا َنتَا َر ْت ًق ا َف َفَت ْقنَامُهَا َو َج َع ْلنَا‬


َ ‫األر‬ ِ َّ ‫َروا‬ ِ َّ
ْ ‫الس َم َاوات َو‬
َّ ‫َأن‬ ُ ‫ين َكف‬
َ ‫ََأومَلْ ي ََر الذ‬
‫ض َر َو ِاس َي َأ ْن‬ ِ ٍ ِ ِ
ْ ‫) َو َج َع ْلنَا يِف‬30( ‫م َن الْ َماء ُك َّل َش ْيء َح ٍّي َأفَال يُْؤ منُو َن‬
ِ ‫األر‬

‫اء‬ ‫م‬ ‫الس‬


َّ ‫نَا‬ ‫ل‬
ْ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫و‬ )31 ( ‫ن‬
َ ‫و‬ ‫تَد‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ه‬ َّ
‫ل‬ ‫ع‬ ‫ل‬
َ ‫ال‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ا‬ ‫اج‬ ‫ج‬ ِ‫مَتِي َد هِبِم وجع ْلنَا فِيهَا ف‬
َ َ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َ ُ ُ ً َ ََ َ ْ
ِ ‫هِت‬
َ ‫) َو ُه َو الَّذي َخ‬32( ‫ض و َن‬
‫لَق اللَّْي َل‬ ُ ‫َس ْق ًفا حَمْ ُفوظً ا َو ُه ْم َع ْن آيَا َا ُم ْع ِر‬
ٍ َ‫والنَّها َر والشَّمس والْ َقمر ُكلٌّ يِف َفل‬
)33( ‫ك يَ ْسبَ ُحو َن‬ ََ َ َ ْ َ َ َ

7
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman? Dan telah Kami jadikan di bumi ini
gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama
mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar
mereka mendapat petunjuk. Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap
yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-
tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. Dan Dialah yang telah
menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari

.
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. Renungan manusia dengan

menggunakan akal fikiran yang kritis


disertai dengan pengamatan intuisi yang halus dan tajam pasti akan
membuahkan hasil semakin bertambah kuat keyakinannya (belief)bahwa
sesunggunya jagat raya beserta seluruh isinya ini adalah makhluk Allah, yang
diciptakan oleh sang Maha Pencipta dengan penuh perencanaan dan bertujuan
(QS al-Mukminun (23): 115 dan Ali Imron (3): 191).
D. KESIMPULAN
Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya
merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun
kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa
eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas,
transendensi dan kebutuhan untuk mengerti.

8
2. Konsep dan Filsafat Ketuhanan dalam Islam
A. PENDAHULUAN

Allah adalah tuhan seluruh alam yang menciptakan alam semesta ini.
Seperti kita ketahui, bahwa tuhan tidak tampak secara kasat mata. Namun, kita
bisa mengenali dan meyakini keberadaan tuhan dengan cara melihat ciptaan-
ciptaannya. Tanpa ada yang menciptakan, seluruh dunia dan seisinya tidak akan
ada wujudnya.

Iman kepada Allah SWT adalah dasar dari seseorang mengenal adanya
tuhan. Iman kepada Allah juga merupakan dasar dari seseorang mempercayai
tentang keberadaan tuhan. Hal ini merupakan pondasi keberagamaan seseorang
terutama dalam Islam. Ketika seseorang mempertanyakan tentang keberadaan
tuhan yang tak terlihat, keberagamaan seseorang itu perlu ditanyakan. Oleh
karena itu, kita perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang keberadaan
Tuhan. Maka dari itu, makalah ini ditulis untuk mengetahui dan memahami
keberadaaan tuhan dalam Islam berdasarkan konsep dan filsafat ketuhanan dalam
Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep dan filsafat ketuhanan dalam islam?
C. PEMBAHASAN

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran


manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Sedangkan Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka
dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama
tertentu akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya.

Dalam Quran Surat Al-Jatsiiyah ayat 23 :

9
‫َأضلَّهُ اللَّهُ َعلَى ِعل ٍْم َو َختَ َم َعلَى‬
َ ‫ َه َو ُىه َو‬،ُ‫ت َم ِن اتَّ َخ َذِإلَ َهه‬
َ ْ‫اَ َف َراَي‬

‫ش َاو ًة فَ َم ْن َّي ْه ِديْ ِه ِم ْن َب ْع ِداللَّ ِه‬ ِ ‫وجعل علَى بص ِر ِه‬،‫و َق ْلبِ ِه‬،‫سم ِع ِه‬
َ ‫غ‬، َ َ َ َ ََ َ َ َْ
‫َأفَالَتَ َذ َّك ُر ْو َن‬

Artinya : “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa


nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran?”

Dalam surat Al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh fir’aun untuk
dirinya sendiri:

ُ ‫اعلِ ْم‬
‫ت لَ ُك ْم ِّم ْن ِإلَ ِه غَْي ِرى‬ ُّ َ‫ال فِ ْر َع ْو ُن ي‬
َ ‫اَأي َهاال َْماَل َُم‬ َ َ‫َوق‬

Artinya : “ dan fir’aun berkata : wahai para pembesar aku tidak menyangka
bahwa kalian masih mempunyai tuhan selain diriku”

Contoh ayat diatas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa memberikan


berbagai arti benda, baik abstrak (nafsu atau kehendak hati) maupun benda nyata
(fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah juga bisa berarti
bentuk tunggal. Untuk dapat mengerti definisi Tuhan atau ilah yang tepat,
berdasarkan Al-Quran sebagai berikut :

Tuhan (ilah) adalah sesuatu yang dianggap penting oleh manusia sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Kata ‘dianggap penting’ dapat
diartikan secara luas, didalamnya mengandung arti yang ddipuja, dicintai,

10
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan dan termasuk
sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Adanya kita dan
berbagi makhluk nya Allah berada di bumi ini juga melalui kehendak-Nya. Jika
tanpa kehendak-Nya, kita tidak akan bisa ada di dunia ini dan hidup sampai saat
ini.

Konsep ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang


didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriyah maupun
batiniah, baik yang bersifat pemikiran rasional maupun pengalaman batin. Dalam
literatur sejarah agama, dikenal dengan teori evolusionisme, yaitu teori yang
menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut awalnya dikemukakan oleh Max
Muller, lalu diteruskan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Luboock dan Jevens.
Proses perkembangan pemikiran tentanng Tuhan menurut evolusionisme adalah
sebagai berikut :

a. Dinamisme
Menurut ajaran ini, manusia zaman primitif sudah mengakui ada
kekuatan yang berpengaruh di dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh itu ditujukan pada benda. Baik yang bernyawa ataupun tidak.
Setiap benda memiliki pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif
dan negatif. Kekuatan yang ada pada pengaruh tersebut adalah kekuatan
gaib.
b. Animisme
Animisme adalah kepercayaan yang mempercayai adanya roh dalam
hidupnya. Setiap benda mempunyai roh. Masyarakat primitif mempercayai
bahwa roh sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap selalu hidup, mempunyai rasa serta mempunyai
kebutuhan.
c. Politeisme

11
Politeisme adalah kepercayaan adanta roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut Dewa yang mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu
sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yng bertanggung jawab terhadap angin,
ada juga yang bertanggung jawab masalah air dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Semakin lama, kepercayaan manusai meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Sau bangsa mengakui satu dewa yang disebut sebgai Tuhan,
namun masih mengakui tuhan bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan untuk
satu bangsa disebut dengan Henoteisme.
e. Monoteisme
Kepercayaan henoteisme menjadi monoteisme. Monoteisme ini hanya
mengakui satu tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional.
 Pemikiran Umat Islam
Pemikiran umat islam terhadap tuhan melibatkan beberapa konsepsi
ke-esaan Tuhan, diantaranya konsepsi Aqidah dan konsepsi Tauhid.
a. Konsepsi aqidah
Dalam kamus Al-Munawir secara etimologis, aqidah berakar dari kata
‘aqada-ya’qidu-aqdan ‘aqidatan yang berarti simpul, ikatan perjanjian
dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah yang berarti keyakinan.
Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu
tersimpul kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjanjian. Ada beberapa definisi aqidah antara lain:
1. Istilah aqidah dalam Al-Quran
Dalam Al-Quran tidak terdapat satu ayatpun yang secara literal
menunjuk pada istilah aqidah. Namun, kita dapat menjumapai istilah
ini dalam akar kata yang sama (‘aqada), yaitu ‘aqadat, kata ini
tercantum pada QS. An-nisaa ayat 33;

12
ِ ‫ولِ ُك ٍّل جعلْنَاموالِي ِم َّماَتر َك الْوالِ َد‬
ْ ‫ان َواْل َق َْر ُب ْو َن َوالَّ ِذيْ َن َع َق َد‬
‫ت‬ َ َ َ ََ َ َ َ
‫ص ْيَب ُه ْم اِ َّن اللَّهَ َكا َن َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِه ْي ًدا‬
ِ َ‫اَيْمانُ ٌكم فَاَُتو ٌهم ن‬
ْ ْ ْ َ
Artinya : “bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
ditinggalkan ibu bapak dan kerabat, kami jadikan
pewaris-pewarisnya dan (jika ada) orang-orang yang
kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka beri
kepada mereka bahagiannya, sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu”
2. Ruang lingkup aqidah
Dalam sistematika Hasan al-Banna ruang lingkup
pembahasan aqidah meliputi :
 Iyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan (Tuhan /Allah), seperti wujud Allah,
perbuatan dan lain-lain.
 Nubuwwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rosul, termasuk pembicaraan
mengenai Kitab-Kitab Allah, Mukjizat dan sebagainya.
 Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, jin, iblis,
setan, roh dan lain - lain.
 Sam’iyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya
bisa diketahui lewat sam’iy yakni dalil naqliberupa Al-Quran
dan As-Sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur,
tanda-tanda kiamat, surga neraka, dan sebagainya.

13
3. Sumber aqidah islam
Sumber aqidah Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah artinya
apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Quran dan Rosulullah
dalam sunnahnya wajib diimani, diyakini dan diamalkan. Akal pikiran
bukanlah sumber aqidah, tapi merupakan instrumen yang berfungsi
untuk memahami apa saja yang terdapat dalam kedua sumber tersebut
dan mencoba kalau perlu di buktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Itupun harus didasari oleh
suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai
dengan terbatasnya kemampuan mahluk Allah. Akal tidak dapat
menjangkau masa’il ghabiyah (masalah-masalah ghaib), bahkan akal
tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang terikat oleh ruang dan
waktu.
b. Konsepsi Tauhid
1. Tauhid sebagai poros aqidah Islam
Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan iman kepada wujud
Allah sebagai suatu keharusan fitrah manusia, namun lebih dari itu
memfokuskan aqidah tauhid yang merupakan dasar aqidah dan jiwa
keberadaan Islam. Islam datang disaat kemusyrikan sedang merajalela.
Tak ada yang menyembah Allah kecuali segelintir umat manusia
(pengikut nabi Ibrahim as) dan sisa sisa penganut ahli kitab.
2. Pentingnya tauhid
Tauhid sebagai intisari Isalam adalah esensi peradaban Islam
dan esensi tersebut adalah pengesaan Tuhan, tindakan yang
mengesakan Allah sebagai yang Esa, pencipta yang mutlak dan
penguasa segala yang ada. Keterangan ini adalah bukti yang tak dapat
diragukan lagi bahwa Islam, kebudayaan dan peradaban memiliki
suatu esensi pengetahuan yaitu tauhid.
3. Tingkatan tauhid

14
Tauhid menurut Islam ialah keyakinan teoritis dan tingkah
laku praktis. Dengan kata lain, ketauhidan anatara ketauhidan teoritis
dan ketauhidan praktis tak dapat dipisahkan satu dari yanng lain, yaitu
tauhid bentuk pengetahuan, pernyataan, keyakinan, tujuan dan
kehendak. Dan semua itu terdapat dalam emapat tingkatan atau
tahapan tauhid, yaitu;
a. Tauhid Rububiyah
Secara etimologis kata Rububiyah berasal dari kata rabb yang
mempunyai banyak arti antara lain menumbuhkan,
mengembangkan, mencipta, memelihara, memperbaiki, mengelola,
memiliki dan lain-lain. Secara terminologis tauhid Rububiyah
adalah keyakinan bahwa Allah SWT merupakan Tuhan pencipta
semua makhluk dan alam semesta. Dia-lah yang memelihara
makhluk-Nya dan memberikan hidup serta mengendalikan segala
urusan. Dia yang memberikan manfaat, penganugerahan
kemuliaan dan kehinaan. Tauhid Rububiyah tergambar dalam ayat
Al-Quran antara lain QS. Al-Baqarah 21-22.

َ‫َّاس ا ْعبُ ُد ْو َاربَّ ُك ُم الَّ ِذى خضلَ َق ُك ْم َوالَّ ِذيْ َن ِم ْن َق ْبلِ ُك ْم‬
ُ ‫اَُّي َهاالن‬
‫آء‬ َّ ‫ض فِ َرا ًش َّاو‬
َ ‫الس َم‬ َ ‫اَأْلر‬
ِ
ْ ‫)الَّذى َج َع َل لَ ُك ُم‬21(‫َّقثو َن‬
ْ ‫لَ َعلَّ ُك ْم َتت‬
‫ات ِر ْزقًالَّ ُك ْم‬ ِ ‫َالسمآ ِء مآء فَاَ ْخرج بِ ِه‬
ِ ‫من الثَّمر‬، َّ ‫ن‬ ِ ‫بِنآء واَْنز َل‬
‫م‬
َ َ َ َ َ ً َ َ َ َ ًََ

ً ‫فَالَتَ ْج َعلُ ْوالِلَّ ِه اَنْ َد‬


)22(‫اد َّاواَْنتُ ْم َت ْعلَ ُم ْو َن‬
Artinya : “ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang sebekum kamu, agar kamu
bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebgai hamparan

15
bagimu dan langit sebgai atap dan dia menurunkan air (hujan)
dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-
buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagai Allah padahal kamu
mengetahui”

b. Tauhid Mulkiyah
Kata mulkiyah berasal dari kata malaka. Isim fa’ilnya dapat
dibaca dengan dua macam cara : pertama, malik dengan huruf
mim dibaca panjang; berarti yang memiliki, kedua, malik dengan
huruf mim dibaca pendek; berarti, yang menguasai. Secara
terminologis Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan bahwa
Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang memeiliki dan
menguasai seluruh makhluk dan alam semesta. Keyakinan tauhid
Mulkiyah tersurat dalam ayat Al-Quran sebagai berikut:

‫ك َي ْوِم الدِّيْ ِن‬


ِ ِ‫مال‬
َ
“ Yang menguasai hari pembalasan” (QS. Al-Fatihah : 4)

‫ض َو َمافِ ْي ِه َّن َو ُه َو َعلَى ُك ِّل‬


ِ ‫واَأْلر‬ ِ
ْ ‫الس َم َاوات‬ ُ ‫لِلَّ ِه ُمل‬
َّ ‫ْك‬

‫َش ْي ٍءقَ ِديْر‬


“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang
ada di dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS.
Al-Maidah : 120)

16
c. Tauhid Uluhiyah
Kata Uluhiyah adalah masdar dari kata alaha yang
mempunyai arti tentram, tenang, lindungan, cinta, dan sembah.
Namun makna yang paling mendasar adalah abada, yang bearti
hamba sahaya (‘abdun), patuh dan tunduk (‘ibadah), yang mulia
dan agung (al-ma’bad), selalu mengikutinya (‘abada bih). Tauhid
Uluhiyah merupkan keyakinan bahawa Allah adalah satu-satunya
Tuhan yang patut dijadikan yang harus dipatuh, ditaati,
diagungkan dan dimuliakan. Hal ini tersebut dalam QS. Thaha :
14

َّ ‫اِنَّنِ ْي اَنَااللَّهٌ آَل الَهَ ِإآَّل اَنَاْفَا ْعبُ ْدنِى َوَأقِ ِم‬
‫الصلَوةَ لِ ِذ ْك ِرى‬
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku”
d. Tauhid Ubudiyah
Kata ‘ubudiyah berasal dari kata abada yang berarti
menyembah, mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat, patuh,
memuja, yang diagungkan. Adar kata diatas, maka diketahui
bahwa Tauhid Ubudiyah adalah suatu keyakinan bahwasanya
Allah merupakan Tuhan yang patut disembah, ditaati, dipuja, dan
diagungkan. Tiada sesembahan yang berhak disembah kecualai
Allah. Tauhid Ubudiyah tercermin dalam ayat berikut ini:

‫اك نَ ْستَ ِع ْي ُن‬


َ َّ‫اك َن ْعبُ ُد َوِإي‬
َ َّ‫ِإي‬
“Hanya kepada Engkaulahkami beribadah dan hanya kepada
Engkau (pula) kamu mohon pertolongan.”

17
 Tuhan Menurut Agama dan Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan yang hanya didasarkan atas
pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah
benar. Sebab Tuhan adalah sesuatu yang Ghaib, sehingga informasi tentang
Tuhan hanya berasala dari manusia walaupun dinyatakan sebagai hasil
renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang
asal – usul kepercayaan terhadap tuhan antara lain tertera dalam:
1. Al-Anbiya’ 92 :

ِ ‫اَُّمت ُكم اَُّمةً و‬،‫اِ َّن ه ِذ ِه‬


‫اح َد ًة َواَنَاْ َربٌّ ُك ْم فَا ْعبُ ُد ْو ِن‬ َ ْ ُ َ
“Sesungguhnya ini umat kalian adalah umat yang satu, dan Aku (Allah)
adalah Tuhan kalian maka kalian menyambahlah kepada-Ku”
2. Al-Maidah 72 :
ِ ِ ِ َ َ‫وق‬
...‫م ْن‬، ْ ‫ال ال َْمس ْي ُح يَابَنِ ْي‬
َ ُ‫اس َرآءيْ َل ا ْعبُ ُدواللَّهَ َربِّ ْي َو َربَّ ُك ْم انَّه‬ َ
ِ ِ
َ ‫يُّ ْش ِر ْك بِاللَّه َف َق ْد َح َّر َم اللَّهُ علَْيه ال‬...
‫ْجنَّةَ َو َم َْأواىهُ النَّا ِر‬
Dan Isa berkata: ” hai Bani Isroil sembahlah Allah Tuhanmu,
sesungguhnya mempersekutukan, Allah mengharamkan surga atasnya
sedangkan tempat mereka adalah neraka”
3. Al-Ikhlas 1-4

‫)ولَ ْم يَ ُك ْن‬ ِ َّ ُ‫)اَللَّه‬1(‫قُ ْل ُه َواللَّ ُهث اَ َح ٌد‬


َ 3(‫)لَ ْم يَل ْد َولَ ْم ُي ْولَ ْد‬2(‫الص َم ُد‬
)4(‫لَهُ ُك ُف ًوا اَ َح ٌد‬

18
“Katakanlah: Dia Allah Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhanmu yang
segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Tuhan yang Haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Dalam Al-
Quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang dibawakan
para Nabi sebelum Nabi Muhammad adalah Tuhan Allah juga.
D. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan konsep dan
filsafat Ketuhanan dalam Islam, Tuhan adalah Allah Yang Maha Esa /
tunggal, yang mana tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali
Allah. Allah-lah yang menciptakan langit, bumi dan seisinya, memeliharanya.
Untuk itu manusia harus patuh, taat, dan memuja kepada Sang Pencipta alam.

19
3. KEIMANAN DAN KETAKWAAN DALAM ISLAM

A. Pendahuluan
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu melakukan interaksi
social. Dalam melakukan interaksi social, manusia harus memiliki akhlak
yang baik agar dapat menjalin tali silaturrahmi yang baik. Dalam membentuk
keimanan dan ketakwaan seseorang, pembentukan akhlak sangat berperan
penting. Karena jika keimanan dan ketakwaan seseorang baik, maka akhlak
dan perilaku seseorang tersebut juga baik. Keimanan dan ketakwaan adalah
modal utama dalam pembentukan suatu pribadi seseorang untuk menjadi
seseorang yang lebih baik.
Dalam setiap agama, iman menjadi unsur pokok yang harus dimiliki
oleh setiap penganutnya. Jika iman diibaratkan sebagai bangunan, keimanan
adalah pondasi yang menopang bangunan tersebut. Jika pondasi tersebut tidak
kuat, maka pondasi tersebut akan runtuh. Dan jika pondasi tersebut kuat,
pondasi tersebut akan kuat menopang apapun yang ada diatasnya. Tetapi iman
saja tidak cukup. Harus ada amal perbuatan yang baik, sesuai apa yang
dianjurkan dalam agama tersebut. Dengan hal ini, rukun iman adalah dasar,
inti, atau pokok-pokok yang harus diyakini oleh pemeluk agama islam. Yakni
percaya kepada Allah, percaya kepada Rasul, percaya pada kitab Allah (Al-
Qur’an), serta rela pada ketentuan Allah SWT. Sehingga, iman dan takwa itu
sangat penting dalam kehidupan manusia. Khususnya bagi umat agama islam,
agar kita selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keimanan dan ketaqwaan dalam islam?
2. Apa saja unsur iman itu?
3. Apa saja ciri-ciri orang beriman?
4. Apa saja unsur yang terkandung dalam definisi takwa?

20
C. Pembahasan
Pengertian Iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minu-
imanan. Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa Indonesia artinya
meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata
adanya7. Iman dapat dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui, pembenaran yang
bersifat khusus8.
Bila kita perhatikan penggunaan kata Iman dalam Al-Qur’an, akan
mendapatinya dalam dua pengertian dasar, yaitu:

1. Iman dengan pengertian membenarkan ( ‫ ) التص ديق‬adalah membenarkan


berita yang datangnya dari Allah dan RasulNya. Dalam salah satu hadist
shahih diceritakan bahwa Rasulullah ketika menjawab pertanyaan Jibril
tentang Iman yang artinya bahwa yang dikatakan Iman itu adalah engkau
beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasulrasul-Nya, hari
kiamat dan engkau beriman bahwa Qadar baik dan buruk adalah dari Allah
SWT.
2. Iman dengan pengertian amal atau ber-iltizam dengan amal : segala
perbuatan kebajikan yang tidak bertentangan dengan hukum yang telah
digariskan oleh syara’.

Dalam sebuah ayat Allah :

‫اه ُدوا بِ َْأم َوالِ ِه ْم‬ ِِ ِ ِ َّ ِ


َ ‫آمنُوا بِاللَّه َو َر ُسوله ثُ َّم لَ ْم َي ْرتَابُوا َو َج‬ َ ‫ِإنَّ َما ال ُْمْؤ منُو َن الذ‬
َ ‫ين‬
ِ ‫الص‬
‫ادقُو َن‬ َ ‫يل اللَّ ِه ۚ ُأو ٰلَِئ‬
َّ ‫ك ُه ُم‬ ِ ِ‫َوَأْن ُف ِس ِه ْم فِي َسب‬

7
Kaelany HD, Iman, Ilmu dan Amal Saleh, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 58.
8
Dr. Abdul Rahman Abdul Khalid, Garis pemisah antara kufur dan iman, Jakarta: Bumi Aksara,
1996, hlm. 2.

21
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang
yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar9.

Pengertian iman secara istilahi ialah kepercayaan yang meresap ke


dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak (ragu), serta
memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-
hari.

Keimanan kepada keesaan Allah itu merupakan hubungan yang


semulia-mulianya antara manusia dengan penciptanya. Oleh karena itu,
mendapatkan petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman, adalah
kenikmatan terbesar yang dimiliki oleh seseorang. Keimanan itu bukanlah
semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja atau semacam
keyakinan dalam hati saja.

Tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu


akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ
timbul bekas-bekas atau kesan-kesannya, seperti cahaya yang disorotkan oleh
matahari. Iman bukan sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya adalah
orang mukmin. Sebab orang-orang munafik pun dengan lisannya menyatakan
hal yang sama, namun hatiya mengingkari apa yang dinyatakan itu10.

Sebagaimana disebutkan dalam firman tuhan:

ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َو ِم َن ٱلن‬
َ ‫ول َء َامنَّا بٱللَّه َوبِٱليَوم ٱَألخِ ِر َو َم ا ُهم ب ُم ؤمن‬
( ‫ين‬ ُ ‫َّاس َمن َي ُق‬

‫ِإ‬ ِ َّ ِ
َ ‫يُ َخـٰدعُو َن ٱللَّهَ َوٱلذ‬ )٨
َ ‫ين َء َامنُواْ َو َما يَخ َدعُو َن اَّل َأن ُف‬
)٧(‫س ُهم َو َما َيعُ ُرو َن‬
9
Dr. Abdul Rahman Abdul Khalid, Garis pemisah antara kufur dan iman, Jakarta: Bumi Aksara,
1996, hlm. 1.
10
Yusuf Al-Qardhawy, Iman dan Kehidupan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, hal.25.

22
Artinya: Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah
dan hari kemudian," padahal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal
mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Unsur-unsur Iman
Unsur-unsur Iman Unsur-unsur iman atau disebut juga sebagai rukun iman.
Rukun iman itu ada enam, yaitu: iman kepada Allah, malaikatmalaikat Allah, kitab-
kitab Allah, Rasul-Rasul Allah, hari kiamat dan takdir baik buruk itu dari Allah.
1. Iman kepada Allah
Yang dimaksud iman kepada Alah adalah membenarkan adanya Allah
swt, dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah swt wajib adanya
karena dzatnya sendiri (Wajib Al-wujud li Dzathi), Tunggal dan Esa, Raja yang
Maha kuasa, yang hidup dan berdiri sendiri, yang Qadim dan Azali untuk
selamanya. Dia Maha mengetahui dan Maha kuasa terhadap segala sesuatu,
berbuat apa yang ia kehendaki, menentukan apa yang ia inginkan, tiada
sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan dia Maha mengetahui11.
Berdasarkan firman Allah :

‫اب الَّ ِذي َن َّز َل َعلَ ٰى َر ُس ولِ ِه‬ ِ ‫آمنُ وا بِاللَّ ِه ورس ولِ ِه وال‬
ِ َ‫ْكت‬ َ ُ ََ
ِ ‫ي ا َُّأيه ا الَّ ِذين آمن وا‬
َُ َ َ َ

‫بِه َو ُر ُس لِ ِه‬
ِ ُ‫تِه و ُكت‬
ِ ‫َّ ِ ِئ‬ ِ ِ َّ ِ ِ
َ ‫َوالْكتَ اب الذي َأْن َز َل م ْن َق ْب ُل ۚ َو َم ْن يَ ْك ُف ْرالله َو َماَل َك‬
ِ
)١٣٦( ‫ضاَل اًل بَ ِعي ًدا‬ َ ‫َوالَْي ْوم اآْل ِخ ِر َف َق ْد‬
َ ‫ض َّل‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab

Habib Zain bin Ibrahim bin Sumarth, dkk., Mengenal mudah Rukun Islam, Rukun
11

Iman, Rukun Ikhsan secara Terpadu, Bandung : Al-Bayan , 1998. Hal. 113

23
yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. QS. An-Nisa’; 136
2. Iman kepada Para Malaikat Syaikh Hafizh bin Ahmad Hakami mengatakan, yang
di maksud iman kepada malaikat adalah meyakini adanya 24 malaikat, sebagai
hamba Allah yang selalu tunduk dan beribadah.

ِ ‫وده ا النَّاس وال‬ ِ ِ َّ


ُ‫ْح َج َارة‬ َ ُ َ ‫آمنُ وا قُ وا َأْن ُف‬
َ ُ ُ‫س ُك ْم َو َْأهلي ُك ْم نَ ًارا َوق‬ َ ‫ين‬
َ ‫يَ ا َُّأي َه ا الذ‬
‫صو َن اللَّهَ َما ََأم َر ُه ْم َو َي ْف َعلُو َن َما ُيْؤ َم ُرو َن‬ ِ ٌ ‫َعلَيها ماَل ِئ َكةٌ ِغاَل‬
ُ ‫ظ ش َدا ٌد اَل َي ْع‬ َ َْ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, mengatakan dalam bukunya: malaikat


adalah makhluk agung, jumlahnya banyak dan tak terbilang, tidak ada yang bisa
menghitungnya selain Allah semata. Allah meciptakan mereka dari cahaya,
menciptaka mereka dengan tabiat baik, tidak mengenal kejahatan, dan mereka
tidak dperintahkan atapun melakukan itu. Karena itu mereka taat kepada Rabb,
tidak mendurhakai apapun yang diperintahkan, dan melakukan perintah yang
disampaikan. Mereka bertasbih memahasucikan Allah siang dan malam tanpa
kenal lelah, tidak jemu untuk beribadah kepada Allah ataupun sombong. Beriman
dengan para malaikat adalah salah satu rukun iman. Mereka adalah sejenis
makhluk Allah yang selalu taat kepada-nya, tidak akan menentang perintahnya dan
tidak makan atau minum. Mereka juga senantiasa jaga dan tidak pernah tidur
sekejappun, baik siang maupun malam. membangkang perintah-Nya, juga

24
makhluk gaib yang menjadi perantara-perantara Allah swt dengan Para Rasul. Kita
percaya bahwa malaikat merupakan makhlk pilihan Allah, mereka tidak berbuat
dosa, tidak melawan kepada-Nya, pekerjaannya semata-mata menjunjung tinggi
tugas yang diberikan kepada mereka masing-masing12.

3. Iman kepada Kitab-Kitab Allah Makna beriman kepada kitab-kitab ilahi yang
merupakan bagian dari akidah mukmin ialah membenarkan secara pasti kalam
khusus Allah yang Dia Wahyukan kepada Rasul pilihan-Nya, kemudian disatukan
dan dsusun menjadi lembaran-lembaran atau kitab-kitab suci. Lembaran-lembaran
dan kitab-kitab yang dketahui wajib diimani secara rinci, dan yang tidak diketahui
wajib diimani secara garis besar. Satu-satunya referensi yang menjadi sumber
untuk mengetahui kitab-kitab Ilahi secara rinci adalah Al-Qur’an, karena Al-
Qur’an dalah kitab yang terjaga sedemikian rupa, tidak ada penambahan ataupun
pengurangan, tidak ada pendistorsian, tidak ada perubahan ataupun penggantian
sama sekali di dalamnya. Al-Qur’an akan terus terjaga dengan penjagaan Allah
hingga mendekati ambang batas akhir kehidupan dunia ini. Beriman kepada kitab-
kitab wajib secara syar’i maupun logika. Adapun ia wajib secara syar’i, karena
Allah memerintahkannya secara pasti dan tidak menunjukkan apa pun selain harus
taat kepada-Nya dalam hal ini, melarang durhaka kepada-Nya, melalui firman
terkait perintah untuk beriman. Yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab
Allah adalah membenarkan bahwa kitab-kitab tersebut telah diturunkan oleh Allah.
Kitab tersebut diturunkan melalui firman-firman-Nya. Ada yang disampaikan
secara langsung kepada para Rasul tanpa perantara, ada yang disampaikan melalui
perantara malaikat, dan ada yang dia tulis sendiri.

Dan kita tahu kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul itu ada empat yaitu
kitab Taurat yang diturunkankepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, Zabur
kepada Nabi Daud dan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.

12
Kaelany HD, Iman, Ilmu dan Amal Saleh, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 76.

25
4. Iman kepada Para Rasul Iman kepada Rasul adalah percaya dan yakin bahwa Allah
swt telah mengutus para Rasul kepada manusi untuk memberi petunjuk kepada
manusia, dan Nabi yang wajib kita percayai itu ada dua puluh lima.

5. Iman kepada Hari Akhir Hari akhir ialah Hari kiamat, termasuk kebangkitan
(alba’ts), yaitu keluarnya manusia dari kubur mereka dalam keadaan hidup,
sesudah jazad mereka dikembalikan dengan seluruh bagiannya seperti dulu kala di
dunia13.

6. Iman kepada Taqdir (Qadha dan Qadhar) Iman kepada Qadha dan Qadhar adalah
percaya bahwa segala hak, keputusan, perintah, ciptaan Allah swt yang berlaku
pada makhluknya termasuk dari kita (manusia) tidaklah terlepas (selalu
berlandaskan pada) kadar, ukuran, aturan dan kekuasaan Allah swt.21 Sebagai
manusia biasa yang lemah kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi
pada diri kita atas izin Allah swt, jadi berserah dirilah kepada Allah swt, dengan
cara berusaha, berdoa dan berikhtiar kepada Allah. Karena Allah swt memberi
cobaan itu pasti sesuai dengan posisi kita masing-masing, tidak ada yang kurang
atau lebih. Artinya manusia hanya bias berusaha dan sesungguhnya Allah swt yang
akan menentukan. Jadi sebagai seorang mu’min kita wajib percaya kepada rukun-
rukun iman yang akan menjadi benteng yang kokoh dalam kehidupan kita di sunia.
Dan kita memang harus yakin bahwa Alah swt lah Tuhan kita, Islam sebagai
agama, Muhammad sebagai Rasul, al-Qur’an sebagai kitabullah dan petunjuk,
serta kita berpegang teguh kepada agama islam, beriman kepada semua yang telah
diciptakan Allah swt.

Adapun sebagai ciri-ciri orang yang sempurna imannya antara lain adalah:

1. Apabila mendengar sebutan Allah, hati mereka merasa gemetar akut


karenanya.

13
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumarth, dkk., Mengenal mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun
Ikhsan secara Terpadu, , Bandung : Al-Bayan, 1998, hlm 201.

26
2. Apabila mendengar bacaan ayat-ayat Allah, bertambahlah iman mereka
karenanya.

3. Senantiasa bertawakkal (berserah diri) kepada Allah.

4. Mendirikan shalat, dan berseru kepada orang lain untuk ikut juga
melaksanakannya.

5. Menafkahkan rizkinya di jalan Allah.

6. Senantiasa besabar terhadap apa yang menimpa mereka dan termasuk juga
orang yang berjhad fisabilillah.

Makna Takwa dalam Al-Quran Menurut al-Razy ( 2000 : 2/20) takwa


dalam al-Quran bermakna khasyyah (rasa takut). Seperti dalam firman Allah
: dalam surat an- Nisa ayat 1

‫َّاس َّٱت ُقوا َربَّ ُك ُم‬


ُ ‫َٰأي َها ٱلن‬
ُّ َ‫ي‬

Maksudnya: "Wahai manusia takutlah kepada Tuhan kamu".

Definisi yang komprehensif dikemukan Muhammad Al-Buzy (2011: 120) dalam


kitabnya Mafhum al-Taqwa fi al-Quran wa al- Hadits. Beliau mengatakan:

‫ وم داومتھ على ط اعتھ ب أداء ال واجب ات‬,‫خش یة الم ؤمن ربھ ع ن علم‬
‫ راجیا ث واب ربھ والنج اة من‬,‫والق رب ات واجتن اب ك ل المنھی ات‬
‫عقابھ‬
"Takwa adalah rasa takut orang beriman kepada Tuhannya yang didasari oleh ilmu,
senantiasa tetap dalam ketaatan kepadanya dengan melakukan (segala) kewajiban dan
perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan diri pada-Nya, serta menjauhi semua
larangan, untuk mengharapkan pahala-Nya dan keselamatan dari balasan-Nya". Dari

27
definisi di atas, sekurang-kurangnya ada lima unsur yang terkandung dalam definisi
takwa, yaitu sebagai berikut:

1. Memiliki rasa takut Rasa takut adalah unsur takwa yang terpenting. Rasa takut
muncul dari keyakinan terhadap keagungan Allah, sehingga lahirlah kesadaran
untuk memuliakan kedudukan-Nya dan mentaati-Nya. Orang yang takut kepada
Allah sadar dengan pengawasan-Nya yang sangat jeli terhadap setiap gerak-gerik,
kata dan waktu, sehingga ia merasa selalu bersama- Nya, merasa malu dan penuh
kehati-hatian dalam bersikap dan berbuat. Ia memahami kedahsyatan hari akhirat,
maka selalu memperbanyak ketaatan dan berpaling dari kemaksiatan sebagai
bekal menuju akhirat. Ia juga mengetahui keagungan-Nya yang tiada tara,
sehingga tunduk kepada peraturan dan ajaran-Nya.
2. Beriman Iman adalah bagian dari takwa dan bukan sebaliknya. Adanya unsur
iman dalam takwa dikarenakan iman adalah sumber dan dasar takwa. Iman yang
benar adalah yang tidak bercampur dengan keraguan, dan melahirkan semangat
untuk beramal/perbuatan baik. Perbuatan baik tidak dapat melahirkan pahala
kecuali dengan iman (al-Syaukany, t.th: 3/217). Iman yang dimaksud seperti
diterangkan Muhammad Rasyid Ridha (2005 :1/109) adalah iman yang kokoh,
disertai ketundukan diri dan kepatuhan untuk menerima dan mengikuti ajaran,
yang dibuktikan dengan perbuatan/amalan sesuai dengan tuntutan keimanan itu.
3. Berilmu Mengetahui keagungan Allah dan syariat-Nya adalah modal utama
terwujudnya rasa takut dan takwa yang sebenarnya. Karena sangat vitalnya unsur
ilmu dalam takwa, Allah membatasi orang yang takut kepada-Nya hanya pada
kelompok orang-orang yang berilmu (ulama). Allah berfirman :

‫اء‬ ‫م‬‫ل‬
َ ‫ْع‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ِ ‫شى اللَّهَ ِمن ِعب‬
ِ ‫اد‬ َ ‫ِإنَّ َما يَ ْخ‬
ُ َ ُ َ ْ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
para ulama (QS. Fathir: 28). Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tujuan ilmu
dalam Islam adalah melahirnya rasa takut dan ketakwaan kepada Allah. Orang

28
yang bertakwa menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk. Dengan demikian
mempelajari al-Quran sesuatu yang mutlak untuk mencapai derajat takwa.

4. Berkomitmen dan kontinue dalam ketaatan dengan menjalankan perintah-


perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Takwa lahir dari kecintaan
yang lebih besar kepada Allah dan Rasulullah serta hari akhirat. Kecintaan itu
menguatkan keyakinan atas kebenaran ajaran yang disampaikan Rasul-Nya, dan
keyakinan mendorong untuk selalu mentaati-Nya, yang dibuktikan dengan
ketidakjemuan dalam beramal/berbuat sesuai dengan perintah-Nya, dan kebencian
untuk melanggar larangan-Nya. Orang yang bertakwa tidak membeda-bedakan
amalan yang besar maupun yang kecil semua ia lakukan, karena tidak ada yang
luput dalam hitungan Allah.
5. Sangat ingin mendapatkan keridhaan/balasan Allah dan terbebas dari murka/
azab-Nya. Inilah tujuan takwa. Sebagian orang khususnya ahli sufi tidak
memandang penting ketertarikan kepada surga dan rasa takut kepada neraka, dan
lebih menekankan kecintaan pada Sang Khalik. Padahal mengharapkan surga dan
takut pada neraka merupakan bagian dari takwa14.

D. Kesimpulan
Pengertian Iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minu-
imanan. Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa Indonesia artinya
meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata
adanya.

Unsur-unsur Iman Unsur-unsur iman atau disebut juga sebagai rukun iman.
Rukun iman itu ada enam, yaitu: iman kepada Allah, malaikatmalaikat Allah, kitab-
kitab Allah, Rasul-Rasul Allah, hari kiamat dan takdir baik buruk itu dari Allah.

Mat Saichon, 2017, MAKNA TAQWA DAN URGENSITASNYA DALAM AL-


14

QUR’AN, Vol 3 No 1

29
Takwa adalah rasa takut orang beriman kepada Tuhannya yang didasari oleh ilmu,
senantiasa tetap dalam ketaatan kepadanya dengan melakukan (segala) kewajiban dan
perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan diri pada-Nya, serta menjauhi semua
larangan, untuk mengharapkan pahala-Nya dan keselamatan dari balasan-Nya". Dari
definisi di atas, sekurang-kurangnya ada lima unsur yang terkandung dalam definisi
takwa, yaitu sebagai berikut :

Ada lima unsur yang terkandung dalam definisi takwa, yaitu :

1. Memiliki rasa takut Rasa takut


2. Beriman Iman adalah bagian dari takwa dan bukan sebaliknya
3. Berilmu Mengetahui keagungan Allah dan syariat-Nya
4. Berkomitmen dan kontinue dalam ketaatan dengan menjalankan perintah-
perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya
5. Sangat ingin mendapatkan keridhaan/balasan Allah dan terbebas dari murka/
azab-Nya

30
4. Implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern

A. Pendahuluan
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena
itu lapangan iman sangat luas. Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim,
sehingga ia terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu
menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang
diatur dalam ajaran Islam. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-
hal yang dilarang agama, merupakan salah satu bentuk wujud seorang muslim yang
bertaqwa. Karena taqwa adalah sebaik–baik bekal yang harus kita peroleh dalam
mengarungi kehidupan dunia.

Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu
pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini
sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud
pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih
sering lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan
jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan
beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan
hidup manusia (ibadah)

B. Rumusan masalah
Bagaimana implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern?

C. Pembahasan
Iman kepada Allah merupakan potensi rohani (fitrah, given) setiap manusia.
Iman pada tahap awal masih berupa pengetahuan atau pengertian tentang Allah yang
bersifat awam sehingga tidak selalu menghasilkan ketentraman atau kedamaian jiwa.
Karena itu iman perlu ditingkatkan dan dikembangkan agar tidak sekedar percaya
terhadap keberadaan-Nya, tetapi juga mencakup pengetahuan yang benar serta sikap

31
seorang manusia terhadap pencipta-Nya. Peningkatan dan pengembangan iman dapat
ditempuh melalui pengasahan dan pengasuhan jiwa dan pikiran agar diarahkan untuk
menemukan argumen-argumen baru yang menyangkut objek keimanan hingga
menemukan ketenangan dan ketentraman. Oleh karena itu hendaknya kita menekuni
bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya
mengenal, mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu
kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut
dengan menjadikan keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan
peningkatan iman dan takwa kita semua. Sikap terhadap Allah harus diaktualisasikan
dalam bentuk amal shaleh, yakni menjalin hubungan yang baik dengan Allah dan
sesama makhluk-Nya. Aktualisasi dari iman menentukan derajat dan tingkat
ketaqwaan seseorang (prestasi iman). Pengembangan dan peningkatan iman dapat
dilakukan melalui pendidikan dengan menawarkan dan membangun kembali konsep
tauhid uluhiyah, rububiyah, mulkiyah, dan rahmaniyah sebagai landasan filsafat
pendidikannya. Tauhid uluhiyah bertolak dari pandangan dasar bahwa hanya Allahlah
yang patut disembah. Aktualisasi dari pandangan ini dalam proses pendidikan lebih
banyak memberi kesempatan peserta didik untuk answer questions (mencari jawaban
terhadap pertanyaan atau permasalahan), questioning answer (mempertanyakan
jawaban-jawaban) dan questioning question (senantiasa mempertanyakan atau
mencari permasalahan) tanpa dibebani oleh rasa takut kepada guru untuk bertanya
atau menjawab pertanyaan secara kritis. Dengan demikian proses pendidikan akan
menghasilkan nilai-nilai positif yang berupa sikap rasional-kritis, kreatif dan terbuka.
Tauhid rububiyah bertolak dari pandangan dasar bahwa hanya Allah yang
menciptakan, mengatur dan memelihara alam seisinya. Alam ini diserahkan oleh
Allah kepada manusia (sebagai khlaifah) untuk mengolahnya, sehingga manusia
harus menggali dan menemukan ayat-ayat-Nya (tanda-tanda keagungan dan
kebesaran-Nya). Aktualisasi dari pandangan ini dalam proses pendidikan lebih
banyak memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengadakan penelitian,
eksperimen dan sebagainya. Dengan demikian, proses pendidikan akan menghasilkan

32
nilai-nilai positif berupa sikap rasional empirik dan obyektif. Tauhid mulkiyah
bertolak dari pandangan dasar bahwa Allah Pemilik segalanya dan Yang Menguasai
semuanya. Aktualisasi pandangan ini dalam proses pendidikan adalah terwujudnya
kesadaran akan penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai amanah dan
tanggung jawab. Dengan demikian, proses pendidikan akan menghasilkan nilai-nilai
amanah dan tanggung jawab.Sedangkan tauhid rahmaniyah bertolak dari pandangan
dasar bahwa Allah Maha Rahman dan Rahim. Aktualisasi dari pandangan ini dalam
proses pendidikan adalah terwujudnya sikap penyayang dan sabar dalam melakukan
proses pembelajaran. Di samping itu, dalam proses pendidikan juga ditanamkan sifat
dan sikap solidaritas terhadap sesama serta terhadap alam. Dengan demikian akan
menghasilkan sikap solidaritas kemanusiaan dan terhadap alam sekitar15.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal,
konsep dan pelaksanaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan
demikian bertauhid adalah mengesakan Allah dalam pengertian yakin dan percaya
kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan,
dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan
beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat
asyhadu alla ilaaha illaa Allah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah),
kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan
segala larangan-Nya16.

Saat ini terutama menjelang akhir abad 19, selama abad 20 dan menyongsong
abad 21 telah terjadi perubahan era yang sering kali disebut sebagai era globalisasi
atau zaman modernisasi. Perubahan zaman ini diiringi dengan berjalannya
perkembangan atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Terdapat
beberapa ciri globalisasi yang terkait erat dengan tuntutan-tuntutan baru bagi setiap

15
Setiawan, Heru. 2016. Integrasi Imtaq dan iptek dalam pengembangan Pendidikan Islam,Vol 1 No
2:61
16
Muslim, Yulianti. 2017. Modul Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama
Islam.Universitas Kanjuruhan Malang.

33
negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pertama, globalisasi ditandai oeh
menguatnya “personal space”, di mana ruang kebebasan pribadi untuk
mengekspresikan pendapat, jati diri, dan kepribadian semakin menyempit karena
banyaknya pesan-pesan atau tuntutan-tuntutan dari kehidupan modern yang harus
dilaksanakan. Akibatnya, beban moral semakin berat, seolah-olah tidak ada lagi
kemerdekaan pribadi untuk mengembangkan ide-ide aslinya. Di tambah lagi
pergeseran nilai-nilai lama dijungkir balikkan dan diganti dengan nilai-nilai baru
yang materialistik. Kedua, globalisasi adalah era kompetisi. Globalisasi membesarkan
tingkat kompetensi ekonomi politik antar bangsa baik hubungan antar bangsa itu
dilihat dari pendekatan struggle of power (konflik) atau pendekatan equiblirium
(konsensus). Globalisasi menurut Daniel Boorstin, menjadikan dunia sebagai
“rerublik teknologi”. Setiap negara kemudian dituntut untuk melakukan akselerasi
yang tidak tanggung-tanggung dalam industrialisasi serta penguasaan iptek.Ketiga,
globalisasi berarti kenaikan intensitas saling lintas kultur, norma sosial, kepentingan
dan ideologi antar bangsa. Internet dan satelit-satelit komunikasi, seperti palapa tidak
hanya semakin mengaburkan batas-batas, tetapi sekaligus melebur banyak negara
menjadi sebuah desa yang secara sosiologis sering disebut global village. Akibatnya,
setiap negara harus menerima kenyataan bahwa tidak ada lagi borok-borok domestik
yang dapat disembunyikan dari pengamatan masyarakat internasional. Hal ini yang
merupakan konsekuensi dari kemajuan iptek, setiap bangsa dituntut memiliki
kesiapan kultural untuk melakukan integrasi terhadap sistem internasional tanpa
terkaburkan identitas dan kesatuan nasionalnya. Hanya saja, globalisasi pada akhirnya
membawa ekses transnasionalisasi sehingga tetap mengancam ikatan kebangsaan atau
meminjam istilah Kenichi Ohmae, “kematian negara-bangsa”. Dengan demikian,
suksesnya perkembangan dan kemajuan iptek tidak selalu identik dengan keselamatan
atau kesejahteraan serta kebahagiaan. Tidak sedikit kehancuran yang ditimbulkan
akibat kemajuan iptek tersebut. Misalnya, pencemaran lingkungan dan dekadensi
moral, antara lain ditunjukkan oleh maraknya pelacuran, korupsi, kriminalitas dan
lain sebagainya. Di samping itu, penyimpangan atau penyalahgunaan iptek ini telah

34
berkembang dari kemampuan merekayasa benda mati, meningkat ke bio-teknologi
untuk merekayasa tumbuh-tumbuhan dan binatang. Kemudian kemampuan ini
membuka peluang untuk merekayasa manusia itu sendiri. Dewasa ini telah ditemukan
hemoglobin baru untuk mengubah hemoglobin mereka yang rusak atau kurang.
Hemoglobin baru ini cocok untuk semua manusia, tetapi ia dibuat dan diolah dari
darah babi. Demikian pula dengan maraknya tentang isu ditemukannya cloning
manusia. Kemampuan iptek untuk merekayasa kehidupan tidak hanya terbatas pada
merekayasa kehidupan yang sifatnya fisik dengan bio-teknologinya, tetapi juga hal-
hal yang sifatnya non-fisik dalam tata kehidupan. Bahkan mampu merekayasa
masalah-masalah keagamaan17.

Dewasa ini perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi


tampak signifikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu
konsekuensi atau implikasi dari adanya perubahan zaman yang pada abad 21 ini dapat
dikatakan telah memasuki era globalisasi. Wacana globalisasi ditafsirkan sebagai
konsep atau proses tanpa henti sehingga sebagai proses, globalisasi bukan merupakan
produk final, melainkan tahapan-tahapan perkembangan kebudayaan yang pada
tingkat tertentu dimensi kehidupan manusia, baik politik, sosial budaya maupun
ekonomi. Globalisasi melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedikit banyak akan memberikan dampak baik positif maupun dampak negatif
terhadap lingkungan kehidupan masyarakat. Di samping dampak positif, kemajuan
iptek ini tidak sedikit menjadikan individu-individu teralienasikan baik dari Tuhannya
maupun lingkungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh penyimpangan-penyimpangan
atau penyalahgunaan iptek tersebut. Selain itu, globalisasi yang melahirkan kemajuan
iptek tersebut juga menyebabkan terjadinya kesenjangan yang semakin melebar
antara bekal moral dengan kemampuan intelektual, dan semakin besarnya tantangan
atau problema kehidupan yang harus direspon. Akibatnya, bagi kalangan pelajar
banyak menimbulkan perkelahian yang sudah berkembang menjadi kebringasan
17
Setiawan, Heru. 2016. Integrasi Imtaq dan iptek dalam pengembangan Pendidikan Islam,Vol 1 No
2:60.

35
bahkan criminal. Sedangkan dalam kalangan dewasa terasa semakin meningkatnya
jalan pintas untuk memperoleh keuntungan yang segera dan sementara serta
memenangkan persaingan dengan jalan tidak fair. Problematika fenomena tersebut
menunjukkan bahwa perlu adanya balance atau keseimbangan antara nilai-nilai moral
atau ketaqwaan dan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini merupakan
salah satu bentuk filter untuk membendung dampak negatif dari kemajuan iptek
tersebut18 (Setiawan, Heru. 2016. Integrasi Imtaq dan iptek dalam pengembangan
Pendidikan Islam,Vol 1 No 2:58)

Perubahan lingkungan yang serba cepat dewasa ini sebagai dampak globalisasi
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), harus diakui telah
memberikan kemudahan terhadap berbagai aktifitas dan kebutuhan hidup manusia. Di
sisi lain, memunculkan kekhawatiran terhadap perkembangan perilaku khususnya
para pelajar dan generasi muda, dengan tumbuhnya budaya kehidupan baru yang
cenderung menjauh dari nilai-nilai spiritualitas. Semuanya ini menuntut perhatian
ekstra orang tua serta pendidik khususnya guru, yang kerap bersentuhan langsung
dengan siswa. Dari sisi positif, perkembangan iptek telah memunculkan kesadaran
yang kuat pada sebagian pelajar akan pentingnya memiliki keahlian dan
keterampilan. Utamanya untuk menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik,
dalam rangka mengisi era milenium ketiga yang disebut sebagai era informasi dan era
bioteknologi. Hal ini sekurang-kurangnya telah memunculkan sikap optimis, generasi
pelajar umumya telah memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan
tersebut19 .Seiring makin modernnya pola hidup manusia, membawa perubahan yang
sangat signifikan terhadap pola keimanan dan ketaqwaan manusia. Beberapa fakta
yang dapat kita amati seperti di bidang ekonomi tentang kemiskinan, bidang sosial-
hukum tentang NARKOBA, paham keagamaan seperti kasus Ahmadiyah. Realitas di
atas harus disikapi sesuai dengan tuntunan agama Islam tidak boleh tidak dengan
18
Setiawan, Heru. 2016. Integrasi Imtaq dan iptek dalam pengembangan Pendidikan Islam,Vol 1 No
2:58
19
Setiawan, Heru. 2016. Integrasi Imtaq dan iptek dalam pengembangan Pendidikan Islam,Vol 1 No
2:62

36
tuntunan yang lain. Disektor ekonomi misalnya, menurut data BPS tidak kurang dari

11 % dari total penduduk Indonesia adalah penduduk miskin yang pendapatannya


kurang dari US$ 2 dolar perhari. Kenyataan ini tentunya akan berdampak erat
terhadap pola pikir manusia dalam mensikapi kebutuhan hidup yang disatu sisi bisa
membahayakan IMTAQ seseorang. Kondisi demikian sejatinya telah di warning oleh
Rasulullah, sebagaimana dalam Hadis yang menyatakan :

‫كذ الفقرو أن يكون كفرا‬

“Ingatlah bahwa kemiskinan itu mendekatkan diri pada ke kufuran”

Kondisi lain, peredaran NARKOBA di dalam negeri seakan sudah tidak hanya
pada level kalangan masyarakat yang kaya, namun juga sudah masuk pada kalangan
bawah. Mungkin karena itu, besarnya pangsa pasar NARKOBA menjadikan
Indonesia menjadi salah satu negara tujuan distribusi dunia. Permasalahan hidup yang
dihadapi tidak lagi diselesaikan dan dikelola sesuai dengan jalur agama, namun
dengan cara-cara instan yang menyesatkan dan bertentangan dengan agama. Seperti
mengkonsumsi NARKOBA Tidakkah kita ingat bahwa NARKOBA merupakan
bagian dari skenario syetan dalam menyesatkan manusia, seperti dalam al-Qur’an
dinyatakan :

‫يايه ا ال ذين أمن وأ أنم ا الخم ر والميس ر واالنص اب واالزلم رجس من‬

) 90: ‫عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون (المائده‬.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi,


berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji

37
termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat

Sebagian besar permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam
kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh.
Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang
dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi
kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan
kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi
zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Olah
karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu
muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan
(dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa
sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif
seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena.

Selain itu, paham keagamaan yang muncul beberapa waktu yang lalu yang telah
meresahkan umat Islam dan melahirkan aksi anarkhi, juga merupakan kenyataan yang
harus kita hadapi dan dicarikan jalan keluarnya. Kasus Ahmadiyah sebagai salah
satunya, secara Teologis kita meyakini bahwa risalah (Ajaran) terakhir adalah yang di
bawa Nabi Muhammad SAW yang sekaligus sebagai penutup Nabi dan Rasul

Keyakinan tersebut (Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir) dijelaskan dalam al-
Qur’an yang berbunyi :

ِ ‫م ا ك اَ َن مح َّم ٌد َأب آ آح ٍد ِمن ِرج الِ ُكم ولَ ِكن َّرس و َل‬
‫اهلل َو َخ اتَ َم‬ ُْ ْ َ ْ َ ْ َ َ َُ َ

)40: ‫النَّبِيِّ َن َو َكا َن اهللَ بِ ُك ِّل َش ْيٍئ َعلِ ْي َما (االحزاب‬

38
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”

Sebagai negara hukum, maka segala permasalahan yang menyangkut urusan hukum
harus diselesaikan melalui koridor hukum, bukan aksi anarkhisme. Oleh karena itu,
dialog adalah satu keharusan dalam memecahkan problem kehidupan, termasuk
didalamnya paham keagamaan.

‫الص لَو َة َو َْأم ُر ُه ْم ُش ْو َرى َب ْيَن ُه ْم َو ِم َّما َر َزقَْن ُه ْم َوالَ ِذيْ َن‬ ُ َ‫لِربِّ ِه ْم َوآق‬
َّ ‫ام‬ َ
)38 :‫آستَ َجابُوا ُي ْن ِف ُق ْو َن (الشور‬
ْ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan
kepada mereka”. Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar.
Berikut ini manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:

a.       Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut 


Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak
diantara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut
menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian
di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati
adalah firman Allah.
b.      Iman mewujudkan kehidupan yang baik
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu
melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik.
c.       Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa
pamrih , kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen

39
dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan
hatinya.
D. Kesimpulan
Pertama, perana agama pada masa modern dirasakan masih sangat penting, agama
tetap akan memegang peranan penting di masa mendatang, terutama dalam
memberikan landasan moral bagi perkembangan sains dan teknologi. Dalam kaitan
ini perlu ditekankan pentingnya usaha mengharmoniskan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) dengan agama (Imtaq). Iptek harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai
moral-agama agara tidak bersifat destruktif terhadap nilai-nilai kemanusiaan
(dehumanisasi). Sedangkan ajaran agama harus didekatkan dengan konteks
modernitas, sehingga dapat bersifat kompatibel dengan segala waktu dan tempat.

Pada dasarnya dalam kehidupan modern, kita sebagai manusia tidak bisa terlepas dari
iman dan taqwa. Karena dengan kita beriman dan bertaqwa, kita dapat mencegah dan
menyelamatkan diri dari hal-hal yang menyesatkan atau dari segala sesuatu yang
tidak baik.  Selain itu, kita juga dapat menentukan apakah modernisasi tersebut
dianggap sebagai suatu kemajuan atau tidak, dipandang bermanfaat atau tidak,
diperlukan atau sebaliknya perlu dihindari.

40
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, Muhammad I. 1989. Kuliah Tauhid. Jakarta: Yayasan Sari Insan
Agus Miswanto, MA, diakses dari
http://agusnotes.blogspot.com/2008/09/bab-v-marifatul-mabda-
pengetahuan.html, pada tanggal 12 Maret 2019.
Dr. Abdul Rahman Abdul Khalid, 1996, Garis pemisah antara kufur dan
iman. Jakarta: Bumi Aksara.
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumarth, dkk., 1998, Mengenal mudah Rukun
Islam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan secara Terpadu. Bandung: Al-Bayan.
https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com/resourcedocs/
54d3775e84d96.pdf (diakses 11 Maret 2019)
Kaelany HD, 2000, Iman, Ilmu dan Amal Saleh. Jakarta: Rineka Cipta.
Mat Saichon, 2017, MAKNA TAQWA DAN URGENSITASNYA DALAM AL-
QUR’AN, Vol 3 No 1).
Muslim, Yulianti. 2017. Modul Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Islam.Universitas Kanjuruhan Malang.
Pramana Ammanullah, dkk, diakses dari
https://www.academia.edu/37425086/Contoh_Makalah_Konsep_Ketuhan
an_Dalam_Islam, pada tanggal 12 Maret 2019
Rezky Fauzi Amir, diakses dari
http://rezkyfausi.blogspot.com/2012/12/konsep-ketuhanan-dalam-
islam.html, pada tanggal 12 Maret 2019.
Setiawan, Heru, 2016. Integrasi Imtaq dan iptek dalam pengembangan
Pendidikan Islam, Vol 1 No 2.
Yusuf Al-Qardhawy, 1996, Iman dan Kehidupan. Jakarta: Bulan Bintang.

41

Anda mungkin juga menyukai