Anda di halaman 1dari 12

Makalah Agama

Konsep Ketuhanan dalam Islam

Kelompok 1 :
Nama NIM
Allika Fitonia 06111281823029
Muhammad Juni Saputra 06111281823031
Muhammad Romadoni 06111281823052
Penti Mareta Sari 06111281823064
Rizqy Putri Mayari 06111281823018
Shintia Agustina Wulan Dari 06111181823007

Pendidikan Fisika 2018


Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

ِ‫للاِ بِس ِْم‬


ِ ‫من‬ِِ ْ‫الرح‬
َّ ‫يم‬
ِِ ِ‫الرح‬
َّ
“DenganِmenyebutِnamaِAllahِYangِMahaِPemurah lagiِMahaِPenyayang”

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kami setinggi-tingginya kehadiran Allah swt. atas berkat
rahmat-Nyalah alhamdulillah kami bisa menyelesaikan dengan cukup baik makalah ini walaupuan sedikit
ada masalah dalam pembuatannya.
Selama proses penyusunan tugas ini, kami menjumpai beberapa hambatan namun berkat beberapa
referensi dari berbagai buku. Akhirnya kami dapat menyelesaikannya dalam tempo waktu yang telah
diberikan. Selain itu, melalui kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini baik itu Dosen, teman-teman, mau pun
buku referensi yang kami gunakan.
Makalah ini merupakan makalah pertama yang kami buat dari program studi Pendidikan Fisika
dalam matakuliah Agama Islam Universitas Sriwijaya tahun 2018. Dalam makalah ini kami membahas
tentang konsep ketuhanan dalam islam.
Setiap manusia pasti tidaklah sempurna karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan. Maka
diharapkan kritik dan sarannya untuk membangun makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Harapan kami semoga makalah mengenai integrasi nasional ini dapat bermanfaat bagi kami mau pun
pembaca lainnya.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Indralaya, September 2018

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.Menurut Al-Quran
terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.Semua nama tersebut mengacu pada Allah,
nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal
dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-
rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan
kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan
menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul di mana pun
tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak dapat dicapai
oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha
Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni,
Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia
meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.
Namun di era globalisasi ini Tuhan serasa didefinisakan secara bias. Tuhan pada era
sekarang ini seakan hanya sebagai kepercayaan saja. Kedisiplinan kepada Tuhan pun bergeser
kepercayaan pada duniawi saja. Oleh karena itu dalam makalah kami akan memaparkan tentang
definisis Tuhan, konsep Tuhan dalam Islam, dan pembuktian wujud Tuhan.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi Tuhan
2. Apa itu Filsafat Ketuhanan dalam Islam
3. Konsep Ketuhanan dalam Islam
4. Bagaimana Pembuktian Wujud Tuhan dalam Islam

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Definisi Tuhan


2. Untuk Mengetahui Filsafat Ketuhanan dalam Islam
3. Untuk Mengetahui Konsep Ketuhanan dalam Islam
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Pembuktian Wujud Tuhan dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tuhan

Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan
hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu
yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:


Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari
padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.
Imaduddin, 1989 : 56)

Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang
pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-
Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan
(utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkanِkalimatِ“laaِilaahaِillaِAllah”.ِSusunanِkalimatِtersebutِ
dimulaiِdenganِpeniadaan,ِyaituِ“tidakِadaِTuhan”,ِkemudianِbaruِdiikutiِdenganِpenegasanِ
“melainkanِAllah”.ِHalِituِberartiِbahwaِseorangِmuslimِharusِmembersihkanِdiriِdariِsegalaِ
macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu
Allah SWT.

B. Filsafat Ketuhanan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu
sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat
dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet.
IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami
perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang
yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat
diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas
yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus
dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas,
kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam
pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS.
Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi
didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan
berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk
menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

a. Siapakah Tuhan itu?

Perkataanِilah,ِyangِditerjemahkanِ“Tuhan”,ِdalamِAl-Quran dipakai untuk menyatakan


berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-
Jatsiiyah) : 23, yaitu:

َِ‫ن أَفَ َرأَيْت‬


ِِ ‫ضلَّهِ ه ََواهِ إِلَ َههِ ات َّ َخ ِذَ َم‬
َ َ ‫ّللا َوأ‬ َ ِ‫علَى َو َخت ََِم ع ِْلم‬
َِّ ‫علَى‬ َ ‫ل َوقَ ْلبِ ِِه‬
َ ‫س ْم ِع ِِه‬ َِ َ‫علَى َو َجع‬
َ ‫ص ِر ِِه‬
َ َ‫َاوةِ ب‬ ِْ ‫ن يَ ْهدِي ِِه فَ َم‬
َ ‫ن ِغش‬ َِّ ‫أَفَال‬
ِْ ِ‫ّللاِ بَ ْع ِِد م‬
َِ‫( تَذَ َّكرون‬٢٣)

“MakaِpernahkahِkamuِmelihatِorangِyangِmenjadikanِhawaِnafsunyaِsebagaiِTuhannyaِdanِ
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?

Dalam QS : 28 (Al-Qashash)ِ:ِ38,ِperkataanِilahِdipakaiِolehِFir’aunِuntukِdirinyaِsendiri:

َ ‫ع ِل ْمتِ َما ْال َمأل أَيُّ َها يَا ف ِْر‬


ِ‫ع ْونِ َوقَا َل‬ َ ‫ن لَك ِْم‬ َ ‫علَى هَا َمانِ يَا لِي فَأ َ ْوقِ ِْد‬
ِْ ِِ‫غي ِْري إِلَهِ م‬ ِِ ِّ ِ‫ل الط‬
َ ‫ين‬ ِْ َ‫ص ْرحا لِي فَاجْ ع‬ َّ َ ‫إِلَ ِِه إِلَى أ‬
َ ‫طلِعِ لَعَ ِلِّي‬
‫سى‬ ْ
َ ‫( الكَا ِذبِينَِ مِ نَِ ألظنُّهِ َوإِنِِّي مو‬٣٨)

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku.
Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang
Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin
bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
artiِberbagaiِbenda,ِbaikِabstrakِ(nafsuِatauِkeinginanِpribadi)ِmaupunِbendaِnyataِ(Fir’aunِ
atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam
bentuk tunggal (mufrad: ilaahun),ِgandaِ(mutsanna:ِilaahaini),ِdanِbanyakِ(jama’:ِaalihatun).ِ
Derifasiِmaknaِdariِkataِilahِtersebutِmengandungِmaknaِbahwaِ‘bertuhanِnol’ِatauِatheismeِ
adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:

Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri
di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya
(M. Imaduddin, 1989 : 56)

Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang
pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-
Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkanِkalimatِ“laaِilaahaِillaِAllah”.ِSusunanِkalimatِtersebutِ
dimulaiِdenganِpeniadaan,ِyaituِ“tidakِadaِTuhan”,ِkemudianِbaruِdiikutiِdenganِpenegasanِ
“melainkanِAllah”.ِHalِituِberartiِbahwaِseorangِmuslimِharusِmembersihkanِdiriِdariِsegalaِ
macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu
Allah SWT.
Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan
dalamِmakalahnyaِyangِberjudulِ“AlِIlahiyyatِBainaِIbnuِSinaِwaِIbnuِRusyd”ِyang telah di
edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam.
Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu ; tidak
ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa
pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus
sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa
pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha indah dan agung.

b. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1) Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik
yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan
yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-
mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson
Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:

 Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan
pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh
positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut
dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India).

 Animisme
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya
telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai
rasa senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia
tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan
roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk
memenuhi kebutuhan roh.

 Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena
terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi
masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

 Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh
karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan
satu tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).

 Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah menjadi Monoteisme. Dalam
Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk Monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max


Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan
adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang
yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat
mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah
agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam
penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif
adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul
Yusuf, 1993 : 26-27).

2) Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu
Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin
AbiِThalibِdenganِkelompokِMu’awiyyah.ِSecaraِgarisِbesar,ِadaِaliranِyangِbersifatِ
liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran
tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan
Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual
dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Aliran-
aliran tersebut yaitu :

 Mu’tazilah
Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal
pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis
ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankanِkedudukanِkeimanan.ِMu’tazilahِlahirِsebagaiِpecahanِdariِkelompokِ
Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

 Qodariah
Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat.
Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang
menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

 Jabariah
Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan
berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini
merupakanِpecahanِdariِMurji’ah

 Asy’ariyahِdanِMaturidiyah
Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan
Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan
umat Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran
mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak
menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-
Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
C. Konsep Tuhan Dalam Islam

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang
Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan
Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid) Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.dalam Islam tidak hanya
Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih
dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan
memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia
padaِjalanِyangِlurus,ِ“jalanِyangِdiridhai-Nya”.
Landasan – Landasan hukum islam
 Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama al-Qur’anِ(Al-‘Alaqِ[96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal
termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’anِadalahِkalamِAllah,ِ
sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’anِmerupakanِ“penuturanِAllahِtentangِdiri-
Nya.”
 Selain itu menurut Al-Qur’anِsendiri,ِpengakuanِakanِTuhanِtelahِada dalam diri manusia
sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’rafِ[7]:172).ِKetikaِmasihِdalamِbentukِroh,ِdanِ
sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu
manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut
menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika
manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur’anِmenegaskanِiniِ
dalam surah Az-Zumar [39]:8 dan surah Luqman[31]:32.
 Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran
diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum
Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-
Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat
46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
 Musa menerima wahyu tauhid, Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain
Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku, (Ta Ha[20]:13-14)
"Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya Dia
memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu
(musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain." (al-
An'am [6]:133).

D. Pembuktian Wujud Tuhan

Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu akal yang
tidakِadaِbatasnya.ِSetiapِmanusiaِnormalِpercayaِbahwaِdirinyaِ“ada”ِdanِpercayaِpulaِbahwaِ
alamِiniِ“ada”.ِDenganِdasarِituِdanِdenganِkepercayaanِinilahِdijalaniِsetiapِbentukِkegiatan
ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya
Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya
Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang
berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian
luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta ?
Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan dapat
ditemukan dalam Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63ِdijelaskanِbahwa:ِ“bangsaِarabِ
yang penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit dan bumi.
Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab sesungguhnya telah
memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi serta
pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada segelintir anak manusia yang menolak eksistensi
tuhan, seperti penggambaran al-Quran dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Ayat ini menegaskan
bahwa:ِ“merekaِberkata:ِ“ِkehidupanِiniِtidakِlainِhanyalahِkehidupanِdiduniaِsaja,ِkitaِmatiِ
danِkitaِhidup,ِdanِtidakِadaِyangِmembinasakanِkitaِselainِmasa.”ِPenolakanِakan eksistensi
tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak
didasarkan pada pengetahuan yang meyakinkan seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24
tersebut,ِyaitu:”merekaِsekaliِkaliِtidakِmempunyaiِpengetahuanِtentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.
Banyak sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang
keberadaan Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung dalam surah Ali-Imran
ayatِ62ِyangِartinyaِ“sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan selain Allah,
dan sungguh Allah Maha Perkasa , Maha Bijaksana.
Keesaan Allah SWT adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan
yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat Laa ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah SWT sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa Tuhan
adalah Wujud (ada). Bukti klasik yang sering digunakan adalah tentang adanya alam semesta.
Setiap sesuatu yang ada tentu diciptakan dan pencipta adalah Allah SWT Tuhan pencipta alam
semesta. Pembuktian dengan pendekatan seperti diatas sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh
sebelum umat Islam menggunakan pembuktian semacam itu, Plato telah mengemukakan teori
dalam bukunya Timaeus yang mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada yang
menjadikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat
diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap
sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek
ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif.

B. Saran

Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih memperbaiki atau
memperdalam kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ (diakses pada 24


September 2011)
http://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-ketuhanan.html (diakses pada 24 September 2011)
http://eurekamal.wordpress.com/2007/06/25/konsep-ketuhanan-dalam-filsafat-shadrian/ (diakses pada 24
September 2011)
Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta : Bulan Bintang

Anda mungkin juga menyukai