Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TUNTUTAN GANTI KERUGIAN

DISUSUN OLEH :
ANDI MUHAMMAD FAIZ NIZAR BAHARUDDIN

(B021191016)

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PEMBAHASAN

• Pengertian

Menurut pasal 1 angka 22 UU no 8 tahun 1981 tentang KUHP “ganti kerugian

adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa

imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan

yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau

hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Sementara ganti kerugian keuangan negara adalah proses penuntutan yang

dilakukan oleh pejabat yang berwenang terhadap pengelola keuangan negara yang
menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara. Oleh karena itu, ketika terjadi

kerugian keuangan negara pada saat dilakukan pengelolaan keuangan negara oleh

pengelola keuangan negara, maka harus dikembalikan kerugian keuangan negara

tersebut.

Pada hakikatnya banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan pengembalian

keuangan negara dengan tidak melanggar hukum keuangan negara. Satu diantara

banyak cara yang dapat ditempuh yakni tuntutan ganti kerugian. Jadi pada hakikatnya,

tuntutan ganti kerugian keuangan negara merupakan cara pengembalian kerugian


keuangan yang tidak melalui proses pradilan. Walaupun tidak melaui proses peradilan

tidak berarti bahwa tuntutan ganti kerugian merupakan suatu bentuk penyelesaian

secara damai, meski begitu cara tersebut tetap diperbolehkan secara yuridis.

Adapun pengelolaan keuangan negara yang dapat dituntut ganti kerugian keuangan

negara meliputi menteri, pimpinan lembaga negara, pimpinan lembaga pemerintah non-

kementrian keuangan negara, pegawai negeri bukan bendahara, pejabat lain, dan

bendahara. Hal ini disebabkan karena telah melakukan pelanggaran hukum atau

melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang berhubung

karena kerugian keuangan negara antara lain, kekurangan uang, surat berharga, dan

barang yang nyata dan pasti jumlahnya.

Ganti kerugian keuangan negara dapat berupa sejumlah uang, atau barang yang

dapat dinilai dengan uang yang kemudian, harus dikembalikan kepada negara oleh

pelaku yang dituntut ganti kerugian. Ganti kerugian keuangan negara dilakukan oleh

pejabat yang berwenang berupa tindakan penuntutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak

terjadi kendala atau hambatan dalam pengembalian kerugian keuangan negara.

Dengan kata lain, pengembalian kerugian keuangan negara merupakan upaya hukum

dalam hukum keuangan negara yang boleh ditempuh dengan cara tuntuan ganti

kerugian.

• Tuntutan ganti kerugian kepada pejabat negara.


Dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, pejabat negara menggunakan

anggaran negara/ barang negara. Oleh karena itu pejabat negara dituntut agar tidak

menimbulkan kerugian negara. Apabila terjadi kerugian keuangan negara maka pejabat

negara boleh dituntut ganti kerugian. Adapun pejabat negara yang boleh dituntut ganti

kerugian keuangan negara adalah sebagai berikut :

• Presiden

• Wakil Presiden

• Ketua, Wakil Ketua, dan anggota MPR


• Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR

• Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPD

• Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung mahkamah agung serta ketua,

wakil ketua, ketua muda dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim

Ad hoc.

• Ketua, wakil ketua, dan hakim mahkamah konstitusi.

• Ketua, wakil ketua, dan anggota badan pemeriksa keuangan.

• Ketua, wakil ketua, dan anggota komisi yudisial.

• Ketua dan wakil ketua komisi pemberantasan korupsi

• Ketua dan wakil ketua komisi ombudsman.

• Menteri dan jabatan setingkat menteri.

• Kepala perwakilan republic indonesia diluar negeri yang berkedudukan sebagai

duta besar luar biasa dan berkuasa penuh

• Menteri dan jabatan setingkat menteri

• Gubernur dan wakil gubernur

• Bupati/walikota dan wakilnya.

Menteri, pimpinan lembaga negara, dan pimpinan lembaga pemerintah

nonkementrian negara merupakan pejabat negara yang berwenang mengelola

keuangan negara di instansi masing-masing. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 angka 15
Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, bahwa menteri/

pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan

kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, pejabat negara

tertuju kepada menteri, pimpinan lembaga negara, dan pimpinan lembaga pemerintah

non kementerian negara serta tidak menyertakan :

• Kuasa pengguna anggaran negara/ pengguna barang negara selaku pembantu

dalam pengelolaan keuangan negara.

• Kuasa bendahara umum negara selaku pembantu bendahara umum negara


yang dipangku oleh menteri keuangan dalam penyelenggaraan perbendaharaan

umum negara.

Apabila dalam penggunaan anggaran negara/ penggunaan barang negara ternyata

pejabat negara menimbulkan kerugian keuangan negara maka pastilah dituntut untuk

melakukan ganti kerugian. Tuntutan ganti kerugian merupakan bentuk perwujudan

tanggung jawab penggunaan anggaran/penggunaan barang negara selama kurun

waktu satu tahun anggaran. Maka, dalam kurun waktu satu tahun anggaran itu pejabat

negara ditiap instansinya masing-masing mengupayakan agar tidak timbul kerugian

keuangan negara selama proses penggunaan anggaran negara/barang negara.

Untuk menetapkan tuntutan ganti kerugian kepada pejabat negara, wajib didasarkan

pada kaidah hukum keuangan negara. Adapun ketentuan yang terdapat pada pasal 35

ayat (1) Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, bahwa setiap

pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau

melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan

keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian yang diperbuat.

Tidak dijelaskan oleh kaidah hukum keuangan negara tentang siapa yang

berwenang untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pejabat negara. Namun,

kalau dikaji secara mendalam hakikat penggunaan anggaran negara/penggunaan

barang negara pada kementrian negara, lembaga negara, dan lembaga non kementrian
negara maka diketahui bahwa yang berwenang melakukan tuntutan ganti kerugian

yakni presiden.

Meski begitu, pasal 35 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

keuangan negara mengamanatkan bahwa ketentuan mengenai penyelesaian kerugian

negara diatur dalam Undang-undang mengenai perbendaharaan negara. Sebagai

bentuk pelaksaan pasal 35 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

keuangan negara, ditetapkan Undang-undang nomro 1 tahun 2004, namun

kenyataannya tidak ada kaidah hukum yang mengatur tuntutan ganti kerugian kepada
presiden pada saat menimbulkan kerugian keuangan negara.

Seharusnya terdapat peraturan yang mengatur dengan rinci mengenai tata cara

tuntutan ganti kerugian kepada menteri, pimpinan lembaga negara, dan pimpinan

lembaga non kementerian negara baik itu dalam bentuk Undang-Undang ataupun

peraturan pemerintah agar tidak terjadi kekosongan hukum apabila terjadi kerugian

keuangan negara. Kehadiran peraturan tersebut merupakan bentuk keabsahan

presiden ketika melakukan tuntutanganti kerugian kepada pejabat negara yang

menimbulkan kerugian keuangan negara.

• Tuntutan ganti kerugian kepada bendahara.

Menurut pasal 1 angka 14 Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang

perbendaharaan negara, bendahara merupakan orang atau badan yang diberi tugas

atas nama negara untuk menerima, menyimpan, dan menyerahakan uang atau barang,

atau surat berharga milik negara. Adapun jenis bendahara berdasarkan tugasnya dalam

pengelolaan keuangan negara adalah :

• Bendahara umum negara

• Bendahara penerimaan

• Bendahara pengeluaran

Ketika terjadi kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh bendahara, maka

kerugian itu tidak boleh dipeti-eskan karena berpengaruh pada kegiatan yang
membutuhkan pembiayaana dari keuangan negara. Kerugian keuangan negara wajib

dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri, pimpinan lembaga

negara, dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian negara yang berkompeten

untuk itu.

Selain penyampaian kepada menteri, pimpinan lembaga negara, dan pimpinan

lembaga pemerintah non kementerian negara, atasan langsung atau kepala kantor juga

dapat melakukan pelaporan kepada badan pemeriksa keuangan. Kewenangan untuk

menetapkan tuntutan ganti rugi keuangan negara yang dilakukan oleh bendahara
berada ditangan bpk bukan menteri, pimpinan lembaga negara, dan pimpinan lembaga

pemerintah non kementerian negara.

Proses tuntutan kerugian dimulai dengan pembuatan surat tanggung jawab mutlak

oleh bendahara yang bersangkutan, dan itu wajib. Apabila bendahara tidak membuat

surat keterangan tanggung jawab mutlak maka akan diberikan teguran berupa surat

keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara.

Selanjutnya setelah diketahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang

merugikan keuangan negara, maka badan pemeriksa keuangan menerbitkan surat

penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara. Apabila surat keputusan

penetapan batas waktu pertanggung jawaban tidak sesuai dengan kenyataan (fakta

hukum), maka bendahara berhak mengajukan surat gugatan sebagai bentuk

pembelaan diri.

Apabila pada saat itu bendahara berada pada kondisi memaksa (force majeur)

sehingga tidak mengajukan gugatan, maka diperkenankan menunjuk kuasa khusus

berdasarkan surat kuasa khusus. Pada hakikatnya, surat gugatan itu dibuat untuk

menggugat surat keputusan penetapan batas waktu pertanggung jawaban bendahara.

Sebenarnya, gugatan yang diajukan oleh bendahara terhadap surat keputusan

penetapan batas waktu pertanggung jawaban bendahara merupakan bentuk

perlawanan.
Oleh karena itu, sebelum menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu

pertanggung jawaban bendahara, badan pemeriksa keuangan terlebih dahulu

melakukan penelitian secara cermat mengenai ada tidaknya kerugian keuangan negara

yang disebabkan oleh bendahara agar tidak terjadi pencemaran nama baik. Jika

bendahara tidak mengajukan gugatan sehingga jangka waktu mengajukan keberatan

telah terlampaui atau tertolak keberatannya, maka badan pemeriksa keuangan

berwenang menerbitkan surat keputusan pembebanan ganti kerugian kepada

bendahara.
Perlu diketahui, surat keputusan penetapan batas waktu pertanggung jawaban

bendahara dan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian keuangan negara

merupakan dua bentuk keputusan yang memiliki sifat hukum yang berbeda. Sifat

hukum surat keputusan penetapan batas waktu pertanggung jawaban bendahara terikat

oleh ketetapan batas waktu sedangkan surat keputusan pembebanan penggantian

kerugian keuangan negara tidak terikat batas waktu.

Bendahara yang menerima surat keputusan pembebanan penggantian kerugian,

wajib melakukan penyelesaian ganti kerugian berdasarkan tata cara yang ditentukan.

Tata cara penggantian kerugian keuangan negara kepada bendahara diberlakukan pula

bagi perusahaan umum dan perusahaan perseorangan yang seluruh atau paling sedikit

lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh negara.

Bendahara yang menyebabkan kerugian terhadap keuangan negara wajib

melakukan penggantian kerugian. Kewajiban mengganti kerugian keuangan negara,

diawali dengan tuntutan ganti kerugian dan diikuti dengan surat keputusan pembenaan

penggantian keuangan negara dari badan pemeriksa keuangan. Namun, bendahara

tidak mutlak harus bertanggung jawab secara pribadi. Tanggung jawab tersebut boleh

dilimpahkan kepada pengampunya ataupun ahli waris apabila sedang dalam

pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia.

Setelah membayar ganti kerugian, bendahara yang bersangkutan juga dapat


dikenakan sanksi administrative dari presiden. Hal ini ditegaskan dalam pasal 34 ayat

(3) undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, bahwa presiden

memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada

pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana

ditentukan dalam Undang-undang ini.

• Tuntutan ganti kerugian kepada pegawai bukan bendahara.

Pengelolaan keuangan negara tidak selamanya dilakukan oleh pejabat negara,

pengelolaan keuangan negara juga terkadang dilaksanakan oleh pegawai negeri sipil
bukan bendahara. Pada saat melakukan pengelolaan keuangan negara, pegawai

negeri sipil bukan bendahara juga wajib untuk menaati kaidah hukum keuangan negara

agar tidak terjadi kerugian pada keuangan negara. Apabila pegawai negeri sipil bukan

bendahara menyebabkan kerugian keuangan negara pada saat melaksanakan

pengelolaan keuangan, maka atasan langsung atau kepala kantor wajib melaporkan hal

tersebut kepada menteri, pimpinan lembaga negara, atau pimpinan lembaga negara

non pemerintahan. Atasan langsung atau kepala kantor juga dapat melaporkan hal

tersebut kepada badan pemeriksa keuangan selambat-lambatnya tujuh hari setelah

diketahui adanya kerugian keuangan negara.

Pegawai negeri bukan bendahara yang terbukti melanggar hukum atau melalaikan

kewajibannya, segera dimintakan membuat surat keterangan tanggung jawab mutlak.

Surat itu berisikan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa telah menimbulkan

kerugian keuangan negara dan bersedia untulk bertanggung jawab dan

menggantikannya. Apabila pegawai bukan bendahara tidak membuat surat tanggung

jawab mutlak, maka menteri, pimpinan lembaga negara, atau pimpinan lembaga negara

non pemerintahan berwenang untuk memberikan teguran. Bentuk teguran tersebut

berupa penerbitan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara,

sehingga wajib menyelesaikan ganti kerugian berdasarkan tata cara penyelesaian

menurut peraturan pemerintah nomro 38 tahun 2016 tentang tata cara ganti kerugian
negara/ daerah terhadap pegawai bukan bendahara atau pejabat lain.

Kewajiban ganti kerugian keuangan negara merupakan bentuk tanggung jawab

pribadi pegawai negeri bukan bendahara yang meyebabkan kerugian keuangan negara

pada saat megelola keuangan negara. Meskipun secara pribadi, tuntutan ganti kerugian

tidak mutlak ditujukan kepada pegawai negeri bukan bendahara yang bersangkutan

seorang. Tanggung jawab tersebut dapat dilimpahkan kepada pengampunya maupun

ahli warisnya apabila yang bersangkutan sedang dalam pengampuan, melarikan diri,

atau meninggal dunia.


Setelah membayar ganti kerugian keuangan negara, pegawai negeri bukan

bendahara yang bersangkutan boleh dikenakan sanksi administratif oleh presiden.

Pengenaan sanksi adminstratif yang dimaksud berdasar kepada pasal 34 ayat (3)

Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Namun, sanksi

administratif tersebut tidak dapat diberlakukan kepada yang bersangkutan apabila telah

meninggal dunia.

Penggantian kerugian keuangan negara juga dapat dilakukan melalui pertimbangan

penyelesaian kerugian negara (majelis). Tata cara penggantian kerugian negara melalui

pertimbangan penyelesaian kerugian keuangan negara memiliki perbedaan secara

prinsipil dengan cara penerbitan surat keputusan pembebanan penggantian keuangan

negara. Tata cara penggantian kerugian keuangan negara juga dapat diberlakukan

kepada perusahaan umum dan perseroan yang seluruh atau paling sedikit lima puluh

satu persen sahamnya dimiliki oleh negara, sepanjang tidak diatur dalam Undang-

Undang tersendiri.

• Tuntutan ganti kerugian kepada pejabat lain

Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 52 ayat (2) Undang-Undang nomor 15

tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,

pejabat lain juga dapat dikenakan tuntutan ganti kerugian keuangan negara apabila

melakukan pelanggaran hukum atau lalai dalam melaksanakan kewajibannya dalam


mengelola keuangan negara. Apabila pejabat lain menyebabkan kerugian keuangan

negara, maka wajib dilaporkan kepada pimpinan lembaga tersebut untuk menetapkan

tuntutan ganti kerugian keuangan negara dalam bentuk surat keputusan oleh pimpinan

lembaga tersebut agar memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, kerugian

keuangan negara juga dapat dilaporkan kepada badan pemeriksa keuangan dalam

jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari setelah kerugian keuangan negara itu

diketahui.

Pejabat lain yang terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya sehingga menimmbulkan kerugian keuangan negara, segera dimintakan

untuk membuat surat keterangan tanggung jawab mutlak. Apabila yang bersangkutan

tidak membuat surat keterangan tanggung jawab mutlak maka pimpinan lembaga

berwenang untuk memberikan teguran. Apabila pimpinan lembaga sebagai atasan

langsung yang berwenang tidak berhasil mendapatkan ganti kerugian dari pejabat lain

yang dituntut maka presiden berwenang mengambil alih penyelesaian ganti kerugian

keuangan negara tersebut. Bentuk teguran kepada pejabat lain yang tidak membuat

surat keterangan tanggung jawab mutlak, berupa penerbitan surat keputusan

pembebanan penggantian kerugian sementara.

Kewajiban mengganti kerugian keuangan negara merupakan berwujudan dari

tanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang telah

ditimbulkannya. Namun, tanggung jawab itu dapat dilimpahkan kepada pengampunya

atau ahli warisnya apabila sedang berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau

meninggal dunia. Meski begitu tanggung jawab pengampu, yang memeroleh hak, dan

ahli warisnya dapat terbebas dari tanggung jawab tersebut apabila sudah berada dalam

jangka waktu tiga tahun atau ketika pengampu dan ahli warisnya tidak

dilaporkan.pembebanan ganti kerugian keuangan negara bukanlah perwujudan sanksi,

melainkan sekedar pengganti kerugian keuangan negara atas pengelolaan umum

keuangan negara yang dilaksanakan oleh pejabat lain yang bersangkutan. Penggantian
kerugian keuangan negara juga dapat dilakukan melalui pertimbangan penyelesaian

kerugian negara (majelis). Secara prinsip tata cara penggantian kerugian keuangan

negara melalui pertimbangan penyelesaian kerugian negara berbeda dengan cara

penerbitan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian keuangan negara.

• Pembebasan tuntutan ganti kerugian.

Pengembalian kerugian keuangan negara tidak selalu berupa tuntutan ganti

kerugian. Bukan berarti yang bersangkutan tidak bersedia untuk melakukan

pengembalian, namun Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan


negara dapat memberikan pembebasan kepada yang bersangkutan, selama memenuhi

persyaratan yang ditentukan sehingga tidak dapat dikenakan tuntutan ganti kerugian

keuangan negara. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

• Hak negara dinyatakan kadaluarsa bila dalam jangka waktu lima tahun sejak

diketahuinya kerugian keuangan negara tersebut tidak melakukan penuntutan

ganti kerugian.

• Hak negara dinyatakan kadaluarsa apabila dalam waktu delapan tahun sejak

terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan.

• Hak negara dinyatakan kadaluarsa ketika pejabat yang berwenang tidak

menyampaikan mengenai adanya kerugian keuangan negara kepada

pengampu bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, pejabat lain dalam

jangka waktu tiga tahun sejak putusan pengadilan mengenai pengampuan

tersebut ditetapkan.

Pembebasan tuntutan ganti kerugian keuangan negara dapat terjadi bila terdapat

kelalaian penyelenggara negara untuk melakukan tuntutan ganti kerugian. Penyebab

lain terbebasnya yang bersangkutan dari tuntutan ganti kerugian adalah karena tidak

memahami kaidah hukum keuangan negara. Penyelenggara negara yang melakukan

kealpaan atau kelalaian baik itu disengaja maupun tidak disengaja, seharusnya

dikenakan sanksi administratif ataupun sanksi pidana yang sesuai dengan


perbuatannya sebagai bentuk rasa keadilan sebagaimana tujuan hukum keuangan

negara.

Anda mungkin juga menyukai