Anda di halaman 1dari 94

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

PENGARUH BACK MASSAGE MENURUNKAN NYERI


AKUT PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PAYANGAN

OLEH :

NI PUTU YENI ARMAYANTI


NIM : 219012826

PROGRAM STUDI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

PENGARUH BACK MASSAGE MENURUNKAN NYERI


AKUT PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PAYANGAN

Diajukan sebagai salah satu prasyarat untuk menyelesaikan Studi Ners

OLEH :

NI PUTU YENI ARMAYANTI


NIM : 219012826

PROGRAM STUDI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Nama : Ni Putu Yeni Armayanti, S.Kep

NIM : 219012826

Tanda Tangan :

Tanggal :

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Nama : Ni Putu Yeni Armayanti, S.Kep


NIM : 219012826
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Wira
Medika Bali

Judul Karya Ilmiah Akhir :


Pengarug Back Massage Menurukan Nyeri Akut Pada Lansia Dengan Hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan. Telah diperiksa dan disetujui untuk
mengikuti ujian KIA-N

Denpasar, 25 November 2022


Pembimbing

(Ns. Ni Putu Wiwik Oktaviani,S.Kep.,M.Kep)

iii
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Nama : Ni Putu Yeni Armayanti, S.Kep


NIM : 219012826
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Wira
Medika Bali

Judul Karya Ilmiah Akhir :


Pengarug Back Massage Menurukan Nyeri Akut Pada Lansia Dengan Hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
STIKes Wira Medika Bali

DEWAN PENGUJI
Penguji I,

(Ns.Ni Ketut Ayu Mirayanti,S.Kep.M.Kep)

Pembimbing dan Penguji II

(Ns Ni Putu Wiwik Oktaviani,S.Kep.,M.Kep)

Ditetapkan di :
Tanggal :

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners yang
berjudul “Pengarug Back Massage Menurukan Nyeri Akut Pada Lansia Dengan
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan” tepat pada waktunya. Karya
Ilmiah Akhir Ners ini disusun dalam rangka memenuhi sebagaian persyaratan
untuk memperoleh gelar Ners pada Program Studi Profesi Ners, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali.
Penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai
penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
karya ilmiah akhir ini, untuk itu dengan segala hormat dan kerendahan hati,
peneliti menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesa-besarnya
kepada:
1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana., M.M, selaku Ketua STIKes Wira
Medika Bali.
2. Ns. Ni Wayan Trisnadewi, S.Kep., M.Kes, selaku ketua Program Studi
Profesi Ners STIKes Wira Medika Bali.
3. Ns. Ni Putu Wiwik Oktaviani, S.Kep., M.Kep, selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian Karya Ilmiah
Akhir Ners ini serta dengan penuh kesabaran memberikan pertimbangan-
pertimbangan guna terselesaikannya Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
4. Orang tua atas segala doa, cinta dan kasih sayang serta dukungan baik
moril maupun material dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
5. Teman teman mahasiswa profesi Ners STIKes Wira Medika Bali yang ikut
serta memberi dukungan semangat dan membantu dalam penyusunan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini.

v
v
6. Pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan dan telah mendoakan demi suksesnya penyusuanan
Karya Ilmiah Akhir ini.
Saya menyadari masih banyak keterbatasan dalam penyusunan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini. Saya telah berusaha dengan segenap kemampuan dalam
menuangkan pemikiran ke dalam Karya Ilmiah Akhir Ners ini, tentunya akan
masih banyak ditemukan hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Saya sangat
mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan Karya Ilmiah Akhir Ners
ini.

Denpasar, 2022
Penulis,

(Ni Putu Yeni Armayanti, S.Kep)

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik STIKes Wira Medika Bali saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Ni Putu Yeni Armayanti, S.Kep
NIM : 219012826
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Wira
Medika Bali
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKes Wira Medika Bali Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas Karya Ilmiah Akhir Ners saya yang berjudul: “Pengarug
Back Massage Menurukan Nyeri Akut Pada Lansia Dengan Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Payangan” beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneklusif ini STIKes Wira Medika Bali
berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Denpasar
Pada Tanggal : Desember 2022
Yang menyatakan

(Ni Putu Yeni Armayanti, S.Kep)

vii
ABSTRAK

Pengarug Back Massage Menurukan Nyeri Akut Pada Lansia Dengan Hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada lansia
akibat proses penuaan. Gejala yang sering muncul pada hipertensi salah satunya
adalah nyeri kepala. Manajemen nyeri dilakukan untuk menangani nyeri agar
pasien merasa aman dan nyaman, yang dapat dilakukan melalui intervensi non
farmakologi yaitu back massage. Tujuan karya ilmiah ini untuk mengetahui
efektifitas back massage dalam mengatasi nyeri pada pasien lansia hipertensi. Hasil
pengkajian didapatkan keluhan utama pasien adalah sakit kepalanya berdenyut-
denyut skala nyeri 4, rencana keperawatan memberikan back massage, tindakan
keperawatan dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Hasil evaluasi menunjukkan
pasien mengatakan nyerinya sedikit berkurang, skala nyeri 2 dan pasien merasa
lebih nyaman dan rileks. Disarankan kepada Puskesmas agar back massage standar
operasional prosedur sehingga dapat dijadikan alternatif intervensi pada lansia
hipertensi yang mengalami sakit kepala.

Kata kunci : Hipertensi, Nyeri, Back Massage

viii
ABSTRACT

Nursing Care for the Family of Mr. W.A. Suffering from Hypertension with
Nursing Problems with Acute Pain by Giving Back Massage in the Work Area of
the Payangan Health Center

Hypertension is a disease that often occurs in the elderly due to the aging process.
One of the most common symptoms of hypertension is headache. Pain
management is carried out to treat pain so that patients feel safe and comfortable,
which can be done through non-pharmacological interventions, namely back
massage. The purpose of this scientific work is to determine the effectiveness of
back massage in overcoming pain in elderly patients with hypertension. The
results of the study found that the patient's main complaint was a throbbing
headache on a pain scale of 4, the nursing plan provided back massage, nursing
actions were carried out in three meetings. The results of the evaluation showed
the patient said the pain was slightly reduced, the pain scale was 2 and the patient
felt more comfortable and relaxed. It is recommended to the health center that
back massage is a standard operating procedure so that it can be used as an
alternative intervention for hypertensive elderly who experience headaches.

Keywords: Hypertension, Pain, Back Massage

ix ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISILANITAS................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................................................... vii
ABSTRAK.......................................................................................................... viii
ABSTRACT......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Keluarga................................................................................ 8
2.2 Konsep Hipertensi.............................................................................. 18
2.3 Konsep Back Massage....................................................................... 27
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan ........................................................... 29

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN


3.1 Pengkajian ......................................................................................... 41
3.2 Diagnosa keperawatan....................................................................... 42
3.3 Intervensi ........................................................................................... 43
3.6 Implementasi ..................................................................................... 45
3.7 Evaluasi Keperawatan ....................................................................... 47

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Profil Lahan Praktek.......................................................................... 48
4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep Evidance Based
Practice dan konsep kasus terkait...................................................... 49
4.3 Analisis intervensi dengan konsep Evidance Based Practice............ 51
4.4 Konsep Penelitian Terkait.................................................................. 53
4.5 Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dilakukan............................... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan............................................................................................ 57
5.2 Saran ................................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA

x
x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan dari usia harapan hidup merupakan salah satu dampak dari

perbaikannya tingkat kesehatan dan kondisi sosial yang tergambar dari

meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Berkaitan dengan jumlah

lansia yang semakin meningkat memungkinkan adanya masalah kesehatan yang

khas dan biasa terjadi pada lansia akibat perubahan fisik, biologis, psikologis,

sosial dan berbagai masalah degenerative lainnya akibat masa penuaan (Nugroho,

2018). Masalah kesehatan akibat dari proses penuaan dan sering terjadi pada

sistem kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif, diantaranya yaitu

penyakit hipertensi (Black & Hawks, 2017).

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus

menerus yang disebabkan satu atau beberapa factor yang tidak berjalan

sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal.

Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah akibat berkurangnya keelastisan

dan produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama,

terutama aorta sehingga menyebabkan kehilangan daya penyesuaian diri dan tidak

dapat lagi mengalirkan darah yang keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar.

Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi

( sistolik ) dan lembah yang dalam ( diastolik ) (Corwin, 2017). Gejala klasik yang

diderita pasien hipertensi antara lain nyeri kepala, epistaksis/mimisan, pusing, dan
tinnitus/suara berdengung pada telinga yang berhubungan dengan naiknya tekanan

darah. Gejala yang sering muncul pada hipertensi salah satunya adalah nyeri

kepala (Aspiani, 2018). Nyeri kepala pada pasien hipertensi memiliki ciri-ciri

seperti nyeri kepala yang terasa berat di tengkuk namun tidak berdenyut, sering

muncul dipagi hari namun akan hilang seiring matahari terbit (Price & Wilson,

2016).

Beberapa penelitian menunjukkan nyeri kepala terjadi pada kasus hpertensi,

di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 65% mengalami nyeri kepala, di

Australia sebanyak 70% mengalami nyeri kepala, dan di Prancis sebanyak 68%

mengalami nyeri kepala (Setyawan, 2018). Penelitian Mulyadi (2018)

menemukan gejala nyeri kepala yang dialami pasien hipertensi di Puskesmas

Baki Sukoharjo sebanyak 94% yang mengalami nyeri sedang dan nyeri ringan

sebanyak 6%. Penelitian yang lain dilakukan oleh Maria (2018) tentang gambaran

gangguan rasa nyaman nyeri pada pasien Hipertensi di wilayah kerja Unit

Pelaksana Teknis Puskesmas Martapura menemukan sebanyak 80,7% mengalami

gangguan rasa nyaman nyeri.

Nyeri kepala pada lansia hipertensi disebabkan karena kerusakan vaskuler

akibat dari hipertensi pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan struktur dalam

arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Bila

pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan terganggu. Pada jaringan yang

terganggu akan terjadi penurunan O2 (oksigen) dan peningkatan CO2

(karbondioksida) kemudian terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh yang

meningkatkan asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada otak. Selain

2
merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat

mempengaruhi sistem pulmonar, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan

immunologik (Price & Wilson, 2016).

Dampak nyeri kepala pada lansia hipertensi apabila tidak segera ditangani

dapat menimbulkan masalah keperawatan lainnya, seperti gangguan pola tidur,

gangguan mobilitas fisik, dan masalah perawatan diri (Aspiani, 2018). Dampak

dari nyeri terhadap hal-hal yang lebih spesifik seperti pola tidur terganggu, selera

makan berkurang, aktivitas keseharian terganggu, hubungan dengan sesama

manusia lebih mudah tersinggung, atau bahkan terhadap mood (sering menangis

dan marah), kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau pembicaraan (Rusdi &

Isnawati, 2019).

Manajemen nyeri dilakukan untuk menangani nyeri agar pasien merasa

aman dan nyaman, yang dapat dilakukan melalui intervensi farmakologi dan non

farmakologi, secara farmakologis dapat dilakukan dengan memberikan analgesik.

Walaupun analgesik sangat efektif untuk mengatasi nyeri, namun hal tersebut

akan berdampak kecanduan obat dan akan memberikan efek samping obat yang

berbahaya bagi pasien (Potter & Perry, 2016). Masing-masing obat mempunyai

efek samping yang berbeda pada orang yang berbeda. Efek samping obat anti

hipertensi meliputi pusing saat berdiri dari posisi tidur atau duduk, kadar potasium

dalam darah rendah, gangguan tidur, mengantuk, mulut kering, sakit kepala,

bengkak atau oedem, konstipasi dan depresi (Darmawan, 2018). Intervensi

nonfarmakologi dalam pengelolaan nyeri antara lain stimulasi kutaneus. Back

massage merupakan salah satu teknik stimulusi kutaneus, dimana back massage

3
merupakan salah satu tindakan masase pada punggung dengan usapan yang

perlahan selama 10 sampai 30 menit dengan usapan 12-15 kali permenit, dengan

kedua tangan menutup area selebar 5 cm diluar tulang belakang yang dimulai

pada bagian tengah punggung bawah kemudian kearah atas area belahan bahu

kanan dan kiri (Salvo, 2018).

Back massage merupakan metode nonfarmakologi sederhana yang memberi

kenyamanan, yang dapat meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan

meningkatkan sirkulasi. Cara kerja dari massase ini menyebabkan terjadinya

pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Wong, 2018).

Efek masase pada punggung didapatkan hasil terjadinya penurunan kadar kortisol,

peningkatan kadar serotonin dan dopamin. Penurunan kortisol berdampak

pengurangan stres sehingga merasa lebih relaks, sedangkan adanya peningkatan

serotonin dan dopamin akan berdampak terjadinya penurunan rasa nyeri (Field,

2017). Back massage lebih efektif untuk menurunkan nyeri dibandingkan

intervensi nonfarmakologi dalam pengelolaan nyeri, hal ini dibuktikan oleh

Frenalia (2019) menemukan terdapat perbedaan yang signifikan skala nyeri

kepala pada pasien hipertensi antara intervensi back massage dan relaksasi nafas

dalam (p=0.001) dengan back massage lebih signifikan dalam menurunkan skala

nyeri karena memiliki nilai mean 2,1 yang lebih kecil dari nilai mean relaksasi

nafas dalam yaitu 3,6. Penelitian Mulyadi (2018) menemukan terdapat perbedaan

yang nyeri kepala pasien hipertensi antara intervensi back massage dengan

relaksasi benson (p=0.011), pengaruh back massage lebih baik dengan mean 1,8

dibandingkan TENS dengan mean 2,7.

4
Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan

September di Puskesmas Payangan dengan melakukan wawancara terhadap 10

orang lansia yang mengalami hipertensi dengan menggunakan instrumen Visual

Analogue Scale (VAS) didapatkan data seluruhnya mengalami nyeri kepala

dimana sebanyak empat orang mengalami nyeri ringan (skala 1-3) sebanyak 5

orang mengalami nyeri kepala sedang (skala 4-6) dan sebanyak satu orang

mengalami nyeri kepala berat (skala7-9) Upaya yang dilakukan oleh lansia untuk

mengatasi nyeri kepala hanya dengan minum obat dari dokter, serta memijjat

daerah kepala selaian itu belum ada upaya lain yang dilakukan untuk mengurangi

gejala-gejala yang dirasakan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil

kasus dengan judul “asuhan keperawatan keluarga Bapak W.A yang menderita

hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut dengan pemberian back

massage di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan sebagai laporan Karya Ilmiah

Akhir Ners dengan harapan nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam

memberikan asuhan keperawatan yang profesional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam Karya Ilmiah

Akhir Ners (KIA-N) ini sebagai berikut : “Bagaimanakah asuhan keperawatan

keluarga Bapak W.A yang menderita hipertensi dengan masalah keperawatan

nyeri akut dengan pemberian back massage di Wilayah Kerja Puskesmas

Payangan?”

5
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui pengarug Back Massage Menurukan Nyeri Akut Pada Lansia

Dengan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

1.3.2 Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum diatas maka disusun tujuan khusus dari

pembuatan karya ilmiah ini adalah untuk:

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada Bapak W.A yang menderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

2. Menentukan diagnosa keperawatan pada Bapak W.A yang menderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

3. Menentukan rencana keperawatan pada Bapak W.A yang menderita hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

4. Menganalisis intervensi back massage pada Bapak W.A yang menderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada Bapak W.A yang menderita

hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dalam karya ilmiah akhir ini terdapat dua manfaat yaitu:

6
1.4.1 Manfaat bagi pelayanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan oleh institusi pelayanan

sebagai terapi terhadap pasien hipertensi dengan masalah kecemasan serta sebagai

bahan untuk menyusun standar operasiona prosedur back massage

1.4.2 Manfaat Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan intervensi keperawatan khususnya pada lansia hipertensi yang

mangalami nyeri dan dapat diaplikasikan pada tatanan pelayanan keperawatan

baik di rumah sakit maupun di komunitas sebagai salah satu intervensi

keperawatan mandiri perawat

1.4.3 Manfaat penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi

penelitian selanjutnya untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan pemberian

back massage jari pada lansia hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri akut.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan

budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta

sosial individu-individu yang didalamnya dilihat dari interaksi yang regular dan

ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan

umum (Achjar, 2017).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah

satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan (Setyowati, 2017). Keluarga

adalah ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa

berlainan jenis yang hidup bersama ataupun seorang perempuan atau laki-laki

yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik adopsi atau anaknya sendiri

dalam rumah tangga (Suprajitno, 2016).

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga

adalah dua atau lebih individu yang tergantung karena hubungan darah, hubungan

perkawinan atau pengangkatan mereka hidup dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan

serta mempertahankan kebudayaan.


2.2.2 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga secara umum menurut Friedman (2015) sebagai berikut :

1. Fungsi Afektif (the affective function)

Yaitu fungsi yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk

mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

2. Fungsi Sosial (Sosialization And Placement Function)

Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang

menghasilkan interaksi sosial dan melaksanakan perannya dalam lingkungan

sosial. Keluarga merupakan tempat individu melakukan sosialisasi dimana

anggota keluarga belajar disiplin norma keluarga, prilaku melalui interaksi dalam

keluarga. Selanjutnya individu maupun keluarga berperan didalam masyarakat.

3. Fungsi Reproduksi (The Reproduction Function)

Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan

keluarga.

4. Fungsi Ekonomi (The Economic Function)

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi,

dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi Perawatan dan Pemeliharaan Kesehatan (The Health Care Function)

Yaitu keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan dan asuhan

Kesehatan atau keperawatan atau pemeliharaan kesehatan yang mempengaruhi

status kesehatan keluarga dan individu.

9
2.2.3 Tipe Keluarga

Menurut Setyowati (2017) secara tradisional keluarga dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :

1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,

ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

2. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota

keluarga yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman,

bibi).

2.2.4 Tahap dan tugas perkembangan keluarga

Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan, seperti

individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang

berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap perkembangan yang berturut-turut.

Adapun tahap-tahapperkembangan keluarga berdasarkan konsep Duvall dan

Miller (Friedman, 2015) adalah :

1. Tahap I

Keluarga pemula atau keluarga pasangan baru. Tugas perkembangan

menjadi :

1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan

2) Membangun jalinan persaudaraan yang harmonis

3) Keluarga berencana

Masalah kesehatan utama adalah penyesuian seksual dan peran perkawinan,

penyuluhan dan konseling, prenatal dan komunikasi, keluarga informasi sering

mengakibatkan masalah-masalah emosional dan seksual, kekuatan, rasa bersalah,

10
kehamilan yang tidak direncanakan, dan penyakit—penyakit kelamin baik

sebelum maupun sesudah perkawinan. Pada tahap ini, peran perawat sebagai

perawata keluarga harus memberikan penyuluhan ataupun konseling tentang

seksualitas, keluarga berencana, prenatal, dan masalah-masalah yang terkait pada

keluarga pemula/pasangan baru.

2. Tahap II

Keluarga yang sedang mengasuh anak. Dimulai dengan kelahiran anak

pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Setelah lahir anak pertama keluarga

mempunyai tugas perkembangan yang penting yaitu :

1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap

2) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dengan kebutuhan

anggota keluarga

3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan

4) Mempertahankan persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan

peran orang tua, kakek dan nenek

Masalah keluarga utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas

yang terpusat pada keluarga, perawat bayi yang baik, pengertian dan penanganan

masalah- masalah kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling, perkembangan

anak, keluarga berencana, interaksi keluarga, dan bidang-bindang peningkatan

kesehatan umumnya. Pada tahap kedua ini peran perawat memberikan konseling

dan demolistriasi pada kelurga tentang kebutuhan nutrisi anak.

11
3. Tahap III

Keluarga dengan anak usia prasekolah. Tahap ini dimulai ketika anak

pertama berusia 2 ½ tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga

mungkin terdiri dari tiga hingga lima orang, dengan pasti suami-ayah, istri-ibu,

anak laki-laki-saudara, anak perempuan-saudari. Tugas perkembangan :

1) Memenuhi kebutuhan keluarga seperti rumah, ruang bersalin, keamanan.

2) Mensosialisasikan anak

3) Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak-

anak yang lain.

4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan perkawinan

dan hubungan orang tua dan anak) dan diluar keluarga (keluarga besar dan

komunitas).

4. Tahap IV

Keluarga dengan anak usia sekolah. Tahap ini dimulai ketika anak pertama

telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13

tahun dengan tugas perkembangannya adalah mensosialisasikan anak-anak

termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan

teman sebaya yang sehat, kemudian mempertahankan hubungan perkawinan yang

memuaskan dan memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.

5. Tahap V :

Keluarga dengan anak remaja. Tahapan keluarga dengan anak remaja

diawali pada saat anak pertama berusia 13 tahun, tahap ini akan berlangsung 6-7

12
tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga

lebih awal atau jika anak masih tinggal dirumah sampai berusia 19 atau 20 tahun.

6. Tahap VI :

Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda. Permulaan dari fase

kehidupan keluarga ini ditandai dengan anak pertama meninggalkan rumah orang

tua dan berakhir dengan ―rumah kosong‖ ketika anak terakhir meninggalkan

rumah. Tahap ini agak singkat atau panjang tergantung pada berapa banyak anak

yang belum menikah tinggal setelah tamat sekolah pada tugas perkembangan

tahap ini yaitu memperoleh siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga

baru, dengan melanjutkan untuk mempengaruhi dan menyesuaikan kembali, serta

yang paling penting adalah membantu orang tua lanjut usia yang sakit dari suami

atau istri.

7. Tahap VII :

Orang tua usia pertengahan. Orang tua usia pertengahan dimulai ketika anak

terakhir meninggalkan rumah dan terakhir pada saat pensiun atau kematian salah

satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55

tahun sampai kurang lebih 16-18 tahun kemudian. Tugas perkembangan yang

pertama adalah menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan,

kemudian mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti

dengan para orang tua, lansia dan anak-anak, yang terakhir memperkokoh

hubungan perkawinan.

13
8. Tahap VIII

Keluarga dalam usia pensiun dan lansia. Tugas keluarga antara lain: untuk

mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap

pengahsilan yang menurun untuk tetap bisa mempertahankan hubungan

perkawinan dan menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan, hal ini juga

perlu mempertahankan ikatan keluarga agar generasi penerus untuk memahami

eksistensi mereka

2.2.5 Tugas Perawatan Kesehatan Keluarga

Keluarga yang hidup dalam interaksi yang rumit dimana keluarga

menciptakan ikatan dengan individu, keluarga ataupun kelompok yang lebih besar

dan keluarga sangat dipengaruhi ikatan ini dan keluarga merupakan pelaku-pelaku

aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasikan hubungan komunitas dalam

meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga (Achjar, 2017).

Tugas kesehatan keluarga menurut Freeman dan Heinrich (2003) dalam

(Achjar, 2017) adalah :

1. Mengenal Gangguan Kesehatan atau Gangguan Perkembangan.

Mengenali masalah kesehatan keluarga merupakan hal awal untuk dapat

mengidentifikasi kebutuhan keluarga sesuai situasi yang dialaminya. Kesehatan

anggota keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Kesehatan dapat menjadi sumber daya terbesar untuk dapat memenuhi

kesejahteraan setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga harus dapat

memahami masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga meskipun itu

merupakan hal kecil. Jika menemukan masalah kesehatan dalam keluarga maka

14
perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi serta bagaimana

perubahan yang ditimbulkan dari masalah tersebut. Keluarga yang mempunyai

lansia perlu mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dan

masalah kesehatan yang dapat terjadi pada lansia. Keluarga dapat membedakan

tentang konsep sehat dan sakitsehingga keluarga dapat melakukan tindakan-

tindakan pencegahan yang penting. Keluarga yang berperan dalam memberikan

dukungan informasional mempunyai sikap yang positif terhadap masalah

kesehatan dengan mencaridan mengumpulkan informasi dan memberitahukan

kepada anggota keluarga tentang masalah kesehatan pada lansia sehingga keluarga

dapat ikut berperan dalam melakukan perawatan kesehatan bagi lansia.

2. Keluarga Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat Untuk Dilakukan

Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk dilakukan

bagi anggota keluarga khususnya lansia, harus memiliki ciri keluarga

mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi akibat proses penuaan jika

tidak dilakukan penanganan seperti stroke, penyakit jantung, penyakit ginjal,

dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Keluarga, dengan mengetahui

penyakit-penyakit yang terjadi akibat proses penuaan maka keluarga pun

memberikan tindakan berupa masukan atau bimbingan terhadap lansia,

membantu lansia dalam pemecahan masalah terutama yang berkaitan dengan

faktor risiko menderita penyakit pada lansia seperti obesitas, rokok, pola diet,

dan malas beraktivitas sebagai bentuk dukungan penghargaan atau penilaian

(appraisal support) keluarga.

15
Maka dengan demikian keluarga perlu mengetahui berbagai tindakan

yang diperlukan untuk lansia yang mengalami hipertensi seperti pengaturan

pola makan, pengaturan latihan atau olahraga, pengaturan berat badan, dan

gaya hidup dan berbagai sumber yang dibutuhkan seperti keuangan serta

mengetahui konsekuensi atau manfaat dari setiap tindakan yang akan dilakukan

seperti pengaturan pola makan, olahraga, pengaturan berat badan dan gaya

hidup dapat mengurangi faktor risiko penyakit.

3. Keluarga Mampu Merawat Anggota Keluarga

Keluarga mampu merawat anggota keluarga khususnya lansia, harus

mampu melakukan perubahan perilaku yang kompleks seperti keluarga

memiliki sikap percaya diri dalam memberikan perawatan bagi anggota

keluarga terutama lansia misalnya dengan menghentikan kebiasaan merokok,

membuat program latihan atau olahraga. Tugas keluarga merawat juga

merupakan suatu bentuk dukungan intrumental yang ditandai dengan keluarga

sebagai sumber bantuan yang praktis dan konkrit terhadap lansia seperti

memberikan uang untuk kebutuhan lansia.

4. Keluarga Mampu Memodifikasi Lingkungan

Keluarga mampu memodifikasi lingkungan bagi anggota keluarga

khususnyalansia, harus memiliki ciri keluarga dapat mengajarkan cara

memodifikasi, memanipulasi atau mengatur lingkungan untuk meminimalkan

atau menghindari ancaman atau resiko kesehatan atau mengatur ruangan untuk

tempat perawatan bagi anggota keluarga. Keluarga juga dapat belajar

membangun atau memodifikasi fasilitas yang diperlukan di dalam rumah

16
seperti kamar kecil bagi anggota keluarga yang mengalami keterbatasan atau

anggota keluarga seperti lansia yang tidak dapat menjangkau toilet karena

kejauhan sehingga dapat meminimalkan ancaman kesehatan bagi anggota

keluarga.

Keluarga mampu meminimalkan atau menghindari ancaman atau risiko

psikososial dengan meningkatkan pola atau kebiasaan komunikasi, sikap

menerima, berhubungan dan kebiasaan berinteraksi yang baik dengan lansia

karena suatu keluarga yang sehat harus sering melakukan komunikasi verbal

yang mendiskusikan berbagai masalah, membagi dan menyampaikan pendapat

disertai juga komunikasi non verbal seperti memberikan senyuman, memeluk

dengan penuh kehangatan, melakukan sesuatu dengan senang hati,

menyediakan makanandan minuman, dan memberikan pujian, dan

menghormati perbedaan di dalam keluarga.

5. Keluarga Mampu Menggunakan Fasilitas Kesehatan

Menggunakan pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai penggunaan

pelayanan kesehatan untuk mencapai kesehatan optimal. Keluarga mampu

menggunakan fasilitas kesehatan yang terdapat di komunitas untuk perawatan

kesehatan bagi anggota keluarga khususnya lansia, harus memiliki ciri

mengetahui berbagai sumber perawatan kesehatan yang ada dimasyarakat

seperti puskesmas atau rumah sakit, berkoordinasi dan bekerjasama dengan

pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat, serta menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. Berbagai alasan penggunaan

fasilitas atau pelayanan kesehatan sangat penting bagi semua usia antara lain

17
memperlambat disability, menjaga kesehatan agartetap baik, dan

mempertahankan kualitas hidup yang tinggi. Kemampuan keluarga

menggunakan fasilitas kesehatan juga merupakan dukungan intrumental karena

sebagai bentuk konkrit bantuan keluarga kepada anggota keluarga dalam

bentuk finansial memfasilitasi anggota keluarga untuk menggunakan pelayanan

kesehatan (health care).

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur

paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda tekanan darahnya lebih tinggi

dari 140/90 mmHg (Muttaqin, 2018). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana

seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang

mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan angka kematian (Triyanto,

2016). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan

(morbiditas) dan angka kematian / mortalitas. Tekanan darah 140/90 mmHg

didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140

menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90

menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Ardiansyah, 2016).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal ≥ 140/90 mmHg yang

diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda.

18
2.2.2 Etiologi

Menurut Muttaqin (2018) mengatakan ada dua faktor yang menimbulkan

hipertensi yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang

dapat dimodifikasi.

1. Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1) Faktor genetik, orang dengan memiliki faktor genetik dalam keluarga

hipertensi dan ditambah dengan faktor lingkungan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium

individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih

besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi.

2) Umur, kejadian hipertensi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

umur. Hipertensi biasanya muncul pada umur 30 tahun ke atas. Insiden

hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 50-60% memiliki

tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan

pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.

3) Jenis kelamin, prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita

namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).

4) Etnis, hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang

berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.

19
Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan

sensitifitas terhadap vasopresin lebih besar.

2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

1) Stres, hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf

simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas

sedangkan saraf parasimpatis adalah saraf yang yang bekerja pada saat kita

tidak beraktivitas. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan

tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

2) Obesitas khususnya di bagian tubuh bagian atas (pinggang dan perut yang

memberikan bentuk seperti apel) lebih dekat dengan hipertensi. Orang dengan

kelebihan berat badan di bokong, pinggul, dan paha (memberikan kesan seperti

bentuk buah pear) mempunyai risiko lebih kecil untuk menderita hipertensi.

3) Pola makan tinggi garam mungkin akan meningkatkan sekresi hormon

natriuretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah.

Intake sodium juga akan menstimulasi mekanisme vasopresor di sistem saraf

pusat.

4) Penggunaan zat, merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat-obatan

merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nikotin dalam rokok dan obat-

obatan seperti kokain akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah secara

seketika. Kafein juga akan meningkatkan tekanan darah tapi tidak

mengakibatkan efek yang terus menerus.

20
2.2.3 Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut Guideline Joint National Committee (JNC)

VIII (2018) sebagai berikut :

Tabel 2.1
Kriteria penyakit hipertensi menurut JNC-VIII

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah


menurut JNC VIII (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat I 140-159 90-99
Hipertensi Derajat II 160-179 100-109
Hipertensi Derajat III > 180 > 110
Sumber : Guideline Joint National Committee (JNC) VIII (2015).

2.2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Triyanto (2016) gejala klinis yang dialami oleh para penderita

hipertensi biasanya berupa : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar

tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,

dan mimisan (jarang dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak

menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya

kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang

divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada

ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam

hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah. Keterlibatan pembuluh darah

otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralis sementara pada satu sisi (hemiplagia) atau

gangguan tajam penglihatan.

21
2.2.5 Patofisiologi

Menurut Mansjoer (2015) pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi

yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik

ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif

ventrikel kiri, pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi

menjadi tidak teratur dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner

menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat

peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi

eksentrik. Hal ini, penurunan fraksi ejeksi, peningkatan tegangan dinding

ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung koroner.

Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga

meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang, ada 2 faktor utama

penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner (Mansjoer, 2015), yaitu:

1. Penebalan arteri olkoroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos

pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan.

Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan bekurangnya

compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.

2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit

otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara

kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut

dari gambaran hemodinamik ini. Jadi faktor koroner pada hipertensi

berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab

patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.

22
2.2.6 Pathway

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Status kesehatan
berubah
otak Ginjal Pembuluh darah
Paparan informasi
Resistensi Suplai O2 kurang
pembuluh otak menurun Vasokonstriksi sistemik Koroner
darah otak pembuluh darah
ginjal Kurang
Vasokonstriksi Iskemi Pengetahuan
Nyeri Gangguan pola miocard
kepala tidur Blood flow
Afterload
munurun
meningkat Nyeri dada Kecemasan

Gangguan
Rangsang Penurunan Fatique
perfusi jaringan
aldosteron curah jantung

Retensi Na Intoleransi
aktifitas

edema

Kelebihan volume cairan

23
2.2.7 Komplikasi Hipertensi

Menurut Wijaya (2016) komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-

organ sebagai berikut

1. Jantung

Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung

akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi.

2. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke, apabila tidak

diobati risiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah

tinggi dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan di dalam ginjal

akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak

dibutuhkan tubuh

4. Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi

dan dapat menimbulkan kebutaan.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2015) pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada

pasien hipertensi adalah

1. EKG : mengetahui terjadinya hipertropiventrikel kiri

2. Laboraturium : mengetahui kerusakanorgan ginjal dan jantung

3. Pemeriksaan retina

24
4. Pemeriksaan : fungsi ginjal terpisah, pielogram, kadar urin, renogram,

5. dan intravena arteriogram renal

6. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urine, darah, glukosa.

2.2.9 Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut Black & Hawks (2017) tujuan deteksi dan penatalaksanaan

hipertensi adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan

mortalitas serta morbilitas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan

mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik

dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Menurut Mansjoer (2015) ada

dua cara yang dilakukan dalam pengobatan hipertensi yaitu :

1. Penatalaksanaan farmakologis

Penanganan secara farmakologi akan menimbulkan lebih banyak efek

samping daripada efek terapi yang didapatkan. Efek usia pada ginjal juga

berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya obat diekskresi

melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya berkaitan

dengan kecepatan filtrasi glomerolus. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang,

begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus

berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Fungsi tubulus

juga memburuk akibat bertambahnya usia yang secara aktif disekresi oleh tubulus

ginjal, mengalami penurunan faal glomerolus dan tubulus.

2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Penatalaksaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai

macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :

25
1) Pengaturan diet

Beberapa diet yang dianjurkan : rendah garam, diet rendah garam dapat

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi

garan dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat

berpotensi sebagai anti hipertensi. Konsumsi garam yang tinggi selama bertahun-

tahun akan meningkatkan tekanan darah karena kadar sodium dalam sel-sel otot

halus pada dinding arteriol juga meningkat. Kadar sodium yang tinggi ini

memudahkan masuknya kalsium ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian

menyebabkan arterial berkontraksi dan menyempit pada lingkar dalamnya

(Aspiani, 2016).

2) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan

mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga berkurang (Amigo,

2016).

3) Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk

menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung. Olahraga teratur

selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk

menurunkan tekanan darah (Aspiani, 2016).

4) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk

mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui

26
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung

(Amigo, 2016).

2.3 Konsep Back Massage

2.3.1 Pengertian Back Massage

Massage dalam bahasa arab dan perancis berarti menyentuh atau meraba.

Dalam bahasa indonesia disebut pijat atau urut, selain itu massage dapat diartikan

sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia

atau gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan

mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik (Trisnowiyanto,

2018). Massage adalah melakukan tekanan pada tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan pergerakan atau

perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/

memperbaiki sirkulasi (Mander, 2018).

Back massage adalah suatu pijatan menggunakan sentuhan tangan di

daerah punggung dengan lotion/balsem yang dapat memberikan sensasi hangat

danmengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Intervensi back massage

difokuskan pada area punggung bagian bawah yaitu dari segmen spinal T.12

sampai L.4. (Kusyati, 2016).

2.3.2 Tujuan Back Massage

Menurut Kusyati (2016) tujuan back massage adalah menghilangkan nyeri,

bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi

stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf

sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi

27
nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang

sinap untuk transmisi impuls nyeri. Sensasi hangat back massage juga dapat

meningkatkan rasa nyaman. Nilai terapeutik yang lain dari termasuk mengurangi

ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis pasien.

2.3.3 Prinsip Pelaksanaan Back Massage

Menurut Wijanarko & Riyadi (2016) back massage dilakukan sekitar 10

menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengurangi keluhan nyeri.

posisi seseorang saat akan diberikan back massage hendaknya dalam posisi yang

rileks agar bagian yang akan di massage tidak mengalami ketegangan. Posisi yang

dianjurkan adalah posisi tidur telungkup dan duduk. Posisi tidur telungkup yang

baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke

samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada

bantal, dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Lengan

diletakkan di samping badan, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Untuk

posisi duduk, punggung diposisikan tegak. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam

keadaan rileks srta tidak ada bagian tubuh yang kontraksi.

2.3.4 Prosedur Back Massage

No Prosedur
A Persiapan
1 Memberikan salam terapeutik
2 Menyediakan lingkungan yang tenang
3 Memvalidasi kondisi pasien
4 Menjaga privasi pasien
5 Kontrak kegiatan
B Tahap Kerja
1 Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
2 Menanyakan keluhan utama pasien
3 Jaga privasi pasien
4 Memulai kegiatan dengan cara yang baik

28
5 Minta pasien untuk membuka pakaian atas sampai ke bokong, bantu bila
perlu
6 Atur pasien ke posisi prone/side lying dengan punggung menghadap ke
arah perawat
7 Tutup bagian tubuh yang lain dengan memakai selimut
8 Letakkan handuk di bawah punggung pasien
9 Tuangkan lotion secukupnya di tangan
10 Tuangkan lotion di punggung pasien
11 Mulai massage dengan gerakan stroking/effleurage, bergerak dari
bokong menuju bahu dengan gerakan yang kuat, kemudian dari bahu
menuju bokong dengan gerakan yang lebih ringan
12 Ubah gerakan dengan menggunakan gerakan yang sirkuler, khususnya
pada daerah sakrum dan pinggang
13 Ubah gerakan dengan gerakan kneading/petrissage, dimulai dari bokong
menuju bahu dan kembali menuju bokong dengan gerakan stroking
14 Ubah gerakan dengan tehnik friction, dimulai dari bokong menuju bahu.
Ubah gerakan menjadi stroking/effleurage saat bergerak dari arah bahu
menuju bokong dan kemudian ulangi gerakan friction saat menuju bahu
15 Ubahlah gerakan menjadi gerakan tapotement dimulai dari bokong
menuju bahu. Ubah gerakan menjadi gerakan stroking saat bergerak
menuju bokong
16 Lengkapi dengan gerakan stroking beberapa kali
17 Katakan pada pasien bahwa anda akan mengakhiri massagenya
18 Bersihkan sisa lubrikasi dari punggung dengan handuk
19 Bantu pasien memankai bajunya kembali dan mencapai posisi yang
nyaman
C Tahap Terminasi
1 Evaluasi perasaan pasien
2 Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya
3 Akhiri dengan salam

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan yang ditujukan atau

dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat sampai

sehat sebagai tujuan dan melalui perawatan sebagai caranya. Dalam perawatan

masyarakat yang menerima pelayanan perawatan dibagi dalam tiga tingkat yaitu

tingkat individu, tingkat keluarga, dan tingkat masyarakat (Suprajitno 2017).

29
Fungsi yang khas dari perawatan dalam pelayanan keluarga adalah

membantu keluarga untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk

melaksanakan tugas-tugas kesehatan. Tujuan terakhir adalah membuat keluarga

berdikari. Maksudnya keluarga sanggup mengatasi dan menyelesaikan masalah

kesehatan sedemikian rupa, sehingga bimbingan dari perawat secara terus

menerus tidak mereka butuhkan lagi, karena keluarga sudah sanggup mengenal

masalah kesehatan dan sanggup juga mengambil tindakan yang tepat (Achjar,

2017). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga diperlukan suatu

metode ilmiah dan sistematis yang disebut dengan proses keperawatan. Tahap-

tahap proses keperawatan saling tergantung satu sama lainnya dan bersifat di

names yang disusun secara sisitematis untuk mengambarkan perkembangan dari

tahap yang satu dengan tahap berikutnya adalah sebagai berikut :

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk

mengukur keadaan klien/keluarga yang merupakan system yang terintegrasi dan

kesanggupan keluarga untuk mengatasinya yang merupakan langkah awal untuk

mengunpulkan data serta menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan

kebutuhan keluarga. Data-data yang dikumpulkan meliputi :

1. Data Umum

Meliputi : identitas kepala keluarga, komposisi keluarga, genogram, tipe

keluarga, latar belakang budaya, agama, status social ekonomi, aktivitas rekreasi

keluarga.

30
2. Tahap dan Riwayat Perkembangan Keluarga

Meliputi tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan

keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga sebelumnya.

3. Data Lingkungan

Data lingkungan meliputi karakteristik rumah, karakteristik lingkungan dan

komunitas, mobilitas geografis keluarga, perkumpulan keluarga dan interaksi

dengan masyarakat, system pendukung atau jaringan social keluarga.

4. Data Keluarga

Struktur keluarga yang meliputi pola komunikasi, struktur kekuasaan,

struktur peran, nilai dan norma keluarga.

5. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga yang meliputi fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi

perawatan Kesehatan.

6. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah keadaan umum pasien, gejala

cardinal dan keadaan fisik

7. Koping Keluarga

Koping keluarga yang meliputi stesor jangka panjang dan jangka pendek,

kemampuan keluarga untuk berespon terhadap situasi atau stressor, penggunaan

strategi koping, strategi adaptasi disfungsional.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI 2016 (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien

31
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi

yang berkaitan dengan kesehatan.

Menurut Muttaqin (2018) masalah keperawatan yang dapat muncul pada

pasien Hipertensi adalah sebagai berikut :

1. Kecemasan

2. Gangguan pola tidur

3. Nyeri kepala

4. Gangguan perfusi jaringan

5. Kelebihan volume cairan

6. Intoleransi aktifitas

7. Penurunan curah jantung

8. Perilaku Kesehatan Cendrung Beresiko

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) nyeri akut adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga

berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan. Terdapat tiga penyebab utama

nyeri akut menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:

1. Agen pencedera fisiologis yaitu seperti inflamasi, iskemia, neoplasma

2. Agen pencedera kimiawi yaitu seperti, terbakar, bahan kimia iritan

3. Agen pencedera fisik yaitu seperti, abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengankat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan.

32
Gejala dan tanda nyeri menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) adalah

sebagai berikut:

1. Mayor

1) Subjektif : mengeluh nyeri

2) Objektif : tampak meringis. bersifat protektif (misalnya waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

2. Minor

1) Subjektif : tidak ditemukan data subjektif

2) Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah,

proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis

Rumusan diagnosa keperawatan adalah nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan pasien mengatakan

mengeluh nyeri pasien tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi

nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat.

Setelah menentukan diagnosa keperawatan kemudian dilanjutkan dengan

scoring untuk menentukan prioritas diagnosa keperawatan

Tabel 2.2
Skoring Masalah Keperawatan

No Kreteria Nilai Bobot


1 2 3 4
1 Sifat masalah
Skala
a. Actual 3 1
b. Resiko 2
c. Potensial : 1
2 Kemungkinan masalah dapat di rubah adalah
kemungkinan keberhasilan untuk mengurangi
masalah/mencegah masalah bila dilakukan intervensi
a. Dengan Mudah 2
b. Hanya Sebentar 3

33
c. Tidak Dapat 2
0
3 Potensi masalah untuk di rubah adalah sifat dan
beratnya masalah yang timbul dan dapat dicegah
dengan intervensi keperawatan
a. Tinggi 3
b. Cukup 2 1
c. Rendah 0
4 Menonjolkan masalah
a. Masalah berat harus ditangani 3
b. Masalah yang tidak perlu segera ditangani 2 1
c. Masalah tidak dirasakan 0

Cara menghitung skor

1. Tentukan skor untuk kreteria

2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot

Skor
x Bobot
Angka Tertinggi

3. Jumlah skor untuk semua kreteria

4. Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot

Faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas :

1. Kriteria 1 : Sifat masalah bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang

sehat karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari

dan dirasakan oleh keluarga.

2. Kriteria 2 : Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan

terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut : Pengetahuan yang ada sekarang,

teknologi dan tindakan untuk menangani masalah, Sumber daya keluarga

dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga, Sumber daya perawat dalam bentuk

pengetahuan, keterampilan dan waktu, Sumber daya masyarakat dalam bentuk

fasilitas, organisasi dalam masyarakat dan dukungan masyarakat.

34
3. Kriteria 3 : Potensi masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu

diperhatikan : Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau

masalah, lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah

itu ada, tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat

dalam memperbaiki masalah, adanya kelompok 'high risk" atau kelompok yang

sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

4. Kriteria 4 : Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau

bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor tertinggi

yang terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga.

2.4.3 Perencanaan .

Perencanaan merupakan langkah perawat dalam menetapkan tujuan dan

kriteria/hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi

keperawatan. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa dalam membuat

perencanaan perlu mempertimbangkan tujuan, kriteria yang diperkirakan/

diharapkan, dan intervensi keperawatan (Andarmoyo, 2016). Intervensi

keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang

didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran

(outcome) yang di harapkan .

Luaran (Outcome) Keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat

diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga

atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Luaran

keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan

intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari

35
indikator-indikator atau kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua

jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran

negatif (perlu diturunkan) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Adapun

komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan

berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (penilaian terhadap hasil yang

diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria hasil (karakteristik

pasien yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai

pencapaian hasil intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian

computer-based). Ekspetasi luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat

yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau

tingkatan, menurun artinya berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat

atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau

efektif. Pemilihan luaran keperawatan tetap harus didasarkan pada penilaian klinis

dengan mempertimbangkan kondisi pasien, keluarga, kelompok, atau komunitas

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label, definisi dan

tindakan. Label merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi mengenai

intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali

dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau penjelas dari

intervensi keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi keperawatan

yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen,

pemantauan, pemberian, pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan, perawatan,

promosi, rujukan, resusitasi, skrining dan terapi. Definisi merupakan komponen

36
yang menjelaskan tentang makna dari tabel intervensi keperawatan. Tindakan

adalah rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi

keperawatan terdiri atas tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan edukasi

dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Sebelum

menentukan perencanaan keperawatan, perawat terlebih dahulu menetapkan

tujuan. Dalam hal ini tujuan yang diharapkan pada klien dengan nyeri akut yaitu:

Tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak bersikap protektif, tidak gelisah, tidak

mengalami kesulitan tidur, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik,

melaporkan nyeri terkontrol, kemampuan mengenali onset nyeri meningkat,

kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat, dan kemampuan

menggunakan teknik non-farmakologis. Setelah menetapkan tujuan dilanjutkan

dengan perencanaan keperawatan. Rencana keperawatan pada pasien dengan nyeri

adalah manajemen nyeri.

Tabel 2.1
Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi TTD
Hasil SIKI
SLKI
Nyeri akut Setelah dilakukan Dukungan Nyeri Akut:
berhubungan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan agen selama 3x pertemuan, Observasi
pendera fisik maka diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
(prosedur tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
operasi) (skala 2) dan kontrol frekuensi, kualitas,
nyeri meningkat dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Tidak mengeluh 3. Identifikasi respons nyeri
nyeri non verbal
2. Tidak meringis 4. Identifikasi faktor yang
3. Tidak bersikap memperberat dan
protektif memperingan nyeri

37
4. Tidak gelisah 5. Identifikasi pengetahuan
5. Tidak mengalami dan keyakinan tentang
kesulitan tidur nyeri
6. Frekuensi nadi 6. Identifikasi pengaruh
membaik budaya terhadap respon
7. Tekanan darah nyeri
membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri
8. Melaporkan nyeri pada kualitas hidup
terkontrol 8. Monitor keberhasilan
9. Kemampuan terapi komplementer yang
mengenali onset sudah diberikan
nyeri meningkat 9. Monitor efek samping
10. Kemampuan penggunaan analgetik
mengenali Terapeutik
penyebab nyeri 1. Berikan teknik
meningkat nonfarmakologis untuk
11. Kemampuan mengurangi rasa nyeri
menggunakan (back massage )
teknik non- 2. Kontrol lingkungan yang
farmakologis memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik

2.4.4 Pelaksanaan

38
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan

perencanaan mengenai diagnosis yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan

keperawatan terhadap keluarga mencakup lima tugas kesehatan keluarga.

Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap

keluarga yaitu sumber daya keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat

yang berlaku, respon dan penerimaan keluarga dan sarana dan prasarana yang ada

pada keluarga (Friedman, 2015). Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk

diagosa nyeri akut adalah manajemen nyeri dengan dengan pemberian back

massage.

2.4.5 Evaluasi

Menurut Andarmoyo (2016) evaluasi merupakan komponen terakhir dari

proses keperawatan. Evaluasi merupakan upaya untuk menentukan apakah seluruh

proses sudah berjalan dengan baik atau belum. Apabila hasil tidak mencapai

tujuan maka pelaksanaan tindakan diulang kembali dengan melakukan berbagai

perbaikan. Sebagai suatu proses evaluasi ada empat dimensi yaitu :

1. Dimensi keberhasilan, yaitu evaluasi dipusatkan untuk mencapai tujuan

tindakan keperawatan.

2. Dimensi ketepatgunaan: yaitu evaluasi yang dikaitkan sumber daya

3. Dimensi kecocokan, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan kecocokan

kemampuan dalam pelaksanan tindakan keperawatan

4. Dimensi kecukupan, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan kecukupan

perlengkapan dari tindakan yang telah dilaksanakan (Andarmoyo, 2016)

39
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional. Tahapan

evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan

selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi

akhir. (Friedman, 2015). Evaluasi disusun menggunakan SOAP, (Suprajitno,

2016) :

1. S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh

keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

2. O: Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan

pengamatan yang obyektif.

3. A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan

obyektif.

4. P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis

40
BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN

Hasil wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik asuhan keperawatan

pada Bapak. WA dengan masalah keperawatan nyeri akut dengan pemberian

back massage di Wilayah Kerja Puskesmas Payangan yang dilakukan oleh

perawat dapat disajikan sebagai berikut :

3.1 Pengkajian

Pengkajian pada pasien kelolaan dilakukan penulis pada hari Senin, 15

Oktober 2022 pukul 08.00 WITA di Banjar Bayad, Desa Melinggih Kelod,

Payangan. Sumber data pengkajian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan

pasien, dan keluarga pasien. Pasien dengan nama Bapak W.A, umur 67 tahun,

status menikah, pendidikan terakhir SD, pekerjaan petani, beragama Hindu dan

beralamat dari Banjar Bayad, Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan,

Kabupaten Gianyar. Keluhan utama: pasien mengeluh mengeluh sakit kepala,

sakit kepalanya berdenyut-denyut skala nyeri 4. Pasien menderita hipertensi

derajat II.

Riwayat penyakit pasien mengatakan sakit kepala sejak 10 hari yang lalu,

pasien mengatakan sakitnya berdenyut-denyut dan terasa kaku kuduk, sakitnya

datang sewaktu-waktu, pasien tampak memegang kepalanya, sebelumnya pasien

pernah berobat ke Bidan desa tetapi tidak ada perubahan. Pasien mengatakan

memiliki riwayat hipertensi sejak dua tahun. Riwayat penyakit keluarga, dalam
anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita hipertensi, DM, dan penyakit

menular seperti TBC, HIV, Hepatitis, maupun penyakit menular lainnya.

Berdasarkan hasil pengkajian fokus, pasien mengeluh sakit kepala, sakit

kepalanya berdenyut-denyut. pasien mengatakan terasa kaku di kuduknya, pasien

mengatakan sakit kepalanya datang sewaktu-waktu, pasien mengeluh

penglihatannya kabur, pasien tampak sering memegangi kepalanya, pasien

tampak meringgis, skala nyeri 4 (0-10) sedang. Pasien mengatakanmengatakan

dirinya menderita penyakit tekanan darah tinggi akan tetapi tidak mengetahui

secara mendetail, keluarga mengatakan kurang mengetahui dan paham tentang

pengertian, penyebab, gejala, dan cara merawat dirumah agar tidak terjadi

komplikasi

Hasil pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah, kesadaran Composmentis,

GCS total :15 (E: 4, V:5, M: 6), pupil isokor, tanda-tanda vital: TD:

170/90mmHg, Nadi: 87x/menit, pernapasan: 20x/menit, Suhu: 36,7 ̊c, bentuk

kepala simetris, tidak ada lesi, masa, nyeri kepala, observasi simetris, pengelihatan

normal, konjungtiva merah mudah, sclera putih, keringat dingin, warna kulit sawo

matang, kelembaban normal, dan tidak terdapat edema pada kedua tungkai,

keadaan bibir lembab, keadaan gusi normal, bising usus 7x/menit, tidak ada

gangguan miksi, tidak ada pembesaran kandung kemih, tidak ada nyeri tekan,

kekuatan otot bebas, reflek sendi normal, tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada

pembesaran prostat.

3.2 Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

42
2. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3.3 Intervensi

Berdasarkan hasil dari diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus

kelolaan penulis, maka penulis mempriotitaskan diagnosa nyeri akut karena

merupakan keluhan utama pasien, adapun rencana asuhan keperawatan atau

intervensi keperawatan yang akan diimplementasikan kepada pasien untuk

mengatasi diagnosa nyeri akut pada Bapak W.A sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dalam penyusunan asuhan keperawatan, penyusunan rencana asuhan

keperawatan berdasarkan SLKI dan SIKI. Adapun tujuan dan kriteria hasil yang

ingin dicapai penulis untuk Bapak W.A adalah sebagai berikut : setelah dilakukan

asuhan keperawatan selama 3x pertemuan, maka diharapkan tingkat nyeri

menurun (skala 2) dan kontrol nyeri meningkat dengan kriteria hasil: tidak

mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak bersikap protektif, tidak gelisah, tidak

mengalami kesulitan tidur, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik,

melaporkan nyeri terkontrol, kemampuan mengenali onset nyeri meningkat,

kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat dan kemampuan menggunakan

teknik non-farmakologis.

Intervensi keperawatan (SIKI) yang dirumuskan adalah manajemen nyeri

1. Observasi

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi respons nyeri non verbal

43
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9) Monitor efek samping penggunaan analgetik

2. Terapeutik

1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (back massage)

2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)

3) Fasilitasi istirahat dan tidur

4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan

nyeri

3. Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2) Jelaskan strategi meredakan nyeri

3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik

44
3.4 Impelentasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2022 jam

09.00 Wita adalah menggunakan teknik komunikasi teraputik untuk mengetahui

pengalaman nyeri, respon subyektif pasien terlihat nyaman dan dapat mengulangi

nama perawat, respon obyektif pasien sangat kooperatif dan menjawab semua

pertanyaan dengan baik. Jam 09.15 Wita melakukan pengkajian nyeri respon

subyektif pasien mengeluh sakit kepala, sakit kepalanya berdenyut-denyut, pasien

mengatakan tearasa kaku di kuduknya, pasien mengatakan sakit kepalanya datang

sewaktu-waktu, pasien mengeluh penglihatannya kabur, respon obyektif pasien

tampak meringis, pasien tampak sering memegangi kepalanya, pasien tampak

meringgis, skala nyeri 4 (0-10) sedang. Jam 09.30 Wita memberikan penilaian

tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi respon subyektif pasien mengatakan

tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya menderita hipertensi itu apa, respon

obyektif pasien tampak serius memperhatikan penjelasan yang diberikan. Jam

10.00 Wita mengkaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri, respon subyektif

pasien mengatakan sakit kepalanya datang sewaktu-waktu, respon obyektif

pasien tampak meringis. Jam 10.30 Wita memberikan back massage, respon

subyektif pasien mengatakan merasa lebih nyaman, respon obyektif pasien

tampak kooperatif. Jam 11.00 Wita mengukur tanda - tanda vital : suhu, nadi,

RR, tekanan darah, hasil TD:160/90mmHg, Nadi:80kali/Menit, RR: 20kali/Menit

dan Suhu: 36,2 ̊c.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2022 jam

09.00 Wita adalah membantu pasien minum obat Amlodipine 1x10 mg/oral,

45
respon subyektif pasien mengatakan sudah teratur minum obat, respon obyektif

obat tampak diminum oleh pasien. Jam 09.10 Wita melakukan pengkajian nyeri,

respon subyektif pasien sakit kepala mulai berkurang, sakit kepalanya berdenyut-

denyut, pasien mengatakan sakit kepalanya datang sewaktu-waktu, pasien

mengeluh penglihatannya kabur, respon obyektif pasien tampak meringis, pasien

tampak memegangi kepalanya, pasien tampak meringgis, skala nyeri 3 (0-10)

ringan. Jam 09.30 Wita memberikan back massage, respon subyektif pasien

mengatakan merasa lebih nyaman, sakit kepalanya berkurang, respon obyektif

pasien tampak kooperatif. Jam 10.00 Wita mengukur tanda - tanda vital :

TD:150/80mmHg, Nadi:80kali/Menit, RR: 20kali/Menit, Suhu: 36,4 ̊c.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2022 jam

09.00 Wita adalah membantu pasien minum obat Amlodipine 1x10 mg/oral,

respon subyektif pasien mengatakan sudah teratur minum obat, respon obyektif

obat tampak diminum oleh pasien. Jam 09.15 Wita melakukan pengkajian nyeri,

respon subyektif pasien sakit kepala mulai berkurang, pasien mengatakan sakit

kepalanya datang sewaktu-waktu, respon obyektif pasien tampak lebih rileks,

skala nyeri 3 (0-10) ringan. Jam 09.30 Wita memberikan back massage, respon

subyektif pasien mengatakan merasa lebih nyaman, sakit kepalanya berkurang,

respon obyektif pasien tampak kooperatif. Jam 10.00 Wita mengukur tanda -

tanda vital : TD:150/80mmHg, Nadi:80kali/Menit, RR: 20kali/Menit, Suhu: 36 ̊c.

Jam 10.30 Wita melakukan pengkajian nyeri, respon subyektif, pasien sakit

kepala berkurang, pasien mengatakan merasa lebih nyaman, respon obyektif

pasien terlihat senang rasa sakitnya mulai berkurang, skala nyeri 2 (0-10) ringan

46
3.5 Evaluasi Keperawatan

Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesuai dengan

masalah keperawatan adalah sebagai berikut : hasil evaluasi pada tanggal tanggal

17 Oktober 2022 Jam 10.30 Wita dengan metode SOAP, Respon subyektif pasien

mengatakan sakit kepala berkurang, pasien mengatakan merasa lebih nyaman . Respon

obyektif pasien terlihat senang rasa sakitnya mulai berkurang, skala nyeri 2 (0-10)

ringan. Analisa tujuan tercapai, masalah nyeri teratasi. Planning : lanjutkan

intervensi dan pertahankan kondisi pasien, sarankan agar minum obat secara

teratur

47
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang analisis situasi terkait pelaksanaan pengaruh back

massage menurunkan nyeri akut pada lansia dengan hipertensi di wilayah kerja

puskesmas payangan. Analisis yang dilakukan meliputi, analisis masalah

keperawatan, analisis intervensi dan analisis alternative pemecahan masalah.

4.1 Profil Lahan Praktek

4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Payangan

Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Bayad yang terletak di wilayah,

Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar yang

merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Payangan, dengan luas wilayah

1,79 KM2 dengan batas-batas sebagai berikut : di sebelah Utara Banjar Melinggih,

di sebelah Selatan Banjar Semaon, dan di sebelah Timur Banjar Ulapan.

Banjar Bayad merupakan daerah dataran tinggi yang secara umum dengan

keadaan tanah yang cukup subur dengan curah hujan yang cukup tinggi dan suhu

rata-rata 29°C. Jumlah penduduk Banjar Bayad tahun 2021 sebanyak 1.032 jiwa

terdiri dari 250 KK. Tempek Kauh Banjar Bayad dengan jumlah 130 KK dan

Tempek Kangin Banjar Bayad dengan jumlah 120 KK dengan jumlah lansia

sebanyak 105 jiwa.

Sarana dan perasarana yang ada di Banjar Bayad yaitu sarana kesehatan

satu puskesmas dengan jarak ±1 km. Banjar Melinggih saat ini sudah memiliki

Posyandu lansia, pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kemandirian lansia


dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari yang telah dilaksanakan oleh Posyandu

lansia adalah melaksanakan kegiatan seperti senam lansia. Kegiatan yang selama

ini dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang

memiliki lansia oleh petugas Puskesmas Payangan adalah memberikan

penyuluhan kepada keluarga tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

lansia dan cara memberikan perawatan pada lansia, namun kegiatan tersebut tidak

dilakukan secara rutin, kegiatan tersebut pernah dilakukan sebelum adanya

Pandemi Covid selanjutnya tidak pernah dilakukan lagi.

4.2 Analisa Masalah Keperawatan Dengan Konsep Evidance Based

Practice Dan Konsep Kasus Terkait

Masalah keperawatan yang didapatkan pada kasus kelolaan asuhan

keperawatan pada Bapak. WA dengan hipertensi yaitu nyeri akut berhubungan

dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral ditandai dengan data pasien

mengeluh sakit kepala, sakit kepalanya berdenyut-denyut, pasien mengatakan

terasa kaku di kuduknya, pasien mengatakan sakit kepalanya datang sewaktu-

waktu, pasien mengeluh penglihatannya kabur. Pasien tampak sering memegangi

kepalanya, pasien tampak meringgis, skala nyeri 4 (0-10) sedang.

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) nyeri akut adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga

berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan. Sakit kepala yang dialami oleh

Bapak W.A sesuai dengan teori Triyanto (2016) gejala klinis yang dialami oleh

para penderita hipertensi biasanya berupa sakit kepala yang disebabkan karena

49
darah mengalir lebih cepat di dalam pembuluh darah di kepala sehingga kerja dari

otak untuk memenuhi kebutuhan oksigennya juga lebih besar. Sehingga akibat

yang di timbulkan adalah sakit kepala.

Nyeri kepala pada lansia hipertensi disebabkan karena kerusakan vaskuler

akibat dari hipertensi pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan struktur dalam

arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Bila

pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan terganggu. Pada jaringan

yang terganggu akan terjadi penurunan O2 (oksigen) dan peningkatan CO2

(karbondioksida) kemudian terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh yang

meningkatkan asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada otak. Selain

merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat

mempengaruhi sistem pulmonar, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan

immunologik (Price & Wilson, 2016).

Kasus kelolaan pasien bernama Bapak W.A, umur 67 tahun, jenis kelamin

laki-laki. Menurut Muttaqin (2018) kejadian hipertensi semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya umur. Hipertensi biasanya muncul pada umur 50

tahun ke atas. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 50-

60% memiliki tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini

merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.

Sedangkan menurut Armilawati. (2016) tekanan darah pada usia lanjut (lansia)

akan cenderung tinggi sehingga lansia lebih besar berisiko terkena hipertensi

(tekanan darah tinggi). Bertambahnya umur mengakibatkan tekanan darah

meningkat, karena dinding arteri pada usia lanjut (lansia) akan mengalami

50
penebalan yang mengakibatkan penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,

sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Evidance Based Practice

Berdasarkan penelitian Cahyanti (2017) di RSUD Dr.Loekmono Hadi

Kudus ditemukan bahwa tindakan pemberian teknik benson berpengaruh

signifikan dalam untuk mengurangi nyeri pada pasien hipertensi. Penelitian serupa

juga dilakukan oleh Frenalia (2019) menemukan terdapat perbedaan yang

signifikan skala nyeri kepala pada pasien hipertensi antara intervensi back

massage dan relaksasi nafas dalam (p=0.001) dengan back massage lebih

signifikan dalam menurunkan skala nyeri karena memiliki nilai mean 2,1 yang

lebih kecil dari nilai mean relaksasi nafas dalam yaitu 3,6. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Mulyadi (2018) menemukan terdapat perbedaan yang nyeri kepala

pasien hipertensi antara intervensi back massage dengan relaksasi benson

(p=0.011), pengaruh back massage lebih baik dengan mean 1,8 dibandingkan

TENS dengan mean 2,7.. Penelitian dilakukan oleh Nopri (2017) yaitu efektifitas

kombinasi terapi back massage dan akupresur terhadap penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi yang menyatakan bahwa back massage tersebut

membuat rileks dan menurunkan tekanan darah sedangkan akupresur memberikan

rasa nyaman dan mengurangi sakit kepala, serta meningkatkan kualitas tidur.

Penelitian yang dilakukan Tri Ayu (2018) juga menyatakan bahwa pijat punggung

dapat menurunkan tekanan darah pada penderita Hipertensi. Penelitian Safitri

(2018) menemukan terdapat perbedaan yang signifikan intensitas nyeri persalinan

antara intervensi kompres hangat dan back massage (p=0.001) dengan back

51
massage lebih signifikan dalam menurunkan intensitas nyeri persalinan karena

memiliki nilai mean 1,6 yang lebih kecil dari nilai mean kompres hangat yaitu 2,2.

Peneliti memfokuskan intervensi untuk mengatasi keluhan sakit kepala

pada Bapak W.A dengan memberikan back massage karena back massage

merupakan metode nonfarmakologi sederhana yang memberi kenyamanan, yang

dapat meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan meningkatkan sirkulasi.

Cara kerja dari massase ini menyebabkan terjadinya pelepasan endorphin,

sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Penulis memilih untuk melakukan

terapi back massage karena teknik back massage sangat efektif dalam

menurunkan tingkat nyeri pada pasien hipertensi sehingga dapat diterapkan

dalam dikembangkan dalam intervensi pada pasien hipertensi yang mengalami

gangguan nyeri, dengan dilakukan back massage selain dapat menurunkan tingkat

nyeri yang dirasakan pasien juga dapat merileksasikan otot-otot yang tegang

sehingga dengan merileksasikan otot sehingga pasien merasa nyaman dan pasien

dapat mengontrol nyeri yang dirasakan dan membuat perasaan menjadi tenang

dan nyaman. Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan kepada Bapak W.A

maka didapatkan hasil yaitu ada pengaruh back massage terhadap keluhan sakit

kepala akibat hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya dan teori yang ada.

Efek masase pada punggung didapatkan hasil terjadinya penurunan kadar

kortisol, peningkatan kadar serotonin dan dopamin. Penurunan kortisol

berdampak pengurangan stres sehingga merasa lebih relaks, sedangkan adanya

peningkatan serotonin dan dopamin akan berdampak terjadinya penurunan rasa

52
nyeri (Field, 2017). Menurut (Nanda, 2018) nyeri kepala pada hipertensi dapat

dilakukan dengan cara farmakologis dan non farmakologis seperti teknik distraksi

dan relaksasi salah satunya back massage. Menurut Wong (2018) back massage

atau massase punggung adalah metode nonfarmakologi sederhana yang memberi

kenyamanan, yang dapat meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan

meningkatkan sirkulasi. Cara kerja dari massage ini menyebabkan terjadinya

pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri.

Menurut Salvo (2017) back massage merupakan salah satu teknik

stimulusi kutaneus, dimana back massage merupakan salah satu tindakan masase

pada punggung dengan usapan yang perlahan selama 10 sampai 30 menit dengan

usapan 12-15 kali permenit, dengan kedua tangan menutup area selebar 5 cm

diluar tulang belakang yang dimulai pada bagian tengah punggung bawah

kemudian kearah atas area belahan bahu kanan dan kiri

4.4 Konsep dan Penelitian Terkait

Tindakan pemberian back massage dilakukan selama 3 hari. Evaluasi

keperawatan setelah pasien diberikan back massage selama tiga hari

menunjukkan terjadi penurunan skala nyeri didapatkan data pasien mengatakan

nyerinya sedikit berkurang, skala nyeri 2 dari sebelumnya skala nyeri 4.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purwandari (2018) efektifitas

pijat punggung untuk mengurangi nyeri kepala pada penderita Hipertensi di Desa

Pule Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. intervensi dilakukan selama 3 hari

setiap memberikan tindakan dilakukan selama 10 menit Hasil penelitian

menunjukkan pemberian pijat punggung efektif untuk menurunkan skala nyeri

53
kepala pada penderita Hipertensi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh

Penelitian Istyawati (2018) tentang pengaruh slow stroke back massage

terhadap skala nyeri kepala pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Mitra Siaga

Tegal. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh pemberian slow stroke back

massage terhadap skala nyeri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

Putri (2020) yang meneliti tentang pengaruh terapi back massage terhadap

penurunan nyeri Rheumatoid Arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampar, ditemukan bahwa tindakan pemberian back massage dalam dilakukan

selama 3 hari selama 10 menit berpengaruh signifikan dalam untuk mengurangi

nyeri. Beberapa hasil penelitian diatas sesuai dengan teori Field (2017) terjadinya

penurunan frekuensi dan intensitas nyeri kepala setelah dilakukan massae. Hal ini

menunjukkan bahwa tindakan massase merangsang cabang sistem saraf otonom

parasimpatis sehingga menyebabkan relaksasi dan mengurangi stress.

Penurunan kortisol berdampak pengurangan stres sehingga merasa lebih

relaks, sedangkan adanya peningkatan serotonin dan dopamin akan berdampak

terjadinya penurunan rasa nyeri. Back Massage adalah salah satu teknik

memberikan tindakan massage pada punggung denagan usapan secara perlahan.

Usapan dengan lotion atau balsem memberikan sensai hangat dengan

mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Vasodilatasi peredaran darah

pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi

rasa sakit (Kusyati, 2016).

Menurut Wijanarko, B., & Riyadi (2016) punggung merupakan tempat

sumsum tulang belakang berada, dimana sumsum tulang belakang merupakan

54
bagian dari Sistem Saraf Pusat/ SSP. Fungsi dari SSP adalah sebagai pengendali

utama tubuh. Sehingga jika diberikan massage pada punggung dapat memberikan

relaksasi pada otot dan sumsum tulang belakang. Sehingga sumsum tulang

belakang akan menyampaikan implus ke otak, dan otak akan menyampaikan

informasi ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan nyeri berkurang.

Implementasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu difokuskan pada non-

farmakologi yang dilakukan yaitu memberikan teknik relaksasi massage

punggung. Rasionalisasinya adalah ketika dilakukan sentuhan ataupun pijatan

akan merangsang thalamus untuk mensekresi endorphin, endorphin berikatan

dengan membran prasinaptik, menghambat pelepasan substansi P yang dapat

menghambat transmisi nyeri, sehingga nyeri berkurang. Pijatan mempunyai efek

distraksi yang dapat merangsang reseptor opiat yang berada pada otak dan spinal

cord. Sistem saraf pusat mensekresi opiat endogen (endorfin) melalui sistem

kontrol desenden yang dapat membuat relaksasi otot. Endorfin mempengaruhi

transmisi nyeri yang di interpretasikan oleh pusat pengatur nyeri.

4.5 Alternatif Pemecahan Yang Dapat dilakukan

Masalah keperawatan yang timbul pada pasien kelolaan dapat diatasi bila

terjadi hubungan terapeutik perawat dengan klien, termasuk juga pemberi layanan

kesehatan lainnya. Selain itu juga perawat harus memberikan edukasi tentang

penyakit, gaya hidup serta diit bagi pasien sangat penting dalam implementasi

nyeri akut pada pasien hipertensi diperlukan peranan penting berbagai pihak.

Penangan nyeri tidak hanya dilakukan dengan tindakan farmakologi tetapi

dapat juga dilakukan dengan tindakan non farmakologi untuk menurunkan rasa

55
nyeri yang dirasakan dan menganjurkan pasien untuk melakukan te back massage

apabila rasa nyeri muncul sebagai salah satu intervensi mandiri perawat.

Penangan nyeri dengan back massage terbukti efektif untuk menurunkan nyeri,

namun respon setiap pasien memiliki perbedaan karena sifat manuasia yang unik,

bila pemberian relaksasi genggam jari tidak mampu menurunkan nyeri maka

dapat dilakukan manajemen nyeri lainnya seperti latihan pernafasan diafragma,

teknik relaksasi progresif, guided imagery dan meditasi

Peran perawat dalam memberikan back massage untuk mengurangi nyeri

pasien hendaknya mendapat perhatian penting. Perawat perlu mendapat pelatihan

atau seminar tentang masalah-masalah nyeri akut serta psikologis dan intervensi

yang harus dilakukan terhadap pasien pada kasus hipertensi sehingga perawat

mampu memberikan asuhan keperawatan secara maksimal.

56
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarakan tujuan yang penulis susun, studi kasus ini dilakukan

dengan menggunakan proses asuhan keperawatan. Setelah melakukan asuhan

keperawatan pada pasien didapatkan simpulan sebagai berikut:

5.1.1 Hasil Kasus kelolaan pasien hipertensi pada Bapak.W.A pasien berusia 67

tahun merupakan usia lanjut yang sangat rentan terhadap meningkatnya

tekanan darah. bertambahnya usia pasien dinding arteri mengalami

penebalan dan pembuluh darah menyempit yang mengakibatkan usia

lanjut cenderung menderita hipertensi.

5.1.2 Diagnosa keperawatan pasien yaitu nyeri akut berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler serebral, pasien mengeluh nyeri kepala

dengan skala nyeri 4.

5.1.3 Pemberian back massage pada Bapak. W.A selama 3 hari. Back Massage

pada pasien hipertensi efektif memberikan rasa nyaman pasien. Beberapa

penelitian terkait dengan pemberian back massage menunjukan hasil yang

serupa, pasien mengatakan nyeri lebih berkurang dan skala nyei sedang

menjadi ringan.

5.1.4 Tindakan pemberian back massage dalam dilakukan selama 3 hari.

selama tiga hari pasien menunjukkan terjadi penurunan skala nyeri

didapatkan data pasien mengatakan nyerinya sedikit berkurang, skala nyeri


2 dari 10 skala nyeri yang diberikan dan pasien merasa lebih nyaman dan

rileks.

5.1 Saran

1. Bagi perawat

Diharapkan dapat berperan dalam memberikan edukasi tentang bagaimana

pengaruh back massage terhadap skala nyeri kepala pada pasien hipertensi,

sekaligus dapat melakukannya sebagai intervensi pengurangan nyeri non

farmakologi bagi pasien.

2. Bagi Puskesmas

Diharapkan memberikan pelatihan dan motivasi kepada perawat sehingga

perawat dapat mempraktekkan dan mengajarkan langsung back massage kepada

pasien yang mengalami nyeri kepala. Puskesmas juga diharapkan membuat SOP

dan menerapkannya kepada pasien yang selama ini belum diterapkan dalam

pelayanan. Selain itu, Puskesmas juga harus menyediakan ruangan khusus untuk

dilakukannya back massage yaitu ruangan yang tenang dan nyaman sehingga

back massage dapat berjalan efektif.

3. Bagi Pasien

Diharapkan menambah pengetahuan tentang cara menangani nyeri yang

dirasakan, serta rajin kontrol dan minum obat

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang

teknik back massage terhadap gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus-kasus

yang lainnya

58
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K. A. H. (2017). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga Bagi


Mahasiswa Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas, Jakarta: Sagung
Seto.

Amigo, Pranata. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika

Andarmoyo, S. (2016). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-


Ruzz,

Ardiansyah. (2016). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogyakarta. Diva Press

Armilawati.(2016). Hipertensi dan Faktor Resiko Dalam Kajian Epidemiologi.


Jakarta : Salemba Medika

Aspiani, R.Y. (2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Black, J. M & Hawks, J. N. (2017). Medical Surgical Nursing. Volume 2. 7th


edition. China: Elsevier Saunders

Cahyanti, I. (2017). Pengaruh Pemberian Teknik Benson Terhadap nyeri Kepala


pasien hipertensi di RSUD Dr.Loekmono Hadi Kudus. Jurnal
Keperrawatan Indonesia 4 (7)

Corwin, Elizabeth J. (2017). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media.

Darmawan. D. (2018). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka.


Yogyakarta : Gosyen Publishing

Field T. (2017). Cortisol Decreases and Serotonin and Dopamin Increase


Following Massage Therapy, Intern J. Neuroscince, USA, diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16162447

Friedman, M. (2015). Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori dan Praktek
Edisi 5. Jakata :EGC

Frenalia, W. (2019). Efektivitas Pemberian Back Massage dan Relaksasi Nafas


Dalam Terhadap Skala Nyeri Kepala Pada Pasien Hipertensi di wilayah

59
kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu. E-journal keperawatan (e-
Kp) volume 11.Nomor 1.

Guideline Joint National Committee (JNC) VIII. (2015) . The Eight Report of the
Joint National Committee.Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide.Am
J Manag Care

Istyawati. (2018). Pengaruh Slow Stroke Back Massage Terhadap Skala Nyeri
Kepala Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal. Journal
Keperawatan Soedirman Vol. 2 No. 3

Kusyati. (2016). Tehnik Prosedural Keperawatan : Mekanik Tubuh. Jakarta:


Salemba Medika.

Mander R. (2018). Remedial Massage. Yogyakarta: Nuha Medika

Mansjoer. (2015). Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3 Jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI

Maria, Isana. (2018) . Gambaran Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien
Hipertensi di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Martapura 1.
Jurnal IPTEKS Terapan Volume 10 No. 2

Muttaqin, Arif. (2018). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta. Salemba Medika

Mulyadi. (2018). Efektifitas Back Massage dan Relaksasi Benson pada Pasien
Hipertensi dengan Gejala Nyeri Kepala di Puskesmas Baki Sukoharjo.
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

NANDA. (2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta:EGC

Nopri, A. (2017). Efektifitas Kombinasi Terapi Back Massage Dan Akupresur


Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. di
Puskesmas Harapan Raya. JOM Vol 2 No 2

Nugroho, W. (2018). Keperawatan gerontik dan geriatric. Edisi ketiga. Jakarta :


EGC

Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4, Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk.
Jakarta: EGC.

Price, & Wilson. (2016). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.

60
Putri, R. (2020) . Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Penurunan Nyeri
Rheumatoid Arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kampar.
Jurnal Makara, Kesehatan. Volume 10, Nomer 2

Purwandari, K. (2018) . Efektifitas Pijat Punggung Untuk Mengurangi Nyeri


Kepala Pada Penderita Hipertensi di Desa Pule Kecamatan Selogiri
Kabupaten Wonogiri. Jurnal IPTEKS Terapan Research Of Applied Science
And Education V 10. No 4

Rahmawati, Y. (2017) Pengaruh Pemberian Relaksasi Genggam Jari Terhadap


Penurunan Skala Nyeri Pada Lansia Penyakit Asam Urat. Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada. Volume 18 Nomor 1

Rusdi & Isnawati. (2019) . Nyeri Kepala & Vertigo. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press.

Safitri, I. (2018) Efektivitas Kompres Hangat Dan Back Massage Terdapat


Intensitas Nyeri Persalinan. Jurnal Ilmiah Nasional Teknologi, Sains, Dan
Sosial Humaniora Edisi 12 Nomer 1.

Salvo, S.G. (2018). Massage Therpy Principles And Practice, Amsterdam.


Elseiver

Setyawan, Dody. (2018). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Pada Leher


Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Kepala Pada Pasian Hipertensi di
RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2

Setyowati, S. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga, Konsep Dan Aplikasi


Kasus. Jogjakarta: Mitra Cendikia

Suprajitno. (2016). AsuhanKeperawatanKeluarga. Jakarta: EGC

Tri Ayu. (2018). Perbedaan Pengaruh Masase Punggung Dan Slow Stroke Back
Massage (SSBM) Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia dengan Hipertensi
di UPTD PSLU Jember. Jurnal Ners Indonesia. Vol . l No. 2

Trisnowiyanto, Bambang. (2018). Keterampilan Dasar Massage. Yogjakarta:


Muha Medika.

Triyanto. (2016). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Jakarta : Graha Ilmu

Wijaya, A.S. (2016). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

61
Wijanarko, B., & Riyadi. (2016). Sport Massage. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Wong, F. (2018). Panduan Lengkap Pijat. Jakarta : Penebar Plus

62
Lampiran

Lampiran Asuhan Keperawatan Keluarga

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada Senin, 15 Oktober 2022 pukul 08.00 WITA di

rumah keluarga, asuhan keperawatan keluarga Bapak W.A dengan hipertensi

pada Bapak. W.A

1. Data Umum

1). Identitas Kepala Keluarga

(1). Nama : Bapak.W.A

(2). Umur : 67 th

(3). Pekerjaan : Petani

(4). Pendidikan : SD

(5). Alamat : Banjar Bayad, Desa Melinggih Kelod, Kecamatan

Payangan, Kabupaten Gianyar

2). Komposisi keluarga

Tabel 3.1
Komposisi Keluarga

NAMA UMUR SEX Hub. Dengan KK PENDIDIKA KONDISI


N
Bapak W.A 67 th L KK SD Sakit
Ibu K.A 65 th P Istri SD Sehat
W.D 40 th L Anak SMA Sehat
N.K 38 th P Menantu SMA Sehat
P.A 16 tn L Cucu SMA Sehat
K.D 14 th P Cucu SMP Sehat
3). Genogram

W.A K.A

N.K. W.D
K

P.A K.D

Gambar 3.1 : Genogram Pasien Bapak.W.A

Keterangan :

: Laki-laki : Perempuan : Meninggal

: Pasien : tinggal serumah

4). Tipe Keluarga

Keluarga Bapak.W.A termasuk dalam tipe keluarga luas (extended family),

dimana terdiri dari, istri,anak, menantu dan cucu.

5). Suku Bangsa

Keluarga Bapak.W.A merupakan keluarga suku Bali, kesehariannya

menggunakan bahasa Bali, tidak ada kebiasaan keluarga yang dipengaruhi oleh

suku yang dipengaruhi oleh suku yang dapat mempengaruhi kesehatan.

9
6). Agama

Keluarga Bapak.W.A menganut agama Hindu dan sembahyang pada hari-

hari keagamaan.

7). Status Sosial Ekonomi

Anggota keluarga bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri adalah

Bapak.W.A bekerja sebagai petani dengan penghasilan rata-rata sebulan + Rp. 2-3

jt, Ibu K.A bekerja sebagai pedangan dengan penghasilan rata-rata sebulan + Rp.

2jt, anak W.D bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan rata-rata

sebulan + Rp. 3-4 jt, semua penghasilan digunakan untuk biaya keperluan rumah

tangga. Keluarga tidak memiliki tabungan khusus untuk kesehatan (asuransi

kesehatan) karena sudah memiliki jaminan kesehatan berupa Kartu Indonesia

Sehat (KIS). Barang yang dimiliki keluarga dirumah seperti sepeda motor, TV,

kompor gas, setrika dan perhisan emas.

8). Aktivitas Rekreasi Keluarga

Bapak.W.A mengatakan tidak mempunyai kebiasan dalam berekreasi, lebih

sering mengajak anggota keluarga berbincang-bincang dirumah sambil menonton

TV.

2. Tahap dan Riwayat Perkembangan Keluarga

1) Tahap perkembangan saat ini

Tahap perkembangan keluarga saat ini yaitu pada Tahap VIII : keluarga

dalam usia lansia

10
2) Tahap perkembangan yang belum terpenuhi

Keluarga mengatakan tahap perkembangan keluarga dapat dilalui dengan

baik tanpa adanya hambatan

3) Riwayat keluarga inti

Bapak.W.A dan Ibu K.A menikah sekitar 41 tahun yang lalu, perkawinan

yang dilakukan karena pilihan sendiri dan direstui orang tua kedua belah pihak.

Penyakit yang banyak diderita oleh orang tua dan saudara Bapak.W.A kebanykan

menderita hipertensi oleh ayah Bapak. W.A, sedangkan di keluarga Ibu K.A lebih

banyak menderita penyakit saluran pernafasan.

3. Data Lingkungan

1). Karakteristik rumah

Keluarga mengatakan hidup ditanah miliknya sendiri dengan luas

pekarangan 8 are dengan tipe rumah permanent. Rumahnya terdiri dari 5 kamar

tidur, 1 dapur, 1 bale dangin dan 1 kamar mandi, penerangan dengan

menggunakan lampu neon pada malam hari. Keluarga mengatakan menyapu

rumah 2x dalam sehari, kebersihan lingkungan cukup bersih, keluarga

mengatakan pembuangan limbah atau air cucian ditempat khusus dan membuang

sampah pada tempat khusus, keluarga mengatakan membersihkan kamar mandi 3

kali sekali, kamar mandi tampak bersih dan tidak berbau keadaan dapur tampak

bersih dan perabotan tertata rapi, ventilasi cukup jendela terbuka saat kunjungan,

sinar matahari bisa masuk dan menyinari ruangan atau kamar, pakaian tertata rapi.

11
Denah rumah
2 3
1
4

5
10

6
8
7

Gambar 3.2
Denah Rumah Keluarga Bapak.W.A
Keterangan :
1. Sanggah
2. Kamar Bapak W.A
3. Kamar Tidur anak
4. Kamar cucu
5. Kamar kosong
6. Gudang
7. Dapur
8. WC/Kamar Mandi
9. Bale Dangin

2). Karakteristik Tetangga dan Komunitas

Ditinjau dari segi geografis rumah keluarga terletak didaerah pedesaan,

tetangga sebagian besar merupakan penduduk asli dan mayoritas suku bali,

lingkungan tetangga cukup akrab dan biasa saling membantu bila ada kesusahan

3). Mobilitas Geografis Keluarga

Keluarga mengatakan rumah yang ditinggali sekarang merupakan warisan

turun temurun.

4). Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat

Keluarga mengatakan selalu ikut serta apabila disekitar rumahnya ada

kegiatan seperti kerja bakti.

12
5) Sistem Pendukung Keluarga

Keluarga mengatakan saat keluarganya mendapat kesusahan banyak

mendapat dukungan dan bantuan dari kerabat dekat, tetangga dan keluarga lain.

4. Struktur Keluarga

1). Pola Komunikasi

Interaksi dalam keluarga cukup baik dan dilakukan setiap saat, pola

komunikasi yang diterapkan adalah komunikasi terbuka. Bila ada masalah

didiskusikan bersama. Bila ada anggota keluarga sakit diusakan untuk berobat dan

mendapat perawatan sampai membaik.

2). Struktur peran

Keluarga bekerja bersama-sama dalam mencukupi ekonomi keluarga,

keuangan keluarga diatur oleh Ibu K.A dan ibu N.K kegiatan sehari- hari seperti

mencuci, menyapu dan menyeterika dilakukan Ibu K.A dan ibu N.K Masing-

masing anggota keluarga dapat melakukan perannya sesuai dengan harapan

keluarga sehingga tidak menimbulkan konflik

3). Nilai dan Norma Keluarga

Etika dalam keluarga ditanamkan sejak dini pada anak, keluarga

menerapkan sistem demokrasi dengan memberikan kebebasan pada anggota

keluarga terutama dalam mengungkapkan masalahnya.

5. Fungsi Keluarga

1). Fungsi afektif

Anggota keluarga berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saling

menyayangi satu sama lainnya, membina keakraban, saling bertukar pikiran dalam

13
menanggulangi masalah keluarga. Respon keluarga sangat bangga bila ada

anggota keluarga yang berhasil dan keluarga sangat sedih bila ada anggota

keluarga yang sakit.

2). Fungsi sosialisasi

Keluarga mengatakan yang bertanggung jawab dalam membesarkan anak

adalah kedua orang tua . Anak dan orang tua saling menghargai dan menghormati.

Masing-masing anggota keluarga dapat menjalankan fungsi sosialnya. Kegiatan-

kegiatan di wilayahnya dapat diikutinya bila tidak bisa hadir selalu memberikan

alasan yang jelas, juga kegiatan keagamaan dapat diikuti dengan baik.

3). Fungsi perawatan

Bapak.W.A mengatakan mengetahui tekanan darahnya tinggi sejak 2 tahun

yang lalu sebelumnya sering berobat ke puskesmas, Bapak.W.A mengatakan

ayahnya juga menderita penyakit hipertensi. Upaya pasien untuk mengatasi

tekanan darahnya yang tinggi tersebut dengan memakan timun mentah dan minum

obat dari puskesmas. Bapak. W.A mengeluh sakit kepala, sakit kepalanya

berdenyut-denyut. pasien mengatakan terasa kaku di kuduknya, pasien

mengatakan sakit kepalanya datang sewaktu-waktu, pasien mengeluh

penglihatannya kabur, pasien tampak sering memegangi kepalanya, pasien

tampak meringgis, skala nyeri 4 (0-10). Keluarga mengetahui penyakit yang

diderita Bapak. W.A adalah penyakit tekanan darah tinggi akan tetapi tidak

mengetahui secara mendetail, keluarga mengatakan kurang mengetahui dan

paham tentang pengertian, penyebab, gejala, dan cara merawat dirumah agar tidak

terjadi komplikasi.

14
4). Fungsi Reproduksi

Keluarga Bapak. W.A mempunyai tiga orang anak, 2 perempuan dan 1

laki-laki, semua anaknya sudah menikah, Bapak. W.A saat ini tinggal dengan

anak pertama yang sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang cucu..

5). Fungsi ekonomi

Keluarga dalam hal ekonomi merasa mampu memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari baik pangan, sandang dan papan. Keluarga memanfaatkan fasilitas-

fasilitas kesehatan terutama ke Puskesmas.

6. Stres dan Koping keluarga

1) Stressor jangka pendek dan panjang

Stressor yang dialami oleh keluarga sering berkaitan dengan masalah

kesehatan seringnya penyakit Bapak. WA yang selalu mengkhwatirkan tekanan

darahnya yang tidak turun ke nilai normal, Bapak. WA mengatakan akhir-akhir ini

mudah tersinggung dengan adanya penyakit dan beban yang pasien alami, pasien

merasakan cemas, pasien mengatakan sulit tidur dan terbangun saat malam hari,

sulit berkonsentrasi. Pasien tampak khawatir dan gelisah pasien tampak

berkeringat

2) Kemampuan keluarga untuk berespon terhadap situasi atau stressor

Keluarga mampu bertindak secara obyektif, realistis walaupun dalam situasi

stress. Keluarga memberikan respon stressor yang ada dengan berdiskusi dengan

angota keluarga.

15
3) Strategi koping yang digunakan

Keluarga mengatakan menghadapi suatu masalah, pemecahannya yaitu

dengan cara membicarakannya dengan anggota keluarga dan mencari solusi

terbaik, serta berhubungan dengan lingkungan dan meminta solusi untuk

mengatasi masalah.

4) Strategi adaptasi disfungsional

Tidak didapatkan tanda-tanda penyelesaian masalah yang maladaptive

dalam keluarga untuk mengatasi permasalahan.

7. Harapan Keluarga terhadap Perawat Berhubungan dengan Masalah yang

Dihadapi

Keluarga Bapak. W.A merasa senang dengan kunjungan yang dilakukan

petugas kesehatan, sehingga dapat memberi informasi yang lebih tentang penyakit

yang diderita oleh Bapak W.A, keluarga berharap kalau ada waktu petugas

kesehatan diperbolehkan datang kembali Dan berharap tidak hanya keluarganya

saja yang dapat kunjungan tetapi keluarga yang lain juga.

8. Pemeriksaan fisik

Bapak .W.A
Keadaan umum : baik
Tanda vital : TD: 170/90mmHg, Nadi: 87x/menit, pernapasan: 20x/menit,
Suhu: 36,7 ̊c, BB= 72 KG
Rambut : ikal,tidak rontok kebersihan cukup
Mata : tidak oedema, sclera tidak icteric, tidak anemis,
penglihatan normal
Telinga : tidak ada serumen, kanalis bersih, pendengaran normal
Mulut : bersih,tidak ada tanda peradangan, gigi tidak ada caries
Dada : simetris, ronchi negative, wheezing negative, suara

16
jantung normal
Abdomen : datar, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising
usus positif.
Genitalia : selalu dijaga kebersihannya, tidak haemoroid
Extremitas : tidak ada edema, tidak ada nyeri pergerakan, gerakan
normal
Kulit : sawo matang, tampak bersih
Ibu K.A
Keadaan umum : baik
Tanda vital : TD = 100/80 mmHg, N= 80x menit, BB= 52 KG
Rambut : Lurus, tidak rontok, kebersihan cukup
Mata : tidak oedema, sclera tidak icteric, tidak anemis,
penglihatan normal
Telinga : tidak ada serumen, kanalis bersih, pendengaran normal
Mulut : bersih,tidak ada tanda peradangan, gigi tidak ada caries.
Dada : simetris, ronchi negative, wheezing negative, suara
jantung normal
Abdomen : datar, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising
usus positif.
Genitalia : selalu dijaga kebersihannya, tidak keputihan, tidak
haemoroid
Extremitas : tidak ada edema, tidak ada nyeri pergerakan, gerakan
normal
Kulit : sawo matang, tampak bersih

W.D
Keadaan umum : baik
Tanda vital : TD= 100/60 mmHg, N= 82v/menit, BB=61 Kg
Rambut : lurus, Hitam, tidak rontok
Mata : tidak oedema, sclera tidak icteric, tidak anemis, penglihatan
normal

17
Telinga : tidak ada serumen, kanalis bersih, pendengaran normal
Hidung : simetris, polip negative, tidak ada ingus
Mulut : bersih,tidak ada tanda peradangan, gigi tidak ada caries
Dada : simetris, ronchi negative, wheezing negative, suara jantung
normal
Abdomen : datar, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus
positif.
Genitalia : selalu dijaga kebersihannya, tidak haemoroid
Extremitas : tidak ada edema, tidak ada nyeri pergerakan, gerakan normal
Kulit : sawo matang, tampak bersih

N.K
Keadaan umum : baik
Tanda vital : TD= 110/70 mmHg, N= 80X/menit, BB=55 Kg
Rambut : Ikal, Hitam, tidak rontok
Mata : tidak oedema, sclera tidak icteric, tidak anemis, penglihatan
normal
Telinga : tidak ada serumen, kanalis bersih, pendengaran normal
Hidung : simetris, polip negative, tidak ada ingus
Mulut : bersih,tidak ada tanda peradangan, gigi tidak ada caries
Dada : simetris, ronchi negative, wheezing negative, suara jantung
normal
Abdomen : datar, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus
positif.
Genitalia : selalu dijaga kebersihannya, tidak haemoroid
Extremitas : tidak ada edema, tidak ada nyeri pergerakan, gerakan normal
Kulit : sawo matang, tampak bersih

P.A
Keadaan umum : baik
Tanda vital : TD= 120/80 mmHg, N= 80v/menit, BB=56 Kg

18
Rambut : lurus, Hitam, tidak rontok
Mata : tidak oedema, sclera tidak icteric, tidak anemis, penglihatan
normal
Telinga : tidak ada serumen, kanalis bersih, pendengaran normal
Hidung : simetris, polip negative, tidak ada ingus
Mulut : bersih,tidak ada tanda peradangan, gigi tidak ada caries
Dada : simetris, ronchi negative, wheezing negative, suara jantung
normal
Abdomen : datar, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus
positif.
Genitalia : selalu dijaga kebersihannya, tidak haemoroid
Extremitas : tidak ada edema, tidak ada nyeri pergerakan, gerakan normal
Kulit : sawo matang, tampak bersih

N.K
Keadaan umum : baik
Tanda vital : TD= 100/70 mmHg, N= 80X/menit, BB= 42 Kg
Rambut : Ikal, Hitam, tidak rontok
Mata : tidak oedema, sclera tidak icteric, tidak anemis, penglihatan
normal
Telinga : tidak ada serumen, kanalis bersih, pendengaran normal
Hidung : simetris, polip negative, tidak ada ingus
Mulut : bersih,tidak ada tanda peradangan, gigi tidak ada caries
Dada : simetris, ronchi negative, wheezing negative, suara jantung
normal
Abdomen : datar, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus
positif.
Genitalia : selalu dijaga kebersihannya, tidak haemoroid
Extremitas : tidak ada edema, tidak ada nyeri pergerakan, gerakan normal
Kulit : sawo matang, tampak bersih

19
B. Analisa Data

Tabel 3.2
Analisa Data

No Data Diagnosis keperawatan


1 DS : Nyeri akut
- Bapak. W.A mengeluh sakit kepala, sakit berhubungan dengan
kepalanya berdenyut-denyut. pasien peningkatan tekanan
mengatakan tearasa kaku di kuduknya, vaskuler serebral
pasien mengatakan sakit kepalanya datang
sewaktu-waktu, pasien mengeluh
penglihatannya kabur
DO :
- Bapak. W.A tampak sering memegangi
kepalanya, pasien tampak meringgis, skala
nyeri 4 (0-10) sedang, TD: 170/90mmHg,
Nadi:87kali/Menit, RR: 20kali/Menit,
suhu: 36,7 ̊c

2 DS : Kecemasan
- Bapak.W.A mengatakan mengkhwatirkan berhubungan dengan
tekanan darahnya yang tidak turun ke nilai perubahan status
normal. Pasien mengatakan akhir-akhir ini kesehatan
mudah tersinggung dengan adanya
penyakit dan beban yang pasien alami,
pasien merasakan cemas, pasien
mengatakan sulit tidur dan terbangun saat
malam hari, sulit berkonsentrasi
DO :
- Bapak.W.A tampak khawatir dan gelisah
pasien tampak berkeringat.
TD:160/90mmHg, Nadi:80kali/Menit, RR:
20kali/Menit dan Suhu: 36,2 ̊c.

C. Rumusan Masalah

1. Nyeri Akut

2. Kecemasan

20
Tabel 3.3
Scoring Nyeri Akut Berhubungan Dengan Peningkatan Tekanan Vaskuler
Serebral

No Kreteria Perhitungan Score Pembenaran


1 2 3 4 5
1 Sifat masalah 3/3 x 1 1 Masalah bersifat nyata
(actual) dan sedang terjadi, perlu
diatasi segera. Apabila
tidak diatasi segera dapat
mempengaruhi kesehatan
terutama klien.
2 Kemungkinan 2/2 x 2 2
masalah dapat Masalah dapat dengan
diubah (dengan mudah dirubah karena
mudah). keinginan keluarga cukup
besar.
3 3/3 x 1 1
Potensi masalah
untuk dicegah Potensi masalah untuk
(tinggi). dicegah tinggi karena
sumber daya yang ada
dalam keluarga
mendukung, keinginan
keluarga cukup besar,
pendidikan keluarga juga
cukup mendukung.
4 menonjolnya 2/2 x 1 1 Keluarga menganggap
masalah masalah harus ditangani
( masalah berat sehingga komplikasi yang
yang harus lebih berat dapat dicegah
ditangani)
Total skor 5

21
Tabel 3.4
Scoring Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

No Kreteria Perhitungan Score Pembenaran


1 2 3 4 5
1 Sifat masalah 3/3 x 1 1 Penatalaksanaan aturan
(actual) terapi tidak efektif dapat
menyebabkan komplikasi
yang lebih berat bagi
penderita Hipertensi
2 Kemungkinan 2/1 x 2 1
Masalah hanya dapat
masalah dapat
dirubah sebagian, karena
dirubah (hanya
ada kemungkinan factor-
sebagian)
faktor lain yang dapat
menghambat.
3 3/3 x 1 1
Potensi masalah
untuk dicegah Potensi masalah dapat
(cukup). dicegah cukup karena
sumber daya yang ada
dalam keluarga cukup
4 2/2 1 mendukung
Menonjolnya
masalah Keluarga menyadari
(masalah berat adanya masalah dan
yang harus di harus segera ditangani
tangani) sehingga dapat mencegah
komplikasi yang lebih
berat.
Total score 4

D. Diagnosa Keperawatan Keluarga

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

ditandai dengan pasien mengeluh sakit kepala, sakit kepalanya berdenyut-

denyut, pasien mengatakan tearasa kaku di kuduknya, pasien mengatakan sakit

kepalanya datang sewaktu-waktu, pasien mengeluh penglihatannya kabur.

Pasien tampak sering memegangi kepalanya, pasien tampak meringgis, skala

nyeri 4 (0-10) sedang. TD: 170/90mmHg, Nadi:87kali/Menit, RR:

20kali/Menit, suhu: 36,7 ̊cKurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

22
informasi yang ditandai dengan pasien tidak tahu penyebab hipertensi, pasien

mengatakan makan makanan yang sama dengan keluarganya, tampa adanya

perbedaan. Pasien tampak bertanya tentang penyakitnya. TD: 170/90mmHg,

Nadi:87kali/Menit, RR: 20 kali/Menit, suhu: 36,7 ̊c

2. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan yang ditandai

dengan Bapak.W.A mengatakan mengkhwatirkan tekanan darahnya yang

tidak turun ke nilai normal. Pasien mengatakan akhir-akhir ini mudah

tersinggung dengan adanya penyakit dan beban yang pasien alami, pasien

merasakan cemas, pasien mengatakan sulit tidur dan terbangun saat malam

hari, sulit berkonsentrasi. Bapak.W.A tampak khawatir dan gelisah pasien

tampak berkeringat. TD:160/90mmHg, Nadi:80kali/Menit, RR: 20kali/Menit

dan Suhu: 36,2 ̊c.

E. Perencanaan

Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan hasil skoring tertinggi adalah nyeri

akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

Tabel 3.5
Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi TTD
Hasil SIKI
SLKI
Nyeri akut Setelah dilakukan Dukungan Nyeri Akut:
berhubungan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan agen selama 3x pertemuan, Observasi
pendera fisik maka diharapkan 10.Identifikasi lokasi,
(prosedur tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
operasi) (skala 2) dan kontrol frekuensi, kualitas,
nyeri meningkat dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: 11.Identifikasi skala nyeri
12. Tidak mengeluh 12.Identifikasi respons nyeri
nyeri non verbal

23
13. Tidak meringis 13.Identifikasi faktor yang
14. Tidak bersikap memperberat dan
protektif memperingan nyeri
15. Tidak gelisah 14.Identifikasi pengetahuan
16. Tidak mengalami dan keyakinan tentang
kesulitan tidur nyeri
17. Frekuensi nadi 15.Identifikasi pengaruh
membaik budaya terhadap respon
18. Tekanan darah nyeri
membaik 16.Identifikasi pengaruh nyeri
19. Melaporkan nyeri pada kualitas hidup
terkontrol 17.Monitor keberhasilan
20. Kemampuan terapi komplementer yang
mengenali onset sudah diberikan
nyeri meningkat 18.Monitor efek samping
21. Kemampuan penggunaan analgetik
mengenali Terapeutik
penyebab nyeri 5. Berikan teknik
meningkat nonfarmakologis untuk
22. Kemampuan mengurangi rasa nyeri
menggunakan (back massage )
teknik non- 6. Kontrol lingkungan yang
farmakologis memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
6. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
7. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
8. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
9. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
10.Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik

F. Tindakan Keperawatan

Tabel 3.6

24
Tindakan Keperawatan

Hari/ Pukul Implementasi Evaluasi Respon


Tanggal
15/10/2022 09.00 Menggunakan teknik komunikasi S. Pasien terlihat nyaman dan
teraputik untuk mengetahui dapat mengulangi nama
pengalaman nyeri. perawat
O. Pasien sangat kooperatif dan
menjawab semua pertanyaan
dengan baik.

09.15 Melakukan pengkajian S. Pasien mengeluh sakit


nyeri kepala, sakit kepalanya
berdenyut-denyut, pasien
mengatakan tearasa kaku di
kuduknya, pasien
mengatakan sakit kepalanya
datang sewaktu-waktu,
pasien mengeluh
penglihatannya kabur.
O. Pasien tampak meringis,
pasien tampak sering
memegangi kepalanya,
pasien tampak meringgis,
skala nyeri 4 (0-10) sedang.

09.30 Memberikan penilaian S. Pasien mengatakan tidak


tingkat pengetahuan tahu apa yang menyebabkan
klien tentang hipertensi dirinya menderita hipertensi
itu apa
O. Pasien tampak serius
memperhatikan penjelasan
yang diberikan.

10.00 Mengkaji kultur yang S. Pasien mengatakan sakit


mempengaruhi respon kepalanya datang sewaktu-
nyeri waktu
O. Pasien tampak meringis

10.15 Mengkaji tipe dan S. Pasien mengatakan sakit


sumber nyeri yang menetukan kepalanya berdenyut-denyut
intervensi O. Pasien tampak meringis

10.30 5.   Memberikan back massage S. Pasien mengatakan merasa


lebih nyaman
O. Pasien tampak kooperatif

11.00 Mengukur tanda - tanda vital : TD:160/90mmHg,


suhu, nadi, RR, tekananDarah Nadi:80kali/Menit
RR: 20kali/Menit

25
Suhu: 36,2 ̊c

11. 30 Menjelaskan kepada pasien S. Pasien mengatakan mengerti


tentang pengertian, penyebab, tentang penjelasan yang
proses terjadinya, tanda dan diberikan yaitu pengertian,
gejala, komplikasi serta penyebab, proses terjadinya,
pengobatan penyakit hipertensi tanda dan gejala, komplikasi
serta pengobatan penyakit
hipertensi
O. Pasien aktif bertanya

12.00 Meminta klien untuk beristirahat S. Pasien mengatakan akan


beristirahat
O. -

16/10/2022 09.00 Membantu pasien minum obat S. Pasien mengatakan sudah


Amlodipine 1x10 mg/oral teratur minum obat
O. Obat tampak diminum oleh
pasien

09.10 Melakukan pengkajian S. Pasien sakit kepala mulai


nyeri berkurang, sakit kepalanya
berdenyut-denyut, pasien
mengatakan sakit kepalanya
datang sewaktu-waktu,
pasien mengeluh
penglihatannya kabur
O. Pasien tampak meringis,
pasien tampak memegangi
kepalanya, pasien tampak
meringgis, skala nyeri 3 (0-
10) ringan.

09.30 5.   Memberikan back massage S. Pasien mengatakan merasa


lebih nyaman, sakit
kepalanya berkurang
O. Pasien tampak kooperatif

10.00 Mengukur tanda - tanda vital : TD:150/80mmHg,


suhu, nadi, RR, tekananDarah Nadi:80kali/Menit
RR: 20kali/Menit
Suhu: 36,4 ̊c

10.15 Meminta klien untuk beristirahat S. Pasien mengatakan akan


beristirahat
O. -

17/10/2022 09.00 Membantu pasien minum obat S. Pasien mengatakan sudah


Amlodipine 1x10 mg/oral teratur minum obat
O. Obat tampak diminum oleh

26
pasien

09.15 Melakukan pengkajian S. Pasien sakit kepala mulai


nyeri berkurang, pasien
mengatakan sakit kepalanya
datang sewaktu-waktu,
P. Pasien tampak lebih rileks,
skala nyeri 3 (0-10) ringan.

09.30 Memberikan back massage S. Pasien mengatakan merasa


lebih nyaman, sakit
kepalanya berkurang
O. Pasien tampak kooperatif

10.00 Mengukur tanda - tanda vital : TD:150/80mmHg,


suhu, nadi, RR, tekananDarah Nadi:80kali/Menit
RR: 20kali/Menit
Suhu: 36 ̊c

10,30 Melakukan pengkajian S. Pasien sakit kepala


nyeri berkurang, pasien
mengatakan merasa lebih
nyaman
O. Pasien terlihat senang rasa
sakitnya mulai berkurang,
skala nyeri 2 (0-10) ringan.

27
G. Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.7
Evaluasi Keperawatan

    Hari/tgl/jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi


17/10/2022 Nyeri akut berhubungan dengan S. Pasien sakit kepala berkurang,
JAM 10.30 peningkatan tekanan vaskuler pasien mengatakan merasa lebih
Wita nyaman
serebral
O. Pasien terlihat senang rasa
sakitnya mulai berkurang,
skala nyeri 2 (0-10) ringan
A. Tujuan tercapai, masalah nyeri
teratasi
P : Lanjutkan intervensi dan
pertahankan kondisi pasien,
sarankan agar minum obat secara
teratur

28

Anda mungkin juga menyukai