Anda di halaman 1dari 16

AUDIT FORENSIK

Forensic & Investigated Accounting:


A case approach

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. M. Rasuli, SE., M.Si., Ak., CA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
CHINTIA RAHMA GUSTI 1502116016
ESTERLINA PURBA 1502115916

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
Statement of Authorship

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK/ makalah/ tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami
gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/ tugas
pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Kuliah : Audit Forensik


Judul RMK/ Makalah/Tugas : Sistem dan Siklus Akuntansi
Tanggal : 1 April 2018
Dosen : Dr. M. Rasuli, SE., M.Si., Ak., CA
Nama/NIM : 1. Chintia Rahma Gusti (1502116016)
2. Esterlina Purba (1502115916)

Tanda tangan:

(Chintia Rahma Gusti) (Esterlina Purba)


A. Management fraud within the purchases, payable, and payment system (kecurangan
manajemen pada pembelian, utang usaha dan sistem pembayaran )

1. Kecurangan manajemen pada pembelian

Kecurangan dalam siklus pembelian dapat dilakukan oleh karyawan perusahaan maupun
oleh pemasok, atau kerja sama kedua pihak tersebut. Kecurangan karyawan dalam siklus
pembeliandapatberupa:
a. Berpura-pura menjadi pemasok dengan mengirim tagihan ke perusahaan, padahal
sebenarnya karyawan tersebut tidak pernah mengirimkan barang ke perusahaan.
b. Mendirikan perusahaan yang khusus didirikan hanya untuk memasok barang ke
perusahaan kita.
c. Jadi perusahaan ini tidak memiliki konsumen lain , selain kita.
d. Membeli barang ke pemasok, dan meminta pemasok untuk mengirimkan barang ke
rumah si karyawan. Sementara perusahaan akan menanggung biaya pembelian tersebut.
e. Karyawan berkolusi dengan pemasok untuk mendapat komisi atau tip.

2. Kecurangan manajemen pada utang usaha. Adanya kurang saji yang disengaja atas
utang usaha biasanya akan menghasilkan kurang saji dalam pembelian dan harga pokok
penjualan serta lebih saji pada laba bersih. Beberapa bentuk penyalahgunaan yang
signifikan yang melibatkan pembelian misalnya pembayaran kepada vendor fiktif, suap,
seta perjanjian ilegal lainnya dengan pemasok.
3. Kecurangan manajemen dalam sistem pembayaran
Tren sistem pembayaran saat ini sedang mengalami perubahan, dari pembayaran
transaksi secara kas atau menggunakan check beralih ke pembayaran secara online atau
pembayaran melalui media elektronik dan menggunakan kartu (mis; transfer melalui
bank, e-micropayments, kartu kredit, e-check, e-billing, purchasing card, kartu
debit, smart card, virtual credit card, stored-valeus card, debit ATM, dll).
Sistem Pembayaran elektronik adalah sistem pembayaran yang menggunakan fasilitas
internet sebagai sarana perantara. Sistem pembayaran ini memudahkan konsumen.
Dalam sistem pembayaran elektronik, semua data pembayaran terdigitalisasi.

Ada 2 jenis sistem pembayaran:


1. Electronic cash/e-cash (token-based system)
Seperti layaknya pembayaran tunai secara fisik yang merepresentasikan nilai
pembayaran.
2. Credit/debit system (account-based system)
Berupa “pesan” untuk mentransfer pembayaran (tidak merepresentasikan secara
langsung nilai pembayaran)

Empat pihak yang terlibat yaitu:


1. Issuer
Bank atau lembaga selain bank yang mengeluarkan instrumen e-payment untuk
digunakan sebagai alat pembelian.
2. Customer/Buyer
Sekumpulan orang yang melakukan e-payment sebagai pertukaran untuk mendapatkan
barang atau jasa.
3. Merchant/seller
Sekumpulan orang yang menerima e-payment sebagai pertukaran untuk mendapatkan
barang atau jasa.
4. Regulator
Umumnya badan pemerintah yang mengatur regulasi proses pemerintah.

Beberapa bentuk kecurangan pada sistem pembayaran secara elektronik:


a. Kasus pembobolan kartu kredit,
b. Penyadapan user ID dan password 

B. Employee, vendor fraud within the purchases, payables and payments system (kecurangan
karyawan dalam penjualan, pembelian, hutang dan pembayaran sistem)
1. Kecurangan Karyawan
a. Hakekat kecurangan
Fraud dapat berbentuk apa saja seperti kecurangan (fraud), kejahatan kerah putih (white-
collar crime), penggelapan (embezzlement).
Kecurangan (fraud), menurut Institute of internal auditors adalah meliputi serangkaian
tindakan tidak wajar dan illegal yang sengaja dilakukan untuk menipu. Tindakan tersebut
dapat dilakukan untuk keuntungan ataupun kerugian organisasi dan oleh orang-orang diluar
maupun didalam organisasi. Kejahatan kerah putih (white-collar crime) didefinisikan sebagai
tindakan kejahatan yang dilakukan dengan cara-cara non fisik melalui penyembunyian
ataupun penipuan untuk mendapatkan uang ataupun harga benda, untuk menghindari
pembayaran atau hilangnya uang atau harta benda atau untuk mendapatkan keuntungan
bisnis atau pribadi.

Penggelapan adalah konversi secara tidak sah untuk kepentingan pribadi, harta benda
yang secara sah berada dibawah pengawasan pelaku kejahatan. Ini adalah tindakan kriminal
dalam arti sempit. Penggelapan tidak meliputi tindakan-tindakan kriminal seperti penyuapan,
pencurian, kecurangan terhadap pemerintah, memperoleh harta benda melalui ancaman
kekerasan atau pengungkapan atau hal-hal sejenis lainnya.
Kecurangan karyawan dan manajemen adalah rumput liar beracun yang tumbuh subur
dalam sebuah iklim yang permisif dimana benih-benih kecurangan dibantu bahkan diundang
untuk tumbuh dan berkembang. Lingkungan didalam suatu organisasi dikembangkan dan dijaga
oleh manajemen dan dewan komisaris. Untuk mencegah terjadinya kecurangan, lingkungan
tersebut harus tegas. Perlu dibuat suatu kebijakan yang menolak kecurangan dalam bentuk
apapun.  Unsur-unsur dibawah ini hendaknya diperhitungkan dalam menyusun suatu kebijakan :
 Semua aktivitas illegal termasuk kecurangan untuk keuntungan organisasi adalah
dilarang
 Tanggungjawab untuk melakukan investigasi akan dinyatakan dengan jelas. Biasanya hal
ini akan ditegaskan kepada audit internal atau keamanan atau keduanya.
 Setiap karyawan yang mencurigai adanya penyelewengan diharuskan memberitahu
dengan segera kepada atasan atau kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk
melakukan investigasi.
 Setiap kecurigaan adanya penyelewengan akan diinvestigasi sepenuhnya.
 Seluruh tersangka dan pelaku akan diperlakukan sama, tanpa memandang
posisi/jabatannya.
 Manajer bertanggungjawab untuk mengetahui eksposur yang diakibatkan oleh tindak
kejahatan dan untuk menetapkan control dan prosedur untuk mencegah dan
mendeteksi kecurigaan adanya penyelewengan.
 Seluruh investigasi atas penyelewengan akan dilalaporkan kepada komite audit dari
dewan komisaris.
Disamping iklim yang permisif, terdapat tiga gabungan kondisi lain yang dapat menggerakkan
seseorang untuk melaksanakan perbuatan yang curang :
 Tekanan situasional pada karyawan. Karyawan mungkin terlibat utang atau mungkin
ditekan (baik secara eksternal atau internal).
 Akses terhadap aktiva yang tidak terkontrol, bersama-sama dengan ketidakpedulian dari
manajemen.
 Kepribadian yang menggerogoti integritas seseorang. Beberapa orang memiliki
kecendrungan mengambil jalan tidak jujur.

b. Tanggung jawab dan wewenang                           


Pada tahun-tahun awal, perhatian auditor terutama diarahkan pada pendeteksian transaksi-
transaksi yang mencurigakan dan curang.  Secara umum mereka melakukan tindakan polisi.
Fungsi mereka bersifat protektif dan detektif daripada kontruktif. Tidak ada standar formal
baku yang menetapkan penyerahan tanggungjawab kepada auditor internal untuk mencegah
dan mendeteksi kecurangan. Namun pengadilan telah menentukan tanggung jawab auditor
eksternal untuk pencegahan dan pendeteksian seperti itu.
Standards for the professional practice of internal auditing (standar) pada tahun 1978.
Dalam standar 280, IIA menyatakan tanggungjawab berikut ini:
Auditor internal hendaknya melaksanakan kecermatan dan keseksamaan professional
dalam melaksanakan audit internal.
Saat ini, standar 1210, A2 mencantumkan aspek Due Professional Care (kecermatan dan
keseksamaan professional) sehubungan dengan tanggung jawab auditor internal dalam
mendeteksi terjadinya kecurangan.
Statement on internal Auditing standars no 3, memperluas tanggungjawab auditor
internal yang berkenaan dengan kecurangan. Kesimpulan utama dari Pernyataan tersebut
adalah:
 Pencegah kecurangan –
ini merupakan tanggungjawab manajemen. Auditor internal bertanggungjawab untuk
memeriksa dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas langkah-langkah tindakan yang
telah diambil oleh manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut.
 Deteksi kecurangan – 
auditor internal sebaiknya memiliki cukup pemahaman tentang kecurangan untuk
dapat mengidentirfikasikan adanya indikasi bahwa kecurangan mungkin telah terjadi.
Jika dideteksi adanya kelemahan yang signifikan dalam control, pengujian tambahan
yang dilakukan hendaknya meliputi pengujian yang diarahkan menuju indikasi dari
indikator-indikator kecurangan lain.
 Investigasi kecurangan –
investigasi kecurangan dapat dilakukan oleh atau melibatkan patisipasi auditor internal,
pengacara, investigator, petugas keamanan dan ahli-ahli dari dalam maupun luar
organisasi. Auditor hendanya menentukan fakta-fakta yang berhubungan dengan
seluruh investigasi kecurangan untuk :
- Menentukan apakah control perlu diimplementasikan atau diperkuat
- Merancang pengujian audit untuk mengungkap eksistensi dari kecurangan yang sama
dimasa yang akan datang
- Membantu memenuhi tanggungjawab auditor internal untuk memelihara pemahaman
yang cukup mengenai kecurangan

C. Management fraud within the sales, receivable, and receipts system (kecurangan
manajemen dalam penjualan, piutang dan penerimaan sistem)
1. Kecurangan manajemen
a. Pengertian Kecurangan Manajemen
Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan
ketidakberesan (irregularities). Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai
akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan manajemen atau karyawan
perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindahbukuan,
dan lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan
oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan material
terhadap penyajian laporan keuangan.
Dalam istilah sehari-hari kecurangan dapat diartikan dengan istilah pencurian,
pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian, dan lain-
lain. Kecurangan merupakan salah satu bentuk irregularities. Secara singkat
kecurangan dinyatakan sebagai suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta
yang meterial yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu. Untuk lebih jelasnya
kecurangan menurut Arens (2006:430) merupakan:
“Gambaran setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksud untuk
mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan
keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang curang
dan penyalahgunaan aktiva.” Sedangkan menurut Soejono Karni (2000:47-48)
kecurangan manajemen yaitu:
“Kecurangan yang dilakukan oleh orang-orang yang memilki kelas sosial ekonomi
yang terhormat dan biasa disebut white collar crime. Kecurangan manajemen dibagi
menjadi dua tipe, yaitu kecurangan jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan
jabatan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jabatan dan
menyalahgunakannya. Sedangkan kecurangan korporasi adalah kecurangan yang
dilakukan oleh perusahaan demi memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut.
Dalam KUHP seperti dikutip oleh Tuanakotta (2006:95) mencantumkan pasal-
pasal yang mencakup pengertian kecurangan (fraud), diantaranya:
1. “Pasal 362 Pencurian: mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
2. Pasal 368 Pemerasan dan Pengancaman: dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekuasaan
atau ancaman kekerasan untuk memeberikan barang yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang lain
3. Pasal 372 Penggelapan: dengan sengaja melawan hukum memiliki barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam
kekuasannya bukan karena kejahatan
4. Pasal 378 Perbuatan curang: dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melanggar hukum, untuk menyerahkan suatu barang kepadanya.”

Dapat disimpulkan bahwa kecurangan manajemen merupakan perbuatan


melanggar hukum yang merupakan kejahatan kerah putih (white-collar crime). Kejahatan
kerah putih dalam dunia usaha di antaranya berbentuk salah saji atas laporan keuangan,
memanipulasi di pasar modal, penyuapan komersial, penyuapan dan penerimaan suap
oleh pejabat publik secara langsung atau tidak langsung dan kecurangan atas pajak.

1. Jenis-jenis Kecurangan Manajemen


Menurut Tuannakotta (2007:99-102) disebutkan beberapa jenis kecurangan, yaitu:
a. Bribery,
b. Conflict of Interest,
c. Illegal gratuities,
d. Skimming,
e. Billing schemes,
f. Payroll schemes,
g. Expense reimbursement schemes,
h. Check tampering.”

Berikut akan dijelaskan secara satu per satu mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam
jenis dan bentuk kecurangan (fraud):
a. Bribery
Menawarkan, memberikan, menerima, atau meminta sesuatu yang bernilai untuk
mempengaruhi tindakan pejabat.
b. Conflict of Interest
Pegawai, manajer atau eksekutif yang memiliki kepentingan ekonomi atau pribadi (yang
tidak diketahui atasannya) dan merugikan perusahaan.
c. Illegal gratuities
Pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan.
d. Skimming
Uang dijarah sebelum uang tersebut secra fisik masuk ke perusahaan.
e. Billing schemes
Skema permainan daam menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai
sarananya.
f. Payroll schemes
Skema permainan melalui pembayaran gaji, dengan adanya pegawai atau karyawan
fiktif.
g. Expense reimbursement schemes
Skema permainan melalui pemalsuan cek. Yang dipalsukan bisa tandatangan orang yang
mempunyai kuasa mengeluarkan cek.
h. Check tampering
Skema permainan melalui pemalsuan cek. Yang dipalsukan bisa tandatangan orang yang
mempunyai kuasa mengeluarkan cek.

Dengan demikian dilihat dari pelaku kecurangan (fraud) maka secara garis besar bentuk
kecurangan manajemen yaitu berupa manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap
catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan
keuangan, kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan suatu transaksi,
kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
2. Ciri Kecurangan Manajemen
Kecurangan dapat ditangani sedini mungkin oleh manajemen atau pemeriksaan intern
apabila jeli dalam melihat tanda-tanda kecurangan tersebut.

Widjaja (1992:61-62) menyatakan bahwa beberapa ciri-ciri kecurangan (fraud) yaitu:


a. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun
sebelumnya,
b. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas,
c. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan,
d. Pengendalian operasi yang tidak baik,
e. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan.”

Pendapat lain dikemukakan oleh Soedjono Karni (2000:43) mengenai ciri-ciri kecurangan
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumnya
2. adanya perbedaan antara buku besar dan pembantu
3. perbedaan yang ditemui melalui konfirmasi
4. transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai
5. transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen, baik yang umum
maupun yang khusus.
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa ciri-ciri kecurangan (fraud) dapat diketahui dari
perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumya. Hal ini
disebabkan karena laporan keuangan dimanipulasi untuk menutupi kecurangan (fraud) sehingga
timbul perbedaan-perbedaan angka. Selain terlihat dari laporan keuangan, tidak ada rotasi
pekerjaan, pengendalian operasi juga menjadi ciri adanya kecurangan majemen.
3. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Kecurangan Manajemen
Menurut Simanjuntak (2008:4) terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk
melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
1. Greed (keserakahan)
2. Opportunity (kesempatan)
3. Need (kebutuhan)
4. Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan
(disebut juga faktor umum).
Faktor kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada
kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu
ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang
kecil. Secara umum manajemen suatu perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar
untuk melakukan kecurangan dari pada karyawan.
Faktor pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu,
setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
Faktor individu melekat pada diri seseorang yaitu moral, faktor ini berhubungan dengan
keserakahan (greed), seperti tujuan perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan
seluruh pihak (manajemen dan karyawan), aturan perilaku pegawai dikaitkan dengan lingkungan
dan budaya perusahaan, gaya manajemen memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan
aturan perilaku yang ditetapkan perusahaan dan praktik penerimaan pegawai, dicegah
diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik.
Faktor individu lain yaitu dorongan, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need),
yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan dan keperluan pegawai atau pejabat
yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai
keinginan untuk melakukan kecurangan.
Tiga kondisi kecurangan dari pelaporan keuangan atau kecurangan manjemen dan
penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316) yang ditulis Arens (2006:432) sebagai
berikut:
1. Insentif atau tekanan
Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan
kecurangan.
2. Kesempatan
Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan
kecurangan.
3. Sikap
Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen
atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam
lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan
yang tidak jujur.”
Dari pernyataan di atas bisa saja pengendalian internal yang lemah terjadi karena pihak
manajemen tidak memberi tekanan atau ketegasan mengenai pentingnya pengendalian internal
dalam suatu organisasi. Pada saat menemukan kecurangan pihak manajemen tidak menindak
pelaku kecurangan.
Beban hidup dan gaya hidup seseorang bisa memacu sesorang untuk melakukan
kecurangan dalam perusahaan agar mendapatkan suatu penghasilan yang lebih banyak. Selain
itu, adanya tekanan nonfinancial seperti tuntutan pemimpin untuk melakukan suatu tujuan di
luar kemampuannya. Tujuan tersebut ditetapkan karena tidak adanya komunikasi antara atasan
dengan bawahannya.
Indikasi lain yang mendorong terjadinya kecurangan yaitu lemahnya kebijakan
penerimaan pegawai, meremehkan integritas pribadi, dan kemungkinan adanya koneksi dengan
organisasi kriminal.

4. Pengungkapan Kecurangan Manajemen


Pengungkapan kecurangan merupakan tanggung jawab manajemen. Pemeriksa intern
bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan serta efektivitas tindakan manajemen
untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dengan demikian, audit internal harus melakukan audit
sesuai dengan prosedur, memonitor gejala-gejala kecurangan (fraud), melakukan penelusuran
untuk mengungkap kecurangan (fraud) dan mengidentifikasi semua kecurangan (fraud) yang
mungkin terjadi.
Menurut COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission)
yang dikutip oleh Amrizal (2004: 5-6) menyebutkan bahwa pengendalian internal terdapat 5
(lima) komponen, yaitu:
a. Lingkungan pengendalian,
b. Penaksiran risiko,
c. Standar pengendalian,
d. Informasi dan komunikasi,
e. Pemantauan.

D. Employee, vendor fraud within the purchases, payables and payments system (Kecurangan
vendor dan karyawan dalam sistem pembelian, hutang, dan pembayaran)

Setiap perusahaan dalam memperoleh bahan atau barang harus memiliki pengeluaran. Ini


adalah proses yang mendasar dari semua bisnis karena mereka membeli sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan operasi, merekam kewajiban, dan akhirnya membayar kas ke
vendor. 
Proses pengeluaran yang umum adalah sebagai berikut:
 Siapkan permintaan pembelian dan / atau pesanan pembelian untuk barang atau jasa
yang dibutuhkan.
  Beritahu vendor (supplier) barang atau jasa yg dibutuhkan
 Menerima barang atau jasa, seringkali melalui pengangkut umum. Sebuah pengangkut
umum adalah truk, kereta api, atau perusahaan angkutan udara.
 Catat hutang
 Membayar tagihan yang dihasilkan
 Memperbarui catatan yang terkena dampak, seperti hutang, kas, persediaan, dan biaya.

Sistem pengendalian internal untuk setiap kategori  adalah sebagai berikut:


 Transaksi tidak valid (fiktif atau menggandakan) mungkin telah direkam
 Transaksi mungkin telah dicatat dalam jumlah yang salah.
 Transaksi yang sebenarnya mungkin telah dihilangkan dari catatan akuntansi.
 Transaksi mungkin telah direkam kepada vendor salah atau nomor rekening salah
 Transaksi mungkin belum dicatat pada waktu yang tepat
 Transaksi mungkin telah terakumulasi atau ditransfer ke catatan akuntansi salah.

Berikut adalah beberapa kecurangan yang terjadi dalam sistem pembelian


1. Ordering Materials, Supplies and Services.
Pemesanan yang tidak benar benar terjadi atau disebut dengan pembelian fiktif. Tujuan
dari proses pembelian ini adalah untuk meminimalisasi biaya berkaitan dengan mengatur
persediaan yang mencukupi untuk semua proses bisnis. Risiko yang mungkin terjadi dari
tahap ini serta alternatif pengendalian yang dapat digunakan untuk mengatasinya adalah
sebagai berikut : 
a. Pencatatan persediaan yang tidak akurat .
Salah satu risiko yang dihadapai pada tahap ini adalah pencatatan persediaan yang
tidak akurat yang dapat mengakibatkan habisnya persediaan yang selanjutnya
mengakibatkan kehilangan penjualan. Metode perpetual inventory dapat diterapkan
untuk memastikan informasi tentang jumlah persediaan yang terdapat di gudang.
Untuk mengurangi kesalahan pada saat memasukkan data persediaan pada metode
perpetual inventory, sebaiknya input data secara manual dihindari dan diganti
dengan menggunakan teknologi infomasi untuk memastikan keakuratan data.
Misalnya dengan menggunakan metode Bar-coding, namun masih mungkin terjadi
kesalahan karena jumlah kuantitas barang akan dimasukkan ke sistem secara
manual. Penggunaan teknologi Radio-frequency Identification (RFID) akan lebih
efisien dibandingkan dengan metode Bar-coding karena RFID tidak memerlukan
orang untuk memindai bar code setiap produk kepada mesin pembaca. Meskipun
demikian, teknologi RFID memerlukan biaya lebih mahal dibandingkan dengan
metode Bar-coding dan tidak dapat diterapkan pada setiap jenis produk, misalnya
produk liquid. Perhitungan fisik secara periodik merupakan salah satu pengendalian
yang penting untuk membandingkan antara total persediaan di gudang dengan
pencatatan pada sistem.
b. Memesan barang-barang yang tidak dibutuhkan 
Risiko yang selanjutnya adalah memesan barang-barang yang tidak dibutuhkan yang
dapat mengakibatkan tingginya biaya pembelian dan kegagalan untuk mendapatkan
diskon volume yang tersedia. Pencatatan yang akurat pada metode perpetual
inventory dapat memastikan validitas dari permintaan pembelian yang secara
otomatis dihasilkan oleh pengendalian pada sistem. Permasalahan selanjutnya
adalah kemungkinan terjadinya pembelian barang yang sama namun dari divisi yang
berbeda sehingga fungsi yang tersentralisasi dalam proses pembelian perlu untuk
diterapkan. Selain itu, supervisor harus melakukan review dan menyetujui setiap PR
yang terbentuk.
c. Membeli barang pada saat harga tinggi .
Risiko selanjutnya adalah membeli barang pada saat harga tinggi dimana dapat
menyebabkan total biaya menjadi semakin tinggi karena biaya pembelian barang
mendapat porsi paling besar dari total biaya produksi manufaktur. Oleh karena itu,
perusahaan berusaha untuk mengamankan harga terbaik terhadap barang-barang
yang dibeli. Adanya daftar harga untuk barang yang sering dibeli yang disimpan di
dalam sistem dan dikonsultasikan ketika akan membuat pesanan merupakan sebuah
pengendalian agar perusahaan tidak membayar terlalu banyak untuk suatu barang
yang dibeli. Untuk barang khusus dengan biaya yang tinggi dapat dilakukan
competitive bidding dimana penawaran tertulis dari supplier harus diminta oleh
perusahaan. Pengendalian anggaran juga sangat membantu dalam mengendalikan
beban pembelian. Pembelian harus dibebankan kepada akun divisi pembeli yang
bertanggung jawab menyetujui permintaan pembelian. Selain itu, pengendalian
anggaran juga dapat dilakukan dengan membandingkan biaya aktual dengan
anggaran, jika terdapat deviasi yang cukup signifikan, maka harus diambil tindakan
investigasi (Management by Exception).
d. Membeli barang dengan kualitas rendah .
Dalam upaya untuk mendapatkan harga paling rendah, risiko yang mungkin terjadi
adalah membeli barang dengan kualitas rendah. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya keterlambatan produksi dan menimbulkan total biaya yang tinggi.
Perusahaan harus mencari tahu supplier mana yang menyediakan barang dengan
kualitas terbaik dengan harga yang kompetitif dengan melakukan pemeriksaan dan
pemantauan kualitas produk dari supplier. Pengendalian lainnya adalah membuat
daftar supplier yang telah disetujui dan diyakini memberikan barang dengan kualitas
terbaik. Setiap pembelian kepada supplier yang baru harus dilakukan review dan
diberikan persetujuan oleh supervisor.
e. Supplier yang tidak dapat diandalkan .
Risiko selanjutnya adalah supplier yang tidak dapat diandalkan sehingga juga dapat
mengakibatkan terjadinya keterlambatan produksi dan menimbulkan total biaya
yang tinggi. Memilih supplier yang memiliki sertifikasi mutu, misalnya ISO 9000,
merupakan salah satu bentuk pengendalian yang dapat dilakukan. Namun, sistem
informasi akuntansi juga harus dirancang untuk dapat melihat dan melacak informasi
tentang kinerja supplier. Misalnya sistem Enterprise Resource Planning (ERP)
dikonfigurasikan untuk dapat menghasilkan laporan secara otomatis mengenai PO
yang belum dikirimkan dalam jangka waktu yang sudah dijanjikan.
f. Membeli dari supplier yang tidak terotorisasi .
Risiko membeli dari supplier yang tidak terotorisasi dapat menimbulkan banyak
masalah. Barang yang dibeli dari supplier tersebut memiliki kemungkinan berkualitas
rendah atau memiliki harga yang tinggi. Selain itu, risiko ini juga dapat menimbulkan
masalah hukum, apabila melakukan transaksi bisnis terhadap supplier illegal. Oleh
karena itu, semua PO harus di-review untuk memastikan pembelian hanya dilakukan
kepada supplier yang telah disetujui. Pemeliharaan daftar supplier yang sudah
disetujui penting untuk dilakukan dan sistem harus dikonfigurasi agar pembelian
hanya dapat dilakukan kepada supplier yangdisetujui. Penggunaan pengendalian
spesifik dari Electronic Data Interchange (EDI), seperti penggunaan user IDs,
password, dapat membatasi otorisasi personal agar hanya dapat mengakses hal-hal
yang memang tanggung jawabnya. 
g. Kickbacks 
Kickbacks adalah hadiah atau bingkisan yang diberikan supplier ke agen-agen
pembelian untuk mempengaruhi pemilihan pada supplier mana barang akan dibeli.
Risiko ini dapat mengakibatkan munculnya subjektivitas bagian pembelian dalam
memilih supplier mana saja yang akan menyalurkan barang kebutuhan perusahaan.
Untuk kickback yang memiliki pengertian ekonomi, supplier harus menemukan
beberapa cara untuk memulihkan uang yang dihabiskan untuk suap kepada pembeli.
Hal ini biasanya dilakukan dengan menggelembungkan harga pembelian selanjutnya
atau mengganti barang pembelian dengan yang berkualitas rendah. Untuk
menghindari hal tersebut, perusahaan harus melarang bagian pembelian menerima
hadiah dari supplier sehingga perlu diadakannya pelatihan terhadap karyawan dalam
hal ini, melakukan rotasi pekerjaan dan mewajibkan karyawan untuk mengambil
liburan sejenak.

2. Approving Supplier Invoices .


Tujuan tahap ini adalah memastikan perusahaan membayar hanya pada barang dan jasa
yang dipesan dan diterima. Risiko yang mungkin timbul dari tahap ini serta alternatif
pengendalian yang dapat digunakan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut : 
a. Gagal menangkap kesalahan dalam tagihan supplier 
Risiko gagal menangkap kesalahan dalam tagihan supplier dapat terjadi karena
adanya perbedaan antara kuota dengan harga yang dibebankan atau terjadinya salah
hitung terhadap jumlah tagihan. Untuk menghindari hal tersebut, maka penting
untuk dilakukannya pengecekan keakuratan tagihan supplier serta harga dan
kuantitas barang pada tagihan harus dibandingkan dengan Purchase Order dan
Receiving Receipt yang sesuai. 
b. Kesalahan dalam melakukan posting ke akun hutang 
Kesalahan dalam melakukan posting ke akun hutang dapat mengakibatkan terjadinya
kesalahan dalam pelaporan keuangan dan kinerja perusahaan yang selanjutnya dapat
mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Pengendalian data entry
dan pemrosesan data sangat dibutuhkan untuk mencegah risiko ini. Pengendalian
lain yang dapat dilakukan adalah membandingkan saldo akun supplier sebelum dan
sesudah cek diproses dengan tagihan yang sedang diproses serta saldo akun supplier
dibandingkan secara periodik dengan jumlah akun hutang di buku besar.

3. Sedangkan dalam kasus pembayaran, beberapa kecurangan yang sering terjadi yaitu :
a. Membayar untuk barang yang tidak diterima .
Risiko ini dapat mengakibatkan terjadinya pengurangan kas secara sia-sia atau terjadinya
kesalahan perhitungan persediaan. Pengendalian yang paling baik untuk mencegah hal
tersebut adalah membandingkan kuantitas barang pada tagihan supplier dengan
kuantitas yang dimasukkan pada sistem oleh bagian persediaan yang menerima
pemindahan barang persediaan dari bagian penerimaan. Beberapa perusahaan
mengharuskan bagian persediaan untuk melakukan verifikasi terhadap Receiving Receipt
sebelum dokumen tersebut digunakan sebagai dokumen pendukung pembayaran
tagihan supplier. Melakukan verifikasi terhadap pengadaan jasa akan lebih sulit
dilakukan apabila hanya dilakukan berdasarkan tagihan supplier. Oleh karena itu,
sebagian besar perusahaan bergantung pada pengendalian anggaran dan melakukan
review secara akurat terhadap beban-beban dari setiap departemen untuk menunjukkan
potensi kecurangan yang perlu diinvestigasi lebih lanjut. 
b. Gagal dalam mengambil diskon pembelian 
Risiko ini dapat mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang lebih banyak
untuk mendapatkan barang dalam jumlah besar. Salah satu pengendalian yang dapat
dilakukan adalah pengajuan tagihan dengan tanggal jatuh tempo untuk mendapat
diskon. Tagihan yang telah disetujui harus dilengkapi dengan tanggal jatuh tempo dan
sistem harus dirancang untuk dapat melacak tagihan yang telah jatuh tempo dan dapat
mencetak daftar semua tagihan yang outstanding secara periodik. Anggaran arus kas
yang menunjukkan arus kas masuk yang diekpetasi dan komitmen yang masih
outstanding juga dapat membantu perusahaan membuat perencanaan dalam
memanfaatkan diskon pembelian yang tersedia.
c. Membayar tagihan yang sama dua kali.
Risiko ini dapat mempengaruhi kebutuhan arus kas dan terjadi pencatatan keuangan
yang tidak sesuai. Hal ini terjadi dengan berbagai cara, misalnya terdapat duplikat invoice
yang dikirim setelah cek perusahaan dikirimkan ke supplier. Pengendalian yang dapat
dilakukan adalah memastikan bahwa tagihan yang akan dibayar adalah hanya tagihan
yang dilengkapi dengan invoice asli dan dokumen pendukung lainnya seperti Purchase
Order dan Receiving Receipt serta membatalkan semua dokumen pendukung saat
pembayaran telah dilakukan. 
d. Pencurian kas .
Kas merupakan asset paling likuid yang sangat mudah untuk disalahgunakan. Pencurian
kas dapat mengakibatkan kerugian perusahaan. Pengendalian yang dapat dilakukan
adalah terdapatnya pemisahan tanggung jawab antara bagian yang melakukan verifikasi
tagihan dengan bagian yang melakukan pembayaran. Selain itu penting untuk
dilakukannya pembatasan akses ke kas dan cek kosong serta penandatanganan cek oleh
dua otorisasi untuk jumlah yang lebih banyak. Pengendalian lainnya adalah seseorang
yang independen dari prosedur pembayaran melakukan rekonsiliasi dengan akun bank..
Pengendalian ini menyediakan pengecekan akurat secara independen dan mencegah
seseorang dari penggelapan kas dan kemudian menyembunyikan pencurian dengan
menyesuaikan bank statement. Akses terhadap supplier master file harus dibatasi dan
setiap perubahan yang terjadi pada supplier master file harus di-review secara akurat
dan harus terdapat persetujuan atas perubahan tersebut. Hal penting lainnya yang perlu
dilakukan adalah membatasi kemampuan sistem yang dapat membuat supplier dan
memproses tagihan kepada supplier tersebut dalam satu waktu sehingga karyawan tidak
bisa membuat supplier baru dan langsung menerbitkan cek untuk supplier tersebut.
e. Penyalahgunaan cek .
Penyalahgunaan cek dapat mengakibatkan pengeluaran cek untuk supplier fiktif.
Pengendalian yang perlu dilakukan adalah melindungi mesin pencetak cek dan
membatasi akses kepadanya serta menggunakan tinta khusus pada saat mencetak cek.
Melakukan rekonsiliasi bank merupakan pengendalian paling penting untuk mendeteksi
penipuan cek. 
f. Permasalahan arus kas 
Penting untuk dilakukannya perencanaan dan pengawasan pengeluaran untuk mencegah
permasalahan arus kas. Permasalahan arus kas dapat mengakibatkan tingginya arus kas
keluar dibandingkan dengan arus kas masuk perusahaan. Oleh karena itu, anggaran arus
kas merupakan pengendalian terbaik untuk mengurangi risiko ini. Anggaran arus kas
menunjukkan arus kas masuk yang diekpetasi dan komitmen yang masih outstanding
untuk membantu perusahaan membuat perencanaan dalam melakukan pembayaran
supplier.

E. Management fraud within the sales, receivalbe, and receipts system


1. Kecurangan dalam penjualan
Bentuk Kecurangan dalam penjualan kredit:
- Lapping
Pengendalian yang Relevan:
 Pemisahan tugas antara karyawan yang bertanggung jawab untuk menerima kas dari
pelunasan piutang konsumen dan karyawan yang bertanggung jawab untuk mencatat
pelunasan piutang.
 Mendorong konsumen untuk melunasi piutang dengan transfer ke rekening
perusahaan.
 Rutin mengirim pernyataan piutang kepada konsumen sehingga konsumen akan
komplain jika ada lapping.
 Mewajibkan setiap karyawan untuk memakai hak cuti mereka agar pekerjaan setiap
karyawan dapat di-review orang lain.
- Konsumen hantu (konsumen fiktif)
Pengendalian yang relevan:
 Pemisahan tugas antara bagian pencatatan piutang dan pihak yang berwenang untuk
menghapus piutang macet.
 Ketelitian pada saat menelaah calon konsumen baru, termasuk memastikan bahwa
calon konsumen tersebut benar-benar eksis.

- Pencurian cek yang diterima dari konsumen


Pengendalian yang relevan:
 Kebijakan untuk meminta konsumen membuat cek atau BG atas nama. Jadi, nama
perusahaan kita sebagai pihak penerima kas mesti tertulis secara eksplisit dalam lembar
cek.
 Kebijakan bahwa cek tidak boleh diuangkan. Cek hanya bisa dicairkan dan dana akan
langsung masuk ke rekening perusahaan.
 Rutin mengirim surat pernyataan piutang ke konsumen.
 Pemisahan tugas antara yang berwenang untuk menerima cek dari konsumen dan yang
menyetorkan cek ke bank.
 Meminta konsumen memberitahukan secara tertulis jika konsumen melakukan
pelunasan piutang (misalnya mentransfer uang).

- Konsumen yang sengaja membuat kredit macet


Pengendalian yang relevan:
 Memastikan keberadaan konsumen.
 Memberi kredit sesuai dengan kapasitas konsumen (besar kecilnya usaha dan omzet
konsumen).
 Penetapan kebijakan bahwa setiap faktur dari transaksi sebelumnya harus lunas
sebelum konsumen bisa membeli secara kredit.

2. Kecurangan dalam piutang


- Resiko Piutang
Dalam pelaksanaannya perusahaan dihadapkan pada beberapa resiko. Ketika
sebuah perusahaan menjual barang dan atau jasa secara kredit, maka beresiko
menimbulkan kegagalan dalam penagihan piutang tepat waktu atau mungkin
menimbulkan kegagalan menagih piutang tepat jumlah. Berikut ini merupakan resiko-
resiko yang berkaitan dengan piutang, adalah :
 Kegagalan untuk menagih pelanggan
 Kesalahan dalam penagihan
 Kesalahan dalam memasukan data ketika memperbarui piutang usaha
 Pencurian kas
 Kehilangan data
 Kinerja yang buruk

- Tujuan Sistem Pengendalian Intern atas Piutang


Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan bagi sebuah
perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume pejualan, maka sebuah perusahaan
dapat memperoleh keuntungan. Namun ada beberapa resiko atas keberadaan piutang itu
sendiri yang dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap
piutang tersebut.
Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan kebijakan
kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila kemudian dalam
pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak dilakukan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan perbaikan.
Adapun tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut :
- Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi hak milik
perusahaan.
- Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable).
- Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang.
- Piutang aman dari penyelewengan.

- Karakteristik Sistem Pengendalian Intern atas Piutang

Output dari sistem pengendalian intern piutang adalah berupa informasi dalam bentuk
laporan keuangan atau laporan manajemen lain, sehingga karakteristik sistem pengendalian
intern piutang identik dengan karakteristik informasi. Seperti yang telah diungkapkan oleh
Romney,dkk karakteristik informasi yang baik adalah :
 Relevan
 Reliable
 Complete
 Timelines
 Understandable
 Verrifyable
- Sistem Pengendalian Intern atas Piutang
Pada prinsipnya sistem pengendalian harus meminimalkan dan mendeteksi serta
memperbaiki kesalahan ketika terjadi. Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk
piutang harus menghasilkan suatu kepastian bahwa semua transaksi piutang telah
dibukukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pengendalian intern terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan terus ke
persetujuan atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang, pembuatan faktur,
verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang akhirnya akan
mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus diperhatikan pula retur penjualan
secara periodik harus dibuat perincian piutang menurut golongan usianya untuk
menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dan menilai apakah bagian kredit dan
bagian inkaso telah bekerja dengan efisien.
Adapun sistem pengendalian intern atas piutang secara keseluruhan antara lain sebagai
berikut :
- Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi)
dari “ Fungsi Akuntansi Untuk Piutang “
- Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi penerimaan
hasil tagihan piutang
- Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang,
harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.
- Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable
Subsidiary Ledger)
- Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).

Sumber :
DAFTAR PUSTAKA

http://muhammadrivandi18.blogspot.co.id/2015/05/expenditures-process-and-
control.html
http://digilib.unpas.ac.id/download.php?id=2310
http://meilinaseptyaningsih1301020084ummgl.blogspot.com/2014/12/sistem-
pembayaran-elektronik.html
http://claronwordpress.wordpress.com/2013/01/13/sistem-pembayaran-elektronik/
http://epaymentsystemnarotama.blogspot.com/2011/12/sistem-pembayaran-
elektronik.html
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl4339/cara-pembayaran-yang-aman-dalam-
transaksi-elektronik http://pl701.ilearning.me/?p=849

Anda mungkin juga menyukai