Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATERI KULIAH

AUDIT FORENSIK

M. HAYKAL DADITULLAH I (1702114765)

IRPAN APANDI (1702114642)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

2020
Statement of Authorship

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan
tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/
tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Kuliah : AUDIT FORENSIK

Judul RMK/ Makalah/Tugas : RMK Tindak Pidana Korupsi

Tanggal : 11 May 2020

Dosen : Dr. M. Rasuli, SE., M.Si., Ak., CA., ACPA

Nama : M. Haykal Daditullah Indrapraja

NIM : 1702114765

Tanda tangan :

Nama : Irpan Apandi

NIM : 1702114642

Tanda tangan :
 PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Banyak ahli yang mendefinisikan arti korupsi, namun kesemuanya memiliki kesamaan dasar
tentang pengertian korupsi. Korupsi sebuah istilah yang diserap dari dari bahasa latin yaitu
corruptus atau corruptio berasal dari kata induk corrumpore yang secara harfiah berarti :
merusak, tidak bermoral penyimpangan dari kesucian seperti ketidak jujuran, kebusukan,
kebejatan, ucapan yang menghina atau memfitnah.

Pengertian korupsi secara luas adalah perbuatan yang buruk atau penyelewengan uang
negara atau perusahaan dari tempat seseorang bekerja untuk kepentingan pribadi atau orang
lain. Dalam kamus hukum “Black’s Law Dictionary” Henry Campbell Black menjelaskan
pengertian korupsi (terjemahan bebas): “Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak
dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain bersamaan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain”

Tindak pidana korupsi di Indonesia adalah tindak pidana melawan hukum yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU KPK).

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002,


menyebutkan: “Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”

Mengacu pada ketentuan di atas, maka ada kelompok atau jenis tindak pidana korupsi yaitu:

a) Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara, diatur dalam ketentuan Pasal
2 dan Pasal 3 UU PTPK;
b) Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1)
huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat
(1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12
huruf c, Pasal 12 huruf d dan Pasal 13 UU PTPK;
c) Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, diatur dalam ketentuan Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b dan Pasal 10 huruf c 3 UU PTPK;
d) Korupsi yang terkait dengan pemerasan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf e,
Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf g UU PTPK;
e) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat
(1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d,
Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h UU PTPK;
f) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur dalam
ketentuan Pasal 12 huruf i UU PTPK;
g) Korupsi yang terkait dengan gratifikasi, diatur dalam ketentuan Pasal 12B jo. Pasal
12C UU PTPK;

Selain dari tindak-tindak pidana tersebut di atas, masih ada tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:

a) Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi, diatur dalam ketentuan Pasal 21 UU


PTPK;
b) Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan yang Tidak Benar, diatur
dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 28 UU PTPK;
c) Bank yang Tidak Memberikan Keterangan Rekening Tersangka, diatur dalam
ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 29 UU PTPK;
d) Saksi atau Ahli yang Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu,
diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 35 UU PTPK;
e) Orang yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau
Memberi Keterangan Palsu, diatur dalam ketentuan Pasal 22 jo. Pasal 36 UU PTPK;
f) Saksi yang Membuka Identitas Pelapor, diatur dalam ketentuan Pasal 24 jo. Pasal 31
UU PTPK;

Karasteristik tindak pidana korupsi di atas, mensyaratkan bahwa pelaku, tersangka,


terdakwa haruslah aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara atau orang
lain/korporasi yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara Negara. Biasanya ada sebagian koruptor melakukan
pencucian uang untuk menyembunyikan asal-usul hasil korupsi.
 TINJAUAN SOSIOLOGI KORUPSI

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan


bersama, dengan demikian sosiologi korupsi mengandung pengertian sebagai ilmu yang
mempelajari perilaku manusia yang mengandung unsur penyimpangan dan penyalahgunaan.

Sosiologi Korupsi membahas fenomena korupsi melalui teori-teori sosiologi seperti


fungsionalisme struktural, teori konflik serta interaksionisme simbolik. Berikut ini beberapa
teori sosiologi terhadapap masalah sosial korupsi yaitu :
1) Teori fungsionalisme struktural.
Suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad
sekarang. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini
juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori fungsionalisme struktural
mempunyai pandangan bahwa kehidupan sosial berlangsung dalam keteraturan,
keseimbangan, dan keharmonisan. Hal ini disebabkan oleh masing-masing anggotanya
mematuhi norma-norma sosial yang disepakati. Meskipun demikian, ada anggota
masyarakat yang tidak mematuhi karena adanya perbedaan tujuan yang dipunyainya
dengan tujuan kelompok, atau karena perbedaan antara tujuan yang ditetapkan
kelompok dengan cara dan sarana untuk mencapainya. Fenomena korupsi dari sudut
pandang fungsionalme struktural dapat dijelaskan dari adanya ketidakpatuhan
pemegang kekuasaan terhadap norma-norma yang mengatur pengguna kekuasaan.
Mereka berpandangan bahwa tujuan penggunaan kekuasaan itu tidak sepenuhnya dapat
mewujudkan kepentingan atau tujuan pribadinya. Sementara itu sarana untuk
mewujudkan tujuan kekeuasaan itu belum memadai. Sehubungan dengan itu masalah
korupsi sebagai penyakit masyarakat dapat dianalisis dengan teori struktural fungsional
dikarenakan sebagai berikut :
o Dalam teori struktural fungsional ada hubungan yang saling bergantung antara
bagian-bagian dari suatu sistem. Dalam konteks ini elemen-elemen masyarakat
akan mengacu dalam dua sistem yang disepakati bersama melalui hukum dan
norma yang dibbuatnya. Sejalan dengan hal tersebut korupsi adalah suatu
penyimpangan terhadap hukum dan norma yang telah disepakati.
o Adanya keadaan yang normal/ keseimbangan bila dihubungkan dengan
mekanisme, hal ini berarti keadaan yang normal dan sehat. Korupsi sebagai
penyimpangan sosial dengan demikian merupakan suatu kondisi masyarakat
yang tidak sehat, karena ada bagian sistem yang difungsionalkan atau tidak
berjalan seperti halnya sistem politik yang tidak berjalan dengan baik dan
kemudian pula sistem hukum yang tidak bisa tegas melengkapi persoalan
seperti ini.
o Adanya bagian-bagian sistem sosial yang tidak berfungsi bisa diatur kembali
supaya sistem sosial bisa berjalan dengan normal kembali. Dalam konteks ini
perlu adanya kesadaran dari elemen-elemen sistem yang menambahkan bahwa
korupsi adalah penyakit sosial yang memerogoti mental masyarakat. Sebagai
bagian dari fungsi yang tidak benar korupsi sebagai perilaku sosial yang sudah
membudaya pelu dihadapkan pada tindakan hukum maupun sanksi sosial yang
keras.
2) Teori Interaksionisme Simbolik

Pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide
dasar teori interaksioisme simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya
dapat dipahami melalui pertukaran simbol atau komunikasi yang sarat makna. Dalam
pendekatan ini mencoba memberikan analisa sosiologi korupsi dengan teori interaksi
simbolik. Yang menjadi bahan pemikiran pendekatan ini adalah bahwa bagaimana
adanya perspektif yang mengatakan perilaku manusia dalam melihat kesejahteraan
hidup individu/kelompok terlihat dari simbolik yang dimunculkannya. Simbol yang
dimunculkan kerap kalli berupa penampilan fisik dan dari simbolik benda-benda.

 SEBAB SEBAB TERJADINYA KORUPSI

Dahulu korupsi yang bermotif ganda jarang dilakukan. Paling yang ada, ialah korupsi
material yang sederhana sifatnya. Sebabnya, di samping memang obyek yang akan dikorup
terbatas adanya, juga moral masih belum banyak terkena erosi. Dahulu rasa harga diri dan
menjaga martabat pribadi masih sangat kuat, sebab umumnya orang merasa sangat malu
kalau dijadikan buah bibir orang sebagai penyeleweng atau koruptor, yang sekarang hal
tersebut sudah luntur. Kalau dahulu ada perbuatan korupsi y6ang bermotif ganda, itu
umumnya secara kebetulan saja. Artinya, si koruptor tidak sadar kalau perbuatannya itu di
samping menggerogoti uang, juga bermotif dan dapat berakibat lain seperti umumnya terjadi
dewasa ini.
Kini korupsi sangat kejam dan munafik, karena sering penyuapan diiringi dengan
maksud menjatuhkan si pejabat yang menerima suap. Dilain pihak, si penerima suap sudah
sangat berani meminta sesuatu dengan berbagai macam cara (cara halus dan kasar) dengan
alasan balas jasa, seolah-olah ia sendiri tidak mendapat nafkah dari Negara. Bahkan,
dibandingkan dengan korupsi yang terjadi di masa lampau yang oleh beberapa sarjana, antara
lain Prof. W.F. Werheim dikatakan karena pengaruh pendatang feudal (kebiasaan penduduk
memberikan upeti-upeti kepada raja) dan yang tetap tidak kita setujui, koruptor dewasa ini
lebih kejam lagi sifatnya. Banyak di antaranya yang hanya hidup berfoya-foya, sementara
rakyat di sekelilingnya masih hidup melarat.

Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut:

a) Lemahnya pendidikan agama dan etika.


b) Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan
yang diperlukan untuk membendung korupsi.
c) Kurangnya pendidikan. Namun kenyataannya sekarang kasus-kasus korupsi di
Indonesia dilakukan oleh koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi,
terpelajar dan terpandang sehingga alas an ini dapat dikatakan kurang tepat.
d) Kamiskinan. Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia, para pelakunya bukan
didasari oleh kemiskinan melaikan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari
kalangan yang tidak mampu melainkan para konglomerat.
e) Tidak adanya sanksi yang keras.
f) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi.
g) Struktur pemerintah.
h) Perubahan radikal. Pada saat system nilai mengalami perubahan radikal, korupsi
muncul sebagai suatu penyakit transisional.
i) Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan
masyarakat secara keseluruhan.

Huntington menulis sebagai berikut. Korupsi terdapat dalam masyarakat, tetapi


korupsi lebih umum di masyarakat yang satu daripada yang lain, dan dalam masyarakat yang
sedang tumbuh korupsi lebih umum dalam suatu periode yang satu dari yang lain. Bukti-bukti
menunjukan bahwa luas perkembangan korupsi berkaitan dengan modernisasi sosial dan
ekonomi yang cepat. Penyebab modernisasi mengembangbiakkan korupsi dapat disingkat
dari jawaban Huntington berikut:
a) Modernisasi membawa perubahan-perubahan pada nilai dasar atas masyarakat.
b) Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi membuka
sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan
kehidupan pilitik tidak diatur oleh norma-norma tradisional yang terpenting dalam
masyarakat, sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh
golongan-golongan berpengaruh dalam masyarakat.
c) Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang
diakibatkannyadalam bidang kegiatan sistem politik. Modernisasi terutama di Negara-
negara yang memulai modernisasi lebih kemudian, memperbesar kekuasaan
pemerintahan dan melipatgandakan kegiatan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh
peraturan-peraturan pemerintah.

 AKIBAT DARI PERBUATAN KORUPSI

Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya
terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses
demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :

a) Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan


publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b) Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat
tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi
hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c) Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena
hubungan patron-client dan nepotisme;
d) Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu
rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu
pembangunan yang berkelanjutan;
e) Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan
penumpukan beban hutang luar negeri.

Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :

a) Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;


b) Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c) Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak
semestinya
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kanal.web.id/pengertian-tindak-pidana-korupsi

https://ridahelfridapasaribu.wordpress.com/2015/06/15/sosiologi-korupsi

https://pemberantaskorupsi.blogspot.com/2010/02/sebab-sebab-terjadinya-korupsi.html

https://faturohmanalbantani.blogspot.com/2011/01/ciri-ciri-korupsi-sebab-dan-akibat.html

Lidyah, Rika. 2016. “Korupsi dan Akuntansi Forensik”. I-Finance Vol.2 No.2.

Anda mungkin juga menyukai