AUDIT FORENSIK
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS RIAU
2020
Statement of Authorship
Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK terlampir adalah
murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan
tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/
tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
NIM : 1702114765
Tanda tangan :
NIM : 1702114642
Tanda tangan :
PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Banyak ahli yang mendefinisikan arti korupsi, namun kesemuanya memiliki kesamaan dasar
tentang pengertian korupsi. Korupsi sebuah istilah yang diserap dari dari bahasa latin yaitu
corruptus atau corruptio berasal dari kata induk corrumpore yang secara harfiah berarti :
merusak, tidak bermoral penyimpangan dari kesucian seperti ketidak jujuran, kebusukan,
kebejatan, ucapan yang menghina atau memfitnah.
Pengertian korupsi secara luas adalah perbuatan yang buruk atau penyelewengan uang
negara atau perusahaan dari tempat seseorang bekerja untuk kepentingan pribadi atau orang
lain. Dalam kamus hukum “Black’s Law Dictionary” Henry Campbell Black menjelaskan
pengertian korupsi (terjemahan bebas): “Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak
dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain bersamaan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain”
Tindak pidana korupsi di Indonesia adalah tindak pidana melawan hukum yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU KPK).
Mengacu pada ketentuan di atas, maka ada kelompok atau jenis tindak pidana korupsi yaitu:
a) Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara, diatur dalam ketentuan Pasal
2 dan Pasal 3 UU PTPK;
b) Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1)
huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat
(1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12
huruf c, Pasal 12 huruf d dan Pasal 13 UU PTPK;
c) Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan, diatur dalam ketentuan Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b dan Pasal 10 huruf c 3 UU PTPK;
d) Korupsi yang terkait dengan pemerasan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 huruf e,
Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf g UU PTPK;
e) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat
(1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d,
Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h UU PTPK;
f) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, diatur dalam
ketentuan Pasal 12 huruf i UU PTPK;
g) Korupsi yang terkait dengan gratifikasi, diatur dalam ketentuan Pasal 12B jo. Pasal
12C UU PTPK;
Selain dari tindak-tindak pidana tersebut di atas, masih ada tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:
Pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide
dasar teori interaksioisme simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya
dapat dipahami melalui pertukaran simbol atau komunikasi yang sarat makna. Dalam
pendekatan ini mencoba memberikan analisa sosiologi korupsi dengan teori interaksi
simbolik. Yang menjadi bahan pemikiran pendekatan ini adalah bahwa bagaimana
adanya perspektif yang mengatakan perilaku manusia dalam melihat kesejahteraan
hidup individu/kelompok terlihat dari simbolik yang dimunculkannya. Simbol yang
dimunculkan kerap kalli berupa penampilan fisik dan dari simbolik benda-benda.
Dahulu korupsi yang bermotif ganda jarang dilakukan. Paling yang ada, ialah korupsi
material yang sederhana sifatnya. Sebabnya, di samping memang obyek yang akan dikorup
terbatas adanya, juga moral masih belum banyak terkena erosi. Dahulu rasa harga diri dan
menjaga martabat pribadi masih sangat kuat, sebab umumnya orang merasa sangat malu
kalau dijadikan buah bibir orang sebagai penyeleweng atau koruptor, yang sekarang hal
tersebut sudah luntur. Kalau dahulu ada perbuatan korupsi y6ang bermotif ganda, itu
umumnya secara kebetulan saja. Artinya, si koruptor tidak sadar kalau perbuatannya itu di
samping menggerogoti uang, juga bermotif dan dapat berakibat lain seperti umumnya terjadi
dewasa ini.
Kini korupsi sangat kejam dan munafik, karena sering penyuapan diiringi dengan
maksud menjatuhkan si pejabat yang menerima suap. Dilain pihak, si penerima suap sudah
sangat berani meminta sesuatu dengan berbagai macam cara (cara halus dan kasar) dengan
alasan balas jasa, seolah-olah ia sendiri tidak mendapat nafkah dari Negara. Bahkan,
dibandingkan dengan korupsi yang terjadi di masa lampau yang oleh beberapa sarjana, antara
lain Prof. W.F. Werheim dikatakan karena pengaruh pendatang feudal (kebiasaan penduduk
memberikan upeti-upeti kepada raja) dan yang tetap tidak kita setujui, koruptor dewasa ini
lebih kejam lagi sifatnya. Banyak di antaranya yang hanya hidup berfoya-foya, sementara
rakyat di sekelilingnya masih hidup melarat.
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya
terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses
demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
https://www.kanal.web.id/pengertian-tindak-pidana-korupsi
https://ridahelfridapasaribu.wordpress.com/2015/06/15/sosiologi-korupsi
https://pemberantaskorupsi.blogspot.com/2010/02/sebab-sebab-terjadinya-korupsi.html
https://faturohmanalbantani.blogspot.com/2011/01/ciri-ciri-korupsi-sebab-dan-akibat.html
Lidyah, Rika. 2016. “Korupsi dan Akuntansi Forensik”. I-Finance Vol.2 No.2.