KELOMPOK IX
Definisi umum: Ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, termasuk gejala-
gejala alam yang ada
Definisi IPA Sebagai proses: IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk
mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains.
Definisi IPA sebagai aplikasi: teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat
memberi kemudahan bagi kehidupan (Laksmi Prihantono, dkk, dalam Trianto, 2010:
137).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara umum meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu fisika,
biologi, dan kimia.
a. Fisika
Mempelajari tentang aspek mendasar alam, misalnya materi, energi,gaya, gerak,
panas,cahaya, dan berbagai gejala alam fisik lainnya. Fisika adalah sains atau ilmu
alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang
dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya. Salah
satu ilmu sains paling dasar, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam
semesta berkerja.
b. Kimia
Meliputi penyelidikan tentang penyusun dan perubahan zat. Kimia adalah cabang dari
ilmu fisik yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, dan perubahan materi.
Ilmu kimia meliputi topik-topik seperti sifat-sifat atom, cara atom membentuk ikatan
kimia untuk menghasilkan senyawa kimia, interaksi zat-zat melalui gaya antarmolekul
yang menghasilkan sifat-sifat umum dari materi, dan interaksi antar zat melalui reaksi
kimia untuk membentuk zat-zat yang berbeda.
c. Biologi
Mempelajari tentang sistem kehidupan mulai dari ukuran renik sampai dengan
lingkungan yang sangat luas. Biologi adalah kajian tentang kehidupan, dan organisme
hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi, persebaran, dan
taksonominya.
Rasa ingin tahu manusia merupakan awal sikap ilmiah, karena ingin tahu lebih lanjut, apa,
bagaimana, mengapa peristiwa atau gejal aitu.
Ada 4 tahap perkembangan alam pikiran manusia sampai lahirnya IPA : mitos, penalaran,
eksperimentasi dan metode keilmuan.
1.1. Mitos
Manusia menyusun mitos atau dongeng untuk mengenal realita atau kenyataan yaitu
pengetahuan yang tidak objektif, melainkan subjektif. Mitos ini diciptakan untuk
memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran mitos, rasio atau penalaran
belum terbentuk yang bekerja hanya daya khayal, intuisi atau imajinasi.
Menurut C.A. Peursen mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah
tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan, dapat pula diungkap
melalui tari-tarian atau pementasan wayang dan sebagainya.
Contoh :
Gerhana bulan disangka terjadi karena bulan dimakan oleh raksasa. Menurut mitos nya
raksasa tersebut takut pada bunyi-bunyian maka pada waktu gerhana bulan, manusia
memukul-mukul benda apa saja yang dapat menimbulkan bunyi supaya raksasa itu takut
dan memuntahkanya kembali bulan tersebut.
Demikianlah manusia pada tahap mitos/teologi menjawab keingintahuanya dengan
menciptakan dongeng atau mitos, karena alam pikiran nya masih terbatas pada imajinasi
dan intuisi.
(B) (A)
(C) (B)
Dengan demikian, jelas bahwa penalaran deduktuf itu harus dimulai dengan pernyataan-
pernyataan (premis mayor dan premis minor yang sudah pasti kebenarannya. Namun,
dalam kenyataannya, sulit menilai kebenaran premis-premis yang digunakan, karena
penilaian yang digunakan masih bersifat abstrak, lepas dari pengalaman, sehingga tidak
mudah diamati dengan indera kita.
1.3. Penalaran Induktif
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai
hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru
yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
penalaran deduktif.
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai
kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret.
Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut
penganut empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar
ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif.
Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari
pengamatan, atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas
logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan
bertambah panjang.
Ada beberapa hal dalam kaitannya untuk membentuk sikap ilmiah, antara lain:
Sikap ilmiah harus sudah mulai ditanamkan sejak awal sekolah. Kalau Sejak
awal siswa sudah terbiasa “disuapi” dengan produk sains, maka sampai
perguruan tinggi pun akan lebih merasa senang apabila terus disuapi. Tugas
dosen pertama-tama harus meniadakan sikap yang tidak kondusif ini, kalau
perlu dengan paksaan.
Penilaian atas belajar perlu lebih memerhatikan pada kegiatan yang dilakukan
daripada hasil yang dicapai. Kegagalan siswa dalam melakukan suatu
percobaan sains jangan lalu diartikan bahwa siswa tidak berhasil dalam
belajarnya. Justru kegagalan merupakan bukti keberhasilan, yaitu bahwa
kegagalan itu menunjukkan bukan merupakan suatu prosedur yang benar, dan
informasi tentang kegagalan ini akan merupakan tambahan informasi ilmiah.
Adanya perbedaan kemampuan dan minat diantara para siswa, sehingga tidak
tepat bila pendidikan diregimentasikan dengan derap langkah yang seragam
mengikuti suatu komando. Guru harus mampu dan diberi peluang serta
kemungkinan untuk mengelola tugas belajar yang berbeda.
Tersedianya sarana dan anggaran yang cukup untuk terlaksananya berbagai
metode ilmiah. Penerapan berbagai metode ini akan memberikan kontribusi
yang sangat berarti bagi tumbuh dan berkembangnya sikap ilmiah.
Perkembangan “body of knowledge” yang begitu pesat dan banyak, maka tidak
mungkin seseorang menguasainya. Oleh karena itu tujuan belajar seharusnya
diarahkan pada kemampuan belajar untuk belajar (learning to learn).
Ada juga sifat ilmu pengetahuan dan metode ilmiah:
Salah satu syarat ilmu pengetahuan ialah bahwa materi pengetahuan itu harus diperoleh
melalui metode ilmiah. Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini tidak harus selalu
berurutan, langkah demi langkah, seperti yang tercantum berikut ini. yang penting ialah
pemecahan masalah untuk mendapatkan kesimpulan umum (generalisasi) hanya berdasarkan
atas data dan diuji dengandata, bukan oleh keinginan, prasangka, kepercayaan, atau
pertimbangan lain.
Menurut Drs. Maskoeri Jasin langkah-langkah penerapan metode ilmiah itu ada 3 (tiga),
yaitu:
a. Perumusan Masalah
Yang dimaksud dengan masalah disini adalah merupakan pertanyaan apa, mengapa
ataupun bagaimana tentang obyek yang diteliti.
b. Penyusunan Hipotesis
Yang dimaksud dengan hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan
kemungkinan-kemungkinan jawaban untuk memecahkan masalah yang telah
ditetapkan.
c. Pengujian Hipotesis
Yaitu berbagai usaha pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang
telah diajukan untuk dapat memperlibatkan apakah fakta- fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak.
d. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini didasarkan atas penilaian melalui analisis dari fakta-fakta
(data) untuk melihat apakah hipotesis yang diajukan itu diterima atau tidak.
Di dalam ilmu alamiah suatu kesimpulan bersifat sementara (tentatif), kesimpulan
adalah sesuatu yang harus diajukan. Pengujian-pengujian seperti itu memerlukan data
tambahan. Dengan demikian generalisasi baru akan diperoleh dan terjadilah proses
yang berkesinambungan, secara terus menerus dan dengan demikian akan diperoleh
kemajuan.
Bagaimana data diperoleh guna menguji terhadap generalisasi tersebut? Data (yaitu
catatan observasi secara teliti) dapat diperoleh dengan observasi bebas (bare
observation), yaitu observasi yang dilakukan dalam kondisi yang tidak terkendali
(uncontrolled condition), dan kedua denganobservasi eksperimental (experimental
observation) yaitu observasi yang dilakukan dalam kondisi terkendali (controlled
condition)
Data yang diperoleh dianggap sah bila kedua observasi itu dapat diulangi oleh
pengamat yang lain kecermatan yang lain. kecermatan dan kejujuran merupakan
persyaratan bagi pencari kebenaran. Data yang diperoleh dari observasi tersebut
dikumpulkan, dipilih, disusun, dan dikelompokkan dengan hasil bahwa keteraturan
tertentu atau generalisasi menjadi tampak jelas.
1.4.2. Beberapa catatan tentang metode ilmiah
a. Karakterisasi (observasi dan pengukuran), hal ini merupakan hal yang terpenting
karena menjadi titik ukur kevalitan suatu metode ilmiah. Bila pengukuran dalam
metode ilmiah mengalami kesalahan, maka akan menghasilkan teori yang salah(tidak
valid)
b. Hipotesis (penjelasan teoritis yang merupakan dugaan dari hasil observasi dan
pengukuran). Jika prediksi tersebut tidak dapat diobservasi, hipotesis yang mendasari
prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu
metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh
jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan
c. Prediksi (deduksi logis dan hipotesis), Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil
suatu eksperimen dalam laboratorium atau observasi suatu fenomena di alam. Prediksi
tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang
diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah
benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil
tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah
benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan
seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis.
d. Eksperimen (pengujian atas semua yang ada di atas) Usur diatas merupakan langkah-
langkah yang di lakukan untuk mencapai suatu metode ilmiah. Hasil eksperimen tidak
pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas
kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu
hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari hipotesis.
1.4.4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Ilmiah
Karena adanya unsur-unsur di atas metode ilmiah di katakana lebih dapat
diandalkan, serta menghasilkan teori yang lebih menjanjikan, selainitui juga
memiliki kelebihan-kelebihan, diantaranya :
a. metode ilmiah lebih bisa dipertanggung jawabkan, dikarenakan adanya
bukti-bukti yang konkret dan ada ukuran yang jelas
b. jelas, dapat di buktikan dan dapat diamati langsung oleh alat indra pada
manusia
c. dapat dijadikan satuan atau tolok ukur untuk penelitian-penelitian
selanjutnya, bila tidak terdapat kesalahan
d. mengajarrkan pada manusia untuk menatap realita dan segala sesuatu yang
ada
e. operasional, dapat di gunakan dan di amalkan dalam kehidupan keseharian
f. logis, karena dapat di buktikan oleh semua orang
g. Melatih kebiasaan berpikir yang sistematis, logis dan analitis
h. Memupuk sifat jujur, obyektif, terbuka, disiplin dan toleran
i. Menolak takhayul dan menolak pendapat tanpa bukti nyata.
a. metode ilmiah tidak mungkin bisa menjangkau objek yang bersifat inmateri
(gaib), dikarenakan tidak adanya wujud, ukuran dan timbangan yang jelas.
b. terlalu bergantung pada objek yang ada
c. metode ilmiah akan berubah bila objek yang di amati telah berubah. Sebagai
contoh ilmuan mengatakan bahwa suhu diatas puncak merapi adalah 35 derajat c,
namun apa yang di kemukakan oleh ilmuan akan berubah seiring berubahnya
cuaca dan suhu
d. kurang valid, karena tidak semua hasil dari metode atau penelitian di suatu daerah
akan bisa di terapkan untuk daerah lain.
e. membutuhkan waktu yang lama, karena penelitian dilakukan secara berulang. \
f. membutuhkan biaya yang sangat mahal, karena setiap penelitian memerlukan alat
bantu berupa peralatan yang menggunakan tehnologi canggih.
g. dapat terhapus atau tidak di pakai bila terbukti ditemukan kesalahan dan bila
muncul teori lain yang dianggap lebih berguna
h. cenderung kaku dan tidak terpengaruh oleh rasio
i. Kebenaran ilmiah bersifat tentatif (sementara)
j. Sulit untuk memilih fakta yang benar-benar berkaitan dengan masalah yang akan
dipecahkan.
Dalam proses IPA mengandung cara kerja, sikap, dan cara berfikir. Dalam
memecahkan masalah atau persoalan, seorang ilmuan berusaha mengambil sikap
tertentu yang memungkin usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap ini
dinamakan sikap ilmiah.
a. Jujur
b. Teliti
c. Cermat
a. IPA Klasik
IPA klasik yang telaahannya mengikuti kaidah ilmu tradisional berdasarkan
pengalaman, kebiasaan, dan bersifat makroskopik. Sedangkan IPA modern
yang bersifat mikroskopik, muncul berdasarkan penelitian maupun pengujian
dan telah diadakan pembaharuan yang dikaitkan dengan berbagai disiplin ilmu
yang ada.
IPA KLASIK bila dilihat dari pengertian klasik itu sendiri, maka dapat
diartikan bahwa yang klasik umumnya bersifat tradisional berdasarkan
pengalaman, kebiasaan, atau naluri semata. Meskipun ada kreasi, namun
merupakan tiruan dari keadaan alam sekitar. IPA klasik merupakan suatu
proses IPA di mana teori dan eksperimen memiliki peran saling melengkapi
dan memperkuat. IPA klasik memiliki kajian yang bersifat makroskopik,
yakni mengacu pada hal-hal yang berskala besar dan kaidah pengkajiannya
menggunakan cara tradisional.
Ciri-ciri IPA klasik adalah sebagai berikut :
Lebih mendahulukan eksperimen dari teori.
Mendeskripsikan gejala-gejala alam.
Penekanannya secara kualitatif sehingga yang ditunjukan kuantitatif.
Contoh IPA klasik secara umum, pembuatan gula kelapa merupakan proses
fisika bersama-sama kimia yang telah tinggi tingkatannya, juga pembuatan
terasi, ikan asin, rendang, dan telor asin adalah merupakan karya IPA klasik
Secara umum, langkah-langkah penerapan metode ilmiah pada IPA Klasik dan IPA
Modern adalah sama, yakni harus melalui penginderaan, perumusan masalah,
pengajuan hipotesis,eksperimen, dan penarikan kesimpulan (teori). Baik IPA Klasik
maupun IPA Modern keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yakni keingintahuan.
Namun pada IPA Klasik, suatu pengetahuan didapatkan dari awal, yakni didasarkan
dari hasil eksperimen yang dilakukan dan kajian pada IPA Klasik lebih dangkal karena
terbatas pada media atau alat bantu penelitian. Sedangkan pada IPA Modern, suatu
pengetahuan diperoleh melalui eksperimen yang dilakukan dengan berkiblat pada teori
yang telah ada dan dengan bantuan teknologi yang lebih canggih dan maju, maka kajian
dari IPA Modern lebih mendetail. Sehingga diperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai suatu fenomena alam. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa
IPA Modern merupakan pengembangan dari IPA Klasik.
DAFTAR PUSTAKA
Sukardio, J.S., dkk. 2005. Ilmu Kealaman Dasar. Surakarta: UPT MKU UNS dan UNS
Press.