2787658.pdf File
2787658.pdf File
PENDAHULUAN
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh
radang tenggorok yang berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7
provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6%
tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan pada penelitian di RSUP
Dr. Hasan Sadikin pada periode April sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024
pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (Undaya R, 1999
dalam Farokah, 2005). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli
THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien dalam jumlah
penderita penyakit tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657
(81%) penderita (Sing T, 2007).
Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan,
menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi
peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia 5-
15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat menyerang
siapa saja (NHS, 2010).
Hanya sekitar 30 % dari tonsilitis pada anak disebabkan oleh radang
tenggorokan dan hanya 10% dari tonsilitis pada orang dewasa disebabkan oleh radang
tenggorokan (Joseph Lauro, 2011).
1
Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki,
13,7 persen pada perempuan). Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak
yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan
yang memadai mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis
dan terapi yang tepat dan rasional.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : An “N”
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 11 tahun
Alamat : Selong Lombok Timur
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Kawin
No. CM : 273726
Tanggal Masuk : 10 Juli 2014
Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2014
2.2. ANAMNESIS
Auto dan alloanamnesa tanggal 10 Juli 2014 pukul 11.00 WITA di Poli
THT.
2.2.1. Keluhan utama
Sering nyeri menelan.
2.2.2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh sering nyeri menelan
yang hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan
makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan
dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan
disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir putih yang
kumat-kumatan dan hidung tersumbat. Ibu pasien mengatakan pasien
ngorok saat tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga,
tidak ada kurang pendengaran dan tidak ada sakit kepala.
3
2.2.3. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan
Pasien memiliki riwayat pilek yang cukup lama dan hilang
timbul sejak 1 bulan terakhir. Pasien telah berobat ke puskesmas dan
diberi obat. 2 minggu SMRS, pasien pergi berobat ke dokter. Setelah
diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan
disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun
pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih untuk diberi
pengobatan mengurangi gejala. Seminggu yang lalu obatnya habis
dan keluhan muncul lagi.
2.2.4. Riwayat penyakit keluarga dan Sosial
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini.
2.2.5. Riwayat alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan
maupun obat-obatan.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 10 Juli 2014 pukul 11.00 WITA di Poli THT.
2.3.1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 24 kg
Tinggi Badan : 125 cm
Status Gizi : Cukup
2.3.2. Tanda vital
Tensi : 110/70
Nadi : 89 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,5 °C
4
2.3.3. Status Lokalis
2.3.3.1. Pemeriksaan telinga
4. Membran timpani Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light (+) perforasi (-), cone of light (+)
5
2.3.3.2. Pemeriksaan hidung
6
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Warna kuning gading, caries (-), gangren(-)
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal
Uvula Bentuk normal, hiperemi (+), edema (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Kripte Melebar Melebar
Detritus (+) (+)
Peri Tonsil Abses (-) Abses (-)
Fossa Tonsillaris hiperemi (+) hiperemi (+)
dan Arkus Faringeus
2.5. DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis
7
Paracetamol sirup (120mg/5ml)
Obat kumur + desinfektan
2.7.2. Pembedahan
Tonsilektomi.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. EMBRIOLOGI
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong
faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan
bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal
dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia
kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada
sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium). (Adam LG et al, 2001)
3.2. ANATOMI
9
terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada
bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer
(tonsil perut), terletak pada ileum.
10
Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal
kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan
jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian
kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar. (Soepardi et al, 2007)
11
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah: (Soepardi
et al, 2007)
12
Gambar 4. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah
yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil
terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap
kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
(Soepardi et al, 2007)
13
Gambar 5 perdarahan tonsil
14
selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang
dan dinding faring. (Nurjanna Z, 2011)
Migrasi limfosit
15
berbeda didapatkan oleh Faramazi (Iran, 2006), bahwa kadar IgA mengalami
peningkatan pada minggu-minggu awal pasca tonsiloadenoidektomi. Sedangkan
IgG dan IgM mengalami perubahan yang tidak bermakna. Faramazi juga
mendapatkan kadar limfosit T mengalami penurunan yang ringan, dan kembali
normal setelah 8 minggu. Sedangkan kadar limfosit B tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Selain itu, aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada
usia 3-10 tahun sehingga sampai saat ini masih terdapat kontroversi di kalangan
ahli penyakit dalam, ahli bagian anak dan ahli THT dalam hal pendekatan
diagnostik dan terapi pada kasus anak.
3.4. DEFINISI
16
pengaruh cuaca, dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis
akut tetapi kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif.
(Soepardi et al, 2007)
3.5. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis
akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini
dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis
pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman
gram positif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling
banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus.
Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.
(Nurjanna Z, 2011)
3.6. PATOFISIOLOGI
17
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya
terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia
adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan
jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit
sampai beberapa jam setelah tindakan. (Nurjanna Z, 2011)
Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka aka
nada tanda-tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan,
lesu, tidak nafsu makan, pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak,
ada kripte melebar, dan detritus. (Soepardi et al, 2007)
18
TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis. (Nurjanna Z, 2011)
3.8. TATALAKSANA
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan
yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada
parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan
pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes
diagnostik yang menjanjikan. (Nurjanna Z, 2011)
19
: Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head
and Neck Surgery: (Derake A, 2002)
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,
disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai
keganasan)
b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
v) Celah pada palatum
20
3.9. KOMPLIKASI
3.10. PROGNOSIS
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut,
pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan
pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3
(sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat
detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa
pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat
infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang
menandakan adanya eksaserbasi akut.
Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk
makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir,
maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan
tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi
medikamentosa sembari memberi waktu keluarga untuk mempertimbangkan
persetujuan operasi. Ketika nanti telah ada persetujuan untuk dilakukannya
tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah tenang, maka dapat
dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium untuk
mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time.
22