Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar belakang.................................................................................................1

1.2 Fokus penelitian..............................................................................................3

1.3 Rumusan masalah...........................................................................................3

1.4 Tujuan penelitian.............................................................................................4

1.5 Manfaat penelitian..........................................................................................4

BAB II KAJIAN PUSTAKA.........................................................................................5

2.1 Kemampuan Guru...........................................................................................5

2.2 Model Discovery Learning.............................................................................9

2.3 Pembelajaran Fisika......................................................................................14

2.4 Penelitian Yang Relevan...............................................................................15

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................17

3.1 Metode Penelitian.........................................................................................17

3.2 Lokasi Penelitian...........................................................................................17

3.3 Subyek penelitian..........................................................................................17

3.4 Instrumen Penelitian.....................................................................................17

3.5 Sumber Data..................................................................................................17

3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................18

3.7 Teknik Analisis Data.....................................................................................19

3.8 Pengujian Keabsahan Data...........................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

i
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk mengembangkan

bakat, minat, dan potensi peserta didik agar berkarakter, kompeten dan literat.

Mencapai hasil tersebut maka diperlukan pengalaman belajar yang bervariasi mulai

dari yang sederhana sampai pengalaman belajar yang bersifat kompleks. Kurikulum

merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa

guna mencapai tujuan pembelajaran. Perubahan kurikulum yang selama ini dilakukn

oleh pemerintah merupakan satu di antara beberapa upaya pemerintah untuk

meningkatkan kualitas pendidikan.

Kualitas pendidikan yang ada tidak terlepas dari pelaksanaan proses

pembelajarannya. Rusman (2013:3) berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Komponen pendidikan yang sangat menentukan terselenggaranya proses

pendidikan dengan baik adalah guru. Keberhasilan implementasi pembelajaran sesuai

harapan pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh pemahaman para

pemangku kepentingan utamanya guru.

Menurut Danial dan Sepe dalam Sugiyarti dkk (2018: 440) Seorang Guru

dalam mencapai kondisi belajar yang ideal, kualitas pengajaran selalu terkait dengan

penggunaan model pembelajaran secara optimal, ini berarti bahwa untuk mencapai

kualitas pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran harus diorganisasikan dengan

1
model pengorganisasian yang tepat dan selanjutnya disampaikan kepada siswa

dengan model yang tepat pula.

Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan mempermudah guru dalam

menyampaikan materi kepada siswa. Selain penggunaan model pembelajaran yang

tepat, kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran juga mempengaruhi proses

pembelajaran. Menurut Oktaviani, dkk (2018:7) Model pembelajaran yang dapat

dilakukan guru agar siswanya lebih aktif dan berpikir kritis adalah model

pembelajaran Discovery Learning.

Dicovery learning merupakan salah satu model yang berpusat pada peserta

didik (student centered) sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan karena

menuntut keterlibatan peserta didik melalui penemuan. Hal ini didukung oleh Hosnan

(2014: 282) bahwa Discovery Learning merupakan suatu model untuk

mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,

maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan peserta didik juga

dapat belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang

dihadapi.

Model pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran

yang sering digunakan oleh guru di sekolah. Secara teori model Discovery Learning

ini lebih banyak digunakan karena menuntun peserta didik agar dapat

mengembangkan cara belajar aktif di kelas serta dapat berkolaborasi dalam

merumuskan masalah dan memecahkan sendiri masalahnya. Akan tetapi, pada

kenyataannya di lapangan model pembelajaran yang sering diterapkan di dalam kelas

2
itu hanya model pembelajaran langsung yaitu hanya menyampaikan materi dan

mengerjakan tugas yang ada pada buku siswa sehingga hal ini tidak sesuai dengan

model pembelajaran yang tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Permasalahan yang timbul akibat ketidakoptimalan kemampuan guru dalam

menerapkan model pembelajaran yang sesuai maka berdampak pada lulusan anak

bangsa. Pentingnya kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran ini

agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan peserta didik mampu aktif

dalam setiap pembelajaran di kelas, tidak hanya berpatokan pada buku siswa itu

sendiri tetapi juga peserta didik dapat menyampaikan gagasannya dalam kelas.

Berdasarkan uraian yang di atas, maka dipandang perlu untuk mengkaji lebih

mendalam permasalahan ini dalam suatu penelitian dengan judul “Analisis

Kemampuan Guru Fisika Dalam Menerapkan Model Pembelajaran Discovery

Learning pada Mata Pelajaran Fisika di SMA Kabupaten Gorontalo”

1.2 Fokus penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kemampuan Guru Fisika dalam menerapkan

model pembelajaran Discovery Learning pada mata pelajaran fisika.

1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti

adalah, “Bagaimana Kemampuan Guru Fisika Dalam Menerapkan Model

Pembelajaran Discovery Learning Pada Mata Pelajaran Fisika?”

3
1.4 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan guru fisika

dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning pada mata pelajaran

Fisika.

1.5 Manfaat penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi guru

Guru dapat mengoptimalkan kinerjanya dalam kegiatan belajar mengajar dan

memaksimalkan kemampuan keprofesinalannya dalam proses pelaksanaan

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning sehingga

tujuan peembelajaran dapat tercapai.

2. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui sejauh mana kemampuan guru dalam menerapkan

model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran fisika dan

juga sebagai rujukan untuk peneliti saat menjadi pendidik disebuah sekolah

sehingga peneliti dapat meningkatkan kompetensi dalam komunikasi sehingga

bisa mencapai tujuan pembelajaran dengan baik.

4
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Guru

2.1.1 Pengertian Kemampuan Guru

Kemampuan guru merupakan salah satu hal yang harus dimiliki dalam jenjang

pendidikan apapun karena kemampuan itu memiliki kepentingan tersendiri dan bukan

tidak mungkin bahwa kemampuan guru sangatlah penting untuk dimiliki sebab

kemampuan guru merupakan alat seleksi dalam penerimaan calon guru, kemampuan

guru penting dalam pembinaan dan pengembangan guru karena telah ditentukan dasar

ukuran mana yang telah memiliki kemampuan penuh dan mana yang kurang,

kemampuan guru penting dalam rangka penyusunan kurikulum karena berhasil

tidaknya pendidikan guru terletak pada komponen dalam proses pendidikan guru

yang salah satu diantarannya adalah komponen kurikulum.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan berasal dari kata mampu

yang berarti kuasa, bisa, sanggup melaksanakan sesuatu. Kata mampu tersebut

mendapatkan awalan kedan akhiran -an, sehingga kemampuan berarti kesanggupan,

kecakapan, kekuatan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008: 552&553).

Kata kemampuan berasal dari bahasa inggris yaitu “competence” yang berarti

“kemampuan” (Echols dan Hassan, 1984: 132).

Jadi kemampuan identik dengan kompetensi, maka dalam hal ini penulis akan

menguraikan masalah kompetensi seorang guru. Adanya kemajuan zaman semakin

cepat maka guru dituntut dapat beradaptasi secara menyeluruh baik terhadap

pelaksanaan pendidikan maupun ketrampilan tertentu yang melingkupinya, di

5
samping faktor kepribadian yang semakin mantap dan meyakinkan, maka perlu

adanya kompetensi.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen menyebutkan bahwa “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau

dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru

adalah kemampuan dasar atau kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang guru yang

berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik, untuk menentukan

suatu hal. Kompetensi guru merupakan kewenangan guru untuk melakukan tugasnya

dalam kegiatan belajar mengajar.

Guru sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem

pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta

menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Seorang guru akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia

memiliki kemampuan dasar atau kompetensi keguruan yang dimilikinya. karena hal

ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan pengajarannya.

Kemampuan guru penting dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar dan

hasil belajar siswa karena semuannya tidak hanya ditentukan oleh sekolah, pola dan

6
struktur serta isi kurikulumnya, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan guru yang

mengajar dalam membimbing siswa.

Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8

menyebutkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Pada pasal 8 tentang kompetensi dijelaskan pada pasal 10

ayat 1 yang berbunyi kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8

meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian

dan kompetensi sosial.

Keempat kompetensi guru tersebut kompetensi pedagogik guru menepati

tempat yang paling penting dalam perencanaan pembelajaran serta dalam pelaksanaan

pembelajaran karena guru memegang peranan penting dalam proses tersebut.

Kompetensi Pedagogik mencakup delapan aspek yaitu 1) pemahaman wawasan

dan landasan pendidikan, 2) pemahaman terhadap peserta didik, 3) pengembangan

kurikulum/silabus 2013, 4) perancangan pembelajaran, 5) pelaksanaan pembelajaran,

6) pemanfaatan teknologi pembelajaran, 7) evaluasi hasil belajara (EHB), dan 8)

engembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

Kedelapan aspek kompetensi pedagogik tersebut, penelitian ini mengacu pada

poin ke (5) yaitu kompetensi dalam pelaksanaan pembelajaran.

7
2.1.2 Kemampuan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

Kemampuan guru dalam pembelajaran merupakan bagian dari kompetensi

pedagogik guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan ini menunjukkan

bagaimana guru memperlihatkan perilakunya selama interaksi dalam pelaksanaan

pembelajaran.

Abdul Majid (2013:7) komponen kompetensi guru dalam pelaksanaan interaksi

belajar mengajar ada dua belas indikator. 1) mampu membuka pelajaran, 2) mampu

menyajikan materi, 3) mampu menggunakan metode/ media, 4) mampu

menggunakan alat peraga, 5) mampu menggunakan bahasa yang komonikatif, 6)

mampu memotivasi siswa, 7) mampu mengorganisasi kegiatan, 8) mampu berintraksi

dengan siswa secara komonikatif, 9) mampu menyimpulkan pembelajaran, 10)

mampu memberikan umpan balik, 11) mampu memberikan penilaian, 12) mampu

menggunakan waktu.

Guru melaksanakan pembelajaran yang merupakan salah satu aktivitas inti di

sekolah harus menunjukkan penampilan terbaik di depan siswanya. Penjelasannya

mudah dipahami, penguasaan keilmuannya benar, menguasai metodologi pengajaran,

dan pengelola kelas sebagai pengendalian situasi siswa di kelas.

Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah

disusun secara lebgkap dan pelaksanaan aktivitas tesebut mengindikasikan bahwa

guru mengerti dengan tujuannya.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP (Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran) yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

8
kegiatan penutup. dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas guru wajib untuk

menerapkan pembelajaran yang di awali dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti

dan kegaiatan penutup. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran berjalan baik dan

sesuai dengan rencana pembelajaran.

Kemampuan guru yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan dalam

pelaksanaan pembelajaran di kelas yang sesuai dengan rencana pembelajaran. Dalam

hal ini rencana pembelajaran yaitu dalam menerapkan model Discovery Learning.

2.2 Model Discovery Learning

2.2.1 Pengertian Model Discovery Learning

Balim (2009) menyatakan Discovery Learning merupakan suatu metode yang

mendorong siswa untuk sampai pada suatu kesimpulan berdasarkan kegiatan dan

pengamatan siswa sendiri. Sagala dalam Hidayati (2017) mengemukakan terdapat

Lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan Discovery yakni:

1) Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa

2) Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis

3) Siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab

permasalahan/hipotesis

4) Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi

5) Mengaplikasikan kesimpulan/general-isasi dalam situasi baru. Metode mengajar

yang biasa digunakan guru dalam pendekatan ini antara lain metode diskusi dan

pemberian tugas, diskusi untuk memecahkan permasalahan dilakukan oleh

9
sekelompok kecil siswa antara empat sampai Lima orang dengan arahan dan

bimbingan guru.

Menurut Kurniasih & Sani (2014) Discovery Learning didefinisikan sebagai

proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam

bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Selanjutnya, Sani

(2014:97) mengungkapkan bahwa Discovery adalah menemukan konsep melalui

serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.

Menurut Hosnan (2014: 282) Discovery Learning adalah suatu model untuk

mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,

maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan melalui belajar

penemuan, peserta didik juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan

sendiri masalah yang dihadapi.

Model discovery learning menuntut peserta didik agar dapat menemukan

sendiri konsep dalam pengalaman langsung dan pemahaman struktur atau ide-ide

penting suatu disiplin ilmu melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam

pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan berupa pertanyaan atau permasalahan yang

harus diselesaikan sehingga peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan

informasi yang belum diketahuinya melalui penemuan yang didapatnya sendiri. Hal

ini didukung oleh Bruner (dalam Kemendikbud, 2013: 4) yang menyatakan bahwa

proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau

pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Penggunaan

10
discovery learning, merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif dan

mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented.

Menurut beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model

Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang efektif. Model

pembelajaran Discovery Learning merupakan model yang dapat menuntun peserta

didik dalam memperoleh informasi yang belum diketahuinya sehingga dapat berikir

kritis dan memecahkan masalah yang terkait dengan informasi pelajaran tersebut.

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning

1. Kelebihan model Discovery Learning

Menurut Hosnan (2014: 287-288) bahwa terdapat beberapa kelebihan dari

model Discovery Learning yakni:

1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif

2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh

karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer

3) Dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah

4) Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh

kepercayaan bekerja sama dengan yang lain

5) Mendorong keterlibatan keaktifan peserta didik

6) Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri

7) Melatih peserta didik belajar mandiri

11
8) Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan

menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

2. Kekurangan Model Discovery Learning

Kekurangan dari model Discovery Learning yaitu (1) menyita banyak

waktu karena pendidik dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya

sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing, (2)

kemampuan berpikir rasional peserta didik ada yang masih terbatas, dan (3)

tidak semua peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Setiap

model pembelajaran pasti memiliki kekurangan, namun kekurangan tersebut

dapat diminimalisir agar berjalan secara optimal.

2.2.3 Langkah-Langkah Model Discovery Learning

Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam melaksanakan

model Discovery Learning yang dikemukakan oleh Syah (dalam Kemendikbud,

2013: 5), antara lain sebagai berikut:

1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memberikan

permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu peserta didik untuk

melakukan penyelidikan yang lebih mengenai permasalahan tersebut. Selain

itu, peserta didik juga dapat diberikan kegiatan berupa jelajah pustaka

praktikum, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan

pemecahan masalah.

2. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

12
Langkah selanjutnya adalah memberikan kesempatan kepada peserta

didik untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemukan pada

kegiatan awal. Memberikan kesempatan peserta didik untuk

mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi,

merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar

mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. Masalah yang telah

ditemukan kemudian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis.

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Hipotesis yang telah dikemukakan, dibuktikan kebenarannya melalui

kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh peserta didik dengan bimbingan

pendidik. Pembuktian dilakukan dengan mengumpulkan data maupun

informasi yang relevan melalui pengamatan, wawancara, eksperimen, jelajah

pustaka, maupun kegiatan-kegiatan lain yang mendukung dalam kegiatan

membuktikan hipotesis.

4. Data Processing (Pengolahan Data)

Data-data yang telah diperoleh selanjutnya diolah menjadi suatu

informasi yang runtut, jelas, dan bermakna. Pengolahan data merupakan

kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta

didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,

semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu

13
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu

5. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat

untuk membuktikan kebenaran hipotesis awal yang telah dikemukakan.

Pembuktian didasarkan pada hasil pengolahan data yang telah dilakukan

pada tahap sebelumnya. Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses

belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori,

aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam

kehidupannya.

6. Generalization (Menarik Simpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi atau penarikan simpulan adalah proses menarik

sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk

semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil

verifikasi.

2.3 Pembelajaran Fisika

2.3.1 Definisi Pembelajaran Fisika

Perkembangan teknologi saat ini tidak terlepas dari adanya peranan fisika.

Saaat ini telah banyak teknologi-teknologi yang menggunakan konsep fisika. Khoiri

dkk (2011:85) mengemukakan bahwa pada tingkat SMA/MA fisika dipandang

14
penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri. Mata pelajaran fisika

memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan

sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna utuk

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Yuliani dkk (2012:208) menyatakan bahwa mata pelajaran fisika di SMA

dikembangkan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan

eksperimentasi serta berpikir taat asas. Pembelajaran fisika sendri merupakan

pembelajaran yang berubungan dengan alam, sehingga dalam proses pembelajaran

fisika sering mengaitkan antara materi dengan fenomena-fenomena yang ada di alam.

2.3.2 Tujuan Pembelajaran Fisika

Penggunaan model dan metode pembelajaran yang sesuai merupakan satu di

antara beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu peserta didik

dalam memahami materi yang diberikan pada proses pembelajaran. Dengan

penggunaan model dan metode yang sesuai, materi yang disampaikan oleh guru dapat

dipahami oleh peserta didik. Bektiarso (dalam setiawan dkk, 2012:285-286)

mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran fisika di sekolah menengah secara umum

adalah memberikan bekal pengetahuan tentang fisika, kemmapuan dalam

keterampilan proses, serta meningkatkan kreativitas dan sikap iliah. Setiawan dkk

(2012:286) mengemukakan bahwa berdasarkan tujuan tersebut, diperlukan

pembelajaran yang tepat dalam mengajarkan fisika di sekolah agar siswa dapat

15
memahami konsep fisika secara mendasar sehingga tujuan pmbelajaran fisika

tercapai.

2.4 Penelitian Yang Relevan

Berikut ini penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti.

1. Muginah pada tahun 2018 dengan judul “Meningkatkan Kompetensi Guru Sd

Dalam Menerapkan Model Pembelajaran Discovery Learning Dengan

Supervisi Teknik Modeling”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan

kompetensi guru SD dalam menerapkan model pembelajaran Discovery

Learning. Dari penelitian tersebut dipeoleh kesimpulan bahwa Kemampuan

guru dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning pada siklus

1 dan 2 dapat dilihat dari meningkatnya nilai pemahaman yang diperoleh dari

nilai tes pemahaman guru terhadap konsep model pembelajaran Discovery

Learning yang diikuti guru setelah melakukan diskusi model pembelajaran

Discovery Learning.

2. Rizky Febriyani Putri dan J. Jumadi pada tahun 2007 dengan judul penelitian

“Kemampuan Guru Fisika dalam Menerapkan Model-Model Pembelajaran

pada Kurikulum 2013 serta Kendala-Kendala yang Dihadapi”. Penelitian ini

bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan kemampuan guru Fisika SMA Negeri di

Kabupaten Sleman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran

dengan model-model yang ditentukan pada Kurikulum 2013. (2)

16
Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi guru Fisika dalam

menerapkan model-model pembelajaran yang ditentukan pada

Kurikulum2013. Dari penelitian ini dipeoleh kesimpulan bahwa Kemampuan

guru merencanakan dan melaksanakan pembelajaran masuk kategori baik dan

kendala yang dihadapi guru yaitu pada perubahan format RPP, alokasi waktu

untuk melaksanakan model pembelajaran pada Kurikulum 2013, dan

pelaksanaan penilaian kompetensi sikap.

17
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena mengkaji dan menggali

kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning pada

mata pelajaran Fisika sebagai proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Kabupaten Gorontalo, Provinsi

Gorontalo. Penelitian ini disesuaikan dengan jadawal yang telah ditetapkan.

3.3 Subyek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru Fisika SMA di Kabupaten Gorontalo,

yaitu SMA Negeri 1 Telaga, SMA Negeri 1 Tilango dan SMA Negeri 1 Telaga Biru.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti sebagai

instrument (human instrument). Berdasarkan teknik pengumpulan data, maka

intrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi dan wawancara.

3.5 Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data

primer. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya

yaitu melalui observasi dan wawancara terhadap guru Fisika SMA di Kabupaten

18
Gorontalo, yaitu SMA Negeri 1 Telaga, SMA Negeri 1 Tilango dan SMA Negeri 1

Telaga Biru.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. (Sugiyono,

2017: 224). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

3.6.1 Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung di

lapangan. Menurut Arikunto (2010:200) Observasi sistematis adalah observasi yang

dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument

pengamatan.

Table 3.1 Indikator Penelitian

Indikator Kode Indikator

Melakukan Kegiatan Pendahuluan Ind-1

Melakukan Kegiatan Inti Ind-2

Melakukan Kegiatan Penutup Ind-3

3.6.2 Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak

terstruktur, yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan

19
pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya. Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data yang dapat

mendukung hasil observasi yang diperoleh.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman dan Spradley yaitu

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif berlangsung secara terus-

menerus sampai tuntas dalam menganalisis data ktifitas yang dilakukan. Aktivitas

dalam dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan data conclusion

drawing/verification (Sugiyono, 2011).

3.7.1 Reduksi Data

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan catatan

tertulis di lapangan.

Data awal yang diperoleh akan diindentifikasi dalam indikator yang memuat

masing-masing aspek yang di amati pada kemampuan guru dalam melaksanakan

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning, selanjutnya

akan dilakukan dengan berpedoman pada apa yang menjadi fokus masalah dalam

penelitian.

20
3.7.2 Penyajian Data

Pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Peneliti menyajikan data dalam bentuk deskriptif yang diuraikan pada tiap

indikator kemampuan guru dalam pemmbelajaran yang diamati selama proses

pembelajaran.

3.7.3 Menarik kesimpulan/Verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi pada penelitian ini diperoleh dari

penyajian data. Data-data yang diperoleh pada saat peneliti mengumpulkan data

yang didukung dengan bukti-bukti yang valid, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar di bawah.

Gambar 1. Komponen-kompnen analisis data (Model Interaktif)

21
3.8 Pengujian Keabsahan Data

Pada penelitian ini pengujian keabsahan data dilakukan dengan menggunakan

triangulasi metode. Maleong (2007: 331-332) dalam metode penelitian kualitatif, cara

terbaik untuk menguji keabsahan data suatu penelitian yaitu dengan jalan

membandingkannya dengan berbagai sumber, metode atau teori.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Balim, A. G. 2009. The Effect of Discovery Learning on Students Success an Inquiry

Skills. Eurasian Journal of Educational Research/ Issue 35, 1-21.

Cintia, N.I; Kristin, F. Anugraheni, I. 2018. Penerapan Model Pembelajaran

Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan

Hasil Belajar Siswa. PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 32 No. 1

Echols, J.M dan Shadily, H. 1984. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia

Hidayati, R. 2017. Keefektifan Setting TPS dalam Pendekatan Discovery Learning

dan Problem-Based Learning pada Pembelajaran Materi Lingkaran SMP. Jurnal

Riset Pendidikan Matematika 4 (1), 78-86.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad

21. Bogor: ghalia Indonesia

Kemendikbud. 2013. Kerangka Dasar Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. Jakarta

Kurniasih I, Sani, B. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep Dan Penerapan.

Surabaya: Kata Pena

Majid, A. 2013. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Miles, B. M, Huberman. A.M. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas

Indonesia

23
Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Oktaviani, W; Kristin, F; Anugraheni, I. 2018. Penerapan Model Pembelajaran

Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan

Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD. Jurnal Basicedu Vol 2 (2)

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Dan Pengembangan (Research And

Development/R&D). Bandung: Alfabeta

Undang-undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005. 2006 Tentang Guru dan

Dosen. Surabaya: Kesindo Utama

24

Anda mungkin juga menyukai