Manusia lahir ke muka bumi dengan kondisi suci dan tidak bisa apa-apa, oleh
Tuhan manusia dibekali akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran manusia menjadi
makhluk ciptaan tuhan yang yang memiliki derajat yang paling tinggi dari pada
makhluk lainnya. Hal yang menjadi pembeda antara manusia dan ciptaan tuhan
lainnya adalah manusia memiliki perasaaan, akal dan keyakinan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan derajat hidupnya (Dardiri et al.,
2021; Simbiak, 2016). Untuk mewujudkannya manusia perlu belajar yang dapat
ditempuh melalui proses pendidikan.
Pendidikan dipandang sebagai usaha untuk mengubah sikap dan perilaku
seseoroang atau kelompok orang sebagai bentuk pendewasaan melalui pengajaran
(Gandamana, 2021). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
proses mendidik. Pendapat lain mengemukakan pendidikan asebagai bimbingan
atau pertolongan yang diberikan orang dewasa terhadap orang belum dewasa
untuk memperoleh kedewasaannya dengan tujuan agar anak tersebut mampu
menjalankan kehidupannya secara mandiri atau tidak perlu pertolongan orang lain
(Rasid, 2018).
Untuk mencapai kualitas hidup yang diinginkan, manusia perlu tumbuh dan
terus berkembang. pertumbuhan dan perkembangan tersebut akan menghasilkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku manusia perlu didampingi dengan proses
belajar. Belajar adalah usaha sadar manusia dalam menciptakan perubahan
perilaku dalam dirinya yang diwujudkan melalui latihan dan pengalaman
(Akhiruddin et al., 2019; Fakhrurrazi, 2018; Suarim & Neviyarni, 2021). Seorang
individu dapat dikatakan belajar apabila individu tersebut dihadapkan dengan
“situasi belajar” yang memungkinkan terjadinya perubahan kinerja (kemampuan)
dalam diri individu tersebut (Tarihoran et al., 2021; Warsita, 2018). Terdapat dua
faktor yang dapat mempengaruhi kondisi belajar individu yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Sebagai contoh, seorang siswa yang sedang belajar mengikat tali
sepatunya tidak memulai pembelajaran ini “dari awal”; dia sudah tahu cara
memegang tali, cara melilitkan satu sama lain, dan sebagainya. Contoh lain, siswa
yang belajar mengalikan bilangan asli telah diperoleh banyak kemampuan,
termasuk kemampuan menambah dan menghitung, mengenal angka dan
menggambarnya dengan pensil. Dari kedua contoh kejadian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kondisi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor: Pertama,
capaian kemampuan internal (kemampuan awal) individu. Kedua, stimulus atau
situasi di luar dari diri individu.
Secara umum manusia perlu belajar karena tiga aspek, yaitu manusia perlu
bertahan hidup, manusia perlu memperbaiki hidup, dan manusia perlu menggapai
ujuan hidupnya. Pada hakikatnya manusia juga merupakan makhluk yang perlu
dididik dan memperoleh pendidikan (Fadhilah & Maunah, 2021), alasan
mendasarnya yaitu: (1) Manusia terlahir dalam keadaan tidak berdaya, dan
membutuhkan orang lain untuk bertahan hidupnya; (2) Manusia lahir tidak langsung
dewasa, melalui pendidikan manusia akan diberikan pertolongan oleh orang
dewasa untuk memperoleh kedewasaan; (3) Manusia pada dasarnya sebagai
makhluk sosial, yang memerlukan orang lain dalam melaksanakan proses
kehidupannya. Selain alasan mendasar yang tersebut, manusia juga disebut sebagai
animal educable, animal educandum dan animal educandus yang dikaitkan dengan
proses pendidikan dimana di dalamnya terdapat proses belajar. Adapun hubungan
manusia dengan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Segi Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan logos, axio berarti nilai atau
sesuatu yang berharga dan logos artinya akal, teori. Aksiologi artinya akal, teori,
nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan metafisik nilai. Lebih lanjut,
aksiologi menjelaskan bagaimana suatu ilmu pengetahuan dapat memiliki nilai
guna atau dengan kata lain dikenal dengan istilah teori tentang “nilai”. Sampai
saat ini tentulah ilmu memberikan kita banyak pengetahuan yang bermanfaat
sehingga kita bisa mengatasi kelaparan, kemiskinan, penyakit dan berbagai hal
duka lainnya. Akan tetapi, bisa juga berakibat sebaliknya yakni membawa manusia
menciptakan malapetaka. Tetapi sifat ilmu itu netral sebagai sumber pengetahuan,
yang terakhir tidak membahas masalah benar atau salah, dan mereka yang
mempraktikkannya harus memiliki kualifikasi yang diperlukan. Atau, dengan kata
lain, pengetahuan hanya berpegang pada prinsip epistemologis "jika dipukul, maka
pukul," dan "jika diletakkan, maka taruh," tanpa menawarkan dukungan kepada
siapa pun selain proposisi yang jelas-jelas benar. Sebaliknya, menurut ontologi dan
aksiologi, guru harus mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
karena hal itu akan menuntut guru untuk menjelaskan tentang apa pelajaran
tersebut.
Nilai dan perwujudan aksiologi di dalam pendidikan adalah menguji dan
mengintegrasikan semua nilai-nilai yang baik dalam kehidupan manusia dan
pembinaannya dalam kepribadian peserta didik. Setiap warga negara Indonesia
yang bersekolah di sekolah dasar dianggap sebagai anggota lembaga pendidikan
yang memiliki tanggung jawab untuk mengenali kemampuan dasarnya. SD juga
memiliki tujuan untuk menonjolkan kebutuhan pembelajaran di tingkat sekolah
dasar.
Fungsi dan tujuan pendidikan dasar mengacu kepada fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003
pasal 3 tentang sitem pendidikan nasional. “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Untuk sekolah dasar tujuan pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu:
a) Menanamkan Kemampuan Dasar Baca-Tulis-Hitung
Keterampilan baca-tulis-hitung sangat penting untuk berkomunikasi dan
meluncurkan tugas sehari-hari yang paling menantang. Agar berhasil
mempelajari modal utamana apa pun, siswa harus memiliki kemahiran baca-
tulis. Sesegera mungkin siswa di SD harus dibiasakan dengan kebiasaan
membaca karena hal tersebut tidak dapat dipisahkan dengan semua tata cara
pengajaran di sekolah.
b) Memberikan, menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat
bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya
Keterampilan utama yang diperlukan untuk tugas ini adalah pemikiran jernih
dan perhatian terhadap detail. Oleh karena itu disarankan agar guru menahan
diri untuk tidak menjelaskan semua hal teoretis yang berada di luar ranah
pengalaman anak. Karena kemampuan terbatas anak untuk memahami situasi
buta huruf secara teoritis.
c) Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP
Kegiatan ini terutama diadakan di kelas atas, khususnya di kelas VI. Hasilnya,
mereka memiliki pemahaman yang jelas tentang perbedaan prakarsa
pendidikan SLTP dengan prakarsa sekolah tradisional.